PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROTOKOL KYOTO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USAHA INTERNASIONAL UNTUK MEMINIMALISIR PEMANASAN GLOBAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Strata Satu (S1) Pada Jurusan Hubungan Internasional
Disusun Oleh : Ingga Suwandana 012030094
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Jurusan Hunungan Internasional Universitas Pasundan Bandung 2006
LEMBAR PENGESAHAN
PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROTOKOL KYOTO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USAHA INTERNASIONAL UNTUK MEMINIMALISIR PEMANASAN GLOBAL
Oleh : Ingga Suwandana NIM 012030094
Telah Diujikan tanggal ……………………….
Menyetujui : Pembimbing,
Oman Heryaman, S.IP., M.Si., NIPY 151 10 30
Mengetahui : Dekan
Ketua Jurusan
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Ilmu Hubungan Internasional
Prof. Dr. Hj. Ummu Salamah, MS
Iwan Gunawan Drs, M.Si
NIP 131 411 843
NIPY 151 101 37
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah benar-benar hasil pekerjaan penelitian saya sendiri. Adapun ssemua referensi / kutipan (baik kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung) dari hasil karya ilmiah orang lain tiap-tiap satunya telah saya sebutkan sumbernya sesuai etika ilmiah. Apabila di kemudian hari skripsi ini terbukti hasil meniru / plagiat dan terbukti mencantumkan kutipan karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya, saya bersedia menerima sanksi penangguhan gelar kesarjanaan dan menerima sanksi dari lembaga yang berwenang.
Bandung, 8 mei 2006,
Ingga Suwandana 012030094
Pemahaman sejati jauh lebih bermakna daripada sekedar kata-kata, dan penting karena hasilnya, bukan sekedar retorika yang indah. Mereka yang bisa menumpahkan kebahagiaan mereka dalam kata-kata, sebenarnya hanya merasakan sedikit kebahagiaan. Karena apa yang kurasakan telah tumbuh begitu besar, Sampai-sampai setengahnya pun tak bisa kugambarkan dengan kata-kata -Juliet in “Romeo and Juliet by William Shakespeare-
Ku Persembahkan karya yang kecil ini buat Kedua orang tuaku yang tercinta, adik-adikku Dan semua keluarga
ABSTRAK Suhu bumi yang semakin panas dari waktu ke waktu mulai merebut perhatian para ahli. Mereka mulai memikirkan suatu tindakan bersama untuk menghadapi ancaman pemanasan global. Konferensi digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan kerjasama internasional antar Negara. Berbagai konferensi diadakan untuk membicarakan masalah pemanasan global dan dampaknya terhadap perubahan iklim. konferensi-konferensi ini menghasilkan keputusan bersama yang salah satunya adalah Konferensi Kyoto tahun 1997 yang menghasilkan sebuah protocol yang disebut “PROTOKOL KYOTO” yang isinya mewajibkan bagi Negara-negara khususnya Negara industri maju untuk mengurangi tingkat emisi karbondioksidanya sebesar 5,2 % dibawah level tahun 1990 pada tahun 2010. namun penolakan Amerika Serikat yang juga merupakan penghasil emisi terbesar di dunia untuk meratifikasi Protokol Kyoto menghambat efektivitas Protokol ini. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengeksplorasi dan mendeskripsikan factor-faktor penolakan Amerika Serikat terhadap Protokol Kyoto. Selanjutnya juga ingin mengetahui, memahami dan mendeskripsikan bagaimana implikasinya terhadap usaha dunia internasional untuk meminimalisir pemanasan global. Sedangkan manfaat atau kegunaan penelitian ini adalah secara teoristis, penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah khasanah pengembangan ilmu hubungan internasional, khususnya yang menyangkut politik luar negeri dan politik internasional. Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah deskripsi yang bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena dalam hal ini kebijakan Amerika Serikat untuk tidak meratifikasi Protokol Kyoto mengesampingkan usaha internasional untuk menyelamatkan bumi dari bahaya pemanasan global. Hasil dari penelitian ini adalah ada dua factor yang menjadi sebab mundurnya Amerika Serikat dari Proses Ratifikasi yaitu faktor internal yaitu factor ekonomi dimana dengan mengurangi emisi sebesar 7 % maka perekonomian Amerika Serikat akan terancam dan kelompok-kelompok kepentingan seperti kelompok industri menjadi actor yang mempengaruhi actor Negara (Presiden George W. Bush) dalam membuat kebijakan ini. Tekanantekanan dari Domestik juga membuat Amerika Serikat mengambil kebijakan yang bertolak belakang dengan dunia internasional. Sedangkan factor eksternal yang melatar belakangi pernyataan Amerika Serikat adalah tidak diikut sertakannya Negara berkembang seperti India dan China dalam protokol ini. Bagi Amerika Serikat tidak diikut sertakannya negara-negara berkembang adalah suatu ketidakadilan bagi Negara mereka. Dan usaha-usaha internasional meminimalisir pemanasan global dengan pembentukan Protokol Kyoto.
Kata Kunci : Penolakan AS terhadap Protokol Kyoto
ABSTRACT The earth hot temperature begins to attract the experts attention. They begin to think the collective action to face the threat of global heating. Conference is used to the tool to establish the international co-operation. Many conference are held to talk about this and its effect on climate changing. These conference result many decision. One of these is Kyoto Conference in 1997 which resulted a protocol called Kyoto Protokol which obliges countries to reduce the carbondioxide emission as much as 5,2 % under 1990 level in 2010. the United State of America refuses to ratify this protocol. This refusal become the biggest hindrance on the efectivity of this protocol. This research intended to understand, explore and describe the factor of USA refusal on the Kyoto Protocol. The writer want also to know, understand and describe what implication of the world efforts to minimalize the global heating. While the aim and purpose of this research, theoretically, is that, this research will be expected to increase the develoving the science of international relations, especially in related with the foreing politicsl snd international politics. The method in dealing with this research is a descriptive that intended to desribe a phenomena, in this case the political wisdom of the United State of America not to ratify Kyoto Protocol avoid the international effort to save the eart from the danger of global heating. The results of this research are : two factor which are the cause of United State of America resignation from the ratification process which is the internal factor. It is economic factor because by reducing the emission as much as 7 %, United State of America will be threatened and the need group like industrial group who are the influential group who influence the most important actor George W. Bush (American President) to take the will. Domectic Preassure also make United State of American take the wisdom which is against international want. While the external factor is because develoving countries like China and India do not take part of this protocol. And it is an unfairness for them. And also this research result international effort minimalize the global heating with this Kyoto Protocol.
Key word : United State of American Refusal to the Kyoto Protoco
ABSTRAK Suhu bumi nu janten panas ti waktos ka waktos ngawitan nyandak perhatian para ahli. Anjeunna ngawitan ngemutan hiji tindakan sadayana kanggo ngahadapi ancaman pamanasan global. Konferensi dianggo kanggo sarana ngawujudkeun kerjasama internasional antar bangsa. Tos seueur konferensi diayakeun kanggo nyarioskeun masalah keputusan sarerea nu salah sahijina nyaeta Konferensi Kyoto taun 1997 nu ngahasilkeun hiji protocol nu di sebatna “Protokol Kyoto” nu eusina ngawajibkeun kanggo Negara-negara khususna Negara industri maju supados tiasa nyaeutikkeun tingkat emisi karbondioksida na sa ageing 5,2 % dihandap level taun 1990 dina taun 2010. tapi penolakan Amerika Sarikat nu oge mangrupakeun penghasil emisi nu paling ageing di dunia kanggo ngaratifikasi Protokol Kyoto ngahambat efektifitas protocol iyeu. Nu janten udagan panalungtikan ieu nyaeta hoyong terang, ngaeksplorasi sarta ngadeskripsikan factor-faktor penolakan Amerika Serikat kana protocol Kyoto. Salajengna oge hoyong apal paham tur ngadeskripsikeun kumaha implikasina kana usaha dunia internasional kanggo ngaminimalisir pamanasan global. Sedangkeun mangpaat atanapi gunana panalungtikan ieu nyaeta secara teoritis, panalungtikan ieu dihareupkeun mangfaat kanggo nambihan elmu pangaweruh ngenaan Hubungan Internasional khususna nu nyangkut Politik Luar negeri sareng politik internasional. Metode nu digunakeun dina panalungtikan ieu nyaeta deskripsi nu ngagaduhan udagan kanggo ngagambarkeun hiji kaayaan dina ha lieu kebijakan Amerika Serikat supados teu ngaratifikasi Protokol nganyampingkeun usaha internasional kanggo nyalametkeun bumi ti bahaya pamanasan global. Hasil tina panalungtikan ieu nyaeta : aya dua factor nu janten sabab mundurna Amerika Serikat tina proses ratifikasi nyaeta factor internal, nyaeta factor ekonomi numana upami ngurangan emisi saageung 7 %, perekonomian Amerika Serikat bakal ka ancam sareng kelompok-kelompok kepentingan sapertos kelompok industri janten aktor nu ngapengaruhan aktor Negara (Presiden George W. Bush) kana ngadamel kebijakan ieu. Tekanan-tekanan ti domestic oge ngajieun Amerika Serikat nyandak kebijakan nu ngalatar belakang na pernyataan Amerika Serikat nyaeta moal diajak nyartakeun Negara berkembang sapertos India sareng China kana protocol ieu. Kanggo Amerika Serikat teu diajak nyartakeun Negara-negara berkembang nyaeta hiji ka teu adilna kanggo Negara eta. Sareng usaha-usaha internasional ngaminimalisir pamanasan global sareng ngabentuk Protocol Kyoto
Kecap Konci : Penolakan Amerika Serikat kana Protokol Kyoto
KATA PENGANTAR Assalaamu’alaikum warohmatullaahi wabarokaatuh, Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan harapan dan kemampuan yang penulis miliki. Skripsi yang mengangkat judul “Penolakan Amerika Implikasinya
Terhadap
Serikat Terhadap Protokol Kyoto dan
Usaha
Internasional
Untuk
Meminimalisir
Pemanasan Global”, disusun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian siding strata satu (S1) pada jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan, pengetahuan dan pengalaman
penulis
yang
masih
terbatas,
sehingga
penulis
senantiasa
mengharapkan kepada semua pihak untuk memberikan saran dan kritiknya. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada bapak Oman Heryaman, S.IP., M.Si., selaku dosen pembimbing yang selalu penuh dengan kesabaran dan kebijaksanaannya telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, nasehat serta saran yang sangat berguna dalam membantu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak. Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi. M.Si. Selaku Rektor Universitas Pasundan Bandung. 2. Ibu. Prof. Dr. Hj. Ummu Salamah. M.Si. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 3. Bapak. Drs. Aswan Haryadi M.Si. Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 4. Bapak. Drs. H. Asep Kusdiman Jauhari. M.Si. Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 5. Bapak. Drs. Awang Munawar
M.Si. Selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 6. Bapak. Drs. Iwan Gunawan
M.Si. Selaku Ketua Jurusan Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 7. Bapak. Drs. Kunkunrat M.Si. Selaku Sekretaris Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 8. Bapak Drs. Iwan B. Irawan, M.Si., Bapak Drs. Fahremi Imri, M.Si., Bapak Drs. Setia Permana, Bapak M.Budiana, S.IP., Bapak Drs. T. May Rudi, SH., MIR., MSC., Bapak Drs. Sigit Harimurti, Bapak Drs. Alif Oktavian, Bapak Drs. Agus Herlambang, M.Si., Bapak Anton Winardi, S.IP., M.Af., Ibu Dra. Dewi Astuti Mudji, Ibu Dra. Hj. Rini
Afriantari, beserta seluruh staff dosen jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Pasundan Bandung. 9. Tidak lupa untuk Pak Ridwan Wijaya, Pak Jajang, Bu Sri, Bu Yeni, Bu Kiki, Pak Adeng, Pak Jono, Pak Cucu dan seluruh staff Tata Usaha dan Perpustakaan yang telah banyak membantu penulis untuk kelancaran penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan TERIMA KASIH YANG TAK TERHINGGA pada : 1. Kedua Orang Tua, Bapak…Maaf AA belum bisa seperti bapak, kelak satu hari nanti AA pengen membuktikan kalo AA bias lebih dari Bapak…and My Lovely Mom, Mamah maaf AA selalu nyusahin Mamah, Doain AA biar bias jadi orang yang berguna buat semua…Amien…Sekali lagi AA minta beribu-ribu maaf….!!! 2. My Big Family, semua Keluarga Besar Hj. DEDEH Jamaras di Bandung dan Keluarga Besar H. S.D SUWANDA Garut…Terima Kasih untuk semuanya, maafin AA kalo AA banyak salah, kalo AA sering ngerepotin..!!! 3. My Little Brother, Dimaz Yudatama…Kuliah yang bener !!!! kasian Mamah !!!! hehehe ntar motor AA pasti Lebih Keren dari Mio Item jelek ntu !!! Yudha Ramdhana Jelek…!!! AA ntar pasti bakalan jadi orang sukses ga ? Liatin lah jangan orang aja yang diliatin teh…AAnya juga diliatin dunk…!!! LOVE U ALL… 4. My Lovely Honey, ANGRENI E. SULASTRI…27 January 2001 until forever, Makasi ya sayang, apa yang pernah Hany pernah kasi ke AA ga
bakalan pernah AA lupain semuanya, satu hari nanti AA pengen bales semuanya biar AdHe bias ngebuktiin Kalo Adhe ga salah Pilih Orang….!!! Skarang Kita mesti Nyari duit Buat tumpengan hehehe…!!! 5. THE ONYETrs…!! Whole member of Onyet Family EH Kita Lulus euy..!!! Ogie…Ayah Tarung teh bawa modal nu loba, langgeng yah ma EA ☺ !!!! Iyus….Bagong kumaha EO the urang can papangih wae, jangan sakit aja atuh inget skripsi !!! Ivan Pante…NARUTO sampe ka sabaraha euy, Tropic lagi yuk…kangen nech..!!! Egie & Sandy, Bos di Rumah
ge
kering
PISAn…dah
lama
euy
kpengen…!!!!
Alby…sombonglah ci onyet mah geus S2 teh, dagoan Urang di Jogja !! Erie…Ceut, PUNCAK Gmana? Aduh sayang Bro…CP aja lah yang deket…!!! I Am Gonna Miss U all My Beloved Fren 6. Semua Anak-Anak HI B 2001 ULY, ly…lu ninggalin gw..awas lu !! Kendedes, Dini, Tedy, Dimas Hendra PRAYA, Agung, Didit, Yoyo, Andri, Buyung, Gani, Andri…Mex iraha maneh lulus?? Makasi semuanya 7. Temen-Temen ku…Teh Ine..Buruan Bu selesein kul-nya masa kalah ma adhe, Vie Markunyun khatur nuhun…makasi dah bantuin..!!! Tesna Woi manager iraha da event lagi ?, Teh Melly Makasi dah ngenalin Unpas hehehe , Fili n Risa skarang pada dimana euy ?? Rurie….neng umbrella kapan atuh, ga kuat ney..!!!!! 8. Temen-Temen WARTEL 86…Aji & Emon (HATUR NUHUN NU KAPUNGKUR nya…!!!), Ble’E (big Bro..), Erwin, Brur, Bubun Evan,
Iki BkoQ, dadaNg, Panji, Thanks Bro..!!! Arie, Meta,Uba…UMAR Bro…..!!!! 9. The Last, Buat NU AINK….!!! PERSIB MAUNG BANDUNG…!!! Come On Bantai Semua Lawan Mu…!!
Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang diberikan kepada penulis, dan tanpa mengecilkan peran mereka, penulis mengucapkan terima kasih. Amin Yaa Rabball’allamiin….. Bandung Mei 2006
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA PRIBADI PENULIS 1. Nama Lengkap
: Ingga Suwandana
2. Tempat, tanggal lahir
: Mataram, 6 Maret 1983
3. Jenis Kelamin
: Laki-laki
4. Agama
: Islam
5. Alamat
: Gg. Jamaras III no 87 Bandung Timur 72
6. Telp
: (022) 7230577 081809225125
DATA ORANG TUA PENULIS 1. Nama Ayah
: Ir. Asep Suwandi, Sp-1
2. Nama Ibu
: Ir. Etty Rukhmiati Sopian, MM
3. Alamat Orang tua
: Jl. Lalu Mesir no 196 Turida Babakan Cakranegara Mataram NTB
DATA PENDIDIKAN FORMAL PENULIS 1. Tahun 1995
: Lulus SDN 4 Karang Jangkong Cakranegara
2. Tahun 1998
: Lulus SMPN 2 Mataram
3. Tahun 2001
: Lulus SMUN 5 Mataram
4. Tahun 2001
: Diterima sebagai mahasiswa jurusan Hubungan Internasional Universitas Pasundan Bandung
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN
………………………………………...……i …………………………………………………..…ii
MOTTO DAN DEDIKASI
……………………………………………iii
ABSTRAK BAHASA INDONESIA
……………………………………iv
ABSTRACT (Terjemahan Abstrak Bahasa Inggris)
……………………iv
ABSTRAK (Terjemahan Abstrak Bahasa Sunda)
…………………….v
KATA PENGANTAR
……………………………………………………vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
……………………………………………xi
DAFTAR ISI
…………………………………………………………...xii
DAFTAR TABEL
…………………………………………………………...xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
…………………………………………….1
B. Identifikasi Masalah
……………………………………………10
1. Pembatasan Masalah
……………………………………11
2. Perumusan Masalah
……………………………………11
C. Tujuan dan kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
……………………………………12
……………………………………………12
2. Kegunaan Penelitian
……………………………………12
D. Kerangka Teoritis dan Hipotesis
……………………………………13
1. Kerangka Teoritis
……………………………………………13
2. Hipotesis
……………………………………………24
3. Operasional Variabel dan Indikator ……………………………24 4. Skema Kerangka Pemikiran ……………………………………26 E. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Penelitian
……………………………………………27
2. Teknik Pengumpulan Data F. Lokasi dan Lamanya Penelitian 1. Lokasi Penelitian
……………………27
……………………………………27 ……………………………………28
……………………………………………28
2. Lamanya Penelitian G. Sistematika Penulisan
……………………………………………28 ……………………………………………29
BAB II PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROTOKOL KYOTO …………...……………………………....31 A.
Pandangan Amerika Serikat Terhadap Lingkungan Hidup ……………31 1. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Mengenai Lingkungan Hidup
…………………………………..………..31
2. Kebijakan Amerika Serikat Atas Lingkungan Hidup ……………36 B.
Aktor-aktor Pembuat Keputusan Atas Lingkungan Hidup ……………38 1. Presiden dan Kongres ……………………………………………38 2. Departemen Luar Negeri 3. Departemen Energi
……………………………………39
……………………………………...…….40
4. Environmental Protection Agency (EPA)
……………...…….40
C. Faktor-faktor Penolakan Amerika Serikat Terhadap Protokol Kyoto
………………………………..…………………..41
1. Faktor Internal…………………...……………………………….43 1.1 Pengaruh Kelompok Kepentingan Dalam Kebijakan Lingkungan Amerika Serikat
……………43
2. Faktor Internal……………..……………………………………..45 2.1 Persaingan Ekonomi Antar Negara-negara Maju…………..45
BAB III PROTOKOL KYOTO SEBAGAI USAHA INTERNASIONAL UNTUK MEMINIMALISIR PEMANASAN GLOBAL A. Kondisi Lingkungan Hidup Global
………..…………………………..48
B. Pemanasan Global Sebagai Isu Lingkungan HidupInternasional 1. Efek Rumah Kaca
……48
……51
………………...………………………….51
2. Ancaman yang ditimbulkan pemanasan Global…...………………53 C. Munculnya Isu Lingkungan Hidup dan Signifikasinya dalam
Hubungan Internasional
……………………………………………60
1. Konferensi PBB, Stockholm 1972
…...……………………….60
2. The Earth Summit, Rio de Janeiro, 1992 3. Tindak Lanjut KTT Bumi, 1992 4. KTT Kyoto, Jepang 1997
……..……………..64
……………………………68
…………..………………………..69
D. Konferensi menjelang terbentuknya Protokolm Kyoto…………………..70 1. Conference on Parties I (CoP 1), Berlin, 1995 ……………………70 2. Conference on Parties II (CoP II), Jenewa 1996……….………….73 3. Conference on Parties III (CoP III), Kyoto, 1997…………………73
BAB IV MEMAHAMI USAHA INTERNASIONAL UNTUK MENGHAMBAT PEMANASAN GLOBAL MELALUI PROTOKOL KYOTO DENGAN PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT………………………………………………………..…..76 A. Implementasi penolakan Amerika Serikat dalam Protokol Kyoto
……76
1. Statement Resmi Terhadap Protokol Kyoto …………...……….76 2. Pakta Lingkungan Baru
…………………………………....80
B. Implikasi Penolakan Amerika Serikat Terhadap Lingkungan hidup...…..82 1. Tidak Bulatnya Komitmen Dunia
….………………………..82
2. Ekologi Lingkungan Hidup akan Semakin Terancam……..…….87 C. Efektifitas Protokol Kyoto Pasca Penolakan ……………..……………..99 1. Kepentingan Negara-negara Yang Berkaitan Dengan Aspek Topografi
……………………………………………………99
2. Kepentingan Negara Dibidang Ekonomi
…………..………101
BAB V KESIMPULAN ………………………………..…………………105 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Operasionalisasi Variabel dan Indikator Tabel Skema Kerangka Pemikiran
……………………………25
……………………………………26
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Lingkungan Hidup Makin banyak menarik perhatian masyarakat luas. Baik kalangan pemerintah, universitas, media massa maupun msyarakat umum membicarakannya. Permasalahan lingkungan hidup, atau secara pendek lingkungan mendapat perhatian yang besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi dalam dasawarsa 1970-an setelah diadakannya konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stokholm dalam tahun 1972. konperensi itu terkenal pula sebagai Konperensi Stokholm. Hari pembukaan konperensi itu, 5 Juni telah disepakati sebagai Hari LIngkungan Hidup Sedunia. Dalam konperensi Stokholm telah disetujui banyak resolusi tentang lingkungan hidup yang digunakan sebagai landasan tindak lanjut. Salah satu diantaranya ialah didirikannya badan khusus dalam PBB yang ditugasi untuk mengurus permasalahan lingkungan, yaitu United Nation Environmental Programme, disingkat UNEP. Badan ini bermarkas besar di Nairobi, Kenya. Terdapat kesan dan dalam pengertian umum, permasalahan lingkungan hidup adalah sesuatu hal yang baru. Hal ini disebabkan oleh perhatian terhadap dan kegiatan dalam bidang lingkungan hidup yang meningkat selama dasawarsa 1950-an dan 1960-an, dan memuncak dalam dasawarsa 1970-an. Namun sebenarnya permasalahan itu telah ada sejak manusia ada di bumi.
Bahkan apabila kita meninjaunya lebih luas daripada segi manusia, permasalahan itu ada sejak bumi ini tercipta. Jika perubahan iklim, kejadian geologi yang bersifat malapetaka dan kepunahan massal hewan serta tumbuhan kita gunakan sebagai petunjuk permasalahan lingkungan, dapatkah kita ketahui, bumi kita telah banyak mengalami permasalahan lingkungan yang besar. Perubahan iklim sudah hampir menjadi kosakata umum dalam percakapan sehari-hari. Namun demikian, fenomena ini masi belum dipahami secara tepat oleh masyarakat karena prosesnya memang cukup rumit. Sehingga tidak jarang terjadi kesalahpahaman atau kesulitan dalam membedakan antara perubahan iklim dengan variasi iklim yang kadang-kadang terjadi dengan gejala yang agak ekstrem dan membawa dampak seketika yang cukup signifikan. Perubahan iklim adalah fenomena global yang dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil (BBF) dan kegiatan alih-guna lahan. Pemanasan global adalah peristiwa naiknya intensitas efek rumah kaca (ERK). ERK terjadi karena adanya gas dalam atmoser yang menyerap sinar panas, yaitu sinar inframerah, yang dipancarkan oleh bumi. Gas itu disebut gas rumah kaca (GRK). Dengan penyerapan itu sinar panas terperangkap sehingga naiklah suhu permukaan bumi. Istilah efek rumah kaca (greenhouse effect) berasal dari pengalaman petani di daerah iklim sedang. Dalam musim rontok, musim dingin dan musim semi pada waktu suhu masih dingin, petani menanam sayuran dan bibit tanaman dalam rumah kaca. Pada siang hari pada waktu hari cerah suhu dalam rumah kaca itu lebih tinggi daripada di luar bangunan rumah kaca. Kenaikan suhu dalam rumah kaca itu disebut efek rumah kaca. Kenaikan itu disebabkan oleh terperangkapnya panas dalam rumah kaca. Keterangan di atas menunjukan efek rumah kaca tidaklah berkaitan dengan dibangunnya banyak gedung yang berdinding kaca. Seandainya tidak ada GRK dan arena itu tidak ada ERK, suhu permukaan bumi rata-rata akan hanya -180C saja, terlalu dingin bagi kehidupan mahluk hidup. Dengan adanya ERK suhu bumi adalah rata-rata 150C, seperti yang kita kenal. Jadi ERK sanagt berguna bagi kehidupan di bumi. Tetapi pada akhir-akhir ini tercatat naiknya kadar GRK dalam atmosfer, yaitu CO2 dan beberapa gas lain. Dengan naiknya kadar GRK dikhawatirkan intensitas ERK pun akan meningkat
sehingga suhu permukaan bumi akan naik pula. Inilah yang disebut pemanasan global, seperti disebut diatas.1 Pemanasan global akan mempunyai berbagai macam dampak ; Pertama dengan naiknya suhu daerah pertanian di Amerika Utara dan Eropa akan bergeser ke utara. Dampak ini menguntungkan bagi negara di daerah yang letahknya di utara, misalnya Kanada, Finlandia, Swedia, dan Norwegia. Kedua, naiknya suhu akan menyebabkan perubahan iklim sedunia, yaitu perubahan curah hujan. Misalnya di daerah pertanian di Amerika Serikat yang sekarang merupakan lumbung gandum diperkirakan curah hujan akan berkurang. Sebaliknya di sebagian Afrika curah hujan akan bertambah. Tetapi kenaikan curah hujan ini kurang dapat dimanfaatkan karena tidak adanya prasarana pertanian yang baik. Dengan adanya perubahan iklim itu bermilyar dollar akan diperlukan untuk membangun prasarana pertanian untuk dapat memanfaatkan curah hujan yang lebih banyak itu. Ketiga, pemanasan global akan menaikkan frekuensi maupun intensitas badai. Negara yang kini telah banyak mengalami badai, seperti Bangladesh dan Filipina, akan menderita lebih berat lagi. Satu contoh terbaru adalah Badai Katrina yang memporakporandakan New Orleans, Amerika Serikat. Dalam penelitian yang telah dikaji, ternyata suhu di Teluk Mexiko lebih tinggi 2-3° C lebih tinggi dari biasanya. Suhu tinggi menyediakan sumber energi yang luar biasa sehingga merupakan kondisi yang sempurna bagi pembentukan badai.2 Keempat, pemanasan global juga akan menaikan suhu permukaan laut. Kenaikan suhu itu akan menyebabkan bertambahnya volume air laut. Pemanasan global juga akan menyebabkan melelehnya air es abadi (gletser) di pegunungan dan daerah kutub. Inipun akan menaikan volume air laut. Dengan naiknya volume air laut permukaan laut akan naik. Dengan laju kenaikan kadar GRK seperti sekarang diperkirakan pada sekitar tahun 2030 suhu akan naik dengan 1,5-4,5°C. kenaikan suhu ini akan menyebabkan naiknya permukaan laut dengan 25-140 cm. Dampak naiknya permukaan laut ialah tergenangnya daerah pantai yang rendah, misalnya tambak, sawah di daerah pasang surut dan bagian kota yang
1 Otto Soemarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, ( Jakarta : Djambatan, 2004), hlm. 15. 2 “Tahukah Anda Mengurangi Emisi”, Harian Kompas, Jakarta 29 Oktober 2005, hlm. 39
rendah seperti daerah pantai di Jakarta, Surabaya dan Semarang atau negaranegara yang memiliki daratan lebih rendah dari daerah pantai, seperti Belanda dan Bangladesh. Masalah peresapan air air laut di sungai dan di bawah tanah juga akan makin berat. Kenaikan permukaan laut juga akan menyebabkan naiknya laju erosi pantai. Untuk setiap kenaikan permukaan laut 1 cm garis pantai akan mundur 1 m sehingga kenaikan permukaan laut 25 sampai 140 cm akan menyebabkan mundurnya garis pantai sejauh 25 sampai 140 m. Sudah lama Pulau Tuvalu, Kiribati, dan Kepulauan Marshall di Samudra Pasifik tenggelam di musin hujan sehingga pindah ke Selandia Baru.3 Banyak ahli meramalkan penenggelaman pulau akan semakin meningkat, terutama di samudra Pasifik dan Samudra India. Indonesia sendiri menjelang pertengahan abad ke-21 diperkirakan menderita penenggelaman 2.000 pulau kecil di musim hujan dan peni9ngkatan frekuensi banjir di kawasan pesisir. Uraian di atas menunjukan betapa besarnya kerugian sosial-ekonomi yang dapat diakibatkan oleh pemanasan global. Harapan untuk dapat diambilnya tindakan yang tepat nampaknya mulai banyak digalakkan oleh berbagai pihak, baik itu secara individu perorangan, organisasi, maupun oleh negara-negara. Dengan harapan kelangsungan hidup umat manusia yang lebih lama, kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan hidup dapat ditumbahkan dan ditanamkan oleh seluruh masyarakat. Misalnya pada bulan Juni 1992, di Rio de Janeiro, Brazil, telah diadakan Konperensi PBB tentang lingkungan hidup. Konperensi ini yang bernama Konperensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development) terkenal juga dengan nama KTT Bumi karena yang hadir adalah para kepala negara dan pemerintahan yang membicarakan adalah tentang masalah keselamatan bumi. KTT Bumi yang dihadiri oleh lebih dari 100 kepala negara dan kepala pemerintahan yang menghasilkan (1) Deklarasi Rio, (2) Konvensi tentang Perubahan Iklim, (3) Konvensi tentang Keanekaan Hayati,
3
hlm. 10
“Membangun Tanpa Gas Rumah Kaca”, Harian Kompas, Jakarta 21 Maret 2005,
(4) Prinsip tentang Hutan.4 Mengadopsi dari KTT Bumi di Rio de Janeiro tersebut maka dibuatlah sebuah Protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim yang dilakukan di kota Kyoto, Jepang pada Desembar 1997. Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim). Dibuka untuk penanda tanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan oleh Rusia pada 18 November 2004. menurut syarat-syarat persetujuan protocol, ia mulai berlaku pada hari ke-90 setelah tanggal saat di mana tidak kurang 55 Pihak Konvensi telah memberikan alat ratifikasi mereka, penerimaan, persetujuan atau pemasukan. Dari syarat tersebut, bagian “55 pihak” dicapai pada 23 Mei 2002 ketika Islandia meratifikasi dan ratifikasi oleh Rusia pada 18 November 2004 memenuhi syarat “55 persen” dan menyebabkan persetujuan itu mulai berlaku 16 Februari 2005. Hingga Februari 2005, 141 negara telah meratifikasi protocol tersebut termasuk Indonesia, Kanada, Jepang, Selandia Baru dan 24 negara anggota Uni Eropa. Ada enam negara yang telah menandatangani namun belum meratifikasi protocol Kyoto. Antara lain Australia, Monako, Amerika Serikat. Sisanya adalah : Kroasia, Kazakhstan, dan Zambia.5
4
Otto Soemarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, ( Jakarta : Djambatan , 2004), hlm. 19 5 “Kyoto Detail”, dalam http://www.climnet.org/EUenergy/ratification/calendar.html. , diakses 23 November 2005
Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya,. Protokol Kyoto diprediksikan akan mengurangi emisi gas rumah kaca di negaranegara industri sebesar 5.2% dibandingkan keadaan pada tahun 1990. Tetapi dibandingkan dengan tanpa adanya Protokol Kyoto, target ini berarti pengurangan emisi sebesar 29%. Ketentuan utama Protokol Kyoto yaitu mewajibkan negaranegara maju untuk mengurangi total emisi rata-rata mereka sebesar 5,2% di bawah tingkat emisi mereka pada tahun 1990 dalam periode tahun 2008 – 2012.6 Protokol Kyoto juga bertujuan untuk membantu negara-negara berkembang dalam proyek-proyek yang berhubungan untuk memperbaiki keadaan iklim bumi atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global. Setiap negara-negara industri yang setuju dengan Protokol Kyoto dapat melakukan jual beli emisi untuk menjual atau membeli batas emisi sesuai Protokol Kyoto. Misalnya, Rusia yang saat ini memiliki emisi gas rumah kaca di bawah kuota, dapat saja menjual ‘emisi’ kepada Kanada yang emisinya di atas kuota Protokol Kyoto. Negara-negara juga dapat menerima bantuan dalam bentuk carbondioxide sinx. Carbondioxide sink adalah kebalikan dari sumber karbon. Carbondioxide sink berfungsi untuk menjerat karbon dari atmosfer bumi. Contoh-contoh carbondioxide sink adalah:
6 “The Kyoto Protokol ; Status Of Agreement”, dalam http://www.cnn.com/SPECIALS/1997/global.warming/stories/treaty.html., diakses 23 November 2005
•
Hutan. Pohon-pohon menyerap karbondioksida dan mengeluarkan oksigen.
•
Lautan. Lautan dapat menyimpan karbondioksida, sedangkan planktonplankton akan mengkonversi karbondioksida menjadi oksigen.
•
Pemampatan geologis, yaitu penyimpanan limbah karbondioksida pada lapisan bumi.
Amerika Serikat yang merupakan negara yang paling banyak mengeluarkan emisi gas rumah kaca sepertinya tidak punya niatan untuk memperbaiki kondisi bumi. Sikap Amerika Serikat juga mempengaruhi negaranegara lain seperti Kanada dan Australia dalam
menyikapi Protokol
Kyoto.Penolakan Amerika Serikat terhadap Protokol Kyoto yang dituangkan dalam surat tertanggal 12 Maret 2001. Presiden George W Bush mengatakan bahwa Protokol Kyoto akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi AS. Amerika Serikat beralasan bahwa Protokol Kyoto terlalu mahal untuk diikuti. Mematuhi protocol berarti AS harus mengganti bahan bakar pabrik dan desain mesinmesinnya. Hal ini pada gilirannya akan membuat industri Amerika merosot daya saingnya. Bush mengatakan bahwa protokol Kyoto akan menghancurkan ekonomi Amerika Serikat dalam sebuah wawancara televisi di London Inggris. Menurut Bush, menyangkut soal isu pemanasan global, AS akan berbicara kepada pemimpin lainnya mengenai teknologi baru sebagai jalan keluar untuk mengatasi masalah pemanasan global.
Amerika juga berpendapat bahwa motif protokol adalah politik dan ekonomi, dan diterapkan secara tidak fair, karena penerapan pembatasan tidak dilakukan terhadap Negara-negara yang pesat perkembangan industrinya. Dalam hal ini RRC dan India, yang jumlah penduduknya sepertiga penduduk dunia.
Lebih dari itu, AS juga menilai bahwa pemahaman tentang pemanasan global tidak didasarkan pada sains yang akurat. Namun untuk yang terakhir ini, sikap AS terlihat aneh, lebih-lebih apabila mengingat bahwa AS adalah Negara yang amat maju perkembangan sainsnya. Menengok ke belakang, riset mengenai pemanasan global juga bukan mulai dilakukan setahun atau satu decade terakhir, tetapi sudah lebih dari seabad silam. Adalah seorang ilmuan asal Perancis yang muncul pada abad ke 19 pertama kali meneliti mengenai pemanasan global yang kemudian diperkuat oleh ilmuan lain, seperti Svante Arrhenius dari Swedi dan tak kurang oleh ilmuan Amerika sendiri, yakni Charles David Keeling.
Bahkan
dalam sebuah laporan yang dikeluarkan oleh The Intergovernmental Panel on Climate Chage yang dikeluarkan tahun 1990 menegaskan berdasarkan pengamatan selama 50 tahun terakhir, pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim adalah akibat aktivitas manusia.7
Syarat sebuah protokol kini telah terpenuhi sehingga protocol bisa diberlakukan. Secara umum harus dikatakan bahwa protocol merupakan satu monument kesepakatan global yang ditujukan dalam upaya mengamankan masa depan Bumi. Tetapi jelas ia belum sempurna, karena Amerika Serikat – dengan 7
Nasru Alam Aziz, “Mekanisme Pembangunan Bersih, Berdagang Karbon Untuk Anak Cucu”, Harian Kompas, Jakarta 29 Oktober 2005, hlm. 39
statistic yang telah dikemukakan diatas – belum ikut dalam protocol. Pemanasan global adalah masalah semua umat manusia sehingga diperlukan
upaya
penanggulangan secara global, oleh seluruh warga dunia. Kasus pemanasan global ini menarik dikaji dalam hal melihat keselamatan Bumi dan Umat manusia. Dalam hal ini penulis tertarik dalam mengkaji dan menganalisa masalah tersebut, dengan menitik beratkan pada penolakan Amerika Serikat untuk bergabung (meratifikasi) dalam Protokol Kyoto Maka penulis mengambil judul “PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROTOKOL KYOTO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USAHA INTERNASIONAL UNTUK MEMINIMALISIR PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM DUNIA”
B. Identifikasi Masalah Masalah lingkungan adalah sebuah masalah yang kompleks, maka diperlukan sebuah usaha bersama secara terpadu untuk menanggulanginya. Perubahan iklim menuntut satu tanggapan global bersama. Protokol Kyoto adalah satu langkah kecil guna memperlambat pemanasan global. Posisi Amerika Serikat sebagai negara adikuasa dan merupakan negara maju yang memiliki kelebihan diberbagai bidang. Namun disamping itu Amerika Serikat merupakan negara penghasil emisi gas pemanas bumi terbesar di dunia. Usaha untuk memperbaiki lingkungan akan belum terasa sempurna tanpa bantuan Amerika yang memiliki banyak kelebihan dalam berbagai macam bidang untuk membantu mengurangi berbagai dampak buruk dari pemanasan global yang merupakan sebuah ancaman yang begitu besar bagi keselamatan bumi. Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengajukan beberapa indentifikasi masalah sebagai berikut :
1.
Apa Alasan-alasan Amerika Serikat tidak meratifikasi Protokol Kyoto ?
2.
Bagaimana usaha dunia internasional dalam meminimalisir pemanasan global ?
3.
Bagaimana dampak penolakan Amerika Serikat untuk bergabung dalam Protokol Kyoto terhadap usaha dunia internasional untuk meminimalisir pemanasan global ?
1. Pembatasan Masalah Dalam hal ini penulis membahas khususnya masalah penolakan Amerika Serikat bergabung dalam Protokol Kyoto dan implikasinya terhadap usaha memperlambat pemanasan global. Penulis juga membatasi penelitian pada tahun 1997-2005. Tahun dimana Prosoes pembentukan Protokol Kyoto dilakukan.
2. Perumusan Masalah Dari uraian yang telah dikemukakan dalam identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka penulis mengajukan perumusan masalah sebagai berikut : “Faktor-faktor apa yang mendorong pemerintah Amerika Serikat untuk tidak bergabung dalam usaha memperlambat pamanasan global yang tertuang dalam Protokol Kyoto dan implikasinya terhadap usaha dunia internasional dalam meminimalisir pemanasan global”.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian mengenai penolakan Amerika Serikat bergabung dalam Protokol
Kyoto
serta
implikasinya
terhadap
usaha-usaha
untuk
memperlambat pemanasan global ini adalah : a) Untuk mengetahui latar belakang penolakan Amerika serikat bergabung dalam Protokol Kyoto. b) Untuk mengetahui bagaimana usaha-usaha dunia internasional dalam meminimalisir pemanasan global. c) Untuk mengetahui bagaimana dampak penolakan Amerika Serikat terhadap Protokol Kyoto untuk meminimalisir pemanasan global.
2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah : a) dengan penelitian ini diharapkan akan memperoleh dan menambah pengetahuan teoritis maupun praktis khususnya yang berkaitan dengan scope Ekonomi Politik Internasional dan Organisasi Internasional serta Hukum Internasional yang merupakan salah satu scope Ilmu Hubungan Internasional. b) dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan teori-teori hubungan internasional, dan dapat memberikan
wawasan bagi peneliti maupun para akademis ilmu Hubungan Internasional lainnya yang menaruh minat khususnya pada
politik internasional yaitu,
penolakan Amerika Serikat bergabung dalam Protokol Kyoto dan implikasinya terhadap usaha memperlambat pemanasan global. c)
untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian sarjana Strata Satu (S1) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik jurusan Hubungan Internasional Universitas Pasundan Bandung.
D. Kerangka Teoritis dan Hipotesis 1. Kerangka Teoritis Kerangka pemikiran ini mempunyai tujuan untuk menentukan arah serta mempermudah dalam menyelesaikan konsep-konsep yang diharapkan dapat mendukung keakuratan data yang akan diteliti. Untuk mengkaji masalah tersebut, penulis menggunakan pendekatan institusi (pendekatan kelembagaan). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam kerangka pemikiran ini, maka penulis mengutip beberapa pendapat atau teori dari para ahli yang tentunya berkaitan dengan objek yang diteliti. Hal ini dilakukan untuk memberikan dasar pemikiran yang mendukung suatu penelitian sehingga diakui kebenarannya. Studi hubungan internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku para aktor, negara maupun non-negara, di dalam arena transaksi internasional. Perilaku itu bias berwujud perang, konflik, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi internasional, dan sebagainya.
Adapun pengertian Hubungan Internasional adalah : sesuai untuk mencakup segala macam hubungan antara bangsa dan kelompokkelompok bangsa dalam masyarakat dunia dan kekuatan tekanan-tekanan, proses-proses yang menentukan cara hidup, cara bertidak dan cara berfikir manusia8
Pengertian lain mengenai hubungan internasional, adalah hubungan yang terjadi dengan melampaui batas ketatanegaraan. Hubungan internasional tidak saja menyangkut politik internasional, melainkan mencakup juga bentuk-bentuk hubungan yang non politis antara berbagai subjek yang tidak 9 memegang monopoli kekuasaan seperti yang terjadi dengan Negara.
Persoalan pertama yang ditimbulkan oleh istilah hubungan internasional terletak pada kenyataan, bahwa istilah itu sering disamakan dengan istilah politik internasional. Penyamaan itu sebagian dapat dibenarkan, tetapi untuk sebagian lain tidak dapat dibiarkan. Pada akhirnya inti hubungan internasional ialah politik internasional. Adapun pengertian politik internasional adalah politik internasional mencakup kepentingan dan tindakan beberapa atau semua negara serta proses interaksi antar negara maupun antara negara dan organisasi 10 internasional pada tingkat pemerintah.
Politik internasional sebenarnya studi tentang kebijakan politik luar negeri dimana
kebijakan
ini
didefinisikan
sebagai
keputusan-keputusan
yang
merumuskan tujuan, menentukan prosedur atau tidakan-tindakan tertentu.11 Adapun pengertian lain mengenai politik internasional adalah merupakan situasi yang berlangsung apabila suatu negara melakukan tindakan yang dapat mempengaruhi situasi politik negara lain, atau yang mengakibatkan 8 Suwardi Wiriaatmadja, Pengantar Hubungan Internasional, (Surabaya : Pustaka Tinta Mas, 1983), hlm. 3 9 Budiona Kusumohamidjojo, Hubungan Internasional Kerangka Studi Analitis, (Bandung : Bina Cipta, 1987), hlm. 11 10 Ibid. 11 K.J Holsti, Politik Internasional Suatu kerangka analitis, diterj. Oleh Wawan Djuanda, (Bandung : Bina Cipta, 1987), hlm. 28
terjadinya dampak politik. Perhatian utama dalam politik internasional adalah masalah distribusi kekuasaan internasional, perlombaan kekuatan antar negaranegara dan pola-pola konflik dan kerjasama antar negara-negara non blok dan blok lain (alignment); hubungan antar bangsa yang didorong oleh perdagangan, ekonomi dan saling ketergantungan; usaha-usaha terhadap pengawasan persenjataan dan pelucutan senjata; dan lembaga-lembaga yang memberikan kesempatan perdamaian dan kerjasama internasional.12
Politik internasional, sebagaimana halnya dengan semua politik, ialah perjuanagn untuk mencapai kekuasaan. Apapun yang menjadi tujuan utama politik internasional, kekuasaanlah yang menjadi tujuan terdekatnya.13 Negarawan dan bangsa pada akhirnya mungkin secara pokok mencari kebebasan, kesejahteraan, kemakmuran, atau kekuasaan itu sendiri. Politik internasional tidak dapat dikurangi menjadi peraturan hukum dan lembaga hukum. Politik internasional beroperasi dalam rangka kerja peraturanperaturan demikian dan melalui peralatan lembaga-lembaga tersebut. Dalam politik internasional khususnya, kekuatan bersenjata sebagai suatu ancaman atau suatu kekuatan, merupakan pembuat factor material terpenting bagi kekuatan politik bangsa. Apabila hal ini terjadi suatu keadaan yang sesungguhnya dalam masa perang, ini berarti penggantian militer dengan kekuasaan politik. Adapun pengertian dari kekuasaan politik adalah hubungan psikologis antara mereka yang menjalankannya dengan mereka atas siapa dijalankan. Ia memberikan kepada yang disebut pertama penguasaan atas tindakan tertentu dari yang disebut belakangan melalui pengaruh yang digunakan oleh yang disebut pertama kepada pikiran yang disebut belakangan. Pengaruh itu mungkin digunakan melalui perintah, ancaman, bujukan, atau kombinasi dari 14 ketiganya.
Politik internasional dan politik dalam negeri hanyalah merupakan dua manifestasi yang berbeda dari suatu kejadian yang sama, perjuangan untuk
12
BN Marbun, Kamus Politik, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Bangsa, 2003), hlm. 446 Hans J.Morgenthau, Politik Antarbangsa Perjuangan Untuk Kekuasaan dan Perdamaian, diterj. Oleh MANNA, (Bandung : Binacipta, 1990), hlm. 15 14 Ibid., hlm. 16 13
mencapai kekuasaan. Manifestasinya berbeda dalam dua lingkungan yang berbeda disebabkan perbedaan moral, politik, dan keadaan social umum yang berlaku dalam tiap lingkungan.15 Dalam hubungan satu sama lain, negara-negara biasanya melakukan diplomasi, baik itu dalam bidang ekonomi, militer, dan politik. Adapun pengertian diplomasi adalah Praktek pelaksanaan hubungan antarnegara melalui perwakilan resmi. Diplomasi dapat mencakup seluruh proses hubungan luar negeri, pembentukan kebijaksanaan luar negeri, serta pelaksanaannya.16 Berdasarkan judul penelitian, maka penulis menekankan pada penolakan Amerika untuk meratifikasi, bergabung dalam protocol Kyoto sebagai usaha untuk memperlambat pemanasan global dan perubahan iklim dunia. Untuk lebih memahaminya, maka penulis memberikan gambaran mengenai perjanjian, hukum internasional dan komponen-komponen di dalamnya. Adapun pengertian dari Protokol Kyoto adalah Protokol Kyoto adalah sebuah perjanjian yang membahas mengenai usaha-usaha untuk mengatasi atau pencegahan dari pemanasan global yang memiliki kekuatan hukum. Atau sebuah instrument hukum (legal instrument) yang dirancang untuk mengimplementasikan KOnvensi Perubahan Iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi Gas Rumahkaca (GRK) agar tidak mengganggu system 17 iklim bumi
Protokol Kyoto dibuat atas usaha bersama untuk mengurangi efek dari pemanasan global yang sangat mengancam kehidupan umat manusia. Adapun pengertian dari pemanasan global adalah
15
Ibid., hlm. 26 Jack C.Plano dan Roy Olton, Kamus Hubungan Internasional, diterj. Oleh Wawan Juanda, (Putra A Bardin 1999), hlm. 201 17 Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto Implikasinya bagi Negara Berkembang, (Jakarta : penerbit buku Kompas, 2003), hlm. 8 16
Pemanasan global adalah peristiwa naiknya intensitas efek rumah kaca (ERK). ERK terjadi karena adanya gas dalam atmoser yang menyerap sinar panas, yaitu sinar inframerah, yang dipancarkan pleh bumi. Gas itu disebut gas rumah kaca (GRK). Dengan penyerapan itu sinar panas terperangkap sehingga naiklah suhu permukaan bumi. Istilah efek rumah kaca (greenhouse effect) berasal dari pengalaman petani di daerah iklim sedang. Dalam musim rontok, musim dingin dan musim semi pada waktu suhu masih dingin, petani menanam sayuran dan bibit tanaman dalam rumah kaca. Pada siang hari pada waktu hari cerah suhu dalam rumah kaca itu lebih tinggi daripada di luar bangunan rumah kaca. Kenaikan suhu dalam rumah kaca itu disebut efek rumah kaca. Kenaikan itu disebabkan oleh terperangkapnya panas dalam rumah kaca. Keterangan di atas menunjukan efek rumah kaca tidaklah berkaitan dengan dibangunnya banyak gedung yang berdinding kaca. Seandainya tidak ada GRK dan arena itu tidak ada ERK, suhu permukaan bumi rata-rata akan hanya -180C saja, terlalu dingin bagi kehidupan mahluk hidup. Dengan adanya ERK suhu bumi adalah rata-rata 150C, seperti yang kita kenal. Jadi ERK sanagt berguna bagi kehidupan di bumi. Tetapi pada akhir-akhir ini tercatat naiknya kadar GRK dalam atmosfer, yaitu CO2 dan beberapa gas lain. Dengan naiknya kadar GRK dikhawatirkan intensitas ERK pun akan meningkat sehingga suhu permukaan bumi akan naik pula. Inilah yang disebut pemanasan 18 global, seperti disebut diatas.
Pemanasan global tidak terjadi secara seketika, tetapi berangsurangsur. Namun demikian, dampaknya sudah mulai kita rasakan disini dan sekarang. Ketika revolusi industri baru dimulai sekitar tahun 1850, konsentrasi salah satu GRK penting yaitu CO2 diatmosfer baru 290 ppmv (part per million by volume), saat ini (150 tahun kemudian) telah mencapai sekitar 350 ppmv. Jika pola konsumsi, gaya hidup[, dan pertumbuhan penduduk tidak berubah, 100 tahun yang akan datang konsentrasi CO2 diperkirakan akan meningkat menjadi 580 ppmv atau dua kali lipat dari zaman pra industri. Akibatnya, dalam kurun waktu 100 tahun yang akan datang suhu rata-rata bumi akan meningkat hingga 4,5°C dengan dampak terhadap berbagai sector kehidupan manusia yang luar biasa besarnya. Menurunnya produksi pangan, terganggunya fluktuasi dan distribusi
18
Otto Soemarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, ( Jakarta : Djambatan, 2004), hlm. 15.
ketersediaan air, penyebaran hama dan penyakit tanaman, dan manusia adalah diantara dampak social ekonomi yang dapat ditimbulkan.19 Hukum internasional dapat dirumuskan sebagai kumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antara negara-negara satu sama lain, yang juga meliputi : a.
Peraturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi itu masing-masing serta hubungannya dengan negara-negara dan individu-individu. Peraturan-peraturan hukum tersebut mengenai individu-individu dan kesatuankesatuan bukan negara, sepanjang hak-hak atau kewajiban-kewajiban individu dan kesatuan itu merupakan masalah persekutuan internasional.20
b.
Adapun pengertian lain dari hukum internasional adalah
hukum internasional publik, yang harus dibedakan dari hukum perdata internasional. Hukum internasional public adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara 21 (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
Perjanjian internasional dapat didefinisikan dalam dua buah pengertian ; a.
b.
Treaty Contract maksudnya adalah perjanjian-perjanjian yang seperti suatu kontrak atau perjanjian dalam hukum perdata hanya mengakibatkan hak-hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu. Atau dengan kata lain perjanjian yang berlaku bersifat khusus yaitu mengikat negara-negara yang menandatangani perjanjian tersebut. Law Making Treaties atau Traite-Lois maksudnya adalah perjanjian yang ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Atau dengan kata lain perjanjian yang berlaku mengikat 22 semua negara walau negara tersebut tidak turut serta menandatanganinya.
Dari uraian diatas dapat kita dapat menyimpulkan Protokol Kyoto termasuk ke dalam Treaty Contract. Adapun pengertian dari protocol adalah Merupakan suatu persetujuan yang sifatnya kurang resmi dibandingkan treaty atau konvensi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala Negara. Istilah ini melipati : sebagai tambahan pada konvensi, sebagai alat tambahan 19
Ibid., hlm 2 Teuku May Rudy, Hukum Internasional 1, (Bandung : Refika Aditama, 2002), hlm. 1 21 Ibid., hlm. 1 22 Ibid., hlm. 12 20
bagi konvensi, traktat yang sama sekali berdiri sendiri, sebagai catatan mengenai pemufakatan
Dalam membuat perjanjian internasional dapat dibagi dalam 3 tahap, yaitu : a. Perundingan (negotiation) b. Penandatanganan (signature) c. Pengesahan (ratification) Apabila suatu Negara berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu tidak dapat menyetujui sepenuhnya isi dari perjanjian yang bersangkutan. Dalam hal demikian Negara itu tentu saja bias memutuskan untuk sama sekali tidak turut serta dalam perjanjian itu. Untuk mengatasi kesukaran yang dihadapi oleh Negara tersebut maka Negara yang bersangkutan dapat turut serta dalam perjanjian itu dengan mengajukan suatu atau beberapa persyaratan (reservation). Ini berarti bahwa Negara itu menerimaisi perjanjian itu dengan syarat-syarat yang diajukan atau bahwa beberapa bagian dari perjanjian tidak berlaku baginya. Persyaratan demikian bias diajukan pada waktu perjanjian ditandatangani, pada waktu melakukan ratifikasi atau pada waktu menyatakan turut serta pada perjanjian (accession). Mengenai persyaratan ini terhadap perjanjian multilateral, praktek yang berlaku hingga beberapa tahun lalu adalah bahwa suatu persyaratan hanya berlaku apabila peserta-peserta lain dalam perjanjian itu menerima persyaratan yang diajukan. Dengan kata lain suatu Negara yang mengajukan persyaratan terhadap suatu perjanjian tidak dapat menjadi peserta perjanjian itu apabila satu Negara saja menjadi peserta perjanjian tersebut menolak persyaratan yang diajukan.
Adapun tahapan-tahapan membuat perjanjian atau traktat internasional antara lain : 1. Penunjukan para negosiator, kuasa penuh dan surat-surat kepercayaan Sekali suatu Negara memutuskan untuk memulai negoisasi-negoisasi dengan Negara-negara lain untuk pembuatan traktat tertentu, maka langkah pertama yang dilakukan adalah mengangkat wakil-wakil untuk melakukan negoisasi-negoisasi. Jelas penting bahwa setiap wakil itu harus diakreditasi sebagaimana mestinya ke Negara lain dan harus dilengkapi dengan kuasa yang diperlukan yang bukan saja statusnya sebagai utusan resmi, melainkan juga kewewenangannya untuk menghadiri dan ikut serta dalam negoisasi-negoisasi, juga untuk menutup dan menandatangani Final Act traktat, meskipun secara tegas kewewenangan untuk mendatangani tidak diperlukan untuk tahap negoisasi-negoisasi. 2. Negoisasi dan Adopsi Negoisasi-negoisasi mengenai suatu traktat yang dilakukan baik melalui pourparlers dalam hal traktat bilateral maupun melalui Konferensi Diplomatik, prosedur ini lebih lazim jika suatu traktat multilateral akan diadopsi. Dalam kedua hal tersebut para delegasi tetap memelihara hubungan dengan pemerintahnya, mereka boleh mengadakan konsultasi dengan pemerintahnya serta, dipandang perlu, meminta instruksi-instruksi baru.sebagai praktek yang umum, sebelum membubuhkan tanda tangan mereka pada Final Act traktat, para delegasi meminta instruksi-instruksi
baru untuk menandatangani instrument tersebut yakni mengenai apakah harus ada reservasi atau tidak. 3. Penandatanganan dan Pertukaran Instrumen-instrumen Apabila rancangan akhir traktat atau perjanjian telah disepakati, maka instrument tersebut siap untuk dilakukan penandatanganan. 4. Ratifikasi Secara teori, ratifikasi adalah persetujuan oleh kepala Negara atau kepala pemerintahan dari Negara penandatangan yang dibubuhkan pada perjanjian itu wakil-wakil yang berkuasa penuh yang telah diangkat sebagaimana mestinya. Namun dalam praktek modern ratifikasi lebih penting daripada konfirmasi saja, yang dianggap merupakan pernyataan resmi oleh suatu Negara tentang persetujuannya untuk terikat oleh traktat. 5. Aksesi dan Adhesi Dalam prakteknya, apabila suatu Negara tidak menandatangani suatu perjanjian, maka Negara tersebut hanya dapat melakukan aksesi (accede) atau adhesi (adhere) pada perjanjian itu. Aksesi meliputi kesertaan sebagai peserta keseluruhan perjanjian dengan penerimaan penuh dan utuh atas semua ketentuannya kecuali reservasi-reservasi terhadap suatu klausa, sedangkan adhesi dapat berupa penerimaan hanya sebagian dari perjanjian. 6. mulai berlakunya perjanjian mulai
berlakunya
perjanjian
bergantung
atas
ketentuan-ketentuan
perjanjian itu atas apa yang disepakati Negara-negara peserta perjanjian ( konvensi Wina Pasal 24 ayat 1 ). Banyak perjanjian-perjanjian yang
berlaku sejak tanggal penandatanganannya, tetapi apabila diperlukan ratifikasi, penerimaan atau persetujuan, maka kaidah umum hukum internasional adalah bahwa perjanjian yang bersangkutan mulai berlaku hanya setelah pertukaran dan penyimpanan ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh semua Negara penandatanganan. 7. Pendaftaran dan Publikasi Charter Perserikatan Bangsa-bangsa dalam pasal 102 menentukan bahwa, semua traktat dan perjanjian internasional yang dibentuk oleh anggota PBB harus mungkin “sesegera mungkin” didaftarkan kepada Sekretariat Organisasi dan dipublikasikan oleh secretariat. 8. Pemberlakuan dan Pelaksanaan Ada ketentuan pemberlakuan perjanjian sebelum mulai dilaksanakan apabila perjanjian itu sendiri mengatur demikian dan disetujui oleh pesertanya. Dalam prakteknya diperlukan kesiapan tugas tindak lanjut untuk menjamin bahwa pesrta benar-benar memberlakukan instrument yang mengikat mereka tersebut.23 Ketika pemerintah berbagai Negara mengadopsi Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations Fremework Convention on Climate Change, UNFCCC) di Rio de Janeiro, Brazil, pada tahun !992, mereka menyadari bahwa konvensi tersebut dapat merupakan suatu landasan peluncuran yang lebih kuat untuk tindakan di masa depan. Melalui konvensi juga dapat dilakukan proses peninjauan, diskusi, dan pertukaran
23
Ibid., hlm. 20
informasi untuk mengadopsi komitmen tambahan untuk memberikan tanggapan terhadap perubahan dalam ilmiah dan kemauan politik.24 Tinjauan pertama dilakukan terhadap komitmen Negara-negara maju sebagaimana diisyaratkan dalam siding pertama Konferensi Para Pihak (First Session of the Conference of Parties, CoP1) yang diadakan di Berlin Jerman, tahun 1995. para pihak memutuskan bahwa komitmen Negaranegara maju yang bertujuan untuk mengembalikan emisi ke tingkat tahun 1990 menjelang tahun 2000, sangat tidak memadai untuk mencapai tujuan jangka panjang konvensi untuk menghindari pengaruh manusia yang membahayakan system iklim Bumi. Oleh karena itu, para menteri dan para pejabat tinggi lainnya menanggapinya dengan menekankan dimulainya suatu proses yang memungkinkan pengambilan tindakan pada periode setelah tahun 2000, termasuk penguatan komitmen negara-negara maju. Penolakan Amerika Serikat terhadap Protokol Kyoto yang dianggapnya cacat cukup merepotkan banyak pihak.. Sekiranya protocol dilaksanakan, AS sebagai pembuang utama gas rumah kaca di dunia, harus menutup sejumlah pabriknya yang menjadi sumber polusi.AS kelihatanya tidak rela meski taruhannya besar bagi lingkungan. Tindakan ini telah membuat efektivitas Protokol Kyoto tertunda dari perkiraan banyak orang, penolakan ini menghambat upaya bersama mengurangi bahaya pemanasan global. Padahal , bumi sedang berada di pinggiran krisis ekologi yang besar. Lingkungan terus dihancurkan antara lain oleh proses pembangunan yang merusak. Berdasarkan konsep dan teori diatas, sekaligus sebagai kerangka konseptual bagi penelitian ini, peneliti merumuskan serangkaian asumsi, yaitu : 1) Amerika Serikat beralasan bahwa Protokol Kyoto bersikap tidak adil, pasalnya, kewajiban mengurangi emisi karbon dioksida tidak mencakup 24
Daniel Murdiyarso, Op.Cit, hlm. 3
Negara-negara yang tengah berkembang pesat industrinya, seperti Cina atau India. Amerika Serikat juga beranggapan bahwa Protokol Kyoto akan merugikan perekonomian Amerika karena harus menutup sejumlah pabrik yang menjadi sumber polusi. 2) Protokol Kyoto dibuat sebagai usaha bersama dunia internasional untuk mengurangi efek dari pemanasan global yang sangat membahayakan ekologi lingkungan dunia dan mangancam keselamatan umat manusia. Dunia internasional disyaratkan untuk menekan emisi gas rumah kaca hingga kurang dari 2,5 persen. 3) Tanpa Amerika Serikat sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, usaha internasional untuk meminimalisir pemanasan global yang tertuang dalam Protokol Kyoto akan mengalami hambatan 2. Hipotesis Berdasarkan keseluruhan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka penulis menarik kesimpulan sementara, yaitu : “Jika Amerika Serikat tetap bersikukuh untuk tidak meratifikasi Protokol Kyoto maka upaya internasional untuk meminimalisir pemanasan global dan perubahan iklim dunia akan mengalami hambatan” 3.
Operasionalisasi Variabel Dan Indikator
Kemudian untuk membantu didalam menganalisa masalah penelitian lebih lanjut, maka penulis membuat pengoperasian variabel, agar dapat melakukan verifikasi atau pembuktian terhadap hipotesis, dengan tolak ukur menggunakan tolak ukur berdasarkan konsep teoritik, konsep empirik dan konsep analisis melalui tabel operasionalisasi variabel dibawah ini :
Tabel I Operasional Variabel dan Indikator
Variabel (Konsep Teoritik) Variabel bebas : “Jika Amerika Serikat
1)
Indikator (Konsep Empirik)
Verifikasi (Konsep Analisis)
Adanya penolakan
1) Mengenai data dan fakta
Amerika Serikat untuk
penolakan Amerika
tetap bersikukuh tidak
meratifikasi Protokol
Serikat untuk meratifikasi
meratifikasi Protokol
Kyoto
Protokol Kyoto
Kyoto
2) Adanya kebijakan
2) Mengenai data dan fakta
Amerika Serikat untuk
Amerika Serikat untuk
tetap menolak
tetap menolak
meratifikasi Protokol
meratifikasi Protokol
Kyoto
Kyoto
Variabel terikat : 3) Data dan fakta komitmen
Maka
Usaha
3) Adanya komitmen
internasional
untuk
untuk mengurangi
internasional untuk
emisi atau pengeluaran
mengurangi emisi
meminimalisir
perubahan iklim akan terhambat
karbon dioksida 4) Ekologi lingkungan hidup akan semakin terancam 5) Efektifitas Protokol Kyoto Dipertanyakan
4) Data dan fakta ekologi lingkungan hidup yang semakin terancam 5) Data dan Fakta efektifitas Protokol Kyoto
Gambar 1 Alur pemikiran Penolakan Ratifikasi AS dalam Protokol Kyoto
Amerika Seikat
Konflik Antara Kebijakan Di Bidang Ekonomi dan Usaha Mengurangi Pemanasan Global
Penolakan Meratifikasi Protokol Kyoto
Usaha Untuk Meminimalisir Pemanasan Global
Protokol Kyoto
Ketentuan Negara Maju Wajib Mengurangi Emisi
Proses Ratifikasi
Ancaman Terhadap Keadaan Ekologi Lingkungan Dunia - naeknya suhu permukaan bumi - mencairnya es di kutub - naiknya permukaan air laut - penenggelaman pulau - badai
E. Metode Penelitian Dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Penelitian
Metode penelitian berfungsi sebagai data dalam penyusunan penelitian ini. Untuk penelitian ini, penulis menggunakan dua bentuk metode penelitian, yaitu : Metode Deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang menggambarkan fenomena-fenomena yang sedang berlangsung, yang kemudian hasil penelitian dianalisis berdasarkan teori-teori yang ada dan selanjutnya dapat disimpulkan oleh penulis. Dengan metode penelitian ini, penulis memaparkan tentang penolakan Amerika Serikat untuk meratifikasi Protokol Kyoto, dan akibat yang ditimbulkan penolakan tersebut.
2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data-data yang menunjang dalam menyusun laporan penelitian yang dilakukan melalui dtudi kepustakaan yang bersumber dari bahan-bahan tulisan, baik dari buku, dokumendokumen, media massa, majalah, jurnal, kliping, dan data-data dari internet. Dalam memperoleh data juga dilakukan dengan melakukan wawancara dengan orang atau pihak yang berkaitan dengan laporan penelitian.
F. Lokasi Dan Lamanya Penelitian
1. Lokasi Penelitian Penelitian dalam penyusunan laporan skripsi ini akan penulis lakukan pada lokasi-lokasi : a. Kantor PBB ( United Nations Environmental Programme (UNEP) ) Jl. M.H Thamrin No 15, Jakarta Pusat b. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jl. Gatot Soebroto No. 10, Jakarta a. Center For Strategic International Studies (CSIS) Jl. Tanah Abang III No. 23-27, Jakarta Pusat b.Departemen Luar Negeri Jl. Taman Pejambon No. 4, Jakarta Pusat c. United Nation Information Centre (UNIC) Jl. M.H Thamrin, Kav ( lt. 14 Surya Building, Jakarta Pusat d.Pusat Informasi Kompas Jl. Palmerah Selatan No. 23-24, Jakarta
2. Lamanya Penelitian Lamanya penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih enam bulan, dari bulan Februari sampai bulan Juli 2005, lebih jelasnya dapat dilihat dari table jadwal rencana kegiatan penyusunan skripsi ini.
TABEL 1 JADWAL RENCANA KEGIATAN PENELITIAN Januari-Juni 2006
Bulan Januari Minggu 1 2 3 4
NO
1
2 3 4 5
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN April Februari Maret 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
4
Mei 1 2
3
4
Juni 1 2
3
Kegiatan Persiapan a.Konsultasi judul b.Pengajuan judul Penyusunan Proposal a.Seminar Proposal b.Pengurusan surat izin Pelaksanaan pengumpulan data Analisis data Penyusunan Laporan Dalam bentuk skripsi
G. Sistematika Penulisan Dimana dalam sistematika penulisan penulis menggambarkan penyusunan penulisan ini. Adapun gambarannya, sebagai berikut : BAB I Pendahuluan. Dimana dalam bab ini penulis menjelaskan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran dan hipotesis, metode penelitian dan teknik pengumpulan data, lokasi dan lamanya penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Latar Belakang Penolakan Amerika Serikat Terhadap Protokol Kyoto Bab ini penulis mencoba untuk menjelaskan faktor-faktor penolakan Amerika Serikat untuk meratifikasi Protokol Kyoto.
4
BAB III Protokol Kyoto Sebagai Usaha Internasional Untuk meminimalisir Pemanasan Global Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai bagaimana latar belakang diadakannya Protokol Kyoto, apa dan bagaimana isi perjanjian dari Protokol Kyoto tersebut, tujuan dan maksud dibuatnya Protokol Kyoto.
BAB IV Memahami Usaha Dunia Internasional Untuk Menghambat Pemanasan Global Melalui Protokol Kyoto dengan Penolakan Amerika Serikat Pada bab ini penulis mencoba menganalisa dari hasil pengamatan berdasarkan pengujian hipotesis, serta menjelaskan keterkaitan atara veriabel-veriabel penelitian sebelumnya, yang didukung oleh gambaran data dan analisis data.
BAB V Kesimpulan Pada bagian bab ini penulis membuat suatu kesimpulan dari bab-bab sebelunya, yang merupakan jawaban atas rumusan masalah yang telah ditentukan pada bagian awal, sesuai dengan sistematika penulisan skripsi ini.
BAB II PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROTOKOL KYOTO A. Pandangan Amerika Serikat Terhadap Lingkungan Hidup 1. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Mengenai Lingkungan Hidup Pola-pola
kebijakan
merupakan
suatu
cara
menurunkan
dan
menggambarkan tujuan Politik Luar Negeri. Politik Luar Negeri terdiri dari tujuan-tujuan dimana para pejabat negara berusaha untuk mencapainya di luar wilayah negaranya dengan nilai-nilai yang mendukung tujuan tersebut dan caracara untuk mencapainya. Tujuan-tujuan Politik Luar Negeri Amerika Serikat secara relatif konstan bila dibandingkan dengan cara yang digunakan untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut.25 Namun tujuan Politik Luar Negeri Amerika Serikat pada umumnya ini dapat dirubah oleh Presiden yang memiliki kewenangan akibat tekanan-tekanan dari domestik dan juga sejarah. Politik Luar Negeri Amerika Serikat setelah periode Perang Dunia II menandai suatu era politik luar negeri yang mengglobal.26 Secara garis besar Politik Luar Negeri Presiden George W. Bush pada dasarnya masih mengacu pada kebijakan umum politik luar negeri pemerintah / administrasi sebelumnya, dimana faktor dalam negeri banyak menentukan arah politik luar negerinya. Disamping itu kondisionalitas dalam melangsungkan hubungan bilateral dan perdagangan internasional semakin menonjol. Dalam kaitan menyongsong abad ke 21, Amerika Serikat menekankan tekad membangun yaitu pendekatan baru di bidang kebijakan 25 Charles W. Kegley & Eugene R Witkoft. American Foreign Policy : Patern and Process, (5th Ed. New York : Saint Martin Press, 1996), hlm3. 26 Ibid.
politik luar negeri. Kebijakan ini dikatakan akan melihat kedepan dan menjawab berbagai tantangan di masa yang akan datang. Dengan kata lain, kebijakan tersebut tidak melihat kebelakang dan bukan meruakan kebijakanpasca perang dingin. Untuk itu mulai dicanangkan pembnagunan kerangka hubungan, kemitraan dan berbagai lembaga yang baru, disamping yang telah ada dalam rangkat memperkuat keamanan dan kemakmuran masyarakat Amerika Serikat.27 Pemerintah memberikan prioritas utama pada kepentingan nasional, ekonomi, kepentingan perdagangan dan hak asasi manusia menjadi fokus dalam tingkat yang berbeda-beda.28 Ancaman militer terhadap kepentingan nasional Amerika Serikat masa perang dingin telah digantikan oleh datangnya ancaman dari perubahan lingkungan hidup yang berpengaruh terhadap perekonomian gaya hidup dan kepentingan Politik Luar Negeri Amerika Serikat.29 Dalam hal ini, isu lingkungan hidup
telah
memaksa
Pemerintah
Amerika
Serikat
secara
serius
mempertimbangkan gagasan mengenai keadilan sebab masalah lingkungan hidup merupakan jantung bagi politik dan ekonomi Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat saat ini bersedia menerima keadilan dalam politik lingkungan hidupnya: dimana hal ini erat kaitannya dengan banyak hal seperti perekonomian Amerika Serikat dan keamanan lingkungan hidup. Hal ini
27
Departemen Luar Negeri, Laporan Operasional Amerika Serikat 2001/2001, hlm 32 China Institute of Contemporary Internasional Relation, Contemporer Internasional Relation, vol 12, 2002, hlm 8 29 Paul G Harris, Environment Security & Internasional Equity : Burden of America and Other Great Power dalam PACIFICA Review : Peace, Security & Global Change, (vol 11, 1999), hlm 31. 28
termasuk tekanan politik dari domestik dan internasional yang telah menyerukan ide tentang keadilan sebagai nilai dalam lingkungan hidup Amerika Serikat. Tujuan Politik Luar Negeri Amerika Serikat mengadopsi gagasan mengenai keadilan adalah untuk pertama, menjaga kesehatan dan kesejahteraan umat manusia. Kedua, mempromosikan isu HAM secara nasional. Ketiga, membantu mengentaskan kemiskinan. Keempat, bertanggung jawab atas ketidakadilan yang diterima negara-negara berkembang di masa lalu. Serta kelima membantu mendamai perbaikan kerusakan lingkungan hidup global.30 Pada dasarnya tidak ada perbedaan kebijakan antara Presiden Bush dan pendahulunya. Hanya saja ada sedikit perubahan kebijakan setelah tragedi 11 September 2001 terjadi. Hal ini dapat dijelaskan dengan dikeluarkannya kebijakan pengunduran diri Amerika Serikat dari Anti Ballistic Missile (ABM) Treaty tahun 1972 pada tanggal 13 Desember 2001 Amerika menarik diri dari perjanjian ini dikarenakan Amerika Serikat beranggapan bahwa perjanjian ini dianggap gagal juga menganggap bahwa perjanjian initidak melindungi kepentingan nasionalnya terutama keamanan nasionalnya. Demikian hanya dengan lingkungan hidup, Amerika Serikat yang menarik diri protokol Kyoto yang sudah ditanda tangani oleh 178 negara pada tahun 1997.31 Saat ini Amerika Serikat memasukan lingkungan hidup dalam politik luar negerinya dengan alasan bahwa, petama kerusakan lingkungan hidup global telah mengancam kesehatan bangsa Amerika dan masa depan ekonomi Amerika 30 31
Ibid., hlm 38 China Institute of Contemporary, Op.Cit., hlm 30
Serikat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi emakin memperburuk masalah ini dan mempunyai konsekuensi yang melewati batas-batas nasinal. Lingkungan hidup dapat dijaga dengan sangat efektif jika bangsa-bangsa yang diterapkan menjadi perhatian utama politik luar negeri Amerika Serikat. Kedua, masalah lingkungan hidup merupakan jantung dari politik dan ekonomi yang menantang Amerika Serikat untuk menghadapi dunia. Amerika Serikat, tidak melalsakanakan tugasnya sebagai “Peace Makers” dan pencetus demokreasi jika tidak mampu mengatasi masalah lingkungan hidup gobal. Ketiga, seperti yang dikatakan Presiden Kennedy “Problem Oriented by Man can be Solued by Man”. Masalah lingkungan hidup saat ini bukanlah sebagai akibat dari adanya kekuatan alam, melainkan disebabkan oleh umat manusia. Masalah ini dapat diatasi jika bangsa amerika dapat bekerja sama dengan Pemerintah NGO’S dan kelompok bisnis yang memahami komitmen Amerika Serikat akan dunia yang lebih bersih dan sehat.32 Politi Luar Negeri Amerika Serikat dipengaruhi oleh struktur dan proses yang tergabung dalam suatu sistem politik internasional. Sehingga apabila ada perubahan dalam sistem tersebut maka kebijakan yang diambil harus disesuaikan. Begitu pula halnya dalam lingkungan, Amerika Serikat menyesuaikan diri dengan sistem yang ada dimana dengan bermunculannya negara-negara saingan membuat Amerika Serikat mengambil kebijakan yang disesuaikan dengan kepentingan nasional Amerika Serikat.33
32 “The Kyoto Protokol ; State Agreement”, dalam www. State. Gov /www/global/oes/earth.html. diakses 6 Maret 2006 33 Charles W Kegley, Op.Cit., hlm 182
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memusatkan perhatiannya pada 5 isu utama lingkungan hidup global saat ini yang hanya dapat diatasi secara bersama-sama oleh bangsa-bangsa di dunia. Ke 5 isu tersebut adalah masalah perubahan lingkungan iklim global, limbah kimia beracun dan pertisida, kelangkaan keanekaragaman hayati, kerusakan hutan serta penurunan kualitas laut. Sebagai negara ekonomi terbesar dan penghasil emisi terbesar, Amerika Serikat mempunyai tanggung jawab khusus untuk bertindak mengatasi masalah perubahan iklim. Bertindak sendiri tidak akan mengatasi masalah. Lebih dari ¾ emisi global berasal dari luar Amerika Serikat. Sebagian negara berkembang seperti India dan Cina akan terus meningkat secara ekonomi sehingga ekonomi merekapun akan meningkat. Hal ini akan memperbesar masalah yang dihadapi. Amerika Serikat bekerja sama dengan negara-negara utama di eluruh dunia untuk mengembangkan inisiatif dalam mengatasi masalah perubahan iklim. Hal ini dilakukan dengan mengusulkan efisiensi energi, menjaga kelestarian hutan serta mempromosikan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Kemampuan tiap negara dalam mengatasi masalah lingkungan hidup di wilayahnya masing-masing mempunyai implikasi penting bagi stabilitas politik dan perekonomian internal negara tersebut, bagi wilayah sekitarnya dan juga bagi Politik Luar Negeri Amerika Serikat. Saat ini pengimplementasikan Politik Luar Negeri Amerika Serikat oleh Diplomat Amerika Serikat diseluruh dunia berarti berusaha bagi kebaikan lingkungan hidup.
Dengan pernyataan penarikan diri Amerika Serikat dari protokol Kyoto, Presiden Bush dianggap telah mengabaikan ancaman pemanasan global dan penipisan lapisan ozon. Padahal sebagai negara penghasil polusi terbesar didunia seharusnya Amerika Serikat membuat kebijakan-kebijakan yang lebih bersahabat dengan lingkungan. Dengan jumlah penduduk hanya 4% dari seluruh total jumlah penduduk dunia, Amerika Serikat menjadi penyumbang emisi (emitor terbesar di dunia yaitu lebih dari 30%.34 Ada beberapa ancaman lingkungan hidup yang tidak dapat dihadapi publik Amerika Serikat sendiri. Tetapi dunia menghadapi masalah yang sama. Bumi sedang dalam keadaan kritis karena perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon dan pertumbuhan populasi yang pesat.35 Hal ini berarti Amerika Serikat memegang peranan penting dalam isu ini. Jika Amerika Serikat tidak mengambil inisiatif untuk melakukan tindakan bersama dengan negara-negara di dunia maka hasilnya tidak akan maksimal sedangkan protokol Kyoto mewakili sikap negaranegara dalam meningkatkan rezim iklim internasional. Setiap bangsa-bangsa seharusnhya diwajibkan untuk menerima keputusan-keputusan yang dibuat didalam Protokol Kyoto dalam rangka untuk mesntabilkan gas rumah kaca pada level yang aman dan juga sebagai awal untuk kemudian negara-negara mengambil tindakan-tindakan lebih jauh dalam mengurangi emisi rumah kaca.
34
“United State Departement of Energy, Energy Information Administration and The Carbon Emissions from the Consumption” dalam Http : // worldbank.org / wbi/climate/pdf/UNCCF., diakses 6 Maret 2006. 35 “Governor Bill Clinton & Senatore Al Gore, Putting People First, How We Can All Change” dalam Http : // www. Epa. Gov/ globalwarming/actions/global/us.html., diakses 6 Maret 2006.
2. Kebijakan Amerika Serikat Atas Lingkungan Hidup Ditingkat internasional, Amerika Serikat memainkan peranan aktif dalam mempromosikan konferensi lingkungan hidup di Stockholm pada tahun 1972, dan juga berperan dalam mendirikan United Nation Environment Program (UNEP). Pemerintah Amerika Serikat seringkali mendapat banyak kritikan dari beberapa negara Eropa dan juga kaum pemerhati lingkungan Amerika dikarenakan terlalu lemah dalam menanggapi permasalahan perubahan iklim global. Dalam
pandangan
Amerika
Serikat,
potensial
perubahan
iklim
berpengaruh pada sistem awal, ekonomi dan kualitas lingkungan hidup fakta yang diungkapkan oleh para ilmuan menyatakan bahwa perubahan iklim mengganggu kesehatan umat manusia, ekosistem penyediaan makanan dan air di beberapa wilayah di dunia.36 Amerika Serikat mempunyai sejarah yang mengagumkan dengan teknologi. Hal ini dipahami sebagai komponen dari kesejahteraan AS. Baru-baru ini Amerika Serikat menyadari bahwa penerapan teknologi yang salah dapat menjadi sumber masalah utama, termasuk kerusakan lingkungan hidup. Namun Amerika Serikat tetap mempertahankan kehidupan mereka. Amerika Serikat akan selalu menghadapi masalah polusi jika tanpa secara radical mengubah gaya hidup mereka. Amerika Serikat merupakan bagian dunia dengan pertumbuhan populasi yang cepat. Dengan standar taraf hidup yang tinggi menunjukkan kebutuhan yang
36
Ibid.
tinggi pula akan konsumsi energi dan bahan-bahan mentah. Amerika Serikat menjadi ketergantungan pada bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui.37 Sebagai negara penghasil polusi (Polluter) terbesar di dunia, Amerika Serikat memiliki kewajiban utama untuk memperbaiki kesalahan masa lalu yang menyebabkan terjadinya polusi global, sementara pemerintah Amerika Serikat mulai menyadari bahwa perubahan lingkungan dapat mengancam kepentingan Amerika Serikat. Namun sudah terlambat bagi Amerika Serikat untuk memajukan keadilan mengurangi ancaman yang mempengaruhi kepentingan Amerika Serikat.38 Perubahan iklim merupakan tantangan lingkungan hidup di abad 21 dan resiko yang ditimbulkannya membutuhkan langkah-langkah pencegahan yang bijaksana. Menanggapi hal ini merupakan salah satu yang penting bagi Amerika Serikat karena menyangkut generasi saat ini dan generasi yang akan datang.39 Dalam masyarakat domestik, masalah ada pada para ahli politik yang masih mempertimbangkan pengurangan emisi CO2 merupakan ancaman bagi ekonomi Amerika Serikat dalam waktu dekat. Sehingga mereka mengelak mendukung kebijakan pengurangan emisi pada tingkat Internasional. Perjanjian antar bangsa seringkali terganggu oleh adanya pemikiran akan daya saing internasional dan pembayaran ekonomi.
37
Ibid. Donald R Kelly, Kenneth R Stunkel, Richard R Nescott, The Economics Super Power and the Environment (San Fransisco : WH Freeman & Co, 1976), hlm 266-269. 39 Paul G. Harris, Op.Cit., hlm 30 38
Pada tingkat internasional situasi ini digambarkan pada posisi Amerika Serikat bahwa segala tindakan secara unilpteral hanya akan menempatkan perekonomian Amerika Serikat pada persaingan yang tidak menguntungkan.40
B. Aktor-aktor Pembuat Keputusan Atas Lingkungan Hidup
Amerika
Serikat 1. Presiden dan Kongres Presiden mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembuatan keputusan dalam politik Luar Negeri Amerika Serikat. Selain itu, Presiden pun mengeluarkan inisiatif mengenai perubahan iklim seperti ide untuk memotong pajak. Kedua hal tersebut akan terus brlangsung atau berlanjut untuk mengurangi emii namun tetap bijaksana secara ekonomi.41 Presiden Amerika Serikat memegang kekuasaan eksekutif tertinggi. Presiden menjalankan peran kepemimpinan dan pelaksanaan kebijakan domestik dan luar negeri. Dalam perumusan Politik Luar Negeri, Presiden membagi wewenang dan tanggung jawab dengan kongres. Dalam Pemerintah Amerika Serikat, peranan kongres dapat dikatakan sebagai pengimbang kekuasaan Presiden. Akan tetapi, Presiden sebagai perancang utama Politik Luar Negeri memegang peranan penting dalam penyusunan kesepakatan dengan negara lain Presiden memerlukan dukungan dari banyak pihak terutama dari kongres yang mewakili rakyat. Biasanya komposisi kongres dikuasai anggota partai lawan dari Presiden yang sedang menjabat di Gedung Putih. 40
Governor Bill Clinton & Senator Al Gore, Op.Cit. David Harum, Internasional Cooperation on Global Warming & The Right of Future Generation, (Netherland : Kluwer Academic Publiser, 1993) hlm 25-33 41
2. Departemen Luar Negeri Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mmepunyai peranan penting dalam proses pembuatan Politik Luar Negeri Amerika Serikat. Pengaruh dan tekanan dari kelompok bisnis dan industri seringkali mempengaruhi keputusan yang dibuat. Sehingga keputusan tersebut umumnya mencerminkan kepentingan dari kelompok bisnis dan industri di Amerika Serikat.42 Deplu menggabungkan isu lingkungan hidup ke dalam agendanya untuk 3 tujuan. Pertama membantu menciptakan kestabilan karena polusi atau kelangkaan sumber daya alam mendorong terciptanya ketegangan politik. Tujuan memasukan isu lingkungan hidup dalam proses perdamaian adalah untuk mengubah sumber konflik menjadi sumber bagi perdamaian. Kedua, untuk memungkinkan bangsa-bangsa bekerja sama untuk mengembangkan inisiatif dalam mengatasi masalah lingkungan hidup. Ketiga untuk lebih memperat hubungan diantara bangsa-bangsa.
3. Departemen Energi Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat adalah berusaha untuk menjaga kepentingan, menjamin daya saing ekonomi dan menciptakan pasar baru bagi ekspor Amerika Serikat sambil berusaha untuk membatasi kerusakan lingkungan hidup global dari perkembangan ekonomi internasional. Hal ini dilaksanakan melaui penerapan kebijakan dan kerjasama multilateral untuk mengatur energi dan
42
Governor Bill Clinton & Senatore Al Gore, Op.Cit.
lingkungan hidup, sebagaimana kebijakan yang mendukung posisi persaingan industri Amerika Serikat di Luar Negeri. Meningkatnya penyatuan ekonomi global dan aspek-aspek global dari isu lingkungan hidup menambah nilai kerjasama internasional dalam pembuatan dan penerapan kebijakan. Departemen Energi memimpin sebagian besar aktivitas ini dengan mempengaruhi kabinet atau rekan setingkat Menteri dinegara maju dan juga di negara berkembang.43
4. Environmental Protection Agency (EPA) EPA didirikan pada bulan Juli tahun 1970 dalam rangka menanggapi meningkatnya permintaan publik atas lingkungan hidup yang bersih. EPA dipimpin oleh administrasi yang dipilih oleh Presiden. EPA merupakan gabungan dari seluruh pembuat Undang-Undang Lingkungan Hidup Federal. Badan ini mengawasi kualitas lingkungan hidup dan berusaha mengontrol polusi yang disebabkan oleh limbah racun, pestisida, polusi suara dan radiasi. EPA bertugas menangani berbagai riset (penelitian), pengawasan serta pelaksanaan fungsi secara cepat dalam membantu menyampaikan setiap informasi kepada publik mengenai masalah pemanasan belajar memahami manfaat pengurangan emisi gas rumah kaca.44
C. Faktor-faktor Penolakan Amerika Serikat Terhadap Protokol Kyoto
43
United States Departement of Energy, Op.Cit United States Departemen of Energy, Energy & US Economic Productivity, Environment Quality & National Security, (The Departemen of Energy Organization Act, Juli, 1995), hlm 65. 44
Pada saat ini, perekonomian Amerika Serikat masih cukup kuat bila dibandingkan dengan bangsa lainnya. Kenyataan ini menjamin bahwa Amerika Serikat masih tetap mempunyai pengaruh atas kekuatan politik dan ekonomi untuk beberapa dekode mendatang. Dalam hal ini, termasuk melanjutkan kepemimpinan di bidang teknologi di beberapa wilayah, sektor pertanian yang efisien serta orientasi ekonomi pasar bebas.45 Sejauh perekonomian Amerika Serikat cukup sehat dan kuat maka keadaan ini akan tetap dipertahankan. Tetapi kekacauan ekonomi yang terjadi khususnya di Asia tetap membawa dampak terhadap perekonomian dunia secara keseluruhan termasuk Amerika Serikat, maka upaya membuat dampak tersebut sekecil mungkin merupakan hal terbaik yang dapat dilakukan Amerika Serikat. Dalam hal ini kebijakan yang ditempuh Amerika Serikat sudah jelas yaitu bahwa bisa suatu negara menunjukkan kesungguhan untuk melakukan reformasi ekonomi, maka wajib bagi Amerika Serikat untuk memberikan bantuan. Perekonomian Amerika Serikat yang cukup kuat bila dibandingkan dengannegara-negara lain didukung dengan tindakan-tindakan oleh pemimpin negara yang mana khususnya dalam masa kepemimpinan Bus ini memiliki 3 tujuan utama yaitu pertama, mendorong publik memiliki keinginan untuk menabung dimana dengan menabung akan menciptakan suatu perbaikan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan : kedua, memberikan peluang pada individu dan kalangan bisnis untuk menginvestasikan modal yang mereka miliki dan ketiga, memberikan bantuan pada warganya yangmenjadi pengangguran.
45
Ibid
Sejak awal kepemimpinannya, Bush mulai melakukan tindakan-tindakan yang dapat mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan. Misalnya, pada tahun 2001, Bush memenuhi janjinya untuk mengurangi beban pajak warganya. Dengan mengurangi resensi ekonomi merupakan masalah yang dangkal dalam sejarah modern Amerika, membantu pengangguran termasuk menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi para pengangguran.46 Pemerintah Amerika Serikat menyadari bahwa banyak kalangan yang enggan untuk mengadakan perjanjian perdagangan dengan negara mitra dagang, yang didasarkan atas kekhawatiran bahwa perjanjian semacam itu akan berakibat standar yang lebih rendah dibidang lingkungan dan perburuhan, serta dampaknya yang buruk terhadap lapangan pekerjaan di dalam negeri. Dibidang perdagangan internasional, pemerintah menekankan pada pentingnya pengembangan ekspor Amerika Serikat melalui negosiasi perdagangan dengan negara mitra dagang. Perdagangan merupakan kunci untuk meningkatkan daya saing Amerika Serikat dimasa depan, Amerika Serikat harus siap terikat dalam ekonomi global dan tetap terjaga posisinya sebagai pemimpin untuk mendapatkan keuntungan dari datangnya abad baru yang penuh dengan persaingan. Kepemimpinan Amerika Serikat dalam hal tanggung jawab dalam mengatasi tantangan atas perubahan global khususnya berupaya untuk melanjutkan dampak pertumbuhan lingkungan hidup dunia. Untuk mengatasi
46
Thomas D Lairson & David SkidMore, IPE : The Stugle for Power and Wealth, (Orlando : Harcourt Brace College Publisher, 1997), hlm 38
masalah ini perlu pengorbanan yang mungkin akan mengganggu daya saing perdagangan dan kesejahteraan masyarakat Amerika Serikat. Keadaan ini telah menimbulkan perdebatan dan diskusi panjang dalam Protokol Kyoto. Dalam menilai kebaikan Protokol Kyoto, Amerika Serikat berusaha memahaminya sebagai langkah awal dan kerangka kerja bagi tindakan masa depan untuk menghadapi tantangan yang datang.
1. Faktor Internal 1.1 Pengaruh Kelompok Kepentingan Dalam Kebijakan Lingkungan Hidup Amerika Serikat Pembuatan kebijakan lingkungan hidup Amerika Serikat ditandai oleh adanya persaingan hebat antara lobi lingkungan hidup dengan kelompok bisnis dan industri. Ketika lobi lingkungan hidup kekurangan power, kebijakan biasanya mengekspresikan kepentingan kelompok bisnis dan industri. Kelompok bisnis dan industri Amerika Serikat telah melakukan lobi yang sangat efektif melawan penggunaan emisi gas rumah kaca. Kelompok
kepentingan
menggunakan
beragam
teknik
untuk
mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh birokrasi federal, antara lain melobi secara langsung atau mempengaruhi birokrasi dengan mempengaruhi kongres atau anggota kongres.47 Kelompok bisnis dan industri serta kelompok masyarakat (kelompok konsumen/lingkungan hidup) adalah peserta efektif dalam proses pembngunan, kelompok bisnis lebih efektif secara umum. Ada kombinasi 47
“ Democracy History” , dalam Http : //www.whitehouse.gov/news/relese/2003.html diakses 6 Maret 2006
pengaruh politik di kelompok bisnis dan industri melawan tindakan pemerintah yang menentang keputusan kelompok tersebut. Sikap pemerintah yang mendukung Protokol Kyoto ini terwujud mendapat tanggapan negatif dari kelompok kepentingan khususnya kelompok industri. Seperti contohnya Exxon Mobile yang menyatakan bahwa dengan meratifikasi Protokol Kyoto akan menyebabkan banyaknya terjadi pengangguran. Exxon Mobile merupakan salah stu penyumbang dalam anggaran dana negara. Melihat kepentingannya dalam mempertahankan industrinya, Exxon Mobile menjadi “Otak” dalam kebijakan Presiden dalam lingkungan hidup. Partai Republik yang mencalonkan George W Bush sebagai pemimpin atau terteinggi dalam pemerintahan pun tak lain banyak mendapat dukungan dana dari kalangan industri saat berkampanye. Maka dari itu, kelompok industri memiliki posisi yang menguntungkan dalam pemerintahan karena kelompok ini dianggap sudah berjasa bagi partai Republik yang sedang berkuasa saat ini.48 Kelompok industri berargumen bahwa penjelasan teori mengenai pemanasan global dan dampaknya yang diakibatkan oleh gas rumah kaca yang dihasilkan dari industri belum dapat diterima kebenarannya. Oleh sebab itu mereka memiliki pandangan yang berbeda mengenai pemanasan global dengan kelompok lainnya. Berlawanan dengan kelompok industri, keputusan Bush mendapat kecaman dari kelompok lingkungan hidup seperti World Wide Fund (WWF) dan
48
Departemen Luar Negeri, Laporan Operasional Amerika Serikat, 200/2001 hlm 97
Green Peace mereka menentang kebijakan Amerika Serikat yang dianggap tidak bersahabat dengan lingkungan. Banyak para pelobi adalah para ahli dalam berbagai bidang yang dapat berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembuatan kebijakan maupun Undang-undang. Dan aktivitas para pelobi ini menjadi lebih efektif karena dilengkapi dengansejumlah dana.
2. Faktor Eksternal 2.1 Persaingan Ekonomi antar Negara-negara Maju Menganalisis hubungan antara kebijakan lingkungan hidup dan daya saing internasional adalah suatu hal yang sulit. Kebijakan lingkungan hidup dapat mempunyai dampak positif dan negatif terhadap daya saing. Daya saing sering kali dipandang sebagai sumber potensial bagi konflik antara lingkungan hidup dan kebijakan perdagangan.49 Proses negoisasi antara Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang pada KTT Kyoto berlangsung cukup sukar. Hal ini meyakinkan Amerika Serikat bahwa Uni eropa dan Jepang adalah pesaing dagang yang tangguh. Perjuangan kedua negara tersebut dalam pasar global serta keputusan yang diambil pada KTT Kyoto tidak hanya menyuarakan lingkungan hidup tetapi juga kepentingan hubungan masingmasing negara satu sama lain. Salah satu tantangan utama yang akan melanda Amerika Serikat beberapa dekade mendatang yakni akan adanya persaingan efektif dalam pasar internasional 49
Paul S. Hernson, The Interest Group Connection : Electioneering, Lobbying and policy Making in Washington, (New Jersey, Chatham House Publisher Inc., 1998), hlm 214
untuk energi dan teknologi lingkungan hidup. Penggunaan dan perubahan bentuk energi merupakan sumber utama dari polusi udara dan gas rumah kaca. Perubahan iklim global berpotensi menyebabkan masalah lingkungan hidup yang sering kali berhubungan dengan produksi dan penggunaan energi. Sebagaimana lingkungan hidup global, ekonomi internasional dibentuk oleh suatu hubungan yang sangat kompleks, melewati batas-batas nasional dan mempengaruhi seluruh area global. Tidak semua negara yang terlibat dalam ekonomi internasional menerima keuntungan yang sama dari arus perdagangan internasional dan kegiatan ekonomi lainnya.50 Hubungan ekonomi internasional tidak dapat dipisahkan dari kepentingan politik suatu negara. Perdagangan menjadi penting ketika suatu negara tidak memiliki sumber daya alam atau negara bagian ekonomi lainnya atau ketika negara mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan domestiknya. Setiap negara saat itu cenderung ntuk berpacu dalam meningkatkan pembangunan ekonominya karena muncul persaingan antar negara dalam perekonomian global. Sebagai reaksi dari peristiwa ini adalah tumbuhnya proteksionisme. Misalnya dengan mengeluarkan produk-produk sejenis di pasar Internasional dengan harga yang jauh lebih murah. Hal ini ditunjukkan untuk mengeluarkan negara saingan dari bisnis tersebut.51
50
“Global Economic” dalam Http : //www.heatisonline.org/disinformation.cfm, diakses 6 Maret 2006 51 Enhancing Trade & Environment Linkages in Selected Environmentally Vunerably Export Oriented Sector of Escap Region, (New York : United Natiom, 1996) hlm 99
Realitas ekonomi memberikan dorongan kuat bagi para pembuat keputusan untuk memiliki kerjasama ekonomi. Walaupun ada pertumbuhan utnuk bekerjasama namun perlu dipahami pula akan dampak dari konflik kepentingan. Dunia ekonomi kapitalis memiliki kekuatan untuk mendorong terciptanya persaingan bagi negara ataupun juga bagi perusahaan. Kerjasama dan konflik merupakan 2 situasi yang berbeda dan dunia nyata hampir selalu dipenuhi percampuran keduanya. Kerjasama bukanlah suatu situasi dimana 2 negara bertindak dalam hubungan yang harmonis. Kerjasama termasuk proses tawar menawar antara 2 negara atau lebih yang membatasi tingkah laku masing-masing negara agar menerima sikap balasan serupa dengan negara lain. Tujuannya adalah untuk kembali pada situasi dimana negara mengatur tingkah laku mereka untuk mencapai tujuan utama yang tidak dapat dicapai sendiri. Kerjasama diantara negara industri, maju penting dan bertambah sulit dalam 2 dekade terakhir ini. Kemampuan negara untuk mengadakan tawar menawar dan mengatur tingkah laku serta kebiasaan menjadi ebih penting karena adanya globalisasi. Hal ini banyak dipengaruhi oleh suatu sistem dominasi Amerika Serikat. Tawar menawar dan kepentingan merupakan prasyarat untuk bekerja sama. Kerjasama telah menuntut kebebasan yang tidak seimbang oleh Jepang dan Uni Eropa.
BAB III USAHA INTERNASIONAL UNTUK MEMINIMALISIR PEMANASAN GLOBAL
Pemanasan Global dalam Hubungan Internasional Bumi tempat kita tinggal, kini dirasakan kian hari kian panas. Dibandingkan dengan zaman sebelum revolusi industri terjadi, suhu atmosfer telah meningkat cukup signitifan meningkatnya suhu udara membawa berbagai macam perubahan pada kehidupan manusia dan juga pada itu sendiri. Masalahmasalah yang timbul akibat-akibat semakin panasnya suhu dibumi demi kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri.
A. Kondisi lingkungan Hidup Global Lingkungan hidup dapat diartikan sebagai berikut: “lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk didalamnya manusia&perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan & kesejahtraan mausia, beserta mahluk hidup lainnya.52 Secara ekologis manusia adalah, bagian dari lingkungkungan, komponen yang ada disekitar manusia yang sekaligus sebagai sumber mutlak kehidupannya. Lingkungan hidup inilah yang menyediakan berbagai sumberdaya alam merupakan segala sesuatu yang terdapat di alam untuk masa yang akan datang.
52
N.H.T. Siahaan, Ekologi Pembangunan dan Tata Lingkungan, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1991), hlm 230
Kelangsungan hidup manusia tergantung dari keutuhan lingkungannya, sebaiknya keutuhan lingkungan tergantung dari kearipan manusia dalam mengelolanya. Oleh karena itu,lingkungan hidup tidak semata-mata dipandang sebagai penyedia sumber daya alam serta sebagai tempat hidup yang mensyaratkan adanya keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup muncul karena adanya pemanfaatan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang berlebihan, sehingga meningkatkan berbagai tekanan terhadap lingkungan hidup baik dalam bentuk kelangkaan sumber daya alam dan pencemaran,maupun kerusakan lingkungan hidup ainnya. Berbagai masalah lingkungan hidup terutama yang berkaitan dengan pemanasan global, kepunahan jenis flora dan fauna serta berlubangnya ozon, pencemaran dan kemiskinan telah menjadi masalah global, karena dampaknya mempengaruhi seluruh bagian bumi.53 Diakui pua bahwa kemajuan ilmu pengetahuan danteknologi yang pesat saat ini menjadikan Sumber Daya Alam bukan lagi satu-satunya penentu tingkat kemakmuran dan kesejahteraan manusia. Teknologi berfungsi sebagai alat pengolah Sumber Daya Alam yang akan dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Selain itu manusia harus berusaha agar lingkungan hidup yang mengelilinginya tidak menjadi rusak atau tercemar, yang mana hal tersebut dapat
53
Otto Soemarwoto, Indonesia dalam Isu Lingkungan Hidup Global, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm 1-2.
menyulitkan mutu hidup, baik bagi dirinya pada masa itu maupun bagi manusia di masa yang akan datang. Bumi merupakan suatu sistem yang terbatas, dimana bumi menerima energi dari matahari untuk tetap menjaga siklus hidup dan hal ini dapat terganggu oleh adanya sedikit perubahan baik dari lingkungan internal maupun eksternal. Maka dari itu, kemudian muncul suatu bukti bahwa aktifitas manusia mempunyai dampak langsung terhadap nasib bumi ini. Karena sifatnya yang fleksibel, bumi akan bereaksi dengan kebiasaan manusia dan hasilnya akan dirasakan dimasa yang akan datang.54 Masalah lingkungan hidup sebenarnya telah memerlukan ozon sejak lama, seperti masalah perubahan iklim, penipisan ozon, penebangan hutan, limbah beracun, pencemaran (air, udara, tanah) serta kelangkaan keanekaragaman hayati. Yang paling membedakan masalah perubahan iklim dengan masalah lingkungan hidup lainnya adalah dampak yang ditimbulkannya tidak dirasakan pada waktu yang sekarang ini, tetapi lebih dirasakan pada waktu yang sekarang ini, tetapi lebih dirasakan dikemudian hari, sehingga dalam hal ini yang paling dirugikan dan menderita adalah generasi yang akan datang. Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan masalah global yang dapat mempengaruhi seluruh masyarakat.55 Malah dapat dikatakan bahwa pemanasan global merupakan masalah yang paling rumit yang dapat mempengaruhi bumi kita ini.
54
Peter F. Smith, Option for A Flexibel planet : The Euidence, The Policies and Possible Remedies, (Great Britain : University of East London, 1996), hlm 5 55 Andrew Hurrel and Benedict Kingsbury, The Intenasional Politics of Environment : Actor, Interest and Situation, (Clarendon Press, Oxford, 1992), hlm 256-257
Kebijakan lingkungan harus mempertimbangkan hak-hak generasi mendatang akan kondisi lingkungan yang lebih sehat. Jadi pembuatan kebijakan yang sulit harus diambil sebagai dasar pertimbangan antara resiko-resiko masa depan yang masih suram dan sejumlah konsekuensi ekonomis maupun konsekuensi lainnya yang mungkin lebih cepat tumbuh. Dari sekian banyak masalah lingkungan hidup, yang paling rumit dan sensitif secara ekonomis adalah masalah perubahan iklim.56 Kelangsungan
hidup
manusia
sangat
bergantung
pada
keutuhan
lingkungannya, dan sebaliknya keutuhan lingkungan juga bergantung pada kearifan manusia dalam mengelolanya. Namun, dengan semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, masalah lingkungan juga mengalami peningkatan, salah satunya adalah masalah pemanasan global yang kemudian akan berpengaruh pada perubahan iklim global.
B. Pemanasan Global sebagai Isu Lingkungan Hidup Global 1. Efek Rumah Kaca Peningkatan suhu bumi disebabkan oleh timbunan gas rumah kaca di Atmosfer, gas-gas yang dimaksud adalah karbondioksida, metana, ditroksida, hidrofluorokarbon sulfurhexaflorida dan ozon. Menurut IPCC ada 2 hal dapat dipastikan mengenai pemanasan global. Pertama ada efek rumah kaca. Efek rumah kaca disebabkan oleh radiasi gelombang panjang yang dipantulkan kembali oleh sisa-sisa gas di atmosfer paling atas, sehingga suhu bumi dipermukaan
56
Ibid., hlm 166
bertambah panas. Matahari merupakan sumber energi bagi pengendalian iklim. Dengan adanya radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi,
1
3
dipantulkan
kembali ke angkasa dan sisanya diserap oleh tanah, biota, laut, es dan atmosfer. Dalam keadaan alamiah, tenaga matahari yang diserap bumi diimbangi dengan lepasnya radiasi di bumi dan atmosfer. Radiasi ini berbentuk gelombang panjang infra merah yang dipisahkan oleh suhu dan sistem atmosfer bumi. Keseimbangan antara radiasi dan penyerapan dapat berubah karena peristiwa alam di bumi.57 Kedua gas-gas yang menyebabkan emisi rumah kaca ini meningkat jumlahnya di atmosfer akibat ulah manusia ; contohnya : karbondioksida (CO2), berasal dari pemakaian
energi
transportasi,
proses-proses industri dan
pengundulan hutan, metana (CH4), berasal dari pemakain energi untuk produksi sehari-hari dari bentuk yang digunakan untuk agrikulkur, nitrooksida (N2O), berasal dari zat penyubur tanah, pembakaran biomasa dan pembakaran bahan bakar fosil dan klorofluorokarbon (CFC), berasal dari aktifitas industri, penggunaan lemari pendingin dan Aerosol. Namun sebenarnya, bila gas-gas polutan tersebut jumlahnya tidak berlebihan maka suhu bumi akan tetap stabil. Bagaimana tidak, tanpa gas-gas yang mampu menahan pantulan gelombang panas ini, suhu rata-rata bumi hanyalah minus 18oC. Suhu sedingin ini tentu saja sangat tidak nyaman bagi kehidupan manusia dan segenap makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang biak dimuka bumi ini. Dengan adanya gas-gas penahan panas, bumi akan menjadi
57
Peter F. Smith, Op.Cit, hlm 10-11
lebih hangat. Kemampuan gas-gas tersebut menahan panas agar tidak keluar ke angkasa ini kemudian lebih dikenal dengan nama efek rumah kaca. Karbon dioksida merupakan gas rumah kaca terpenting yang mampu menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim. Emisi gas ini menyumbangkan lebih dari setengah keseluruhan panas yang ditimbulkan oleh gas-gas rumah kaca lainnya (kurang lebih 80%), sehingga menimbulkan asumsi bahwa karbondioksida merupakan satu-satunya kekuatan utama yang mengancam bumi melalui pemanasan global.58 Lebih jauh lagi, karbondioksida telah berada di atmosfer sejak ratusan tahun yang lalu. Inilah saat pertama pemanasan global terbentuk yang terus berlanjut seiring dengan pertambahan waktu. Bertambahnya gas rumah kaca secara langsung berhubungan dengan naiknya fluktuasi iklim yang menimbulkan ketidakpastian pada kondisi alam semesta.59 Dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global sudah jelas, dari khatulistiwa sampai pada kutub-kutub. Penebangan hutan secara global yang menjadi sumber emisi CO2 yang memberi sumbangan terhadap pemanasan global. Telah diprediksikan bahwa pemanasan global akan membawa kerusakan besar terhadap ekosistem dan akibat dari pengrusakan hutan akan menjadi sumber lebih lanjut terhadap emisi CO2, yang membuat pemanasan global menjadi ebih buruk. Perubahan iklim sebagai salah satu akibat dari meningkatnya jumlah emisi gas karbondioksida dapat diartikan sebagai perubahan di daam “Cuaca rata-rata” yang diaami oleh berbagai kawasan. Cuaca rata-rata yang dimaksud disini 58 59
International Project for Sustainable Energy Patths/ IPSEP, vol.2 Peter F. Smith, Op.Cit, hlm 10-11
termasuk semua ciri-ciri yang kita hubungkan dengan cuaca dan besarnya perubahan iklim global yang terjadi dalam waktu yang lama akan membawa implikasi bagi ekosistem alamiah.
2. Ancaman yang ditimbulkan oleh Pemanasan Global Berikut dapat dijelaskan sejumlah ancaman kerusakan lingkungan akibat perubahan iklim global. 1. Perubahan Suhu Global60 Peningkatan suhu akan membawa perubahan pada berbagai aspek dari cuaca, seperti pola angin, jumlah dan tipe hujan salju, dan juga tipe dan frekuensi dari badai angin dan angin topan yang lebih hebat dan akan lebih sering terjadi. Perubahan pola angin diperkirakan akan membawa perubahan pula pada frekuensi banjir, kekeringan dan kebakaran hutan. Sebaliknya, penurunan suhu global akan mengakibatkan masyarakat dunia, khususnya yang berada di belahan bumi utara akan menghadapi “zaman es”. Kenaikan suhu global yang drastis sebaliknya akan menyebabkan mencarinya es di kutub-kutub bumi sehigga meningkatkan permukaan air laut. Hal ini mengancam kota-kota dan daerah-daerah di pesisir. Kenaikan air laut sebesar 15 kali saja sudah cukup menjadi ancaman serius bagi kota-kota utama di dunia. Bencana alam juga mulai banyak terjadi, seperti banjir besar yang melanda Korea dan Bangladesh pada tahun 1987, kemudian tahun 1988
60
Mochtar Mas’oed dan Rita Noerafni, Isyu-isyu Global Masa Kini, (Pusat antar Universitas Sosial, UGM, 1992), hlm 205
Bangladesh mengalami banjir lagi dan banyak korban meninggal akibat angin puyuh pada awal tahun 1991. Sedangkan Kepulauan Maladewa mengalami banjir akibat ombak pasang pada tahun 1987. banjir besar juga melanda Asia Selatan, seperti India, Bangladesh Nepal dan Cina. Banjir yang melanda pertengahan Jui 2004 kemarin mencatat sebagai banjir terburuk dalam satu dekade ini.61 Perubahan suhu secara global juga mengancam bidang pertanian. Pemanasan global akan menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi pertanian di beberapa negara, terutama karena perkembangan populasi serangga yang meningkat. Produktivitas pangan akan menurun tajam, khususnya bagi negara-negara agraris, karena aliran sungai yang sedianya digunakan untuk pengairan mengering. Tanaman-tanaman pun akan mengalami kelambatan pertumbuhan, bahkan cenderung kerdil.62
2. Meningkatnya
Kadar
dan
Konsentrasi
Karbondioksida
di
Atmosfer.63 Seperti sudah diuraikan, peningkatan unsur-unsur CO2 menciptakan apa yang dikenal dengan efek rumah kaca yang menyebabkan sinar matahari yang masuk ke bumi tidak dapat dipantulkan kembali ke ruang angkasa, sehingga menyebabkan permukaan bumi semakin panas. Hal yang terkait dengan masalah ini adalah penggunaan bahan-bahan yang berasal dari fosil (seperti minyak bumi dan batu bara) sebagai bahan bakar utama dan hutan. 61 62
“Asia Selatan Terendam”, Pikiran Rakyat, 31 Juli 2004 “Ozonku Sayang, Bumiku Malang”, Harian Kompas, Jakarta 12 September 2004 hlm
41 63
Mochtar Mas’oed dan Rita Noerafni, Op.Cit., hlm 188.
Penggunaan bahan bakar gosil adalah penghasil utma CO2. Masalahnya adalah belum ditemukannya bahan bakar alternatif yang lebih bersih dan efiesien. Sedangkan
keberadaan
hutan
juga
terancam
oleh
berbagai
usaha
industrialisasi.
3. Penipisan Lapisan Ozon (Ozon Pepletion) Lapisan ozon yang melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet, telah menipis selama tahun-tahun terakhir. Bahkan suatu gambaran hasil penelitian pada tahun 1985, menunjukkan bahwa terjadi penipuan lapisan ozon secara drastis diatas kutub selatan, tepatnya di Hally Bay, Antartika.64 Secara umum, menipisnya lapisan ozon mengakibatkan kanker kulit pada manusia, bahkan kanker dapat menyerang beberapa hewan65, dan membahayakan ekosistem perairan. Selain dapat menyebabkan kanker kulit, sinar ultraviolet yang terlalu banyak masuk ke permukaan akibat menipisnya lapisan ozon juga dapat menyebabkan kerusakan mata, penurunan kekebalan tubuh dan perusakan selsel hidup pada manusia dan hewan.66
4. Perubahan Iklim Global yang datang dari Pencemaran air. Pencemaran air, baik dari sungai, danau atau laut, biasanya diakibatkan oleh limbah buangan. Unsur besi adalah pencemar utama, disusul dengan pestidida dan minyak. Akibat langsung dari pencemaran air terhadap iklim
64
“American Council for Capital Formation” dalam http://www.accf.org/publications/testimonies/test-impactkyoto-march25-1999.html 65 Jonathan A.Lesser, Daniel E. Dodds and Richard O. Zerbe Jr., Environmental Economic and Policy, (Addison-Wesley Education Publiser Inc. 1997), hlm 654 66 Ozon, Payung Dunia yang terkoyak, Pikiran Rakyat, Bandung, 09 Desember 2004 hlm 18
adalah terjadinya hujan asam. Hujan ini berasal dari sumber-sumber air, seperti sungai dan danau yang tercemar oleh sulfurdioksida (SO2). Selain SO2 pengaseman juga disebabkan oleh nitrogenoksida (NOX), yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan amonia (NH3) yang berasal dari proses pertanian. Kandungan yang berlebihan akan meningkatkan keaseman air hujan dan seringkali korban hujan asam berada sangat jauh dari sumber pencemarnya.
Hujan
asam
berdampak
pula
dengan
berkurangnya
pertumbuhan beberapa pula dengan berkurangnya pertumbuhan beberapa jenis tanaman tertentu dan berkurang populasi beberapa jenis spesies sungai atau danau.
5. Peningkatan Populasi Serangga. Perubahan iklim akan menciptakan kondisi yang mendukung bagi pertumbuhan populasi serangga. Hal ini sepertinya akan membawa efek yang tidak menguntungkan pada bidang pertanian dan kesehatan manusia, contohnya adalah penyebaran malaria dan penyakit tropis lainnya. Pemanasan global mengakibatkan arbovirus seperti dengue danm parasit protozoa seperti malaria sudah menyebar ke daerah-daerah yang sebelumnya tidak ada. Dengan adanya pemanasan global, nyamuk yang menjadi vektor, mampu untuk berkembang biak di daerah yang sebelumnya dianggap terlalu dingin untuk bisa berkembang biak67
6. Peningkatan Ketinggian Pemrukaan Air Laut 67
Nyamuk Ganas Akibat Pemanasan Global, Pikiran Rakyat, Bandung, 20 September 2004, hlm 19
Permukaan air laut dalam beberapa tahun ini akan naik, suhu bumi yang semakin panas akan menyebabkan es di kutub utara akan mencair. Gletser (sungai es) yang mencair karena udara yang semakin panas, akan meningkatkan udara yang semakin panas, akan meningkatkan ketinggian permukaan air laut, kemudian sebesar 0,6 meter pada akhir abad selanjutnya.68 Belum lama ini dewan Kutub Utara mengeluarkan peringatan bahwa suhu di Kutub Utara memanas 2 kali lebih cepat dibanding berbagai kawasan lain di muka bumi. Hal ini disebabkan karena air dan daratan yang terbuka (tidak lagi tertutup es) makin cepat menyerap panas.69 Selain itu peningkatan suhu dalam lau takan menyebabkan penghancuran dan oemutihan batu karang (coral bleacting) di seluruh dunia.70
7. Ancaman Lainnya Ancaman-ancaman lain dari pemanasan global diantaranya adalah kebakaran hutan, terjadinya musibah kelaparan, karena hasil-hasil produksi pangan yang berkurang dan terjadinya peningkatan urbanisasi. Selain ancaman kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pemanasan global, bahaya akan perubahan di sektor sosial dan politik. Kejadian-kejadian klimatik yang ekstrem menyebabkan biaya sosial yang tinggi. Seperti yang terjadi pada tahun 1982, angin topan saat merusakan lebih dari setengah produksi pertanian di Tonga dan pada tahun 1988
68
Kutub Utara Meleleh, Ancaman Bagi Semua, Harian Kompas, Jakarta, 22 November 2004, hlm 10 69 Ibid. 70 “Coral Bleching” dalam Http : //archive.greenpeace.org/climate/cbt.html
Topan Gilbert menyebabkan kerugian yang diperkirakan lebih dari US$ 870 juta di Jamaika.71 Memperlambat pemanasan global dapat mungkin dilakukan mellaui pengontolan atas emisi block carbon dan bahan-bahan organik. Emisi black carbon berasal dari penggunan bahan bakar diesel, dan pembakaran rumput dan kayu. Pengontrolan emisi black carbon dapat memperlambat pemanasan global lebih cepat dibandingkan pengontrolan tas karbondioksida dan metana. Mengurangi emisi balck carbon dan bahan-bahan organik juga dapat memperbaiki kesehatan manusia. Partikel yang terbang diudara seperti black carbon dapat memperburuk kondisi pernapasan seperti asma dan bronchitis yang akan membawa pada kematian sebelum waktunya. Emisi ERK juga dapat dikurangi dengan mengembangkan suatu teknologi yang dapat menekan emisi penyebab GRK, seperti pembangkit listrik tenaga air untuk dikonversi menjadi energi listrik. Reboisasi juga dapat membantu mengurangi emisi GRK asalkan ada komitmen yang jelas dari negara-negara untuk menggiatkan penanaman pohon yang bertujuan untuk memperlambat penimbunan GRK. Masalah dunia global itu merupakan tanggung jawab global. Sudah saatnya dunia internasional memikul tanggung jawab bersama dalam menghadapi masalah lingkungan hidup ini. Partisipasi dan kesadaran akan bahaya yang akan dihadapi jika tidak ada pencegahan dini perlu terus untuk disosialisasikan. Pembangunan yang ramah lingkungan pun harus terus ditingkatkan. Selain itu, 71
hlm 40.
H.Jhamtani, Pemanasan Global, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, Kophalindo, 1993),
dukungan untuk penelitian mengenai pemanasan global ini perlu untuk terus ditingkatkan guna mendapatkan perhatian dan dukungan dari dunia internasional adalah pelaksanaan protokol Kyoto. Diharapkan dengan adanya Protokol Kyoto ini, dunia internasional mulai melihat, mengetahui dan tidak meremehkan masalah lingkungan hidup, khususnya yang menyangkut masalah pemanasan global. Pemanasan global yang ditimbulkan karena berebihnya jumlah gas-gas rumah kaca di atmosfer akan seperti diantaranya adalah perubahan akibat perubahan suhu global, penipisan lapisan ozon, peningkatan ketinggian permukaan air laut dan yang lainnya. Masalah pemanasan global ini memerlukan tanggung jawab global, sudah saatnya dunia internasional memikul tanggung jawab bersama dalam menghadapi masalah ini.
C. Munculnya Isu Lingkungan Hidup dan Signifikansinya dalam Hubungan Internasional 1. Konferensi PBB, Stockholm, 1972. Persoalan lingkungan hidup dan ekologi mengemukakan sebagai agenda dalam pembicaraan internasional. Pada tahun 1970 an, isu ini mendapat perhatian dari sejumlah forum internasional, dalam bentuk misalnya, konferensi. Salah satunya adalah konferensi PBB tentang lingkungan hidup pada tahun 1972 di Stockholm Swedia. Forum ini terbentuk setelah delegasi Swedia di ECOSOC (Economic dan Social Council) mengajukan persoalan lingkungan hidup pada tahun 1968. Sidang Umum PBB kemudian merekomendasikan penyelenggaraan
konferensi mengenai persoalan ini di Stockholm pada tahun 1972. Konferensi ini membicarakan isu-isu lingkungan hidup yang terjadi dan selain itu juga membicarakan bagaimana kebijakan lingkungan di buat, bagaimana program aksi dirancang, dijalankan dan dikelola, bagaimana dana disesuaikan dan oleh siapa, jenis organisasi internasional apa yang akan dibentuk menangani persoalanpersoalan ini dan bagaimana ia di bentuk.72 Konferensi ini menghasilkan keputusan, yaitu pertama, sebuah deklarasi tentang prinsip-prinsip lingkungan hidup yang dapat dijadikan patokan dalam menyusun kebijakan lingkungan hidup, baik ditingkat nasional maupun internasional. Kedua, 20 butir program disepakati bersama sebagai untuk memulai memecahkan permasalah-permasalahan yang dihadapi bumi kita. Meskipun butirbutir tersebut lebih banyak bersifat seruan daripada menerapkan suatu tindakan tertentu, konferensi tersebut berhasil membuat sistem pemantauan global yang disebut Earthwatch untuk mengawasi dan mengukur tingkat pencemaran lingkungan hidup global. Ketiga, pembentukan dewan dan sekretariat permanen di PBB untuk mengkoordinasikan upaya-upaya perbaikan lingkungan hidup diseluruh dunia yang kemudian dikenal dengan nama UNEP (United Nations Environment Programme). Keempat, penyediaan dana sebesar US $ 100 juta, yang akan digunakan untuk menjalankan program-program lingkungan hidup di seluruh dunia. Konferensi Stolkholm dihadiri oleh 114 negara, 500 organisasi non pemerintah dan individu yang mewakili berbagai gerakan masa. Kelompok-
72
Mochtar Mas’oed dan Rita Noerafni, Op.cit., hlm 209.
kelompok tertentu. Meskipun akor-aktor non negara tidak mempunyai hak suara, mereka ikut berpengaruh dalam konferensi tersebut. Aktor-aktor non negara dapat menyampaikan sikap dan pandangan mereka langsung kepada anggota delegasi resmi dalam sebuah forum lingkungan hidup yang diadakan oleh PBB. Aktoraktor non negara juga memiliki peranan penting dalam persiapan konferensi yang memakan waktu 2 tahun. Panitia persiapan menyusun agenda umum konferensi dan menyerahkan pengembangannya kepada berbagai organisasi internasional antar pemerintah, non-pemerintah dan lembaga penelitian swasta, misalnya International Union for Concervation of Nature and Natural Resources, diberi kepercayaan besar untuk merancang usulan mengenai isu konservasi.73 Bagaimana konferensi ini dikelola juga mencerminkan peran penting aktor-aktor non nasional. Berbagai keputusan final diusahakan agar benar-benar disepakati bersama secara bulat. Sekjen konferensi, Mourise Strong beserta stafnya tidak mewakili negara manapun, namun ia berperan sebagai perantara dalam konferensi, mengkompromikan aktor-aktor serta menyiapkan prosedur untuk memastikan bahwa setiap negara dapat menyepakati usulan agenda konferensi.74 Meskipun peranan aktor non negara tidak dapat dikatakan kecil, namun aktor utama tetaplah negara bangsa karena dalam konferensi tersebut hanya aktor negara saja yang memenuhi hak suara. Dalam konferensi ini terjadi perdebatan sengit antara negara-negara maju, yang mendominasi adalah negara-negara Barat, melawan negara-negara berkembang di pihak lain. 73 74
Ibid., hlm 210-211 Ibid., hlm 212
Mengingat pencemaran adalah masalah utama yang dirasakan oleh negaranegara maju, dan karena merekalah yang mendominasi percaturan tentang lingkungan, maka isu pencemaran menjadi sinonim dengan masalah lingkungan. Hal ini terlihat pada konferensi Stockjolm, pusat perhatian adalah pada masalah pencemaran lingkungan. Bagi negara berkembang, pencemaran bukanlah masalah mereka, melainkan masalah negara maju. Negara berkembang mempunyai kekuatiran kalau isu lingkungan hidup menjadi penghambat bagi mereka untuk melakukan pembangunan, karena masalah lingkungan ini menjadi prasyarat baru untuk mendapatkan bantuan negara maju misalnya, Amerika Serikat pada tahun 1969 membuat sebuah peraturan yang mengharuskan dilakukannya analisa mengenai dampak penting bagi lingkungan hidup. Peraturan itupun diikuti dengan ketentuan bahwa persyaratan tersebut juga berlaku bagi bantuan luar negeri, karena itu dikuatirkan akan menyusutkan bantuan pembangunan bagi negara berkembang.75 Pada waktu itu terdapat pandangan umum bahwa kerusakan lingkungan tidak dapat dihindari dalam proses pembangunan. Isu yang berkembang pada waktu itu adalah “mana yang harus didahulukan, pembangunan atau lingkungan?”. Negara dihadapkan pada pilihan membangunm atau melindungi lingkungan. Keduanya saling berlawanan dan tidak dapat dipertemukan. Bagi negara berkembang, pilihannya jelas, yaitu untuk mengurangi kemelaratan dan keterbelakangan. Industri merupakan komponen penting dalam pembangunan. Kekuatiran akan terdesaknya pembangunan oleh isu lingkungan hidup 75
Otto Soemarwoto, Dari Stockholm ke Rio : Implikasinya Bagi Pembangunan Nasional, (Jakarta, CSIS, Analisis no 6 tahun XXI, Nov-Des 1992), hlm 500
menyebabkan timbulnya sikap menentang dari negara-negara sedang berkembang terhadap konferensi Stockholm.76 Dengan adanya tantangan ini Sekjen Maurice Strong melakukan usahausaha untuk mengatasi masalah tersebut dan mengadakan konferensi persiapan yang diadakan di Swiss. Dalam konferensi persiapan tersebut disimpulkan bahwa kerusakan lingkungan yang ada di negara berkembang dikarenakan tidak adanya atau kurangnya pembangunan, meskipun dimensi itu tidak dinyatakan secara eksplisit dalam nama konferensi pendapat ini meluluhkan tantangan dari negaranegara berkembang. Walaupun diperlkukan, pembnagunan haruslah memenuhi persyaratan tidak merusakan lingkungan, maka berkembangkah konsep “decode velopment” (pembangunan berwawasan lingkungan). Menurut konsep ini, pembangunan dan kerusakan lingkungan tidaklah bertentangan. Bahkan jika dinegara berkembang tidak ada pembangunan, lingkungan tidak akan berkembang dan akan mengalami kemerosotan, misalnya yang telah terjadi di daerah Sahel Afrika, terjadi over gracing (perumputan oleh ternak) dan pebenangan pohon oleh pendudukan setempat untuk diambil kayunya, sehingga terjadi penggurunan didaerah tersebut. Hal tersbeut dapat diatasi dengan pembangunan sistem pertanian dan peternakan yang memperhatikan aspek-aspek lingkungan.77 Dengan dimasukannya konsep ecodevelopment tersebut, tentangan dari negara berkembang surut dan mereka bersedia ikut serta dalam konferensi Stockholm. 76 77
Ibid. Ibid., hlm 501
Namun setelah konferensi Stokholm diselenggarakan, sangat sedikit hasilhasil yang diimplementasikan konsep pembangunan berwawasan lingkungan pun masih belum ditetapkan danakibatnya kerusakan lingkungan makin bertambah.78 Sementara itu berkembang pula isu mengenai perubahan iklim dan pemanasan global, serta menurunnya tingkat keanekaragaman hayati. Karena masalahmasalah tersebut bersifat global dan penyebabnya juga bersifat global, penanganannya akan efektiof jika dilakukan secara global. Maka PBB mensponsori kembali sebuah konferensi mengenai lingkungan hidup yang diselenggarakan di Rio de Janeiro pada bulan Juni Tahun 1952.
2.The Earth Summit, Rio de Janeiro, 1992 Pada bulan Juni tahun 1992, PBB mensponsori sebuah konferensi tingkat tinggi mengenai lingkungan hidup dan pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development) atau yang lebih dikenal dengan nama The Earth Summit atau KTT Bumi Tema Sentral dalam KTT ini adalah pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) dan melalui tema ini negara maju dan negara
berkembang
sama-sama
merasakan
diperhatikan
kepentingannya.
Konferensi ini dihadiri oleh 114 Kepala pemerintahan dan beberapa ribu perwakilan lain, termasuk perwakilan dari PBB, pemerintahan, NGGOs dan media massa. 79Harapan dilaksanakannya konferensi ini adalah bahwa konferensi ini tidak hanya menjelaskan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah kemunduran lingkungan, merehabilitasi, ekosistem yang telah rusak, dan 78
Ibid., hlm 502. Mitchell Beazley, Caring For the Earth : A Strategi for Survival (Reer Internasional Book Ltd, 1993), hlm 152. 79
mempertinggi pembangunan, tetapi juga menjamin komitmen untuk menyediakan dana untuk kegiatan-kegiatan tambahan dan meletakan dasar bagi terjadinya reformasi di dalam sistem PBB.80 Isu pembangunan berkelanjutan mencuat setelah diumumkannya laporan komisi dunia tentang lingkungan hidup dan pembangunan (World Commision on Environment and Development/WCED) atau yang lebih dikenbal dengan nama Komisi Bruntland, pada tahun 1987. Kepedulian terhadap lingkungan hidup disatukan dalam konsep pembangunan dengan menjunjung bendera pembangunan berkelanjutan. Sebagai sebuah tahap baru pertumbuhan ekonomi, masa depan bersama untuk kemanusiaan hanya dapat dicapai dengan pembangunan berkelanjutan. Yang paling penting dari laporan komisi tersebut adalah dampak politiknya. Konsep pembangunan berkelanjutan tersebut dengan cepat dapat diterima oleh banyak pemimpin negara dan menjadi isu utama dalam percaturan internasional. Di kalangan lembaga swadaya masyarakat dan masyarakt ilmiah, pembangunan berkelanjutan mendapat perhatian yang besar pula. Tidaklah mengherankan jika pembangunan berkelanjutan menjadi tema sentral dalam KTT Bumi. Dalam konferensi ini, negara maju memiliki kepentingan dalam mengendalikan berbagai masalah lingkungan yang gawat, misalnya pemanasan global dan perubahan iklim. Negara maju juga sangat membutuhkan Sumber Daya Genetik yang terdapat di negara-negara sedang berkembang untuk pembangunan
80
Ibid.
industri mereka. Negara-negara lingkungan tersebut, misalnya dalam kasus pemanasan global dan perubahan iklim, akan terjadi peningkatan intensitas dan frekuensi badai, sehingga rata-rata negara seperti Bangladesh dan Filipina akan menderita akibat bad ai yang akan sering menimpa mereka. Disamping itu, pemanasan global dan perubahan iklim juga akan meningkatkan ketinggian air laut. Negara-negara yang mempunyai daerah-daerah delta yang luas seperti Mesir dan Bangladesh akan mengalami kerugian yang lebih besar dari kenaikan air laut tersebut. Bahkan, beberapa negara juga terancam keberadaannya kalau permukaan air laut terus naik. Negara-negara kecil Maladewa lama-kelamaan akan tenggelam.81 Uraian diatas menunjukkan adanya saling ketergantungan antar negara maju dan negara berkembang. Kesaling ketergantungan itu membuat KTT Rio berbeda dengan KTT Stockholm. Di KTT Rio, negara berkembang mnempunyai posisi tawar menawar, karena baik negara maju maupun negara berkembang sama-sama merasa terancam oleh masalah lingkungan hidup. Terasa pula adanya suasana urgensy untuk dapat berhasilnya KTT Bumi. Hal tersebut membuat kedua kelompok negara tersbeut berkompromi. Dalam konferensi ini dihasilkan 5 perjanjian utama yang beberapa tahun lalu sangat sulit untuk dinegoisasikan. Dua diantara perjanjian tersebut adalah perjanjian kerangka kerja. Dalam dua perjanjian ini, diatur prinsip-prinsip yang lebih jelas apa saja tindakan yang harus dilakukan berdasarkan kerangka kerja, protokol-protokol pengorientasian tindakan-tindakan tersebut akan segera
81
Ibid., hlm 505
dicocokan. Climate Change Conventaion/konvensi perubahan iklim ditanda tangani oleh 154 negara, dimana konvensi ini ditujukan terutama untuk memperlambat dan akhirnya penghentian global warming/pemasanasan global. Kemudian, Biodiversity Convention yang ditandatangani oleh 153 negara yang ditujukan untuk melindungi ekosistem dan species yang ada di bumi. Ke dua konvensi ini perlu untuk diratifikasi oleh setidaknya 30 negara agar konvensi ini dapat menghasilkan suatu perubahan yang nyata. Kemudian ke-3 perjanjian lain yang berhasil dicapai dalam KTT Bumi ini adalah Deklarasi Rio, Agenda 21 dan pernyataan prinsip-prinsip kehutanan/The Statement of Forest Principles. Walaupun ke 3 perjanjian ini tidak mengikat, namun merupakan komitmen moral yang mana pemerintah akan sulit untuk tidak memperhatikannya.82 Deklarasi Rio sebagai salah satu hasil dari KTT Bumi, menyerukan pentingnya pembangunan berkelanjutan sebagai dasar kemitraan global yang baru; sementara konvensi perubahan iklim dan keanekaragaman hayat, kemudian prinsip tentang hutan dan Agenda 21, merupakan program-program yang disetujui untuk dilaksanakan demi tercapainya pembangunan berkelanjutan. Sementara itu, ruang lingkup agenda 21 sangat luas karena mencakup berbagai aspek, baik fisik maupun non-fisik. Agenda 21 merupakan rekomendasi bagi langkah-langkah untuk menghadapi masalah lingkungan, termasuk perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, pencemaran air dan udara, penggundulan daratan, pengrusakan hutan, terkikisnya tanah, limbah beracun dan lenyapnya cadangan ikan dan sumber laut lainnya. Agenda tersebut juga
82
Andrew Hurrel and Banedict Kingsbury, Op.Cit., hlm 204.
membahas tentang pola-pola mendasar dari pembangunan yang menyebabkan tertekannya lingkungan, antara lain kemiskinan dan hutang luar negeri dari negara berkembang, pola produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan, tekanan penduduk dan perekonomian internasional.83 Untuk menjamin diwujudkannya Agenda 21 ke dalam tindakan, konferensi ini merekomendasikan pembangunan satu komisi tingkat tinggi mengenai pembangunan berkelanjutan yang akan berfungsi sebagai salah satu badan tambahan di Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC).84 Komisi mengenai pembangunan berkelanjutan akan memantau kemajuan dalam
pelaksanaan
Agenda
21.
Komisi
akan
menerima
laporan
dan
pemberitahuan dari pemerintah mengenai kegiatan mereka dalam menggalakkan pembangunan berkelanjutan dan juga dari organisasi-organisasi antar pemerintah, seperti Bank Dunia dan lembaga-lembaga Swadaya masyarakat yang relevan, termasuk dari para ilmuan dan sektor swasta.
3.Tindak Lanjut KTT Bumi, 1992 Perjanjian yang terjadi dalam The United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCC) merupakan agenda dari The United Nation Conference on Economic Developmentdi Rio de Janeiro pada belum Juni 1992. Amerika Serikat merupakan negara peraktifikasi pertama perjanjian tersebut bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada titik tertentu, sehingga dapat mencegah pengaruh tidak baik yang mungkin 83 84
hlm 143.
Michell Beazley, Op.Cit., hlm 152-153 Kantor Penerangan PBB, Pengetahuan Mendasar dari PBB, (Jakarta, UNIC, 1993),
ditimbulkan akibat aktifitas manusia terhadap sistem iklim global. Kerangka kerja konvensi menjadi dasar bagi kerjasama internasional untuk mewajibkan negara industri maju menurunkan emisinya pada level 1990 pada tahun 2000. Sejak kerangka kerja konvensi memasuki pembicaraan internasional, para ilmuan terus menerus melaksanakan peringatan akan efek negatif perubahan iklim global terhadap kehidupan manusia. Dikatakan bahwa akan terjadi perubahan lingkungan hidup dan hal ini pun akan berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi. Melalui Intergoverment Panel on Climate Change (IPCC) yang menghadirkan lebih dari 200 ilmuan, diperkirakan bahwa rata-rata suhu global akan meningkat. Untuk menindaklanjuti KTT Bumi 1992, maka diadakan pertemuan persiapan KTT Bumi + 5 yang berlangsung pada tanggal 6-17 Februari 1995 di New York. Dalam pertemuan ini terjadi perdebatan sengit antara negara industri maju (annex I) dengan negara-negara berkembang (non-Annex I) Negara industri maju umumnya berpendapat bahwa target Rio, yang menginginkan pengurangan semisi Co2 sebesar 5% pertahun, tidaklah cukup mencegah jumlah signifikasi CO2 di atmosfer untuk menghambat pemanasan global. Negara-negara penghasil minyak yang tergabung di dalam OPEC, seperti Rusia dan Cina berpendapat bahwa target Rio terlalu muluk, sedangkan Amerika Serikat berjanji akan menekan negara peserta yang masih enggan berkomitmen untuk mengurangi emisinya sebelum tahun 2000.
4. KTT Kyoto, Jepang 1997 KTT Kyoto yang diselenggarakan pada tanggal 1 – 10 Desember 1997, Merupakan pertemuan yang diadakan khsusu untuk membahas pemanasan global
dan dampaknya secara global. Sebelum KTT Kyoto (COP 3) ini berlangsung, sudah diadakan pertemuan-pertemuan sebelumnya, yaitu COP 1 di Berlin, Jerman, tahun 1995, dan COP 2 di Jenewa Swiss, tahun 1996. COP 3 menghasilkan Protokol Kyoto sebagai kesepakatan bersama antara negara-negara untuk memperlambat terjadinya kenaikan suhu bumi dengan mengurangi emisi CO2 sebesar 5,2 %. Ketiga Konferensi ini akan dibahas lebih mendalam di sub bab selanjutnya.
D. Konferensi Menjelang Terbentuknya Protokol Kyoto 1. Conference on Parties I, Berlin 1995 COP I negara peratifikasi UNFCCC dibuka secara resmi oleh sekretaris eksekutif konvensi, Michael Zammit Gutajen do Berlin Jerman. Konferensi yang berlangsung 28 Maret sampai 7 April 1995 ini akan membahas komitmen negara maju dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya CO2, COP I bertujuan untuk mendiskusikan kemajuan yang didapat dari kerangka kerja konvensi tentang perubahaniklim
(The
United
Framework
Convention
on
Climate
Change/UNFCCC) yang ditanda tangani dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992. COP I dihadiri oleh 170 delegasi yang berasal dari delegasi negaranegara, organisasi non pemerintah dan organisasi antar pemerintah.85 Ketika para anggota konvensi mengadakan konferensi yang pertama diBerlin ini. COP membentuk sebuah kelompok Ad Hoc (Adhoc Group on Berlin mandate. A GBM) yang ditugasi menyiapkan sebuah protokol tentang penurunan emisi gas
85
World News, UNEP Industry and Environment, April-September 1995, hlm 109-110
rumah kaca. Namun selama beberapa hari, konferensi berlangsung, COP I masih belum mengadopsi masalah utama yaitu dihasilkannya protokol pengurangan emisi CO2 oleh negara-negara industri maju. Seperti negoisasi-negoisasi internasional lainnya, kesepakatan akhir yang akan dicapai dalam COP I menyimpan beberapa pandangan yang berbeda COP I diselenggarakan terutama untuk membahas komitmen negara-negara maju dalam mengurangi gas rumah kaca. Tetapi negara-negara maju tidak ingin memberikan komitmennya dalam bentuk protokol yang mengikat pada pertemuan ini. Walaupun tidak menghasilkan protokol pengurangan emisi CO2, COP I menghasilkan mandat Berlin mellaui konsensus. Mandat Berlin merupakan suatu proses untuk memungkinkan negara-negara peserta mengambil langkah tepat dalam periode setelah tahun 2000. Termasuk juga menekankan komitmen negara annex I untuk menurunkan emisinya. Beberapa hal penting dari COP I Berlin antara lain adalah dihasilkannya fase percobaan bagi Joint Implementation, dimana suatu negara menanamkan modal dalam suatu proyek penurunan emisi gas rumah kaca (efisiensi energi) di negara lain jika proyek ini berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca maka negara pemilik modal tidak berhak mendapatkan penghargaan selama fase percobaan masih berhubungan dengan joint implementasi adalah dihasilkannya alih teknologi bagi negara berkembang mengurangi emisi gas rumah kacanya seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara berkambang. Konvensi menuntut negara maju untuk mengambil langkah-langkah seperti mempromosikan, memajukan dan membantu proses langkah-langkah
teknologi beserta perdanaannya kepada negara berkembang. Selain itu, pada COP 1 ini ditentukan sekretariat tetap konvensi. Tujuannya adalah untuk memudahkan pelaksanaan alih teknologi yang efektif dan menyuarakan kepentingan lingkungan hidup sekaligus tidak menghambat proses perekonomian negara maju. Sesuai dengan kesepakatan negara peserta konferensi maka kota Bonn, Jerman ditetapkan sebagai sekretariat tetap konvensi. Seperti negoisasi internasional lainnya, perjanjian akhir yang dicapai dalam konferensi di Berlin ini menyimpan beberapa pandangan yang berbeda. Beberapa negara maju ingin pertemuan berjalan lebih jauh dan menyetujui target mengikat pengurangan emisi gas rumah kaca dengan cepat. Jalannya konferensi banyak pemanasan global karena industri banyak menggunakan bahan-bahan yang menghasilkan energi dan aktivitasnya juga menghasilkan emisi gas rumah kaca. Implementasinya konvensi perubahan iklim mempunyai implikasi penting bagi sektor industri. COP 1 ditandai oleh banyaknya perhatian dari kelompok industri yang mendukung konvensi dan ingin melihat kemajuan atas usaha joint implementation yang dipandang mampu menurunhkan emisi mereka. Hal ini mengekspresikan perhatian kelompok industri terhadap seputar dampak yang ditimbulkan perubahan iklim terhadap kelanjutan industri di masa depan. Dengan kaca serta dampak potensial pada iklim dunia menuntut solusi internasional yang egektif. Mandat Berlin merupakan langkah awal dari proses negoisasi selama 2 tahun untuk menghasilkan suatu protokol yang lebih spesifik, secara legal mengikat target dan waktu untuk pengurangan emisi gas rumah kaca dalam
kerangka waktu yang spesifik pula. Setelah konferensi di Berlin maka untuk penyempurnaan langkah berikutnya setelah disusun dengan COP II yang berlangsung di Jenewa, Swiss.
2. Conference of Parties II, Jenewa, 1996 COP II diadakan di Jenewa pada tanggal 08-19 Juli 1996. Turut ambil dalam petemuan tersebut wakil dari pemerintah, organiasi antar pemerintah dan juga organisasi non pemerintah.86 COP II merupakan suatu kesempatan bagi negara-negara untuk membuat keputusan mengenai aktivitas perlindungan masalah perubahan iklim di masa yang akan datang pada tingkat nasional dan internasional. Ada beberapa faktor yang menentuukan keberhasilan COP II yang harus dilakukan oleh negara-negara Annex I dalam mengurangi emisi yaitu pertama, COP II pada akhirnya khusus mengadopsi seluruh prosedur peraturanperaturan. Kedua, harus segera diambil keputusan yang penting mengenao dampak kebijakan dari IPCC Second Assesment Report. Ketiga, COP II harus memutuskan bahwa negara-negara annex I yang diproyeksikan pada tahun 2000 mengurangi emisinya di bawah level tahun 1990 harus segera melakukan tindakan-tindakan penting pada level nasional.87
3. Conference of Parties III, Kyoto, 1997
86
“The Kyoto Protokol ; State Agreement”, dalam www. State. Gov /www/global/oes/earth.html. diakses 6 Maret 2006 87
Ibid.
COP III kembali diadakan pada tanggal 01-10 Desember 1997 dan dihadiri oleh perwakilan 170 negara. Yang menjadi topik bahasan dalam konferesi ini masih mengenai pemanasan global dan upaya-upaya untuk mengatasinya. Tujuan dari COP III adalah memenuhi amanat mandate Berlin. Konferensi ini merupakan ajang pertemuan yang menegoisasikan protokol penurunan emisi sehingga pertemuan baru dinilai berhasil bila mampu menghasilkan suatu protokol. COP III menghasilkan sebuah protokl yaitu protokol Kyoto sebagai kerangka kerja internasional untuk menentukan target peurunan emisi gas rumah kaca. Protokol Kyoto bersifat mengikat negara-negara mengenai pengurangan emisi CO2 sebesar 5,2 %. Protokol ini mencakup diantaranya mengenai masalah penetapan mekanisme joint implementation diantara negara industri dan negara berkembang yang menginginkan pembangunan berkelanjutan serta mendukung dan utama protokol Kyoto.88 Pertemuan di Kyoto mempunyai arti penting bagi AS karena menyangkut kepentingan utama AS. Berdasarkan ilmu pengetahuan dan konsensus internasional, AS datang ke Kyoto dengan 2 tujuan. Pertama untuk memenuhi target dan kerangka waktu pengurangan emisi gas rumah kaca diantara negaranegara industri dengan menerapkan mekanisme pasar. Kedua AS menuntut partisipasi negara berkembang dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.89 Sebelum UNFCC di Kyoto dimulai, kebanyakan negara peserta akan mengumumkan posisi apa yang mereka inginkan untuk dibawa ke negoisasi. Dalam hal ini AS mengumumkan proposalnya yag dinyatakan dalam pidato 88 89
Ibid. Ibid
Presiden Clinton pada tanggal 22 Oktober 1997 di National Geographic Society di Washington. AS menyatakan akan mengurai emisi karbondioksida pada level 1990 untuk tahun 2008-2012 dan pengurangan selanjutnya akan menyusul 5 tahun kedepan. Pemerintah AS merencanakan $5 juta untuk Research and Development (R&D), pajak, standar efisiensi energi, insiatif energi pemerintah federal, serta sistem perdagangan emisi secara nasional & internasional. Isu yang dibahas dalam COP III ini tidak hanya soal pengurangan emisi, karena ada masalah-masalah lain yang di bicarakan dalam referensi ini seperti masalah administrasi prosedural, keuangan, alih teknologi, dll.
BAB IV MEMAHAMI USAHA INTERNASIONAL UNTUK MENGHAMBAT PEMANASAN GLOBAL MELALUI PROTOKOL KYOTO DENGAN PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT
A. Implementasi penolakan Amerika Serikat dalam Protokol Kyoto 1. Statement resmi terhadap Protokol Kyoto. Suatu penanganan bersama telah terbentuk pada tahun 1997 di Kyoto, Jepang, dimana sebelumnya telah diadakan pertemuan-pertemuan antar aktor untuk membicarakan lebih lanjut masalah pemanasan global. Seperti yang diadakan di NewYork yang lebih dikenal dengan KTT Bumi +5 pada bulan Juni 1997 dan Conference on Parties I di Bonn, Berlin, Jerman pada bulan November 1995. Pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh wakil-wakil negara-negara berkembang ini tidak menunjukkan adanya kemajuan. Pertemuanpertemuan yang diadakan tidak menghasilkan kesepakatan bersama yang dapat dijadikan sebagai aturan yang mengikat negara-negara anggotanya. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat masih mengutamakan kepentingan nasionalnya sehingga Amerika Serikat masih bersikap untuk menolak seruan negara-negara Eropa dan negara berkembang untuk mengurangi emisi karbondioksidanya. Pada awalnya, Amerika Serikat dalam KTT Bumi di markas PBB, New York, yang diwakili oleh Presiden Bill Clinton menolak untuk mengikuti kesepkatan
dengan
negara-negara
lain
untuk
mengurangi
kadar
emisi
karbondioksida bumi. Clinton hanya dapat berjanji bahwa ia akan berusaha untuk
meyakinkan masyarakat negaranya bahwa pemanasan global yang berakibat pada perubahan iklim sudahlah nyata dan tidak dapat diselesaikan hanya dengan teoriteori alam yang ada. Amerika Serikat sebagai negara adidaya merupakan negara industri yang mengeluarkan emisi karbondioksida terbesar dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia. Dengan jumlah populasi penduduk hanya 4% dari populasi dunia, Amerika Serikat menyumbangkan emisi lebih dari 30% dari emisi total yang diproduksi negara-negara didunia. Dan hal ini diakui oleh Clinton dalam KTT Bumi di New York pada bulan Juni 1997.90 Maka dari itulah clinton hanya dapat berjanji bahwa beliau akan berusaha membawa komitmen Amerika Serikat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dalam konferensi Kyoto bulan Desember 1997.91 Dengan hanya berjanji mengandung suatu arti bahwa Amerika Serikat belum mau terikat pada pengurangan emisi karbondioksidanya sebesar 7% selama 10 tahun terhitung dari kadar emisinya pada tahun 1990-an. Sikap Amerika Serikat ini bertolak belakang dengan sikapnya pada saat diadakan KTT Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992 dimana pada saat itu Amerika Serikat berjanji untuk menstabilkan emisi karbondioksidanya pada level tahun 1990 sampai 2000. Namun pada kenyatannya Amerika Serikat mengingkari komitmen yang sudah dibuatnya sendiri, karena lima tahun setelah KTT di Rio de Janeiro tersebut, emisi karbondioksida Amerika Serikat naik menjadi 15% lebih banyak.
90 “Anggap Tidak Adil dan Merugikan Ekonomi, Amerika Serikat Tanggalkan Protokol Kyoto 1997”, Media Indonesia, 30 Maret 2001 91 Ibid
Sikap Amerika Serikat dalam KTT New York ini mendapat banyak kecaman dari negara-negara anggota konferensi lainnya seperti negara-negara Eropa yang sudah bersedia untuk mengurangi emisi karbondioksidanya sampai 15% pada tingkat 1990 sebelum 2010.92 Penolakan Amerika Serikat terhadap Protokol Kyoto yang dianggapnya “cacat” memang cukup merepotkan banyak pihak. Dalam situasi kecemasan dunia akan bahaya yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, Amerika Serikat justru menolak untuk menerima dan meratifikasi Protokol Kyoto. Penolakan Presiden Bush atas Protokol Kyoto tersebut memanglah sangat tidak mengejutkan, bila melihat arah kebijakan lingkungannya. Statement resmi Amerika Serikat dikeluarkan Presiden George W. Bush pada tanggal 28 Maret 2001 melalui juru bicara Gedung Putih, Ari Fleisher, mengumumkan bahwa Amerika Serikat hendak meninggalkan Protokol Kyoto. Berikut kutipan pernyataan Presiden George W. Bush melalui juru bicaranya : “ I oppose The Kyoto Protocol because it exempts 80 percents of the world, including major population centres such as China and India, from compliance, and world cause serious harm to the Unites States economy”.93 Secara garis besar penolakan Amerika Serikat atas Protokol Kyoto didasarkan atas 6 alasan utama, yaitu : 1. Jika Amerika Serikat harus mengurangi emisi gas rumah kaca sesuai dengan ketentuan Protokol Kyoto, maka akan berdampak negative bagi 92
“Clinton Dikecam NGO INternasional”, Kompas, 28 Juni 1997 “State Leave Behind the Kyoto Protocol” dalam Http ://www.cseindia.org/html/au4. diakses 6 Maret 2006 93
ekonomi Amerika Serikat. Khususnya pengurangan emisi gas rumah kaca akan memperlambat pertumbuhan ekonomi, karena Amerika Serikat harus mengurangi
produksi
industrinya,
hal
ini
dapat
menyebabkan
pengangguran, dan harga barang-barang konsumsi naik. Selain itu juga dikatakan bahwa penggantian pembangkit energi dari batubara menjadi gas akan sangat mahal. 2. Tidak masuk diakal Negara berkembang besar seperti China dan India yang termasuk mengemisi Gas Rumah Kaca cukup besar, tidak diharuskan mengurangi emisinya dalam Protokol Kyoto. Amerika Serikat mengaggap bahwa negar-negara tersebut juga ikut andil dalam peningkatan suhu global. 3. Protokol Kyoto adalah cara mengatasi masalah perubahan iklim global yang tidak adil dan tidak efektif 4. CO2 menurut Undang-Undang Amerika Serikat, “Clean Air Act” tidak dianggap sebagai pencemar sehingga secara domestic tidak perlu diatur emisinya. 5. Kebenaran Ilmiah Perubahan iklim dan cara-cara untuk memecahkan persoalannya didukung oleh pemahaman ilmiah yang terbatas. 6. Target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca tidak berdasarkan pertimbangan sains yang cukup. Amerika Serikat, berdasarkan Protokol Kyoto diharuskan mengurangi emisi sebanyak 7% dari tingkat emisi tahun 1990.
2. Pakta Lingkungan Baru. Menengok kembali riwayat Protokol Kyoto yang mana tercatat bahwa Amerika Serikat tetap menarik diri. Setelah itu Amerika Serikat selalu menjadi sasaran ancaman kecaman dunia yang merisaukan bumi yang semakin panas sehingga gunung-gunung es dikawasan kutub meleleh, tingginya permukaan air laut serta perubahan cuaca dan iklim dunia. Semakin tak menentunya iklim dunia dan efek dari pemanasan global yang ditimbulkan Amerika Serikat beserta enam Negara lainya, menyepakati pakta kerja sama lingkungan dikawasan Asia-Fasifik untuk mengembangkan teknologi energi yang lebih bersih dan menangani persoalan lingkungan. Enam Negara tersebut, selain Amerika Serikat yang menjadi pemimpin, adalah China, Jepang, Korea Selatan (Korsel) dan India. Kesepakatan yang disebut dengan “The Asia-Pasific Partnership on Clean Development and Climate” itu berupaya mencari teknologi yang lebih baru, yang bias meminimalisasi pengaruh rumah kaca sehingga tidak merugikan perkembangan perekonomian di masa mendatang.94 Keenam Negara, yang mayoritas tergolong sebagai Negara industri dan penyumbang polusi terbesar di dunia, itu dalam kesepakatan bersama secara 94
“Pakta Lingkungan Baru AS cs Tak Mau Saingi Protokol Kyoto”, Kompas, 29 Juli 2005., hal 1
tertulis menyatakan, mereka akan mencari jalan untuk menangani isu-isu energi, perubahan iklim, dan polusi udara dalam paradigma perkembangan ekonomi. Kesepakatan ini diyakini akan membuka berbagai kemungkinan untuk pengembangan, penggunaan, dan penciptaan teknologi yang lebih efisien, termasuk misalnya nuklir, angin, dan tenaga surya. Pakta baru ini telah disepakati pada tanggal 28 Juli 2005 setelah berlangsungnya acara ASEAN Ministerial Meeting ke-38 di Vientiane, Laos. System dan mekanisme yang lebih jelas dibicarakan di Adelaide, Australia pada bulan November 2005 atau tepatnya sebelum konferensi Perserikatan BangsaBangsa tentang perubahan iklim global yang digelar di Kanada.95 Para anggotanya juga beranggapan bahwa pakta lingkungan baru ini merupakan win-win solution bagi semua Negara, baik untuk Negara berkembang maupun Negara maju. Namun kerjasama lingkungan yang baru ini memunculkan kekhawatiran, hal tersebut akan menyaingi kesepakatan-kesepakatan yang telah terjadi melalui Protokol Kyoto. Bahkan muncul tudingan bahwa keenam Negara yang menjadi anggota pakta lingkungan tersebut mencoba untuk mengalihkan perhatian dan menghindari persyaratan yang telah ditetapkan Protokol Kyoto. Seperti yang diketahui bersama, selama ini Amerika Serikat dan Australia termasuk dalam dua Negara maju yang menolak ratifikasi Protokol Kyoto dengan alasan, Protokol Kyoto akan membatasi perkembangan perekonomian di kedua Negara tersebut. Protokol Kyoto mensyaratkan agar emisi gas rumah kaca bias dikurangi hingga kurang dari 5,2 persen. Sebaliknya China dan India telah
95
Ibid.
meratifikasi Protokol Kyoto, namun sebagai Negara berkembang mereka tidak harus memenuhi kewajiban dalam fase pertama Protokol Kyoto yang berakhir tahun 2012. Kecaman terhadap pakta lingkungan ini juga datang dari para aktivis lingkungan di Australia yang menurut mereka sangat mementingkan diri sendiri dan menutupi kegagalan pemerintah Australia meratifikasi Protokol Kyoto. Uni Eropa juga ikut meragukan pakta lingkungan yang dipelopori Amerika Serikat yang berupaya mengembangkan teknologi energi bersih demi mengatasi pemanasan global. Uni Eropa menilai, teknologi energi bersih tidak akan cukup untuk mengatasi pemanasan global dan kerusakan lingkungan. Pakta ini juga tidak dapat menggantikan Protokol Kyoto, karena hal ini hanya sekedar pelengkap. Uni Eropa berkeyakinan perubahan lingkungan hanya bias ditangani oleh rezim global dan dalam konteks global. Namun mereka juga menyambut baik pakta itu, munculnya pakta ini telah menunjukan adanya kesadaran akan pentingnya Negara-negara di dunia mengatasi pemanasan global.96
B. Implikasi Penolakan Amerika Serikat Terhadap Lingkungan Hidup. 1. Tidak Bulatnya Komitmen Dunia. Negara maju maupun negara berkembang memiliki pendangan yang berbeda dalam menghadapi isi pemanasan global. Oleh sebab itu negara meju dan negara berkembang memiliki kebijakan yang berbeda pula dalam mencari kesepakatan bersama terutama mengenai masalah distribusi, masalah biaya. 96
“Pemanasan Global EROPA MERAGUKAN PAKTA LINGKUNGAN BARU”, Kompas, 30 Juli 2005, hlm 9
Negara maju mengaggap bahwa negara-negara berkembang turut andil dalam meningkatkan suhu global, terutama negara-negara di Asia seperti Taiwan, Korea Selatan dan Cina. Untuk itulah mereka menuntut suatu pembagian biaya yang adil. Sedangkan berpendapat bahwa kerusakan lingkungan hidup adalah akibat dari aktivitas industri negara-negara maju. Pada awalnya,
negara-negara
berkembang berada di posisi yang tidak mengutungkan. Namun setelah konferensi Stockholm 1972, posisi negara-negara berkembang berubah secara substansian. Posisi negara-negara berkembang menjadi lebih kuat dalam usahanya melindungi lingkungan hidup dan juga pergerakan pola pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan posisi yang menguntungkan ini, negara-negara berkembang memanfaatkannya dengan mengeluarkan suatu tuntutan pada negara-negara maju terutama dalam pembagian biaya yaitu, pertama, negara berkembang menuntut negara maju yang seharusnya mempunyai inisiatif pertama dalam menghadapi ancaman lingkungan global. Kedua, negara berkembang menuntut negara maju untuk menyediakan bantuan bagi negara-negara untuk menutup biaya yang diperlukan untuk melakukan suatu tindakan dalam mengatasi ancaman global. Ketiga, negara berkembang meminta supaya tidak terlalu dilibatkan dalam masalah-masalah lingkungan di negara mereka yang secara tidak langsung mempengaruhi negara-negara maju.97 Perdebatan tidak hanya terjadi antara negara maju dan negara berkembang tetapi perdebatan juga terjadi antar negara maju. Perdebatan itu terjadi seputar 97
Andrew Hurrel & Benedict Kingsbury..The Intenasional Politics of Environment : Actor, Interest and Situation, (Clarendon Press, Oxford. 1992).hlm 40
masalah pembagian biaya dalam melakukan suatu hal tindakan bersama antar negara maju.98 Kemudian timbul suatu kesadaran bahwa yang diperlukan sebenarnya adalah suatu kerjasama antar negara bukanlah hanya perdebatanperdebatan saja. Namun sayangnya hal ini juga mendapat hambatan karena meskipun kesadaran kerjasama antar negara-negara berkembang dan negara maju muncul atau itu timbul, tetap saja ada hambatan yang menghalangi terjadinya suatu kerjasama yang lebih baik lagi. Negara-negara berkembang mengajukan persyaratan bahwa negara-negara berkembang mau bekerja sama dengan negara maju dalam mengurangi emisi karbondioksida di atmofer sepanjang perjanjian kerjasama itu tidak terlalu mengikat negara berkembang.99 Hal ini dapat disebabkan karena setiap negara memiliki kepentingan nasional yang ingin mereka capai. Setelah konferensi Stockholm 1972, negara-negar maju terus bergerak dengan peningkatan industri dan transportasinya dengan laju yang tinggi. Pencemaran semakin meningkat dan dampaknya sudah tidak lagi bersifat lokal melainkan global. Demikian pula setelah KTT Bumi 1992, masalah lingkungan hidup semakin bertambah. Konferensi yang semula diharapkan mampu mengurangi masalah pada lingkungan hidup global justru tidak sama sekali membawa hasil yang maksimal. Negara-negara industri terus melakukan pembangunan di segala bidang tanpa menghiraukan keselamatan lingkungan hidup global. Kesepakatan yang dicapai yang dalam konferensi di Stockholm maupun KTT Bumi telah 98 99
Ibid. hlm 306. Ibid., hlm 307
dilanggar oleh negara-negara maju yang tak lain hany untuk mengejar kepentingannya sendiri, terutama bagi kemajuan perekonomian negara-negar tersebut. Memasuki era pasar bebas ( Free Trade Area) ini, secara tidak langsung setiap negar akan berusaha untuk bertahan supaya negaranya dapat bersaing secara ekonomi dengan negara lain. Pasar bebas membuat negar-negar akan meningkatkan aktivitas ekonominya tanpa harus dipungkiri bahwa untuk meraih perekonomian yang lebih baik lagi, seringkali mereka mengabaikan keseimbangan lingkungan hidup. Persaingan ekonomi membuat negara maju dan negara berkembang melakukan apapun untuk meningkatkan perekonomian mereka tanpa dimbangi dengan kesadaran lingkungan. Perekonomian yang semakin liberal, membuat negara-negara harus siap bersaing secara bebas untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional negaranya. Sehingga dalam era pasar bebas ini terdapat kompetisi dan konflik. Pasar bebas membuat negar-negara bebas melakukan apa saja untuk mempertahankan eksistensi perekonomian negaranya. Kompetisi dapat didefinisikan sebagai kemampuan negara untuk memperoleh banyak keuntungan dalam industri. Dalam suatu kerjasama tidak jarang pula terjadi suatu konflik dimana suatu negara mempertahankan kepentingan ekonominya terhadap negar lain. Benturan kepentingan ini membuat negar-negara menyadari perlu adanya suatu aturan yang harus dipatuhi bersama. Untuk itulah kemudian dibentuk General Agreement on Tarrifs and Trade (GATT) pada tahun 1947. disepakatinya GATT didasarkan pada pertimbangn
bahwa hubungan antar negara dibidang ekonomi dan perdagangan harus dijalankan dengan sasaran untuk meningkatkan standar hidup, menjamin lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan, pemanpaatan sumber daya dunia sepenuhnya, serta memperluas produksi serta pertukaran barang. Namun meskipun sudah dibentuk GATT masih terdapat masalah yang selalu mengancam kelancaran dan ketertiban perdagangan internasional yang tidak hanya efisien dan efektif tetapi juga adil (Fair Trade), yakni karena masi terjadi
ketidakpatuhan
negara-negara
(terutama
negara-negara
dengan
perekonomian yang kuat) terhadap ketentuan GATT. Dalam tahun-tahun berikutnya berbagai tambahan dan penyempurnaan telah dilakukan melalui berbagai perundingan yang biasa disebut putaran perundingan (Round). Putaran terakhir diselenggarakan di Uruguay sehingga putaran ini terkenal dengan nama Uruguay Round (1986-1994). Putaran terakhir ini mengahasilkan suatu perjanjian pembentukan organisasi perdagangan yang dinamakan WTO ( World Trade Organization) pada tahun 1995. berdirinya WTO merupakan suatu jawaban akhir dari perdebatan negara mengenai keefektifan dan keefesienan GATT. Bahkan beberapa peraturan GATT diintegrasikan ke dalam salah satu perjanjian yang merupakan Anex perjanjian WTO yakni Multilateral Agreement on Trade in Goods. WTO didirikan dengan maksud bahwa kegiatankegiatan ekonomi negara-negara anggota harus dilaksanakan dengan maksud untuk meningkatkan standart hidup, menjamin lapangan kerja sepenuhnya, peningkatan penghasilan nyata, memperluas produksi dan perdagangan barang dan jasa. Dengan penggunaan optimal sumber-sumber daya dunia sesuai dengan
tujuan pembangunan berkelanjutan sebagai organisasi perdagangan internasional WTO pun memiliki perhatian terhadap lingkungan hidup. Bagi WTO ada hubungan antar perdagangan dan lingkungan hidup. WTO menghadapi suatu tantangan tersendiri dengan menigkatnya secara kompleks hubungan antara kebijakan perdagangan dan lingkungan hidup. WTO tidak menghalangi pemerintah suatu negara yang berusaha melindungi lingkungan hidup dari perusakan yang dihasilkan dari produksi dan konsumsi produk yang diproduksi yang melewati batas negar-negara. Beberapa prinsip dasar WTO juga dihasilkan dan disesuaikan dengan tujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Perlu diambil suatu tindakan untuk mencapai tujuan perubahan iklim. Bagaimanapun fleksibilitas WTO hanya memperpanjang peraturan-peraturan produk-produk domestik yang diproduksi, produk import dan proses domestik. Tetapi aturan-aturan ini tidak mencakup tindakan-tindakan yang berhubungan dengan proses produksi bagi negara pengekspor. Jika sebuah produk yang di impor ke sebuah negara telah di produksi melalui sebuah proses yang menghasilkan emisi gas rumah kaca lebih banyak dianggap dapat menerima menurut peraturan yang dibuat negara pengimpor, hal ini dapat diperlukan secara berbeda dengan produsi sejenis yang merupakan produk domestik semata-mata hanya karena proses yang dilakukan dalam pengerjaan barang tersebut. Hal ini hanyalah merupakan salah satu aturan WTO yang mengatur perdagangan antar negara yang dikaitkan dengan lingkungan hidup. Peraturan WTO seharusnya dapat
diterapkan
tanpa
mengorbankan
lingkungan
sehingga
kerjasama
internasional
dan
perlindungan
lingkungan
dapat
dilaksanakan
tanpa
mengorbankan prinsip-prinsip perdagangan dan hak-hak.
2. Ekologi Lingkungan Hidup akan Semakin Terancam Penolakan Amerika Serikat terhadap pelaksanaan Protokol Kyoto membawa implikasi yang sangat besar terhadap usaha dunia internasional yang berupaya untuk
meminimalisir pemanasan global.
Penolakan
ini
akan
mengurangi target maksimum yang dicanangkan oleh Protokol Kyoto. Hal ini tentu akan mengakibatkan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang diakibatkan tingginya jumlah emisi gas rumah kaca diatmosfer. Pemanasan global akan membawa dampak terjadinya perubahan iklim, yang mempengaruhi kehidupan di bumi, seperti meningkatnya curah hujan di sebagian belahan bumi sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan belahan bumi yang lain akan mengalami musim kering yang berkepanjangan disebabkan adanya kenaikan suhu.100 Seperti diketahui, pemanasan global disebabkan oleh pelbagai pencemaran yang kompleks. Kontributur pemanasan global terbesar adalah karbondioksida, nitrogendioksida,
metana
dan
chorofluorkarbon
(CFCs).
Meningkatnya
konsentrasi ketiga gas pertama sebenarnya merupakan konsekuensi dari pertambahan penduduk bumi. Sedangkan meningkatnya konsentrasi gas terakhir, semata-mata karena meningkatnya kebutuhan tersier manusia, seperti alat pendingin (kulkas), AC, plastic dan lain-lain. Padahal dalam jangka panjang gas CFC inilah yang sangat membahayakan. Gas ini mengakibatkan efek rumah kaca 100
Makalah Perubahan Iklim dan Pemanasan Global, LSM PELANGI Indonesia, hlm 12.
seperti halnya karbondioksida yang menjadi factor utama timbulnya pemanasan global. Selain itu, gas ini juga menghancurkan lapisan ozon di stratosfer yang berfungsi menahan sinar ultraviolet yang dipancarkan matahari. Dewasa ini pelbagai upayatelah dilakukan untuk menghentikan pemakaian gas CFC tersebut, namun kepentingan beberapa gelintir perusahaan multinasional tampaknya jauh lebih berpengaruh di berbagai forum dunia dibandingkan kepentingan sebagian besar umat manusia. Kenyataannya memang mendukung, betapa Negara-negara berkembang banyak yang kurang peduli terhadap masalah lingkungan. Pembangunan industri di Negara berkembang yang masyarakatnya belum well concerned terhadap pencemaran, telah mengdegradasikan kualitas lingkungan hidup secara pasif. Perbagai industri, pabrik dan industri perkayuan (penebangan hutan) telah mengakibatkan kerusakan lingkungan secara global. Bagi Negara-negara maju, kerusakan hutan tropis di Negara-negara berkembang sangat menghawatirkan. Sebeb hutan tropis dianggap sebagai paruparu yang mampu mensirkulasikan dan mentransformasikan karbondioksida menjadi oksigen. Bila hutan tropis hancur, maka bisa dibayangkan seluruh dunia akan terkena dampaknya. Dewasa ini, menurut World Bank, tiap tahun 10 sampai 20 juta hektar hutan tropis hancur. Padahal, hutan tropis merupakan ekosistem yang amat penting bagi bumi. Sebagian besar mahluk hidup di bumi berada di hutan tropis. Bila keadaan demikian terus dibiarkan maka diperkirakan pada abad21 hutan tropis akan lenyap dari muka bumi. Saat ini di dunia hanya Brazil dan Indonesia yang mempunyai hutan tropis yang laus, namun hutan tropis di kedua
Negara it uterus berkurang.101 Bias kita bayangkan, seandainya hutan tropis musnah maka tidak hanya global warming yang semakin menjadi, tapi juga biodiversitas (keanekaragaman hayati) akan musnah, seperti kita ketahui, hutan tropis merupakan tempat kehidupan lebih dari 70 % jenis species yang ada di bumi. Bila hutan tropis musnah berarti sama dengan kiamat sebagian besar mahluk hidup. Padahal, berdasarkan system ekobiologis, tiap species sebenarnya merupakan mata rantai kehidupan yang tidak bias dipisahkan satu sama lain. Bila mata rantai itu putus, niscaya bahaya akan terjadi pada manusia. Jarring-jaring produsen makanan untuk manusia pun akan terputus. Dunia akan dilanda krisis pangan yang parah. Perubahan iklim akibat pemanasan global bias menggiring jutaan species hewan dan tumbuhan di dunia menuju kepunahan pada tahun 2050, suatu kematian missal seperti dinosaurus punah. Selain itu, berdasarkan studi atau penelitian yang dimuat jurnal Nature dikatakan bahwa seperempat hewan dan tumbuhan yang hidup di daratan akan musnah, bila polusi dan efek rumah kaca akibat gas buangan telah membentuk semacam selimut di atmosfer yang menghalangi panas keluar dari bumi, dan mengakibatkan perubahan iklim. Dalam laporan berjudul “Resiko Kepunahan Karena Perubahan Iklim”, para ilmuan mendeskripsikan penelitian mereka terhadap enam wilayah yang kaya keanekaragaman hayati yang mewakili 20 % wilayah daratan bumi. Menggunakan model computer, para peneliti menstimulasikan bagaimana sekitar 1.103 species termasuk berbagai tumbuhan, mamalia, reftil, burung, katak, kupu-kupu, dan 101
Mei 2000.
Hadi S. Alikondra “Global Warming dan Ambisi Kekuasaan”, Suara Pembaruan, 14
berbagai macam hewan yang tak bertulang belakang akan terpaksa berpindah karena perubahan iklim dan suhu. Mereka ingin melihat bagaimana kemampuan hewan dan tumbuhan itu bertahan atau berpindah menghadapi perubahan iklim, baik pada tingkat minimum, sedang, atau maksimum. Adapun data perubahan suhu dan perkiraannya diperoleh dari Intergovermental Panel on Climate Change. Hasilnya menunjukan sekitar 15-37 % species di wilayah yang diteliti Australia, Brazillia, Eropa, Mexico, Afrika Selatan, dan Costa Rica akan punah karena perubahan iklim, dalam jangka waktu sekarang hingga tahun 2050.102 Selain itu, species yang bertahan tidak akan memiliki lagi habitat yang nyaman sementara sebagian lain harus bermigrasi cukup jauh untuk memperoleh tempat yang lebih mendukung hidupnya. Padahal banyak species memiliki keterbatasan dalam kemampuan beradaptasi sehingga bila iklim terus berubah, maka mereka akan punah. Species-species yang terancam punah antara lain pelbagai tumbuhan di Amazon, Kupu-kupu Australia, Elang Imperial Spanyol, Burung Hantu Kerdil, Burung Layang-layang Merah, mamalia kecil seperti tikus rusa, kadal Boyd Australia, bunga kebanggan Afrika Selatan King Protea dan masih banyak lagi. Sementara itu, Dr.Klaus Toepfer, pemimpin UNEP mengatakan “bila species punah maka bukan hanya dunia hewan dan tumbuhan serta keindahan planet itu yang akan hilang, milyaran orang, terutama di Negara-negara
102
Perubahan Iklim Ancaman Jutaan Species, Kompas, 12 Januari 2004
berkembang juga akan menderita karena banyak diantaranya yang mengandalkan alam untuk hidupnya.103 The United State National Climatik Data Center menampilkan dengan mengemukakan bahwa Juli 1998 merupakan tahun tertinggi temperature globalnya dan merupakan tahun terpanas dan decade 90-an merupakan decade terpanas 600 tahun kebelakang. Hal tersebut diatas juga semakin memperkuat dengan diperolehnya kabar baru dampak pemanasan global dan perubahan iklim dari beberapa daerah di dunia. Gunung Kalimanjaro di Tanzania salah satu tempat di equator dimana dapat dijumpai es dan salju, diperkirakan akan kehilangan es abadinya pada tahun 2015 karena perubahan iklim. Tepatnya pada bulan Februari 2002 telah dicapai bahwa paling tidak 1/3 permukaan es di gunung Kalimanjaro telah hilang, atau meleleh pada belasan tahun terakhir. Lebih dari 80 % permukaan es tersebut hilang semenjak pertama kali dipetakan pada tahun 1912. hal ini akan menjadi bencana besar, khususnya bagi Negara-negara di Afrika sebagai Negara pertama yang akan merasakan gejala perubahan iklim terburuk yang merupakan salah satu dampak dari pemanasan global. Namun bukan hanya mencairnya es dan gletser yang menjadi kekhawatiran masyarakat internasional, masalah yang tidak kalah pentingnya akan timbul adalah terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan. Hal ini sudah mulai terlihat pada Negara Maroko yang diperkirakan 2/3 dari Negara tersebut akan mengalami kusim kemarau terburuk selama 3 tahun
103
Ibid.
berturut-turut, dan permukaan es di pegunungan Atlas akan diperkirakan mencair dan hilang, yang akan mengakibatkan persediaan air minum akan sedikit. Bahkan IPCC, suatu kelompok yang terdiri dari 2500 ilmuan di seluruh dunia, mengeluarkan laporan terakhirnya mengenai perubahan iklim. Menurutnya, dalam jangka waktu 100 tahun, suhu global rata-rata akan mengalami kenaikan sebesar 6º C. hal ini ternyata akan sangat mengahawatirkan mengingat kemampuan dari ekosistem lingkungan hidup dunia yang hanya mampu mentolelir kenaikan suhu global sebesar 2º C sehingga kenaikan 6º C tersebut dikhawatirkan kan menimbulkan resiko serta kerusakan dan ketidakseimbangan ekosistem lingkungan hidup dunia.104 Jika jumlah emisi gas rumah kaca terus terbentuk di atmosfer maka diperkirakan pada tahun 2030 temperature bumi akan mengalami kenaikan sampai 1,5ºC-4,5ºC Peningkatan temperature panas bumi akan menimbulkan perubahan iklim yang mengakibatkan naiknya permukaan laut, meluasnya padang pasir, pengasinan sumber air minum, banjir besar disetiap Negara kepulauan dan bencana kelaparan di seluruh dunia karena daerah-daerah pertanian akan musnah serta ekosistem akan mengalami kehilangan sebagian besar keanekaragaman species. Dampak dari perubahan iklim global memunculkan ancaman baru. Menurut kajian para ahli lingkungan, peningkatan temperature global akan berdampak laur biasa. Abad ini jutaan orang diberbagai belahan dunia
104
. “Tahun 2015, Permukaan Es di Gunung Kalimanjaro akan Hilang karena Perubahan Iklim”, dalam www.pelangi.or.id/berita/html diakses 6 Maret 2006
diperkirakan akan menderita kelaparan sebagai akibat langsung dari perubahan iklim. Mereka menyimpulkan produksi pertanian akan menurun cukup tajam di Asia. Kemudian menyusul persediaan air di Australia dan Selandia Baru, serta meningkatnya resiko banjir di Eropa. Sedangkan daerah pesisir timur Amerika Seikat diperkirakan akan mengalami gelombang badai besar dan erosi di wilayah pantai dan pesisir. Meskipun secara keseluruhan wilayah Amerika Serikat mempunyai sedikit daerah yang mudah diserang akibat perubahan iklim global, namun wilayah seperti Florida memiliki resiko tertinggi atas naiknya permukaan air laut. Sedangkan di Afrika, ancaman yang mungkin terjadi adalah meluasnya padang pasir gersang di benua ini. Tidak ada Negara yang dapat menghindar atau mengabaikan transformasi alami yang akan segera terjadi pada manusia dan lingkungan. Ada beberapa perubahan fisik yang memang sudah terjadi saat ini diantaranya adalah lautan es di kutub utara akan menyusut sampai 10-15 % yang menyebabkan mencairnya kutub es ini. Sementara itu laut Es Antartika mundur ke selatan sebesar 2,8 derajat pada tahun 1970-an sampai sekarang ini. Peristiwa-peristiwa yang menggambarkan dampak dari gejala perubahan iklim dan pemanasan global yang terjadi di dunia, dapat dilihat beberapa diantaranya dibawah ini.105 1. Agustus, 1999, Amerika Serikat, lebih dari 250 korban tewas akibat gelombang panas yang banyak melanda daerah timur laut. Areal pertanian
105
Information Sheet, LSM Pelangi Indonesia hlm 3-4
dinyatakan rusak pada 15 negara bagian. Untuk wilayah West Virginia diperkirakan menelan kerugian lebih dari US $ 80 juta. 2. November, 1999, India, angin topan melanda daerah timur India, menewaskan lebih dari 10.000 orang dan menyapu bersih seluruh desa di Teluk Bangal. 3. Desember, 1999, Venezuela, lebih dari 30.000 korban tewas dan 150.000 kehilangan tempat tinggal akibat bencana banjir. 4. Desember, 1999, Perancis, hujan badai melanda Perancis, menewaskan 83 orang dan menyebabkan banyak daerah yang aliran listriknya terputus selama 2 tahun. 5. Februari, 2000, Afrika bagian selatan, bencana banjir yang menyebabkan 100.000 orang kehilangan tempat tinggal di Mozambique, Botswana dan Afrika Selatan. 6. April, 2000, Ethiopia, bencana kekeringan dan kebakaran hutan menggagalkan panen secara langsung mengancam kelangsungan hidup 8 juta orang di Kenya dan Ethiopia. 7. Agustus, 2000, India, banjir besar yang melanda daerah timur laut India, menyebabkan paling sedikit 4,5 juta orang kehilangan tempat tinggalnya, menewaskan lebih dari 400 orang dan menggagalkan panen serta merusak infrastruktur. 8. Agustus 2000, Amerika Serikat, kebakaran hutan melanda Amerika Serikat dan merusak lebih dari 1,74 juta hektar. Kebakaran ini tercatat
sebagai salah satu kebakaran hutan terparah yang pernah melanda Amerika Serikat dengan kobaran api setinggi 26m 9. sepanjang tahun 2000, Indonesia, tercatat ada 33 kejadian banjir, kebakaran hutan, kemarau, dan bencana angina topan yang membawa kerugian sebesar US$ 150milyar dan 690 nyawa hilang. Karena itulah ancaman global mesti diantisipasi melalui pengurangan gas emisi rumah kaca. Berikut ini perkiraan kerusakan yang diakibatkan oleh pemanasan global menurut Draft Geneve IPCC 2001.106 1. Afrika Hasil tanaman pangan diperkirakan akan menurun Ketersediaan air bersih makin berkurang Pembentukan padang pasir atau disertivikasi diperburuk oleh reduksi atau berkurangnya rata-rata curah hujan tahunan, khususnya dibagian selatan dan barat Afrika. 2. Asia Temperatur meningkat, musim kering panjang, banjir dan degradasi lapisan tanah. Ini mengakibatkan berkurangnya produksi pangan di bagian kawasan kering dan tropis di Asia. Kawasan utara Asia, produktivitas mungkin terlihat justru meningkat, namun terjadi peningkatan air laut dan topan badai tropis lebih sering terjadi
106
“perubahan Iklim Memunculkan Kelaparan”, Refublika, 20 Februari 2001
Penduduk kawasan di pesisir yang lebih rendah dengan suhu tropis Asia perlu dipindahkan, jumlahnya diperkirakan mencapai 10 juta orang 3. Eropa Eropa bagian selatan cenderung mudah terkena musim kering dan di wilayah lain banjir meningkat Sebagian dari sungai atau gletser Alpina akan menghilang pada akhir abad 21 4. Daerah kutub Perubahan iklim dikawasan kutub diperkirakan akan berpengaruh paling besar dibantingkan kawasan lainya di muka bumi ini Saat ini sudah terjadi pentusutan dan pengurangan ketebalan kutub es di kutub utara Distribusi dan limpahan spesies akan berpengaruh Stabilitas gas rumah kaca dan pengaruhnya pada sirkulasi global dan tingkat permukaan air laut 5. Pulau-pulau kecil Diperkirakan permukaan air laut akan meningkat sekitar 2/10 inci pertahunnya
selama
mengakibatkan
erosi
100
tahun
di
pesisir
kedepan. pantai,
Ini
tentunya
kerusakan
akan
ekosistem,
tenggelamnya pulau-pulau kecil dan dislokasi penduduk Terumbu karang akan rusak dan tentu akan berpengaruh pada kehidupan ikan di dalam laut
Bahkan dalam laporan Pentagon (Markas Departemen Pertahanan AS) memperingatkan, perubahan iklim bias melahirkan malapetaka global yang mengancam nyawa jutaan orang. Ancaman itu lebih besar dibandingkan dengan bahaya terorisme. Laporan itu dibuat ats permintaan penasihat pentagon, namun pimpinan Departemen Pertahanan AS menutup-nutupi laporan itu selama empat bulan, yang kemudian diperoleh sebuah mingguan Inggris The Observer.107 Kebocoran laporan itu sangat mengundang amarah atas kebijakan militer dan lingkungan AS, soalnya Washington menolak meratifikasi Protokol Kyoto. Laporan Pentagon yang dikomandoi Andrew Marshall, meramalkan bahwa perubahan iklim yang tiba-tiba dan kasar bias membuat planet kea rah anarki. Soalnya banyak Negara mengembangakn teknologi nuklir untuk mempertahankan dan mengamankan bahan makanan, air, dan pasokan energi. Gangguan dan konflik akan mewarnai kehidupan sehari-hari. Sekali lagi, peperangan akan dijadikan alasan untuk menyelamatkan kehidupan. Penulis laporan itu adalah Peter Schwartz, seorang konsultan CIA dan mantan Kepala Perencanaan di Group Royal Dutch/Shell (perusahaan Minyak) dan Doug Randall dari Global Business Network yang bermarkas di California. Dituliskan, perubahan iklim itu harus dijadikan sebagai isu utama untuk dibahas segera di jajaran militer dan politik, tidak semata-mata menjadi perdebatan di tingkat sains tetapi di keamanan nasional Amerika Serikat. Dibeberkan sejumlah scenario yang mungkin muncul dalam laporan yang dramatis itu, seperti Inggris akan memiliki musim dingin yang setara dengan Siberia (suhu bias mencapai
107
“Bencana 8.200 tahun lalu Bisa Terulang Kembali”, Kompas, 25 Februari 2004
minus 40 derajat Celcius) sekarang ini karena suhu di Eropa akan anjlok drastic pada 2020. Pada tahun 2007 badai besar dan dahsyat akan membuat sebagian besar lahan di Belanda tak bias dihuni. System pengairan di California yang memasok air ke wilayah berpenduduk padat di California selatan akan kering atau hancur. Eropa dan Amerika Serikat akan menjadi Negara terbuka untuk membiarkan jutaan bermigrasi karena tempat tinggal mereka lenyap akibat naiknya permukaan air laut atau juga akibat kekeringan besar. Kekurangan besar air minum dan bahan baker akan mendorong terjadinya perang yang meluas pada 2020. Randall menyebutkan temuan itu sebagai hal yang menakutkan dan mengatakan “barangkali langkah untuk mengatasi hal itu sudah terlambat” Efek perubahan iklim diatas menunjukan betapa berbahayanya pengaruh dari perubahan iklim bagi kebutuhan lingkungan serta kehidupan di bumi. Apabila efek-efek tersebut diatas benar-benar terjadi secara terus menerus maka dapat dipastikan bahwa kebutuhan lingkungan hidup dan kehidupan umat manusia di bumi akan mengalami kepunahan.
C. Efektifitas Protokol Kyoto Pasca Penolakan Amerika Serikat. Protokol Kyoto Akhirnya resmi berkekuatan hokum secara internasional tepat pada tanggal 16 Februari 2005, setelah melewati berbagai negoisasi yang a lot dan cukup panjang sejak 1997. Dan keberhasilan dunia membuat Protokol Kyoto berkekuatan hokum tanpa Amerika Serikat sebagai kontributor emisi terbesar dunia menunjukan bahwa komunitas internasional mengakui perubahan iklim merupakan masalah global yang harus ditangani bersama. Mungkin saja Traktat Kyoto terlampau ambisius dengan target pengurangan emisi yang ditetapkan, yakni 5, 2 % dibawah tingkat emisi tahun 1990 pada periode 20082012. tetapi, dipihak lain memang juga kenyataan bahwa emisi it uterus berlanjut di Negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Pelanggaran terhadap kesepakatan ini akan dikenakan sanksi politis dan penambahan penalty 30 persen pada period eke II. Sebagai contoh, bila ketentuan reduksi karbon 10 ton hanya terpenuhi 9 ton, pada periode berikutnya akan ada penambahan kewajiban 30 persen dari 1 ton yang belum terpenuhi.108 Negara-negara yang ikut meratifikasi Protokol Kyoto ini umumnya memiliki kepentingan-kepentingan yang ingin dicapai. Mereka menganggap bahwa Protokol Kyoto ini perlu untuk diratifikasi : 1. Kepentingan Negara-negara Yang Berkaitan Dengan aspek Topografi. Salah satu ancaman terbesar dalam kaitannya dengan masalah lingkungan bagi semua Negara-negara kepulauan adalah perubahan iklim glonal. Dengan adanya beberapa Negara kepulauan kecil yang ketinggian permukaannya hanya
108
“Protokol Kyoto Berlaku Efektif 16 Februari 2005”, Kompas, 12 Februari 2005
beberapa meter diatas permukaan air laut, bahkan peningkatan permukaan air laut yang kecilpun dapat dianggap sebagai ancaman yang potensial bagi keberadaan mereka.109 Bagi beberapa Negara kepulauan kecil yang tergabung dalam AOSIS (Alliace of Small Island States), ancaman yang ditimbulkan dari pemanasan global khususnya kenaikan permukaan air laut, sangat berbahaya bagi keberadaan Negara mereka dan oleh karena itu perlu adanya tindakan pencegahan yang didukung semua pihak. Banyak Negara-negara AOSIS yang ketinggian daratannya hanya beberapa meter diatas permukaan air laut. Peningkatan ketinggian permukaan air laut yang disebabkan oleh melelehnya kantung-kantung es di kutub karena pemanasan global dapat dengan cepat memusnahkan keseluruhan pulau. Salah satu Negara yang terancam keberadaanya adalah Tuvalu,sebuah Negara kepulauan kecil yang terletak 3400 km dari Australia. Perdana Menteri Tuvalu, Bikenibeu Paeniu mengatakan bahwa korban pertama dari pemanasan bumi adalah Tuvalu. Akhir-akhir ini setiap 2 tahun terjadi air pasang tinggi yang merusak lahan-lahan pertanian mereka. Bagi sebagian besar Negara-negara yang tergabung dalam AOSIS, selain ancaman akan hilangnya Negara mereka, negara-negara kecil tersebut pada umumnya bergantung pada mata pertanian sebagai mata pencaharian utama. Kenaikan suhu yang dipicu pemanasan global akan berakibat langsung terhadap pertanian mereka. Selain itu peningkatan ketinggian air laut juga dapat mengganggu keterbatasan persediaan air tawar. Air laut yang semakin tinggi akan 109
Davis W. J., The Alliance of Small Island States (AOSIS) : The International Conscience, (Asia-Pacific Magazine No.2,1996), hlm 17-22
memaksa masuk ke dalam persediaan air bawah tanah, yang merupakan kolam air utama bagi kebanyakan Negara-negara kepulauan. Suhu air laut yang menghangat juga akan mengganggu beberapa habitat karang yang ikut menyumbang dalam daur biologi bagi kehidupan ikan-ikan tropis, hal ini dapat mengancam mengurangi sumber pokok ekonomi Negara-negar pulau yang memang sudah terbatas. Dengan kata lain, kenaikan temperature suhu yang drastic akan menghancurkan suatu Negara.
2. Kepentingan Negara-Negara di Bidang Ekonomi. Jika bagi negara Amerika Serikat, Protokol Kyoto akan berdampak negative bagi perekonomian Amerika Serikat, maka tidak dengan Negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Uni Eropa sebaliknya malah mengatakan bahwa GDP akan naik jika meratifikasi protocol tersebut. Kenaikan GDP tidak hanya berlaku bagi Negara-negara Uni Eropa saja. Studi simulasi yang dibuat oleh WWF (World Wide Fund for Nature) bersama dengan Shonan Environmental Research Force, Shonan Econometrics. Inc Tokyo menunjukan Jepang akan menikmati manfaat pertumbuhan ekonomi dan mendapatkan pangsa pasar dalam teknologi baru jika mereka meratifikasi Protokol Kyoto.110 Bagi Jepang, jika secara proaktif melaksanakan ketentuan Protokol Kyoto akan memberikan kenaikan GDP sebesar 0,9 % atau 47,3 milyar dollar AS. Simulasi ekonomi yang menghitung produksi, impor dan ekspor, konsumsi dan
110
Http : //www.pelangi.or.id/reports.php diakses 6 Maret 2006
butir ekonomi lainnya di beberapa Negara besar di 9 kawasan, juga menunjukan dampak perkembangan ekonomi ekonomi Jepang akan memberi keuntungan bagi sebagian negar Asia dan Eropa Timur. Studi menunjukan akan terjadi kenaikan GDP kurang lebih 11,5 milyar dollar AS di Asia Tenggara serta India dan peningkatan sebesar 13,9 milyar dollar AS di Eropa Barat. Sebaliknya, GDP Amerika Serikat akan menurun sekitar 0,6 % atau sekitar 4,5 milyar dollar AS, terutama akibat industri permesinan tidak terdorong untuk menjadi inovatif. Pertumbuhan ekonomi di Jepang terutama, menurut studi itu, karena harus mengurangi emisi gas rumah kaca, industri di Jepang menjadi inovatif menghasilkan teknologi baru yang bersih dan meningkatkan efisiensinya. Studi lain yang dilakukan di Eropa juga menunjukan bahwa Uni Eropa Bisa memenuhi target pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 85 % tanpa mengurangi daya saing ekonominya. Jika Uni Eropa mencapai target Protokol Kyoto, hanya akan berdampak pada 0,06 % dari GDP tahun 2010. Selain itu, karena pencapaian target tersebut berarti pengurangan pencemaran udara di Eropa, maka untuk biaya teknologi pencegahan pencemaran untuk mengurangi hujan asam pun dihemat. Jadi tidak benar jika Jepang dan Uni Eropa meratifikasi Protokol Kyoto akan mengurangi daya saing perekonomian mereka.111 Kemudian, IPCC (Intergoverment Panel on Climate Change) juga mengatakan bahwa mobil-mobil mesin Hybrid dan teknologi Fuel-Cell atau teknologi bahan baker hydrogen telah berkembang pesat. Mobil yang
111
“Amerika Serikat Tolak Protokol Kyoto Demi Konglomerat”, Sinar Harapan, Jakarta 22 Juli 2001
menggunakan Fuel-Cell ini telah ada dipasaran tahun 2003 yang lalu. Semakin banyak teknologi yang secara ekonomi makin menguntungkan112 Negara-negara berkembang juga sudah menunjukan kepeloporan dalam pengurangan emisi Gas Rumah Kaca. China dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia telah berhasil mengurangi emisi Gas Rumah Kacanya sebesar 19 % antara tahun 1997-1999. sementara pertumbuhan ekonominya tidak terhambat, bahkan semakin pesat. Pengurangan ini sama besarnya denagn emisi dari sector transport Amerika Serikat sebesar 450 juta ton karbon pertahun. Bagi Negara berkembang lain, khususnya Indonesia, partisipasi dalam Protokol Kyoto juga membawa keuntungan ekonomi tersendiri, secara teknis dapat berpartisipasi melalui salah satu dari tiga mekanisme Kyoto, yaitu mekanisme pembangunan bersih atau Clean Development Mechanism (CDM). Dan Indonesia adalah salah satu Negara peratifikasi Protokol Kyoto pada tanggal 19 Oktober 2004. Dari segi bisnis, ratifikasi Protokol Kyoto akan menarik dana investasi baru melalui CMD, dimana kegiatan investasi itu akan memberikan dana tambahan sebagai kompensasi atas penghambatan emisi Gas Rumah Kaca karena proyek tersebut dilaksanakan pada sector-sektor yang mampu menekan emisi atau meningkatkan penyerapan karbon. Sebagai catatan Indonesia memiliki potensi CDM 3 % dari potensi pasar dunia atau setara dengan 125 juta ton karbon, beberapa pakar lain bahkan mengatakan bahwa potensi besar karbon Indonesia
112
Ibid.
dapat mencapai 5 % dari pasar dunia atau setara 125-300 juta ton karbon.113 Dari segi lingkungan jelas proyek-proyek semacam ini akan menyumbang secara langsung pengurangan konsentrasi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Selain Indonesia yang berharap akan mendapatkan keuntungan melalui perdagangan emisi adalah Polandia. Polandia juga berharap hal yang sama dengan meratifikasi Protokol Kyoto ini. Mereka dapat berpartisipasi dalam mekanisme fleksibel yang akan membrikan tambahan investasi bagi Negara mereka. Partisipasi dalam protocol ini juga akan mengintensifkan kolaborasi dngan Negara-negara lain, seperti Jepang, Kanada, Uni Eropa dalam sector energi. Pemerintah Jepang menunjukan komitmennya terhadap Protokol Kyoto untuk menghadapi pemanasan global dengan menyediakan dana lingkungan hidup 690 milyar yen atau sekitar Rp 5,175 trilyun. Selain berupa dukungan materi Jepang juga menyiapkan 4.600 sumber daya manusia selama tiga tahun untuk khusus menangani dan mengantisipasi segala sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Dana dan bantuan itu disediakan sebagian besar berasal dari Official Development Assistance (ODA) yang disediakan khusus oleh Negara maju untuk Negara-negara berkembang.114
113 114
Protokol Kyoto dan Mekanisme Pembangunan Bersih, Harian KOMPAS, 01 Juli 2004 “Jepang Siapkan Dana Lingkungan”, Kompas, 22 Juli 2004, hlm 10
BAB V KESIMPULAN
Berakhirnya perang dingin membawa suatu perubahan bagi studi hubungan internasional secara keseluruhan, termasuk juga terhadap isu-isu yang pada masa pasca perang dingin mulai mengemuka yang salah satu diantaranya yaitu lingkungan hidup yang mulai mendapat perhatian lebih dari aktor-aktor hubungan internasional terutama Negara-negara di dunia. Suhu bumi yang semakin panas dari waktu ke waktu mulai merebut perhatian para ahli. Mereka mulai memikirkan suatu tindakan bersama untuk menghadapi ancaman pemanasan global. Konferensi dipakai sebagai sarana untuk mewujudkan kerjasama internasional antar Negara. Berbagai konferensi diadakan untuk membicarakan masalah pemanasan global dan dampaknya terhadap perubahan iklim. Konferensi-konferensi ini menghasilkan keputusan bersama salah satunya adalah Konferensi Kyoto pada tahun 1997 yang menghasilkan sebuah protocol yang disebut “Protokol Kyoto” yang isinya mewajibkan bagi Negara-negara khususnya Negara industri maju untuk mengurangi tingakt emisi karbondioksida sebesar 5,2 % dibawah level tahun 1990 pada tahun 2010. Keberhasilan pelaksanaan pengurangan emisi karbondioksida tergantung pada kerjasama dan tindakan Negara-negara yang terlibat di dalam protocol tersebut. Negara-negara industri maju yang memiliki emisi karbondioksida lebih besar, memiliki tanggung jawab lebih dibandingkan dengan Negara-negara berkembang.
Namun secara mengejutkan Presiden George W. Bush melalui juru bicaranya Ari Fleischer pada tanggal 28 Maret 2001 mengumumkan penarikan diri Amerika Serikat dari perjanjian bersama ini. Sedangkan tanpa keterlibatan Amerika Serikat, sebagai penghasil emisi karbondioksida terbesar, maka Protokol Kyoto ini tidak akan berjalan dengan efektif, dan tidak dapat mencapai tujuan yaitu memperlambat kenaikan suhu bumi. Ketidakkonsistenan (inkonsistensi) Amerika Serikat dalam membuat suatu kebijakan dan menentukan sikap, menimbulkan tanggapan dan reaksi dari Negara-negara dan aktor-aktor lainya di dunia. Rezim internasional diperlukan bagi Negara-negara untuk dapat mengatasi permasalahan pemanasan global. Dalam penelitian ini rezim internasional berupa tindakan bersama antar Negara untuk memperlambat terjadinya pemanasan global. Peraturan-peraturan (rezim) ini dibuat bertujuan supaya ada tindak lanjut dari Negara-negara berupa tindakan-tindakan pencegahan kenaikan suhu bumi (Collective action). Interdepedensi atau saling ketergantunagan dipakai untuk menjelaskan penelitian ini, juga karena keefektifan dari pelaksanaan Protokol Kyoto ini tergantung dari kebersediaan Amerika Serikat dalam menjalankan komitmennya untuk mengurangi emisi karbondioksidanya sebesar 7 %. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan pluralis dimana agenda yang dibahas bersifat meluas tidak hanya politik dan ekonomi. Selain itu aktor yang berperan dalam pengambilan keputusan bukanlah hanya aktor Negara yaitu Presiden George W. Bush tetapi juga aktor non Negara (kelompok
kepentingan yaitu kelompok industri yang memanfaatkan kerjasama mereka dengan aktor Negara. Didalam penelitian ini dijelaskan bahwa Amerika Serikat merupakan penyubang emisi (emitor) terbesar di dunia sebesar lebih dari 30 % dengan jumlah penduduknya yang hanya 4 % dari total jumlah penduduk dunia. Tanpa keterlibatan Amerika Serikat maka Protokol Kyoto akan menjadi kurang efektif. Untuk itu penulis mengambil kesimpulan bahwa factor-faktor yang melatar belakangi penolakan Amerika Serikat atas Protokol Kyoto ini berupa factor internal yaitu factor ekonomi dimana Amerika Serikat menyatakan bahwa Protokol Kyoto akan mengancam perekonomian Amerika Serikat. Apabila Amerika Serikat mengikuti aturan-aturan dalam protocol ini maka Amerika Serikat akan mengalami kerugian besar karena dengan mengurangi 7 % emisi karbondioksidanya maka Amrika Serikat harus mengurangi produksi industrinya. Selain itu kelompok industri misalnya Exxon Mobile juga mempunyai kepentingan dalam hal ini. Kelompok industri menyatakan bahwa banyak industri-industri yang akan dirugikan bila pengurangan emisi ini diberlakukan. Hal ini juga akan menimbulkan terciptanya pengangguaran. Tekanan dari domestic khususnya kelompok kepentingan membuat Amerika Serikat menarik diri dari Protokol Kyoto. Dalam hal ini Negara sebagai pembuat jeputusan dipengarushi oleh aktor lain yang mana hal ini adalah kelompok industri untuk membuat suatu kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan global Sedangkan factor eksternal yang melatar belakangi adalah persaingan ekonomi Amerika Serikat dengan Negara-negara lainnya baik Negara
berkembang ataupun Negara maju. Amerika Serikat merasa khawatir tersaingi oleh keberadaan Negara-negara pesaingnya seperti Uni Eropa, Jepang dan China terutama dalam perekonomiannya. Ketidakterlibatan Negara berkembang yang dianggap juga sebagai penyumbang emisi karbondioksida seperti India dan China mengundang keberatan Amerika Serikat. Hal ini tersirat dalam pernyataan Bush dimana dikatakan bahwa tidak adil apabila hanya Amerika Serikat dan Negara industri lainnya yang diwajibkan mengurangi emisi karbondioksidanya. Amerika Serikat menganggap bahwa Negara-negara berkembang seperti Cina dan India turut adil juga dalam peningkatan suhu global, akan tetapi Negara tersebut tidak dibebani hal yang sama seperti yang dibebankan kepada Amerika Serikat. Dalam situasi seperti ini, kesan yang kita tangkap dari Negara seperti Amerika Serikat adalah “rupanya kepentingan Politik dan ekonomi lebih penting daripada masa depan bumi”. Amerika Serikat mengakui adanya ancaman dan pentingnya untuk menghambat pemanasan global, tetapi itu harus upaya seluruh dunia, tanpa menyadari bahwa pihaknyalah yang paling besar memancarkan gas yang menyebabkan pemanasan tersebut. Namun Protokol Kyoto Akhirnya resmi berkekuatan hukum secara internasional tepat pada tanggal 16 Februari 2005, setelah melewati berbagai negoisasi yang a lot dan cukup panjang sejak 1997. Dan keberhasilan dunia membuat Protokol Kyoto berkekuatan hukum tanpa Amerika Serikat sebagai kontributor emisi terbesar dunia menunjukan bahwa komunitas internasional mengakui perubahan iklim merupakan masalah global yang harus ditangani bersama. Secara umum harus dikatakan bahwa protocol Kyoto merupakan satu
monument kesepakatan global yang ditujukan dalam upaya mengamankan masa depan bumi. Tetapi jelas ia belum sempurna, karena Amerika Serikat-dengan statistic tang telah dikemukakan-belum eikut dalam protocol. Sebaliknya, keberatan Amerika Serikat pun baik juga satu hari nanti menjadibahan pertimbangan bahwa Negara-negara berkembang juga harus ikut dalam pemangkasan emisi, apalagi yang industrinya maju seperti China dan India.
LAMPIRAN Terjemahan Protokol Kyoto115 PROTOKOL KYOTO UNTUK KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM
Para Pihak Protokol ini, Adalah Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, yang selanjutnya disebut “Konvensi”, Untuk mencapai tujuan utama Konvensi sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 2, Mengingat ketentuan Konvensi, Dibimbing oleh Pasal 3 Konvensi, Menurut Mandat Berlin yang disetujui melalui Keputusan 1/CP.1 dari Konferensi Para Pihak Konvensi dalam siding pertamanya, Telah menyetujui hal-hal sebagai berikut : PASAL 1 Untuk kepentingan Protokol ini, maka definisi-definisi yang terdapat dalam Pasal 1 Konvensi Perubahan Iklim juga berlaku. Sebagai tambahan : 1. “Konferensi Para Pihak” berarti Konferensi Para Pihak Konvensi. 2. “Konvensi berarti Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim yang diadopsi di New York pada tanggal 9 Mei 1992. 3. “Panel Antarpemerintah tentang Perubahn Iklim” berarti Panel Antarpemerintah tentang Perubahn Iklim yang didirikan pada tahun 1988 secara bersama-sama oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan Program Lingkungan PBB (UNEP). 4. “Montreal Protocol” berarti Protokol Montreal tentang Bahan Perusak Lapisan Ozon, yang diadopsi di Montreal pada tanggal 16 September 1987 dan yang kemudian disesuaikan dan diamandemen. 5. “para Pihak yang hadir dan memberi suara” berarti Para Pihak yang hadir dan memberikan suara yang setuju atau negative (tidak setuju) 115 Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto Implikasinya bagi Negara Berkembang, (Jakarta : penerbit buku Kompas, 2003), hlm. 131-169
6. “Pihak” berarti jika tidak ditentukan lain oleh konteksnya adalah Pihak Protokol ini. 7. “Pihak yang termasuk dalam Annex I” berarti suatu Pihak yang termasuk dalam AnneI Konvensi, yang dapat diamandemen atau suatu Pihak yang telah memberitahukan keberadaannya menurut Pasal 4, ayat 2 (g) Konvensi.
PASAL 2 1. Setiap pihak yang termasuk dalam Annex I, dalam mencapai pembatasan emisi yang ditentukan dan komitmen pengurangan menurut Pasal 3, untuk meningkatkan pembangunan berkelanjutan, harus : (a) Melaksanakan dan atau lebih menyempurnakan kebijakan dan tindakan sesuai dengan keadaan nasionalnya, seperti : (i) Peningkatan efisiensi energi dalam sector-sektor yang relevan dengan ekonomi nasional ; (ii) Perlindungan dan peningkatan rosot (sinks) dan cadangan (reservoirs) gas-gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal, dengan memperhatikan komitmennya menurut perjanjian lingkungan internasional yang bersangkutan, mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, aforestasi dan reforestasi ; (iii) Mendorong bentuk-bentuk kegiatan pertanian yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan perubahan iklim ; (iv) Riset tentang promosi, pengenbangan, dan peningkatan penggunaan bentuk-bentuk energi baru dan terbarukan, teknologi penyerapan karbondioksida, serta teknologi maju dan inovatif yang ramah lingkungan ; (v) Pengurangan progresif atau penghapusan serta bertahap terhadap ketidaksempurnaan pasar, insentif fiscal, pembebasan pajak, bead an subsidi dalam semua sector yang mengeluarkan gas rumah kaca yang bertentangan dengan tujuan konvensi dan penggunaan instrument pasar ; (vi) Mendorong dilakukannya pembaruan yang tepat dalam sectorsektor yang relevan yang bertujuan untuk meningkatkan kebijakan dan tindakan yang membatasi atau mengurangi emisi gas-gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal ; (vii) Tindakan untuk membatasi dan atau mengurangi emisi gas-gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal dalam sector transportasi ; (viii) Pembatasan dan atau pengurangan emisi metana melalui penangkapan dan pemanfaatan dalam pengolahan limbah serta dalam produksi, transportasi dan distribusi energi ; (b) Bekerjasama dengan Para Pihak lain untuk meningkatkan efektivitas kebijakan dan tindakan individu dan gabungan yang diadopsi
menurut Pasal ini, sesuai dengan Pasal 4, ayat 2 (e) (i) Konvensi. Untuk mencapai tujuan ini, Para Pihak ini harus mengambil langkahlangkah untuk berbagi pengalaman mereka dan bertukar informasi tentang kebijakan dan tindakan tersebut, termasuk mengembangkan tindakan untuk meningkatkan komparabilitas ; transparansi, dan efeektivitas mereka. KOnferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak ini harus, dalam sidangnya yang pertama atau sesegera mungkin setelah itu, mempertimbangkan tindakan untuk mempermudah kerjasama dengan mempertimbangkan tindakan untuk mempermudah kerjasama dengan mempertimbangkan semua informasi yang relevan. 2. Para Pihak yang termasuk dalam Annex I harus melanjutkan pembatasan atau pengurangan emisi gas-gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal dari penerbangan dan bahan baker yang tersimpan di lautan, berturut-turut melalui Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan Organisasi Kelautan Internasional (IMO) 3. Para Pihak yang termasuk dalam Annex I harus berupaya keras untuk melaksanakan kebijakan dan tindakan menurut Pasal ini sedemikian rupa sehingga mengurangi dampak yang merugikan, termasuk dampak merugika dari perubahan iklim, dampak terhadap perdagangan internasional dan dampak social, lingkungan dan ekonomi yang terjadi atas Para Pihak lain, terutama Para Pihak Negara-negara berkembang khususnya yang diidentifikasi dalam Pasal 4, ayat-ayat 8 dan 9 Konvensi, dengan memperhatikan Pasal 3 Konvensi. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan dari Para Pihak Protokol ini boleh mengambil tindakan lebih lanjut, yang sesuai, untuk meningkatkan implementasi ketentuan ayat ini. 4. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini, jika akan mengambil keputusan yang menguntungkan koordinasi setiap kebijakan dan tindakan dalam ayat 1 (a) di atas, perlu memperhatikan keadaan nasional dan pengaruh potensial yang berbeda, dan harus mempertimbangkan tindakan untuk menyempurnakan koordinasi kebijakan dan tindakan.
PASAL 3 1. Para Pihak yang termasuk dalam Annex I, secara individu atau bersamasama, memastikan bahwa agregat emisi setara karbon dioksida gas-gas rumah kaca antropogenik yang tercantum dalam Annex A mereka tidak melebihi jatah yang ditetapkan, yang dihitung menurut komitmen pembatasan dan pengurangan emisi yang tercantum dalam annex B dan sesuai dengan ketentuan Pasal ini, dengan mengingat pengurangan emisi gas-gas tersebut secara keseluruhan paling sedikit 5 persen dibawah tingkat emisi pada tahun 1990 dalam periode komitmen dari tahun 2008 sampai 2012
2. Setiap pihak yang termasuk dalam Annex I harus, menjelang tahun 2005, telah mencapai kemajuan yang dapat ditujuakan dalam mencapai komitmennya menurut Protokol ini. 3. Perubahan neto dalam emisi gas rumah kaca oleh sumber dan penyerapan oleh rosot yang diakibatkan oleh pengaruh langsung manusia melalui kegiatan alih guna lahan dan kehutanan, khususnya aforestasi, reforestasi dan deforestasi sejak tahun 1990, yang diukur sebagai perubahan yang dapat dibuktikan dalam bentuk cadangan karbon pada setiap periode komitmen, harus digunakan untuk memenuhi komitmen menurut pasal ini dari setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I. Emisi gas rumah kaca oleh sumber dan penyerapan oleh rosot yang berkaitan dengan kegiatan tersebut harus dilaporkan dalam suatu cara yang transparan dan dapat diperiksa atau dibuktikan kebenarannya dan ditinjau kembali sesuai dengan Pasal-pasal 7 dan 8. 4. Sebelum siding pertama Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini, masing-masing Pihak yang termasuk dalam Annex I harus memberikan data kepada Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan teknologi untuk menentukan tingkat cadangan karbon pada tahun 1990 dan untuk memperkirakan perubahannya pada tahuntahun berikautnya. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dalam siding pertamanya atau sesegera mungkin setelah itu harus menentukan aturan, cara dan pedoman mengenai cara dan jenis kegiatan tambahan yang dilakukan manusia yang berkaitan dengan perubahan dalam emisi gas rumah oleh sumber dan penyerapan oleh rosot dalam kategori tanah pertanian dan kegiatan alih guna lahan dan kehutanan harus ditambahkan pada atau dikurangkan dari, besarnya jatah emisi Para Pihak yang termasuk dalam Annex I, dengan memperhatikan ketidakpastian, transparansi dalam pelaporan, kebenaran laporan, metodologi Panel Antar Pemerintah tentang perubahan iklim, saran yang diberikan oleh Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi sesuai dengan Pasal 5 dan keputusan tentang Konferensi Para Pihak. Keputusan tersebut harus berlaku dalam periode komitmen kedua dan selanjutnya. Suatu Pihak boleh memilih untuk menerapkan keputusan tentang kegiatan tambahan yang dilakukan manusia pada periode komitmen pertamanya, asalkan kegiatan tersebut dilakukan sejak tahun 1990. 5. Para Pihak yang termasuk dalam Annex I yang sedang mengalami proses transisi ke suatu ekonomi pasar yang tahun atau periode awalnya ditentukan menurut keputusan 9/CP.2 Konferensi Para Pihak dalam siding keduanya harus menggunakan tahun atau periode awal tersebut untuk mengimplementasi komitmen mereka menurut pasal ini. Setiap pihak lain yang termasuk dalam Annex I yang sedang mengalami proses transisi ke suatu ekonomi pasar yang belum menyerahkan komunikasi nasional pertamanya menurut Pasal 12 Konvensi, boleh juga memberitahu Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini bahwa Pihak tersebut bermaksud menggunakan suatu tahun atau periode awal histories selain dari tahun 1999 untuk implementasi komitmen
menurut pasal ini. Konferensi Para Pihak yang berfungsi sebagai pertemuan Para Pihak Protokol ini harus memutuskan tentang penerimaan pemberitahuan tersebut. 6. Dengan memperhatikan Pasal 4, ayat 6 Konvensi, para Pihak yang termasuk dalam Annex I yang mengalami proses transisi ke suatu ekonomi pasar, selain menurut Pasal ini harus diizinkan oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak untuk mengimplementasikan komitmennya dengan tinggkat keluwesan tertentu. 7. Dalam pembatasan dan pengurangan emisi pada periode komitmen pertama dari tahun 2008 sampai 2012, jatah emisi setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I harus sama dengan persentase yang tercantum dalam Annex B dari agregat emisi setara karbondioksida gas-gas rumah kaca antropogenik yang tercantum dalam Annex A dalam tahun 1990 atau tahun awal atau periode awal yang ditetntukan sesuai dengan ayat 5 diatas, dikalikan dengan lima.jika kegiatan alih guna lahan dan kehutanan Para Pihak termasuk dalam Annex I merupakan sumber neto emisi gas rumahkaca pada tahun 1990, harus memasukan dalam tahun atau periode awal emisi pada tahun 1990, agregat emisi setara karbondioksida gas-gas rumah kaca antropogenik oleh sumber dikurangi penyerapan oleh rosot pada yahun 1990 dari alih guna lahan untuk tujuan menghitung jatah emisi. 8. Setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I boleh menggunakan tahun 1995 sebagai tahun awalnya untuk hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksaflo\uorida, untuk tujuan menghitung seperti yang dimaksudkan dalam Ayat 7 diatas. 9. Komitmen untuk periode berikutnya untuk Para Pihak yang termasuk dalam Annex I harus ditetapkan dalam amandemen atas Annex B Protokol ini, yang harus diadopsi sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat 7. konferensi Para pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus membuat pertimbangan komitmen tersebut paling sedikit 7 tahun sebelum berakhirnya periode komitmen pertama yang dimaksudkan dalam Ayat 1 diatas. 10. Setiap unit pengurangan emisi, atau sebagian dari jatah emisi, yang diperoleh oleh suatu Pihak dari Pihak lain sesuai dengan ketentuan Pasal 6 atau pasal 17 harus ditambahkan kepada jatah emisi Pihak yang memperolehnya. 11. Setiap unit pengurangan emisi atau sebagian dari jatah emisi, yang dialihkan oleh suatu Pihak ke Pihak lain sesuai dengan ketentuan Pasal 6 atau Pasal 7 harus dikurangkan dari jatah emisi Pihak yang mengalihkan. 12. Setiap pengurangan emisi yang disertifikasi yang diperoleh suatu Pihak dari Pihak lain sesuai dengan ketentuan Pasal 12 harus ditambahkan kepada jatah emisi Pihak yang memperoleh. 13. Jika emisi dari suatu Pihak yang termasuk dalam Annex I dalam suatu periode komitmen lebih kecil dari jatah emisi menurut Pasal ini, perbedaan ini harus, atas permintaan Pihak itu, ditambahkan ke Pihak itu untuk periode komitmen berikutnya.
14. Setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I harus berupaya keras untuk melaksanakan komitmen yang disebut dalam ayat 1 diatas sedemikian rupa untuk mengurangi dampak social, lingkungan dan ekonomi yang merugikan terhadap Pihak Negara-negara berkembang, khususnya yang diidentifikasi dalam Pasal 4, ayat 8 dan 9 Konvensi. Sejalan dengan keputusan yang relevan dari Konferensi Para Pihak tentang implementasi ayat-ayat tersebut, Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dalam siding pertamanya harus mempertimbangkan tindakan yang diperlukan untuk meminimumkan pengaruh merugikan dari perubahan iklim dan atau dampak dari tindakan untuk menanggapi perubahan iklim terhadap Para Pihak yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut. Diantara isu-isu yang harus dipertimbangkan adalah pengadaan dana, asuransi dan alih teknologi. PASAL 4 1. Para Pihak yang termasuk dalam Annex I yang telah mencapai suatu perjanjian untuk memenuhi komitmen bersama mereka menurut Pasal 3, harus dianggap telah memenuhi komitmen itu, asalkan agregat emisi setara karbondioksida gas-gas rumah kaca antropogenik yang tercantum dalam Annex A tidak melebihi jatah emisi, yang dihitung menurut pembatasan emisi dan komitmen pengurangan yang ditentukan dalam Annex B dan sesuai dengan ketentuan Pasal 3. tingkat emisi yang dialokasikan kepada masing-masing Pihak yang melakukan perjanjian harus ditetapkan dalam perjanjian itu. 2. Para Pihak dalam perjanjian tersebut harus memberitahukan kepada secretariat tentang kerangka perjanjian pada saat menyerahkan instrument ratifikasi, penerimaan atau persetujuan Protokol ini, atau aksesi.selanjutnya secretariat harus memberitahukan kepada Para Pihak dan para penandatangan Konvensi tentang kerangka perjanjian tersebut. 3. Setiap perjanjian harus tetap berlaku selama periode komitmen yang ditentukan dalam Pasal 3 ayat 7. 4. Jika Para Pihak bertindak bersama, hal itu dapat dilakukan dalam organisasi integrasi ekonomi regional, jika keanggotaan organisasi tersebut mengalami perubahan setelah Protokol ini diadopsi komitmen terhadap Protokol tidak terpengaruh. Perubahan keanggotaan hanya diterapkan untuk keperluan Pasal 3 menyusul perubahan tersebut. 5. Jika Para Pihak dalam perjanjian tersebut gagal mencapai pengurangan emisi gabungan, masing-masing Pihak harus bertanggung jawab atas tingkat emisinya sendiri, yang dinyatakan dalam perjanjian. 6. Jika Para Pihak bertindak secara bersama, hal itu dapat dilakukan dalam organisasi intregasi ekonomi regional yang merupakan Pihak Protokol ini, jika terjadi kegagalan dalam mencapai pengurangan emisi gabungan total masing-masing Negara anggota dari organisasi integrasi ekonomi regional secara individu dan bersama-sama dengan organisasi integrasi ekonomi
regional yang bertindak sesuai dengan Pasal 24 bertanggung jawab untuk tingkat emisinya sebagaimana diberitahukan sesuai dengan pasal ini.
PASAL 5 1. Masing-masing Pihak yang termasuk dalam Annex I paling lambat satu tahun sebelum periode komitmen pertama satu tahun sebelum periode komitmen pertama dimulai sudah harus memiliki suatu system nasional untuk memperkirakan emisi antropogenik oleh sumber dan penyerapan oleh rosot atas semua gas rumah kaca, yang tidak diatur oleh Protokol Montreal. Pedoman untuk system nasional itu yang harus menggabungkan metodologi yang ditentukan dalam Ayat 2 di bawah ini, harus diputuskan oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dalam siding pertamanya. 2. Metodologi untuk memperkirakan emisi antropogenik oleh sumber dan penyerapan oleh rosot semua gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal harus merupakan metodologi yang diterima oleh Panel Antar pemerintah tentang perubahan iklim dan disetujui oleh Konferensi Para Pihak dalam siding ketiganya. Jika metodologi tersebut digunakan, penyesuaian yang tepat harus digunakan sesuai dengan metodologi yang disetujui oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dalam siding pertamanya. Menurut hasil kerja Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim dan saran yang diberikan oleh Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi, Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus secara teratur meninjau kembali dan jika diperlukan, merevisi metodologi dan penyesuaian itu, dengan memperhatikan sepenuhnya keputusan yang relevan yang dibuat oleh Konferensi Para Pihak tetapi revisi atas metodologi atau penyesuaian harus hanya digunakan untuk kepentingan memastikan penaatan terhadap komitmen menurut Pasal 3 dalam periode komitmen manapun yang diadopsi menyusul revisi tersebut. 3. Potensi pemanasan global yang digunakan untuk menghitung kesetaraan karbondioksida dari emisi antropogenik oleh sumber dan penyerapan oleh rosot terhadap gas-gas rumah kaca yang tercantum dalam Annex A harus yang diterima oleh Panel Antar pemerintah tentang perubahan iklim dan disetujui oleh Konferensi Para Pihak dalam siding ketiganya. Menurut hasil kerja Panel Antarpemerintah tentang perubahan iklim dan saran yang diberikan oleh Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi, KOnferensi Para Pihak yang berfungsi sebagai pertemuan Para Pihak Protokol ini harus secara bertahap tetap meninjau kembali dan sebagaiman perlu merevisi potensi pemanasan global dari setiap gas rumah kaca tersebut dengan sepenuhnya memperhatikan keputusan yang relevan oleh Konferensi Para Pihak. Setiap revisi atas potensi pemanasan global hanya berlaku terhadap komitmen manapun diadopsi menyusul revisi tersebut.
PASAL 6 1. Untuk kepentingan memenuhi komitmennya menurut Pasal 3, setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I boleh mengalihkan atau memperoleh unit pengurangan emisi kepada atau dari Pihak lain yang diperoleh dari proyek yang bertujuan untuk mengurangi emisi antropogenik oleh sumber atau meningkatkan penyerapan antropogenik oleh rosot gas-gas rumah kaca di setiap sector ekonomi, asalkan : (a) Proyek tersebut telah disetujui oleh Para Pihak yang terlibat ; (b) Proyek tersebut memberikan suatu pengurangan dalam emisi oleh sumber ; atau suatu peningkatan penyerapan oleh rosot, yang bersifat tambahan terhadap proyek yang dengan cara lain akan terjadi ; (c) Unit pengurangan emisi tersebut menaati kewajiban yang diisyaratkan menurut Pasal 5dan 7 ; dan (d) Perolehan unit pengurangan emisi harus bersifat suplemen terhadap tindakan domestic untuk memenuhi komitmen menurut Pasal 3. 2. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dalam siding pertamanya atau segera setelah itu, boleh menyempurnakan pedoman untuk implementasi Pasal ini, termasuk untuk verifikasi dan pelaporan. 3. Setiap Pihak yang termasuk dalm Annex I boleh memberi wewenang kepada entisitas hokum untuk ikut serta, tetapi Pihak tersebut bertanggung jawab, dalam kegiatan untuk menghasilkan, memperoleh, mengalihkan unit pengurangan emisi menurut Pasal ini. 4. Jika teridentifikasi suatu pertanyaan tentang implementasi Pasal ini oleh suatu Pihak yang termasuk dalam Annex I, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 8 yang relevan, pengalihan dan perolehan unit pengurangan emisi boleh tetap dilakukan setelah pertanyaan tersebut telah diidentifikasikan, asalkan unit tersebut tidak boleh digunakan oleh suatu Pihak untuk memenuhi komitmrnnya menurut Pasal 3 sampai isu tentang penaatan itu selesai.
PASAL 7 1. Setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I harus memasukan emisi antropogenik oleh sumber dan penyerapan oleh rasot gas-gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal dalam inventaris tahunnannya, untuk diserahkan sesuai dengan keputusan Konferensi Para Pihak yang releven, informasi tambahan yang diperlakukan untuk memastikan penaatan terhadap Pasal 3, yang akan ditentukan sesuai dengan ayat 4 dibawah ini. 2. Setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I harus memasukan dalam komunikasi nasional informasi tambahan yang diperlukan untuk
menunjukan penaatan terhadap komitmen menurut Protokol ini, yang diserahkan menurut Pasal 12 Konvensi, yang akan ditentukan sesuai dengan Ayat 4 dibawah. 3. Setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I setiap tahun harus menyerahkan informasi yang disyaratkan oleh ayat 1 diatas ; dimulai dengan inventarisasi pertama yang telah diselesaikan menurut Konvensi pada tahun pertama periode komitmen setelah Protokol ini efektif. Setiap Pihak tersebut harus menyerahkan informasi yang diisyaratkan oleh Ayat 2 diatas sebagai bagian dari komunikasi nasional pertama menurut Pasal ini harus ditentukan oleh konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dengan memperhatikan jadwal penyerahan komunikasi nasional yang diputuskan oleh Konferensi Para Pihak. 4. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol dalam siding pertamanya harus mengadopsi dan meninjau kembali secara periodic setelah itu, pedoman untuk penyusunan komunikasi nasional oleh Para Pihak yang termasuk dalam Annex I yang diasopsi oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini juga harus, sebelum periode komitmen pertama, memutuskan modalitas perhitungan jatah emisi.
PASAL 8 1. Informasi yang diserahkan menurut Pasal 7 oleh setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I harus ditinjau kembali oelh tim peninjau ahli menurut keputusan Konferensi Para Pihak yang relevan dan sesuai dengan pedoman yang disetujui untuk keperluan ini oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini menurut Ayat 4 dibawah. Informasi yang diserahkan menurut Pasal 7 ayat 1, oleh setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I harus ditinjau kembali sebagai bagian dari kompilasi dan perhitungan tahunan inventarisasi emisi dan jatah emisi. Selain itu, informasi yang diserahkan menurut Pasal 7 Ayat 2 oleh masing-masing Pihak yang termasuk dalam Annex I harus ditinjau kembali sebagai bagian dari tinjauan komunikasi. 2. Tim peninjau ahli harus dikoordinasikan oleh secretariat dan harus terdiri dari ahli-ahli yang dipilih dari mereka yang dicalonkan oleh Para Pihak kepada Konvensi itu dan, sebagai mana perlu oleh organisasi-organisasi Antar pemerintah, sesuai dengan pedoman yang diberikan untuk kepentingan ini oleh Konferensi Para Pihak. 3. Proses peninjauan itu harus memberi suatu penilaian teknis yang menyeluruh mengenai semua aspek implementasi oleh suatu Pihak Protokol ini. Tim peninjau ahli tersebut harus menyusun suatu laporan kepada Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini, dengan menilai implementasi komitmen dari Pihak itu dan mengidentifikasi masalah-masalah potensial didalamnya, dan factor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan komitmen. Laporan itu harus diedarkan
oleh secretariat kepada semua Pihak Konferensi. Secretariat harus mencantmkan pertanyaan-pertanyaan implementasi yang ditijukan dalam laporan tersebut untuk dipertimbangkan lebih lanjut oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini. 4. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dalam siding pertamanya, harus mengadopsi dan meninjau kembali secara periodic setelah itu, pedoman untuk meninjau kembali implementasi Protokol ini oleh tim peninjau ahli dengan memperhatikan keputusankeputusan Konferensi Para Pihak yang relevan. 5. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus, dengan bantuan badan Pembantu Implementasi dan jika diperluakan, Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi mempertimbangkan (a) Informasi yang diserahkat oleh Para Pihak menurut Pasal 7 dan laporan tentang tinjauan para pakar yang dilakukan menurut pasal ini ; dan (b) Pertanyaan-pertanyaan tentang implementasi yang dicantumkan oleh secretariat menurut ayat-ayat 3 diatas serta pertanyaanpertanyaan yang dikemukakan oleh Para Pihak. 6. Dengan mempertimbangkan informasi yang dimaksud dalam ayat 5 diatas, Konferensi pertemuan Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus mengambil keputusan tentang hal yang dibutuhkan untuk implementasi Protokol ini
PASAL 9 1. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus secara berkala meninjau kembali Protokol ini menurut informasi ilmiah terbaik yang tersedia, penilaian tentang perubahan iklim dan dampaknya serta informasi teknis, social, dan ekonomi yang relevan. Peninjauan tersebut harus dikoordinasikan dengan tujuan yang berkaitan peninjauan Konvensi, khususnya yang disyaratkan oleh Pasal 4 Ayat 2 (d) dan Pasal 7 Ayat 2 (a) Konvensi. Berdasarkan peninjauan ini Konferensi Para Pihak yang merupakan Pertemuan Para Pihak Protokol ini harus mengambil tindakan yang sesuai. 2. Peninjauan pertama harus dilakukan pada siding kedua Konferensi para Pihak yang bertindak sebagai pertemuan Para Pihak Protokol. Peninjauan selanjutnya harus terjadi pada interval yang teratur dan tepat waktu. PASAL 10 Semua Pihak, dengan memperhatikan tanggung jawab bersama yang dibedakan dan prioritas tujuan dan persoalan pembangunan nasional dan regional mereka yang spesifik, tanpa memperkenalkan komitmen baru untuk Para Pihak yang tidak termasuk dalam Annex I, tetapi memperkuat komitmen yang ada menurut Pasal 4
Ayat 1 Konvensi, dan tetap mengupayakan implementasi komitmen ini untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, dengan memperhatikan Pasal 4 Ayat-ayat 3,5, dan 7 Konvensi, harus : (a) Merumuskan, jika relevan dan memungkinkan, program nasional dan jika sesuai regional yang hemat, untuk memperbaiki kualitas factor emisi local, data kegiatan dan atau model-model yang mencerminkan kondisi social ekonomi dari masing-masing Pihak untuk mempersiapkan perbaikan berkala inventarisasi nasional emisi antropogenik oleh sumber dan penyerapan oleh rosot semua gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal dengan menggunakan metodologi yang dapat dibandingkan yang akan disetujui oleh Konferensi Para Pihak dan konsisten dengan pedoman untuk persiapan komitmen nasional yang diadopsi oleh Konferensi Para Pihak. (b) Merumuskan, mengimplementasikan, menerbitkan, dan secara teratur memperbaharui program nasional dan jika sesuai program regional yang berisi tindakan untuk mitigasi perubahan iklim dan tindakan untuk mempermudah adaptasi yang memadai bagi perubahan iklim : (i) Program tersebut antara lain akan berkenaan dengan sector-sektor energi, trnsportasi dan industri serta pertanian, kehutanan dan pengelolaan limbah, selanjutnya teknologi dan metode adaptasi untuk meningkatkan perencanaan tataruang akan meningkatkan adaptasi terhadap perubahan iklim, dan ; (ii) Para Pihak yang termasuk dalam Annex I harus menyerahkan informasi tentang tindakan menurut Protokol ini, termasuk program nasional, sesuai dengan Pasal 7 dan Para Pihak lain harus berusaha memasukan dalam komunikasi nasional mereka, sebagaimana perlu, informasi tentang program yang berisi tindakan yang dipercaya Pihak tersebut akan memberikan kontribusi untuk mengatasi perubahan iklim dan dampak yang merugikan, termasuk pengurangan kenaikan dalam emisi gas rumah kaca dan peningkatan oleh penyerapan prosot, pengembangan kapasitas dan tindakan adaptasi. c) Bekerjasama dalam peningkatan modalitas yang efektif untuk pengembangan, penggunaan dan difusi, dan mengambil semua langkah yang praktis untuk meningkatkan, mempermudah dan membiayai pengalihan dari atau akses terhadap teknologi ramah lingkungan, keterampilan, praktik-praktik dan proses-proses yang berkaitan dengan perubahan iklim khususnya di Negara berkembang, termasuk perumusan kebijakan dan program untuk pengalihan secara efektif teknologi ramah lingkungan yang dimiliki oleh masyarakat atau yang terdapat di dalam domain masyarakat dan penciptaan suatu keadaan yang memungkinkan bagi sector swasta untuk memajukan dan meningkatkan pengalihan dari, dan akses ke, teknologi ramah lingkungan. d) Bekerjasama dalam riset dan teknik ilmiah dan meningkatkan pemeliharaan dan pengembagan pengamatan yang sistematik dan pengembangan arsip data untuk mengurangi ketidakpastian yang berkaitan
dengan system iklim, dampak yang merugikan dari perubahan iklim dan konsekuensi ekonomi dan social dari berbagai strategi tanggapan dan meningkatkan pengembangan dan memperkuat kapasitas dan kapabilitas endogen untuk ikut serta dalam usaha internasional dan antar pemerintah, program dan jaringan riset dan pengamatan sistematis, dengan memperhatikan Pasal 5 Konvensi. e) Meningkatkan kerja sama tingkat internasional, jika tepat, dengan menggunakan badan-badan yang ada, untuk pengembangan dan implementasi program pendidikan dan pelatihan, termasuk penguatan kapasitas nasional, khususnya kemampuan manusia dan kelembagaan dan pertukaran atau dukungan personel untuk melatih para pakar dalam bidang ini, khususnya untuk Negara-negara berkembang, dan mempermudah proses penyadaran masyarakat tentang perubahan iklim pada tingkat nasional dan akses masyarakat terhadap informasi tentang perubahan iklim. modalitas yang cocok harus dikembangkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan ini melalui badan-badan Konvensi yang relevan dengan memperhatikan Pasal 6 Konvensi. f) Memasukan dalam komunikasi nasional Para Pihak, informasi tentang program dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan menurut Pasal ini, sesuai dengan keputusan-keputusan relevan dari Konferensi Para Pihak ; dan g) Memberikan pertimbangan penuh dalam melaksanakan komitmen menurut Pasal ini terhadap Pasal 4, ayat 8 dari Konvensi.
PASAL 11 1. Dalam implementasi pasal 10, Para Pihak harus memperhatikan ketentuan Pasal 4, ayat-ayat 4, 5, 7, 8, dan 9 Konvensi. 2. Dalam konteks implementasi Pasal 4 Ayat 1 Konvensi, sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Ayat 3 dan Pasal 11 Konvensi, dan melalui entitasentitas yang dipercaya untuk menyelenggarakan mekanisme keuangan Konvensi, maka Para Pihak Negara maju dan Para Pihak maju lainnya yang termasuk dalm Annex II Konvensi harus : (a) Menyediakan sumberdaya keuangan baru dan tambahan untuk memenuhi seluruh biaya yang disetujui yang dikeluarkan oleh Para Pihak Negara berkembang dalam memajukan implementasi komitmen yang ada menurut Pasal 4 Ayat 1 (a) Konvensi yang dicakup dalam Pasal 10 sub-ayat a, dan (b) Juga menyediakan sumberdaya keuangan, termasuk untuk alih teknologi yang diperlukan oleh Para Pihak negara berkembang untuk memenuhi seluruh biaya tambahan yang telah disetujui untuk memajukan implementasi komitmen yang ada menurut Pasal 4 Ayat 1 Konvensi yang dicakup oleh Pasal 10, dan yang disetujui antara suatu Pihak Negara berkembang dengan entitas atau entitas-entitas
internasional yang dimaksud dalm Pasal 11 Konvensi, sesuai dengan pasal itu. Implementasi komitmen yang ada ini harus mencukupi dan dapat diperkirakan arus dananya dan penting berbagi beban yang sesuai diantara para Pihak Negara maju. Pedoman untuk entitas atau atita-entitas yang dipercaya untuk menyelenggarakan mekanisme keuangan Konvensi dalam keputusan relevan dari Konferensi Para Pihak, termasuk yang disetujui sebelum persetujuan Protokol ini, harus berlaku mutatis mutandis terhadap ketentuan ayat ini. 3. Para Pihak Negara maju dan para Pihak Negara maju lain dalam Annex II Konvensi juga boleh menyediakan sumberdaya keuangan untuk implementasi pasal 10 melalui jalur-jalur bilateral, regional, dan multilateral kepada para Pihak Negara berkembang
PASAL 12 1. Suatu mekanisme pembangunan bersih dengan ini diberikan definisinya. 2. Tinjauan dari mekanisme pembangunan bersih adalah untuk membantu Para Pihak yang tidak termasuk dalam Annex I dalam mencapai pembangunan berkelanjuatan dan untuk membantu Para Pihak yang termasuk dalam Annex I dalam mencapai penaatan terhadap komitmen pengurangan dan pembatasan emisi menurut Pasal 3. 3. Dibawah mekanisme pembangunan bersih : a) Para Pihak yang tidak termasuk dalam Annex I akan mendapat keuntungan dari kegiatan proyek yang menghasilkan pengurangan emisi yang disertifikasi ; dan b) Para Pihak yang termasuk dalam Annex I boleh menggunakan pengurangan emisi yang disertifikasi yang diperoleh dari kegiatan proyek tersebut untuk memberikan kontribusi untuk memenuhi komitmen pengurangan dan pembatasan emisi menurut Pasal 3, sebagaimana yang ditentukan oleh Konferensi para Pihak yang merupakan pertemuan para Pihak Protokol ini. 4. Mekanisme pembangunan bersih harus tunduk kepada wewenang dan pedoman dari Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dan harus diawasi oleh suatu badan eksekutif mekanisme pembangunan yang bersih. 5. Pengurangan emisi yang dihasilkan dari setiap kegiatan proyek harus disahkan oleh entitas operasional yang akan ditunjuk oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan Pertemuan Para Pihak Protokol ini atas dasar ; a) Partisipasi sukarela yang disetujui oleh masing-masing Pihak yang terlibat b) Keuntungan nyata, dapat diukur dan berjangka panjang yang berkaitan dengan mitigasi perubahan iklim ; dan
c)
Pengurangan dalam emisi yang merupakan tambahan atas pengurangan yang akan terjadi jika tidak ada kegiatan yang disahkan. 6. Mekanisme pembangunan bersih harus membantu dalam mengadakan pendanaan yang memadai atas kegiatan proyek yang disahkan. 7. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan para Pihak Protokol ini harus dalam sidang pertamanya, menyempurnakan modalitas dan prosedur dengan tujuan menjamin transparansi, efisien dan pertanggungjawaban melalui pemeriksaan dan verifikasi yang independent atas kegiatan proyek. 8. Konferensi para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protkol ini harus memastikan bahwa suatu bagi hasil dari kegiatan proyek yang disahkan digunakan untuk menutup biaya administrasi serta untuk membantu Negara-negara berkembang yang sangat rawan terhadap pengaruh yang merugikan dari perubahan iklim untuk memenuhi biaya adaptasi. 9. Partisipasi dalam mekanisme pembangunan bersih, termasuk kegiatankegiatan yang disebut dalam ayat-ayat 3 (a) diatas untuk menghasilkan pengurangan emisi yang disertifikasi, boleh melibatkan entitas swasta dan atau pemerintah dan akan harus tunduk terhadap semua pedoman yang diberikan oleh badan eksekutif mekanisme pembangunan bersih. 10. Pengurangan emisi yang disertifikasi yang diperoleh dari suatu periode setelah tahun 2000 sampai dengan permulaan periode komitmen pertama dapat digunakan untuk mencapai penaatan dalam periode komitmen pertama.
PASAL 13 1. Konferensi Para Pihak, badan tertinggi Konvensi, harus yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini. 2. Para Pihak Konvensi yang bukan Para Pihak Protokol ini boleh berpartisipasi sebagai pengamat dalam acara-acara siding Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan para Pihak Protokol ini. Ketika Konferensi Para Pihak merupakan pertemuan Para Pihak Protokol harus mengambil keputusan Protokol, maka keputusan harus diambil hanya oleh mereka yang merupakan Para Pihak protocol ini. 3. jika Konferensi Para pihak merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini, setiap anggota Biro Konferensi Para Pihak yang mewakili suatu Pihak Konvensi, yang pada waktu itu tidak merupakan suatu Pihak Protokol ini, harus diganti oleh anggota tambahan yang dipilih oleh dan dari antara Para Pihak Protokol ini. 4. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus secara teratur meninjau implementasi Protokol ini dan harus mengambil, dalam batas-batas mandatnya, keputusan-keputusan yang perlu untuk meningkatkan efektivitas implementasinya. Pertemuan
tersebut harus melaksanakan fungsinya yang diberikan oleh Protokol dan harus : a) Melakukan penilaian terhadap inplementasi Protokol yang dilakukan oleh para Pihak atas dasar informasi yang tersedia sesuai dengan ketentuan Protokol ini, pengaruh yang ditimbulkan oleh implementasi Protokol ini, khususnya pengaruh terhadap lingkungan, ekonomi social serta dampak kumulatif dan tingkat kemajuan dalam mencapai tujuan Konvensi. b) Memeriksa secara berkala kewajiban-kewajiaban para Pihak menurut Protokol ini dengan memberikan pertimbangan yang wajar atas tinjauan yang diisyaratkan oleh Pasal 4 Ayat 2 (d) dan Pasal 7 Ayat 2 Konvensi, menurut tujuan Konvensi tersebur, pengalaman yang diperoleh dalam implementasinya dan evolusi pengetahuan ilmiah dan teknologi dan dalam hal ini mempertimbangkan dan menyetujui laporan rutin tentang implementasi Protokol ini. c) Meningkatnya dan mempermudah pertukaran informasi tentang tindakan yang diambil oleh Para Pihak untuk mengatasi perubahan iklim dan pengaruh-pengaruhnya, dengan memperhatikan keadaan, tanggung jawab, dan kemampuan yang berbeda dari Para Pihak dan komitmen mereka masing-masing menurut Protokol ini. d) Atas permintaan dua Pihak atau lebih mempermudah koordinasi tindakan yang diambil oleh mereka untuk mengatasi perubahan iklim dan pengaruhnya dengan mempertimbangkan keadaan, tanggung jawab dan kemampuan yang berbeda-beda dari Para Pihak dan Komitmen mereka masing-masing menurut Protokol ini. e) Meningkatkan dan membimbing sesuai dengan tujuan Konvensi dan ketentuan Protokol ini dan sepenuhnya memperhatikan keputusan-keputusan Konferensi Para Pihak yang relevan, pengembangan dan penyempurnaan berkala metodologi yang dapat diperbandingkan untuk implementasi protocol ini secara efektif, untuk disetujui oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini. f) Membuat rekomendasi tentang setiap hal yang perlu untuk mengimplementasi Protokol ini. g) Berusaha untuk menggunakan sumberdaya keuangan tambahan sesuai dengan Pasal 11 Ayat 2. h) Mendirikan badan-badan pembatu jika dipandang perlu untuk melaksanakan Protokol ini. i) Mencari dan memanfaatkan, jika tepat, pelayanan, kerjasama dan informasi yang diberikan oleh organisasi-organisasi internasional yang kompeten, badan-badan antarpemerintah dan non pemerintah ; dan j) Melaksanakan fungsi-fungsi lain sebagaimana diisyaratkan untuk implementasi Protokol ini dan mempertimbangkan tugas yang timbul dari suatu keputusan Konferensi Para Pihak.
5. Aturan prosedur Konferensi Para Pihak dan prosedur-prosedur keuangan yang digunakan berdasarkan Konferensi harus berlaku mutatis mutandis atas Protokol ini, kecuali diputuskan berdasarkan consensus Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini. 6. Sidang pertama Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus diadakan oleh secretariat sehubungan dengan siding pertama Konferensi Para Pihak yang dijadwalkan setelah Protokol Kyoto efektif. Sidang biasa Konferensi Para Pihak Protokol berikutnya harus diadakan setiap tahun dan sehubungan dengan siding-sidang biasa Konferensi Para Pihak, jika tidak ditentukan lain oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini. 7. Sidang-sidang luar biasa Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus diadakan pada waktu-waktu lain jika dipandang perlu oleh Konferensi Para Pihak Protokol ini, atau atas permintaan tertulis setiap Pihak, asalkan dalam waktu 6 bulan permintaan tersebut telah dikomunikasikan kepada Para Pihakoleh secretariat dan didukung oleh paling sedikit 1/3 dari Para Pihak. 8. PBB, badan-badan khususnya, dan Badan Atom Internasional serta Negara pengamat atau bukan anggota Konvensi, boleh diwakili pada sidangsidang Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini sebagai pengamat. Badan-badan nasional atau internasional, pemerintah atau non pemerintah yang layak dalam hal yang sedang diliputi oleh Protokol ini dan yang telah memberitahu kepada secretariat tentang keinginannya untuk diwakili di sidang konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini sebagai seorang pengamat, dapat diizinkan kecuali jika paling sedikit 1/3 dari Para Pihak yang hadir menolaknya. Pengizinan dan partisipasi para pengamat harus tunduk kepada aturan prosedur, seperti yang dimaksud dalam Ayat 4 di atas.
PASAL 14 1. Sekretariat yang dibentuk melalui Pasal 8 konvensi akan menjadi secretariat Protokol. 2. pasal 8 Ayat 2 Konvensi tentang fungsi secretariat dan pasal 8 Ayat 3 Konvensi tentang pengaturan berfungsi secretariat, harus berlaku mutatis mutandis atas Protokol ini. Selain itu, secretariat harus melaksanakan fungsi-fungsi yang diberikan Protokol ini.
PASAL 15 1. Badan pembantu untuk Saran Ilmiah dan teknologi dan Badan Pembantu untuk Implementasi yang dibentuk berdasarkan Pasal-pasal 9 dan 10 Konvensi akan menjadi Badan pPembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi dan Badan Pembantu untuk Implementasi Protokol ini.
Ketentuan yang berkaitan dengan berfungsinya dua badan tersebut menurut Konvensi harus berlaku mutatis dan mutandis atas Protokol ini. Sidang-sidang dari pertemuan Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi dan Badan Pembantu untuk Implementasi Protokol ini harus diadakan sejalan dengan pertemuan-pertemuan Badan pembantu untuk Saran Ilmiah dan teknologi dan badan Pembantu untuk Implementasi Konvensi. 2. Para Pihak Konvensi yang bukan merupakan Para Pihak protocol ini boleh berpartisipasi sebagai pengamat acara-acara sidang badan-badan pembantu. Jika badan-badan pembantu subsidiary merupakan badan-badan pembantu Protokol ini, keputusan-keputusan protocol ini harus diambil hanya oleh mereka yang merupakan Para Pihak Protokol ini. 3. Jika badan-badan pembantu yang dibentuk berdasarkan Pasal-pasal 9 dan 10 Konvensi tersebut melaksanakan fungsi-fungsi mereka mengenai halhal tentang Protokol ini, setiap anggota Biro dari badan-badan pembantu tersebut yang mewakili suatu Pihak Konvensi, tetapi pada waktu itu bukan merupakan Pihak Protokol ini, harus diganti oleh anggota tambahan yang akan dipilih oleh dan dari antara Para Pihak Protokol ini.
PASAL 16 Konferensi para pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus sesegera mungkin mempertimbangkan penerapan Protokol ini dan jika perlu memodifikasi proses konsultasi multilateral yang dimaksud dalam Pasal 13 Konvensi, sehubungan dengan keputusan-keputusan yang relevan yang dibuat oleh Konferensi para Pihak. Setiap Proses Konsultasi multilateral yang boleh digunakan untuk Protokol ini harus beroperasi tanpa mengurangi arti prosedur dan mekanisme yang ditentukan sesuai dengan Pasal 18
PASAL 17 Konferensi Para Pihak harus menentukan prinsip, modalitas, aturan dan pedoman yang relevan, khususnya untuk verifikasi, pelaporan dan pertanggungjawaban untuk perdagangan emisi untuk memenuhi komitmen mereka berdasarkan Pasal 3. setiap perdagangan harus merupakan kegiatan tambahan dari tindakan domestic untuk memenuhi komitmen pembatasan dan pengurangan emisi menurut pasal itu.
PASAL 18 Konferensi para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus dalam sidang pertamanya menyetujui prosedur dan mekanisme yang tepat dan efektif untuk menentukan dan mengemukakan kasus-kasus ketidaktaatan terhadap
ketentuan Protokol ini, termasuk melalui pengembangan suatu daftar indikatif tentang konsekuensi dengan memperhatikan sebab, jenis, tingkat dan frekuensi ketidaktaatan. Setiap Prosedur dan mekanisme menurut Pasal ini yang memiliki konsekuensi yang mengikat harus diadosi dengan cara amandemen atas Protokol ini.
PASAL 19 Ketentuan pasal 14 Konvensi tentang penyelesaian perselisihan harus berlaku mutatis mutandis atas Protokol ini.
PASAL 20 1. Setiap Pihak Boleh mengusulkan amandemen atas Protokol ini. 2. Amandemen atas protocol harus disetujui dalam suatu sidang biasa Konferensi Para Pihak yang merupakan Pertemuan Para Pihak ini. Teks dari setiap amandemen yang diusulkan atas Pihak Protokol ini harus dikomunikasikan ke Para Pihak oleh secretariat paling sedikit enam bulan sebelum pertemuan yang akan membahas dan mengadopsi amandemen dilaksanakan. Secretariat juga harus mengkomunikasikan teks amandemen yang diusulkan kepada Para Pihak dan para penandatangan Konvensi dan kepada Depositori unutk informasi. 3. Para Pihak harus berusaha untuk mencapai persetujuan secara consensus atas setiap amandemen Protokol. Jika semua usaha yang ditempuh melalui consensus telahhabis dan belum mencapai persetujuan, maka sebagai pilihan terakhir amandemen tersebut harus disetujui oleh tiga per empat suara mayoritas Para Pihak yang hadir dan memberi suara pada pertemuan tersebut. Amandemen yang diadopsi harus dikomunikasikan oleh secretariat kepada Depositori, yang akan mengedarkan kepada semua Pihak untuk diterima oleh mereka. 4. Instrumen penerimaan dalam hal amandemen harus disimpan pada Depositori. Suatu amandemen yang disetujui dengan Ayat 3 diatas harus berlaku efektif bagi Para Pihak yang telah menerimanya pada hari ke-90 setelah tanggal penerimaan oleh paling sedikit tiga per empat dari Pihak Protokol ini. 5. Amandemen tersebut akan berlaku efektif untuk Pihak lain pada hari ke-90 setelah Pihak tersebut menyerahkan instrument yang menerima amandemen yang dimaksud kepada Depositori.
PASAL 21 1. Annex-annex Protokol ini harus merupakan suatu bagian integral dari perjanjian ini, kecuali jika dinyatakan tidak demikian, pada waktu yang
2.
3.
4.
5.
6.
7.
sama rujukan kepada Protokol ini juga merupakan rujukan untuk setiap annex tersebut. Setiap annex yang diadopsi setelah berlakunya Protokol ini harus dibatasi pada daftar, formulir, dan bahan-bahan lainnya yang bentuknya deskriftif atau bersifat ilmiah, teknis, procedural atau administrative. Setiap Pihak boleh membuat usulan-usulan untuk suatu annex atas Protokol ini dan boleh mengusulkan amandemen atas annex-annex Protokol ini. Annex-annex Protokol ini dan amandemen atas annex-annex Protokol ini harus diterima dalam satu sidang biasa dari Konferensi Para Pihak Protokol ini. Teks setiap annex atau amandemen atas suatu annex yang diusulkan harus dikomunikasikan kepada Para Pihak oleh secretariat paling sedikit enam bulan sebelum pertemuan yang akan membahas dan mengadopsi dilaksanakan. Secretariat juga harus mengkomunikasikan teks setiap annex atau amandemen atas suatu annex yang diusulkan kepada para Pihak dan para penandatangan Konvensi dan kepada Depositori untuk informasi. Para Pihak harus berusaha untuk mencapai suatu persetujuan atas suatu annex atau amandemen atas suatu Annex yang diusulkan melalui consensus. Jika semua usaha yang ditempuh melalui consensus telah habis dan belum mencapai persetujuan, maka sebagai pilihan terakhir annex atau amandemen atas suatu annex tersebut harus disetujui oleh tiga per empat suara mayoritas Para Pihak yang hadir dan memberi suara pada pertemuan tersebut. Annex atau amandemen atas suatu annex yang diadopsi harus dikomunikasikan oleh secretariat kepada depositori, yang harus mengedarkannya kepada semua Pihak untuk diterima mereka. Suatu annex atau amandemen atas suatu annex selain Annex A atau Annex B, yang telah diadopsi sesuai dengan ayat-ayat 3 dan 4 diatas harus berlaku bagi semua Pihak Protokol ini enam bulan setelah tanggal komunikasi oleh Depositori kepada Para Pihak tenyang adopsi annex atau amandemen atas annex, kecuali untuk Para Pihak yang telah memberitahukan kepada Depositori secara tertulis dalam jangka waktu 6 bulan tentang ketidaksetujuan mereka tentang annex atau amandemen atas annex tersebut. Annex atau amandemen atas suatu annex harus berlaku bagi Para pihak yang menarik kembali pemberitahuan mereka tentang ketidaksetujuan pada hari ke-90 setelah tanggal penarikan pemberitahuan tersebut telah diterima oleh Depositori. Jika adopsi suatu annex atau amandemen atas suatu annex melibatkan suatu amandemen atas Protokol ini, annex atau amandemen atas suatu annex tidak boleh berlaku sampai amandemen atas protocol ini berlaku. Amandemen atas Annex-annex A dan B Protokol ini harus diadosi dan berlaku sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam Pasal 20, asalkan amandemen atas Annex B harus diadopsi hanya dengan persetujuan tertulis dari Pihak yang bersangkutan. PASAL 22
1. Masing-masing Pihak harus menpunyai satu hak suara, kecuali sebagaimana yang ditentukan dalam Ayat 2 di bawah. 2. Organisasi-organisasi integral ekonomi regional, dalam hal-hal sebatas konpetensi mereka, harus melaksanakan hak mereka untuk menggunakan hak suara mereka dengan jumlah hak suara yang sama dengan jumlah Negara anggota mereka yang merupakan Para Pihak Protokol ini. Organisasi semacam itu tidak boleh melaksanakan hak-haknya untuk hak suara jika setiap Negara anggotanya melaksanakannya haknya dan sebaliknya.
PASAL 23 Sekretariat Jendral PBB harus merupakan Depositori Protokol ini.
PASAL 24 1. Protokol ini harus terbuka bagi tandatangan dan dapat dilakukan ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh Negara-negara dan organisasi-organisasi integrasi ekonomi regional yang merupakan Para Pihak Konvensi. Protokol ini juga harus terbuka bagi tandatangan di Markas Besar PBB di New York dari 16 Maret 1998 ke 15 Maret 1999. Protokol ini harus terbuka bagi aksesi setelah tertutup bagi tandatangan. Intrumen-instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan dan aksesi harus disimpan oleh Depositori. 2. Setiap organisasi integrasi ekonomi regional yang menjadi suatu pihak Protokol ini tanpa Negara anggotanya yang menjadi Pihak harus terikat oleh semua kewajiban menurut Protokol ini. Dalam hal organisasi semacam itu, jika suatu Negara anggota atau lebih yang menjadi Pihak protocol ini, maka organisasi itu dan Negara anggotanya harus memutuskan tanggung jawab mereka masing-masing atas implementasi kewajiban-kewajiban mereka menurut Protokol ini. Dalam kasus-kasus semacam itu, organisasi tersebut dan Negara-negara anggiotanya tidak layak untuk melaksanakan hak-hak menurut Protokol ini secara bersamasama. 3. dalam hak instrument ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi mereka, organisasi-organisasi integrasi ekonomi regional harus menyatakan tingkat kompetensi mereka tentang hal-hal yang diatur oleh protocol ini. 4. organisasi-organisasi ini juga harus memberitahu kepada Depositori yang pada gilirannya harus memberitahu mengenai perubahan substansial dalam tingkat kompetensi mereka.
PASAL 25 1. Protokol ini harus berlaku pada hari ke-90 setelah tidak kurang dari 55 Pihak dalam Konvensi, termasuk para Pihak yang termasuk dalam Annex I yang telah memberikan paling sedikit 55 persen dari jumlah emisi karbondioksida untuk tahun 1990 dari Para Pihak yang termasuk dalam Annex I, telah menyerahkan atau aksesi mereka 2. Untuk kepentingan pasal ini, jumlah emisi karbon dioksida untuk 1990 dari Para pihak yanmg termasuk dalam Annex I berarti jumlah yang dikomunikasikan pada atau sebelum tanggal adopsi Protokol ini oleh Para Pihak yang termasuk dalam Annex I dalam komunikasi nasional mereka yang diserahkan sesuai dengan Pasal 12 Konvensi. 3. untuk setiap Negara atu organisasi integrasi ekonomi regional yang meratifikasi, menerima atau menyetujui Protokol ini atau yang mengaksesi setelah syarat-syarat yang diterangkan dalam ayat 1 diatas untuk berlakunya telah dipenuhi, Protokol ini harus berlaku pada hari ke 90 setelah tanggal penyerahan intrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi. 4. Untuk kepentingan pasal ini, setiap instrument yang disimpan oleh suatu organisasi integrasi ekonomi tidak boleh dianggap sebagai suatu instrument yang disimpan oleh Negara-negara anggota organisasi tersebut.
PASAL 26 Tidak ada reservasi yang boleh dilakukan untuk Protokol ini.
Pasal 27 1. Pada suatu saat setelah 3 tahun sejak protocol ini berlaku bagi suatu Pihak, Pihak itu boleh mengundurkan diri dari Protokol ini dengan memberikan pemberitahuan tertulis kepada Depositori. 2. Setiap pengunduran diri harus berlaku setelah satu tahun kadaluarsa terhitung dari tanggal penerimaan oleh Depositori, tentang pemberitahuan pengunduran diri atau pada tanggal yang lebih dulu mundur yang ditentukan dalam pemberitahuan pengunduran diri. 3. Setiap Pihak yang mengundurkan diri dari Konvensi harus juga dianggap telah mengundurkan diri dari Protokol ini.
PASAL 28
Bentuk asli Protokol ini merupakan naskah berbahasa Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol yang sama-sama otentik, harus disimpan pada Sekretaris PBB. DILAKUKAN di Kyoto pada hari kesebelas bulan Desember tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh tujuh. SEBAGAI SAKSI DEMIKIANLAH penandatangan, yang benar-benar diberi wewenang untuk hal itu, telah membubuhkan tanta tangan mereka atas Protokol ini pada tanggal yang ditujukan