!
PENINGKATAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI INDONESIA MELALUI PROGRAM PELATIHAN VOKASI BERBASIS PERDAGANGAN ELEKTRONIK (E-COMMERCE)
KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA BERPRESTASI
OLEH: SAFIRA PRABAWIDYA PUSPARANI NPM. 1306383981
DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL PROGRAM SARJANA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA MEI 2016
!
!
LEMBAR PENGESAHAN
ii
!
SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Safira Prabawidya Pusparani
Tempat/Tanggal Lahir
: Bogor, 6 April 1996
Program Studi
: Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Perguruan Tinggi
: Universitas Indonesia
Judul Karya Tulis Ilmiah : Peningkatan Pemberdayaan Perempuan di Indonesia Melalui Program Pelatihan Vokasi Berbasis Perdagangan Elektronik (E-Commerce) Dengan ini menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya sampaikan pada kegiatan Pemilihan Mawapres ini adalah benar karya saya sendiri atau bukan merupakan plagiasi. Apabila di kemudian hari ditemukan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya sampaikan bukan karya saya sendiri/plagiasi, saya bersedia menerima sanksi dalam bentuk pembatalan predikat Mawapres.
Depok, 8 April 2016 Yang menyatakan,
Safira Prabawidya Pusparani
iii
!
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya dalam memberikan kemudahan dan kelancaran bagi penulis untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Tulisan karya ilmiah ini merupakan bentuk pemenuhan persyaratan pemilihan Mahasiswa Berprestasi Nasional Tahun 2016. Gagasan yang disampaikan dalam karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan bangsa secara solutif dan efektif. Topik yang diangkat dalam tulisan ini merupakan upaya penyelesaian masalah pemberdayaan perempuan Indonesia dibidang ekonomi. Rekomendasi atau solusi yang ingin ditawarkan penulis dalam karya ilmiah ini merupakan pembentukan program pelatihan vokasi berbasis perdagangan elektronik (e-commerce) yang terintegrasi dari pemerintah. Penulis menilai bahwa gagasan solutif yang dipaparkan dalam tulisan ini dapat membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, terutama bagi kaum perempuan. Dengan demikian, penulis berharap bahwa tulisan ini dapat menjadi acuan kebijakan pemerintah demi kemajuan daya saing bangsa Indonesia. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihakpihak yang telah membantu serta mendukung penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Antara lain meliputi: 1. Ibu Evi Fitriani, M.A., Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional UI, dan Ibu Dra. Nurul Isnaeni, M.A. selaku Ketua Prodi Program Sarjana Departemen Ilmu Hubungan Internasional UI. 2. Ibu Dra. Ani Widyani Soetjipto, M.A. selaku Dosen Pembimbing penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. 3. Mas Yogo Tri Hendiarto, S.Sos., M.Si. selaku Wakil Manajer Khusus Bidang Kemahasiswaan FISIP UI, beserta segenap Staf Kemahasiswaan FISIP UI. 4. Kedua orang tua penulis, Bapak Didik Widyatmoko, M.Sc. dan Ibu Siti Roosita Ariati, M.Sc., serta adik penulis, Irfan Widyatmoko yang senantiasa memberikan doa dan dukungan terbaik.
iv
!
5. Esther Yobelitha, Vallisa Aulia Rahmi, Farina Chairunnisa, Sherley Mega Sandiori, dan Reisa Adityo yang tidak berhenti menyemangati serta memberikan masukan terhadap gagasan dan topik karya tulis ilmiah. 6. Teman-teman jurusan Hubungan Internasional UI Angkatan 2013 yang terus memberikan semangat dan dukungan, serta teman-teman SMAN 1 Bogor Angkatan Meriam Baja yang memberikan kepercayaan penuh kepada penulis. 7. Kak Sartika Hasirman, S.Sos selaku mentor dalam memberikan informasi serta tips terkait proses pemilihan mahasiswa berprestasi ini. 8. Segenap tim delegasi UI untuk Harvard National Model United Nations 2016 serta tim UI untuk Asia-Pacific Model United Nations Conference 2014 yang terus mendorong dan mendukung prestasi penulis. Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.
Depok, 8 April 2016
Penulis
v
!
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii SURAT PERNYATAAN...................................................................................... iii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 3 1.3 Uraian Singkat Mengenai Gagasan ................................................................ 3 1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan ....................................................................... 5 1.5 Metode Penulisan ........................................................................................... 5
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis .......................................................................................... 6 2.2 Pemberdayaan Perempuan ............................................................................ 6 2.3 Permasalahan Pemberdayaan Perempuan di Indonesia ................................ 7 2.3.1 Evaluasi Program Pemberdayaan Perempuan di Indonesia ........................ 8 2.4 Perdagangan Elektronik (E-Commerce) ....................................................... 9 2.4.1 Perdagangan Elektronik dan Pemberdayaan Perempuan .......................... 10 2.5 Pelatihan Vokasi Berbasis E-Commerce .................................................... 11 2.6 Penerapan Pelatihan Vokasi Berbasis E-Commerce di India .................... 11 2.6.1 Program Kudumbashree ........................................................................... 11
vi
!
2.6.2 Program e-Seva Centers ........................................................................... 12
BAB III ANALISIS DAN SINTESIS 3.1 Analisis Signifikansi Pelatihan Vokasi dalam Peningkatan Pemberdayaan Perempuan di Indonesia ………………………………………………….... 13 3.2 Analisis Penerapan Pelatihan Vokasi berbasis E-Commerce di India …….. 14 3.3 Rekomendasi Penerapan Program Pelatihan Vokasi berbasis E-Commerce Bagi Peningkatan Pemberdayaan Perempuan di Indonesia ……………….. 16 3.4 Langkah Implementasi Program Pelatihan Vokasi berbasis E-Commerce Bagi Pemberdayaan Perempuan di Indonesia …………………………………… 17
BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan ..................................................................................................... 19 4.2 Rekomendasi ............................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21
vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan memiliki signifikansi yang tinggi dalam pembangunan, namun keterlibatan perempuan dalam sektor pembangunan masih sangat rendah dibanding dengan laki-laki. Secara global, upaya peningkatan pemberdayaan perempuan telah dilaksanakan melalui berbagai perjanjian internasional seperti Convention on the Elimination of Discrimination Against Women (1984) serta adanya Deklarasi Beijing (1995) yang sama-sama berupaya untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan serta meningkatkan peranan perempuan dalam pembangunan ekonomi. Indonesia sendiri telah meratifikasi kedua perjanjian dan telah membentuk kebijakan nasional terkait, antara lain UU No. 7 Tahun 1984 dan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 (Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan). Secara umum, tingkat partisipasi perempuan dalam dunia pekerjaan secara global telah mengalami peningkatan perlahan. Sayangnya, meningkatnya jumlah perempuan yang masuk pada dunia pekerjaan masih tetap menyimpan permasalahan pada sisi kesenjangan gender. 1 Pada tahun 2010, PBB telah memperkenalkan Indeks Kesenjangan Gender atau Gender Inequality Index (GII) yang mengukur kesenjangan dibidang kesehatan reproduksi, pemberdayaan, serta aktivitas ekonomi. Pada faktor aktivitas ekonomi, perbandingan partisipasi pada lapangan pekerjaan antara perempuan dan laki-laki menjadi faktor penentu utama. Di Indonesia sendiri, nilai GII yang tercatat pada tahun 2014 adalah sebesar 0,494 yang menjadikannya ranking ke 110 dari 155.2 Angka tersebut menunjukkan bagaimana kesenjangan gender masih tinggi di Indonesia. Pada tahun 2012, Badan Pusat Statistik mencatat bahwa angka tenaga kerja perempuan hanya mencapai 47,91 persen dibandingkan laki-laki yang sebesar 79,57 persen. Terlebih lagi, proporsi perempuan yang bekerja pada sektor !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 1
ILO, “Strategi Pengarusutamaan Gender 2003-2005,” ILO Jakarta, 2003, hal. 1, diakses 21 Maret 2016, http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo-jakarta/documents/publication/wcms_122227.pdf 2
UNDP, “Work for Human Development: Briefing Note, Indonesia,” Human Development Report, 2015, hal. 6, diakses 2 April 2016, http://hdr.undp.org/sites/all/themes/hdr_theme/country-notes/IDN.pdf
informal mencakup sekitar 70% dari keseluruhan tenaga kerja perempuan.3 Pada dasarnya, data tersebut telah memperlihatkan bagaimana perempuan masih memiliki daya saing serta kemampuan praktik yang rendah dalam sektor ekonomi sehingga mereka masih terjerat dalam rantai kemiskinan dan ketidaksejahteraan. Dengan adanya tingkat perempuan bekerja yang cukup rendah, perempuan menjadi lebih rentan terhadap kemiskinan yang akan berdampak kepada kualitas hidup serta tingkat pemberdayaan yang rendah. Hal ini memperlihatkan bagaimana perempuan perlu diberdayakan secara ekonomi demi meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup mereka. Pemerintah sudah memiliki program pemberdayaan perempuan melalui mandat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, seperti adanya program Pemberdayaan Perempuan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (P3EL), serta melalui peranan pemerintahan daerah yang melibatkan peranan organisasi Pembinaan Kesejahteraan Keluarga dalam pelaksanaan kebijakan khusus perempuan. Sayangnya, implementasi program-program spesifik terhadap pembangunan daya saing perempuan dinilai belum mumpuni. Kurangnya pemerataan akses serta bersifat tidak tepat sasaran menjadi sejumlah alasan yang mendorong ketidakefektifan program pemberdayaan ekonomi perempuan. Upaya penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dalam pembangunan pada dasarnya masih sebatas rencana yang belum terlaksana secara konkrit. Dalam dunia yang sudah terglobalisasi ini, perempuan juga diharapkan untuk berkontribusi dalam kegiatan ekonomi yang kontributif. Di Indonesia, meskipun masih terdapat keterbatasan akses perempuan kepada dunia pekerjaan, kontribusi masyarakat perempuan di bidang Usaha Mikro sangat bermakna bagi perkembangan perekonomian nasional. Berdasarkan Laporan PPEP, dari jumlah 30 juta pengusaha mikro, kecil dan menengah, 60 persennya adalah perempuan. Sayangnya, masih terdapat permasalahan yang menghambat para pengusaha ini untuk mengembangkan usahanya, antara lain merupakan masalah permodalan, sumber daya manusia, teknologi, serta rendahnya penguasaan terhadap aset produksi. Perbekalan yang rendah membuat perempuan-perempuan tersebut tidak !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 3
Kementerian PPPA, Kebijakan dan Strategi Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP), 2012, hal. 2, diakses 1 April 2016, http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/125664-%5B_Konten_%5DKonten%20C8669.pdf
2
berdaya untuk bersaing dalam ekonomi yang sudah terintegrasi dengan teknologi, terutama bagi perempuan pengangguran serta perempuan dalam bidang Usaha Mikro.4 Rendahnya akses perempuan pada sektor ketenagakerjaan serta prinsip kesetaraan gender yang belum tampak dalam kebijakan nasional mendorong terdapatnya solusi inklusif demi meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi.5 Demi merespon permasalahan perempuan pada bidang ketenagakerjaan, penulis melihat bahwa pengadaan program pelatihan vokasi berbasis e-commerce merupakan cara yang efektif untuk dapat meningkatkan daya saing ekonomi perempuan, serta meningkatkan kemampuan praktik demi pemerolehan pekerjaan dan kualitas hidup yang lebih baik. Program pelatihan vokasi ini akan berfokus kepada bidang e-commerce atau perdagangan elektronik yang dapat memberikan perempuan penguasaan dan keterampilan yang lebih tinggi untuk bersaing secara kompetitif dalam dunia yang semakin terintegrasi.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan pemetaan permasalahan pada bagian latar belakang, penulis sampai kepada sebuah rumusan masalah yang berusaha menjawab pertanyaan “bagaimana pelatihan vokasi berbasis perdagangan elektronik (e-commerce) dapat meningkatkan pemberdayaan perempuan Indonesia di bidang ekonomi?”
1.3 Uraian Singkat Mengenai Gagasan Penulis melihat bahwa sudah terdapat sejumlah program pemerintah yang berupaya untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan melalui pelatihan, namun belum terdapat program pemerintah yang secara spesifik mengacu kepada program pelatihan vokasi yang berbasis penggunaan teknologi. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sudah mengeluarkan program Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan melalui penguatan produktivitas ekonomi perempuan dalam rangka mengurangi beban biaya kesehatan dan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 4
Ibid.
5
ILO, “Strategi Pengarusutamaan Gender 2003-2005,” ILO Jakarta, 2003, hal. 7-8
3
pendidikan keluarga miskin.6 Pada dasarnya, program tersebut berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan pemenuhan hak ekonomi perempuan namun program yang diberikan kurang mengarah kepada upaya peningkatan akses serta kesempatan pekerjaan bagi perempuan. Program pelatihan vokasi berbasis e-commerce memiliki visi untuk meningkatkan daya saing perempuan di Indonesia agar dapat memiliki pemberdayaan ekonomi yang tinggi serta meningkatkan penguasaan terhadap teknologi. Pelatihan vokasi berbasis e-commerce dianggap relevan dalam kehidupan masyarakat saat ini akibat adanya peningkatan penggunaan media internet serta alat elektronik yang telah hadir dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Terlebih lagi, peningkatan jumlah bisnis yang berbasis e-commerce (perdagangan elektronik) mendorong kebutuhan akan pelatihan terkait bidang tersebut agar dapat meningkatkan keterampilan perempuan yang memiliki daya saing rendah. Berdasarkan laporan lembaga Taylor Nelson Sofres (2014), perempuan di Indonesia masih banyak yang belum melek internet. Tingkat penggunaan internet oleh perempuan di Indonesia masih lebih rendah 30-40% dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Tanpa adanya kemampuan dasar dalam memahami teknologi, perempuan tidak akan memiliki keberdayaan untuk bersaing dalam bidang ekonomi. Tujuan utama program ini adalah untuk meningkatkan kesadaraan dan keterampilan perempuan Indonesia, terutama yang tidak bekerja serta miskin, terkait cara penggunaan teknologi yang bermanfaat bagi upaya pemerolehan pendapatan dan pekerjaan yang layak. Rancangan program mengarah kepada terdapatnya program vokasi berbasis teknologi yang memberikan pelatihan pada bidang perdagangan elektronik. Dalam pelatihan vokasi berbasis e-commerce ini, keterampilan yang akan dilatih merupakan: 1. Keterampilan mengenai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi; 2. Keterampilan dasar praktik managemen dan bisnis; 3. Keterampilan dalam pelaksanaan pemasaran produk; 4. Keterampilan dalam mengatur sebuah usaha/bisnis daring (online shop). !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 6
Kementerian PPPA, Kebijakan dan Strategi Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP), 2012, hal. 6
4
Target program ini lebih mengarah kepada perempuan yang memiliki daya saing rendah, seperti perempuan pengangguran, perempuan dibidang domestik yang tidak dibayar, serta yang bekerja namun miskin. Program ini pada dasarnya merupakan
rekomendasi
kebijakan
kepada
Kementerian
Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak untuk mengintegrasikan pelatihan vokasi berbasis e-commerce dalam rancangan kerja dibidang Pengarusutamaan Gender Ekonomi, tepatnya pada strategi Peningkatan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PPEP). Rekomendasi ini mengharapakan adanya peranan pemerintah dalam mengalokasikan dana serta pelatih dengan kolaborasi antara pemerintah lokal maupun aktor non-pemerintah (seperti LSM dan organisasi masyarakat) untuk memastikan keberlanjutan program tersebut.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk membuktikan bagaimana program pelatihan vokasi berbasis perdagangan elektronik (e-commerce) dapat menjadi solusi strategis terhadap permasalahan pemberdayaan perempuan di Indonesia. Selain itu, penulisan ini bermanfaat sebagai bentuk acuan pemerintah, terutama Kementerian PPPA, untuk mengadopsi sebuah sistem pelatihan vokasi berbasis perdagangan elektronik yang dapat meningkatkan daya saing perempuan pada era globalisasi.
1.5 Metode Studi Pustaka Karya tulis ilmiah ini didasarkan pada kajian pustaka yang memetakan permasalahan utama dalam pemberdayaan perempuan Indonesia di bidang ekonomi serta memberikan gagasan inovatif untuk menciptakan suatu pelatihan vokasi berbasis e-commerce yang dapat meningkatkan daya saing perempuan. Data yang digunakan pada tulisan ilmiah ini telah mengacu kepada berbagai buku, jurnal ilmiah, laporan resmi, serta artikel internet. Pendekatan kualitatif digunakan sebagai metode analisis data yang telah dikumpulkan oleh penulis. Penulisan hasil kajian pustaka tersebut dimuat dalam sistematika empat bab yang mencakup Pendahuluan (Bab I), Telaah Pustaka (Bab II), Analisis dan Sintesis (Bab III), serta Penutup (Bab IV).
5
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis Landasan teoritis tulisan ini akan didasarkan pada teori feminisme liberal. Dalam tulisan Jill Steans, feminisme diartikan sebagai sebuah aktivitas politik yang berupaya untuk membuat perubahan terhadap praktik diskriminatif dan merealisasikan hak setara bagi perempuan dalam semua ranah kehidupan. Dalam teori Feminisme, terdapat pendekatan liberalisme yang memberikan sebuah landasan kuat untuk meruntuhkan otoritas patriarkis.7 Dalam hal ini, pendekatan feminisme liberal berupaya untuk memperluas kesempatan dan kebebasan perempuan agar dapat mencapai kesetaraan jender. Perjuangan gerakan feminisme liberal ini bertujuan untuk mendapatkan kesetaraan hak serta kesempatan yang sama di bidang politik, hukum, pendidikan dan ekonomi. Akan tetapi, akibat adanya perbedaan proses sosialisasi, diskriminasi sosial, serta praktik kultural, perempuan diberikan jumlah kesempatan yang lebih sedikit dibandingkan lakilaki. Feminisme liberal berargumen bahwa apabila kesetaraan kesempatan dapat tercapai, maka perempuan akan diberdayakan.8 Feminis liberal melihat bahwa negara merupakan entitas yang memiliki wewenang terbaik untuk menegakkan hak-hak perempuan. Jika negara dapat menintegrasikan nilai-nilai kesetaraan gender, maka keadilan dan kesetaraan hak-hak perempuan dapat tercapai.9
2.2 Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan perempuan diartikan oleh UN Women sebagai upaya untuk meningkatkan dan menguatkan perempuan dibidang sosial, ekonomi, politik maupun hukum yang dapat menjamin kesetaraan hak bagi perempuan. Secara spesifik, pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi telah dinilai sebagai upaya strategis
untuk
mengangkat
perempuan
dari
rantai
kemiskinan
dan
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 7
Jill Steans, “Gender, Feminism and International Relations,” dalam Gender and International Relations: An Introduction (Cambridge: Polity Press, 1998), 14-15 8 9
Ibid., 16-17
J. Ann Tickner, “Troubled Encounters: Feminism Meets IR,” Gendering World Politics: Issues and Approaches in the Post-Cold War Era (New York: Columbia University Press, 2001), 12-14
ketidakberdayaan.10 Diskursus perempuan dalam pembangunan muncul karena adanya pola yang menunjukkan bahwa perempuan lebih rentan terhadap kemiskinan akibat posisi mereka yang tersubordinasi dalam struktur masyarakat. Diskriminasi gender dalam pekerjaan, serta adanya batasan terhadap akses sumber daya menghambat kontribusi perempuan dalam pembangunan. Terlebih lagi, meskipun perempuan bekerja, masih terdapat banyak perempuan yang miskin.11 Laporan Bank Dunia 2011 telah menekankan bahwa masyarakat yang mendiskriminasi perempuan akan mengalami kesulitan dalam upaya mengurangi kemiskinan. Perempuan yang terhambat aksesnya terhadap kesempatan ekonomi akan menghambat keseluruhan proses pembangunan suatu negara maupun daerah. Diskursus mengenai peranan perempuan dan gender yang diintegrasikan dengan pembangunan
mengarah
kepada
upaya
untuk
memberdayakan
dan
mensejahterakan perempuan secara ekonomis dan memberikan wawasan asertif. Agar perempuan tidak terjerat dalam rantai kemiskinan, maka perempuan harus dijadikan aset pembangunan. Dalam hal ini, perempuan butuh diberikan pekerjaan karena dengan memiliki modal ekonomi mereka akan lebih berdaya.12
2.3 Permasalahan Pemberdayaan Perempuan di Indonesia Upaya peningkatan pemberdayaan perempuan masih cukup rendah di Indonesia. Penulis melihat dua permasalahan utama yang tampak dalam upaya pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi, yaitu (1) ketimpangan gender yang berakibat pada rendahnya akses pekerjaan layak serta (2) ekspektasi peranan gender yang menghambat upaya pemerolehan pekerjaan. Dari angka GII serta ketimpangan dalam komposisi gender angkatan kerja, terlihat secara jelas bahwa kondisi pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi masih rendah. Laporan ILO (2005) memperlihatkan bahwa terdapat masalah genderisasi lapangan kerja di Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya perempuan lulusan SMA yang tidak berada dalam angkatan kerja meskipun jumlah lulusan perempuan lebih banyak dari laki-laki. Terlebih lagi, mayoritas pekerja perempuan berada pada sektor !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 10
UN Women, Women Empowerment Principles: Equality Means Business, 2nd Edition (UN Global Compact, 2011), hal. 1
11
Diana M. Pearce, “The Feminization of Poverty,” dalam Feminist Frameworks, ed. Alison M. Jaggar dan Paula S. Rothenberg, 3rd Edition (New York: McGraw-Hill, 1993), hal. 293 12
Caroline O. N. Moser, Gender Planning and Development: Theory, Practice, and Training (New York: Routledge, 1993), hal. 48-49
7
informal terutama di sektor pertanian dan perdagangan. ILO juga mencatat bahwa upah tenaga kerja perempuan adalah dua per tiga upah pekerja laki-laki. Hal tersebut membuktikan adanya permasalahan ketimpangan dalam akses pekerjaan serta adanya diskriminasi dalam pekerjaan itu sendiri bagi perempuan.13 Kedua merupakan ekspektasi sosial terhadap peranan perempuan. Pada dasarnya, perempuan Indonesia sudah mulai mendapatkan akses mumpuni terhadap pendidikan yang tercermin dari Angka Partisipasi Murni antara perempuan dan laki-laki yang hampir setara. 14 Sayangnya, ekspektasi sosial terhadap peranan perempuan sebagai pengurus rumah tangga menjadi hambatan partisipasi mereka dalam sektor ekonomi dan tenaga kerja. Laporan Kementerian PPPA memperlihatkan bagaimana keterlibatan perempuan dalam sektor informal bukan hanya akibat kapabilitas yang rendah namun juga atas pilihan sendiri. BPS mencatat bahwa terdapat 36,97% perempuan di Indonesia yang tidak bekerja untuk mengurus rumah tangga.15 Adanya peranan sebagai seorang ibu membuat para perempuan ini lebih memilih untuk bekerja pada sektor informal karena adanya kemudahan, keleluasaan, serta fleksibilitas yang mendukung tugas-tugas domestiknya. Dalam kasus lain, perempuan bahkan tidak bekerja untuk memenuhi peranan domestiknya. 16 Hal tersebut memperlihatkan bagaimana perempuan memiliki berbagai hambatan yang mencegah pemberdayaannya. 2.3.1 Evaluasi Program Pemberdayaan Perempuan di Indonesia Program pemberdayaan perempuan pada dasarnya telah dirancang dalam sejumlah kebijakan nasional, antara lain merupakan kebijakan Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP) yang bertujuan untuk mengurangi beban kesehatan dan pendidikan keluarga. Program ini memicu pelaksanaan program Model Desa PRIMA (Perempuan Indonesia Maju Mandiri) yang berupaya untuk mengurangi kemiskinan perempuan di desa melalui kegiatan ekonomi produktif. Pada dasarnya, meskipun program tersebut telah berhasil !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 13
ILO, “Strategi Pengarusutamaan Gender 2003-2005,” ILO Jakarta, 2003, 8-9
14
BPS, “Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan, 2009-2013,” Badan Pusat Statistik, diakses 1 April 2016, https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1614 15
Kementerian PPPA, Data Terpilah dalam Pembangunan Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, 12 Desember 2013, diakses 2 April 2016, http://psp.pertanian.go.id/assets/file/DATA%20TERPILAH%20DALAM%20PEMBANGUNAN%20PRASARANA%20D AN%20SARANA%20PERTANIAN.pdf 16
Kementerian PPPA, Kebijakan dan Strategi Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP), 2012, hal. 4-5
8
meningkatkan kondisi ekonomi pada sejumlah desa (seperti Desa Sakok, Singkawang), program tersebut bersifat khusus dan tidak menyeluruh. Masih banyak perempuan di kota dan desa lain yang belum mendapatkan akses setara terhadap kesempatan ekonomi. 17 Kemudian, terdapat program Pemberdayaan Perempuan Pengembangan Ekonomi Lokal (P3EL) yang dicanangkan untuk mengembangkan kelompok-kelompok usaha ekonomi produktif perempuan berdasarkan sumber daya lokal yang tersedia. Program ini terlihat tepat sasaran untuk meningkatkan keberdayaan perempuan secara ekonomi di perdesaan namun program ini masih mengalami keterbatasan dalam implementasi. Dalam implementasi, P3EL mengalami permasalahan pada kurangnya peningkatan usaha ekonomi produktif lokal yang dihasilkan oleh kelompok, adanya kendala pemasaran, serta pengadministrasian laporan keuangan.18
2.4 Perdagangan Elektronik (E-Commerce) Teknologi informasi dan komunikasi baru telah menjadi alat yang penting bagi peningkatan persaingan antar negara dan juga berkontribusi terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Perdagangan elektronik atau yang lebih dikenal sebagai istilah e-commerce merupakan suatu bentuk transaksi bisnis maupun komersil yang melibatkan transfer informasi melalui internet. Perdagangan elektronik ini memberikan wadah bagi upaya penjualan dan pembelian produk secara daring dengan lebih efisien dan produktif.19 Terdapat empat kategori utama dalam perdagangan elektronik, yaitu business to business, business to consumer, consumer to business, dan consumer to consumer.20 Dalam lima tahun terakhir, perkembangan media perdagangan elektronik Indonesia telah meningkat secara signifikan. Penelitian yang dilakukan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Google Indonesia, dan Taylor Nelson Sofres telah menunjukkan bahwa nilai pasar perdagangan elektronik Indonesia mencapai Rp. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 17
“Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan Serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak,” UNTUK NKRI, 2 Juli 2014, diakses 2 April 2016, http://untuknkri.org/peningkatan-kualitas-kehidupan-dan-peran-perempuan-sertakesejahteraan-dan-perlindungan-anak 18
BPPKB, “Pemberdayaan Perempuan Lewat Ekonomi Produktif,” Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bogor, diakses 2 April 2016, http://bppkb.bogorkab.go.id/index.php/multisite/page/1279 19
Sunita S. Padmannavar, “A Review on E-Commerce Empowering Women,” International Journal of Computer Science and Telecommunications, Vol. 2, Iss. 8 (2011): hal. 74 20
Ibid.
9
94,5 triliun pada tahun 2013 dan diprediksikan naik tiga kali lipat menjadi Rp. 295 triliun pada tahun 2016. Terlebih lagi, data Asosiasi E-Commerce Indonesia mencatat bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 125 juta pada akhir 2015.
21
Data tersebut memperlihatkan bagaimana media internet serta
perdagangan elektronik menjadi wadah strategis di era ini bagi upaya pengembangan usaha maupun pemerolehan pekerjaan. 2.4.1 Perdagangan Elektronik dan Pemberdayaan Perempuan Sunita S. Padmannavar melihat bahwa di negara berkembang, pengusaha perempuan telah diuntungkan dengan penggunaan teknologi perdagangan elektronik dalam berbagai aspek, seperti mendapatkan akses kepada informasi bisnis berharga, menemukan pasar ekspor baru, pemasaran yang mudah terhadap produk dan jasa melalui internet, mendapatkan jaringan baru, serta efisiensi kegiatan bisnis. Teknologi seperti ini melancarkan transaksi perdagangan secara signifikan. Keterlibatan perempuan dalam dunia perdagangan elektronik meningkat dengan konstan akibat kemudahan yang mereka rasakan untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan urusan rumah tangga.22 Sylvia
Maier
juga
mengungkapkan
bagaimana
perempuan
dapat
diberdayakan melalui bisnis berbasis teknologi. Teknologi informasi dan komunikasi dilihat sebagai solusi komprehensif terhadap pembangunan, pengurangan kemiskinan, serta pemberdayaan perempuan. Maier mengacu kepada deklarasi yang dikeluarkan PBB untuk mendukung akses perempuan kepada teknologi informasi dan komunikasi.23 Teknologi ini terbukti telah meningkatkan partisipasi perempuan dibidang politik, sosial, dan ekonomi serta dapat memberikan pemberdayaan bagi diri, keluarga, serta komunitas sekitar.24 Maier membuktikan bahwa perempuan merupakan partisipan aktif dalam berbagai proyek teknologi informasi dan komunikasi, seperti pelatihan computer serta bisnis elektronik. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 21
“Perkembangan Bisnis e-Commerce di Indonesia Melesat,” JPNN, 27 April 2015, diakses 2 April 2016, http://www.jpnn.com/read/2015/04/27/300672/Perkembangan-Bisnis-e-Commerce-di-Indonesia-Melesat-/page2 22
Padmannavar, “A Review on E-Commerce Empowering Women,” hal. 75-76
23
Declaration of Agreement in Support of Girls and Women in Information and Communication Technology (Tunisia, 16 November 2005) 24 Sylvia Maier, “Empowering Women Through ICT-Based Business Initiatives: An Overview of Best Practices in ECommerce/E-Retailing Projects,” Information Technologies and International Development, Vol. 4, No. 2 (2007): hal. 4346
10
2.5 Pelatihan Vokasi Berbasis E-Commerce Program pelatihan vokasi merupakan sebuah bentuk pelatihan yang berupaya untuk meningkatkan kemampuan praktis seorang individu dalam bidang tertentu. Tujuan diadakannya pelatihan vokasi adalah untuk meningkatkan kesempatan pekerjaan seorang individu. 25 Bank Dunia sendiri telah menyatakan bahwa pemberian pelatihan vokasi untuk mengasah keterampilan baru dan meningkatkan produktivitas menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan pendapatan serta tingkat pekerjaan baik di negara berkembang maupun negara maju.26 Secara spesifik, program vokasi yang berbasis e-commerce merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan seseorang dalam bidang perdagangan elektronik. Keterampilan yang diajarkan merupakan pelatihan mengenai teknologi informasi dan komunikasi, praktik managemen dan bisnis, pemasaran, pembuatan keputusan bisnis, serta pengaturan bisnis daring. Pelatihan vokasi berbasis e-commerce ini dapat dilaksanakan oleh pemerintah maupun pihak swasta, namun Maier melihat bahwa peranan pemerintah akan lebih efektif dalam mensukseskan tujuan pemberdayaan program ini.27
2.6 Penerapan Pelatihan Vokasi Berbasis E-Commerce di India 2.6.1 Program Kudumbashree “Kudumbashree” merupakan sebuah program pemerintah provinsi Kerala di India yang berupaya untuk memberdayakan perempuan melalui pembentukan self-help groups (kelompok mandiri) yang mendorong aktivitas ekonomi. Misi dari program ini adalah untuk mengeluarkan perempuan di daerah Kerala dari peranan pasif dan melatih kepemimpinan aktif mereka dalam inisiatif pembangunan. Program Kudumbashree telah dimulai sejak Mei 1998 dengan alokasi dana 75% dari pemerintahan pusat dan 25% oleh pemerintahan daerah.28 Strategi yang diterapkan oleh program tersebut dimulai dengan (1) pembentukan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 25
Reinhard Hujer, “The Effects of Vocational Training Programmes on the Duration of Unemployment in Eastern Germany,” IZA, Discussion Paper No. 1117 (April, 2004), hal. 2 26
Ahmed Mushfiq Mobarak, et al., Gender Differences in the Effects of Vocational Training: Constraints on Women and Dropout Behavior (Yale University, 2015): hal. 1-2 27
Maier, “Empowering Women Through ICT-Based Business Initiatives,” hal. 50-51
28
Dr. M. A. Oomen, “Committee Report of Kudumbashree,” Kudumbashree, diakses 3 April 2016, http://www.kudumbashree.org/information/MA%20Oommen%20Report.pdf?q=vision
11
kelompok perempuan kolektif, (2) pemberian pelatihan peningkatan kemampuan dalam berbagai sektor (kesehatan, pendidikan, sosial, dan ekonomi), (3) pembentukan sistem kredit dan bank kecil, (4) pelatihan mengenai pembentukan dan managemen usaha mikro, serta (5) pelatihan kepemimpinan dan pembuatan keputusan. Sub-program andalan yang difokuskan merupakan adanya sistem bank informal bagi peningkatan daya menabung perempuan, serta pengembangan usaha kecil melalui metode perdagangan elektronik (e-commerce).29 2.6.2 Program e-Seva Centers Pada wilayah Andhra Pradesh di India, terdapat sebuah program pemerintahan
daerah
bernama
“e-Seva
Centres’
yang
berupaya
untuk
meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan miskin melalui pelatihan berbasis teknologi. Program pemerintah ini turut melibatkan peranan kelompok mandiri perempuan-perempuan lokal untuk memberikan pelatihan kepada perempuan-perempuan miskin terkait teknologi secara umum serta tata cara penggunaan teknologi tersebut untuk melaksanakan transaksi perdagangan. Jenis perdagangan elektronik yang disediakan oleh Pusat e-Seva lebih bersifat business to consumer dimana bisnis ini berupaya untuk memberikan pelayanan jasa kepada konsumennya. Program e-Seva hanya merekrut dan melatih perempuan yang berada dalam kemiskinan untuk memberdayakan mereka secara ekonomi.30 Pusat e-Seva mengalami perkembangan yang pesat, dari 46 pusat dan 92 mitra pada tahun 2002 hingga lebih dari 200 pusat dan 292 mitra kerja pada 2004. Setiap pusat memiliki pemimpin yang sudah memiliki kemampuan mumpuni di bidang teknologi dan perdagangan elektronik melalui adanya pelatihan yang dikoordinasikan oleh pemerintah daerah Godavari Barat. Para pemimpin pusatpusat e-Seva yang sudah terlatih kemudian memberikan pelatihan peningkatan kemampuan di bidang teknologi dan e-commerce yang menargetkan perempuanperempuan di wilayah sekitar. Substansi dari pelatihan tersebut adalah untuk melatih mereka dalam keterampilan dasar teknologi, upaya dokumentasi melalui foto digital, serta upaya pemasaran produk kelompok perempuan lokal. 31 !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 29
“Kudumbashree: A Silent Revolution,” Kerala, diakses 3 April 2016 https://www.kerala.gov.in/keralacalljan04/p3536.pdf 30 Swapna Veldanda dan Sanjay Jaju, “Women Providing Online Services: e-Seva Centres in Andhra Pradesh, India,” Women's IT Sector Enterprises, Agustus 2005, diakses 2 April 2016, http://www.womenictenterprise.org/eseva.htm 31 Ibid.
12
BAB III ANALISIS DAN SINTESIS 3.1 Analisis Signifikansi Pelatihan Vokasi dalam Peningkatan Pemberdayaan Perempuan di Indonesia Berdasarkan berbagai data dan penelitian terhadap pemberdayaan perempuan dan pembangunan, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa kondisi pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi masih cukup rendah. Data GII serta perbedaan angkatan kerja laki-laki dan perempuan telah menunjukkan bagaimana masih terdapat ketimpangan akses kesempatan ekonomi yang merugikan perempuan. Adanya ekspektasi dan asumsi sosial serta masyarakat yang melihat bahwa tempat perempuan adalah pada ranah domestik telah menjadi faktor menghambat partisipasi perempuan dibidang pendidikan, pekerjaan, maupun bisnis. Hal tersebut terlihat dari angka perempuan yang bekerja di sektor informal sebesar 70% dari angkatan kerja perempuan, serta yang bekerja namun tidak dibayar (seperti pekerjaan rumah tangga domestik) sebesar 36,97% dari jumlah perempuan di Indonesia (BPS, 2012). Penulis melihat bahwa program PPEP dan P3EL sebagai dua program pemerintah yang bergerak untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan masih kurang inklusif terhadap kebutuhan perempuan-perempuan di Indonesia. Pada dasarnya, pedesaan menjadi fokus kebijakan tersebut yang menyebabkan perempuan kota tereksklusi. Padahal, persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) perempuan di perkotaan (8,07%) lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (5,59%).32 Hal tersebut menunjukkan urgensi akan perlunya suatu kebijakan yang lebih menyeluruh terhadap kaum perempuan di Indonesia. Terlebih lagi, kedua program tersebut masih memiliki kendala dalam hal keberlanjutan dimana upaya untuk memasarkan produk hasil program tersebut kurang berhasil disebarluaskan. Dalam hal ini, penulis melihat urgensi dalam pelaksanaan pelatihan vokasi berbasis e-commerce yang dapat membantu peningkatan daya saing hasil usaha perempuan-perempuan tersebut. Dengan demikian, program pelatihan berbasis e!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 32
Kementerian PPPA, “Ketenagakerjaan,” Kementerian PPPA, 12 Juni 2014, diakses 2 April 2016, http://www.kemenpppa.go.id/index.php/data-summary/profile-perempuan-indonesia/634-ketenagakerjaan
commerce tidak
bertujuan
untuk
menggantikan
program
pemberdayaan
perempuan yang ada namun lebih bersifat komplementer terhadap programprogram tersebut. UNESCO telah memperlihatkan hasil penelitian yang mengintegrasikan pelatihan vokasi atau pelatihan peningkatan kemampuan bagi mereka yang tidak mendapatkan akses penuh terhadap pendidikan formal maupun pendidikan keterampilan. Upaya peningkatan kemampuan melalui pelatihan vokasi telah terbukti
bermanfaat
bagi
perempuan-perempuan
yang
termarginalisasi.
Berdasarkan program yang telah dilaksanakan UNESCO pada sejumlah daerah di Asia dan Afrika, pelatihan vokasi berbasis teknologi telah berhasil meningkatkan kesempatan dan akses terhadap pemerolehan pendapatan bagi perempuan. Dalam hal ini, teknologi dianggap sebagai suatu alat yang dapat memberdayakan dan meningkatkan daya saing perempuan secara signifikan di bidang ekonomi. Perempuan-perempuan yang sebelumnya menganggur maupun tidak mendapat pendapatan menjadi terberdayakan melalui pemerolehan kemampuan praktik yang diajarkan melalui program vokasi.33
3.2 Analisis Penerapan Pelatihan Vokasi berbasis E-Commerce di India Penerapan pelatihan vokasi berbasis e-commerce di India yang dilaksanakan melalui wewenang pemerintah daerah memperlihatkan bagaimana suatu program yang didukung oleh pemerintah, serta melibatkan peranan perempuan lokal dapat meningkatkan keberdayaan ekonomi perempuan. Program Kudumbashree merupakan program yang memulai dengan mengelompokkan perempuan dalam kelompok mandiri kecil, kemudian mengidentifikasi proyek ekonomi yang sesuai, lalu memberikan pelatihan dibidang teknologi dan ekonomi, serta membangun jaringan yang dibutuhkan untuk memulai proyek tersebut.34 Kudumbashree telah memfasilitasi kelompok-kelompok mandiri tersebut untuk memulai sebuah usaha mikro dengan mengadakan pelatihan intensif mengenai keterampilan bisnis serta memberikan wadah strategis untuk membangun koneksi dan jaringan bisnis. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 33
UNESCO, Technology-Based Vocational Skills Training for Marginalized Girls and Young Women (Bangkok: UNESCO, 2008), hal. 11-13 34 Jacob John, A Study on Kudumbashree Project: Performance, Impact and Lessons for other States (Planning Commision of India, 2009), hal. 19-22
14
Sejumlah laporan pemerintahan serta analisis akademisi memperlihatkan bagaimana program Kudumbashree telah meningkatkan angka produktivitas perempuan di provinsi Kerala, terutama dalam bidang partisipasi politik serta peningkatan pendapatan.35 Akibat adanya bantuan program Kudumbashree ini, lebih dari 50% perempuan Kerala telah memiliki sumber pendapatan yang tetap dan mengurangi kemiskinan di daerah tersebut secara signifikan.36 Program ini pada dasarnya telah membuat perempuan memiliki akses terhadap aktivitas produksi serta membangun suatu siklus pelatihan keberlanjutan yang akan membantu perempuan lain untuk mensukseskan upaya bisnis mereka. Melalui program Kudumbashree ini, perempuan Kerala lebih diberdayakan melalui kemampuannya untuk mengatur usaha kecil serta memperoleh pendapatan.37 Sedangkan pada program e-Seva, keberhasilan upaya pemberdayaan perempuan melalui pelatihan e-commerce terlihat secara signifikan pula. Sebagai program pemerintah, dana sebesar USD$2,300 untuk membangun Pusat-Pusat eSeva diberikan oleh pemerintah daerah dalam bentuk pinjaman. Secara keseluruhan, e-Seva Centers ini telah memberikan keuntungan sebesar USD$100,000 bagi wilayah Andhra Pradesh setiap tahunnya. Secara rinci, pusat besar akan mendapatkan keuntungan sekitar US$320 per bulan, dan pusat kecil akan mendapatkan keuntungan sekitar US$90. 38 Rata-rata pendapatan yang diperoleh perempuan-perempuan e-Seva adalah sebesar US$45 per bulannya.39 Hal tersebut menunjukkan perkembangan hebat wilayah Andhra Pradesh yang sebelumnya memiliki tingkat buta huruf tinggi pada kalangan perempuan. Angkaangka
tersebut
memperlihatkan
upaya
pemberdayaan
perempuan
serta
pengurangan kemiskinan di wilayah Andhra Pradesh yang sukses. 40 Kunci kesuksesan program ini merupakan adanya bentuk pengawasan dan evaluasi rutin dari pemerintah maupun pemimpin setiap pusat e-Seva yang memungkinkan setiap permasalahan mendapat tanggapan tindakan secara cepat. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 35
TK Devasia, “Women on Top: Why this Kerala Self-Help Initiative is So Much in Demand By Political Parties,” Scroll, 1 November 2015, diakses 3 April 2016, http://scroll.in/article/745135/women-on-top-why-this-kerala-self-help-initiativeis-so-much-in-demand-by-political-parties 36 Dr. K. Venugopalan, “Influence of Kudumbasree on Women Empowerment: A Study,” IOSR Journal of Business and Management, Vol. 16, No. 10 (2014): 35-36 37 Maier, “Empowering Women Through ICT-Based Business Initiatives,” hal. 50 38 Swapna Veldanda dan Sanjay Jaju, “Women Providing Online Services: e-Seva Centres in Andhra Pradesh, India,” Women's IT Sector Enterprises, Agustus 2005, diakses 2 April 2016, http://www.womenictenterprise.org/eseva.htm 39 Swapna Veldanda, “e-Seva Centres in Andhra Pradesh,” Changemakers, diakses 6 April 2016, https://www.changemakers.com/girltech/entries/e-seva-centres-andhra-pradesh 40 Maier, “Empowering Women Through ICT-Based Business Initiatives,” hal. 52
15
3.3 Rekomendasi Penerapan Program Pelatihan Vokasi berbasis ECommerce Bagi Peningkatan Pemberdayaan Perempuan di Indonesia Dengan mengacu kepada program Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan
Anak,
sudah
terdapat
program
PPEP
(Peningkatan
Pemberdayaan Ekonomi Perempuan) yang berupaya untuk meningkatkan kapasitas perempuan dibidang ekonomi namun lebih terfokus pada perempuan di perdesaan dan sektor pertanian menjadi prioritas program tersebut. Dalam hal ini, rekomendasi tulisan ini mengajukan adanya pelibatan program pelatihan vokasi berbasis e-commerce sebagai program baru dalam skema strategi PPEP. Rekomendasi program pelatihan vokasi ini diharapkan dapat berlangsung beriringan dengan program pemberdayaan ekonomi perempuan dan Model Desa Prima yang sudah ada dalam mandat Kementerian PPPA. Berkaca kepada dua kasus penerapan program pelatihan vokasi berbasis ecommerce di India, penulis percaya bahwa program pelatihan seperti ini dapat meningkatkan pemberdayaan perempuan di Indonesia melalui upaya peningkatan akses pekerjaan serta pemerolehan pendapatan. Program pelatihan yang penulis usulkan merupakan sebuah bentuk program pelatihan terintegrasi dari pemerintah kepada perempuan-perempuan yang tidak berpenghasilan maupun miskin terkait penggunaan teknologi untuk meningkatkan daya saing mereka secara ekonomi. Melalui studi kasus di atas, terlihat bahwa dibutuhkan upaya pembentukan kelompok-kelompok mandiri berbasis masyarakat yang mendapatkan pengawasan serta bantuan langsung dari pemerintah daerah. Dengan mempelajari strategi yang digunakan program Kudumbashree, penulis menganalisis bahwa terdapat empat langkah utama yang perlu laksanakan dalam program pelatihan vokasi untuk mensukseskan program pelatihan vokasi berbasis e-commerce ini. Pertama merupakan pembentukan kelompok perempuan kolektif mandiri untuk memetakan perempuan-perempuan yang membutuhkan bantuan pelatihan vokasi demi menjamin keberlanjutan program. Target program ini antara lain merupakan perempuan yang tidak bekerja, bekerja namun tidak dibayar, serta yang bekerja namun tergolong tidak mampu. Pembentukan kelompok mandiri ini berbasis komunitas lokal sehingga implementasi program tersebut efektif, terfokus, dan dapat menjamin keberlanjutan pada setiap daerah yang ditargetkan.
16
Kedua merupakan pemberian pelatihan peningkatan kemampuan yang berbasis e-commerce. Pelatihan yang diberikan mencakup empat keterampilan utama, yaitu keterampilan mengenai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dasar (seperti penggunaan surat elektronik, penggunaan halaman web, penggunaan aplikasi perdagangan elektronik seperti toko daring); keterampilan dasar praktik managemen dan bisnis; keterampilan dalam pelaksanaan pemasaran produk; keterampilan dalam mengatur sebuah usaha atau bisnis daring. Ketiga merupakan pembentukan sistem pemberian modal awal. Pemberian modal ini akan disesuaikan dengan program PPEP yang sudah memiliki mekanisme matang dalam memberikan modal awal berbentuk barang (in-kind) seperti penyediaan telepon pintar. Dalam sistem modal awal ini, dana dapat berasal dari anggaran pemerintah daerah langsung, koperasi, maupun melalui Program Kelompok Usaha
Bersama
(KUBE).
Terakhir
merupakan
pembentukan
sistem
pengawasan dan evaluasi melalui laporan oleh setiap kelompok mandiri yang akan diberikan kepada penanggung jawab PPEP tingkat lokal atau daerah. Sistem pengawasan bertujuan untuk menjamin keberlangsungan dan kefektifan program.
3.4 Langkah Implementasi Program Pelatihan Vokasi berbasis E-Commerce Bagi Pemberdayaan Perempuan di Indonesia Dalam langkah implementasi program pelatihan vokasi berbasis e-commerce ini, terdapat kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta komunitas masyarakat. Penulis melihat bahwa terdapat tiga tahapan yang diperlukan untuk menjamin keberlangsungan program secara efektif, yaitu tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan program, serta tahapan pengawasan. Pada
tahap
persiapan,
upaya
yang
perlu
dilakukan
merupakan
pengintegrasian program pelatihan vokasi berbasis e-commerce dalam strategi Peningkatan
Pemberdayaan
Ekonomi
Perempuan
yang
dirancang
oleh
Kementerian PPPA. Persiapan ini meliputi pembuatan standar pelaksanaan atau pedoman umum program pelatihan berbasis e-commerce yang melibatkan kurikulum program pelatihan berstandar, serta penyediaan pelatih awal dari Kementerian PPPA yang mengajarkan kemampuan dibidang perdagangan elektronik. Kurikulum yang berstandar meliputi aspek pelatihan pada empat
17
bidang yang sebelumnya telah disebutkan, yaitu keterampilan mengenai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dasar; keterampilan dasar praktik managemen dan bisnis; keterampilan dalam pelaksanaan pemasaran produk; serta keterampilan dalam mengatur sebuah usaha atau bisnis daring. Kementerian PPPA juga perlu mengalokasikan dana dari anggaran PPEP untuk pelaksanaan program pelatihan vokasi berbasis e-commerce ini. Pada tahap pelaksanaan program, Kementerian PPPA diharapkan turut berkoordinasi dengan pemerintahan daerah (kota, kecamatan, kelurahan, dan desa) serta pengurus komunitas masyarakat (seperti PKK) untuk membentuk sejumlah kelompok mandiri di daerah tujuan program yang akan menjadi angkatan perdana dari pelaksanaan program ini. Kemudian, pelatih awal yang disediakan oleh Kementerian PPPA akan mengajarkan kurikulum yang telah dirancang kepada kelompok-kelompok mandiri perdana pada daerah-daerah yang menjadi tujuan. Adanya pelatih awal dan kelompok mandiri perdana dimaksudkan untuk membangun sebuah siklus pelatihan yang berkelanjutan dalam suatu wilayah sehingga masyarakat tidak bergantung pada pemerintah. Langkah selanjutnya merupakan pemberian modal awal dalam bentuk barang (in-kind) kepada mereka yang berupaya untuk membangun sebuah usaha berbasis ecommerce dengan mengikuti standar operasi yang sudah ada pada sistem penyediaan modal awal dalam program PPEP. Modal tersebut dapat berupa telepon pintar maupun penyediaan halaman web bisnis daring. Terakhir, pada tahap pengawasan dan evaluasi, setiap kelompok diharapkan memberikan laporan atas peranan pelatihan vokasi berbasis e-commerce dalam meningkatkan keberdayaan ekonomi mereka. Laporan tersebut akan diberikan kepada penanggung jawab program PPEP di tingkat daerah (seperti Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana di tingkat Kota) yang kemudian akan disampaikan kepada Kementerian PPPA. Tujuan laporan tersebut adalah untuk mengevaluasi seberapa efektif program pelatihan vokasi berbasis perdagangan elektronik ini berdampak terhadap peningkatan keberdayaan ekonomi perempuan di daerah tujuan. Dengan demikian, jika terdapat permasalahan atau ketidakefektifan program, dapat diberikan tanggapan langsung oleh pemerintah.
18
BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan Berdasarkan uraian mengenai pemberdayaan perempuan di Indonesia, penulis menilai bahwa masalah pemberdayaan perempuan masih sangat tampak dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Adanya ekspektasi peran perempuan dilingkup domestik serta ketidaksetaraan kesempatan bagi perempuan telah berkontribusi terhadap banyaknya perempuan Indonesia yang tidak produktif. Hal tersebut tercermin dari rendahnya angka perempuan yang tidak bekerja serta pada sektor informal jika dibandingkan dengan angka laki-laki dalam sektor pekerjaan. Permasalahan ini memicu peranan aktif pemerintah dalam upaya meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi. Pada dasarnya, sudah terdapat program pemberdayaan perempuan seperti PPEP dan P3EL yang memiliki peranan dalam meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan pada sejumlah daerah pedesaan. Sayangnya, implementasi program-program tersebut belum menyeluruh sehingga mendorong terbentuknya solusi yang lebih inklusif. Pelatihan
vokasi
telah
menjadi
solusi
bagi
upaya
meningkatkan
pemberdayaan perempuan di berbagai wilayah, terutama bagi yang memiliki pendidikan rendah atau tidak dapat meninggalkan peranan domestiknya. Penulis percaya bahwa dengan adanya pelatihan vokasi berbasis e-commerce, perempuan dapat meningkatkan daya saingnya dalam dunia yang terintegrasi secara jaringan elektronik ini. Pelatihan vokasi berbasis e-commerce menjadi upaya yang strategis untuk meningkatkan kemampuan daya saing perempuan secara ekonomi tanpa harus memaksa perempuan-perempuan keluar dari daerah domestiknya. Perempuan akan diberi pelatihan secara terintegrasi dari program ini serta diberikan modal awal oleh pemerintah. Dengan demikian, pelatihan vokasi berbasis e-commerce ini dapat memberdayakan perempuan secara signifikan pada bidang ekonomi. Penerapan pelatihan vokasi berbasis e-commerce diharapkan berhasil karena merupakan bentuk pemberdayaan perempuan yang strategis dan sesuai dengan kebutuhan perempuan yang ingin menyeimbangkan peranan sebagai pengurus
rumah tangga serta peningkatan pemberdayaan ekonominya. Terlebih lagi, kesuksesan program vokasi yang telah dibuktikan melalui keberhasilan program Kudumbashree dan e-Seva di India menjadi pendorong terbentuknya kebijakan konkrit terhadap pelatihan vokasi berbasis e-commerce ini.
4.2 Rekomendasi Penulis memberikan rekomendasi kepada Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak untuk mengintegrasikan program pelatihan vokasi berbasis ecommerce yang mengedepankan empat langkah utama: 1. Pembentukan kelompok perempuan mandiri berbasis komunitas; 2. Pemberian pelatihan peningkatan kemampuan yang berbasis e-commerce (seperti pelatihan keterampilan teknologi informasi dan komunikasi dasar, dan pelatihan keterampilan pengaturan bisnis daring); 3. Pembentukan sistem pemberian modal awal; 4. Pembuatan sistem pengawasan dan evaluasi. Setelah pelaksanaan analisis kondisi upaya pemberdayaan perempuan di Indonesia serta perbandingan dengan kasus serupa di negara lain, penulis melihat bahwa dibutuhkan peranan kolaboratif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta komunitas masyarakat untuk mensukseskan program pelatihan vokasi berbasis e-commerce ini. Dalam hal ini, penulis melihat bahwa peranan pemerintah dalam mempersiapkan pedoman umum pelaksanaan pelatihan dan kurikulum vokasi yang terintegrasi, penyediaan pelatih perdana, serta sistem modal awal dapat memberikan tindakan pemberdayaan yang signifikan bagi perempuan-perempuan di Indonesia, terutama yang tidak bekerja dan berada pada golongan tidak mampu. Perlu diingat kembali bahwa pelaksanaan tidak akan tercapai secara penuh jika tidak terdapat upaya untuk mengawas dan mengevaluasi. Dengan demikian, pemerintah juga perlu melibatkan upaya pelembagaan sistem pengawasan dan evaluasi untuk menjamin keberlangsungan serta efektivitas program pelatihan vokasi berbasis perdagangan elektronik ini.
20
DAFTAR PUSTAKA
Buku Moser, Caroline O. N. 1993. Gender Planning and Development: Theory. Practice. and Training. New York: Routledge. 37-54. Pearce, Diana M. 1993. “The Feminization of Poverty.” Dalam Feminist Frameworks. ed. Alison M. Jaggar dan Paula S. Rothenberg. 3rd Edition. New York: McGraw-Hill. 290-297. Steans, Jill. 1998. “Gender. Feminism and International Relations.” dalam Gender and International Relations: An Introduction. Cambridge: Polity Press. Tickner, J. Ann. 2001. “Troubled Encounters: Feminism Meets IR.” Gendering World Politics: Issues and Approaches in the Post-Cold War Era. New York: Columbia University Press.
Artikel, Jurnal, dan Laporan Hujer, Reinhard. 2004. “The Effects of Vocational Training Programmes on the Duration of Unemployment in Eastern Germany.” IZA. Discussion Paper, No. 1117. ILO. 2003. “Strategi Pengarusutamaan Gender 2003-2005.” ILO Jakarta. Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional. 1-27. John, Jacob. 2009. A Study on Kudumbashree Project: Performance. Impact and Lessons for other States. India: Planning Commision of India. Kementerian PPPA. 2012. Kebijakan dan Strategi Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP). Jakarta: Kementerian PPPA. 1-42. Maier, Sylvia. 2007. “Empowering Women Through ICT-Based Business Initiatives: An Overview of Best Practices in E-Commerce/E-Retailing Projects.” Information Technologies and International Development. Vol. 4. No. 2. 43-60. Mobarak, Ahmed Mushfiq, et al.. 2015. Gender Differences in the Effects of Vocational Training: Constraints on Women and Dropout Behavior. Yale University. 1-25.
21
Padmannavar, Sunita S. 2011. “A Review on E-Commerce Empowering Women.” International Journal of Computer Science and Telecommunications. Vol. 2. Iss. 8. 74-78. UN Women. 2011. Women Empowerment Principles: Equality Means Business. 2nd Edition. New York: UN Global Compact. UNESCO. 2008. Technology-Based Vocational Skills Training for Marginalized Girls and Young Women. Bangkok: UNESCO. 1-18. Venugopalan, Dr. K. “Influence of Kudumbasree on Women Empowerment: A Study.” IOSR Journal of Business and Management. Vol. 16. No. 10. 2014. 35-44.
Sumber Digital dan Internet “Kudumbashree: A Silent Revolution.” Kerala. Diakses 3 April 2016. https://www.kerala.gov.in/keralacalljan04/p35-36.pdf. “Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan Serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak.” UNTUK NKRI. 2 Juli 2014. Diakses 2 April 2016. http://untuknkri.org/peningkatan-kualitas-kehidupan-dan-peranperempuan-serta-kesejahteraan-dan-perlindungan-anak. “Perkembangan Bisnis e-Commerce di Indonesia Melesat.” JPNN. 27 April 2015. Diakses 2 April 2016. http://www.jpnn.com/read/2015/04/27/300672/Perkembangan-Bisnis-eCommerce-di-Indonesia-Melesat-/page2. BPPKB. “Pemberdayaan Perempuan Lewat Ekonomi Produktif.” Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bogor. Diakses 2 April 2016. http://bppkb.bogorkab.go.id/index.php/multisite/page/1279. BPS. “Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Tipe Daerah. Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan. 2009-2013.” Badan Pusat Statistik. Diakses 1 April 2016. https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1614.
22
Devasia, T.K. “Women on Top: Why this Kerala Self-Help Initiative is So Much in Demand By Political Parties.” Scroll. 1 November 2015. Diakses 3 April 2016. http://scroll.in/article/745135/women-on-top-why-this-keralaself-help-initiative-is-so-much-in-demand-by-political-parties. Kementerian PPPA. “Ketenagakerjaan.” Kementerian PPPA. 12 Juni 2014. Diakses 2 April 2016. http://www.kemenpppa.go.id/index.php/datasummary/profile-perempuan-indonesia/634-ketenagakerjaan. Kementerian PPPA. Data Terpilah dalam Pembangunan Prasarana dan Sarana Pertanian. Kementerian Pertanian. 12 Desember 2013. Diakses 2 April 2016. http://psp.pertanian.go.id/assets/file/DATA%20TERPILAH%20DALAM %20PEMBANGUNAN%20PRASARANA%20DAN%20SARANA%20P ERTANIAN.pdf. Oomen, Dr. M. A. “Committee Report of Kudumbashree.” Kudumbashree. Diakses 3 April 2016. http://www.kudumbashree.org/information/MA%20Oommen%20Report.p df?q=vision. UNDP. “Work for Human Development: Briefing Note. Indonesia.” Human Development Report. 2015. Diakses 2 April 2016. http://hdr.undp.org/sites/all/themes/hdr_theme/country-notes/IDN.pdf. Veldanda, Swapna. “e-Seva Centres in Andhra Pradesh.” Changemakers. Diakses 6 April 2016. https://www.changemakers.com/girltech/entries/e-sevacentres-andhra-pradesh. Veldanda, Swapna dan Sanjay Jaju. “Women Providing Online Services: e-Seva Centres in Andhra Pradesh. India.” Women's IT Sector Enterprises. Agustus 2005. Diakses 2 April 2016. http://www.womenictenterprise.org/eseva.htm.
23