PENINGKATAN NILAI GIZI MI BASAH DENGAN FORTIFIKASI SAWI HIJAU DAN UMBI BIT
BUDI SUPRIYANTO
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Sawi Hijau dan Umbi Bit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013
Budi Supriyanto NIM G44104023
ABSTRAK BUDI SUPRIYANTO. Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Sawi Hijau dan Umbi Bit. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO dan DEWI APRI ASTUTI. Mi adalah makanan berbahan baku utama tepung terigu yang paling banyak dikonsumsi kedua di dunia setelah roti. Berbagai pengembangan diperlukan untuk memproduksi mi yang bergizi tinggi, salah satunya ialah fortifikasi dengan sayuran. Penelitian ini bertujuan meningkatkan kandungan gizi mi basah melalui fortifikasi sayuran sawi hijau dan umbi bit. Parameter yang dianalisis meliputi proksimat, kadar vitamin C, kadar besi dan kalsium, dan aktivitas antioksidan. Hasil analisis dibandingkan dengan mi kontrol (tanpa fortifikasi). Kadar karbohidrat meningkat 1.4 dan 0.2%, dan kadar serat kasar dari semula tidak terdeteksi menjadi 0.24 dan 0.17%, berturut-turut untuk mi sawi hijau dan mi bit. Kandungan vitamin C mi sawi hijau meningkat 10 kali dan mi bit 2 kali dibandingkan dengan mi kontrol. Fortifikasi sawi hijau meningkatkan kandungan besi dan kalsium sebesar 40 dan 21%. Aktivitas antioksidan terbaik ditunjukkan oleh mi bit, dengan nilai % inhibisi pada konsentrasi 20 ppm sebesar 2.97% terhadap radikal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa fortifikasi sawi hijau meningkatkan kandungan serat kasar, vitamin C, besi, dan kalsium, sedangkan fortifikasi umbi bit meningkatkan kandungan serat kasar, vitamin C, dan aktivitas antioksidan. Kata kunci: antioksidan, fortifikasi, mi, serat kasar, vitamin C
ABSTRACT BUDI SUPRIYANTO. Increasing of Nutritional Value from Noodles with Mustard Green and Beet Fortification. Supervised by IRMA HERAWATI SUPARTO and DEWI APRI ASTUTI. Noodles is a flour-based food which is the second most consumed in the world after bread. Various modifications are needed in order to produce nutritious noodles, one of them is fortification with vegetables. This study aimed to increase the nutritional content of noodles through the fortification with green mustard and beet. Parameters analyzed including proximate, vitamin C content, iron and calcium contents, and antioxidant activity. The results were compared with control noodles (without fortification). Carbohydrate content increased 1.4 and 0.2%, and crude fiber content increased to 0.24 and 0.17% for mustard green and beet noodles, respectively. The vitamin C content in green mustard noodles increased 10 times and beet noodles increased twice compared with the control noodles. Fortification with green mustard increased the iron and calcium contents 40 and 21%, respectively. The best antioxidant activity was showed by beet noodles with % inhibition at 20 ppm of 2.97% against 1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl (DPPH) radical. Based on these results, it can be concluded that fortification with green mustard increased the crude fiber, vitamin C, iron, and calcium contents, while the beet fortification increased the crude fiber and vitamin C contents as well as the antioxidant activity. Key words: antioxidant, crude fiber, fortification, noodles, vitamin C
PENINGKATAN NILAI GIZI MI BASAH DENGAN FORTIFIKASI SAWI HIJAU DAN UMBI BIT
BUDI SUPRIYANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Sawi Hijau dan Umbi Bit Nama : Budi Supriyanto NIM : G44104023
Disetujui oleh
Dr dr Irma Herawati Suparto, MS Pembimbing I
Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah gizi makanan, dengan judul Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Sawi Hijau dan Umbi Bit yang telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2012 di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia FMIPA dan Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr dr Irma Herawati Suparto, MS selaku pembimbing pertama dan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberikan saran, arahan, semangat, dan doa selama penulis melaksanakan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Syawal, Bapak Soenarsa, Bapak Mulyadi, dan Ibu Nurul dari Laboratorium Kimia Anorganik, Ibu Endang beserta staf Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, Bapak Wawan dan Bapak Eko dari Laboratorium Bersama yang telah membantu selama penelitian ini berlangsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayah, Ibu, Kakak, serta seluruh keluarga atas segala kasih sayang, doa, semangat, dan motivasi selama masa studi hingga penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Bapak Willy dan Bapak Hendry selaku pemilik kedai Mi Ayam Kangkung Awi yang telah menyediakan sampel mi. Ucapan terima kasih juga kepada Yoseph, Mely, Dhoni, Marina, Aziz, Salman, Bagus, Jati, dan temanteman Alih Jenis Kimia angkatan 4 atas segala bantuan, kebersamaan, dan masukan selama penelitian berlangsung, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis selama penelitian ini berlangsung. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk penulis maupun pembaca dan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Mei 2013
Budi Supriyanto
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Alat dan Bahan Pembuatan Bubur Sawi Hijau dan Umbi Bit Pembuatan Mi Kontrol dan Mi Fortifikasi Analisis Proksimat Analisis Kadar Vitamin C Analisis Kadar Besi dan Kalsium Aktivitas Antioksidan Metode DPPH Rancangan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Mi Kontrol dan Mi Fortifikasi Hasil Analisis Proksimat Kadar Vitamin C Kadar Besi dan Kalsium Aktivitas Antioksidan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
vii vii 1 2 2 2 2 2 3 4 5 5 6 6 6 7 8 9 11 13 13 13 13 30
DAFTAR GAMBAR 1 Sawi hijau (a), umbi bit (b), mi kontrol (c), mi sawi hijau (d), dan mi bit (e) 2 Kadar vitamin C mi basah 3 Kadar besi dan kalsium mi basah 4 Persen inhibisi radikal bebas DPPH oleh standar vitamin C 5 Persen inhibisi radikal bebas DPPH oleh sampel mi basah 6 Struktur senyawa betanin
6 9 10 11 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 Bagan alir metode penelitian 2 Bagan alir pembuatan bubur sayuran 3 Bagan alir pembuatan mi basah 4 Hasil analisis uji proksimat 5 Syarat mutu mi basah menurut SNI 01-2987-1992 6 Hasil analisis kadar vitamin C 7 Hasil analisis kadar besi 8 Hasil analisis kadar kalsium 9 Acuan label gizi produk pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan 10 Hasil analisis aktivitas antioksidan DPPH
16 17 18 19 20 21 23 25 27 28
PENDAHULUAN Laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat telah menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah kekhawatiran timbulnya masalah krisis pangan. Salah satu program pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional adalah dengan program diversifikasi pangan, yaitu pencarian dan pengembangan bahan pangan alternatif pengganti beras. Bahan pangan tersebut antara lain umbi-umbian seperti ubi kayu dan ubi jalar, jagung, tepung terigu, dan tepung sagu. Tepung terigu adalah bahan makanan yang diproduksi dari tanaman gandum dan merupakan komoditas impor. Indonesia menjadi salah satu negara importir gandum terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 2010, impor gandum Indonesia sebesar 4.82 juta ton (Deptan 2011). Upaya mewujudkan ketahanan pangan masih banyak mengalami hambatan dan permasalahan, terutama karena ketersediaan pangan jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah permintaan pangan yang disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, naiknya daya beli masyarakat, dan perubahan selera konsumsi masyarakat (Nurdin 2011). Mi adalah salah satu jenis makanan alternatif yang berbahan baku utama tepung terigu dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia mulai dari anakanak, remaja, sampai orang dewasa. Sebagai makanan berbahan baku tepung terigu, mi adalah produk makanan yang paling banyak dikonsumsi kedua di dunia setelah roti (Bergman et al. 1994, Torres et al. 2007). Hampir seluruh dunia menyukai mi dikarenakan murah, mudah membuatnya, enak, dan tahan lama disimpan (Pagani 1986). Penambahan bahan lain seperti sayur-sayuran dan umbiumbian ke dalam adonan mi dapat mengurangi kebergantungan pada tepung terigu sebagai bahan baku utama sekaligus memberdayakan potensi sumber daya produk bahan pangan lokal. Selain itu, penambahan ini juga dapat meningkatkan kandungan gizi mi. Penambahan satu atau lebih zat gizi ke bahan pangan dinamakan fortifikasi, bertujuan meningkatkan konsumsi zat gizi yang ditambahkan sehingga memperbaiki status gizi orang yang mengonsumsinya. Beberapa hasil penelitian di antaranya Prabhasankar et al. (2008) melaporkan bahwa rumput laut cokelat India yang dicampurkan hingga 2.5% (b/b) ke dalam bahan baku pembuatan mi dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Penambahan tepung ikan sebagai bahan campuran pembuatan mi instan dapat meningkatkan kadar protein dan kadar kalsium (Muhajir 2007). Pembuatan mi basah dengan penambahan wortel dapat meningkatkan kadar air, protein, βkarotena (vitamin A), kadar abu, dan nilai organoleptik (Harahap 2007, Nasution et al. 2006). Sementara penambahan ubi jalar varietas unggulan dapat meningkatkan kadar β-karotena dalam mi kering (Affy 2007). Menurut Mahmud et al. (2008), sawi hijau mengandung berbagai macam makronutrien di antaranya adalah protein (1.7 g/100 g), lemak (0.4 g/100 g), karbohidrat (3.4 g/100 g), serta mikronutrien berupa kalsium (123 mg/100 g) dan besi (1.9 mg/100 g). Sementara umbi bit mengandung makronutrien berupa protein (1.6 g/100 g), lemak (0.1 g/100 g), karbohidrat (9.6 g/100 g), serta mikronutrien berupa kalsium (2.7 mg/100 g), dan besi (1 mg/100 g). Penelitian ini bertujuan meningkatkan kandungan gizi mi basah melalui fortifikasi sayuran sawi hijau dan umbi bit.
METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan dengan cara mengambil sampel secara acak di lapangan sebanyak 2 kali dan diuji di laboratorium. Tahapan penelitian meliputi pembuatan bubur sawi hijau dan umbi bit serta pembuatan mi kontrol dan mi fortifikasi. Tahap analisis meliputi analisis kandungan makronutrien dengan metode proksimat (air, abu, lemak, protein, serat kasar, dan karbohidrat), kandungan mikronutrien berupa analisis vitamin C dengan titrasi iodometri, analisis kandungan mineral besi dan kalsium dengan spektrofotometer serapan atom (SSA), serta pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode 1,1-difenil-2pikrilhidrazil (DPPH). Bagan alir penelitian ditunjukkan pada Lampiran 1. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan ialah alat-alat kaca, blender, neraca digital, neraca analitik, cawan porselen, oven, tanur, desikator, pembakar bunsen, radas soxhlet, labu kjeldahl, corong büchner, pengaduk magnetik, vorteks, spektrofotometer ultraviolet-tampak Pharmaspec 1700 Shimadzu, dan SSA Shimadzu AA 7000. Bahan-bahan yang digunakan ialah akuades, akuabides, sampel mi (mi kontrol, mi sawi, dan mi bit) dari kedai mi ayam kangkung Awi, n-heksana, selen, H2SO4 pekat, NaOH, Na2S2O3, H3BO3, indikator hijau bromokresol-merah metil (BCG-MM), HCl, etanol, amilum 1%, iodium, HNO3 pekat, metanol, DPPH 0.1 mM, standar vitamin C (asam askorbat), dan kertas saring. Pembuatan Bubur Sawi Hijau dan Umbi Bit Sawi hijau dan umbi bit yang masih segar dicuci dengan air bersih, lalu ditimbang. Bonggol sawi dibuang, daunnya dipotong kecil-kecil kemudian diblender sampai halus. Umbi bit juga dipotong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan diblender sampai halus. Pembuatan bubur sayuran secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Pembuatan Mi Kontrol dan Mi Fortifikasi Tepung terigu sebagai bahan baku utama dicampur dengan air yang telah ditambahkan penambah rasa dan telur, kemudian diaduk sampai semua bahan tercampur. Campuran lalu ditekan-tekan sampai didapatkan adonan yang menyatu dan kenyal. Adonan selanjutnya ditipiskan dengan bantuan mesin, dipotong menjadi untaian-untaian mi, dan ditimbang kurang lebih 100 g per takaran saji. Mi ini selanjutnya disebut sebagai mi kontrol. Fortifikasi sayuran dilakukan dengan menambahkan bubur sawi hijau dan umbi bit ke dalam campuran adonan mi sehingga menghasilkan mi sawi hijau dan mi bit. Setiap mi dibuat 2 kali ulangan pada hari yang berbeda. Proses pembuatan mi basah selengkapnya diberikan di Lampiran 3.
3
Analisis Proksimat (AOAC 2007) Kadar Air Cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 98–100 °C, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 1 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut, lalu cawan beserta isinya dimasukkan kembali ke dalam oven bersuhu 98–100 °C selama kurang lebih 5 jam atau sampai bobotnya konstan. Setelah itu, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. adar air
t am e – t kering t am e
Kadar Abu Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 550 ºC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut, dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap, lalu diabukan di dalam tanur pada suhu 550 ºC sampai bobotnya konstan (selama 2–4 jam) atau sampai terbentuk abu berwarna abu-abu. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. adar a
ta t am e
Kadar Lemak Metode Soxhlet Labu bulat dikeringkan dalam oven bersuhu 100–110 ºC, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 2 g sampel ditimbang, kemudian dibungkus dengan kertas saring membentuk thimble, dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut n-heksana. Refluks dilakukan selama 6 jam, lalu pelarut dalam labu lemak didistilasi. Labu yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam atau sampai bobotnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. adar emak
t emak terek trak t am e
Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldahl Sebanyak 0.1 g sampel ditimbang lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 mL dan ditambahkan 0.25 g selen dan 3 mL H2SO4 pekat. Sampel dididihkan (didestruksi) selama 1–1.5 jam sampai larutan menjadi jernih. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat distilasi, dibilas dengan akuades 1–2 mL sebanyak 5–6 kali, dan ditambahkan 8–10 mL larutan NaOH-Na2S2O3. Gas NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat distilasi ditangkap oleh 5 mL H3BO3 dalam erlenmeyer yang telah ditambahkan 2–4 tetes indikator BCG-MM. Sebanyak 15 mL kondensat diencerkan menjadi 50 mL, lalu dititrasi dengan HCl 0.1 N yang sudah distandardisasi. Penetapan blangko menggunakan metode yang sama seperti pada penetapan sampel.
4
adar
m
am e – m
adar r tein
angk t am e akt r k n er i
Kadar Serat Kasar Sebanyak 1 g sampel dicampurkan dengan 100 mL H2SO4 1.25%, lalu dipanaskan sampai mendidih dan didestruksi selama 30 menit. Hasil destruksi disaring menggunakan kertas saring dan corong büchner. Residu dibilas dengan 25 mL air mendidih dan 25 mL NaOH 1.25% mendidih masing-masing 3 kali. Residu lalu didestruksi kembali dengan 100 mL NaOH 1.25% selama 30 menit. Hasil destruksi disaring menggunakan kertas saring dan corong büchner, dan dibilas berturut-turut dengan 25 mL air mendidih, 25 mL H2SO4 1.25% mendidih, dan 25 mL etanol masing-masing 3 kali. Residu dan kertas saring dipindahkan ke cawan porselen dan dikeringkan dalam oven pada suhu 130 ºC selama 2 jam. Setelah dingin, ditimbang bobotnya, lalu dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 ºC selama 30 menit. Cawan kemudian didinginkan dan ditimbang kembali bobotnya. adar erat ka ar
t erat ka ar t am e
Kadar Karbohidrat Kadar karbohidrat (% b/b) = 100% – (P + KA + A + L + SK) Keterangan: P = kadar protein (%) KA = kadar air (%) A = kadar abu (%) L = kadar lemak (%) SK = kadar serat kasar (%)
Analisis Kadar Vitamin C (Rahayu et al. 2010) Kadar vitamin C ditentukan dengan metode titrasi iodometri. Sampel ditimbang 200–300 g dan dihancurkan dalam blender hingga diperoleh slurry. Sebanyak 20 g slurry dimasukkan dalam labu takar 100 mL dan ditambah akuades sampai 100 mL, lalu disaring. Filtrat dipipet 25 mL ke dalam erlenmeyer 125 mL, lalu ditambahkan 2 mL larutan amilum 1% dan dititrasi dengan larutan standar iodium 0.01 N. Kadar vitamin C (asam askorbat) dihitung dengan rumus sebagai berikut m i di m
mg a am a k r at
5
Analisis Kadar Besi dan Kalsium (Apriyantono et al. 1989) Sampel untuk pengukuran kadar besi dan kalsium diabukan kering terlebih dahulu. Sebanyak 1 g sampel ditimbang ke dalam cawan porselen lalu dipanaskan di atas pembakar bunsen sampai tidak mengeluarkan asap. Cawan dipindahkan ke dalam tanur dan dipanaskan pada suhu 300 ºC sampai semua karbon berwarna keabuan, kemudian suhu dinaikkan sampai 600 ºC selama 2–3 jam. Abu yang diperoleh dilarutkan dengan 2 mL HNO3 pekat dan dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL. Larutan diencerkan dengan akuabides sampai tanda tera lalu disaring dan dipindahkan ke dalam botol uji untuk diukur absorbansnya. Larutan standar besi, standar kalsium, blangko, dan sampel diukur absorbansnya menggunakan SSA. adar e i ka
–
m
Keterangan: a = konsentrasi larutan sampel (ppm) b = konsentrasi larutan blangko (ppm) V = volume ekstrak (mL) W = bobot sampel (g)
Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Andayani et al. 2008) Sebanyak 0.1 g sampel mi dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 100 mL, lalu volumenya ditepatkan sampai tanda tera (larutan induk 1000 ppm). Larutan induk dipipet sebanyak 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, dan 0.5 mL masing-masing ke dalam labu takar 25 mL untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm. Sebanyak 3.8 mL DPPH 0.1 mM dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0.2 mL larutan uji tersebut, lalu divorteks selama 1 menit sampai tercampur rata. Larutan didiamkan selama 30 menit dalam tabung gelap, lalu diukur absorbansnya pada panjang gelombang 515 nm. Blangko yang digunakan adalah metanol. Sebagai pembanding digunakan standar vitamin C (asam askorbat) dengan kadar tertentu (1, 2, 3, 4, dan 5 ppm) dengan perlakuan yang sama dengan ekstrak. Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan absorbans larutan DPPH akibat penambahan sampel. Perubahan absorbans larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan ekstrak dihitung sebagai persen inhibisi dengan rumus sebagai berikut n i ii
angk
– angk
am e
Rancangan Percobaan Percobaan dilakukan dengan observasi langsung pada proses pembuatan mi di lapangan dan pengujian di laboratorium. Sampel mi kontrol dan mi fortifikasi masing-masing diambil sebanyak 2 kali ulangan pada hari pembuatan yang berbeda. Kondisi pada saat pembuatan mi maupun pada saat pengujian di laboratorium dibuat semirip mungkin antarulangan perlakuan. Semua data hasil analisis yang diperoleh dari setiap ulangan perlakuan disajikan secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Mi Kontrol dan Mi Fortifikasi Mi yang dibuat dalam penelitian ini terdiri atas 2 jenis, yaitu mi kontrol tanpa fortifikasi dan mi yang telah difortifikasi sawi hijau (mi sawi hijau) dan umbi bit (mi bit). Mi sawi hijau dibuat dari campuran tepung terigu dan bubur sawi hijau dengan nisbah 3:1, sedangkan mi bit dibuat dari campuran tepung terigu dan umbi bit dengan nisbah 8:1. Jumlah sawi hijau dan umbi bit yang dicampurkan ke dalam adonan mi ditentukan berdasarkan hasil eksperimen. Komposisi tepung terigu-sawi hijau 3:1 menghasilkan mi dengan tekstur dan warna hijau yang menarik serta cita rasa yang baik. Nisbah lebih kecil menghasilkan mi yang berwarna pucat sehingga kurang menarik, sedangkan nisbah lebih besar menghasilkan warna yang terlalu (b)pekat dan tekstur yang kurang baik. Di sisi lain, komposisi tepung terigu-umbi bit 3:1 menghasilkan mi berwarna ungu pekat dengan tekstur yang kurang baik. Pigmen warna ungu yang sangat kuat menyebabkan penambahan sedikit saja umbi bit dapat menimbulkan perubahan warna yang tajam. Memperbesar nisbah ke 8:1 menghasilkan warna mi yang menarik tanpa memengaruhi cita rasa dan tekstur. Sawi hijau dan umbi bit serta mi basah hasil fortifikasi dapat dilihat pada Gambar 1.
(c) (d) (e) (a)
(b)
Gambar 1 Sawi hijau (a), umbi bit (b), mi kontrol (c), mi sawi hijau (d), dan mi bit (e)
7
Hasil Analisis Proksimat Hasil analisis proksimat mi basah yang difortifikasi maupun tanpa fortifikasi ditunjukkan pada Tabel 1 dan selengkapnya di Lampiran 4. Fortifikasi sawi hijau dan umbi bit secara umum dapat meningkatkan kadar air, serat kasar, dan karbohidrat jika dibandingkan dengan mi kontrol. Tabel 1 Hasil analisis kadar makronutrien metode proksimat Kadar (%) Jenis Mi
Air
Abu
Lemak
Protein
Serat kasar
Karbohidrat
Mi kontrol
27.24 ± 0.80
1.61 ± 0.40
1.05 ± 0.13
11.60 ± 0.29
tidak terdeteksi
58.51 ± 0.81
Mi sawi hijau
28.68 ± 0.09
1.67 ± 0.29
0.59 ± 0.33
9.49 ± 0.25
0.24 ± 0.06
59.33 ± 0.36
Mi bit
28.89 ± 0.43
1.55 ± 0.31
0.80 ± 0.12
9.98 ± 0.36
0.17 ± 0.07
58.60 ± 0.29
Berdasarkan Tabel 1, kadar air meningkat 5.3% pada mi sawi hijau dan 6.1% pada mi bit, sedangkan kadar abu meningkat 3.7% pada mi sawi hijau dibandingkan dengan mi kontrol. Kadar lemak dan protein mi hasil fortifikasi secara umum mengalami penurunan. Kadar lemak turun 43.8% pada mi sawi hijau dan 23.8% pada mi bit, sedangkan kadar protein turun 18.2% pada mi sawi hijau dan 14% pada mi bit dibandingkan dengan mi kontrol. Kandungan serat kasar mi hasil fortifikasi meningkat cukup tinggi, yaitu menjadi 0.24% pada mi sawi hijau dan 0.17% pada mi bit jika dibandingkan dengan mi kontrol yang tidak terdeteksi mengandung serat. Kadar karbohidrat mi hasil fortifikasi sedikit meningkat, yaitu 1.4% pada mi sawi hijau dan 0.2% pada mi bit dibandingkan dengan mi kontrol. Kenaikan nilai kadar air dapat mengurangi umur simpan mi basah hasil fortifikasi. Semakin tinggi kadar air dalam suatu bahan pangan, semakin tinggi pula kemungkinan bahan pangan tersebut rusak. Batas kadar air minimum untuk mikrob masih dapat tumbuh adalah sekitar 14–15% (Affy 2007). Analisis kadar abu dapat menggambarkan kandungan mineral dalam suatu bahan pangan. Semakin besar nilainya, semakin tinggi pula mineral yang terkandung di dalam bahan pangan (Ekafitri 2009). Kadar air untuk semua sampel mi basah yang dianalisis berkisar 27.24–28.89%, sedangkan kadar abu mi basah berkisar 1.55– 1.67%. Hasil ini masih sesuai dengan syarat mutu mi basah menurut SNI 012987-1992, yaitu 20–35% untuk kadar air dan maksimum 3% untuk kadar abu (Lampiran 5). Penurunan kadar lemak dan protein pada mi hasil fortifikasi dapat terjadi karena sumber utama penghasil lemak dan protein dalam mi, yaitu telur ayam dan tepung terigu berkurang jumlahnya akibat tersubstitusi oleh sawi hijau dan umbi bit. Jumlah lemak dan protein dalam telur ayam dan tepung terigu lebih besar daripada dalam sawi hijau dan umbi bit yang difortifikasikan. Oleh sebab itu, kandungan lemak dan protein di dalam mi hasil fortifikasi menurun dibandingkan dengan mi kontrol. Kadar lemak berkisar 0.59–1.05%, sedangkan kadar protein berkisar 9.49–11.60%. Hasil ini masih sesuai dengan syarat mutu mi basah menurut SNI 01-2987-1992, yaitu kadar protein minimum 8%.
8
Peningkatan cukup tinggi terjadi pada kadar serat kasar mi fortifikasi, yaitu menjadi 0.24% pada mi sawi hijau dan 0.17% pada mi bit, sedangkan pada mi kontrol tidak terdeteksi adanya kandungan serat kasar. Serat kasar adalah komponen bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penentuan kadar serat kasar, yaitu asam sulfat dan natrium hidroksida, sedangkan serat pangan adalah komponen bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, kadar serat kasar nilainya lebih rendah daripada kadar serat pangan karena bahan kimia memiliki kemampuan hidrolisis yang lebih besar dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan (Muchtadi 2001). Meskipun demikian, kadar serat kasar secara umum dapat digunakan sebagai parameter untuk memperkirakan kadar serat pangan dan nilainya saling berbanding lurus. Serat pangan mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan, di antaranya mampu mencegah berbagai jenis penyakit, terutama yang berhubungan dengan sistem pencernaan manusia seperti kanker usus besar, penyakit divertikular, penyakit kardiovaskular, dan obesitas (Muchtadi 2001). Keberadaan serat pangan dalam suatu bahan pangan sangat penting karena berhubungan dengan kebaikan fungsi tubuh dan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian, kenaikan kadar serat kasar paling tinggi diperoleh pada mi sawi hijau. Hal ini dapat disebabkan sayuran merupakan sumber penghasil serat pangan yang baik, dengan tingkat kolesterol yang rendah (Hanif et al. 2006). Penelitian Muchtadi (2001) melaporkan bahwa serat pangan total di dalam sawi hijau sebesar 51.07% bobot kering. Sementara menurut Mahmud et al. (2008), kandungan serat dalam setiap 100 g sawi hijau mentah adalah 1.2 g. Berdasarkan meningkatnya kandungan serat, mengonsumsi mi hasil fortifikasi ini diharapkan dapat memperbaiki sistem pencernaan, fungsi tubuh, dan bermanfaat untuk kesehatan. Karbohidrat berfungsi sebagai zat pembangun dan merupakan penghasil energi paling utama di dalam tubuh manusia. Hasil analisis menunjukkan kadar karbohidrat berkisar 58.51–59.33%. Kandungan karbohidrat yang tergolong tinggi disebabkan bahan baku utama mi basah adalah tepung terigu yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi. Oleh karena itu, mi basah berpotensi dijadikan salah satu makanan yang dapat berkontribusi sebagai sumber energi. Fortifikasi sawi hijau dan umbi bit dalam adonan mi hanya sedikit meningkatkan kandungan makronutrien, meliputi serat kasar dan karbohidrat. Kandungan protein dan lemak dalam mi sawi hijau dan mi bit secara umum menurun dibandingkan dengan mi kontrol. Akan tetapi, kandungan makronutrien secara keseluruhan masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Oleh karena itu, semua jenis mi tanpa maupun dengan fortifikasi dapat dijadikan salah satu makanan alternatif sebagai sumber zat gizi penunjang aktivitas dan kinerja tubuh. Kadar Vitamin C Kadar vitamin C dianalisis secara kuantitatif dengan metode titrasi iodometri. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 2 dengan perhitungan diberikan di Lampiran 6. Gambar 2 menunjukkan bahwa kadar vitamin C paling tinggi terdapat pada mi sawi hijau, yaitu 4.40 mg/100 g, diikuti oleh mi bit 0.99 mg/100 g dan mi kontrol 0.42 mg/100 g.
Kadar vitamin C (mg/100g)
9
5.00
4.40
4.00 3.00 2.00 0.99 1.00
0.42
0.00 Jenis mi
Mi kontrol
Mi sawi hijau
Mi bit
Gambar 2 Kadar vitamin C mi basah Kadar vitamin C pada mi sawi hijau meningkat sekitar 10 kali lipat dan mi bit 2 kali lipat jika dibandingkan dengan mi kontrol. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kandungan vitamin C dalam sawi hijau dan umbi bit serta perbedaan komposisi campuran adonan mi. Semakin besar komposisi sawi hijau dan umbi bit dalam campuran, semakin besar pula kandungan vitamin C keduanya dapat meningkatkan kandungan vitamin C mi yang dihasilkan. Menurut penelitian Ismail dan Fun (2003) terhadap 5 jenis sayuran hijau, sawi hijau memiliki kandungan vitamin C tertinggi, yaitu 114.7 mg/100 g, sedangkan menurut Delia et al. (2011), umbi bit memiliki kandungan vitamin C 33.840 mg/100 g. Vitamin C adalah vitamin larut-air yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tubuh, berhubungan dengan sistem reduksi-oksidasi, dan dapat mencegah berbagai jenis penyakit serta penting untuk sintesis DNA (Hanif et al. 2006). Vitamin C juga merupakan senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas sehingga sangat bermanfaat untuk kesehatan. Aktivitas antioksidan berbanding lurus dengan keberadaan vitamin C (Delia et al. 2011). Pengukuran kadar vitamin C secara titrasi termasuk metode konvensional, tetapi masih banyak dipergunakan hingga saat ini. Kekurangan metode ini antara lain sangat peka terhadap kondisi lingkungan, misalnya keberadaan cahaya dan panas yang dapat mengoksidasi vitamin C (Winarno 2008). Hasil analisis menunjukkan kandungan vitamin C dalam sampel mi kontrol, sedangkan bahan baku pembuatannya tidak ada yang mengandung vitamin C. Perubahan titik akhir titrasi yang secara kasatmata kurang jelas akibat warna filtrat mi kontrol yang agak kekuningan dan keruh diduga mengurangi ketelitian pengamatan titik akhir titrasi. Kadar Besi dan Kalsium Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3, peningkatan kadar besi dan kalsium hanya terjadi pada mi sawi hijau. Kadar besi meningkat menjadi 29.35 ppm, sedangkan kadar kalsium meningkat menjadi 71.56 ppm. Berdasarkan hasil ini, fortifikasi sawi hijau ke dalam adonan mi meningkatkan kandungan besi sebesar 40% dan kandungan kalsium sebesar 21%. Perhitungan kadar besi dan kalsium selengkapnya ditunjukkan di Lampiran 7 dan 8.
10
80.00
71.56
Konsentrasi (ppm)
70.00
59.11
60.00
51.27
50.00 40.00 30.00
29.35 21.01
19.97
20.00 10.00 0.00 Kadar Besi Mi kontrol
Kadar Kalsium Mi sawi hijau
Mi bit
Gambar 3 Kadar besi dan kalsium mi basah Hasil penelitian membuktikan bahwa dalam sayuran hijau khususnya sawi hijau terkandung banyak mineral sehingga ketika difortifikasikan ke dalam adonan mi dapat meningkatkan kadar besi dan kalsium di dalamnya. Penurunan kadar besi dan kalsium pada mi bit sebaliknya terjadi karena kandungan besi dan kalsium dalam umbi bit lebih sedikit dibandingkan dengan sawi hijau. Dalam Tabel Komposisi Pangan Indonesia, disebutkan bahwa setiap 100 g sawi hijau mengandung 1.90 mg besi dan 123 mg kalsium, sedangkan setiap 100 g umbi bit hanya mengandung 1.00 mg besi dan 27 mg kalsium (Mahmud et al. 2008). Selain itu, perbedaan komposisi sawi hijau dan umbi bit yang difortifikasikan ke dalam adonan mi juga berpengaruh. Di dalam tubuh, unsur-unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 2008). Kadar mineral besi dan kalsium perlu diukur karena kedua mineral ini merupakan unsur esensial yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit, namun memiliki peranan yang sangat penting dalam kerja organ tubuh. Besi antara lain berperan dalam proses pembentukan sel darah merah, sedangkan kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi. Akan tetapi, keberadaan kedua mineral ini di dalam tubuh memiliki batasan tertentu, yang jika terlampaui, maka kedua mineral ini akan berubah menjadi zat racun yang membahayakan. Berdasarkan acuan label gizi produk pangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor HK.00.05.52.6291 tahun 2007 (Lampiran 9), kebutuhan harian besi manusia dewasa 26 mg dan kalsium 800 mg. Jika dikorelasikan dengan konsumsi mi setiap porsinya sebanyak 100 g, maka mengonsumsi 1 porsi mi kontrol dapat memenuhi 8.08% besi dan 0.74% kalsium, mi sawi hijau 11.29% besi dan 0.89% kalsium, dan mi bit 7.68% besi dan 0.64% kalsium. Oleh karena itu, mengonsumsi mi sawi hijau maupun mi kontrol akan membantu menambah asupan besi dan kalsium yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan mikronutrien tersebut, secara lebih baik dibandingkan dengan mi bit.
11
Aktivitas Antioksidan Aktivitas antioksidan suatu bahan antara lain dapat ditentukan dengan mengukur nilai persen inhibisi terhadap radikal bebas DPPH. Gambar 4 dan 5 berturut-turut menunjukkan nilai persen inhibisi standar vitamin C (asam askorbat) dan sampel mi basah terhadap radikal bebas DPPH. Perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 10.
% Inhibisi
5.00
4.02 3.55
4.00
2.68
3.00 2.00
0.87
1.07
1.00 0.00
1 ppm 2 ppm 3 ppm 4 ppm 5 ppm Konsentrasi
Gambar 4 Persen inhibisi radikal bebas DPPH oleh standar vitamin C 2.97
3.00
2.54
% Inhibisi
2.50
2.32
2.24
2.04
2.28
2.00 1.21
1.50 0.67
1.00 0.50
0.13
0.20 0.00
0.07
4 ppm
8 ppm
0.40
0.27
0.54
0.00
12 ppm
16 ppm
20 ppm
Konsentrasi Mi kontrol
Mi sawi hijau
Mi bit
Gambar 5 Persen inhibisi radikal bebas DPPH oleh sampel mi basah Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi 4 ppm standar vitamin C memiliki nilai persen inhibisi radikal bebas DPPH 3.55%. Pada konsentrasi yang sama, sampel mi yang nilai persen inhibisinya mendekati adalah mi bit, yaitu 2.04%. Hal ini menunjukkan bahwa mi bit memiliki potensi aktivitas antioksidan yang cukup baik. Begitu pula pada konsentrasi sampel mi yang lebih tinggi, yaitu 20 ppm, nilai persen inhibisi radikal bebas DPPH terbaik tetap ditunjukkan oleh mi bit, yaitu 2.97%, diikuti oleh mi sawi hijau 2.28%. Peningkatan nilai persen inhibisi radikal bebas DPPH pada semua sampel mi secara umum terjadi bersamaan dengan meningkatnya konsentrasi mi. Pada konsentrasi paling rendah, yaitu 4 ppm, peningkatan paling optimum ditunjukkan oleh mi bit, bahkan nilainya tidak terlalu jauh berbeda dengan standar vitamin C. Akan tetapi, dengan bertambahnya konsentrasi mi bit, tidak terjadi peningkatan tajam nilai persen inhibisi radikal bebas. Berbeda halnya dengan mi sawi hijau,
12
pada konsentrasi 4 ppm tidak terlihat aktivitas antioksidan yang berarti, tetapi meningkat cukup tajam dengan bertambahnya konsentrasi. Berdasarkan tren pada Gambar 5, jika dilakukan pengujian pada konsentrasi yang lebih tinggi lagi, nilai persen inhibisi radikal bebas mi sawi hijau mungkin akan melampaui mi bit. Kenaikan nilai persen inhibisi radikal bebas DPPH yang cukup tajam pada mi sawi hijau seiring dengan bertambahnya konsentrasi diduga karena kandungan vitamin C yang tinggi dalam sawi hijau. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Delia et al. (2011) yang menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan berbanding lurus dengan kandungan vitamin C. Selain itu, menurut Andayani et al. (2008), senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan di antaranya dapat diperoleh dari a an makanan yang anyak mengand ng itamin , itamin E, β-karotena, dan senyawa fenolik. Senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan pada umumnya termasuk ke dalam golongan senyawa flavonoid, seperti antosianin dan pigmen betalain yang terdapat dalam umbi bit. Kedua senyawa inilah yang diduga menyebabkan tingginya aktivitas antioksidan dalam mi bit. Pigmen betalain terdiri atas pigmen merah betasianin dan pigmen kuning betaxantin. Menurut Kugler et al. (2007), kandungan total betalain dalam umbi bit sebesar 150.1 mg/100 g, sedangkan menurut Czapski et al. (2009), kapasitas antioksidan di dalam berbagai jenis umbi bit sangat berhubungan dengan kandungan betasianin. Hasil penelitian Lee et al. (2005) menunjukkan bahwa senyawa betasianin yang dominan terdapat dalam umbi bit adalah betanin (Gambar 6). Berdasarkan strukturnya, sifat antioksidan pada betasianin disebabkan oleh keberadaan gugus fenolik bebas dan gugus amina siklik dari asam betalamik yang dapat mendonorkan hidrogennya untuk menetralkan reaksi oksidasi radikal bebas (Czapski et al. 2009).
Gambar 6 Struktur senyawa betanin (Lee et al. 2005) Berdasarkan hasil penelitian ini, meskipun potensi aktivitas antioksidan mi basah fortifikasi masih tergolong kecil, mutu nutrisinya lebih baik jika dibandingkan dengan mi kontrol. Secara umum, fortifikasi sayuran terutama sawi hijau dan umbi bit telah dapat meningkatkan nilai gizi mi basah, khususnya kandungan mikronutrien dan aktivitas antioksidan sehingga mi sawi hijau dan mi bit layak untuk dikonsumsi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Fortifikasi sawi hijau dan umbi bit dalam adonan mi dengan nisbah komposisi tepung terigu-sawi hijau 3:1 dan tepung terigu-umbi bit 8:1 terbukti dapat meningkatkan nilai gizi mikronutrien dibandingkan dengan mi kontrol. Penambahan sawi hijau terutama meningkatkan kadar serat kasar, karbohidrat, vitamin C, besi dan kalsium, serta aktivitas antioksidan, sedangkan penambahan umbi bit meningkatkan kadar serat kasar, karbohidrat, vitamin C, serta aktivitas antioksidan. Berdasarkan hasil penelitian ini, sangat dianjurkan untuk memproduksi mi basah yang difortifikasi sayuran terutama sawi hijau dan umbi bit serta mengonsumsinya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh agar bermanfaat untuk kesehatan. Saran Perlu dilakukan uji lanjut untuk mendapatkan formulasi komposisi terbaik sawi hijau yang dapat ditambahkan ke dalam adonan serta uji organoleptik untuk menghasilkan peningkatan nilai gizi optimum tanpa mengubah cita rasa mi yang dihasilkan. Selain itu, perlu dilakukan uji IC50 untuk mengetahui aktivitas antioksidan mi secara lebih kuantitatif dan pengujian besarnya kehilangan kandungan gizi mi basah saat dimasak untuk menentukan kandungan gizi yang hilang serta yang dapat diserap oleh tubuh.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2007. Official Methods of Analysis of AOAC International. Ed ke-18, Rev ke-2. Maryland (US): AOAC International. Affy S. 2007. Produksi mi kering dari ubi jalar (Ipomoea batatas) varietas unggulan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Andayani R, Lisawati Y, Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas antioksidan, kadar fenolat total dan likopen pada buah tomat (Solanum lycopersicum L). JSTF. 13(1):31-37. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budijanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor (ID): IPB Pr. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007. Acuan Label Gizi Produk Pangan. Jakarta (ID): BPOM. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia. SNI 012987-1992. Mi Basah. Jakarta (ID): BSN. Bergman CJ, Gualberto DG, Weber CW. 1994. Development of a hightemperature-dried soft wheat pasta supplemented with cowpea (Vigna unguiculata (L) Walp). Cooking quality, color, and sensory evaluation. Cereal Chem. 71(6):523-527.
14
Czapski J, Mikolajczyk K, Kaczmarek M. 2009. Relationship between antioxidant capacity of red beet juice and contents of its betalain pigments. Pol J Food Nutr Sci. 59(2):119-122. [Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Buletin Konsumsi Pangan. Vol ke-2, No 3. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Delia GD, Nicoleta GH, Moldovan C, Diana NR, Mirela VP, Radoi B. 2011. Antioxidant activity of some fresh vegetables and fruits juices. J Agroal Proc Tech. 17(2):163-168. Ekafitri R. 2009. Karakterisasi tepung lima varietas jagung kuning hibrida dan potensinya untuk dibuat mi jagung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hanif R, Iqbal Z, Iqbal M, Hanif S, Rasheed M. 2006. Use of vegetables as nutritional food: role in human health. J Agric Biol Sci. 1(1):18-22. Harahap NA. 2007. Pembuatan mi basah dengan penambahan wortel (Daucus carota L.) [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Ismail A, Fun CS. 2003. Determination of vitamin C, β-carotene, and riboflavin contents in five green vegetables organically and conventionally grown. Malaysian J Nutr. 9(1):31-39. Kugler F, Stintzing FC, Carle R. 2007. Evaluation of the antioxidant capacity of betalainic fruits and vegetables. J App Bot Food Qual. 81:69-76. Lee CH, Wettasinghe M, Bolling BW, Ji LL, Parkin KL. 2005. Betalains, phase II enzyme-inducing components from red beetroot (Beta vulgaris L.) extracts. J Nutr Cancer. 53(1):91-103. Mahmud MK, Hermana, Zulfianto NA, Apriyantono RR, Ngadiarti I, Hartati B, Bernadus. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). Jakarta (ID): Elex Media Komputindo. Muchtadi D. 2001. Sayuran sebagai sumber serat pangan untuk mencegah timbulnya penyakit degeneratif. J Teknol Ind Pangan. XII(1):61-71. Muhajir A. 2007. Peningkatan gizi mi instan dari campuran tepung terigu dan tepung ubi jalar melalui penambahan tepung tempe dan tepung ikan [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Nasution Z, Bakkara T, Manalu M. 2006. Pemanfaatan wortel (Daucus carota) dalam pembuatan mi basah serta analisis mutu fisik dan mutu gizinya. J Ilmiah PANNMED 1(1):9-13. Nurdin. 2011. Antisipasi perubahan iklim untuk keberlanjutan ketahanan pangan. Jurnal Dialog Kebijakan Publik. Ed 4 Nov 2011. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Pagani MA. 1986. Pasta products from non conventional raw materials. Di dalam: Mercier C, Cantarelli C, editor. Pasta and Extrusion Cooked Foods. London (GB): Elsevier Applied Science. hlm 52-68. Prabhasankar P, Ganesan P, Bhaskar N. 2008. Influence of Indian brown seaweed (Sargassum marginatum) as an ingredient on quality, biofunctional, and microstructure characteristics of pasta. Food Sci Tech Int. 15(5):471-479. Rahayu ES, Susanti R, Pribadi P. 2010. Perbandingan kadar vitamin dan mineral dalam buah segar dan manisan basah karika dieng (Carica pubescens Lenne & K.Koch). Biosaintifika. 2(2):90-100.
15
Torres A, Frias J, Granito M, Guerra M, Valverde CV. 2007. Chemical, i gica , and en ry e a ati n a ta r d ct emented wit αgalactoside-free lupin flours. J Sci Food Agric. 87:74-81. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
16
Lampiran 1 Bagan alir metode penelitian Persiapan bahan
Pembuatan mi kontrol
Pembuatan bubur sayuran
Pembuatan mi fortifikasi
Mi sawi hijau
Mi bit
Pengambilan sampel uji
Analisis kandungan makronutrien: Analisis proksimat
Analisis kandungan mikronutrien: - Analisis vitamin C (titrasi Iodometri) - Analisis mineral besi dan kalsium (SSA)
Analisis aktivitas antioksidan (metode DPPH)
17
Lampiran 2 Bagan alir pembuatan bubur sayuran Pencucian dengan air bersih
Penimbangan sayuran (sawi hijau dan umbi bit)
Pemisahan bagian Pemisahan bagian bonggol dan daun sawi bonggol dan daun sawi
Pemotongan umbi bit menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
Pemotongan daun sawi menjadi kecil-kecil
Penghancuran umbi bit (pemblenderan)
Penghancuran daun sawi (pemblenderan)
Bubur umbi bit
Bubur sawi hijau
18
Lampiran 3 Bagan alir pembuatan mi basah Tepung terigu
Penambahan Penambahan air, telur, telur, penambah penambahrasa, rasa, bubur bubur sawi sawi hijau hijau (3:1) (3:1) dan atauumbi umbibit bit(8:1) (8:1)
Penambahan Penambahan air, air, telur, telur, dan dan penambah penambah rasa rasa
Pengadukan
Pembentukan adonan
Pressing
Penipisan adonan
Pemotongan
Penimbangan
Mi kontrol
Mi fortifikasi
Mi sawi hijau
Mi bit
19
Lampiran 4 Hasil analisis uji proksimat Kadar (%) Jenis Sampel
Mi kontrol Rerata Stdev Mi sawi hijau Rerata Stdev Mi bit Rerata Stdev
Air
Abu
Lemak
Protein
26.91 26.26 27.94 27.83 27.24 0.80 28.79 28.69 28.67 28.57 28.68 0.09 28.53 28.51 29.15 29.36 28.89 0.43
1.20 1.36 2.04 1.84 1.61 0.40 1.50 1.35 1.93 1.89 1.67 0.29 1.89 1.14 1.55 1.61 1.55 0.31
1.21 1.09 0.91 0.98 1.05 0.13 0.84 0.92 0.30 0.31 0.59 0.33 0.99 0.77 0.72 0.74 0.80 0.12
11.92 11.75 11.38 11.33 11.60 0.29 9.62 9.78 9.22 9.35 9.49 0.25 10.17 10.40 9.74 9.62 9.98 0.36
Serat Kasar 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.28 0.18 0.29 0.19 0.24 0.06 0.10 0.18 0.26 0.15 0.17 0.07
Karbohidrat 58.76 59.54 57.73 58.02 58.51 0.81 58.97 59.08 59.59 59.69 59.33 0.36 58.32 59.00 58.58 58.52 58.60 0.29
20
Lampiran 5 Syarat mutu mi basah menurut SNI 01-2987-1992 (BSN 1992) No.
Kriteria uji
1
Keadaan: 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna Kadar air Kadar abu (dihitung atas dasar bahan kering) Kadar protein (N × 6.25) (dihitung atas dasar bahan kering) Bahan tambahan makanan 5.1 Boraks dan asam borat 5.2 Pewarna
2 3 4
5
6
7 8
5.3 Formalin Cemaran logam: 6.1 Timbel (Pb) 6.2 Tembaga (Cu) 6.3 Zink (Zn) 6.4 Raksa (Hg) Arsenik (As) Cemaran mikrob: 8.1. Angka lempeng total 8.2. E. coli 8.3. Kapang
Satuan
Persyaratan
% (b/b) % (b/b)
Normal Normal Normal 20–35 Maks. 3
% (b/b)
Min. 8
-
Tidak boleh ada
-
-
Sesuai SNI-0222 M dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MEN.KES/PER/IX/88 Tidak boleh ada
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05 Maks. 0.5
koloni/g APM/g koloni/g
Maks. 1.0 × 106 Maks. 10 Maks. 1.0 × 104
21
Lampiran 6 Hasil analisis kadar vitamin C a. Standardisasi Na2S2O3 dengan KIO3 Ulg.
Vol. KIO3 (mL)
1 2 3
10 10 10
Vol. Na2S2O3 (mL) Awal 0.00 10.50 21.00
Akhir 10.35 20.80 31.30
Terpakai 10.35 10.30 10.30 Rerata
Konsentrasi Na2S2O3 (N) 0.0976 0.0981 0.0981 0.0979
Contoh perhitungan ulangan 1: n entra i a
a m m
b. Standardisasi I2 dengan Na2S2O3 0.0979 N Ulg.
Vol. I2 (mL)
1 2 3
10 10 10
Vol. Na2S2O3 (mL) Awal 0.00 2.00 3.00
Akhir 0.95 3.00 4.00
Contoh perhitungan ulangan 1: n entra i
a
a m m
Terpakai 0.95 1.00 1.00 Rerata
Konsentrasi I2 (N) 0.0093 0.0098 0.0098 0.0096
22
c. Kadar vitamin C metode titrasi Iodometri Kode Ulg. Sampel 1
Bobot Mi (g) 20.0014
Mi kontrol 2
20.0008
1
20.0008
Mi sawi hijau 2
20.0022
1
19.9994
Mi bit 2
20.0004
Vol. Titrasi (mL) 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 1.00 0.95 1.00 1.10 1.10 1.10 0.20 0.20 0.25 0.25 0.25 0.25
Kadar Vit. C (mg/100 g mi) 0.4225 0.4225 0.4225 0.4225 0.4225 0.4225 4.2238 4.0128 4.2238 4.6460 4.6460 4.6460 0.8450 0.8450 1.0560 1.0560 1.0560 1.0560
Rerata (mg/100 g mi)
Standar Deviasi
0.4225
0
4.3997
0.2805
0.9857
0.1089
Contoh perhitungan: 1 mL I2 0.01 N = 0.88 mg vitamin C N I2 hasil standardisasi = 0.0096 N m
mg mg
adar itamin
adar itamin
me titra i m m m mg
mi k ntr
mi k ntr
mg
g mi
mg mg
g
mg t mi
g
mg mg
23
Lampiran 7 Hasil analisis kadar besi a. Hasil pengukuran absorbans deret standar besi Konsentrasi (ppm) 0.2000 0.5000 1.0000 2.0000
Absorbans 0.0236 0.0566 0.1081 0.2144
b. Kurva kalibrasi standar besi 0.25
Absorbans
0.20
y = 0.10571x + 0.00289 r = 0.9999
0.15
0.10 0.05 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Konsentrasi (ppm)
c. Kadar mineral besi dalam sampel mi Jenis sampel
Mi kontrol
Mi sawi hijau
Mi bit
Absorbans 0.0556 0.0476 0.0466 0.0395 0.0749 0.0699 0.0574 0.0589 0.0447 0.0437 0.0457 0.0466
Volume Bobot sampel sampel (mL) (g) 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00
1.0001 1.0014 1.0003 1.0002 1.0042 1.0065 1.0035 1.0070 1.0026 1.0023 1.0007 1.0015
Konsentrasi (ppm) 24.9284 21.1175 20.6679 17.3126 33.9167 31.4897 25.6923 26.2945 19.7242 19.2582 20.2343 20.6432
Rerata (ppm)
Standar Deviasi
21.0066
3.1173
29.3483
4.0062
19.9650
0.6028
24
Contoh perhitungan untuk kadar besi mi kontrol: Persamaan garis: y = 0.10571x + 0.00289; dengan y = absorbans, x = konsentrasi Konsentrasi besi mi kontrol (x) diperoleh dari persamaan garis. –
(kadar besi terukur dalam sampel) n entra i e i e enarnya
n entra i ter k r me am e t am e m g m
25
Lampiran 8 Hasil analisis kadar kalsium a. Hasil pengukuran absorbans deret standar kalsium Konsentrasi (ppm) 0.3000 0.5000 1.0000 2.0000 4.0000
Absorbans 0.0124 0.0240 0.0490 0.0964 0.1933
b. Kurva kalibrasi standar kalsium 0.25
Absorbans
0.20
y = 0.048579x - 0.000763 r = 0.9999
0.15 0.10 0.05 0.00 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Konsentrasi (ppm)
c. Kadar mineral kalsium dalam sampel mi Jenis sampel
Mi kontrol
Mi sawi hijau
Mi bit
Absorbans
Volume sampel (mL)
Bobot sampel (g)
Konsentrasi (ppm)
0.0595 0.0597 0.0543 0.0532 0.0669 0.0684 0.0701 0.0697 0.0478 0.0476 0.0516 0.0492
50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00
1.0001 1.0014 1.0110 1.0086 1.0010 1.0013 1.0035 1.0075 1.0026 1.0023 1.0007 1.0015
62.0196 62.2254 56.6680 55.5359 69.6353 71.1790 72.9285 72.5169 49.9785 49.7727 53.8893 51.4193
Rerata (ppm)
Standar Deviasi
59.1122
3.5076
71.5649
1.4875
51.2650
1.8967
26
Contoh perhitungan untuk kadar kalsium mi kontrol: Persamaan garis: y = 0.048579x – 0.000763; dengan y = absorbans, x = konsentrasi Konsentrasi kalsium mi kontrol (x) diperoleh dari persamaan garis.
(kadar kalsium terukur dalam sampel) n entra i ka i m e enarnya
n entra i ter k r me am e t am e m g m
27
Lampiran 9 Acuan label gizi produk pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM 2007) Nilai Acuan Label Gizi untuk Kelompok Konsumen
1 2
Energi Lemak Total
Kalori g
2000 62
Bayi 0–6 bulan 550 35
3
Lemak Jenuh
g
18
-
-
19
22
4
g
60
10
35
81
91
g
300
50
200
324
364
g
25
-
-
25
25
7 8
Protein Karbohidrat Total Serat Makanan Vitamin C Kalsium
mg mg
90 800
40 200
45 500
90 950
100 950
9
Besi
mg
26
0.3
8
33
32
No.
5 6
Zat Gizi Satuan
Umum
Anak 2–5 tahun 1300 40
Ibu Hamil
Ibu Menyusui
2160 60
2425 67
28
Lampiran 10 Hasil analisis aktivitas antioksidan DPPH a. Aktivitas persen inhibisi antioksidan standar asam askorbat Kode Sampel Blangko Standar Asam Askorbat
Konsentrasi (ppm) 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
Contoh perhitungan: r an n i ii
Absorbans
% Inhibisi
1.494 1.481 1.478 1.454 1.441 1.434
0.87 1.07 2.68 3.55 4.02
angk – r an r an angk
am e
–
b. Aktivitas persen inhibisi antioksidan sampel mi Kode Sampel Blangko
Mi kontrol
Blangko Mi sawi hijau
Blangko
Mi bit
Konsentrasi (ppm) 4.00 8.00 12.00 16.00 20.00 4.00 8.00 12.00 16.00 20.00 4.00 8.00 12.00 16.00 20.00
Absorbans Ulangan 1 1.494 1.492 1.492 1.490 1.489 1.487 1.494 1.494 1.494 1.484 1.478 1.468 1.297 1.271 1.268 1.268 1.264 1.259
Ulangan 2 1.494 1.492 1.490 1.490 1.487 1.485 1.494 1.494 1.492 1.484 1.474 1.452 1.297 1.270 1.268 1.266 1.264 1.258
% Inhibisi Ulangan 1 0.13 0.13 0.27 0.33 0.47 0.00 0.00 0.67 1.07 1.74 2.00 2.24 2.24 2.54 2.93
Ulangan 2 0.13 0.27 0.27 0.47 0.60 0.00 0.13 0.67 1.34 2.81 2.08 2.24 2.39 2.54 3.00
Rerata 0.13 0.20 0.27 0.40 0.54 0.00 0.07 0.67 1.21 2.28 2.04 2.24 2.32 2.54 2.97
29
Contoh perhitungan: Persen inhibisi mi kontrol ulangan 1 n i ii
r an
angk – r an r an angk
–
Rerata persen inhibisi mi kontrol n i ii
angan
angan
am e
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 November 1987 dari pasangan Yohanes Gima dan Anastasia Marinem. Penulis merupakan putra kedua dari 2 bersaudara, dengan seorang kakak bernama Agus Setiawan. Tahun 2005 penulis lulus dari SMUN 1 Jasinga. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Akademi Kimia Analisis (AKA) Bogor untuk program Diploma melalui jalur seleksi ujian masuk. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan pada periode Mei–Juni 2008 di Laboratorium Narkoba Forensik, Pusat Laboratorium Forensik Mabes POLRI (Puslabfor), Jakarta e atan, dengan j d a ran “ denti ika i enyawaan Cannabinoid dalam Contoh Urin secara Kromatografi Lapis Tipis dan Kromatografi Gas-Spektrometri Ma a” Pen i me anj tkan endidikan ke tingkat arjana di n tit t Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam tahun 2010. Selain itu, penulis pernah bekerja di PT Nutrifood pada periode Mei–November 2009.