Pentingnya
467
PENTINGNYA FUNGSIONALISASI PIDANA TAMBAHAN DAN TINDAKAN TATA TERTIB DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATANEKONOMI (sebuah penglihatan awal) Oleh : Bernad L. Tanya Sanksi kejahatan ekonomi yang selama ini diganjar dengan pidana pokok yakni penjara dan denda, dianggap kurang efektif dan tidak memberikan pemecahan yang memuaskan. Walaupun UU No. 7/Drt/1955 telah meningkatkan jumlah hukuman pidana denda, namun hal tersebut tidak rnengurangi niat para pelllku . tindak pidana ekonomi. Dalarn tulisan ini Penulis mencoba mengete· ngahkan sanksi pidana tambahan dan tindakan tata tertib yang memang secara tegas diancamkan kepada pelaku keja. hatan ekonomi. Pendabuluan Apa yang dikenal dengan kejahatan-kejahatan di bidang ekonomi (economic crimes), merupakan salah satu jenis kejahatan yang menjadi isu cukup sentral baik dalam lingkup nasion ai, regional maupun intemasional. Paling tidak dalam dua dekade terakhir (1970-1990-an) lewat kongreskongres PBB mengenai "the prevention of crime and the treatment of offenders" selanjutnya dalam tulisan ini akan disebut kongres PBB saja, isu tersebut menjadi topik yang sangat serius dibicarakan. Perhatian yang cukup besar dari bangsa-bangsa terhadap kejahatan itu sangaUah wajar oleb karena kejahatan tersebut secara langsung berhadapan
Oktober 1991
468
Hukum dan Pembangunan
dan mengancam program pembangunan (ekonomi) negara. Secara khusus dikemukakan bahwa pengaruh atau dampak negatif dari kejahatan dimaksud sangat merintangi bahkan menggagalkan program pembangunan negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini nampak dari pemyataan Prof. Khalig Nagvi pada kongres PBB ke lima di Geneva tahuo 1975 sebagai berikut: • offences against the economy had increased significantly in the recent past and had become the most important componen of the national crime situation, particularly in the developing countries. Such crimes adversely affected the basic economic structure and through their impact savings, investment, rate of interest, foreign exchange availibility and h.ence levels of output and employment, had negatively stressed the distribution of national income.! Sementara itu dalam salah' salu laporan dari kongres PBB ke enam di Caracas, Venezuela 1980 dikatakan bahwa, bentuk-bentuk pelanggaran atau penyalahgunaan di bidang ekonomi (economic abuses) termasuk bentuk-bentuk pelanggaran yang sulit dijangkau oleh hukum2 Kesulitan tersebut dapat dimengerti oleh brena karakteristik atau corak pokok dari pelanggaran dibidang ekonomi termasuk apa yang disebut white coUar crime yang oleh Sutherland disebut sebagai kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan sosial tinggi dan terhormat dalam pekerjaannya.
1) Lihat Barda Nawawi Arief. FungsiODalisa~i hukum Pidana Dalam Penangguiangaa Kejabatan Ekonomi, makalab pada Seminar Nasional Peranan Hukum Pidana Da1am Mcnunjang Kebijakan EkoDomi, Semarang, 7 Desember 1990, balaman 3. 2)
Ibid. Menurut Kongres, aparat penegak hukum telatif tidak berdaya atau tidak mempunyai kekuatan menghadapinya (while collar crime ·pen). Karena dua alasan ulam3 yailU, pertama, kedudukan ekoDomi atau politik yang kuat dati si pelaku. Kedua. keadaaan-keadaan sekitar perbuatan yang mereka lakukan itu sedemikian rupa sebingga mengurangi kemungkinan mereka uotulc dilaporkan atau dituntut (Ibid. h. 14). Dengan "white collar crime", Sutherland hendak. meaunjuk.kan bahwa k.ejabatan merupakan fenomena yang juga dapat diketemukao dalam kelasbias masyarakat yang lebib lingg~ yang penyebabaya tidak dapat dijelaskan secara tradisional seperti kemiskinao atau faldor-faktor patologik yang bersifat individual (lihat Muladi. Politik kriminiI dalam rangka peaangguJaogaD tiodak pidaoa pcrba.nka.o dalam kerangka tiodak pidana ekooomi., Makalah pada Seminar Tmdak Pidana di Bidang Perbankan. diselenggarakan alas kerjasama Undip dan Kejakgung RI, Semarang, 11-12 Juni 1990, H.2.
Pentingnya
469
Kedudukan sosial, ekonomi yang kuat dari sipelaku serta keadaan sekitar perbuatan yang mereka lakukan, tentu membawa problem tersendiri bagi usaha penanggulangannya, terutama menyangkut pengusutan dan treatmentnya. Dalam konteks ini, usaha penanggulangan melalui sarana penal, selain bermakna mengindentifikasi dan merumuskan perbuatanperbuatan yang dilarang, dibutuhkan usaha maksimal untuk menetapkan dan mengoperasionalkan sanksi-sanksi yang tepat dan efektif sesuai dengan karakter atau sifat serta tujuan dari kejahatan- kejahatan dirnaksud. Dalam arab inilah tulisan ini dibuat sebagai usaba untuk memabami serta menunjukkan logika penerapan sanksi yang efektif (dalam kasus ini, pi dana tambahan dan tindakan tata tertib) untuk menanggulangi kejabatan dibidang ekonomi. Sebab disatu pihak, para pelaku dengan kedudukan sosial ekonomi yang cukup kuat tidak akan merasa terlalu berat menerirna bukuman denda yang biasa dijatuhkan, dipibak lain, justru yang menjadi motif atau tujuan utama dari pelanggaran mereka adalah meraih keuntungan ekonomi (dalam arti luas). Dengan demikian dalam kasus seperti ini, tidaklah efektif atau tepat dikenakan pidana penjara dan denda yang pada prinsipnya sangat terbatas jangkauannya. Sesunggubnya dalam melakukan perbuatan-perbuatan itu, para pelaku telab melakukan perbitungan yang matang ten tang resiko maksimal (denda) yang bakal mereka tanggung, dan atas dasar perbitungan tersebut mereka mengambil resiko untuk melakukan perbuatannya. U ntuk lebih memahami masalah yang saya ajukan diatas, dipandang perlu untuk terlebih dahulu mengetahui apa yang disebut kejahatan ekonomi (economic crime) itu. Untuk itu, pada bagian yang kedua berikut ini penulis mencoba untuk mengidentifikasikan bal tersebut, yang sekaligus menjadi konteks bagi pembabasan berikutnya, yaitu logika dari penerapan sanksi pidana tambahan dan tindakan tata tertib (yang cukup efektif) demi penanggulangan kejabatan dibidang ekonomi. Tulisan ini banyalab sebuab pengantar perspektif berdasarkan penglibatan yang sangat terbatas dan banya bertujuan untuk merangsang pemikiran lanjutan untuk memperoleh data yang memadai perihal yang penulis ajukan diatas. Dengan demikian diharapkan akan ada penelitian (khusus) yang dapat mengungkapkan secara sahih bal ikhwal masalah yang penulis lemparkan.
Olaober 1991
Hulwm dan Pembangunan
470
Apa itu Kejahatan Ekonomi ? Apa yaog dinamakan kejahatao ekonomi itu lebih merupakao sebuah konsep tentaog kejahatao dibidaog ekonomi yaog meliputi bidaog yang sangat luas (baodingkao dengao Undang-Undaog No.7IDrt.1955). Oleh karena itu muncul berbagai istilah seperti: Economic Crime, Crimes as Business, Business Crimes, Abuse of Economic power atau Economic Abuse, yang pada prinsipnya hendak menggambarkan apa yang disebut kejahatao ekonomi itu. Dengao demikian hingga sekaraoglbelum ada definisipun yang telah diterima umum sebagai yang memadai untuk menggambarkan secara lengkap tentaog kejahatao tersebut. Walaupun demikian, beberapa ahli dengan sudut paodang dan istilah tertentu telah mencoba mengidentifikasikan unsur-unsur yaog pada dasarnya bersangkut paut dengan Iingkup dari kejahatao ekonomi itu, seperti misalnya Conklin, dan Roebert lewat "Business Crime". Conklin, merumuskao unsur-unsur dari business crime sebagai berikut: " ••.an illegal act, punishable by a criminal sanction which in committed by an individual or corporation in the . cauSe of a legitimate, accupation or pursuit in the industrial or commercial sector for the purpose of: Obtaining money or property, or obtaining business or personal advertage".3 Sedangkan Roebert mengidentifikasikan perbuatan-perbuatao yang dikatagorikan sebagai business crime sebagai berikut: "a. Bankruptcy (concealment or transfer of property; false statement in proceedings; false claims of creditors; plaoned bankruptcies); b. Bribery; c. Computer Crimes; d. False Crimes against the government; e. Food, drug, and cosmetics act offences; f. Violation of securities laws; g. Monopolies and Antitrust Offences; h. Embezzelement and theft" .4 3) Secara bebas diterjemahkan oleh Barda sebagai ·suatu perbuatan melawan bukum yang diancam dengan sanksi pidana yang dilakukan oleh sest.Oraog atau korporasi dalam pekerjaannya yang sah atau didalam pencarianlusahanya dibidang industri atau perdagangan; uotuk lujuan meodapatkan uan.g atasu kekayaan menghindari pembayaran uang alau mengbindari kebilangan atau kerugian kekayaan atau memperoleb keuntungan bisnis afau keuntuogan pribadi (Iibat Bania, Ibid, b5). 4)
Barda, Ibid, h.6.
Pentingnya
471
Dalam pada itu, Dr. Sunaryati Hartono berpendapat bahwa istilah dan pengertian "economic crimes" lebih luas dari pada "business crimes". Dan menurutnya, dengan mengikutI pendapat Finn dan Alan R. Hoffman, akibat dari kejahatan ekonomi terhadap masyarakat sangat besar tidak hanya secara ekonomis tetapi juga secara sosial babkan mempunyai 5 dampak politik. Dengan tidak bermaksud mengabaikan definisi dan pendapat tersebut diatas, maka untuk kepentingan tulisan ini, dianggap penting untuk mengutip definisi yang dikemukakan olch P.I. Thelen dalam bukunya yang berjudul "Wirtsehafts Kriminalitat nnd Wirsehafts Delingenz ans Eeonomischer Sieht", sebagai berikut: "Economic crimes are: The sum of criminal which cause demage to an individual, a group andl or the government in the context of economic life by violating existing of regulation which the intent to obtain direct or indirect profit, and which have as tarticular feature that they endanger or destroy the economic order" . Dari apa yang dikatakan Thelen tersebut, dapatJah diidentifikasikan beberapa unsur dari kejabatan ekonomi itu yaitu: The sum of criminal act Cause demage to an individual, a group and/or the government; In the context of economic life; Violating existing of regulation; With the intent to obtain (direct or indirect profit); . That they endanger or destroy the economic order. Memahami apa yang dikatakan lewat rumusan tersebut diatas, dapatJab dikatakan bahwa kejahatan ekonomi merupakan pelanggaranpelanggaran di bidang ekonomi dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. lelaslah babwa motif dan tujuan dari kejahatan dibidang ekonomi (yang menghancurkan tata ekonomi) itu adalah mendapatkan keuntungan ekonomi dalam arti luas. Dan justru karena latar belakang dan tujuan inilah, menurut penulis tidak efektif treatment terhadapnya dengan memakai pidana pokok (denda dan penjara) saja; sebab didalam tujuan ter5) Ibid. h.5-6 6) Diterjemahkan dalam babasa Inggris oleh Prof.Dr. D. SchafCmeister. ceramah pada Peoataran Nasional Hukum Pidana IV di Purwokerto, 1·12 Agustus 1990.
Oktober 1991
. Hulwm (um Pembangunan
472
tersebut, secara inheren terkandung sifat "anomie of succes" atau " unlimited ambition", yang karenanya menjadikan seseorang menghalalkan semua cara (yang menguntungkan) demi memperoleh keuntungan. Dalam kondisi seperti ini maka adalah wajar kalau para pelaku melakukan perhitungan untung rugi, dan atas target keuntungan dari resiko yang bakal mereka terima itulah akhirnya mereka melakukan pelanggaran demi pelanggaran. Masalah inilah yang akan menjadi pusat perhatian dalam pembahasan berikut ini. Mengenai Treatmentnya
Pada bagian ini penulis akan mencoba menunjukkan logika dari pengenaan sanksi pidana tambahan dan tindakan tata tertib untuk menanggulangi kejahatan dibidang ekonomi, tentu saja yang langsung mengenai corak pokok dan tujuan dari kejahatan dimaksud. Kecenderungan yang menonjol dalam kebijakan pe~goperasian sanksi terhadap kejahatan atau tindak pidana ekonomi selama ini adalah dengan mengutamakan pidana pokok. Hal ini terlihat antara lain dalani praktek penerapan pidana pada Pen~adilan Negeri di seluruh Indonesia selama lima tabun sejak 1983-1987. lenis pidana
Mati/seumur hidup Penjara Kurungan Pidana bersyarat Denda Tambahan Tind. tata tertib Bebas
1984
Total 1985 1986
1987
N
%
31
66
35
48
50
230
43,1
10 17
40 42
9 7
5 26
18 103
80 195
15,0 36,6
28
5,3
583
100,0
18 78
lumlah
7) Batda,
1983
op. cit. b.13.
7 149
58
2 77
173
Pentingnya
473
Terlihat, dengan pengeeualian pidana denda , jenis-jenis pi dana yang bersifat ekonomi dan administratif kepcrdataan tidak tampak difungsikan atau diterapkan. Mungkin keecnderungan dia1.1s dipengaruhi oleh adanya kebijakan legislatif khususnya terhadap sanksi pi dana pokok yang diperberat. Hal ini terlihal anlara lain dalam UU no .7/0rl/ 1955 dimana pidana denda dilingkalkan menjadi 30 kali Iipat. Oalam konteks ini, lalu teringat pada komentar Prof. Sudarto (AIm) yang mengatakan bahwa "sejarah menunjukkan perekonomia n Indonesia tidak menjadi baik meskipun ada aneaman pidana yang sangat beral" 8 Walaupun tidak dapat dilunjukkan data perihal kebijakan penerapan sanksi pada waktu Prof. Sudarto berkomentar, namun dapat ditafsirkan bahwa keadaan pada waktu itu tidak jauh berbeda alau bahkan sam a dengan praktek dewasa ini. Oleh karena itu tidak mustahil bahwa apa yang dikatakan Prof. Sudarto itu merupakan akihal dari kondisi penerapan sanksi-sanksi tanpa suatu dasar atau landasan yang rasionil, sehingga pada gilirannya gagal mencegah atau menanggulangi terjadinya tindak pidana bahkan sebaliknya dapat mendorong aktifitas (meningkatnya) kejahatan ekonomi. Oalam hubungan dengan itu, sangat rclevan himbauan Kongres PBB ke 6 lewat salah satu laporannya yang antara lain menga1.1kan hahwa, unluk mengefektifkan penanggulangan kejaha1.1n ekonomi disarankan penggunaan tindakan-tindakan yang bersifat keperdataan dan administratif (civil and administrative measure) disamping pidana pcnjara dan denda. 9 Himbauan Kongres PBB ilu dapat dimengerli oleh karen a pidana pokok pada dasarnya sangat lerbatas jangkauannya, apalagi diterapkan lerhadap kejahatan di bidang ekonomi dengan coraknya "white collar crime and organized crime" disamping lujuannya yang mengutamakan keunlungan seeara ekonomi. Oengan pengenaan sanksi pi dana perampasan barang-harang tertentu sebagai eonloh misalnya; kapal yang menjadi tulang punggung dalam melakukan penyelundupan, mempunyai dampak seeara langsung tcrhadap kegialan penyelundupan yang bakal dilakukan. Selain ilu nilai ekonomi slrategis dari barang lersebul relalif cukup linggi sehingga dapat melumpuhkan kegiatan-kegiatan penyelundupan selanjutnya. 8) Ibid. h.12-I3 9) Ibid. h.14
Oktober 1991
474
Hukum dan Pembangunan
Oemikian pula dengan pidana tambahan pengumuman kepulusan hakim atau tindakan menempatkan perusahaan si terhukum dibawah pengampuan, menurul penulis sangal efektif secara stralegis karena paling tidak sanksi tersebul sekaligus berfungsi sebagai sarana sosial kontrol dari masyarakal dcmi menekan ruang lingkup kegialan mereka. Masih ban yak lagi jenis sanksi lain yang sekalegori dengan sanksi-sanksi lersebul diatas yang dapal dioperasionalkan dan sangat efeklif unluk menanggulangi kejahatan di bidang ekonomi (Iihat pasal7 dan 8 UU. NO.7/0rt. 1955). Sebcnarnya secara yuridis formal tidak ada halangan menyangkut penerapan sanksi-sanksi dimaksud, oleh karena sanksi-sanksi lersebul lersedia dalam hukum positif kita (UU No. 7IOrl.1955). sanksi pidana tambahan maupun tindakan lala tertib dapat dijatuhkan lerhadap delikdelik ekonomi, oleh karen a itu sifat dari pidana tambahan dan tindakan lata lertib sebagaimana disyaratkan olch sislcm KUHP, bahwa jenis- jenis pidana itu hanya dapat dijatuhkan untuk jenis tindak pi dana lerlenlu (yang secara tegas diancam) lerpenuhi. Untuk lebih jelas maka ada baiknya penulis mengulip beberapa pasal undang-undang no. 7/0rt. 1955 sejauh menyangkul hakekal penjaluhan pidana tambahan dan tindakan lala lerlib. Pasal6 ayat 3 menelapkan bahwa :"L~in daripada ilu (penjaluhan pidana penjara, kurungan dan denda pen.), dapal dijaluhkan juga hukuman tambahan lersebul dalam pasal 7 ayal 1 atau lindakan tata lerlib lersebul dalam pasal 8 dengan lidak mengurangi dalam hal-hal yang memungkinkan dijatuhkannya lindakan tata lertib yang ditcntukan dalam peraluran lain". Pasal 9 ayal 1 menetapkan "Iindakan tala tertib yang lersebul dalam pasal 8 dijatuhkan bersama-sama dengan hukuman pi dana kecuali dalam hal diberlakukannya pasal 44 KUHP dengan pengerlian bahwa dalam hal ilu tidak dapat dijatuhkan Hndakan lala terlib lersebut dalam pasal 8 sub. boo. Selanjutnya dalam pasal 15 ayal 1 ditelapkan bahwa "jika sualu lindak pidana ekonomi dilakukan oleh sualu alau alas nama sualu badan hukum, suatu pcrseroan, suatu perscrikatan orang alau yayasan, maka tunlutan
pidana dilakukan dan hukuman pidana serla lindakan tata lerlib dijaluhkan, baik tcrhadap badan hukum perscroan, pcrserikat.~n atllU yayasan itu, baik terhadap mereka yang memberi perinlah melakukan lindak pidana ekonomi ilu alau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbualan alau kelalain itu maupun terhadap kedua-duanya ".
Pentingnya
475
Memahami aturan yang terkandung dalam kutipan-kutipan tersebut diatas maka jelaslah bahwa pidana tambahan dan tindakan tata tertib dapat dijatuhkan pada setiap tindak pidana atau delik ekonomi sebagaimana termuat menurut pasal 1 UU No. 7/Drt. 1955. Dan justru dengan mengefektifkan jenis-jenis pidana tersebut, menurut penulis merupakan jalan keluar untuk menanggulangi kejahatan/delik ekonomi secara efektif dan tepat guna, sebab dalam pidana tambahan dan tindakan tata tertib terkandung atau memuat sanksi yang bersifat ekonomi maupun administratif yang langsung menyentuh jaringan atau akar dari kejahatan dibidang ekonomi yaitu "prioritization of provit" . Pengenaaan pidana pokok yang dianggap berat, misalnya penjara dan denda tidaklah memadai untuk menanggulangi kejahatan di bidang ekonomi sebab seperti yang telah dikatakan terdahulu bahwa para pelaku dalam melakukan perbuatannya telah mengambil atau memperhitungkan resiko terhadap denda yang bakal mereka tanggung, dan berdasarkan perhitungan untunglkeuntungan yang pasti mereka raih itulah mereka melakukan ·perbuatan itu. . Kelemahan pidana penjara terhadap kejahatan ekonomi 10 terletak pada keterbatasannya untuk menjangkau jaringan yang vital dan potensial yang mendukung terwujudnya kejahatan ekonomi, seperti hak- hak atau barang-barang tertentu yang justru berperan dalam kegiatan mereka. Oleh karen a itu, tidak mustahil sekali kelak akan terwujud perbuatan yang disertai modus operandi yang cukup canggih. Berdasarkan berbagai ulasan dan penglihatan diatas maka paling tidak dapat diketemukan dua kelebihan yang sekaligus menjadi corak pokok dari pi dana tambahan dan tindakan tata tertib, yang langsung berpengaruh terhadap the purpose of obtain provit itu, yaitu; pertama, penambahan sanksi-sanksi tersebut pada pidana pokok (denda) dapat menghapuskan atau paling tidak mengimbangi keuntungan yang bakal diraih atau yang telah ditargetkan. Dengan demikian sekaligus berfungsi sebagai sarana represif. Kedua, pengenaan sanksi-sanksi tersebut (yang
10) Masalab efeklifitas pidana peojara ioipUD menjadi pusat perhatian Kongres PBB ke lima daJam salah satu laporanoya antara lain dinyatakan.babwa efek1ifitas pidana penjara meDjadi perdebatan sengit dlkebanyakan oegara. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa di banyak ocgara terdapat Iuisis kepercayaan ternadap efektifitas pidana pcnjara dan keccndrungan untuk mengabaikan kemampuan lembaga-Iembaga kepenjaraan dalam mcnuojang peogcndalian atau pengurangao kejahatan (b.63-64) Libat Barda. KcbijakaD S.nksi dalam PcnangguJangan Kcjahatan,laDpa tahun.
Oktober 1991
476
Hukum dan PembangufUln
bersifat ekonomi dan administratif keperdataan) adalah efektif untuk melemahkan atau mempersempit ruang gerak serta basis dan jaringan yang kondisif bagi terwujudnya kejahatan ekonomi, dengan demikian ia berfungsi sebagai sarana preventif baik yang bersifat umum maupun khusus. Catatan akhir Mungkin ada yang berpendapat bahwa pengenaan pidana atau tindakan penutupan perusahaan atau perampasan barang-barang yang vital menyangkut usaha mereka justru akan merugikan ban yak pihak, dalam arti tertentu dapat mengganggu atau merusakkan tata ekonomi masyarakat atau negara. Terhadap pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa penggunaan treatment-treatment itu tidak harus dilakukan tanpa landasan rasional. Menurut penulis, selain dilakukan atau diterapkan rasional proposional, dibutuhkan profesinalisme serta semangat dan sikap yang dijiwai oleh suatu kehendak untuk memandang dan berkeyakinan bahwa dunia ini akan selalu menjadi lebih baik, bila ditangani secara bijaksana,u Akhimya patut dikemukakan bahwa kecenderungan penggunaan pidana pokok yang selama ini dilakukan oleh pengadilan terhadap kejahatan bidang ekonomi perlu mendapat re-orientasi dengan mengefektifkan sanksi pidana tambahan dan tindakan tata tertib yang sudah tersedia dalam hukum positif kita. Operasionalisasi atau fungsionalisasi jenis-jenis sanksi yang bersifat ekonomi dan administratif keperdataan kiranya lebih sesuai dengan sifat hukum perekonomian sebagai hukum administratif yang mengatur ketertiban dan atau tata perekonomian negara dan masyarakat. sanksi yang bersifat ekonomi dan administratif ini, justru lebih cocok untuk pertanggungjawaban badan hukum atau korporasi yang memang lebih ban yak terlibat dalam kejahatan-kejahatan ekonomL I2
11) Lib .. Roeslan Saleh Suatu Room.Wi DaJam Hokum Pid .... Jakarto: Aksara Baru, 1983, h.8. 12) Bard.. op. cit. h.14
Pemingnya
477
DAFfAR PUSTAKA Ancel, Marc, Social Defence. A Modern Approach to Criminal Problems, London: Routedge & Paul Kegan, 1965. Barda Nawawi Arlef, "FungsionaJisasi Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan Ekonomi", Makalah Pada Seminar Nasional Peranan Hukum Pidana Dalam Menunjang Kebijakan Ekonomi, Semarang, 7 Desember 1990. Kebijakan Sanksi Pidana Penanggulangan Kejahatan, tanpa keterangan tabun bahan Kapita Selekta Hukum Pidana.
Dalam kuliah
KWantjik Saleh, Pelengkap KUHP, Iakarta:Ghalia Indonesia,1980. Muladi, "Politik Kriminil Dalam Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Perbankan Dalam Kerangka Tindak Pidana Ekonomi", Makalah pada Seminar Tindak Pidana di Bidang Perbankan, diselenggarakan atas keerjasama UNDIP dan KEIAGUNG RI, Semarang, 11-12 Iuni 1990. Packer, . Herbet L, The Umit of Crimonal Sanction, California, Stanford University Press, 1968. Sutherland, Edwin H and Donald R. Cressey, Principles Crimonology, New York: 1.B. Pippincot Co. third ed, 1960.
of
Roeslan Saleh, Suatu reorientasi Dalanm Hukum Pidana, 1akarta: Ghalia Indonesia, 1980.
Every thought is an afterthought. . Setiap gagasan adalah renungan. (Robert Ardrey)
O/aober 1991