Chem Info Vol 1, No 1, Hal 18 – 26, 2013 Kitin Sebagai Bahan Dasar Drug Delivery: Studi Interaksi Molekul Kitin dengan Vitamin C secara Ab Initio (Chitin as Base Material of Drug Delivery: Study of Interaction Chitin Molecule with Vitamin C by Ab Initio) Army Putra Satriya P, Tri Windarti, Parsaoran Siahaan *) Laboratorium Kimia Fisik, Jurusan Kimia, FSM, Universitas Diponegoro *) Korespondensi penulis; email :
[email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang studi interaksi molekul kitin dengan vitamin C secara ab initio. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan energi interaksi antara segmen dimer kitin dengan vitamin C pada konfigurasi berbeda. Metode yang digunakan adalah metode komputasi ab initio pada tingkat teori dan basis set RHF/6-31G(d,p). Hasil perhitungan menunjukkan energi interaksi antara segmen dimer kitin..vitamin C pada konfigurasi 1 dan konfigurasi 2 mempunyai energi interaksi masing-masing sebesar -89,299 kJ/mol atau sebesar -21,343 kkal/mol, dan -49,381 kJ/mol atau sebesar -11,802 kkal/mol. Konfigurasi yang lebih stabil adalah interaksi antara dimer kitin dan vitamin C pada konfigurasi 1 karena memiliki energi interaksi yang lebih besar daripada konfigurasi 2. Hal ini membuktikan bahwa pada konfigurasi 1 lebih berpotensi digunakan sebagai zat pembawa dalam drug delivery. Kata kunci : kitin, vitamin C, ab initio, energi interaksi ABSTRACT The research has been done on theoritical study interaction between chitin molecule and vitamin C by ab initio. The aims of this research is to determine interaction energy between segment chitin and vitamin C in specific configuration by ab initio. The method that used is ab initio quantum mechanical calculations at theoritical level and basis sets RHF/6-31G (d, p). The result of calculation showed interaction energy between dimer chitin segment…vitamin C on first configuration has interaction energy -89,299 kJ/mol or -21,343 kkal/mol and second configuration has interaction energy -49,381 kJ/mol or -11,802 kkal/mol. Configuring the more stable is the interaction between dimer chitin and vitamin C in configuration 1 because it had a greater interaction energy than configuration 2. This proved that the configuration of one more potential use as carriers in drug delivery. Keywords : chitin, vitamin C, ab initio, interaction energy Pendahuluan Latar Belakang Kebutuhan akan obat sampai saat ini masih sangat tinggi, begitu juga pada perkembangan teknologi dibidang farmasi juga semakin berkembang. Obat yang telah banyak digunakan dinilai masih kurang efektif agar tepat sasaran untuk menghancurkan sel penyakit, sehingga dibutuhkan suatu cara untuk merancang obat agar bisa tepat guna. Salah satu cara yang digunakan biasa dikenal dengan nama drug delivery. Drug delivery ini bertujuan untuk mengurangi potensi kelebihan dosis obat serta menjaga konsentrasi obat dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, yaitu dengan memasukkan polimer (sintesis maupun alami) kedalam obat atau zat aktif lainnya. Jumlah zat aktif atau obat ini yang dikeluarkan kemudian akan dikontrol (Ansel, dkk., 2005). Pengunaan polimer sebagai material pembawa (carrier) akan meminimalkan kemungkinan terjadinya keracunan akibat tak terurainya material pembawa atau akibat dari produk-produk samping hasil degradasi yang tidak diinginkan, sehingga akan meminimalkan potensi terjadinya operasi. Penggunaan polimer juga memiliki nilai ekonomis karena harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan formulasi–formulasi farmasi tradisional (Ansel, dkk., 2005). Kitin merupakan polimer kedua terbesar di alam setelah selulosa (Finke, 2007). Struktur murni kitin merupakan homo polimer N -acetylglucosamine yang linier disambungkan oleh ikatan glikosida (Merzendorfer, 2011). Kitin juga memiliki sifat biocompatible, biodegradable dan ditambah lagi memiliki toksisitas yang rendah (Jayakumar, dkk., 2010). 18
Chem Info Vol 1, No 1, Hal 18 – 26, 2013 Kitin juga telah diketahui digunakan sebagai material biomedik yang potensial untuk penyembuhan luka, kulit buatan, jahitan luka dan drug carrier (pembawa obat) (Phonwong,dkk., 2000). Sejak Kitin diketahui tidak berbahaya bagi makhluk hidup, polimer ini mulai digunakan sebagai obat (Dutta dkk., 2004). Teknologi pelepasan terkontrol yang muncul pada tahun 1980an menunjukkan manfaat yang signifikan. Sistem delivery kitin terkontrol pada tahap pengembangan dan sedang digunakan pada bermacam variasi reagen dalam beberapa lingkungan (Dutta dkk., 2004). Interaksi kitin pada tingkat molekular dapat dipelajari dengan menggunakan metode pemodelan, misalnya komputasi ab initio. Pada penelitian ini memodelkan segmentasi kitin dengan vitamin C. Vitamin C (asam askorbat) merupakan vitamin yang larut dalam air dan penting dalam pembentukan kolagen. Kolagen merupakan protein yang memberi struktur pada tulang, otot, dan saluran darah. Vitamin C memainkan peranan terpenting sebagai anti oksidan dan pembersih radikal bebas. Oleh karena itu, vitamin C telah digunakan secara meluas dalam farmasi, kimia, kosmetik, dan industri makanan (Yilmaz, dkk., 2008). Vitamin C telah diketahui tidak stabil dalam larutan berair. Ketidakstabilan ini karena teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbik dimana reaksi ini termasuk reaksi yang reversible (Yilmaz dkk, 2008). Sifat tersebut menyebabkan konsumsi vitamin C yang terlalu banyak hanya akan membuat vitamin C terserap sebagian oleh tubuh kemudian dikeluarkan melalui keringat maupun urine. Oleh sebab itu, diperlukan zat pembawa yang bisa menyimpan sementara vitamin C dalam tubuh. Dengan demikian, pemakaian vitamin ini menjadi lebih efisien, sehingga pada kedua molekul ini (kitin dan vitamin C) dapat ditinjau dari interaksi antar molekulnya.
Penelitian kali ini digunakan pemodelan interaksi segmen kitin dengan vitamin C secara komputasi ab initio. Studi interaksi antara kitin dengan vitamin C bertujuan untuk memahami sifat-sifat kitin, sehingga dapat diketahui potensinya sebagai drug carrier. Energi interaksi dan konfigurasi kitin dengan vitamin C sangat menentukan sifat interaksi kedua molekul tersebut. Tujuan penelitian adalah mengetahui energi interaksi antara segmen dimer kitin dengan vitamin C pada konfigurasi tertentu dengan metode komputasi ab initio. Metode Penelitian Komputasi Langkah pertama melakukan perhitungan optimasi molekul vitamin C. Kedua melakukan optimasi model interaksi segmen dimer kitin dengan vitamin C konfigurasi 1 dan 2, segmen dimer kitin telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Perhitungan ab initio pada teori dan basis set RHF/631G(d,p) dengan software Gaussian-03W berbasis Linux. Energi interaksi, Eint dihitung sebagai fungsi jarak R dengan rumus:
EAB = molekul asosiasi AB EA = molekul tunggal A EB = molekul tunggal B Hasil dan Pembahasan Sifat-sifat molekul tunggal Hasil perhitungan pada basis set RHF/6-31G(d,p), harga energi segmen dimer kitin adalah 4 -1 sebesar -408,1697.10 kJmol (-1554,635 Hartees) dan momen dipol sebesar 3,090 Debye. Basis set dan tingkat teori perhitungan yang digunakan akan menentukan besarnya parameter sifat-sifat molekul seperti energi, momen dipol, dan muatan atom. Vitamin C mempunyai energi dan momen dipol dengan nilai sebesar -414,4964973 Hartree dan 2,1336 Debye. Dengan energi yang telah negatif dapat dikatakan kedua molekul tunggal tersebut telah stabil, dan dapat saling berinteraksi karena kedua molekul mempunyai momen dipol yang besar. Geometri molekul menetukan energi dan momen dipol molekul. Energi molekul akan turun sampai ke tingkat energi yang mininmum (negatif) setelah mengalami optimasi, sehingga molekul tersebut dikatakan stabil. Distribusi muatan (Skala Mulliken) atom-atom penyusunjuga mendapatkan tinjauan tersendiri, seperti pada Tabel 1, dari hasil optimasi vitamin CH14 memiliki muatan yang lebih positif daripada H15, yaitu +0,357 berbanding dengan +0,192. Hal ini disebabkan oleh pengaruh sifat atom yang berikatan dengan dengan atom H. Pada atom O10 yang 19
Chem Info Vol 1, No 1, Hal 18 – 26, 2013 berikatan dengan atom H14 lebih memiliki kemampuan dalam menarik elektron H, daripada atom C5 yang berikatan dengan H15, sehingga atom H14 lebih bernilai positif karena lebih kekurangan elektron.
Keterangan:
= atom C,
= atom H,
= atom O, dan
= atom N
(a) (b) Gambar 1 Struktur optimasi geometri vitamin C (a)tingkat teori RHF/6-31G (d,p), 5
-1
E= -17,881.10 kJmol (b) Struktur Lewis nikotinamida Pada optimasi geometri vitamin C, molekul-molekul didalamnya mengalami konformasi sehingga didapatkan posisi atau letak atom yang paling stabil tentunya dengan parameter-parameter seperti panjang ikatan, sudut ikatan dan sudut dihedral. Jarak ikatan pada single bond O10-H14 memiliki panjang 0,946 Å, sedangkan pada double bond C3-C4 memiliki panjang ikatan 1,321 Å. Sudut ikatan dari o hasil perhitungan pada H13-O9-C3 sebesar 108,849 , sedangkan sudut dihedral pada H13-O9-C3-C4 o bernilai -176,406 . Hal ini menunjukkan geometri pada cincin molekul vitamin C linier. Tabel 1 Distribusi muatan (skala Mulliken) atom-atomvitamin C Atom O1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 O8 O9 O10
Muatan -0,667 0,705 0,273 0,299 0,177 0,221 0,052 -0,528 -0,621 -0,594
Atom O11 O12 H13 H14 H15 H16 H17 H18 H19 H20
Muatan -0,721 -0,537 0,357 0,357 0,192 0,339 0,303 0,246 0,032 0,114
Kitin merupakan suatu sistem polimer yang besar, untuk pemodelan komputasi dalam penelitian ini dilakukan hanya pada dimernya. Hal yang mendasari perlakuan ini, karena struktur polimer kitin merupakan pengulangan dari unit dimer kitin, sehingga cukup memberikan pendekatan interaksi antarmolekul yang terjadi dalam kitin. Selain itu, jika ingin melakukan perhitungan pada molekul yang lebih besar diperlukan kapasitas komputer dan metode yang lebih tinggi. Pada hasil perhitungan optimasi, dimer kitin memiliki panjang ikatan pada H43-O29 sebesar 4,159 Å dimana termasuk pada jenis ikatan hidrogen sedang (Jeffrey, 1997). Sudut ikatan yang dibentuk antara O6-C1-O15 sebesar 107,462º sedangkan sudut dihedral yang dibentuk antara O6-C1-O15-C16 sebesar -108,191º dimana merupakan 20
Chem Info Vol 1, No 1, Hal 18 – 26, 2013 ikatan glikosida. Adanya gaya-gaya tolakan antara atom penyusun segmen dimer kitin menyebabkan struktur molekulnya berbentuk struktur kursi.
(a) Keterangan:
= atom C,
= atom H,
= atom O, dan
= atom N
(b) Gambar 2 Struktur optimasi geometri dimer kitin(a) tingkat teori RHF/6-31G**, 4
E= -408,170.10 kJ/mol (Rahmani, 2011) (b) Struktur Lewis kitin Sifat-Sifat Interaksi Antarmolekul Banyaknya situs aktif yang terdapat pada struktur kitin maupun vitamin C, maka optimasi dapat dilakukan pada banyak sekali konfigurasi, tetapi pada penelitian ini dilakukan pada dua konfigurasi berbeda. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa interaksi geometri dimer kitin...vitamin C konfigurasi 1 -1 mempunyai energi sebesar -89,299 kJmol dan momen dipol sebesar 6,538 Debye. Hasil perhitungan optimasi ini juga menunjukkan adanya interaksi antara dimer kitin...vitamin C, hal itu dibuktikan dengan terbentuknya beberapa ikatan hidrogen yang terjadi (gambar 2). Atom O29 pada molekul kitin berinteraksi dengan atom H58 pada vitamin C dengan panjang ikatan sebesar 2,027 Å dimana termasuk dalam ikatan hidrogen jenis lemah. Disisi lain, juga terbentuk ikatan hidrogen yaitu pada atom H47 pada molekul kitin yang berinteraksi dengan O68 pada molekul vitamin C dengan panjang ikatan sebesar 2,750 Å. Begitu juga pada atom O27 dari molekul kitin berinteraksi dengan atom H76 pada vitamin C dengan panjang ikatan sebesar 2,006 Å, kedua ikatan hidrogen ini juga termasuk ikatan hidrogen jenis lemah (Jeffrey, 1997).
21
Chem Info Vol 1, No 1, Hal 18 – 26, 2013
Keterangan: = atom C, = atom H, = atom O, dan atom N Gambar 4 Struktur Optimasi Geometri Dimer kitin...vitamin C Konfigurasi 1, (tingkat -1 teori RHF/6-31G (d,p), E = (-89,299 kJmol )) Pada konfigurasi 2, optimasi ini interaksi dilakukan pada atom hidrogen yang berikatan pada cincin vitamin C dengan atom oksigen pada struktur dimer kitin. Atom H58 pada vitamin C berinteraksi dengan atom O22 pada molekul dimer kitin. Posisi dari vitamin C pada konfigurasi 2 juga berbeda yaitu berada pada sisi kanan dari molekul dimer kitin. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa interaksi geometri dimer kitin...vitamin C konfigurasi 2 -1 mempunyai energi sebesar -49,381 kJmol dan momen dipol sebesar 4,617 Debye. Pada optimasi interaksi geometri dimer kitin...vitamin C konfigurasi 2 energi yang cukup berbeda optimasi interaksi geometri dimer kitin...vitamin C konfigurasi 1, hal ini menunjukkan bahwa perubahan posisi antara molekul dimer kitin dengan vitamin C sangat berpengaruh. Semakin besar energi interaksi antara segmen dimer kitin dengan vitamin C akan menyebabkan segmen dimer kitin sulit melepaskan molekul vitamin C, sedangkan semakin lemah energi interaksi akan menyebabkan semakin mudah segmen dimer kitin melepaskan molekul vitamin C. Perbedaan konfigurasi mempengaruhi kekuatan ikatan dari interaksi dimer kitin...vitamin C. Pada interaksi dimer kitin...vitamin C konfigurasi 1 lebih stabil dari pada interaksi dimer kitin...vitamin C konfigurasi 2, sehingga dapat dikatakan interaksi dimer kitin...vitamin C konfigurasi 1 lebih berpotensi digunakan sebagai zat pembawa dalam drug delivery, tetapi dibutuhkan lebih banyak lagi konfigurasi perhitungan interaksi dimer kitin...vitamin C untuk menunjukkan potensi kitin sebagai zat pembawa dalam drug delivery.
Keterangan: = atom C,
= atom H, 22
= atom O, dan
atom N
Chem Info Vol 1, No 1, Hal 18 – 26, 2013 Gambar 5 Struktur Optimasi Geometri Dimerkitin...vitamin C Konfigurasi 2 -1
hasil perhitungan tingkat teori RHF/6-31G (d,p)(E= -49,381kJmol )
23
Chem Info Vol 1, No 1, Hal 18 – 26, 2013 Perhitungan energi interaksi terhadap variasi jarak segmen dimer kitosan..nikotinamida konfigurasi 1 dan 2 Grafik energi interaksi antara segmen dimer kitin dengan vitamin C terhadap jarak berdasarkan dengan potensial Lennard-Jones (LJ). Potensial LJ (gambar 6) mempunyai kekuatan tolak-menolak dan kekuatan tarik-menarik, dimana r adalah jarak antarmolekul, σ adalah jarak dimana potensial bernilai nol danε adalah kedalaman kurva potensial (Karlstrom dan Jonsson, 2005). Model potensial ini memiliki dua belas kekuatan tolak-menolak dan enam kekuatan tarik-menarik, dimana pada jarak yang jauh belum terjadi interaksi tarik-menarik dari interaksi van der Waals terjadi dan pada jarak yang dekat terjadi tolakmenolak yang kuat.
E R
ε Gambar 6 Bentuk potensial Lennard-Jones Perhitungan energi interaksi terhadap variasi jarak segmen dimer kitin..vitamin C konfigurasi 1 dan 2 menggunakan basis set RHF/6-31G (d,p). Variasi jarak pada perhitungan energi interaksi pada kedua konfigurasi ini, dilakukan mulai dari jarak 1,0 Å sampai 7,5 Å. Grafik energi interaksi antara segmen dimer kitin..vitamin C konfigurasi 1 terhadap variasi jarak menunjukkan pada jarak terdekat 1,0 Å terjadi tolak menolak yang sangat kuat dengan Eint sebesar 1071,501 kJ/mol, kemudian turun sampai mencapai jarak Eint minimum -89,261 kJ/mol terjadi interaksi tarik menarik antara segmen dimer kitin dengan vitamin C yaitu pada jarak 3,15 Å. Setelah mencapai energi paling minimum dengan semakin besarnya jarak interaksi, energi interaksi semakin mendekati nol (0), hal ini menunjukkan tidak ada interaksi antara kedua molekul tersebut pada jarak yang semakin jauh.
Gambar 7 Grafik hubungan energi interaksi dengan jarak interaksi dimer kitin...vitamin C konfigurasi 1 (1,0 Å-7,5 Å)
24
Chem Info Vol 1, No 1, Hal 18 – 26, 2013 Grafik energi interaksi antara segmen dimer kitin..vitamin C konfigurasi 2 terhadap variasi jarak menunjukkan pada jarak terdekat 1,0 Å terjadi tolak menolak yang sangat kuat pada Eint 266,056 kJ/mol, kemudian turun sampai mencapai jarak Eint paling minimum -49,283 kJ/mol, pada titik ini terjadi interaksi tarik menarik antara segmen dimer kitosan dengan nikotinamida yaitu pada jarak 1,9 Å.
Gambar 8 Grafik hubungan energi interaksi dengan jarak interaksi dimer kitin...vitamin C konfigurasi 2 (1,0Å-7,5Å) Kesimpulan Interaksi antara dimer kitin dan vitamin C pada konfigurasi 1 memiliki energi interaksi sebesar -1 89,299 kJmol pada jarak 3,15 Å. Sedangkan interaksi antara dimer kitin dan vitamin C konfigurasi 2 -1 memiliki energi interaksi sebesar -49,381 kJmol pada jarak 1,9 Å. Konfigurasi yang lebih stabil adalah interaksi antara dimer kitin dan vitamin C pada konfigurasi 1 karena memiliki energi interaksi yang lebih besar daripada konfigurasi 2. Hal ini membuktikan bahwa pada konfigurasi 1 lebih berpotensi digunakan sebagai zat pembawa dalam drug delivery. Daftar Pustaka Ansel, C., 1998, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, 7, 784-785. Aranaz, I., Mengíbar, M., Harris, R., Paños, I., Miralles, B., Acosta, N., Galed, G., danHeras, A., 2009, Functional Characterization of Chitin and Chitosan, Current Chemical Biology, 3, 203-230. nd
Cramer, C., 2004, Essential of Computational Chemistry: Theory and Models,2 Sons, Ltd., Chicester, 105-130, 165-188, 249-268, 355-375, 524-528.
edition, John Wiley &
Danilchenko, S, N., Kalinkevich, O, V., Pogorelov, M, V., Kalinkevich, A, N., Sklyar, A, M., Kalinichenko, T, G., Ilyashenko, V,Y., Starikov, V, V., Bumeyster, V, I., Sikora, V, Z., Sukhodub, L, F., Mamalis, A, G., Lavrynenko, S, N. dan Ramsden, J, J., 2009, Chitosan– hydroxyapatite composite biomaterials made by a one step co-precipitation method: preparation, characterization and in vivo tests, Journal of Biological Physics and Chemistry 9, 119–126. Dutta, K.P., Dutta, J., danTripathi, V.S., 2004, Chitin and chitosan: Chemistry, properties and applications, Department of Chemistry, Motilal Nehru Institute of Technology, Allahabad, Journal of Scientific and Industrial Research,20-31. Finke, M, D., 2007, Estimate of Chitin in Raw Whole Insects, Zoo Biology, 26, 105–115. nd
Foresman, J.B., Fricsh, A., 1996, Exploring Chemistry with Electronic Structure Methods, 2 Gaussian Inc., Pittsburgh, PA. 25
edition,
Chem Info Vol 1, No 1, Hal 18 – 26, 2013 Jayakumar, R., Prabaharan, M., Nair, M., Tokura, S., Tamura, H., Selvamurugan N., 2010, Novel carboxymethyl derivatives of chitin and chitosanmaterials and their biomedical applications, Progress in Materials Science, 55 , 675–709. Jeffrey, G. A., 1997, An Introduction to Hydrogen Bonding, Oxford University Press, Oxford, New York. Karlstrom, G., and Jonsson, B., 2005, Intermolecular Interaction, Theoretical Chemistry, Lund University. Karthikeyan, G., Andaln, M.,dan Anbalagan, K., 2005, Adsorption studies of iron (III) on chitin, Journal of Chemistry Science, Vol. 117, No. 6, pp. 663–672. Merzendorfer, H., 2011, The cellular basis of chitin synthesis in fungi and insects: Common principles and differences, European journal of Cell Biology, 90, 759 – 769. Phonwong, A., Rujiravanit, R., dan Hudson, D.S., 2000, Preparation and Characterization of Chitin/Cellulose Blend Films, Journal of Metals, Materials and Minerals, vol. 10, 1-22. Quinn, Charles. M., 2002, Computational Quantum Chemistry, Academic Press: An Elsevier Imprint, New York. Rahmani, A., Windarti, T., dan Parsaoran, P., 2011, Studi Interaksi Antara Segmen Dimer Kitin dengan MolekulKalsiumFosfat Menggunakan Metode Ab Initio, Skripsi, Universitas Diponegoro. Rogers, D.W., 2003, Computational Chemistry Using The PC, 3 Hoboken, New Jersey.
rd
edition, John Wiley & Sons Inc.,
Shargel, L., dan Andrew., 1991, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, Medical Publishing Devision, 1290145. Siahaan, P., dan Windarti, T., 2009, Struktur Molekular Mikro Material, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Sokalski, W. A., and Leszczynski, J., 2004, Molecular Material with Specific Interactions (Modeling and Design), published by Springer. Yilmaz, S., Sadikoglu, M., Saglikoglu, G., Yagmur, S., Askin, G., 2008, Determination of Ascorbic Acid in Tablet Dosage Forms and Some Fruit Juices by DPV, International Journal Electrochemistry Science, 3, 1534 – 1542.
Semarang, 2 Januari 2012 Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Parsaoran Siahaan, M.S. NIP 196404241990011001
Tri Windarti, M.Si. NIP 197302282000032001
26