SUPLEMEN MATERI KHOTBAH PELKAT 10 – 11 MARET 2017 YOHANES 4 : 27 – 54
Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah Tanggal Penulisan: 80-95 M Latar Belakang Injil Yohanes adalah unik di antara keempat Injil. Injil ini mencatat banyak hal tentang pelayanan Yesus di daerah Yudea dan Yerusalem yang tidak ditulis oleh ketiga Injil yang lain, dan menyatakan dengan lebih sempurna rahasia tentang kepribadian Yesus. Penulis diidentifikasikan secara tidak langsung sebagai "murid yang dikasihi-Nya" (Yoh 13:23; Yoh 19:26; Yoh 20:2;Yoh 21:7,20). Kesaksian tradisi Kekristenan serta bukti yang terkandung dalam Injil ini sendiri menunjukkan bahwa penulisnya adalah Yohanes anak Zebedeus, salah satu di antara dua belas murid dan anggota kelompok inti Kristus (Petrus, Yohanes, dan Yakobus). Menurut beberapa sumber kuno, Yohanes, rasul yang sudah lanjut usianya, sementara tinggal di Efesus, diminta oleh para penatua di Asia untuk menulis "Injil yang rohani" ini untuk menyangkal suatu ajaran sesat mengenai sifat, kepribadian dan keilahian Yesus yang dipimpin oleh seorang Yahudi berpengaruh bernama Cerinthus. Injil Yohanes tetap melayani gereja sebagai suatu pernyataan teologis yang sangat dalam tentang "kebenaran" yang menjelma di dalam diri Yesus Kristus. Tujuan Yohanes menyatakan tujuannya untuk tulisannya dalam Yoh 20:31, yaitu "supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya." Naskah kuno Yunani dari Yohanes memakai satu dari dua bentuk waktu untuk kata Yunani yang diterjemahkan "percaya" (Yoh 20:31): yaitu _aorist subjunctive_ ("sehingga kamu dapat mulai mempercayai") dan _present subjunctive_ ("sehingga kamu dapat terus percaya"). Jikalau Yohanes bermaksud yang pertama, ia menulis untuk meyakinkan orang yang tidak percaya untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan diselamatkan. Kalau yang kedua, Yohanes menulis untuk menguatkan dasar iman supaya orang percaya dapat terus percaya kendatipun ada ajaran palsu, dan dengan demikian masuk dalam persekutuan penuh dengan Bapa dan Anak (bd. Yoh 17:3). Walaupun kedua tujuan ini didukung dalam kitab Yohanes, isi dari Injil ini pada umumnya mendukung yang kedua sebagai tujuan utama. Sang Mesias memperkenalkan diri Bila kita mengikuti alur percakapan Yesus dengan perempuan Samaria, mungkin hati kita turut berdebar menunggu bagaimana reaksi Yesus terhadap kerinduan perempuan Samaria itu. Mungkinkah keinginan perempuan Samaria ini -- yang menginginkan air yang tidak menghauskannya lagi dan yang tidak mengharuskannya menimba lagi -- terwujud?
Yesus tidak langsung menjawab keingintahuan si wanita tadi. Mula-mula Yesus menunjukkan kemahatahuan-Nya. Pengetahuan-Nya melampaui pikiran dan perkiraan manusia. Tanpa mendapat penjelasan sebelumnya, Yesus tahu dengan tepat, siapa dan bagaimana kehidupan perempuan Samaria itu (ayat 16-18), ini menunjukkan bahwa sesuatu yang agung (kuasa Yesus) tidak selalu bisa dicerna begitu saja. Meskipun demikian, dengan penuh simpati, Yesus membimbingnya sampai menemukan kepuasan sejati dan mengalami kehidupan yang diperbarui. Tanpa sedikitpun keraguan, perempuan Samaria itu mengungkapkan pengakuan pribadi bahwa Yesus adalah Nabi (ayat 19). Langkah penting berikutnya yang diambil Yesus adalah memberi pengertian yang benar tentang ibadah. Ibadah yang sejati dan benar tidak harus dilakukan di Yerusalem (ayat 21), tetapi dimulai dengan pemahaman yang benar tentang objek yang disembah. Perkataan Yesus ini juga meluruskan pandangan orang Yahudi yang memahami bahwa Allah hanya hadir di Yerusalem. Allah yang disembah bukanlah Allah yang sulit dijangkau, melainkan Allah yang hadir, yang persis berdiri di hadapan perempuan Samaria dan sedang bercakap-cakap. Kita dapat membayangkan betapa bahagianya wanita ini di depan Sang Mesias. Pertemuan yang membawa perubahan Yang menarik dalam bacaan Alkitab kita hari ini, yaitu bagaimana melalui percakapan Yesus dengan perempuan Samaria tersebut, akhirnya banyak orang Samaria dari kota tersebut yang menjadi percaya kepadaNya karena perkataan perempuan tersebut (ay. 39a). Perempuan Samaria itu baru saja mengenal Tuhan, mungkin hanya dalam hitungan jam sejak ia berjumpa Tuhan. Tetapi dalam hitungan jam tersebut ia sudah berhasil membawa banyak orang percaya kepadaNya karena kesaksiannya, padahal apa yang ia saksikan sebenarnya adalah hal yang sederhana saja, yaitu bahwa Tuhan Yesus telah mengatakan kepadanya segala sesuatu yang telah ia perbuat (ay. 39b). Perempuan Samaria ini sudah dapat membawa banyak orang dari kotanya datang kepada Yesus hanya dalam beberapa jam saja setelah ia bertemu Tuhan. Padahal perempuan Samaria ini pun bukanlah orang yang benar, ia memiliki lima orang suami dan laki-laki yang bersama dengan dia pada saat itu pun bukan suaminya (Yoh 4:18). Tetapi justru karena perkataan perempuan tersebutlah banyak orang yang percaya kepada Tuhan. Perhatikan kembali ayat 39, bahwa awalnya mereka percaya kepada Yesus bukan karena perkataan Tuhan Yesus, tetapi karena perkataan perempuan tersebut. Justru setelah mereka percaya kepada Tuhan, barulah mereka pergi mencari Tuhan Yesus dan menjumpai Yesus, mereka baru meminta kepadaNya untuk tinggal lebih lama lagi (ay. 40). Ketika Yesus akhirnya menyanggupi untuk tinggal dua hari lebih lama di Samaria, semakin banyak orang yang percaya kepada Yesus karena perkataan Tuhan Yesus sendiri (ay. 41). Jelas bahwa perempuan Samaria tersebut telah menjadi alat Tuhan bagi kotanya, dan bagi kaumnya, yaitu kaum Samaria. Padahal jika kita baca di dalam kamus Alkitab di bagian belakang Alkitab kita, kita akan mengetahui bahwa orang Samaria adalah orang-orang yang berasal dari kerajaan Israel (kerajaan Utara saat bangsa Israel pecah menjadi dua kerajaan), namun karena dikalahkan oleh orang Asyur mereka pun kawin campur dan memiliki agama yang dicampur dengan ajaran agama lain.
Bangsa Yahudi (keturunan dari kerajaan Yehuda yang dibuang ke Babel) sangat membenci orang Samaria karena perbedaan agama dan kebiasaan, bahkan di Alkitab pun dikatakan bahwa orang Yahudi seharusnya pun tidak bergaul dengan orang Samaria (Yoh 4:9). Tetapi bagi Tuhan, Firman Tuhan tetap harus disampaikan walaupun ada penghalang perbedaan suku bangsa sekalipun. Dalam Injil Yohanes, dikatakan bahwa ketika Tuhan Yesus pergi memberitakan kabar baik, yang pertama-tama percaya kepadaNya adalah muridmuridNya (Yoh 2:11), Nikodemus (Yoh 3:1-21), dan barulah orang Samaria tersebut (ay. 39 & 41). Ke mana bangsa Yahudi? Walaupun Yesus sendiri sudah membuat mujizat di Kana, daerah Yahudi, tetapi justru orang Yahudi baru percaya kemudian. Menurut saya, orangorang Samaria itu justru lebih mudah menerima pengajaran Tuhan Yesus, bahkan dari mulut mereka pun terucap bahwa mereka yakin Yesus adalah benar-benar Juruselamat dunia (ay. 42). Tuhan ingin agar semua orang percaya kepadaNya, di sisi lain, Tuhan juga ingin memakai anak-anakNya menjadi saksi-saksi Tuhan agar semakin banyak orang yang percaya kepadaNya. Pertanyaannya, sudahkah kita bersedia menjadi saksi-saksi Tuhan? Sudahkah kita menyampaikan Firman Tuhan kepada orang lain, sama seperti perempuan Samaria tadi bersaksi kepada orang-orang sekotanya? Bagian kita adalah melakukan apa yang kita lakukan, selebihnya adalah bagian Tuhan. Sudahkah kita melakukannya? Kuasa penyembuhan dan hal menerima Yesus Di kalangan orang Kristen dan pakar Alkitab khususnya bagian Perjanjian Baru, kota Kana ini terkenal karena peristiwa mujizat Yesus Kristus yang pertama.Meskipun tidak dicatat di ketiga Injil yang lain, dalam Injil Yohanes, mujizat ini penting karena merupakan yang pertama dari tujuh tanda bahwa Yesus Kristus itu Anak Allah dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya. Masih menjadi perdebatan apakah kisah ini merupakan peristiwa nyata atau hanya suatu perumpamaan rohani (alegori). Sebagai alegori, hikmat dari kisah ini adalah pengharapan dan kabar sukacita seperti yang dikatakan oleh pemimpin pesta perkawinan kepada pengantin lakilaki: "Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang".(Yohanes 2:10). Juga dapat diartikan bahwa meskipun saat paling gelap adalah menjelang terbitnya fajar, hal yang baik akan datang. Makna yang lebih umum adalah kedatangan Yesus membawa harapan, dan dalam Injil ini di pasal 14 dikatakan Yesus adalah pokok anggur yang sejati. Kehadiran Yesus dalam pesta perkawinan dan penggunaan kuasa ajaib untuk menyelamatkan pesta itu dari malapetaka (kehabisan minuman anggur) diartikan sebagai persetujuan Yesus akan institusi perkawinan. Disebutkan bahwa sewaktu kembali dari Yudea melalui Samaria, Yesus tiba di kota Kana, di mana kemudian seorang pegawai istana raja Herodes di Kapernaum yang anaknya sedang sakit, meminta tolong untuk menyembuhkan anak itu (Yohanes 4:46).
Maka Yesus kembali lagi ke Kana di Galilea, di mana Ia membuat air menjadi anggur. Dan di Kapernaum ada seorang pegawai istana, anaknya sedang sakit. Walaupun beberapa kata yang diucapkan oleh Tuhan Yesus dalam Matius 8:5-13 dan Lukas 7:2-10 mirip kata yang Dia ucapkan dalam nas ini, dan walaupun peristiwa penyembuhan itu juga mengandung unsur jarak jauh, tetapi peristiwa ini tidak sama. Dalam dua nas tersebut yang disembuhkan adalah budak seorang perwira asing di Kapernaum, sedangkan dalam nas ini anaknya seorang pegawai istana yang disembuhkan di Kana. Iman perwira itu dipuji, sedangkan sikap pegawai istana itu ditegur. Dalam peristiwa penyembuhan budak perwira, dia minta supaya Tuhan Yesus tidak datang kerumahnya, sedangkan pegawai istana itu memohon dengan sangat supaya Ia datang. Titik ini iman yang dimiliki pegawai istana itu adalah iman yang berakar dalam keputus asaan, bukan iman karena dia tahu, siapakah Yesus itu. Dia telah dengar bahwa orang ini dapat melakukan mujizat, maka dia akan minta tolong dari Yesus itu. Masalah Mesias atau bukan Mesias tidak dia pikirkan. Tetapi setelah anaknya disembuhkan, barulah dia percaya. 4:48 Maka kata Yesus kepadanya: "Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya." Bukanlah seorang bapak yang putus asa yang ditegur, melainkan orang-orang Yahudi di Galilea yang ditegur dengan keras. Seolah-olah Dia berkata, "Alangkah baiknya jika kalian percaya kepada-Ku karena perkataan-Ku, seperti mereka di Samaria, dan bukan asal saja ada tanda dan mujizat." Iman yang lahir dari tanda atau mujizat tidak menyenangkan hati Tuhan seperti iman yang lahir karena kesaksian atau perkataan. 4:49 Pegawai istana itu berkata kepada-Nya: "Tuan, datanglah sebelum anakku mati." Bapak itu tidak dapat memikirkan hal-hal seperti itu, ia hanya dapat memikirkan satu perkara, yaitu bahwa keadaan anak kecil itu sekarat. 4:50 Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, anakmu hidup!" Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi. Belas kasihan bapak itu seolah-olah mengalahkan Tuhan Yesus, yang tadinya mau memikirkan urusan yang lebih luas daripada penyakit seorang anak, yaitu keadaan iman seluruh bangsa Yahudi.Perintah Tuhan Yesus, Pergilah, serta titah bahwa anak itu hidup, menjadi suatu kejutan dan tantangan. Nampaknya dia berpikir bahwa orang yang mengadakan mujizat harus datang ke tempatnya. Pada titik itu dia harus mengambil keputusan: percaya pada perkataan itu, atau tolak. Jika dia percaya, dia harus kembali ke rumahnya. Ternyata dia menerima tantangan tersebut dengan baik; tanpa melihat "tanda dan mujizat" dia percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi. Dengan demikian Tuhan Yesus mendidik mereka untuk percaya tanpa melihat bukti, sesuai dengan kerinduan-Nya yang diucapkan dalam ayat 48, yaitu supaya mereka percaya tanpa "tanda dan mujizat". 4:51 Ketika ia masih di tengah jalan hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup. 4:52 Ia bertanya kepada mereka pukul berapa anak itu mulai sembuh. Jawab mereka: "Kemarin siang pukul satu demamnya hilang." Motivasi di balik pertanyaan bapak itu tidak diceritakan kepada kita, sehingga kita tidak tahu apa dia sedang menggumuli masalah iman pada Kristus Yesus. 4:53 Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada
saat itulah Yesus berkata kepadanya: "Anakmu hidup." Lalu iapun percaya, ia dan seluruh keluarganya. Tampaknya dalam ayat 50 bapak itu hanya "percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya", sedangkan dalam ayat ini dia, serta seisi rumah tangga, percaya pada Tuhan Yesus secara menyeluruh. Bukankan hal ini merupakan tujuan Tuhan Yesus dalam bagian ini, dan juga tujuan Injil Yohanes? Tuhan Yesus berhasil membawa ayah itu pada iman, namun keberhasilan tersebut tidak setara dengan keberhasilan-Nya di Samaria. Ayah itu percaya kepada Yesus Kristus karena mujizat, tetapi dalam pasal 4:48 Tuhan Yesus telah berkata, "Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya." Dia mengharapkan iman berdasarkan kesaksian (seperti apa yang terjadi di Samaria), dan bukan hanya iman berdasarkan "tanda dan mujizat". Pertobatan dan perubahan hidup jauh lebih penting daripada mujizat. Hari hari ini banyak orang terjebak untuk mengejar mujizat dan tanda. Mereka mencari perbuatan tangan Yesus dan melupakan Yesus. Mereka butuh mujizat untuk menyembuhkan sakit penyakit. Butuh mujizat untuk mengalami terobosan keuangan. Butuh mujizat untuk menghadapi kesulitan hidup. Tetapi semua hal ini hanya membawa mereka pada tindakan mengejar perbuatan tangan Yesus dan melupakan Yesus sendiri. Orang yang seperti ini sesungguhnya tidak berakar kuat di dalam Yesus. Mereka butuh Yesus sebagai pemuas keinginan mereka. Setelah semuanya terpenuhi, Yesus berada di tempat nomor kesekian dari prioritas hidup. Sekalipun mereka melihat dan mengalami sendiri mujizatNya, mereka tidak pernah berubah dari kehidupan yang lama. Mujizat dan tanda-tanda ajaib bukanlah tujuan! Keselamatan adalah tujuan akhir kita.