PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI MICROBACTER ALFAAFA-11 (MA-11) DAN PENAMBAHAN UREA TERHADAP KUALITAS PUPUK KOMPOS DARI KOMBINASI KULIT DAN JERAMI NANGKA DENGAN KOTORAN KELINCI THE EFFECT OF MICROBACTER ALFAAFA-11 (MA-11) CONCENTRATE ADDITION AND UREA-BASED FERTILIZER ADDITION ON QUALITY OF COMPOST FERTILIZER FROM COMBINATION OF JACK FRUIT CRUST AND HAY WITH RABBIT FECES. Herlangga Norman Adi Kurniawan1*, Sri Kumalaningsih2, Ari Febrianto2 Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya Jl. Veteran-Malang 65145 2Staff Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya Jl. Veteran-Malang 65145 *Penulis Korespondensi: email
[email protected] 1Alumni
ABSTRAK Pupuk kompos didefinisikan sebagai pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan yang telah melalui proses rekayasa oleh mikroorganisme yang bekerja di dalamnya. Kulit dan jerami nangka serta kotoran kelinci merupakan bahan organik yang ketersediaannya cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui penambahan konsentrasi Microbacter Alfaafa (MA-11) dan penambahan urea yang tepat pada pembuatan kompos dari kombinasi kulit dan jerami nangka dengan kotoran kelinci yang dapat menghasilkan kompos dengan kualitas yang baik. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor, yang masing-masing terdiri dari 3 level dan 3 kali ulangan. Faktor pertama yaitu penambahan konsentrasi MA-11 (30% v/b; 40% v/b; 50% v/b) dan faktor kedua yaitu penambahan urea (0,3% b/b; 0,6% b/b; 0,9% b/b) yang difermentasi selama 7 hari. Parameter penilaian yaitu hasil analisis kimia meliputi C/N rasio, kadar air, kadar N, kadar P, dan kadar K. Perlakuan terbaik pada pembuatan kompos dari kombinasi kulit dan jerami nangka dengan kotoran kelinci yang menggunakan dekomposer MA-11 yaitu perlakuan dengan penambahan konsentrasi MA-11 sebanyak 50% v/b dan penambahan urea sebanyak 0,9% b/b, yang difermentasi selama 7 hari. Kadar C-organik 25,91%; kadar nitrogen 2,55%; C/N rasio 10,15; kadar fosfor 0,61%; dan kadar kalium 0,83%. Kata Kunci: Kompos, Kotoran Kelinci, Kulit dan Jerami Nangka, MA-11, dan Urea. ABSTRACT Compost is defined as mostly or entirely composed of organic materials from plants or animals that have been reorganized by microorganisms who work on it. Waste of Jackfruit (crust and hay) and rabbit feces are organic materials availability and was not used optimally. The objective of this study was find the right combination concentrate addition of Microbacter Alfaafa (MA-11) and urea addition on composting from waste of jackfruit (crust and hay) and rabbit feces to produce the best quality of compost. This study used a Randomized Block Design (RBD) with 2 factors, each consisting of 3 levels and 3 repetitions. First factor was concentrate addition of MA-11 (30% v/w, 40% v/w, 50% v/w) and the second factor was addition of urea (0.3% w/w, 0.6% w/w; 0.9% w/w) were fermented for 7 days. Assessment parameters include the results of chemical analysis covering the C / N ratio, moisture content, content of N, P, and K. The best treatment of composting from waste of jackfruit (crust and hay) and rabbit feces used decomposers MA-11 is treated with the MA-11 concentrate addition 50% v/w and urea addition 0,9% w/w, that fermented for 7 days. C-organic content 25.91%; nitrogen content 2.55%; C / N ratio 10.15; phosphorus content 0.61%; and potassium content 0.83%. Keyword: Composting, MA-11, Rabbit Feces, Urea, Waste of jackfruit (crust and hay).
1
PENDAHULUAN
yaitu 10-12. Menurut Van Soest (2006), penggunaan urea sebagai sumber nitrogen bertujuan untuk menekan pertumbuhan jamur serta meningkatkan kadar nitrogen untuk mensuplai kebutuhan bagi mikroba. Urea bersifat higroskopis, jika digunakan pada lahan kering dapat meningkatkan kandungan air yang kurang pada tanah kering (Basriman, 2011). Pengomposan merupakan proses dimana perombakan bahan organik terjadi secara biologis pada suhu yang tinggi dengan menghasilkan output yang cukup bagus untuk digunakan ke tanah tanpa merugikan lingkungan. Menurut Nuryani dan Sutanto (2002), prinsip pengomposan menurunkan nilai C/N rasio hingga sama dengan nilai C/N rasio tanah yaitu 10-12 atau kurang dari 20. Pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan bantuan aktivator atau dekomposer (Suwardi, 2004). Menurut Artarizqi (2013), microbacter Alfaafa (MA-11) adalah super dekomposer mikroba yang mampu merombak rantai organik dengan cepat serta mengembalikan kesehatan dan kegemburan tanah. Selain itu, MA-11 tersusun dari bakteri Rhizobium sp yang dipadukan dengan berbagai bakteri yang diambil dari rumen sapi yaitu bakteri selulolitik, bakteri proteolitik, dan bakteri amilolitik. Bakteri dari rumen sapi bertugas merombak selulosa agar mudah dikonsumsi oleh bakteri Rhizobium sp yang beraktivitas mengikat nitrogen bebas. Selama ini masih belum banyak penelitian mengenai pengomposan dengan menggunakan dekomposer MA-11. Oleh karena itu perlu adanya penelitian untuk mengetahui pengaruh dari penambahan konsentrasi MA-11 dan penambahan urea terhadap kualitas kompos yang yang sesuai dengan SNI 19-7030-2004. Penelitian ini diharapkan mampu membuat petani menghasilkan kompos yang berkualitas yaitu kompos yang memiliki nilai C/N rasio mendekati tanah 10-12 dengan bantuan teknologi MA-11.
Pupuk merupakan suatu bahan yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman yang berfungsi sebagai pengganti unsur hara dalam tanah yang habis terhisap oleh tanaman. Menurut Prihmantoro (2007), agar tanaman dapat tumbuh dengan sehat dan normal, dibutuhkan paling sedikit 16 macam unsur hara. Dari 16 unsur hara tersebut, 13 diantaranya diambil tanaman dari dalam tanah dan sisanya 4 macam unsur hara (C, H, N dan O) diambil dari udara. Pupuk kompos didefinisikan sebagai pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik dan telah melalui proses rekayasa oleh mikroorganisme yang bekerja di dalamnya (Yurmiati, 2012). Bahan kering yang terdapat pada kulit dan jerami nangka sebagian besar tersusun dari serat kasar, protein, glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, serat dan pektin. Pada pernyataan Isnaharani (2009), menjelaskan bahwa komposisi kimia dari kulit dan jerami nangka yaitu terdiri dari air 65,12% (bb), protein 1,95% (bk), lemak 10,00% (bk), karbohidrat 9,3% (bk), serat kasar 1,94% (bk) dan abu 1,11% (bk). Komposisi penyusun kulit dan jerami nangka mengandung selulosa yang dapat digunakan sebagai sumber C dan digunakan mikroba sebagai sumber energi (Yunus, 2011). Kulit dan jerami nangka memiliki kandungan karbon yang tinggi, akan tetapi kandungan nitrogen yang dimiliki kecil, sehingga perlu adanya penambahan bahan yang memiliki kandungan nitrogen tinggi agar diperoleh nilai C/N rasio yang baik. Peningkatan kandungan nitrogen dapat dilakukan dengan menggunakan kotoran ternak dan urea. Kotoran kelinci mengandung kadar nitrogen paling tinggi dibandingkan kotoran ternak lainnya. Menurut Minnich (2005), pada kotoran kelinci yang masih segar terkandung nitrogen sebesar 2,4%; kadar P sebesar 1,4%; dan kadar K sebesar 0,6%. Untuk kotoran ternak lain seperti kotoran sapi, kandungan nitrogennya hanya sebesar 0,4%; kotoran kambing 0,6% dan kotoran ayam sebesar 1%. Penambahan urea dapat meningkatkan kandungan nitrogen dan menurunkan C/N rasio hingga mendekati C/N rasio tanah
BAHAN DAN METODE 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, kotoran kelinci yang diperoleh dari peternakan kelinci di Desa 2
Tawang Argo, Karangploso. Kulit dan jerami nangka yang diperoleh dari limbah yang dihasilkan pedagang buah nangka di kota Malang. Dekomposer MA-11, urea, gula dan air.
2. Kotoran kelinci serta kulit dan jerami nangka yang sudah kering kemudian dihancurkan dengan menggunakan mesin pencacah. 3. Kotoran kelinci serta kulit dan jerami nangka yang telah halus kemudian ditimbang sesuai dengan kombinasi perlakuan.
2. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah, wadah plastik (ukuran diameter 30 cm, tinggi 14 cm) sebagai tempat pengomposan. Plastik untuk penutup proses pengomposan, mesin pencacah untuk mencacah bahan. Ember untuk tempat pengenceran dekomposer. Pipet untuk mengambil dan mengukur dekomposer MA-11. Gelas ukur mengukur dekomposer MA-11. Baker glass ukuran 1.000 ml sebagai wadah pengenceran starter dekomposer MA-11. Timbangan untuk mengukur berat bahan.
b. Persiapan Starter Dekomposer MA-11 1. MA-11 diambil menggunakan gelas ukur sebanyak 20 ml. 2. MA-11 kemudian dituangkan ke dalam beker glass dan kemudian diencerkan dengan menggunakan air sampai volume larutan 1000 ml dan ditambahkan gula pasir sebanyak 20 g. 3. Starter dekomposer MA-11 kemudian didiamkan selama 3 jam. c. Pembuatan pupuk kompos 1. Bahan yang berupa kotoran kelinci halus serta kulit dan jerami nangka halus yang sudah ditimbang kemudian dicampur sesuai perlakuan 2. Bahan kompos kemudian ditambah dengan urea yang telah ditimbang sesuai perlakuan 3. Bahan kompos yang telah dicampur urea ditambahkan larutan MA-11 yang telah diencerkan sesuai perlakuan 4. Bahan kompos yang telah ditambahkan MA-11 kemudian disimpan dalam wadah baskom, lalu ditutup rapat dengan plastik dan difermentasi selama 7 hari. 5. Kompos yang sudah difermentasi kemudian diuji kadar C-organik, kadar N, P, K, dan kadar airnya.
3. Metode Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian meliputi beberapa langkah penelitian: 1. Pengidentifikasian masalah 2. Studi Pustaka 3. Penelitian Pendahuluan 4. Penentuan hipotesa 5. Penentuan rancangan percobaan 6. Pelaksanaan dan pengumpulan data 7. Pengolahan dan analisis data 8. Pemilihan perlakuan terbaik 9. Kesimpulan Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak kelompok (RAK) dengan 2 faktor, yaitu penambahan konsentrasi MA11 dan penambahan urea dengan masingmasing terdiri dari 3 level dengan 3 kali ulangan. Faktor 1 Penambahan konsentrasi MA-11: M1: 30% v/b (bahan baku 1000 gram) M2: 40% v/b (bahan baku 1000 gram) M3: 50% v/b (bahan baku 1000 gram) Faktor 2 Penambahan urea: U1: 0,3% b/b (bahan baku 1000 gram) U2: 0,6% b/b (bahan baku 1000 gram) U3 0,9% b/b (bahan baku 1000 gram)
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisa Kimia Bahan Baku Hasil analisa kimia bahan baku kompos dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Hasil Analisa Bahan Baku
a. Persiapan Bahan baku kompos 1. Kulit dan jerami nangka serta kotoran kelinci dikeringkan di bawah sinar matahari hingga kadar air tidak lebih dari 10%.
Sumber: Data Primer 2014 3
2. Analisa Kimia Kompos 2.1 C-Organik (C) Berdasarkan hasil analisa kimia didapatkan data nilai rerata C-organik berkisar antara 25,91% - 33,75%. Grafik ratarata kadar C-Organik kompos dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan hasil analisa keragaman menunjukkan penambahan konsentrasi MA-11 dan penambahan urea berbeda nyata. Terdapat interaksi antara penambahan konsentrasi MA-11 dan penambahan urea terhadap kandungan COrganik. Rerata presentase kandungan COrganik dapat dilihat pada Tabel 2.
berfungsi mendegradasi bahan makanan yang terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok pencerna hemiselulosa, selulosa, dan pencerna pati. Monomer glukosa yang telah dirombak dikonsumsi oleh bakteri Rhizobium sp. yang terdapat pada MA-11 untuk beraktivitas mengikat nitrogen bebas. Penambahan konsentrasi MA-11 yang semakin banyak mengakibatkan populasi Rhizobium sp. meningkat. Meningkatnya populasi bakteri Rhizobium sp. menyebabkan kadar C-organik menurun, hal ini dikarenakan monomer glukosa dikonsumsi mikroorganisme untuk beraktivitas. Menurut Choudhury dan Kennedy (2004), Morfologi rhizobium dikenal sebagai bakteroid. Rhizobium menginfeksi akar tanaman melalui ujung-ujung bulu akar yang tidak berselulosa, karena bakteri Rhizobium sp. tidak dapat menghidrolisis selulosa. Penambahan urea berpengaruh terhadap peningkatan kandungan nitrogen pada kompos. Penggunaan urea sebagai sumber nitrogen bertujuan untuk menekan pertumbuhan jamur serta meningkatkan kadar nitrogen untuk mensuplai kebutuhan bagi mikroba (Van Soest, 2006).
Gambar 1. Grafik rerata C-Organik kompos
Sumber: Data Primer 2014 Keterangan*): Angka yang didampingi huruf yang berbeda berarti beda nyata
2.2 Nitrogen (N) Berdasarkan hasil analisa kimia didapatkan data nilai rerata nitrogen berkisar antara 2,086% - 2,553%. Grafik ratarata kadar nitrogen kompos dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan hasil analisa keragaman menunjukkan penambahan konsentrasi MA-11 dan penambahan urea berbeda nyata. Terdapat interaksi antara penambahan konsentrasi MA-11 dan penambahan urea terhadap kandungan nitrogen. Rerata presentase kandungan nitrogen dapat dilihat pada Tabel 3.
Dari hasil analisa di atas nampak pada grafik rerata C-organik yang diberi penambahan konsentrasi MA-11 dengan volume semakin banyak mengakibatkan Corganik mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh bakteri selulolitik dan amilolitik yang terdapat pada MA-11 bekerja merombak selulosa dan pati yang terdapat pada bahan penyusun kompos menjadi monomer glukosa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parman (2007), di dalam MA-11 terkandung bakteri rumen sapi yang
Gambar 2. Grafik rerata nitrogen kompos
Tabel 2. Rerata kadar C-Organik
4
Tabel 3. Rerata kadar nitrogen pada kompos
penambahan urea terhadap nilai C/N rasio. Rerata nilai C/N rasio dapat dilihat pada Tabel 4.
Sumber: Data Primer 2014 Keterangan*): Angka yang didampingi huruf yang berbeda berarti beda nyata Gambar 3. Grafik rerata kadar C/N kompos
Dari hasil analisa di atas nampak pada grafik rerata kadar nitrogen bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi MA-11 dan penambahan urea, kandungan nitrogen semakin meningkat. Meningkatnya kadar nitrogen disebabkan oleh meningkatnya jumlah populasi bakteri Rhizobium sp. yang terkandung dalam dekomposer MA-11 dan beraktivitas mengikat nitrogen bebas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Palacious (2005), kinerja bakteri Rhizobium sp. yang terdapat pada dekomposer MA-11 adalah mengikat nitrogen bebas. Bakteri dalam genus Rhizobium merupakan bakteri gram negatif, berbentuk bulat memanjang, yang secara normal mampu memfiksasi nitrogen dari atmosfer dan memiliki enzim nitrogenase yang dapat menggabungkan hidrogen dan nitrogen (Choudhury dan Kennedy 2004). Peningkatan kadar nitrogen juga dipengaruhi oleh urea yang mengandung kadar nitrogen yang cukup tinggi. Menurut Suwardi (2004), nitrogen sangat dibutuhkan oleh tanaman sebagai penyusun asam amino, protein dan komponen lainnya. Nitrogen juga penting dalam respirasi, meningkatkan reaksi enzimatik, dan meningkatkan metabolisme sel.
Tabel 4. Rerata nilai C/N rasio
Sumber: Data Primer 2014 Keterangan*): Angka yang didampingi huruf yang berbeda berarti beda nyata Dari hasil analisa di atas, nampak bahwa pada grafik rerata C/N rasio menunjukkan semakin tinggi penambahan konsentrasi MA-11 dan penambahan urea, nilai C/N rasio semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh C/N rasio yang dipengaruhi oleh kadar C-organik dan nitrogen. Semakin tinggi nitrogen sebagai faktor pembanding C-organik, mengakibatkan nilai dari C/N rasio semakin kecil. Menurut Nuryani dkk. (2002), tujuan dari pengomposan adalah menurunkan nilai C/N rasio mendekati nilai C/N rasio tanah yaitu 10-12, agar pupuk dapat bekerja secara optimal.
2.3 C/N Rasio Berdasarkan hasil analisa kimia yang telah dilakukan diperoleh nilai rerata C/N rasio berkisar antara 10,15 – 16,08. Grafik rata-rata kadar C/N kompos dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan hasil analisa keragaman menunjukkan penambahan konsentrasi MA-11 dan penambahan urea berbeda nyata. Terdapat interaksi antara penambahan konsentrasi MA-11 dan
2.4 Fosfor (P) Berdasarkan hasil analisa kimia didapatkan data nilai rerata fosfor berkisar antara 0,13%-0,61%. Grafik rata-rata kadar fosfor kompos dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan hasil analisa keragaman menunjukkan penambahan konsentrasi MA11 berbeda nyata, sedangkan penambahan 5
urea tidak berbeda nyata. Terdapat interaksi antara penambahan konsentrasi MA-11 dan penambahan urea terhadap kandungan fosfor. Rerata kandungan fosfor dapat dilihat pada Tabel 5.
Pada perlakuan M1 terjadi penurunan kadar P pada penambahan urea 0,9%. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang terlalu asam, sehingga bakteri protelotik dan bakteri pelarut fosfor tidak dapat bekerja secara optimal. Seperti yang dikemukakan Pramaswari (2011), hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya pengikatan fosfor oleh senyawa oksidator seperti Fe, Mg, Al, dan Ca. Menurut Aak (2007), kadar optimal P dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif adalah 0,3 - 0,5% dari berat kering tanaman. 2.5. Kalium (K) Berdasarkan hasil analisa kimia didapatkan data nilai rerata kalium berkisar antara 0,33%-0,83%. Grafik rata-rata kadar fosfor kompos dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan hasil analisa keragaman menunjukkan penambahan konsentrasi MA11 dan penambahan urea berbeda nyata. Terdapat interaksi antara penambahan konsentrasi MA-11 dan penambahan urea terhadap kandungan kalium. Rerata kadar kalium dapat dilihat pada Tabel 6.
Gambar 4. Grafik rerata fosfor kompos Tabel 5. Rerata kadar fosfor pada kompos
Sumber: Data Primer 2014 Keterangan*): Angka yang didampingi huruf yang berbeda berarti beda nyata Dari hasil analisa di atas nampak bahwa perlakuan M2 dan M3 menunjukkan semakin tinggi penambahan konsentrasi MA-11 dan penambahan urea kandungan P meningkat. Hal ini disebabkan bakteri proteolitik yang terdapat pada dekomposer MA-11 mampu merombak protein pada bahan baku kompos menjadi asam amino. Hal ini sesuai yang dikemukakan Subagiyo dan Setyati (2012), bakteri proteolitik memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim protease yang disekresikan ke lingkungan. Enzim proteolitik ekstraseluler bekerja menghidrolisis senyawa bersifat protein menjadi oligopeptida, peptida rantai pendek dan asam amino. Hal tersebut menyebabkan fosfat yang terikat dalam rantai panjang akan larut dalam asam organik yang dihasilkan oleh bakteri pelarut P, seperti bakteri Bacillus licheniformis dan Pseudomonas (Amanillah, 2011).
Gambar 5. Grafik rerata kalium kompos Tabel 6. Rerata kalium pada kompos
Sumber: Data Primer 2014 Keterangan*): Angka yang didampingi huruf yang berbeda berarti beda nyata 6
Dari hasil analisa di atas nampak bahwa pada perlakuan M3 kadar K meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pendekomposisian berjalan dengan baik. Menurut Christie (2006), peningkatan kalium disebabkan oleh bakteri pelarut K dalam kompos seperti Bacillus mucilaginous. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Agustina (2004), yang menyatakan bahwa kalium merupakan senyawa yang dihasilkan oleh metabolisme mikroba, dimana mikroba menggunakan ion-ion K+ bebas yang ada pada bahan baku pupuk untuk keperluan metabolisme. Pada perlakuan M1 dan M2 pada grafik, menunjukkan adanya penurunan kadar K. Penurunan tersebut terjadi dikarenakan penambahan urea yang terlalu banyak, sehingga menyebabkan lingkungan menjadi asam dan bakteri Bacillus mucilaginous tidak dapat bekerja secara optimal. Menurut Aris (2010), pada umumnya kadar K di dalam tanaman masih di bawah kadar N, yaitu minimal 0,1%. Kalium memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur, selain itu kalium berperan sebagai sumber kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi kekeringan dan penyakit (Rosmarkam dan Yuwono, 2011).
Tabel 9. Karakteristik dari kompos pada perlakuan terbaik
Sumber: Data Primer 2014 Keterangan: *Pupuk kompos hasil penelitian Kompos yang dihasilkan pada penelitian ini dapat digunakan pada segala jenis tanaman, mulai dari tanaman pertanian, holtikultura, perkebunan, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Hal ini dikarenakan pupuk kompos memiliki unsur-unsur mikro seperti Cl, Fe, Mn, Cu, Zn, B, dan Mo yang tidak dimiliki oleh pupuk kimia. Kompos ini juga dapat digunakan untuk segala jenis tanaman yang membutuhkan kandungan N, P, dan K yang baik bagi pertumbuhannya, misalnya yaitu padi, jagung, ketela pohon, kacang, kol, kentang, tebu, mangga, dan lain-lain. Menurut Aak (2007), tidak ada batasan baku berapa dosis kompos yang diberikan untuk tanaman. Secara umum lebih banyak kompos memberikan hasil yang lebih baik.
3. Pemilihan Perlakuan Terbaik Pemilihan perlakuan terbaik kompos dilakukan dengan metode Multiple Atribute, yaitu dengan menghitung jarak kerapatan berdasarkan nilai ideal masing-masing parameter. Nilai ideal untuk setiap parameter yaitu C-Organik minimum, kandungan nitrogen maksimum, C/N rasio minimum, kandungan P maksimum, dan kandungan K maksimum. Berdasarkan hasil perhitungan Multiple Attribute, perlakuan terbaik diperoleh pada kompos dengan penambahan konsentrasi MA-11 sebanyak 50% dan penambahan urea sebanyak 0,9% yang difermentasi selama 7 hari. Pada perlakuan ini diperoleh nilai COrganik 25,91%; kandungan nitrogen 2,55%; C/N rasio 10,15; kandungan fosfor 0,61% dan kandungan kalium 0,83%. Kandungan kimia kompos tersebut sudah memenuhi standar kualitas pupuk organik sesuai SNI 19-7030-2004. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai tiap parameter pada Tabel 9.
KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan terbaik pada pembuatan pupuk kompos diperoleh pada pupuk kompos dengan penambahan konsentrasi MA-11 sebanyak 50% v/b dan penambahan urea sebanyak 0,9% b/b yang difermentasi selama 7 hari. Nilai dari masing-masing parameter yaitu kadar C-Organik sebesar 25,91%; kadar nitrogen sebesar 2,55%; nilai C/N rasio sebesar 10,15; kadar fosfor sebesar 0,61%; dan kadar kalium sebesar 0,83%. Dengan data tersebut, maka pupuk kompos yang dihasilkan telah sesuai dan memenuhi standar SNI 19-7030-2004.
7
DAFTAR PUSTAKA
Hasil dan Tahanan Hara Lombok. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 3(1): 24-28. Palacious, R. 2005. Genomes and Genomics of Nitrogen-Fixing Organisms. Springer. Dordrecht. Netherlands. Parman, S. 2007. Kandungan Protein dan Abu Tanaman Alfalfa (Medicago sativa L) setelah Pemupukan Biorisa. BIOMA 9(2): 38-44. Pramaswari, I.A.A. 2011. Kombinasi Bahan Organik (Rasio C:N) pada Pengolahan Lumpur (Sludge) Limbah Pencelupan. Jurnal Kimia 5(1): 64-71. Prihmantoro, H. 2007. Memupuk Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. Rosmarkam, A. dan N.V. Yuwono. 2011. Ilmu Kesuburan Tanah. Cetakan Ketujuh. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal. 50-163 Subagiyo dan Setyati. 2012. Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Enzim Ekstraseluler (proteolitik, amilolitik, lipolitik dan selulolitik) yang Berasal dari Sedimen Kawasan Mangrove. Jurnal Ilmu Kelautan, 17 (3): 164-168. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta. Suwardi. 2004. Teknologi Pengomposan Bahan Organik Sebagai Pilar Pertanian Organik. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal. 28.. Van Soest. 2006. Rice Straw The Role of Silica And Treatment to Improve Quality. J. Anim. Feed Sci. Tech. Hal 134-137 Yunus. 2011. Jerami Nangka Bahari. Teknologi Pangan Universitas Pasundan. Bandung. Hal. 38. Yurmiati, H. 2012. Kualitas Pupuk Organik Hasil Biokonversi Limbah Peternakan Kelinci. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. Hal 23-25.
Aak. 2007. Dasar-dasar Bercocok Tanam. Cetakan ke-17. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal. 82. Agustina. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 54 Amanillah, Zi. 2011. Pengaruh Konsentrasi Em 4 pada Fermentasi Urin Sapi Terhadap Konsentrasi N, P, dan K. Skripsi. Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya. Malang Aris, I. 2010. Studi Pembuatan Bokashi Berbasis Kotoran Kelinci dan Bekatul (Kajian Penambahan Ampas Tahu dan Aktivator EM4). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Artarizqi, A.T. 2012. MA 11, Kolaborasi Mikroba Super. Dilihat 22 April 2013.
. Basriman. 2011. Pupuk Urea. Distan Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau. . Tanggal Akses 23 Juli 2013. Christie, P. 2006. Decomposition of Silicate Minerals by Bacillus Mucilaginous In Liquid Cultures. Environ Geochem and Health Journal (28): 133-140 Choudhury A.T.M.A. and Kennedy I.R. 2004. Prospects And Potentials For Systems Of Biological Nitrogen Fixation In Sustainable Rice Production. Biol. Fertil. Soils 39 : 219– 227. Isnaharani, Y. 2009. Pemanfaatan Tepung Jerami Nangka (Artocarpus Heterophyllus Lmk.) Dalam Pembuatan Cookies Tinggi Serat. Skripsi. IPB. Bogor. Minnich, J. 2005. The Michigan Gardening Guide. University of Michigan Press. Michigan. Nuryani, S.H.U., dan Susanto, R. 2002. Pengaruh Sampah Kota Terhadap
8