PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI PENERAPAN METODE AKROSTIK SISWA KELAS VI SD KARTIKA KOTA MAKASSAR
Syahrun Kepala SD Kartika XX-1
Abstrak: Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Melalui Penerapan Metode Akrostik Siswa Kelas VI SD Kartika XX-1 Kota Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui Penerapan Metode Akrostik, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah hasil belajar bahasa indonesia kelas VI SD Kartika XX-1 Kota Makassar dapat ditingkatkan melalui Penerapan Metode Akrostik. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI SD Kartika XX-1 Kota Makassar dengan jumlah siswa 24 orang yang terdiri dari 14 orang perempuan dan 10 orang laki-laki. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Pengambilan data dilakukan dengan mengevaluasi hasil belajar, melalui tes tertulis. Hasil penelitian dari siklus I ke siklus II menunjukkan bahwa aktivitas siswa meningkat dan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II juga mengalami peningkatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus I sebesar 62,92dan pada siklus II sebesar 75,42. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penerapan Metode Akrostik dapat meningkatkan hasil belajar bahasa indonesia kelas VI SD Kartika XX-1 Kota Makassar.
Kata kunci: Hasil belajar, Metode Akrostik PENDAHULUAN Pembelajaran sastra khususnya puisi sangat penting bagi siswa mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah. Hal ini karena dapat memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pendidikan. Aminuddin (1991) menyatakan bahwa pengajaran sastra termasuk puisi dapat memberikan sumbangan yang maksimal terhadap pendidikan antara lain membantu meningkatkan pengetahuan 1 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=338%3Apeningkatan-kemampuan-menulis-puisi-melalui-penerapan-metodeakrostik-siswa-kelas-vi-sd-kartika-kota-makassar&catid=46%3Amedia-online&Itemid=53
artikel e-buletin edisi Desember 2014 ISSN. 2355-3189
2
budaya, mengembangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak. Karena itu pembelajaran sastra menduduki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Jika dihayati hakikatnya, puisi dapat memberi sesuatu yang sangat berarti dalam kehidupan manusia. Puisi dapat memberi nilai-nilai hidup yang bermakna. Ia dapat menyejajarkan diri dengan berbagai media lainnya untuk menyampaikan pesan-pesan kehidupan. Puisi mempunyai nilai yang sangat tinggi. Puisi dapat bernada sinis, bisa bernada simpati, antipati, dan sebagainya yang kesemuanya mengandung makna yang sangat dalam sebagai suatu alat untuk menyampaikan nilai-nilai moral yang diharapkan dapat dijadikan pilihan bagi masyarakat untuk menentukan perilaku hidup yang baik. Begitu tinggi nilai suatu puisi dalam kehidupan manusia, Robert C Lado dalam Tarigan (1985:143), menyatakan “orang yang menutup telinga terhadap puisi akan terpencil dari suatu dunia yang penuh dengan harta kekayaan berupa pengertian manusia, pandangan perseorangan dan sensitivitas.” Hal tersebut senada dengan pernyataan berikut:
Aftaruddin (1986:37) sebagai
antara puisi dan hidup tidak ada jarak yang menceraikan. Tidak ada puisi tanpa kehidupan. Masalah puisi adalah masalah hidup dan kehidupan. Puisi mengalir dalam hidup, bergerak dalam hidup dan membuka, mengembang, bersama keakuan kita lahir batin. Hidup manusia adalah manifestasi puitis. Puisi adalah bahagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Tanpa puisi manusia tak dapat hidup.”
Hakikat di atas, tampaknya disadari atau tidak, terekspresi dari jiwa penyair. Hal ini ditandai dengan luapan perasaan yang melahirkan puisi, seperti
2
3
puisi
“Perasaan Seni”
dan
“Sukma Pujangga”
oleh J.E. Tatengkeng dan
puisinya “Sukma Pujangga” menggambarkan bahwa puisi lahir sebagai letupan emosi, luapan perasaan, ekspresi jiwa yang tidak dapat dibendung yang kesemuanya ingin mengatakan sesuatu (kritik) yang sangat mendesak (Tarigan, 1985) Hal ini juga secara tegas dikemukakan
Rosyidi dalam (Eddy, 1982:
23dalam puisinya: “Tentang sajak”, berbunyi: pertama kepada diri sendiri/pusat degup jantung gembira berteman/hasil sebuah hasil terpuasi/lalu aku dan baru yang lainnya). Betapa tinggi nilai suatu puisi dalam kehidupan manusia, sehingga dikatakan bahwa tanpa puisi manusia tak dapat hidup. Tentu saja pernyataan itu bukan permainan kata belaka, melainkan telah menjadi
kenyataan, bahwa
kehidupan manusia tanpa puisi akan mengurangi satu sistem kehidupan terutama sebagai media penyampaian nilai hidup yang bermakna. Kebenaran makna puisi tidak sekedar uraian belaka, tetapi nyata dalam kandungan puisi memberi sesuatu yang sangat luar biasa. Berdasarkan kenyataan di atas, maka wajar jika sejak dini puisi dijadikan salah satu aspek pengajaran berbahasa mulai dari SD hingga SLTA. Namun, kenyataannya, pada pendidikan formal tersebut pengajaran puisi juga mengalami berbagai permasalahan sehingga hakikat yang diinginkan dalam pengajaran puisi juga tidak tercapai dengan baik.
Banyak hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa pengajaran apresiasi puisi
gagal di sekolah. Penelitian Fadli (1988),
misalnya mengungkapkan bahwa kemampuan mengapresiasi puisi karya Taufik Ismail bagi siswa SLTP Muhammadiyah Makassar belum memadai. Demikian
3
4
pula yang dilaporkan oleh Arfah (1999) bahwa siswa kelas VI SD Kartika XX-1 Kota Makassar belum mampu mengapresiasi puisi. Hal senada juga dilaporkan oleh Hajrah (2000) bahwa siswa SMU Negeri Liliriaja Soppeng, belum mampu mengapresiasi puisi. Hasil penelitian di atas hanya merupakan contoh kecil kenyataan gagalnya pengajaran apresiasi puisi. Bahkan banyak pakar sastra yang menyatakan bahwa pengajaran satra termasuk puisi dewasa ini masih sangat memprihatinkan. Masalahnya, banyak pemerhati, penggiat, dan sastrawan menganggap pengajaran apresiasi sastra termasuk puisi gagal. Mereka menganggap pengajaran apresiasi sastra di sekolah tidak kondusif, padahal tujuan pengajaran apresiasi sastra dalam kurikulum sudah cukup ideal.
Anwar (2001)
menyatakan
pengajaran apresiasi puisi di sekolah saat ini jalan di tempat dari tingkat SD hingga SMU. Indikasi gagalnya pengajaran apresiasi sastra di sekolah menurut Taufik Ismail adalah: 1) Kurangnya hasil karya sastra siswa; 2) Rendahnya penghargaan siswa terhadap karya sastra (ini dibuktikan dengan minimnya pengetahuan siswa terhadap penyair Indonesia dan hasil karyanya), dan, 3) Rendahnya minat siswa dalam membaca karya sastra (puisi, cerpen, dan novel) (Ismail, dalam Kompas, 2001) . Ada beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan pengajaran apresiasi sastra di sekolah, antara lain hasil penelitian Taufik Ismail sebagai berikut: 1) Minimnya minat siswa terhadap karya sastra (motivasi). 2) Belum bakunya metode pengajaran sastra di semua jenjang pendidikan. 3) Rendahnya minat baca siswa terhadap karya sastra. 4) Kebijakan pemerintah
4
yang terkesan
5
menganaktirikan pengajaran sastra, dan 5) Kurangnya keterampilan guru dalam mengjarkan apresisi sastra (Ismail, dalam Kompas, 2001) Jika dilihat faktor di atas, maka ada dua faktor yang mengarah pada peran sentral guru, sebagai pembina, pembimbing, dan pengajar sastra di sekolah, yakni faktor yang kedua, (belum bakunya metode pengajaran sastra di semua jenjang pendidikan) dari faktor kelima,
(kurangnya
mengajarkan apresiasi sastra di sekolah).
keterampilam guru dalam Kondisi kegagalan ini juga
mengakibatkan karya sastra termasuk puisi tidak mendapat tempat yang baik di hati masyarakat. Jangankan mencintai dan meminati, menghargai pun tidak. Hasil penelitian di atas ternyata tergambar pula pada hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru di Kelas VI SD Kartika XX-1 Kota Makassar, menunjukkan bahwa guru kurang dalam upaya mencari startegi kreatif dalam pembelajaran puisi. Selain itu, hasil belajar siswa tentang menulis
puisi di
sekolah dasar tersebut masih rendah yakni tahun 2011/2012 hanya mencapai standar nilai KKM 62 yang dapat dicapai dengan proses remedial dari 24 peserta didik yang mengikuti pembelajaran menulis puisi, hasil belajar menulis puisi pada proses awal, peserta didik yang memperoleh nilai melebihi KKM hanya 16 orang atau sekitar 66,7% dengan nilai rata-rata 58,6. Pencapaian KKM secara keseluruhan diperoleh setelah dilakukan proses remedial dengan nilai rata-rata 62,26. Demikian halnya peserta didk masih banyak yang menyatakan menulis pusi itu sangat sulit. Hal ini tampak pada karya siswa yang tidak menarik, lariklarik tidak puitis, makna secara keseluruhan kurang mendalam.
5
6
Kendala yang dihadapi dalam pengajaran apresiasi puisi pada prinsipnya menyangkut seluruh komponen pengajaran, seperti kurikulum, metode, guru, bahan penunjang dan sebagainya. Oleh karena itu, jika ingin mencari solusi pengajaran puisi, maka sistem harus diperbaiki. Untuk menuju ke arah perbaikan pengajaran sastra maka setiap komponen perlu dikaji secara mendalam melalui suatu penelitian. Salah satu aspek dalam komponen pengajaran puisi yang dianggap sangat penting adalah metode pengajaran puisi. Oleh karena itu, pemberlakuan metode perlu dilakukan uji coba secara akurat sehingga dapat dijadikan bahan masukan dalam perbaikan pengajaran puisi Berdasarkan uraian tersebut tampak bahwa pembelajaran menulis puisi sangat penting ditingkatkan dalam lingkup pendidikan. Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran menulis puisi di sekolah masih mengalami kendala dan cenderung dihindari oleh murid. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pemahaman nilai dan manfaat lainnya yang dapat diperoleh siswa ketika menulis puisi. Selain itu, teknik yang digunakan dalam pembelajaran puisi masih kurang sehingga minat dan kompetensi siswa menulis puisi juga tidak memadai.. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melalukakn penelitian terhadap
peningkatan
hasil belajar menulis puisi melalui metode
akrostik pada siswa kelas VI SD Kartika XX-1 Kota Makassar. Metode akrostik ini secara konseptual dapat memberi proses kreativitas siswa dalam menulis puisi melalui panduan singkatan nama tertentu yang dijadikan dasar pengembangan imajinasi dalam larik-larik puisi yang ditulis siswa.
6
7
Hal ini dilakukan karena salah satu kendala yang terkadang ditemui oleh siswa dalam menulis puisi antara lain, siswa kesulitan menemukan ide, kesulitan menentukan kata-kata dalam menulis puisi, kesulitan dalam memulai menulis, kesulitan mengembangkan ide menjadi puisi karena minimnya penguasaan kosakata, dan kesulitan menulis puisi karena tidak terbiasa mengemukakan perasaan, pemikiran, imajinasinya, serta kurang mampu menghubungkan antara dunia khayal dengan dunia nyata ke dalam puisi. Oleh karena itu, salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, yaitu menerapkan teknik yang dapat membantu menciptakan ide dan gagasan, yaitu teknik akrostik. Teknik akrostik dapat membantu anak menuangkan ide dan membentuk larik imajinatif
melalui akrostik. Penciptaan satu puisi dapat diwujudkan melalui
kegiatan analisis akrostik. Selain itu, menjadi inspirasi dalam mengembangkan ide yang telah ditetentukan. Maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan metode akrostik dalam meningkatkan kemampuan menulis puisi pada siswa kelas VI SD Kartika XX-1 Kota Makassar?” Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar menulis puisi melalui metode akrostik pada siswa kelas VI SD Kartika XX-1 Kota Makassar..
7
8
METODE Penelitian ini merupakan penelitian Tindakan Kelas (PTK). Karakteristik yang khas dari Penelitian Tindakan Kelas yakni tindakan-tindakan (aksi) yang berulang-ulang untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas. Adapun Subjek penelitian ini kelas VI yang berjumlah 24 orang yang terdiri dari 14 orang laki-laki dan 10
orang perempuan. Dengan sasaran utama peningkatan hasil
belajar menulis puisi dengan menerapkan teknik akrostik. Dipilihnya siswa kelas VI SD kartika XX-1 Kota Makassar karena kelas tersebut menghadapi masalah pada pembelajaran menulis puisi. Desain penelitian pada hakikatnya merupakan tahap atau strategi yang bersifat teknis dalam melakukan suatu penelitian guna memperoleh suatu informasi atau data dan menganalisisnya untuk dapat menarik kesimpulan sebagai hasil akhir dalam penelitian. Adapun desain penelitian yang dilakukan yaitu penelitian tindakan dalam bentuk proses pengkajian berdaur yang terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan reflection. Adapun pelaksanaan penenelitian dilaksanakan dalam
dua siklus dan setiap
siklus dua atau lebih pertemuan.
Proses ini
dilakukan secara kolaboratif bersama dengan guru kelas VI SD kartika XX-1 Kota Makassar. Tahapan yang dilaksanakan dalam penelitian ini yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Berikut ini adalah tahapan PTK yang akan dilaksanakan berpatokan pada refleksi awal, maka dilaksanakan penelitian tindakan kelas dengan prosedur sebagai berikut :
8
9
1. Pelaksanaan Siklus I Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah membuat skenario pelaksanaan tindakan untuk meningkatkan menulis puisi melalui pembelajaran metode akrostik
dalam bentuk RPP, membuat lembar observasi
atau instrumen untuk melihat bagaimana proses belajar mengajar di kelas ketika pembelajaran berlangsung, wawancara untuk mengumpulkan data tentang tanggapan siswa mengenai pelaksanaan dalam pembelajaran, dan mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah kemampuan menulis puisi siswa cukup baik. Pelaksanaan tindakan yang dimaksudkan adalah melaksanakan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan menulis puisi dilaksanakan secara klasikal. Kegiatan tindakan pembelajaran dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu oleh guru yang mengajar di kelas VI SD kartika XX-1 Kota Makassar. Sedangkan aktivitas guru yang perlu diamati antara lain berupa merespon pendapat murid, membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam menulis puisi melalui teknik olah sukma, dan mengecek hasil pekerjaan siswa. Kegiatan ini dilakukan selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan oleh peneliti.
Observasi
dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh guru kelas VI SD kartika XX-1 Kota Makassar. Tugas pengamat ini sama apabila ada hal-hal yang tidak terjaring pada lembar observasi yang menurut pengamat merupakan hal penting akan dilakukan pencatatan data. Peneliti bersama pengamat menaganalisis dan merenungkan hasil tindakan pada siklus sebagai bahan pertimbangan apakah pemberian tindakan yang dilakukan perlu diulangi atau tidak. Jika perlu diulangi, maka peneliti
9
10
menyusun kembali rencana (revisi) untuk siklus berikutnya. Demikian seterusnya hingga seluruh siswa dianggap tuntas. 2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan siklus II pada hakikatnya bergantung hasil refelksi siklus I. Kegiatan ini tetap mengacuasarkan hasil refleksi. Penelitian ini dibagi atas dua siklus. Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Untuk mendapatkan data, peneliti menggunakan instrumen tes dan instumen non tes. Setelah itu dilakukan observasi untuk mengamati kesesuaian antara pelaksanaan tindakan dan perencanaan perenapan metode akrostik yang telah disusun dan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tindakan dapat menghasilkan perubahan menulis puisi yang sesuai dengan yang dikehendaki. Data dalam penelitian ini dilakukan selama dan setelah pengumpulan data. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan kualitatif yang terdiri dari tiga tahap kegiatan yang dilakukan secara berurutan, yaitu: 1) Mereduksi data, 2) Menyajikan data, 3) Menarik kesimpulan dan verifikasi data. Untuk mengetahui keberhasilan dalam keberhasilan penelitian ini meliputi indikator proses dan hasil dalam penerapan metode akrostik dalam menulis puisi. Adapun kriteria yang digunakan untuk menilai peningkatan hasil belajar mengarang kelas VI SD kartika XX-1 Kota Makassar menggunakan metode akrostik adalah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) kompetensi dasar pada yang diteliti hanya 62 disesuaikan dengan Standar Ketuntasan Belajar Minimal bahasa Indonesia kelas VI SD kartika XX-1 Kota Makassar.
10
11
HASIL Siklus I Hasil penelitian pada siklus I menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa kelas VI SD kartika XX-1 Kota Makassar. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI sebanyak 24 siswa melalui penggunaan metode akrostik pada siklus I sebesar 62,92 Skor yang dicapai responden tersebar dengan skor tertinggi 75 dan skor terendah 30 dari skor tertinggi yang mungkin dicapai 100 dan skor terendah yang mungkin dicapai 0. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar menulis puisi siswa berada pada kategori sedang. Persentase skor hasil belajar menulis puisi siswa setelah penggunaan melalui penggunaan metode akrostik, ada 8,3% siswa yang berada pada kategori sangat kurang, 20,8% siswa berada pada kategori kurang, 66,7% siswa berada pada kategori cukup, 4,2% siswa berada pada kategori tinggi dan 0% siswa berada pada kategori sangat baik. Refleksi Siklus I Dari segi proses pembelajaran yang telah dilakukan dengan mengacu pada hasil observasi maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tersebut belum memperoleh keberhasilan dari segi proses yang mana indikator penilaiannya terdiri dari penilaian kegiatan guru dan kegiatan murid. Untuk kegiatan guru dimana proses pembelajaran yang dilaksanakan belum berjalan secara optimal seperti yang direncanakan, sebab masih ada tiga indikator yang tidak terlaksana dengan baik. Sedangkan untuk kegiatan siswa masih kurang aktif dalam kegiatan bekerja kelompok terutama dalam diskusi antar kelompok.
11
12
Siklus II Siklus II dilaksanakan, untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa. Hasil analisis deskriptif terhadap skor perolehan hasil belajar siswa setelah digunakannya metode akrostik adalah skor rata-rata hasil belajar siswa kelas VI SD kartika XX-1 Kota Makassar. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI sebanyak 24 siswa melalui penggunaan metode akrostik pada siklus I sebesar 75,42 Skor yang dicapai responden tersebar dengan skor tertinggi 85 dan skor terendah 60 dari skor tertinggi yang mungkin dicapai 100 dan skor terendah yang mungkin dicapai 0. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar menulis puisi siswa berada pada kategori sedang. Persentase skor hasil belajar menulis puisi siswa setelah penggunaan metode akrostik, ada 0% siswa yang berada pada kategori sangat kurang, 0% siswa berada pada kategori kurang, 92% siswa berada pada kategori sedang,
8% siswa
berada pada kategori baik dan 0% siswa berada pada kategori sangat baik. Apabila hasil belajar siswa pada siklus I dianalisis, maka persentase ketuntasan belajar menulis puisi siswa setelah digunakannya metode akrostik pada siklus II menunjukkan bahwa dari 24 siswa terdapat 92% siswa yang tuntas belajar dan 8% siswa yang belum tuntas belajar. Ini berarti ketuntasan belajar pada siklus II telah tercapai secara klasikal karena jumlah siswa yang tuntas lebih dari 85 persen. Disamping itu nilai rata-rata pada siklus II mencapai KKM yang ditetapkan yaitu nilai rata-rata diatas 62.
12
13
Refleksi Siklus II Dari segi proses pembelajaran yang telah dilakukan dengan mengacu pada hasil observasi maka dapat disimpulkan bahwa tindakan siklus II telah mengalami peningkatan dan telah memperoleh keberhasilan dari segi proses, dilihat dari hasil observasi kegiatan guru dalam proses pembelajaran mampu melaksanakan semua pemebelajaran dengan baik sesuai dengan indikator yang direncanakan. Sedangkan untuk kegiatan murid, diperoleh bahwa semua siswa telah aktif dalam kegiatan bekerja kelompok termasuk pada kegiatan diskusi antar kelompok. PEMBAHASAN Hasil penelitian yang terdiri dari aktivitas guru dan siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa dalam memecahkan masalah, dengan menggunakan Metode Akrostik menunjukkan bahwa pada tindakan siklus 1, dalam pembelajaran menulis puisi berada pada kategori kurang (K), sebagaimana dilihat pada setiap siswa dalam mengemukakan jawabannya hasilnya belum sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan yaitu 62,50% siswa yang tuntas sedangkan 37,50% siswa belum tuntas belajar. Ini dikarenakan siswa belum melaksanakan semua tahap-tahap pembelajaran secara maksimal, dimana pada kegiatan diskusi
kelompok terlihat masih banyak siswa yang kurang aktif
sehingga dalam hasil akhir menulis puisi banyak kelompok yang tidak berpartisipasi terkendala karena belum mampu menyelesaikan secara maksimal LKS. Hal ini disebabkan karena kemampuan guru dalam melaksanakan indikator pembelajaran belum maksimal, dimana guru tidak aktif dalam memberikan bantuan dan pengawasan terhadap siswa dalam melaksanakan diskusi kelompok,
13
14
maka tindakan siklus I dinyatakan belum berhasil kemudian dilanjutkan ke siklus II. Pada tindakan siklus II, hasil yang diperoleh telah mencapai keberhasilan hal ini dilihat dari jawaban siswa pada soal LKS yang diberikan dimana nilai soal LKS yang diperoleh skor rata- ratanya 75,42 dengan tingkat ketuntasan siswa skor tertinggi 85 dan skor terendah 60, tindakan ini berada pada kategori baik (B). Keberhasilan ini disebabkan tidak lain dari kemampuan siswa dalam melaksanakan semua tahap-tahap pembelajaran secara maksimal. Pada tindakan siklus II ini semua siswa telah aktif berpartisipasi dalam kegiatan menulis puisi sehingga siswa mampu memperoleh nilai terbaik dari hasil LKS. Keberhasilan tindakan dari siklus ke siklus dikarenakan guru dapat melaksanakan rancangan pembelajaran dengan baik sesuai dengan strategi yang digunakan yaitu Metode Akrostik. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode akrostik dapat meningkatkan hasil belajar menulis puisi siswa kelas VI SD KArtika XX-1
Kota Makassar.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa aktivitas guru pada siklus I masih menunjukkan kategori cukup dan pada siklus II meningkat menjadi kategori baik. aktivitas siswa pada
Demikian pula
siklus I berada pad kategori cukup dan pada siklus II
mengalami peningkatan menjadi kategori baik. Selain itu, hasil belajar menulis
14
15
puisi siswa menunjukkan bahwa pada pada siklus I masih dalam kategori cukup dan pada siklus II meningkat menjadi kategori baik. Saran Sesuai dengan hasil penelitian tentang penggunaan metode akrostik dalam pembelajaran menulis puisi di kelas VI SD Kattika XX-1 Kota Makassar maka dikemukakan saran sebagai berikut: (1) Kepada guru sekolah dasar agar dapat menerapkan penggunaan metode akrostik sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran menulis puisi (2) Kiranya guru dapat menjadikan metode akrostik dalam pembelajaran menulis puisi ini dapat dijadikan perbandingan untuk mengembangkan metode menulis puisi yang kreatif lainnya; (3) Kepada peneliti lain dapat mengadakan penelitian lanjutan dengan penerapan metode akrostik dalam pembelajaran menulis puisi di sekolah dasar yang lebih luas. DAFTAR PUSTAKA Aftaruddin, Pesu. 2004. Pengantar Apresiasi Puisi. Bandung: Angkasa Aminuddin.1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Angkasa. Anwar, 2001. Menulis P:uisi Itu Mudah. Jakarta; Gema Media Eddy, Nyoman Tusthti. 1982. 15 Essei tentang Sastra. Denpasar: Nusa Indah Hajrah. St. 2000. “Tingkat Apresiasi Puisi Siswa SMU Negeri Liliriaja Soppeng” (Skripsi) UNM Makassar Ismail, Tuafik, 2001. “Masalah Pengajaran Sastra di Sekolah” dalam Harian Kompas., 21 Oktober 2001. Tarigan, H.G. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra: Bandung: Angkasa.
15