UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK MEMPERBAIKI AKUNTABILITAS KINERJA BERDASARKAN EVALUASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH Penulis: Nur Octaini Widy; Pembimbing: Mohammad Riduansyah Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
ABSTRAK Sebagai salah satu instansi pemerintah, Ombudsman Republik Indonesia harus menunjukkan akuntabilitas kinerja yang baik, sehingga Ombudsman Republik Indonesia perlu menerapkan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP). Namun, saat dilakukan evaluasi terhadap SAKIP, akuntabilitas kinerja Ombudsman Republik Indonesia masih sangat rendah, sehingga diperlukan upaya-upaya perbaikan untuk meningkatkan akuntabilitas kinerjanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan Ombudsman dalam meningkatkan akuntabilitas kinerja di Ombudsman Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akuntabilitas kinerja di Ombudsman masih memiliki kekurangan-kekurangan, sehingga diperlukan upayaupaya yang dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja Ombudsman. Kata Kunci: Akuntabilitas; Akuntabilitas Kinerja; Kinerja; LAKIP; SAKIP
ABSTRACT As one of the government institutions, Ombudsman Republic of Indonesia have to show a good performance, so Ombudsman Republic of Indonesia should implement a system of performance accountability of government institutions (SAKIP). However, when SAKIP evaluation happened, performance accountability in Ombudsman Republic of Indonesia is still have very low score, so Ombudsman need some effort to improve their performance accountability. The goal from this research is to explain the efforts which Ombudsman Republic of Indonesia do for improve their performance accountability. This Research using qualitative approach with the method was using the literature research and field research. The result of the research showed that Performance Accountability in Ombudsman Republic Indonesia still have many lack, so they needs improve their performance accountability. Key Word: Accountability;LAKIP; Performance;Performance Accountability; SAKIP
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
1. Pendahuluan/Latar Belakang Dalam pelaksanaan reformasi birokrasi diperlukan strategi pelaksanaan reformasi birokrasi, untuk menciptakan birokrasi yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi. Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengeluarakan sembilan strategi untuk mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi, salah satunya adalahpeningkatan pelayanan publik. Dalam meningkatkan pelayanan publik di Indonesia, pemerintah membuat suatu instansi pemerintah bernama OmbudsmanRepublik Indonesia yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan membantu masyarakat untuk menampung pengaduan terkait dengan masalah pelayanan publik.Ombudsman Republik Indonesia dalam Undang Undang Nomor 37 Tahun 2008 disebut sebagai Ombudsman yang merupakan lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Ombudsman sebagai instansi pemerintah, disamping melakukan tugasnyamelakukan pengawasan dan membantu masyarakat untuk menampung pengaduan yang terkait dengan masalah pelayanan publik, harus mewujudkan kinerja instansi pemerintahan yang baik. Menurut Kementerian PAN-RB, kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan. Sedangkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah berdasarkan Inpres no 7 tahun 1999 adalah perwujudan
kewajiban
suatu
instansi
pemerintah
untuk
mempertanggungjawabkan
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungwaban secara periodik. Sistem manajemen pemerintahan yang berfokus pada peningkatan akuntabilitas dan kinerja yang berorientasi pada hasil (outcome) dikenal sebagai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). SAKIP dijalankan secara mandiri oleh masing-masing instansi pemerintah, mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengukur dan memantau kinerja serta melaporkannya kepada instansi yang lebih tinggi. Pelaksanaan SAKIP memerlukan evaluasi dari pihak yang lebih independen agar diperoleh umpan balik yang obyektif untuk
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
meningkatkan
akuntabilitas
dan
kinerja
instansi
pemerintah.
(Peraturan
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2014 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Dalam melakukan evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, Kemeterian PAN-RB merupakan badan hukum yang bertugas untuk mengevaluasi akuntabilitas kinerja di setiap kementerian dan instansi pemerintahan di pusat maupun di daerah.Akuntabilitas kinerja yang baik dapat dilihat dari keselarasan antara rencana dan hasil yang dicapai. Laporan hasil evaluasi ini bertujuan mendorong peningkatan kualitas akuntabilitas kinerja seluruh instansi pemerintah, baik tingkat pusat maupun daerah. Hasil evaluasi berfungsi untuk melihat komitmen penerapan manajemen pemerintahan yang berbasis kinerja untuk mewujudkan pemerintahan yang akuntabel dan berorientasi hasil. (http://www.polmarkindonesia.com/; Diakses pada 2 Maret 2014 pukul 22.03) Evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dilakukan dalam beberapa langkah kerja, yaitu evaluasi atas komponen akuntabilitas kinerja, dan penilaian dan penyimpulan. Penilaian evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian PAN-RB adalah perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja, dan pencapaian kinerja. Komponen-komponen yang sudah dinilai, kemudian akan dijumlahkan seluruh nilainya untuk dikategorikan ke dalam predikat akuntabilitias kinerja instansi pemerintah. Berdasarkan Peraturan MenPAN dan RB No 13 Tahun 2010, terdapat beberapa predikat penilaian akuntabilitas kinerja mulai dari yang paling rendah yaitu kategori “D” sampai dengan yang tertinggi yaitu kategori “AA”. Pengelompokkan predikat tersebut dilakukan berdasarkan hasil penilaian yang direpresentasikan dengan nilai (score) tertentu yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian, review, pembuktian, konfirmasi dan wawancara selama proses evaluasi serta mereview capaian kinerja instansi. (LAKIP Kementerian PANRB Tahun 2012: hal. 56) Pada tahun 2013, evaluasi dilakukan terhadap 88 kementerian/lembaga dan 33 pemerintah provinsi. Sebanyak enam kementerian/lembaga (7,14%) memperoleh nilai “A”, dan 33 instansi (39,29%) meraih nilai “B”. Sementara yang berpredikat “CC” sebanyak 40 instansi (47,62%), predikat “C” sebanyak tiga instansi (3,57%), dan masih ada dua predikat “D” sebanyak dua instansi (2,38%) (http://menpan.go.id/; Diakses pada 12 Februari 2014 pukul 21.05). Berikut tabel predikat akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tahun 2013 yang mendapat predikat “C” dan “D”.
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
Tabel 1.3 Tabel Predikat Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2013
Sumber: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (http://menpan.go.id/)
Dari 88 kementerian yang di evaluasi, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik Ombudsman merupakan dua instansi pemerintah yang mendapatkan nilai “D” dari hasil evaluasi terhadap akuntabilitas kinerja yang dilakukan oleh Kementerian PAN-RB.Target kerja yang direncanakan oleh Ombudsman untuk tahun 2013 telah tercapai, namun nilai dari evaluasi akuntabilitas kinerja Ombudsman masih terbilang rendah, bahkan di kategorikan ke dalam predikat “D” yang berarti pelaksanaan akuntabilitas kinerja di Ombudsman masih sangat rendah. (http://menpan.go.id/; Diakses pada 12 Februari 2014 pukul 21.05) Ombudsman memiliki fungsi untuk mengawasi pelaksanaan pelayanan publik dan memiliki tugas sebagai sarana pengaduan masyarakat mengenai pelayanan publik, menindaklanjuti keluhan dari masyarakat terhadap pelayanan publikmelakukan investigasi terkait kasus pelayanan publik, melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dan sebagainya. Dari fungsi dan tugas yang dimiliki oleh Ombudsman, apabila ombudsman memiliki akuntabilitas kinerja yang rendah maka dapat menyebabkan pelaksanaan fungsi dan tugas Ombudsman menjadi tidak optimal. Menurut Ketua Ombudsman Danang Girindrawardhana, Kemenpan-RB seharusnya melakukan penilaian berdasarkan outcome (pencapaian hasil kerja) yang dilakukan instansi atau lembaga. Penilaian terhadap pencapain hasil kerja lebih tepat untuk melihat prestasi kinerja dari masing-masing instansi atau lembaga tersebut. Namun, menurut Ronald Andrea Annas
selaku
Asisten
Deputi
Perumusan
Kebijakan
Reformasi
Birokrasi,
AkuntabilitasAparatur dan Pengawasan Kementerian PAN-RB, pemberian nilai buruk kepada Ombudsmantidak berdasarkan jumlah kasus yang masuk dan ditangani. Tetapi karena lembaga ini tidak memiliki indikator kinerja utama (IKU).(http://www.kabar3.com/; Diakses pada tanggal 2 Maret 2014, pukul 22.20)
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
Tahun ini Ombudsman menyelesaikan 60 persen laporan dari masyarakat. Namun, target kinerja yang telah dicapai oleh Ombudsman hanya merupakan salah satu indikator penilaian evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang harus dipenuhi, sedangkan indikator lainnya seperti perencanaan, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, dan evaluasi kinerja masih belum terpenuhi. Sehingga Kementerian PAN-RB memberikan nilai “D” kepada Ombudsman. (http://www.kabar3.com/; Diakses pada tanggal 2 Maret 2014, pukul 22.20) Menurut BudionoWidagdo selaku Kepala Biro Administrasi dan Sistem Informasi Laporan Ombudsman RI, Ombudsman belum memiliki IKU karena penerapan standar yang diminta Kementerian PAN-RB baru disosialisasikan ke Ombusdman tahun ini ketika Ombudsman menyatakan bersedia masuk dalam penilaian. Selain itu ada berberapa hal yang membuat Ombudsman memiliki akuntabilitas kinerja yang rendah.(http://www.kabar3.com/; Diakses pada tanggal 2 Maret 2014, pukul 22.20)Menurut Sekretaris Jenderal Ombudsman Ani Maharsi rendahnya nilai evaluasi akuntabilitas kinerja Ombudsman disebabkan karena kurangnya SDM, anggaran kerja belum memadai, dan tidak maksimal dalam perencanaan dan evaluasi kinerja.(http://www.polmarkindonesia.com/; Diakses pada 2 Maret 2014 pukul 22.03) Berdasarkan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja yang dilakukan Kementerian PAN-RB kepada Ombudsman pada tahun 2013, maka penelitian ini dilakukan di Ombudsman Republik Indonesia
sebagai
objek
pemerintah.Kementerian
penelitian
PAN-RB
dari
evaluasi
akuntabilitas
sebagai
instansi
pemerintah
kinerja yang
instansi
melakukan
evaluasidijadikansebagai data pendukung dalam penelitian karena Kementerian PAN-RB merupakan pembuat kebijakan mengenai sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Upaya-Upaya yang Dilakukan Ombudsman Republik Indonesia untuk Memperbaiki Akuntabilitas Kinerja Berdasarkan Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah”.
Pokok Permasalahan Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan Kementerian PAN dan RB terhadap Ombudsman Republik Indonesia, masih terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki, sehingga dapat meningkatkan nilai akuntabilitas kinerja di Ombudsman. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah upaya apa yang dilakukan Ombudsman Republik Indonesia untuk memperbaiki akuntabilitas kinerja di instansinya?
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untukmemetakan langkah-langkah upaya yang dilakukan oleh Ombudsman untuk memperbaiki permasalahan akuntabilitas kinerja di Ombudsman, sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja di instansinya.
2. Tinjauan Teoritis
Akuntabilitas Kinerja Akuntabilitas kinerja merupakan bagian dari manajemen kinerja, karena kegiatan
dalam akuntabilitas kinerja hampir sama dengan manajemen kinerja. Dengan melakukan manajemen kinerja, maka suatu organisasi telah melakukan kegiatan akuntabilitas kinerja. Akuntabilitas kinerja, dapat disebut juga dengan performance accountability. Menurut Metzenbaum (2006: hal.14) Performance Accountability is government agencies and their employees will work intelligently and diligently to deliver effective and cost-effective government programs. Akuntabilitas kinerja menurut Metzenbaum adalah instansi pemerintahan dan karyawan-karyawannya dapat bekerja dengan baik sehingga dapat menghasilkan efektivitas dan efisiensi dalam program yang dilaksanakan oleh pemerintah. Menurut Ellig, Maurice dan Henry (2012: hal.18), Government Performance Report Act (GPRA) called for each agency to produce an annual performance report. Beginning in fiscal year 2002, the Reports Concolidation Act allowed agencies to combine theire GPRA performance with financial statements and related information previously published as the agency’s accountability report. OMB guidance specified that a performance and accountability report must include three sections: 1. Management’s Discusion and Analysis, which serves as an overview of both the performance and the financial information. 2. A performance section that supplies all information required GPRA. 3. A financial section that includes financial statements, auditors reports, the agency inspector general discussion of ajor management challenges, and the chief financial officer’s explanation of how the agency plans to deal with concerns raised by auditors and the inspector general. Akuntabilitas kinerja harus dilaporkan setiap tahunnya dalam bentuk laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP). Menurut Amis (2012: hal.100), Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah harus menyajikan data dan informasi relevan bagi pembuat keputusan agar dapat menginterpretasikan keberhasilan dan kegagalan secara lebih
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
luas dan mendalam. Dalam analisis akuntabilitas kinerja akan dijelaskan uraian terkait pencapaian kinerja kegiatan dengan program dan kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi yang ditetapkan dalam rencana strategik. Dalam analisis akuntabilitas kinerja juga dijelaskan perkembangan kondisi pencapaian sasaran dan tujuan secara efisien dan efektif, sesuai dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang sudah ditetapkan. Analisis dilakukan dengan menggunakan informasi atau data yang diperoleh secara lengkap dan akurat, dan bila memungkinkan dilakukan pula evaluasi kebijakan untuk mengetahui ketepatan dan efektivitas baik untuk kebijakan itu sendiri maupun sistem dan proses pelaksanaannya.
3. Metode Penelitian
Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian mengenai “Upaya-Upaya yang
Dilakukan Ombudsman untuk Memperbaiki Akuntabilitas Kinerja Berdasarkan Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah” adalah pendekatan kualitatif. Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian disebabkan karena akuntabilitas kinerja yang menjadi tema peneliti merupakan fenomena sosial yang berada dalam lingkup instansi pemerintah dalam penelitian ini adalah ombudsman. Peneliti menggunakan pola dan teori untuk membantu pemahaman peneliti dalam melakukan penelitian terhadap masalah yang diangkat yaitu akuntabilitas kinerja.Peneliti mengambil pendekatan kualitatif karena penelitian tidak untuk mengukur, tapi untuk mengidentifikasikan upaya-upaya yang dilakukan ombudsman dalam meningkatkan akuntabilitas kinerjanya.
Jenis Penelitian
Berdasarkan Tujuan Dalam penelitian ini, jenis penelitian berdasarkan tujuan yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian deskripif. Peneliti menggunakan penelitian deskriptif karena tujuan dari peneliti adalah untuk mendeskripsikan fenomena sosial yang terjadi di pemerintahan Indonesia yaitu mengenai akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Ombudsman, dan memaparkan upaya-upaya yang dilakukan Ombudsman untuk memperbaiki akuntabilitas kinerja. Berdasarkan Manfaat Penelitian Dalam penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitan murni karena penelitian ini dilakukan dalam rangka penelitian akademis atau pengembangan ilmu pengetahuan yang digunakan untuk pemenuhan keinginan dan kebutuhan peneliti, sehingga peneliti memiliki
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
kebebasan untuk memilih tema dan permasalahan yang diteliti yaitu mengenai upaya untuk perbaikan akuntablitas kinerja di instansi pemerintah Ombudsman. Berdasarkan Dimensi Waktu Jika dilihat dari dimensi waktunya, penelitian dilakukan dengan menggunakan penelitian Cross Sectional. Dalam penelitian mengenai upaya-upaya peningkatan akuntabilitas kinerja di Ombudsman, penelitian akan dilakukan pada satu jangka waktu tertentu dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk perbandingan.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam melakukukan penelitian
kualitatif adalah wawancara mendalam, dan studi kepustakaan terhadap berbagai bahan tertulis. Wawancara Wawancara yang dilakukan oleh peneliti mengenai upaya-upaya untuk memperbaiki akuntabilitas Ombudsman Republik Indonesia adalah dengan melakukan wawancara terstruktur, dimana pertanyaan dari wawancara sudah disiapkan sebelumnya sehingga peneliti lebih memahami masalah mengenai akuntabilitas kinerja di Ombudsman. Pertanyaan yang ditanyakan atau digali oleh peneliti adalah mengenai akuntabilitas kinerja yang ada di Ombudsman, seperti bagaimana penilaian akuntabilitas kinerja yang ada di Ombudsman, bagaimana pencapaian realisisasi target dengan hasil yang dicapai oleh Ombudsman, dan apa yang akan dilakukan Ombudsman untuk memperbaiki akuntabilitas kinerjanya. Dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat, peneliti melakukan wawancara dengan narasumber atau informan yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh pewawancara yang diperkirakan menguasai dan memahami masalah yang ditelit. Pemilihan informan dilakukan secara purposive yang dianggap mewakili dari pihak Ombudsman dan Kementerian PAN dan RB, dan dianggap memahami masalah yang diteliti.
Studi Kepustakaan Dalam studi kepustakan yang dilakukan peneliti, sember-sumber yang digunakan termasuk bahan cetak, mulai dari buku, artikel dan data yang diperoleh dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Ombudsman.
Teknik Analisis Data Dalam penelitian, proses analisis data diawali dengan pengumpulan data melalui
kajian pustaka yang bersumber dari artikel-artikel mengenai akuntabilitas kinerja di
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
Ombudsman dan evalusai akuntabilitas kinerja instansi pemerintah melalui peraturan presiden yang dikeluarkan oleh Kementerian PAN-RB. Kemudian dilakukan pengumpulan data mentah melalui wawancara, yang diubah menjadi bentuk tertulis atau verbatim untuk memudahkan dalam menemukan data kunci di dalam proses pembuatan koding. Data kunci yang ditemukan selanjutnya dikategorikan untuk dianalisis, sehingga menghasilkan simpulan sementara. Untuk menyelesaikan penelitian ini sampai ditemukan penyimpulan akhir sebelumnya dilakukan triangulasi atas data yang ditemukan dari tempat lain. Triangulasi merupakan proses check dan recheck antara satu sumber data dengan sumber data lain.
Proses Penelitian
Menetapkan Fokus Penelitian Peneliti telah menentukan fokus penelitian yaitu akuntabilitas kinerja di Ombudsman Republik Indonesia dan upaya-upaya untuk memperbaiki akuntabilitas kinerja di Ombudsman Republik Indonesia. Menentukan Setting daa Subjek Penelitian Dalam penelitian ini karena fokus penelitiannya adalah akuntabilitas kinerja Ombudsman, maka setting penelitannya adalah Ombudsman Republik Indonesia.Sedangkan subjek penelitian yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah perwakilan dari Ombudsman yang mengerti atau terlibat langsung dengan pembuatan laporan akuntabilitas kinerja, perwakilan dari Kementerian PAN-RB sebagai pembuat kebijakan, dan perwakilan dari akademisi. Pengumpulan Data, Pengelolaan Data, dan Analisis Data Pengumpulan data dan pengelolaan data dapat dilakukan secara bersamaan selama proses penelitian berlangsung, karena penelitian yang digunakan adalah kualitatif, pengelolaan data tidak harus menunggu seluruh data terkumpul. Saat melakukan analisis data, peneliti dapat kembali lagi kelapangan untuk memperoleh tambahan data yang dianggap perlu dan mengelolanya kembali. PenyajianData Dalam proses penelitian ini, bermula dengan mengambil beberapa teori yang berkembang sebelum peneliti masuk kedalam lingkungan penelitian, yaitu teori akuntabilitas, kinerja, manajemen kinerja, dan akuntabilitas kinerja. Teori tersebut kemudian dijadikan teori dasar untuk peneliti agar mengerti mengenai apa yang diteliti, dan juga sebagai bahan perbandingan antara teori dengan kenyataan yang ada di lapangan. Dari hasil temuan dilapangan, peneliti akan mengambil suatu kesimpulan sebagai hasil dari penelitian.
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
Batasan Penelitian Batasan dalam penelitian yang dilakukan adalah upaya-upaya memperbaiki
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang dilakukan pada saat penelitian tersebut berlangsung dan dilaksanakan di Ombudsman Republik Indonesia dan Kementerian PAN-RB.
Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian yang dilaksanakan, terdapat keterbatasan penelitian yaitu informasi
yang disampaikan oleh pihak akademisi tidak relevan dengan penelitian yang dilakukan, karena pihak akademisi tidak mengetahui kondisi sebenarnya mengenai akuntabilitas kinerja di Ombudsman, sehingga tidak dapat memberikan informasi terkait dengan akuntabilitas kinerja di Ombudsman.
4. Hasil Penelitian Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ternyata penyebab rendahnya akuntabilitas kinerja di Ombudsman disebabkan beberapa hal, diantaranya perencanaan SAKIP masih belum berorientasi pada outcome dan masih belum memperlihatkan peran dari ombudsman, lalu SDM dari Ombudsman masih kurang, Anggaran yang tidak mencukupi, dan ada permasalahan dalam struktur organisasi. Untuk memperbaiki hal tersebut, ombudsman melakukan beberapa upaya, seperti membuat perencanaan yang sudah berorientasi pada outcome dan mencerminkan fungsi Ombudsman. Lalu untuk memenuhi SDM yang kurang, Ombudsman melakukan pengajuan formasi, dan melakukan open recruitment dengan formasi yang sudah disetujui. Selanjutnya untuk anggaran yang kurang, Ombudsman menyiasatinya dengan melaksanakan program dan kegiatan yang memang menjadi kegiatan prioritas bagi Ombudsman. Untuk permasalahan dalam struktur Biro Perencanaan,Pengawasan, dan Kerja Sama, Ombudsman tidak melakukan upaya apapun untuk untuk merubah struktur apa usaha lainnya, karena adanya kebijakan RB yang mengharuskan adanya perampingan struktur organisasi, makanya Ombudsman tidak melakukan apapun. Namun upaya yang paling mungkin untuk dilakukan Ombudsman adalah membuat Subbagian baru di dalam Bagian Program dan Evaluasi.
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
5. Pembahasan Ombudsman sebagai salah satu instansi pemerintah di Indonesia, harus melaksanakan good governance dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi. Salah satu aspek penting dalam good governance adalah terciptanya pemerintahan yang akuntabel. Di Indonesia, untuk mendukung pelaksanaan akuntabilitas, dibuat suatu sistem mengenai sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai langkah untuk membantu terwujudnya akuntabilitas kinerja pemerintah yang baik. Setiap tahunnya, sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dievaluasi oleh Kementerian PAN dan RB yang diberi wewenang untuk mengevaluasi akuntabilitas kinerja setiap instansi pemerintah di Indonesia termasuk Ombudsman. Ombudsman dalam dua tahun terakhir ini telah menerapkan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) dalam orginisasinya. Pada tahun 2013 Kementerian PAN dan RB sebagai evaluator melakukan evaluasi terhadap SAKIP Ombudsman di tahun 2012. Evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB terhadap Ombudsman, masih menunjukkan bahwa akuntabilitas kinerja di Ombudsman masih banyak yang perlu di perbaiki, karena Ombudsman masih mendapatkan predikat yang cukup rendah yaitu “D”. Ombudsman sudah menjalankan SAKIP beberapa tahun sebelumnya dan membuat LAKIP. Namun, Ombudsman baru mengikuti evaluasi di tahun 2013 dengan mengevaluasi laporan tahun 2012, pelaksanaan evaluasinya yang baru dilaksanakan satu tahun, masih banyak kekurangan dari laporan yang disampaikan oleh Ombudsman untuk digunakan oleh Kementerian PAN dan RB dalam melakukan evaluasi SAKIP. Selain banyaknya kekurangan dalam laporan, ada beberapa kendala di luar permasalahan
terkait
pembuatan
LAKIP
yang
menyebabkan
akuntabilitas
kinerja
Ombudsman menjadi rendah. Sebelumnya disebutkan bahwa perencanan Ombudsman masih belum baik sehingga menyebabkan seluruh proses dalam SAKIP menjadi bermasalah. Namun di luar itu, ada dua permasalahan lain yang sebelumnya disebutkan oleh Sekretaris Jenderal Ombudsman Ani Maharsi yang menyebabkan rendahnya nilai evaluasi akuntabilitas kinerja Ombudsman, yaitu disebabkan karena kurangnya sumber daya manusia di Ombudsman dan anggaran kerja belum memadai. Hal tersebut juga diutarakan oleh Hartoyo, selaku Kepala Biro Perencanaan, Pengawasan, dan Kerja Sama di Ombudsman, yang menyebutkan bahwa: Kurangnya SDM dan anggaran juga menjadi salah satu penyebab akuntabilitas kinerja di Ombudsman menjadi rendah. Namun dari ketiga permasalahan itu, masih ada permasalahan yang lebih penting yang terkait dengan struktur dari biro perencanaan, pengawasan dan kerja sama. Dalam Biro Perencanaan, Pengawasan dan Kerja Sama ini, ada tiga fungsi kerja dalam
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
satu unit kerja, sehingga ditakutkan akan berdampak pada beban kerja yang menumpuk.Jadi, dalam pelaksanaan SAKIP di Ombudsman ada beberapa hal yang menyebabkan akuntabilitas kinerja Ombudsman menjadi buruk, sehingga Ombudsman perlu melakukan upaya-upaya perbaikan untuk memperbaiki pelaksanaan SAKIP Ombudsman. Penyebab rendahnya akuntabilitas
kinerja
Ombudsman
dan
upaya-upaya
yang
dilakukan
oleh
Ombudsman,diantaranya: Pembuatan LAKIP dan Perencanaan Hanya Sampai Output dan Belum Mencerminkan Peran Ombudsman di tahun 2013, untuk pertama kalinya mengikuti evaluasi SAKIP yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB. Di tahun-tahun sebelumnya Ombudsman sudah menerapkan SAKIP dan membuat LAKIP. Namun, LAKIP yang dibuat oleh Ombudsman belum pernah dievaluasi sebelumnya. Evaluasi yang dilaksanakan ditahun pertama tersebut, masih memiliki banyak kekurangan, terutama pada LAKIP yang dibuat oleh Ombudsman. Kekurangan dalam LAKIP Ombudsman tersebut, yang pertama adalah perencanaan dari Ombudsman yang belum berorientasi pada outcome. Di Indonesia, akuntabilitas kinerja yang diterapkan dalam pemerintahan adalah output kinerja dari pemerintah harus berorientasi pada outcome, sehingga dalam melakukan perencanaan dapat berorientasi pada outcome. Namun, Ombudsman dalam LAKIPnya belum mencantumkan perencanaan yang berorientasi outcome, sehingga masih berupa output-output dari kegiatan. Dalam kasus ini perencanaan Ombudsman yang masih berorientasi output dapat mempengaruhi seluruh proses pelaksanaan SAKIP karena Ombudsman masih belum berorientasi outcome dan masih menggunakan output kinerja saja. Kekurangan yang kedua adalah terkait dengan perencanaan belum mencerminkan peran Ombudsman. Jadi, dalam membuat LAKIP, outcome yang dihasilkan harus sesuai dengan fungsi dan peran yang dimiliki oleh instansi pemerintah. Outcome Ombudsman masih belum mencerminkan fungsi, dikarenakan LAKIP yang dibuat adalah LAKIP Sekretariat Jendral Ombudsman, bukan LAKIP Ombudsman Republik Indonesia. Hal tersebut terjadi karena seluruh anggaran dan program dikelola dan dijalankan oleh Sekretariat Jenderal, sehingga LAKIP yang dibuat adalah LAKIP Sekretariat Jenderal Ombudsman. Namun menurut Kementerian PAN dan RB, seharusnya LAKIP tersebut mencerminkan fungsi dari Ombudsman, bukan hanya Sekretariat Jenderalnya saja. Kekurangan yang ketiga Ombudsman belum memiliki IKU dan belum ada analisis keberhasilan dan kegagalan program dan kegiatan. Jadi, selain permasalahan di perencanaan, Ombudsman juga belum memiliki indikator kinerja utama yang berfungsi untuk mengukur
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
capaian kinerja pemerintah. Indikator kinerja utama penting karena menjadi standar untuk melakukan pengukuran kinerja yang telah dijalankan, dan juga dapat menjadi alat bantu bagi Kementerian PAN dan RB untuk lebih mudah melakukan evaluasi akuntabilitas kinerja. Indikator kinerja utama juga penting digunakan untuk menyambungkan visi dan misi Ombudsman dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu, penyebab perencanaan Ombudsman tidak mencerminkan perannya disebabkan juga karena Ombudsman tidak memiliki indikator kinerja utama, sehingga perencanaan yang dibuat juga menjadi salah. Selain itu, menurut perwakilan dari Kementerian PAN dan RB, Ombudsman belum melakukan analisis terhadap keberhasilan atau kegagalan dari program dan kegiatan yang sudah mereka jalankan, sehingga informasi terhadap keberhasilan atau kegagalan program dan kegiatan mereka belum disampaikan dalam LAKIP yang digunakan untuk evaluasi tersebut. Ombudsman di tahun 2014 ini, telah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki perencanaan dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki akuntabilitas kinerja. Upaya tersebut adalah Ombudsman sudah mencoba untuk membuat perencanaan yang berorientasi pada outcome dan sesuai dengan peran dari Ombudsman. Ombudsman belum tahu apakah perencanaan yang telah dibuat dan diperbaikitersebut sudah mencerminkan peran dan outcome dari Ombudsman, karena evaluasi oleh Kementerian PAN dan RB belum dilakukan. Sedangkan terkait dengan IKU, Ombudsman juga sudah membuat IKU di dalam penetapaan kinerja pada tahun 2013 dan 2014, karena di tahun 2012 Ombudsman belum membuat IKU, sehingga untuk melakukan pengukuran kinerja menjadi sulit untuk dilakukan.Sebelumnya disebutkan bahwa di dalam LAKIP Ombudsman tahun 2012 belum mencantumkan analisis capaian kinerja yang menggambarkan informasi terkait capaian maupun kegagalan. Oleh karena itu, dengan diberikannya feedback dari hasil evaluasi LAKIP 2012, Ombudsman sudah memperbaiki kesalahan dan kekurang tersebut, dengan membuat analisis terkait dengan keberhasilan dan kegagalan program dan kegiatan yang mereka lakukan. Kurangnya SDM di Ombudsman Penyebab akuntabilitas kinerja di Ombudsman menjadi rendah, salah satunya adalah kurangnya kuantitas SDM di Ombudsman. Ombudsman yang merupakan instansi pemerintah yang bertugas untuk mengawasi pelayanan publik, membutuhkan banyak SDM yang berkualitas. Namun di tahun 2012-2013, Ombudsman masih kekurangan SDM untuk melaksanakan tugas dan fungsi mereka.Ombudsman pada tahun 2012 memiliki SDM sebanyak 207 orang, sedangkan pada tahun 2013, Ombudsman memiliki SDM sebanyak 322 orang. Pada tahun 2012, kurangnya SDM di Ombudsman disebabkan karena adanya kebijakan
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
pemerintah yang mewajibkan seluruh instansi pemerintah untuk melaksanakan moratorium (pemberhentian sementara pelaksanaan rekrutmen PNS). Oleh karena itu, Ombudsman tidak dapat melakukan rekrutmen untuk mengisi kekurangan SDM.Sedangkan di tahun 2013, ada kebijakan terkait dengan pelaksanaan formasi, dengan instansi pemerintah mengajukan formasi kepada BKN dan Kementerian PAN dan RB terkait dengan jumlah SDM yang dibutuhkan, kemudian BKN dan Kementerian PAN dan RB akan menganalisis kebutuhan tersebut sebelum menyetujui permohonan dari instansi pemerintah. Ombudsman telah mengajukan formasi untuk melakukan rekrutmen PNS, namun dari formasi yang diajukan, tidak disetujui semuanya. Pada tahun 2013 hingga awal 2014, Biro Perencanaan, Pengawasan dan Kerja Sama memiliki 14 pegawai yang dibagi lagi menjadi 3 bagian, salah satunya Bagian Program dan Evaluasi yang langsung mengurusi pelaksanaan SAKIP di Ombudsman. Pada Bagian Program dan Evaluasi, hanya terdapat 4 orang pegawai, dengan membagi tugas kepada satu orang staf untuk mengurusi LAKIP dan evaluasi, dua orang untuk mengurus penyusunan program yang didalamnya terdapat perencanaan kinerja, pembuatan IKU dan instrument SAKIP lainnya, dan dibantu oleh satu Kepala Bagian yang akan mereview pelaksanaan SAKIP tersebut. Namun, bagian ini tidak hanya mengurusi SAKIP saja, tetapi ada tugas-tugas lain yang juga menjadi tanggungjawab bagian ini. Dengan banyaknya pekerjaan yang dimiliki dan SDM yang sangat sedikit, menyebabkan Bagian Program dan Evaluasi memiliki beban kerja yang sangat banyak, sehinggamenyebabkan rendahnya akuntabilitas kinerja di Ombudsman. Upaya yang dilakukan oleh Ombudsman untuk mengatasi kurangnya kuantitas SDM adalah dengan melakukan rekruitmen dengan mengajukan formasi kepada Kementerian PAN dan RB sebesar 152 orang, namun yang disetujui hanya 17 orang. Kemudian Ombudsman melakukan rekruitmen terbuka dengan persyaratan dan kemampuan yang sudah ditentukan. Pelaksanaan seleksi rekrutmen dilakukan dengan sistem CAT dengan bekerja sama dengan BKN. Pelaksanaan seleksi dengan CAT dimasuksudkan untuk mewujudkan keterbukaan dan memperoleh memperoleh calon yang kompeten. Dari 17 jabatan hanya 13 jabatan yang terpenuhi, Ombudsman tidak melakukan perekrutan lainnya untuk memenuhi jabatan yang kosong tersebut, dan dibiarkan kosong untuk ditahun berikutnya diajukan kembali.Namun, hingga saat ini belum ada penetapan formasi yang disetujui untuk rekrutmen tahun 2014, sehingga Ombudsman harus menunggu penetapan formasi dari Kementerian PAN dan RB. Dari 13 orang yang diterima Ombudsman, Biro Perencanaan, Pengawasan dan Kerja Sama, tiga orang ditempatkan di biro ini. Namun, Bagian Program dan Evaluasi yang bertugas
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
untuk melaksanakan SAKIP di Ombudsman hanya mendapatkan satu tambahan pegawai, sehingga jumlah pegawai dibagian ini ada empat orang pegawai. Dari empat pegawai di dalam bagian ini harus di optimalisasikan kerja sehingga dapat melaksanakan SAKIP dengan lebih baik. Untuk mengoptimalkan kinerja pegawai di Bagian Program dan Evaluasi,diadakan pelatihan untuk pegawai yang mengurusi LAKIP. Pelatihan dilakukan kepada satu orang pegawai untuk menerima pelatihan dari Kementerian PAN dan RB terkait pelaksanaan SAKIP dan pembuatan LAKIP yang benar, namun karena banyaknya beban kerja yang dimiliki oleh pegawai tersebut dan keterbatasan waktu untuk melakukan pelatihan, pelaksanaan pelatihan LAKIP hanya dilakukan satu kali dan belum dilaksanakan kembali.
Anggaran Ombudsman Tidak Mencukupi Pada tahun 2014, Ombudsman membutuhkan anggaran sebesar 251,159 M, namun yang diberikan oleh Departemen Keuangan hanya 66,96 M atau 26,8% dari anggaran yang diajukan, sehingga anggaran yang dimiliki Ombudsman untuk melaksanakan kegiatannya sangat kurang. Dalam permasalahan kurangnya anggaran ini juga menjadi salah satu penyebab akuntabilitas kinerja di Ombudsman menjadi rendah, karena program dan kegiatan seperti
melaksanakan
pengawasan,
mengadakan
pelatihan,
investigasi,
sosialisasi,
membangun kantor-kantor perwakilan Ombudsman di daerah dan kegiatan lainnya yang sudah direncanakan tidak dapat dilaksanakan semuanya. Seluruh program dan kegiatan yang dilakukan oleh Ombudsman, membutuhkan anggaran yang cukup banyak. Dengan anggaran yang sedikit, Ombudsman tidak dapat melaksanakan program dan kegiatan yang telah direncanakannya, sehingga menyebabkan akuntabilitas kinerja dari Ombudsman menjadi rendah. Selain itu, karena anggarannya yang sedikit, Ombudsman tidak dapat menyediakan anggaran untuk melaksanakan SAKIP di Ombudsman, namun Ombudsman memiliki dana untuk pembuatan LAKIP. Ombudsman menyediakan anggaran pengadaan untuk membuat LAKIP yaitu sebesar 38 Juta, namun anggaran tersebut juga digunakan untuk membuat laporan triwulan, laporan tahunan, laporan semester, laporan untuk Presiden dan laporan lainnya yang dibuat oleh Ombudsman. Ombudsman tidak menyediakan anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan SAKIP karena anggaran untuk melaksanakan program dan kegiatan Ombudsman masih kurang, sehingga anggaran untuk pelaksanaan SAKIP tidak disediakan, sehingga menyebabkan pelaksanaan SAKIP di Ombudsman masih rendah. Dengan adanya kondisi keterbatasan anggaran, Ombudsman melakukanupaya-upaya untuk mengajukan penambahan anggaran, dan memilih prioritas pembiayaan untuk kegiatan
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
dan program yang benar-benar prioritas utama. Berikut adalah prioritas-prioritas kegiatan dan program yang dilakukan oleh Ombudsman untuk mensiasati anggaran yang kurang tersebut. 1. Pertama adalah melaksanakan tugas pengawasan ombudsman dengan melakukan penilaian kepatuhan. Penilaian kepatuhan penting untuk dilaksanakan oleh Ombudsman untuk melakukan penilaian terhadap pelayanan publik. Oleh karena itu, penilaian terhadap nilai kepatuhan sangat penting untuk dilaksanakan, sehingga menjadi prioritas Ombudsman. 2. Prioritas yang ke dua adalah melakukan investigasi, monitoring, danmediasi untuk menyelesaian laporan atau keluhan dari masyarakat. Ombudsman melakukan investigasi, monitoring, dan mediasi untuk menyelesaikan laporan dari masyarakat. Dengan melakukan kegiatan tersebut, Ombudsman membutuhkan anggaran yang banyak, sehingga menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat juga merupakan salah satu prioritas. 3. Prioritas yang ke tiga adalah melakukan sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap Ombudsman. Pada tahun 2013, Ombudsman melakukan sosialisasi sebanyak 695 kali. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, diperlukan anggaran yang banyak, oleh karena itu sosialisasi menjadi prioritas Ombudsman. 4. Selanjutnya, prioritas yang ke empat adalah melakukan supervisi kepada perwakilan Ombudsman yang ada di daerah. Pada tahun 2013 Ombudsman melakukan supervisi di 23 provinsi, dan tahun 2014 baru hanya dilaksanakan supervisi di 9 provinsi.Setelah dilakukan supervise, hasil dari supervisi tersebut, diseminarkan dengan obyek supervisi dan pihak-pihak terkait, untuk mendapatkan masukan perbaikan pelayanan. 5. Dalam rangka pengembangan kerjasama dilaksanakan koordinasi dan berbagai pihak antara lain, kementerian, lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi negeri maupun swasta. Selain itu, Ombudsman juga tidak menyediakan anggaran untuk melaksanakan SAKIP di Ombudsman karena anggaran yang terbatas, sehingga Ombudsman lebih memilih untuk memprioritaskan program dan kegiatan yang lain. Tidak adanya upaya untuk menyediakan anggaran tersebut berdampak pada rendahnya akuntabilitas kinerja Ombudsman, karena Ombudsman tidak dapat memberikan pelatihan kepada pegawai yang mengurusi pelaksanaan SAKIP, selain itu Ombudsman juga tidak bisa melakukan penambahan SDM karena anggarannya yang sedikit.
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
Belum Ada Bagian Yang Mengurus Secara Mandiri dan Struktur Organisasi Kurang Fokus Ombudsman dalam melaksanakan SAKIP, memiliki satu biro kerja yang bernama Biro Perencanaan, Pengawasan, dan Kerja Sama. Biro ini memiliki satu bagian yang melaksanakan SAKIP di Ombudsman yaitu Bagian Program dan Evaluasi. Bagian ini bertanggungjawab dalam pelaksanaan SAKIP di Ombudsman, mulai dari membuat perencanaan dan penetapan kinerja, membuat LAKIP, dan melaksanakan evaluasi SAKIP. Bagian ini di bagi menjadi dua subbagian, Subbagian Program dan Anggaran, dan Subbagian Laporan dan Evaluasi. Subbagian Program dan Anggaran, bertugas untuk melaksanakan perencanaan dan penetapan kinerja SAKIP Ombudsman. Sedangkan Subbagian Laporan dan Evaluasi, bertugas untuk membuat LAKIP dan menreview LAKIP yang dibuatnya. Namun, dua Subbagian ini memiliki tugas lain seperti membuat perencanaan kerja dan anggaran Ombudsman, dan membuat laporan-laporan lain yang di buat oleh Ombudsman. Hal tersebut menyebabkan adanya tumpang tindih dari fungsi yang ada dan beban kerja menjadi sangat berat, sehingga menyebabkan perencanaan kinerja dan LAKIP Ombudsman belum optimal. Struktur organisasi sangat penting dalam organisasi, karena tugas dan fungsi yang dimiliki oleh organisasi akan dibagi kedalam kelompok-kelompok yang sudah dikoordinasikan, sehingga apabila salah dalam membuat struktur organisasi akan berdampak pada pembagian tugas dan fungsi yang tidak sesuai dan dapat berdampak pada tumpang tindihnya tugas dan fungsi dari unit kerja di Ombudsman. Selain itu, adanya struktur organisasi yang kurang fokus juga menjadi masalah yang fatal dalam pelaksanaan SAKIP di Ombudsman. Dalam pelaksanaan SAKIP, ada tahapan dimana instansi pemerintah yang membuat LAKIP, harus melakukan evaluasi internal sebelum di evaluasi oleh Kementerian PAN dan RB. Pengawasan internal di Ombudsman ada di dalam Biro Perencanaan, Pengawasan, dan Kerja Sama Sekretariat Jenderal Ombudsman. Bagian Laporan dan Evaluasi bertugas untuk LAKIP, dan juga melakukan pengawasan evaluasi terhadap akuntabilitas kinerja di Ombudsman bersama dengan Kepala Bagian Program dan Anggran, dan Bagian Pengawasan Internal. Biasanya, di dalam suatu instansi pemerintah, bagian yang membuat atau bertanggungjawab terhadap pelaksanaan akuntabilitas kinerja di instansinya, dan yang melakukan pengawasan internal terhadap akuntabilitas kinerja adalah disatuan unit kerja yang berbeda, agar pelaksanaan pengawasannya dapat berjalan dengan baik. Namun di Ombudsman, dua fungsi kerja ini berada dalam satu unit kerja, yang menyebabkan beban kerja Biro Perencanaan, Pengawasan, dan Kerja Sama, menjadi berat, sehingga dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan akuntabilitas kinerja di Ombudsman.
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
Dalam menangani kasus ini, Ombudsman tidak dapat melakukan upaya apa pun, karena struktur organisasi yang sudah ditentukan akan sangat sulit untuk dirombak kembali, proses untuk merubahnya akan memakan banyak waktu karena harus diurus ke Kementerian PAN dan RB.Realisasinya akan sangat sulit dilakukan apabila merombak seluruh struktur organisasi Ombudsman. Namun Ombudsman dapat melakukan restrukturisasi, dengan upaya yang paling memungkinkan yaitu membuat subbagian baru di dalam Bagian Program dan Evaluasi, Biro Perencanaan, Pengawasan dan Kerjasama. Namun upaya ini masih belum dilakukan oleh Ombudsman, karena belum ada pembicaraan dan pelakasanaan rapat terkait dengan pelaksanaan pembuatan Subbagian baru tersebut, dan tahun ini Ombudsman baru melakukan perbaharuan dalam strukturnya dengan mengatur SDMnya dalam struktur organisasinya, namun struktur yang baru masih dalam tahap pengesahan, sehingga apabila dilakukan restrukturisasi masih harus ditunda terlebih dahulu.
6. Simpulan Upaya-upaya yang dilakukan oleh Ombudsmanuntuk memperbaik SAKIP adalah membuat perencanaan yang sudah berorientasi pada outcome dan mencerminkan fungsi Ombudsman. Lalu untuk memenuhi SDM yang kurang, Ombudsman melakukan pengajuan formasi, dan melakukan open recruitment dengan formasi yang sudah disetujui, dan untuk pegawai yang ada diberikan pelatihan mengenai SAKIP. Selanjutnya untuk anggaran yang kurang, Ombudsman menyiasatinya dengan melaksanakan program dan kegiatan yang memang menjadi kegiatan prioritas bagi Ombudsman. Untuk permasalahan dalam struktur Biro Perencanaan,
Pengawasan, dan Kerja Sama, Ombudsman tidak melakukan upaya
apapun untuk untuk merubah struktur apa usaha lainnya, karena adanya kebijakan RB yang mengharuskan adanya perampingan struktur organisasi, makanya Ombudsman tidak melakukan apapun.
7. Saran Untuk melaksanakan SAKIP dengan lebih baik, sebaiknya dalam Biro Perencanaan, Pengawasan, dan Kerja Sama, perlu dibuat bagian yang khusus mengurusi pelaksanan SAKIP, sehingga pelaksanannya dapat lebih efektif, dengan melakukan restrukturisasi organisasi khususnya di Biro Perencanaan, Pengawasan, dan Kerja Sama Ombudsman, sehingga Ombudsman dapat melaksanakan tugasnya dengan optimal dan dapat memperbaiki dan meningkatkan akuntabilitas kinerja di Ombudsman. Kemudian untuk SDM yang mengurusi
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014
SAKIP sebaiknya diberikan pelatihan yang lebih terkait dengan pelaksanaan SAKIP di Kementerian PAN dan RB, dan LAN.
8. Kepustakaan Sumber Buku: Amins, Achmad. (2012). Manajemen Kinerja Pemerintahan Daerah. Yokyakarta: LaksBang Pressindo Ellig, Jerry, Maurice McTigue, Henry Wray. (2012). Government Performance and Results – An Evaluation of GPRA’s First Decade. Taylor&Francis Group, LCC. US. LAN, BPKP. (2004). Modul Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Jakarta. Lembaga Administrasi Negara Metzenbaum, Shelley H. 2006. Performance Accountability: The five Building Blocks and Six Essential Practices. Washington, DC: IBM Center For Business of Government.
Sumber Online: Anonim. (2013). AKIP Membaik, Makin Banyak K/L Raih Nilai A. http://www.menpan.go.id/berita-terkini/2079-akip-membaik-makin-banyak-k-l-raihnilai-a. Diakses pada 12 Februari 2014 pukul 21.05 Deputi Bidang Akuntabilitas Aparatur Kementerian PAN-RB. (2010). Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). http://lakip.do.am/blog/evaluasi_akuntabilitas_kinerja_instansi_pemerintah_akip/2010 -11-11-3; Diakses 9 Maret 2014, pukul 20.17 Hesthi Murthi, Ahfath Fazlurrohman I Y. (2013). Rapor Merah Ombudsman Republik Indonesia: Aduan Menggunung Penilaian Limbung. http://www.kabar3.com/news/2013/12/rapor-merah-ombudsman-republik-indonesia-aduan-menggunung-penilaian-limbung#.UxNn-ON5Nfw; Diakses pada tanggal 2 Maret 2014, pukul 22.20 Kementerian PAN-RB. (2013). AKIP Membaik, Makin Banyak K/L Raih Nilai A. http://menpan.go.id/berita-terkini/2079-akip-membaik-makin-banyak-k-l-raih-nilai-a; Diakses pada tanggal 2 Maret 2014, pukul 19.48 Polmark Indonesia. (2013). Akuntabilitas Ombudsman dan Bawaslu Terburuk. http://www.polmarkindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=5 377&Itemid=114; Diakses pada 2 Februari 2014 pukul 22.03 Rusman R. Manik. (2014). Konsepsi dan Teknis Penyelenggaraan SAKIP. http://www.slideshare.net/rusmanik/sakip-sistem-akuntabilitas-kinerja-instansipemerintah: Diakses pada 12 Februari 2014 pukul 19.33
Upaya-upaya..., Nur Octaini Widy, FISIP UI, 2014