1
The Formulation and The Physicochemical and Sensory Characterization of Analoque Meatball Based on Oyster Mushroom with The Addition of Euchema Cotonii and Cassava Starch Formulasi dan Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Sensori Bakso Jamur Tiram Putih dengan Penambahan Rumput Laut Jenis Euchema Cotonii[sh1] dan Pati Singkong Santi Dwi Astuti1)* and Rifda Naufalin1) 1)
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Unsoed *Korespondensi penulis :
[email protected]; HP : 082133790789
ABSTRACT Pleurotus ostreatus (P. ostreatus) was the source of protein and dietary fiber. Its could be used as main ingredient in vegetable-ball production with the addition of euchema cotonii(E. cotonii) and cassava starch as binder and filler. The objectives of this research were to examine the proper level of P. ostreatus, E. cotonii, and cassava starch to produce vegetable-ball with high overall acceptability level, tenderness level, protein content, and crude fiber content. The basic formula of vegetable-ball consisting of 65-70% P. ostreatus, 4-6% E. cotoni, 6-7% cassava starch, 10% eggs, 2% soy protein concentrate, 0.15% sodium tripolyophosphat, 2.5% seasoning (0.85% salt, 1.2% garlic powder, and 0,35% white pepper powder), and ice water up to 100%. The stages of vegetable-ball production were communition, blending, forming and cooking. Water, protein, and crude fiber were determined according to AOAC method. Tenderness level determined by penetrometer. Sensory evaluation determined by rating hedonic method and conducted by 20 semitrained panelists. Products were carried out in triplicate. Data analyzed statistically by ANOVA using SPSS version 14.0 and means were separated by Duncan’s Multiple Range Test. The results showed that vegetable-ball formula consisting of 70% pleurotus ostreatus , 5% E. cotonii, and 8% cassava starch had higest of overall acceptibility point ( 3.4 = moderately like), higest of tenderness point (3.30 = moderately tender), higest of protein content (7.75%), and 3.37% crude conten, respectivelly. Vegetable-ball formula obtained from this research can be consumed as alternative of functional food. Key words : vegetable-ball, pleurotus ostreatus, euchema cotonii, cassava starch, functional food PENDAHULUAN Secara umum, bakso adalah pangan olahan dengan bahan utama daging hewan ternak, khususnya daging sapi. Jenis daging lain yang dapat digunakan dalam pembuatan bakso adalah daging ikan, daging ayam, dan daging kelinci. Menurut SNI 01-3818-1995, bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulatan dari campuran daging ternak dengan kadar daging tidak kurang dari 50% dan pati atau serealia dengan atau tanpa bahan tambahan pangan yang diizinkan. Proses pembuatan bakso terdiri dari penghancuran dan penggilingan (comminution), pelumatan dan pencampuran (blending), pencetakan (forming) dan pemasakan atau perebusan (cooking). Bakso merupakan produk pangan dengan kadar protein dan lemak yang tinggi. Selain daging hewan ternak, bakso juga dapat dibuat dari bahan nabati sumber protein seperti jamur dan jantung pisang. Penggunaan bahan sumber protein nabati dalam pembuatan bakso ditujukan dalam upaya diversifikasi pangan dan adanya peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap pangan fungsional. Menurut consensus The First International Conference on East-West Perspective on Functional Food, pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya (American Dietetic Association, 1999[sh2]). Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap penyediaan pangan fungsional disebabkan karena meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan seiring dengan meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif seperti kolesterol tinggi dan jantung koroner akibat pola makan masyarakat yang tidak seimbang, diantaranya yaitu kecenderungan untuk mengkonsumsi pangan tinggi lemak.
2
Menurut Widyastuti dan Koesnandar (2005), jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan jenis jamur kayu yang mempunyai kandungan nutrisi lebih tinggi dibandingkan jamur lainnya. Jamur tiram merupakan ingredient pangan fungsional karena dipercaya berkhasiat untuk menghentikan pendarahan dan mempercepat pengeringan luka pada permukaan tubuh, mencegah penyakit diabetes mellitus, penyempitan darah, menurunkan kolesterol darah, menambah vitalitas dan daya tahan tubuh, serta mencegah penyakit tumor dan kangker, kelenjar gondok, influenza, sekaligus memperlancar buang air besar (Djarijah dan Abbas, 2001[sh3]). Penelitian pembuatan bakso dari jamur tiram telah banyak dilakukan, diantaranya yaitu penelitian Karsono (2006[sh4]) yang membuat bakso dengan komposisi formula terdiri dari tepung gluten 80% dan jamur tiram putih 20%. Bakso yang dihasilkan memiliki kadar protein terlarut 0,84% bb; protein total 22,42% bb; lemak total 0,1% bb; karbohidrat by difference 22,28% bb; kadar air 53,78% bb; kadar abu 0,67% bb; total mikroba 4,89 log cfu/g; dan secara sensori, produk berwarna coklat muda, memiliki kenampakan irisan agak berongga, bertekstur kenyal, flavor enak dan disukai. Selain bahan sumber protein, bahan pengikat dan bahan pengisi merupakan ingredien yang sangat menentukan karakteristik khas bakso. Bahan pengikat dan bahan pengisi berfungsi untuk memperbaiki stabilitas emulsi, meningkatkan rendemen, memperbaiki daya iris, memperbaiki flavor, dan juga mengurangi biaya produksi. Bahan pengikat dan bahan pengisi merupakan fraksi bukan daging, mengandung karbohidrat tinggi, dan protein rendah sehingga memiliki daya ikat air yang baik, yakni mampu menyerap air dan menahan air untuk menciptakan dan mempertahan tekstur khas bakso (Sunarlim, 1992). Dalam penelitian ini, bahan pengikat dan bahan pengisi yang digunakan adalah rumput laut jenis euchema cotonii (E. cotonii) dan pati singkong. E. cotonii merupakan jenis rumput laut merah (Rhodopyceae) penghasil karagenan. Ada tiga jenis karagenan, yaitu kappa dan iota karagenan yang memiliki kemampuan membentuk gel dan lambda karagenan yang tidak memiliki kemampuan membentuk gel. Di bidang pangan, karagenan dikenal sebagai bahan pengental karena memiliki kemampuan sebagai bahan pembentuk gel, penstabil, pengemulsi, pensuspensi, dan pendispersi (Imeson, 2000). Rumput laut merupakan bahan tinggi serat yang mampu mengikat asam empedu sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah dengan cepat. Kolesterol yang meningkat dapat memicu terjadinya penyakit jantung. Serat rumput laut juga bisa memperlancar proses penyerapan gula dalam darah yang berarti menekan resiko terjadinya penyakit diabetes mellitus. Disamping itu, serat rumput laut juga berfungsi untuk mencegah benjolanbenjolan dan luka pada usus yang sering mengakibatkan susah buang air besar (Ariyadi, 2004). Pati singkong merupakan pati yang diperoleh dari umbi singkong. Pati singkong berfungsi sebagai pengental (thickener), pemadat, pengisi, serta bahan pengikat dalam industri makanan (Winarno, 2000). Menurut Sari (2004), penambahan pati singkong 10 % dari berat daging menghasilkan bakso lele dumbo dengan tekstur kenyal, cita rasa enak, dan warna agak putih. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar jamur tiram putih, kadar rumput laut E. cotonii[sh5], dan kadar pati singkong yang tepat untuk menghasilkan bakso dengan tingkat kesukaan, tingkat kekenyalan, kadar protein, dan kadar serat yang tinggi. Produk bakso yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi pengembangan dan diversifikasi pangan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan nilai ekonominya sebagai ingredien pangan fungsional dengan nilai energi rendah dan kadar serat pangan tinggi. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Unsoed Purwokerto pada bulan Agustus hingga Desember 2011. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso adalah jamur tiram putih yang diperoleh dari petani jamur Grendeng; telur, STPP, pati singkong dan bumbu-bumbu seperti garam, bawang putih bubuk merk kupu-kupu, dan merica bubuk yang diperoleh dari toko Intisari di Purwokerto. Kosentrat protein kedelai diperoleh dari Toko Setya Guna Bogor dan rumput laut euchema cotonii diperoleh dari pasar wage Purwokerto. Bahan-bahan kimia pro-analysis grade dari E-merk atau Sigma
3
yang digunakan diantaranya yaitu K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH, indikator metal merah, HCl dan etanol. Alat-alat yang digunakan diantaranya adalah food processor, oven, penetrometer, dan kertas saring whatman Metode Formulasi Bakso : Formula bakso disusun dalam satuan persen (%). Total bahan yang digunakan adalah 100% yang terdiri dari jamur tiram putih 65-70%, rumput laut jenis euchema cotonii 4-6%, pati singkong 67%, telur 10%, konsentrat protein kedelai 2%, sodium tripoliphosphat (STPP) 0,15%, bumbu-bumbu 2,5% yang terdiri dari garam 0,85%, bawang putih bubuk 1,2%, dan merica bubuk 0,35; serta air es hingga 100%. Prosedur Pembuatan Bakso : Siapkan jamur tiram putih dengan cara direbus dalam air mendidih selama 3 menit, ditiriskan dan diperas. Siapkan rumput laut dengan cara dicuci dan direndam selama 12 jam, lalu dikukus selama 3 menit. Bahan-bahan yaitu rumput laut, jamur tiram putih, pati singkong, telur, konsentrat protein kedelai, dan bumbu-bumbu seperti merica bubuk, bawang putih bubuk, garam, dan air es dicampurkan hingga merata kemudian digiling menggunakan food processor hingga adonan homogen dan kohesif. Adonan bakso dicetak membentuk bola-bola kecil dengan ukuran dan bentuk yang seragam, lalu direbus dalam air mendidih hingga bola-bola kecil mengapung (sekitar 15 menit). Bakso yang telah matang ditiriskan, didinginkan, dikemas dalam plastik, dan disimpan dalam freezer sebelum dikonsumsi lebih lanjut. Rancangan Percobaan Ada 3 faktor yang diteliti yaitu : 1) kadar jamur tiram putih (J) yang terdiri dari 2 taraf, yaitu 65% (J1) dan 70% (J2); 2) kadar rumput laut jenis euchema cotonii (K) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 4% (K1), 5% (K2), dan 6% (K3); 3) kadar pati singkong (P) yang terdiri dari 2 taraf, yaitu 7% (P1) dan 8% (P2). Percobaan diulang 3 kali, sehingga diperoleh 36 unit percobaan. Secara lengkap, kombinasi perlakuan yang dicoba dalam penelitian disajikan pada Tabel 1 dan komposisi formula dari setiap perlakuan yang dicoba disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Kombinasi perlakuan yang dicoba dalam penelitian Kadar pati Kadar jamur tiram putih (J) singkong 65% (J1) 70% (J2) (P) Kadar euchema cotonii (K) Kadar euchema cotonii (K) 4% (K1) 5% (K2) 6% (K3) 4% (K1) 5% (K2) 6% (K3) 7% (P1) J1K1P1 J1K2P1 J1K3P1 J2K1P1 J2K2P1 J2K3P1 8% (P2) J1K1P2 J1K2P2 J1K3P2 J2K1P2 J2K2P2 J2K3P2 Tabel 2. Komposisi formula dari kombinasi perlakuan yang dicoba Kombinasi perlakuan
J1K1P1 J1K1P2 J1K2P1 J1K2P2 J1K3P1 J1K3P2 J2K1P1 J2K1P2
Jamur tiram putih (%) 65 65 65 65 65 65 70 70
E. Pati cotonii singkong (%) (%)
Telur (%)
Konsentrat protein kedelai (%)
Bumbu Air es (%) (%)
Total formula (100)
4 5 6 4 5 6 4 5
10 10 10 10 10 10 10 10
2 2 2 2 2 2 2 2
2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
100 100 100 100 100 100 100 100
4 5 6 4 5 6 4 5
9,5 8,5 7,5 8,5 7,5 6,5 4,5 3,5
4
J2K2P1 J2K2P2 J2K3P1 J2K3P2
70 70 70 70
6 4 5 6
6 4 5 6
10 10 10 10
2 2 2 2
2,5 2,5 2,5 2,5
2,5 3,5 2,5 1,5
100 100 100 100
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan faktorial dengan rancangan dasar rancangan acak lengkap. Model linier dari percobaan faktorial dengan rancangan dasar RAL adalah sebagai berikut (Steel et al., 1997). Yijkl = μ + αi + βj + γk + (αβ)ij + (αγ)ik + (βγ)jk + (αβγ)ijk + εijk
Peubah : Peubah yang diamati terdiri dari : 1) sifat fisik yaitu kekenyalan yang diukur dengan penetrometer; 2) sifat kimia yaitu kadar air, kadar protein total, dan kadar serat kasar (AOAC, 1995); 3) sifat sensori dengan metode rating hedonik menggunakan atribut sensori yang terdiri dari tingkat kekenyalan, intensitas warna, kekuatan aroma jamur, kekuatan rasa jamur, dan tingkat kesukaan dengan jumlah panelis yaitu 20 orang panelis semi terlatih (Meillgaard, 1999). Teknik Analisis Data Teknik analisis data baik data fisikokimiawi maupun sensori dilakukan dengan ANOVA menggunakan software SPSS 14. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan pada tiap unit percobaan terhadap variabel yang diamati, dilakukan uji pembedaan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT). Produk terbaik dipilih berdasarkan hasil analisis dengan Uji Efektifitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Hasil analisis ragam pengaruh kadar jamur tiram putih (J), kadar euchema cotonii (K) dan kadar pati singkong (P) serta interaksi antara ketiganya terhadap karakteristik fisikokimia dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data pada Tabel 3, nampak bahwa kadar jamur tiram putih berpengaruh sangat nyata pada kadar air, berpengaruh nyata pada kadar protein, namun tidak berpengaruh nyata pada kadar serat kasar dan tingkat kekenyalan. Peningkatan penggunaan jamur tiram putih dalam pembuatan bakso dari 65% menjadi 70% menyebabkan peningkatan kadar protein (dari 5,14% menjadi 5,98%), serat kasar (dari 2,98% menjadi 3,11%) dan tingkat kekenyalan (dari 11,54 mm/g/s menjadi 17,46 mm/g/s); namun kadar air mengalami penurunan (dari 82,72% menjadi 80,73%). Sifat kimia bakso ini dapat dikaitkan dengan komposisi jamur tiram putih, yaitu mengandung protein 3,5%; lemak 0,1%; karbohidrat 0,63%; serat kasar 3,44%; abu 0,82%; dan air 89,6% (BPPT, 2004 dalam Tjokrokusumo, 2008). Kadar protein yang tinggi dalam jamur tiram putih berkontribusi pada kekenyalan bakso seperti halnya kekenyalan pada bakso yang terbuat dari daging ternak seperti daging sapi. Protein berperan dalam meningkatkan water holding capacity, yaitu kemampuan bahan berprotein dalam mempertahankan dan mengikat air selama pemasakan sehingga akan menurunkan cooking loss dan menghasilkan produk yang empuk, kenyal, dan juicy (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Kadar rumput laut jenis E. cotonii berpengaruh nyata pada kadar serat kasar, namun tidak berpengaruh nyata pada kadar air, kadar protein, dan tingkat kekenyalan. Secara umum, peningkatan penggunaan E. cotonii dalam pembuatan bakso dari 4% menjadi 5% dan 6% menyebabkan peningkatan kadar protein (dari 5,02% menjadi 5,9%) dan kadar serat kasar (dari 3,28% menjadi 3,78%), namun kadar air menurun (dari 82,03% menjadi 81,10%). Kekenyalan mengalami peningkatan pada penggunaan E. cotonii dari 4% menjadi 5% (dari 11,38 mm/g/s menjadi 20,46 mm/g/s) namun menurun kembali pada penggunaan E. cotonii 6% (menjadi 11,67 mm/g/s). Sifat kimia bakso dengan penambahan bahan pengikat rumput laut jenis E. cotonii dapat dikaitkan dengan komposisi E. cotonii, yaitu mengandung karbohidrat 51,32%; serat kasar 5,4%; air 24,36%; abu
5
15,66%; protein 2,85%; dan lemak 0,41% (Imeson, 2000). Karakteristik kekenyalan bakso dengan penambahan E. cotonii dihubungkan dengan komposisi karagenan sebagai komponen utama E. cotonii, yaitu terdiri dari ikatan berulang antara gugus galaktosa dengan 3,6-anhidrogalaktosa, keduanya baik yang berikatan dengan sulfat maupun tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik α(1,3) dan β-(1,4) (Imeson, 2000). Karagenan mampu mengikat air dan komponen lain yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik dan menciptakan stabilitas tekstur pada produk pangan dengan kemampuannya membentuk gel dan mempertahankan kekenyalan pada konsentrasi optimumnya, khusunya kappa karagenan dan iota karagenan. Di atas konsentrasi optimumnya, kemampuan karagenan dalam menstabilkan tekstur produk akan menurun, khususnya karagenan yang berada dalam kondisi yang tidak dimurnikan (masih berbentuk rumput laut E. cotonii). Jenis lambda karagenan tidak memiliki kemampuan dalam membentuk gel. Bila konsentrasi lambda karagenan dalam E. cotonii tinggi, maka peningkatan konsentrasi E. cotonii justru akan menurunkan kekenyalan dan stabilitas tekstur produk. Tabel 3. Hasil analisis ragam variabel fisikokimia bakso jamur tiram putih Kode Perlakuan K.air Protein Kadar serat Kekenyalan (mm/g/s) (% bb) total kasar (% bb) (% bb) Kadar jamur tiram putih J1 82,72a 5,14b 2,98 11,54 J2 80,73b 5,98a 3,11 17,46 Kadar E. cotonii K1 82,04 5,02 3,28a 11,38 K2 82,03 5,77 3,06a 20,46 b K3 81,10 5,90 3,78 11,67 Kadar pati singkong P1 82,29a 5,42 3,09 11,48 P2 81,16b 5,70 2,99 17,52 Kombinasi Perlakuan J1K1P1 82,89 4,55cd 3,38a 11,27 J1K1P2 82,37 6,22abc 3,43a 11,57 J1K2P1 84,95 5,49bcd 3,17abc 11,00 J1K2P2 81,68 4,71cd 2,50bc 12,07 J1K3P1 82,15 5,65bcd 2,67cde 11,87 d de J1K3P2 82,26 4,24 2,62 11,47 J2K1P1 82,29 6,86ab 3,55a 12,00 J2K1P2 80,56 5,96bcd 2,77bcde 10,67 J2K2P1 81,14 5,12cd 3,13abcd 11,27 J2K2P2 80,38 7,75a 3,37a 47,50 J2K3P1 80,30 4,85cd 2,63de 11,47 J2K3P2 79,69 5,35bcd 3,20ab 11,87 [sh6]Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5%. Kadar pati singkong berpengaruh nyata pada kadar air namun tidak berpengaruh nyata pada kadar protein, kadar serat kasar, dan tingkat kekenyalan. Peningkatan penggunaan pati singkong dalam pembuatan bakso tiram putih menyebabkan peningkatan kadar protein (dari 5,42% menjadi 5,70%) dan tingkat kekenyalan (dari 11,48 mm/g/s menjadi 17,52 mm/g/s); namun kadar air dan kadar serat kasar menurun. Kadar air menurun dari 82,29% menjadi 81,16%; sedangkan kadar serat kasar menurun dari 3,09% menjadi 2,99%. Penurunan kadar air seiring dengan penambahan kadar pati singkong disebabkan karena jumlah air es yang digunakan dalam pembuatan bakso juga menurun seiring dengan penambahan kadar pati singkong. Secara rinci data tentang formulasi bakso dari seluruh kombinasi perlakuan yang dicoba dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Pati singkong
6
dalam pembuatan bakso berfungsi sebagai bahan pengisi. Kemampuan pati singkong sebagai bahan pengisi sangat ditentukan oleh komposisi amilosa dan amilopektin. Pati singkong terdiri dari 29,01% amilosa dan 69,06% amilopektin (Mulyandari, 1992). Tingginya amilopektin dalam pati singkong menjadikan pati singkong baik digunakan sebagai bahan pengisi karena pati singkong memiliki karakteristik seperti amilopektin, yaitu : 1) dalam bentuk pasta, amilopektin menunjukkan penampakan yang sangat jernih sehingga dapat meningkatkan performa produk akhir; 2) pada suhu normal, pasta dari amilopektin tidak mudah menggumpal atau mengeras; 3) mempunyai daya rekat yang tinggi (Mitolo, 2006 dalam Gaonkar dan McPherson, 2006[sh7]). Interaksi antara kadar jamur tiram putih, kadar rumput laut jenis euchema cotonii dan kadar pati singkong berpengaruh nyata pada kadar protein dan kadar serat kasar, namun tidak berpengaruh nyata pada kadar air dan tingkat kekenyalan (Gambar 1 dan Gambar 2). Produk bakso jamur tiram putih yang dihasilkan dari seluruh kombinasi perlakuan yang dicoba memiliki kisaran kadar air 79,69%84,95%; kadar protein 4,24%-7,75%; kadar serat kasar 2,50%-3,55%; tingkat kekenyalan 10.67 mm/g/s – 47,50 mm/g/s. Secara umum, kadar air akan berkurang seiring dengan peningkatan kadar ingredien yang digunakan, baik jamur tiram putih (65-70%), rumput laut jenis euchema cotonii (46%), maupun pati singkong (7-8%). Hal ini disebabkan karena berkurangnya jumlah air yang digunakan seiring dengan peningkatan kadar ketiga ingredien tersebut (Tabel 2). Kontribusi terbesar protein dan serat kasar berasal dari jamur tiram putih. Tingkat kekenyalan disumbangkan oleh interaksi yang sinergis antara rumput laut jenis euchema cotonii, pati singkong dan jamur tiram putih. Berdasarkan karakteristik fisikokimia produk, kombinasi perlakuan J2K2P2 (kadar jamur tiram putih 70%, kadar rumput laut euchema cotonii 5%, dan kadar pati singkong 8%) merupakan produk terbaik. Produk ini memiliki kadar protein tertinggi 7,75%, tingkat kekenyalan tertinggi 47,5 mm/g/s, kadar serat kasar 3,37%, dan kadar air 80,38%.
Gambar 1. Kadar protein total dari seluruh kombinasi perlakuan yang dicoba
Gambar 2. Kadar serat kasar dari seluruh kombinasi perlakuan yang dicoba
Sifat Sensori
7
Hasil analisis ragam pengaruh kadar jamur tiram putih (J), kadar rumput laut jenis euchema cotonii (K) dan kadar pati singkong (P) serta interaksi antara ketiganya terhadap karakteristik sensori dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan data pada Tabel 4 nampak bahwa kadar jamur tiram putih berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kekenyalan dan kesukaan, berpengaruh nyata pada kekuatan aroma jamur dan kekuatan rasa jamur, namun tidak berpengaruh nyata pada intensitas warna. Peningkatan penggunaan jamur tiram putih dari 65% menjadi 70% menyebabkan peningkatan intensitas warna (dari skor 2,59 menjadi 2,72), tingkat kekenyalan (dari skor 2,59 menjadi 2,96), kekuatan aroma jamur (dari skor 2,74 menjadi 2,99), kekuatan rasa jamur (dari skor 2,64 menjadi 2,93) dan kesukaan (dari skor 2,97 menjadi 3,19). Tingkat kekenyalan yang diukur secara sensori memiliki korelasi positif dengan tingkat kekenyalan yang diukur secara fisik dengan penetrometer. Keduanya menunjukkan hasil yang sama yaitu dengan peningkatan kadar jamur tiram putih, tingkat kekenyalan meningkat (Tabel 3 dan Tabel 4). Kontribusi kekenyalan berasal dari kandungan protein jamur tiram putih yaitu sebesar 3,15% bb (Tjokrokusumo, 2008). Kekuatan aroma jamur dan rasa jamur berasal dari komponen asam-asam amino penyusun protein terutama yaitu asam aspartat dan glutamate yang memiliki karakter khas daging dan umami (rasa gurih). Jamur tiram putih memiliki 0,2% bb asam aspartat; 0,74% bb glutamate; 0,05% bb histidin; 0,16% bb glisin; 0,03% bb tirosin; 0,08% bb metionin; 0,08% bb fenilalanin; 0,15% bb leusine; dan 0,11% bb lisin (Tjokrokusumo, 2008). Hasil survai yang dilakukan oleh Andayani (1999) menunjukkan bahwa salah satu karakteristik bakso yang disukai konsumen, dalam hal ini adalah bakso daging sapi, yaitu aroma khas daging yang kuat dan rasa yang gurih. Tabel 4. Hasil analisis ragam variabel sensori bakso jamur tiram putih Kode Perlakuan Warna Kekenyalan Aroma jamur Kadar jamur tiram putih J1 2,59 2,59b 2,74b J2 2,72 2,96a 2,99a Kadar E. cotonii K1 2,59 2,65b 2,82 K2 2,66 2,75ab 2,83 a K3 2,72 2,94 2,95 Kadar pati singkong P1 2,58 2,59b 2,79 P2 2,73 2,97a 2,94 Kombinasi Perlakuan J1K1P1 2,38 2,37 2,52 J1K1P2 2,80 2,82 2,78 J1K2P1 2,32 2,08 2,65 J1K2P2 2,75 2,82 2,78 J1K3P1 2,63 2,55 2,75 J1K3P2 2,67 2,93 2,93 J2K1P1 2,53 2,70 2,88 J2K1P2 2,63 2,70 3,08 J2K2P1 2,80 2,78 2,92 J2K2P2 2,78 3,30 2,97 J2K3P1 2,83 3,03 3,00 J2K3P2 2,73 3,25 3,10 [sh8] Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom berbeda pada taraf 5%.
Rasa jamur
Kesukaan
2,64b 2,93a
2,97b 3,19a
2,72 2,75 2,90
2,97b 3,09ab 3,19a
2,73 2,84
3,01b 3,16a
2,33 2,75 2,73 3,05 2,50 2,83 2,72 3,02 2,83 3,05 2,73 3,12 2,78 3,02 3,02 3,05 2,97 3,10 2,80 3,40 2,95 3,30 3,07 3,30 yang sama menunjukkan tidak
Kadar rumput laut jenis E. cotonii berpengaruh nyata pada tingkat kekenyalan dan kesukaan, namun tidak berpengaruh nyata pada intensitas warna, kekuatan aroma jamur, dan kekuatan rasa jamur . Peningkatan penggunaan E. cotonii dari 4% menjadi 5% dan 6% menyebabkan peningkatan
8
intensitas warna (dari skor 2,59 menjadi 2,72), tingkat kekenyalan (dari skor 2,65 menjadi 2,94), kekuatan aroma jamur (dari skor 2,82 menjadi 2,95), kekuatan rasa jamur (dari skor 2,72 menjadi 2,90), dan kesukaan (dari skor 2,97 menjadi 3,19). Seperti halnya pengaruh kadar jamur tiram putih, pengaruh kadar E. cotonii terhadap tingkat kekenyalan secara sensori ternyata juga memiliki korelasi positif dengan tingkat kekenyalan yang diukur secara fisik dengan penetrometer. Keduanya menunjukkan hasil yang sama yaitu dengan peningkatan kadar E. cotonii, tingkat kekenyalan meningkat (Tabel 3 dan Tabel 4). Peningkatan terhadap tingkat kesukaan bakso seiring dengan peningkatan kadar E. cotonii disebabkan karena karakteristik kekenyalannya yang meningkat. Hasil survai yang dilakukan oleh Andayani (1999) menunjukkan bahwa salah satu karakteristik bakso yang disukai konsumen, dalam hal ini adalah bakso daging sapi, yaitu tekstur yang empuk dan agak kenyal. Peningkatan aroma dan rasa jamur seiring dengan meningkatnya kadar E. cotonii disebabkan karena euchema cotonii yang komponen utama penyusunnya adalah karagenan memiliki gugus yang bersifat hidofilik dan hidrofobik yang dapat berikatan dengan komponen lain khususnya komponen pembawa aroma dan rasa yang berasal dari asam-asam amino dari jamur tiram putih. Kadar pati singkong berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kekenyalan, berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan, namun tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas warna, kekuatan aroma jamur, dan kekuatan rasa jamur. Peningkatan penggunaan pati singkong dari 7% menjadi 8% menyebabkan peningkatan intensitas warna (dari skor 2,58 menjadi 2,73), tingkat kekenyalan (dari skor 2,59 menjadi 2,97), kekuatan aroma jamur (dari skor 2,79 menjadi 2,94), kekuatan rasa jamur (dari skor 2,73 menjadi 2,84), dan tingkat kesukaan (dari skor 3,01 menjadi 3,16). Seperti halnya pengaruh kadar jamur tiram putih dan kadar euchema cotonii, pengaruh kadar pati singkong terhadap tingkat kekenyalan secara sensori ternyata juga memiliki korelasi positif dengan tingkat kekenyalan yang diukur secara fisik dengan penetrometer. Keduanya menunjukkan hasil yang sama yaitu dengan peningkatan kadar pati singkong, tingkat kekenyalan meningkat (Tabel 3 dan Tabel 4). Peningkatan terhadap tingkat kesukaan bakso seiring dengan peningkatan kadar pati singkong disebabkan karena karakteristik kekenyalannya yang meningkat, seperti halnya pengaruh kadar euchema cotonii yang telah diuraikan sebelumnya. Dan masih sama seperti pengaruh kadar euchema cotonii, peningkatan aroma dan rasa jamur seiring dengan meningkatnya kadar pati singkong disebabkan karena pati singkong yang terdiri dari komponen amilosa dan amilopektin mampu mengikat komponen aroma dan rasa yang berasal dari asam-asam amino penyusun protein jamur, terutama komponen yang bersifat hidrofilik. Interaksi antara ketiga factor yang dicoba tidak berpengaruh nyata pada semua atribut sensori yang diuji, yaitu warna, kekenyalan, aroma dan rasa jamur, serta kesukaan. Produk bakso jamur tiram putih yang dihasilkan dari seluruh kombinasi perlakuan yang dicoba memiliki kisaran skor warna 2,32-2,83 (putih keabuan – putih); skor kekenyalan 2,08-3,30 (sedikit kenyal – agak kenyal); skor aroma jamur 2,52-3,10 (sedikit kuat – agak kuat); skor rasa jamur 2,33-3,07(sedikit kuat – agak kuat); skor kesukaan 2,75-3,4 (sedikit suka – agak suka) (Gambar 3). Kesukaan panelis terhadap bakso nampaknya ditentukan oleh kekenyalan produk, aroma dan rasa jamur. Makin kenyal, panelis makin suka; sedangkan aroma dan rasa jamur yang tidak terlalu menonjol lebih disukai. Berdasarkan karakteristik sensori produk, kombinasi perlakuan J2K2P2 (kadar jamur tiram putih 70%, kadar rumput laut E. cotonii 5%, dan kadar pati singkong 8%) merupakan produk terbaik. Produk ini memiliki skor warna 2,78 (putih keabuan); skor kekenyalan tertinggi 3.30 (agak kenyal); skor aroma jamur 2,97 (agak kuat); skor rasa jamur 2,80 (agak kuat), dan skor kesukaan 3,4 (agak suka).
9
Gambar 3. Skor sensori dari seluruh kombinasi perlakuan yang dicoba KESIMPULAN Formula yang terdiri dari kadar jamur tiram putih 70%, kadar rumput laut E. cotonii 5%, dan kadar pati singkong 8% menghasilkan bakso dengan nilai skor kesukaan tertinggi yaitu 3,4 (agak suka), tingkat kekenyalan secara fisik tertinggi yaitu 47,5 mm/g/s, skor kekenyalan secara sensori tertinggi yaitu 3,30 (agak kenyal), dan kadar protein tertinggi yaitu 7,75%. Karakteristik lain dari produk terbaik yaitu kadar serat kasar 3,37%; kadar air 80,38%; skor aroma jamur 2,97 (agak kuat); skor rasa jamur 2,80 (agak kuat), dan skor warna 2,78 (putih keabuan). Produk yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif pangan fungsional karena produk dibuat dari bahan nabati tinggi protein, rendah lemak, dan tinggi serat pangan.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pusat Penelitian Pangan, Gizi, dan Kesehatan, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unsoed atas dukungan dana yang diberikan untuk kelancaran pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Andayani, R.Y. 1999. Standarisasi bakso sapi berdasarkan kesukaan konsumen (studi kasus bakso di wilayah DKI Jakarta). Skripsi. Fateta IPB, Bogor Ariyadi,S. 2004. Pembuatan Dodol Rumput Laut. 2004. Kanisus, Yogyakarta. American Dietetic Association. 1999. Functional Foods-Position of ADA. J.Am.Diet. Assoc (42)7 : 1278-1286. Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of AOAC International. Sixteenth Editon, 4th Revision,Volume II. Association of Official Analytical Chemist, Maryland. Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3818 : Bakso daging. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta Djarijah, N.M dan S.D. Abbas. 2006. Budidaya Jamur Tiram.Kanisius. Yogyakarta Gaonkar, A.G. dan McPherson, A (editor). 2006. Ingredient interactions : Effect on food quality. CRC Press, Boca Raton Imeson, A.P. 2000. Carrageenan. Dalam GO Phillips dan PA Williams (Eds). Handbook of Hydrrocolloids. CRC Press, New York. Karsono, K. 2006. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Bakso Gluten Subtitusi Jamur Tiram Putih.Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. 59-60 Hal. (Tidak dipublikasikan) Meilgaard, G.V. Civille, dan B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. CRC Press, Boca Raton Mitolo, J.J. 2006. Starch selection and interaction in foods. Di dalam Gaonkar, A.G. dan McPherson, A (editor). 2006. Ingredient interactions : Effect on food quality. CRC Press, Boca Raton
10
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1989. Petunjuk laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor Mulyandari, S.H. 1992. Kajian perbandingan sifat-sifat pati umbi-umbian dan pati biji-bijian. Skripsi. Fateta IPB, Bogor Sari, I. 2004. Variasi Penambahan Tapioka dan STPP pada Pembuatan Bakso Lele Dumbo. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. 8 Hal. (Tidak dipublikasikan). Steel R, J. Torri, D. Dickey. 1997. Principles and Procedures of Statistics: A Biometrical Approach, 3rd ed., McGraw Hill Book Co., New York, USA. Sunarlim, R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapid an pengaruh penambahan natrium klorida dan natrium tripolipospat terhadap perbaikan mutu. Disertasi. IPB, Bogor Tjokokusumo,D. 2008. Jamur Tiram untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Rehabilitasi Lingkungan. Jurnal Pusat Teknologi Bioindustri Badan Pengkaji dan Penerapan Teknologi. Vol 4. No 1 hal 53-62. Widyastuti dan Koesnandar. 2005. Shitake dan Jamur Tiram Penghambat Tumor dan Penurun Kolesterol. Agromedia pustaka. Jakarta Winarno, F.G., 2000. Potensi dan Peran tepung-tepungan bagi Industri Pangan dan Program Perbaikan Gizi. Makalah pada Sem Nas Interaktif: Penganekaragaman Makanan untuk Memantapkan ketersediaan pangan.