PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPRESENTASI MAHASISWA MELALUI PENGGUNAAN STRATEGI BELAJAR BAHASA Dr. Iis Lisnawati, M.Pd. Yuyun Yuniawati, M.Pd. Titin Kusmini M.Pd.
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya
ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan mengujicobakan Strategi Belajar Bahasa untuk meningkatkan kemampuan berpresentasi mahasiswa di Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Tahap pembelajaran presentasi dengan menggunakan Strategi Belajar Bahasa adalah sebagai berikut. (1) tahap persiapan, (2) tahap presentasi, (3) tahap praktik, (4) tahap evaluasi, dan (5) tahap ekspansi dengan menggunakan SBB yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik materi pembelajaran, dan kebutuhan mahasiswa. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata skor prates dengan rerata skor pascates di kelas eksperimen dan terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata skor pascates pada kelas eksperimen dengan rerata skor pascates di kelas kontrol. Hal ini membuktikan bahwa Strategi Belajar Bahasa efektif untuk meningkatkan kemampuan berpresentasi mahasiswa. Kata Kunci: Presentasi, Strategi Belajar Bahasa
A. PENDAHULUAN Peran kemampuan berpresentasi bagi mahasiswa Jurusan
Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai calon guru bahasa Indonesia sangat penting karena mereka bukan hanya dituntut mampu berpresentasi, melainkan juga dituntut untuk mampu mentransfer dan mengajarkan kemampuan berpresentasi kepada anak didiknya kelak. Oleh karena itu, sebelum mereka mentransfer dan mengajarkan kemampuan berpresentasi kepada anak didiknya, mahasiswa sendiri harus sudah mampu berpresentasi. Hal ini tentu saja memerlukan pelatihan.
1
Syihabuddin (2009:
193) berpendapat keterampilan berbicara, dipelajari,
dilatihkan, dan dibinakan kepada siswa atau mahasiswa bervariasi, mulai dari keterampilan yang sederhana hingga keterampilan yang kompleks seperti mempresentasikan makalah dalam sebuah forum ilmiah. Meskipun
demikian,
fenomena
dan
realita
tentang
kemampuan
berpresentasi dan mahasiswa yang dihadapi saat ini belumlah memenuhi harapan. Penyebab kebelumaksimalan mahasiswa dalam berpresentasi adalah kesulitan mahasiswa dalam mengembangkan isi pembicaraan dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta kesulitan mahasiswa dalam mengatasi kecemasan dan kegugupan ketika berbicara di hadapan orang banyak. Hal di atas sejalan dengan karakterisktik berbicara. Berbicara merupakan kegiatan yang kompleks yang membutuhkan penggunaan sejumlah kemampuan yang berbeda secara simultan (Harris, 1969: 81). Menurut Thornbury (2005: 25) terdapat sejumlah faktor yang menentukan mudah atau sulitnya berbicara, yaitu faktor kognitif, faktor afektif, dan faktor performa. Brown (2001: 269) berpendapat bahwa salah satu kendala utama pembelajar yang harus diatasi dalam belajar berbicara adalah kecemasan yang menyebabkan pembelajar melontarkan hal-hal yang salah
atau tidak bisa dimengerti. Hal ini menunjukkan bahwa
berbahasa adalah aktivitas psikologis (Greene, 2000: 144). Piaget (dalam Slavin, 2005: 37) berpendapat bahwa pengetahuan tentang perangkat sosial –bahasa, nilai-nilai, peraturan, moralitas, dan sistem simbol (seperti membaca dan dengan
orang
lain
matematika)– hanya dapat dipelajari dalam interaksi sehingga
menurut
VanPatten
(1996:
151)
yang
dipertimbangkan dalam pembelajaran bukan hanya mekanisme kognitif, melainkan juga dimensi sosial yang juga akan membangun afektif pembelajar. Temuan di atas mengisyaratkan bahwa dalam pembelajaran berpresentasi strategi pembelajaran yang dipilih dan digunakan hendaknya strategi yang memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan kognitif, afektif, dan dimensi sosialnya. Strategi yang memberi kesempatan kepada mahasiswa sebagaimana dikemukakan di atas adalah adalah language learning strategies „strategi belajar bahasa‟ (untuk selanjutnya disingkat menjadi SBB). Oxford
2
(1990: 8), mengemukakan bahwa strategies are especially important for language learning because they are tool for active, self directed involvement, which is essential for developing communicative competence. Appropiate language learning strategies result in improved proficiency and greater self –confidence.. SBB adalah learning strategies are specific actions taken by the learner to make learning easier, faster, `more enjoyable, more self-directed, more effective, and more transferable to new situations. Muho dan Kurani (2011: 177) berpendapat bahwa SBB adalah tindakan yang spesifik, perilaku, taktik, atau teknik yang memfasilitasi pencapaian bahasa target oleh pembelajar. Oxford (1990) berpendapat bahwa SBB terdiri atas dua jenis, yaitu direct strategy
„strategi langsung‟ dan indirect strategy
„strategi tidak langsung‟.
Strategi langsung meliputi strategi memori (digunakan untuk menyimpan dan mengambil aspek bahasa target), strategi kognitif (digunakan untuk menggunakan bahasa dan untuk memahami cara kerjanya), dan strategi kompensasi (digunakan untuk menggunakan bahasa meskipun terdapat kesenjangan dalam pengetahuan). Strategi tidak langsung meliputi strategi metakognitif (digunakan untuk perencanaan, pengorganisasian, dan mengevaluasi pembelajaran), strategi afektif (digunakan untuk mendekati tugas secara positif), dan strategi sosial (digunakan untuk berkolaborasi dengan orang lain untuk mendapatkan bantuan). SBB digunakan dalam pembelajaran disebabkan tidak selamanya pembelajar menyadari penggunaan SBB.
Muho dan Kurani (2011: 174)
berpendapat bahwa SBB tampaknya menjadi salah satu variabel yang paling penting yang mempengaruhi kinerja dalam bahasa kedua. Karena itu, pengajar perlu lebih menyadarkan pembelajar akan SBB melalui pelatihan yang tepat. Pengajar dapat membantu pembelajar mereka dengan merancang instruksi yang memenuhi kebutuhan individu dengan preferensi gaya yang berbeda dan mengajari pembelajar bagaimana meningkatkan SBB mereka. Tahap pembelajaran presentasi dengan menggunakan Strategi Belajar Bahasa adalah sebagai berikut. (1) tahap persiapan, (2) tahap presentasi, (3) tahap praktik, (4) tahap evaluasi, dan (4) tahap ekspansi (O‟Maley dan Chamot, 1990: 201-202).
3
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Dalam hal ini dilakukan uji coba penggunaan SBB untuk meningkatkan kemampuan berpresentasi mahasiswa. Fraenkel,
dkk.
(2012: 265) berpendapat bahwa penelitian
eksperimental adalah unik dalam dua hal yang sangat penting, yaitu satu-satunya penelitian yang secara langsung mencoba untuk memengaruhi variabel tertentu, dan bila diterapkan dengan benar, itu adalah jenis terbaik untuk menguji hipotesis tentang penyebab -dan- hubungan pengaruhnya.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh diketahui terdapat perbedaan skor rerata prates (71,88) dengan skor rerata pascates yang (84,47) di kelas eksperimen, yaitu sebesar 12,59. Selain itu, diketahui pula bahwa terdapat perbedaan rerata skor pascates di kelas eksperiman (84,47) dan rerata skor pascates kelas kontrol (77,18), yaitu sebesar 7,29. Berdasarkan perhitungan statistik t pair test diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata skor prates dengan rerata skor pascates dengan rerata skor pascates di kelas eksperimen dan terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata skor pascates di kelas eksperimen dengan skor rata pascates di kelas di kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan SBB efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan presentasi mahasiswa. Perbedaan yang signifikan antara skor rerata prates dan skor rerata pasca terdapat pada setiap komponen yang menjadi indikator kemampuan berpresentasi pula yang meliputi aspek isi pembicaraan (keterfokusan, keluasan, kedalaman), aspek struktur isi (muatan/kandungan isi: pendahuluan, isi, penutup; sistematika dan proporsi sajian), aspek struktur bahasa (pilihan kata: kejelasan, keinklusifan, dan keakuratan;
kalimat: kekomunikatifan, kevariasian, kebenaran), maupun
aspek performa (vokalisasi: nada, intonasi dan jeda, lafal; ekspresi: kontak mata, mimik, gestur). Keefektifan penggunaan SBB disebabkan oleh langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
4
mengembangkan kognitif, metakognitif, afektif, dan sosial mahasiswa. Proses pembelajaran
presentasi
dengan
menggunakan
SBB
didahului
dengan
prapembelajaran. Prapembelajaran dilakukan karena untuk menerapkan SBB diperlukan pemahaman tentang strategi belajar bahasa, tujuan penggunaan SBB oleh mahasiswa sehingga dengan pemahaman ini diharapkan mahasiswa bisa melaksanakannya dalam pembelajaran secara optimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Trianto (2012: 143) bahwa untuk mengajarkan strategi belajar terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu (1) memberi tahu siswa bahwa kepada mereka akan diajarkan strategi belajar agar perhatian mereka terfokus, (2) menunjukkan hubungan positif penggunaan strategi belajar terhadap prestasi belajar dan memberitahukan perlunya pikiran ekstra untuk membuahkan prestasi yang tinggi, (3) menjelaskan dan memeragakan strategi yang akan diajarkan, (4) menjelaskan kapan dan mengapa suatu strategi belajar digunakan. Penggunaan SBB dalam pembelajaran presentasi memiliki 5 tahap kegiatan, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap SBB, (3) tahap praktik, (4) tahap evaluasi, (5) tahap ekspansi. Tahap persiapan dilakukan pada kegiatan awal pembelajaran. Pada tahap ini antusias mahasiswa sudah terlihat ketika pengondisian kelas. Mahasiswa menjawab salam, sapaan selamat siang dosen, dan sapaan semangat dosen secara serempak. Dalam apersepsi mahasiswa menghubungkan materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya
(strategi
metakognitif). Ketika mahasiswa tidak merespons, dosen mengingatkan dan memancing dengan beberapa pertanyaan dan bertanya jawab dengan siswa tentang manfaat setiap kegiatan yang dilakukan. Hal ini
bertujuan agar
mahasiswa menyadari setiap kegiatan yang dilakukan serta manfaatnya. Artinya, mahasiswa diharapkan melakukan semua kegiatan bukan semata-mata karena instruksi dosen, melainkan semua kegiatan dilakukan atas kesadaran mahasiswa sekalipun awalnya kegiatan itu dilakukan atas inisiatif dosen. Hal itu selaras dengan tujuan penggunaan SBB sebagaimana dikemukakan oleh Shmais (2003) bahwa tujuan utama dari SBB adalah untuk memungkinkan pembelajar untuk menjadi lebih sadar akan strategi belajar yang mereka gunakan dan untuk
5
membantu mereka menjadi lebih bertanggung jawab untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Tujuan tersebut hanya dapat dicapai bila pembelajar dilatih dalam penggunaan strategi sehingga mereka menjadi lebih mandiri dan efektif. Chamot (2004: 14) mengemukakan bahwa Learning strategies are the conscious thoughts and actions that learners take in order to achieve a learning goal. Pada tahap presentasi mahasiswa secara berkelompok (strategi sosial: bekerja sama dengan orang lain, bertanya mengklarifikasi atau mengoreksi) menganalisis
tayangan
(model
presentasi
kelompok)
(strategi
kognitif:
menganalisis ekspresi) dengan panduan yang diberikan dosen, menghubungkan dan membandingkan dengan pengetahuan atau pengalaman mahasiswa (strategi metakognitif), mencatat (strategi kognitif) hasil analisis, mendiskusikan temuan (strategi sosial: bertanya), dan bernalar untuk menyimpulkan (strategi kognitif). Pada tahap ini semua mahasiswa dalam kelompok memperhatikan tayangan dengan diingatkan
oleh dosen
agar menghubungkan
dengan
pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Setelah selesai memperhatikan tayangan mahasiswa menjawab pertanyaan dengan mencatat jawaban secara individual dan jawaban mereka didiskusikan dalam kelompok masing-masing sampai menyimpulkan. Ketika berdiskusi kelompok mayoritas kelompok tampak serius. Terdapat satu kelompok yang kurang serius, tetapi dengan pendekatan dan pengarahan dosen, akhirnya mereka mengerjakan tugas. Keuletan mahasiswa tampak ketika mereka menemukan jawaban yang berbeda atau menemukan jawaban yang disepakati kelompok dengan menanyakan kepada dosen dan dosen menayang ulang rekaman model SBB kelompok. Ketika berdiskusi kelas mahasiswa yang berbicara dari setiap kelompok melaporkan hasil diskusi atau menanggapi pendapat secara bergiliran walaupun belum merata sekali (masih ada yang belum berani berbicara) sehingga pembicaraan tidak didominasi oleh mahasiswa tertentu. Artinya, mahasiswa cukup aktif dan partisipatif. Hal ini dimungkinkan karena setiap mahasiswa sudah memiliki jawaban atas temuannya sendiri atau hasil berdiskusi kelompok.
6
Upaya meningkatkan kesadaran mahasiswa akan SBB pada tahap presentasi dilakukan melalui pujian terhadap mahasiswa yang berpendapat dan umpan balik. Hal ini sejalan dengan pendapat Trianto (2010: 143) bahwa dalam menggunakan strategi belajar hendaknya dilakukan hal-hal berikut. (1) memberikan penguatan terhadap siswa yang memakai strategi belajar (2) memberikan umpan balik saat menguji materi dengan strategi tertentu” Pada tahap praktik, mahasiswa berpraktik berpresentasi sebanyak dua kali. Praktik berpresentasi pertama dilakukan pada kelompok masing-masing. Praktik berpresentasi kedua dilakukan di depan kelas. Tahap praktik meliputi tahap sebelum berpresentasi (tahap persiapan presentasi) dan tahap berpresentasi (tahap pelaksanaan presentasi). Pada tahap
sebelum berpresentasi, yaitu tahap persipan presentasi
mahasiswa berdikusi dalam kelompoknya (strategi sosial: bekerja sama dengan teman, bertanya mengklarifikasi atau mengoreksi) tentang topik (Strategi kognitif: menggunakan berbagai sumber, mencatat informasi), menyusun kerangka pembicaraan, mengembangkan kerangka pembicaraan (strategi metakognitif: menghubungkannya
dengan
pengetahuan
yang
sudah
dimiliki,
mengorganisasikan isi pembicaraan). Untuk melakukan semua kegiatan ini mahasiswa menghubungkan dengan pengetahuan dan pengalamannya yang berkaitan (strategi metakognitif), menggunakan berbagai sumber (strategi kognitif) dengan memanfaatkan bahan yang sudah tersedia, hand out, laptop, telepon genggam, dan internet. (Dosen mengingatkan agar menggunakan telepon genggam dan internet untuk menyelesaikan tugas dan bertanya jawab dengan mahasiswa alasan menggunakan berbagai sumber). Tahap pelaksanaan presentasi meliputi sebelum berbicara, saat berbicara, dan setelah berbicara. Presentasi yang digunakan pada tahap sebelum berbicara adalah berelaksasi, membuat pernyatan positif (strategi afektif). Pada tahap ini terdapat mahasiswa yang berinisiatif sendiri melakukan relaksasi dengan cara yang dipilihnya sendiri bukan yang dilatihkan. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kesadaran sendiri untuk memilih strategi sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini akan menjadi pijakan bahwa SBB dapat mendorong
7
mahasiswa untuk mandiri. Sebagaimana dikemukakan Querol (2010, hlm. 33) bahwa strategi harus menawarkan kesempatan bagi para siswa untuk menjadi pembelajar mandiri. Pada tahap saat berbicara mahasiswa ada yang berupaya berbicara tanpa catatan karena mengganggu konsentrasi, tetapi ada juga yang menggunakan catatan berupa garis besar materi yang akan disampaikan (Strategi kognitif). Memonitor diri sendiri (strategi metakognitif) ketika berbicara sulit diamati karena berupa prilaku abstrak. Hal ini sebenarnya merupakan karakteristik SBB itu sendiri sebagaimana dikemukakan Oxford (1990: 12) bahwa SBB tidak selalu mudah diamati. Bekerja sama dengan pembelajar lain untuk mencapai tujuan pembelajaran merupakan strategi yang dapat diamati, tetapi tindakan membuat asosiasi mental, strategi memori tidak bisa diamati. Kelemahan di atas bisa diatasi dengan think aloud procedures (Oxford, 1990: 194), yaitu bentuk laporan lisan tentang proses berpikir yang dilakukan pembelajar ketika melakukan suatu kegiatan pembelajaran bahasa. Setelah berbicara mahasiswa pun
berlatih untuk menilai kemampuan
berpresentasinya dan penggunaan SBB-nya (Strategi metakognitif: mengevaluasi sendiri). Dalam hal ini dilakukan diskusi kelas, mahasiswa saling mengungkapkan penilaian terhadap kemampuan dirinya, mahasiswa lain menanggapi atau mengomentari.
Hal ini sejalan dengan pendapat Trianto (2010: 143) bahwa
dalam penggunaan SBB guru harus mengevaluasi strategi belajar dan mendorong siswa untuk melakukan evaluasi. Selain menilai diri sendiri, mahasiswa pun memberi penghargaan terhadap dirinya sesuai dengan kemampuannya (Strategi afektif: menghargai diri sendiri). Bermacam-macam ungkapan mahasiswa dalam menghargai dirinya dan berdiskusi dengan temannya tentang perasaan yang dirasakannya ketika berpresentasi (Strategi afektif: membahas perasaan dengan orang lain). Menurut mereka perasaan mereka sama, merasa belum bisa berpresentasi dengan baik, teutama berkaitan dengan kestabilan emosinya. Hal ini dapat menjadi motivasi mereka untuk berlatih sampai betul-betul mampu berpresentasi dengan baik.
8
Untuk menilai kekonsistenan mereka
dalam menggunakan SBB
mahasiswa harus mengisi ceklist yang telah disediakan dosen. Hal ini sebenarnya akan membantu kesadaran mereka dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Pada tahap ekspansi dibahas tentang manfaat kegiatan pembelajaran yang dilakukan, baik yang berkaitan dengan SBB maupun materi pembelajaran dalam ruang lingkup yang lebih luas. Dalam hal ini dilakukan diskusi kelas dan guru. Pada tahap ini
mahasiswa memperlihatkan semangat atau motivasi dan
persistensi dalam menjawab pertanyaan dosen yang berkaitan dengan penggunaan SBB, isi pembicaraan, performa, dan bahasa. Dari rangkaian kegiatan dosen dan mahasiswa di atas dalam penggunaan SBB dalam pembelajaran presentasi dapat dinyatakan bahwa dosen berperan sebagai inisiator, motivator, fasilitator, pemandu, konsultan, koordinator. Hal ini sejalan dengan pendapat Oxford (1990: 10) bahwa pengajar dalam penggunaan SBB berperan sebagai fasilitator, pemandu, konsultan, penasihat, koordinator, narasumber, ahli diagnostik, dan komunikator. Hal ini didukung oleh pula data hasil observasi yang menunjukkan bahwa mahasiswa melakukan setiap kegiatan dalam setiap tahap SBB dalam pembelajaran presentasi dengan sangat baik. Hal ini berarti bahwa baik tahaptahap SBB maupun butir-butir SBB, dalam pembelajaran presentasi dilaksanakan dengan sangat baik. Meskipun demikian, penggunaan SBB ketika mahasiswa berdiskusi kelompok tentang temuan analisisnya sampai dengan menyimpulkan belum maksimal. Hal ini terlihat dengan adanya mahasiswa yang belum berani berbicara dalam berdiskusi. Selain itu, ketika SBB kelompok selesai, kelompok mahasiswa yang berpresentasi seharusnya melaporkan penggunaan SBB, baik SBB yang digunakan sebelum berbicara, saat berbicara maupun setelah berbicara (terutama pada pertemuan ke-3) dan kelompok mahasiswa yang bertugas menilai SBB melaporkan hasil penilaiannya. Laporan yang dominan dilakukan adalah laporan hasil penilaian terhadap SBB kelompok yang telah dilakukan yang meliputi isi pembicaraan, bahasa, dan performa oleh kelompok penilai SBB. Dari rangkaian kegiatan penggunaan SBB dalam pembelajaran presentasi yang dilakukan mahasiswa dapat dinyatakan bahwa penggunaan SBB dalam
9
pembelajaran presentasi disertai dengan penjelasan atau tanya jawab tentang manfaatnya bagi kegiatan belajar mahasiswa dapat membuat mahasiswa memiliki ketekunan sehingga dampak positif yang lebih jauhnya adalah mahasiswa bisa mencapai tujuan yang ditentukan atau prestasi. Berkaitan dengan strategi belajar Oxford (1990:
9) mengemukakan bahwa SBB menjadikan pembelajar lebih
mandiri. Trianto (2010: 141) pun berpendapat bahwa pengajaran strategi belajar berlandaskan pada dalil bahwa keberhasilan siswa sebagian besar bergantung pada kemahiran untuk belajar mandiri. Hal di atas sejalan dengan tuntutan pendidikan sekarang. Sebagaimana dikemukakan Azrien, dkk. (2011: 48) bahwa dalam konteks dunia sekarang, pendidikan tidak hanya berfokus pada perolehan pengetahuan dan mencapai nilai yang baik dalam ujian, tetapi juga pada peningkatan
potensi
pembelajar
untuk
mengarahkan
pembelajaran
dan
kemampuan untuk mengatasi tantangan lingkungan belajar mereka sendiri. Pembelajar bertanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri. Mereka tidak lagi dilihat sebagai individu yang pasif sebagai penerima informasi, mereka juga aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi terbentuknya hubungan antara informasi yang ada dan pengetahuan baru. Hal di atas pun selaras dengan tuntutan pendidikan
di Indonesia.
Sebagaimana tertera pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa pembelajaran presentasi dengan menggunakan SBB memosisikan mahasiswa sebagai subjek belajar dengan mengaktifkan seluruh ranah psikologisnya, baik kognitif, afektif, psikomotorik, maupun dimensi sosialnya sehingga mencapai kompetensi komunikatif dalam presentasi dengan mengaktifkan kompetensi linguistik,
10
kompetensi sosiolinguistik, kompetensi wacana, dan kompetensi strategi. Sebagaimana dikemukakan Oxford (1990: 8) bahwa hakikat SBB di antaranya adalah melibatkan banyak aspek belajar dari pembelajar, bukan hanya kognitif. SBB tidak terbatas pada fungsi kognitif. Strategi juga mencakup fungsi metakognitif (seperti perencanaan, evaluasi, dan mengatur seseorang belajar sendiri), afektif, sosial, dan fungsi lainnya. SBB berkontribusi untuk mencapai tujuan utama kompetensi komunikatif. Kompetensi bahasa sebagai salah satu kompetensi komunikatif diperoleh melalui pemprosesan informasi ketika mahasiswa menggunakan SBB. O‟Malley dan Anna Uhl Chamot (1990: 34 ) mengemukakan learning strategies are special ways of processing information that enhance comprehension, learning, or retention of the information. Dalam hubungan ini Oxford (1990: 8) berpendapat bahwa language learning strategies are operations employed by the learner to aid the acquisition, storage, retrieval, and use of information. Ehrman dan Rebecca Oxford (2008: 312) menyatakan bahwa Strategies are the often conscious steps or behaviors used by language learners to enhance the acquisition, storage, retention, recall, and use of new information. Uraian di atas pun mengisyaratkan pula bahwa interaksi dalam pembelajaran presentasi dengan menggunakan SBB adalah interaksi multiarah, yaitu interaksi dosen dengan mahasiswa, interaksi mahasiswa dengan mahasiswa, bahkan interaksi antara mahasiswa dengan materi pembelajaran. Dengan demikian, penggunaan SBB dalam pembelajaran presentasi searah dengan interaksi yang dikehendaki pendidikan dewasa ini, yaitu interaksi multiarah. Sebagaimana dikemukakan Djamarah (2005: 14) bahwa komunikasi sebagai transaksi (multiarah: interaksi antara guru dan anak didik dan antara anak didik dengan anak didik) dianggap sesuai dengan konsep belajar CBSA sebagaimana dikehendaki oleh para ahli dalam pendidikan modern. Dalam hubungan ini Abidin (2014: 2) mengemukakan bahwa keberhasilan pembelajaran akan sangat bergantung pada keberartian interaksi multiarah atau interaksi edukatif, yaitu interaksi yang berfungsi mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki peserta didik dalam rangka mengembangkan pengetahuan dirinya. Interaksi ini
11
selanjutnya
harus
inspiratif,
menyenangkan,
menantang,
memotivasi,
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 13 bahwa pelaksanaan proses pembelajaran berlangsung dalam bentuk interaksi antara dosen, mahasiswa, dan sumber belajar dalam lingkungan belajar tertentu. Hal lain yang bisa disimpulkan dari uraian di atas adalah bahwa dalam pembelajaran presentasi dengan menggunakan SBB dosen selain merencanakan secara sadar komponen-komponen pembelajaran yang sudah ditetapkan dan SBB harus direncanakan dan dilaksanakan secara sadar pula sehingga semua SBB dilakukan secara sadar pula oleh mahasiswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran sebagai bagian dari tujuan pendidikan. Hal ini sebenarnya sesuai dengan hakikat pendidikan itu sendiri. Sebagaimana dikemukakan dalam UndangUndang No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Keefektifan penggunaan SBB pun telah terbukti pada penelitian terdahulu. Cohen, dkk. (1996) melalui penelitian eksperimennya menyatakan bahwa penggunaan SBB dapat meningkatkan kemampuan berbicara pembelajar Universitas
Minnesota Penelitian eksperimen Querol (2010)
menunjukkan
bahwa penggunaan strategi afektif (ALLS) dan strategi sosial (SLLS) dapat meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris pembelajar Jurusan Bahasa Inggris universitas swasta di Filipina; Penggunaan strategi kognitif dan metakognitif dalam penelitian
Hamdan, dkk. (2010) dapat meningkatkan kemampuan
membaca teks bahasa Inggris pembelajar, calon guru, di Teachers Education Institute in Malaysia; Penelitian Yang dan wang (2015) tentang hubungan antara stategi Belajar Bahasa, efikasi diri, dan instruksi strategi dalam pembelajaran
12
bahasa Inggris sebagai bahasa asing pada mahasiswa
di
Taiwan Utara
menyarankan penggunaan strategi bejalar bahasa, terutama strategi memori, lebih intensif dalam pembelajaran bahasa pertama; Penelitian
Juyeon, Heinz, dan
Michael (2016) terhadap pembelajar bahasa di sekolah pascasarjana di Korea menunjukkan bahwa strategi belajar bahasa, khususnya strategi metakognitif, dapat meningkatkan kemahiran berbahasa Inggris.
D. SIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa Strategi Belajar Bahasa efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpresentasi mahasiswa. Proses pembelajaran presentasi dengan menggunakan SBB merupakan proses pembelajaran yang didasari oleh strategi berupa perilaku atau kegiatan khusus yang digunakan
pembelajar dalam kegiatan belajarnya yang meliputi
strategi kognitif, strategi metakognitif, strategi afektif, dan strategi sosial sehingga dapat melibatkan dan mengembangkan seluruh ranah psikologi mahasiswa, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor yang diimplementasikan melalui kegiatan individual atau melalui interaksi sosial. Proses pembelajaran presentasi dengan menggunakan SBB dilakukan dalam 5 tahap, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap presentasi, (3) tahap praktik, (4) tahap evaluasi, (5) tahap ekspansi. Pada setiap tahap digunakan SBB yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, dan kebutuhan mahasiswa. Proses pembelajaran presentasi dengan menggunakan SBB memosisikan pengajar sebagai inisiator, motivator,
fasilitator, pemandu, konsultan, dan
koordinator, sedangkan pembelajar sebagai subjek belajar yang mengaktifkan seluruh ranah psikologi dan dimensi sosialnya. Proses pembelajaran presentasi dengan menggunakan SBB adalah proses pembelajaran multiarah. Interaksi yang terjadi bukan hanya interaksi antara dosen dan mahasiswa, melainkan juga interaksi
mahasiswa dengan mahasiswa dan
interaksi mahasiswa dengan bahan pembelajaran.
13
Penelitian penggunaan SBB dalam pembelajaran presentasi dilakukan tanpa memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi SBB, yaitu faktor tingkat kesadaran, tahap pembelajaran, jenis tugas, tujuan yang dirumuskan pengajar, usia, jenis kelamin, kebangsaan/etnis, gaya belajar umum, ciri-ciri kepribadian, tingkat motivasi, dan tujuan belajar bahasa. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya hendaknya memperhatikan faktor-faktor tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Abidin Y. (2014). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama. Azrien, M., Adnan, M., & Mohamad, S. (2011). Language Learning Strategies And Self-Efficacy Belief in Arabic Language Learning: a Malaysian context.
AJTLHE Vol. 3, No.2, July 2011, 48-59. ISSN: 1985-5826.
[Online]. Diakses dari: http://www.ukm.my/ jtlhe/pdf/AJTLHE 78-En Mohahamad Azrien UM KB.pdf. Brown, H. D. (2001). Teaching by Principles: An Interaction Approach to Langauge Pedagogy.San Francisco: Longman. Chamot, Anna Uhl. 2004. “Issues in Language Learning Strategy Research and Teaching”. Electronic Journal of Foreign Language Teaching 2004, Vol. 1, No. 1, pp. 14-26. Diakses dari: http://e-flt.nus.edu.sg/. [on line]. 1 April 2013. Cohen, A.D, dkk.
(1996). The Impact of Strategies-Based Instruction on
Speaking A Foreign Language. [Online]. Diakses dari: http://carla. acad.umn.edu/
resources/working-papers/documents/ImpactofStrategies
Based Instruction.pdf Creswell, J.W. (2012). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitatice and Qualitative Research. Boston: Pearson. Djamarah, S.B. (2005). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Teoretis Psikologis. Jakarta: PT Rineka Cipta.
14
Dülger, Osman. 2011. Meta-Cognitive Strategies in Developing EFL Writing Skills Contemporary Online Language Education Journal 2011, 1(2), 82100. Diakses dari: http://www.colej.org/vol-1-2/82-100.pdf. Ehrman, Madeline and Rebecca Oxford. 2008. “Adult Language Learning Styles and Strategies in an Intensive Training Setting”. Foreign Service Institute College of Education 1501 S. Randolph Street University of Alabama Arlington, VA 22204 Tuscaloosa, AL. Diakses dari http://www.academia. edu/2344095/Adult_language_learning_styles_andstrategies_in_an_intensi ve_training_setting. [on line]. Fraenkel, dkk. (2012). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: Mc Graw Hill. Greene, J. (2000). Language Understanding a Cognitive Apprach. Philadhelpia: Open University Press. Hamdan, A.R. dkk. (2010). The Cognitive and Metacognition Reading Strategies of Foundation Course Students in Teacher Education Institute in Malaysia. European Journal of Social Sciences. Volume: 13 Page: 133-144. Diakses dari: http://lib.education.vnu.edu.vn:8121/bitstream/123456789/4558/1/ TeacherEducation10963.pdf Juyeon, L., Heinz, and Michael. (2016). English Language Learning Strategies Reported by Advanced Language Learners. Journal of International Education Research. [Online]. v12 n2 p67-76 2016. Diakses dari: http://files.eric.ed.gov/ Lee, C.K. (2010). “An Overview of Language Learning Strategies”. ARECLS, 2010, Vol.7,132-152. [Online]. Diakses dari: http://research .ncl.ac.uk /ARECLS/volume7/lee_vol7.pdf. Lengkanawati, N.S. (1996). Kontribusi Strategi Belajar Bahasa terhadap Tingkat Kemahiran Berbahasa: Studi tentang Perbedaan antara Strategi Belajar Pembelajar Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Muho, A & Kurani, A. (2011). Learning Strategies in Second Language Learning and Teaching. ISSN 2039-2117.
15
Mediterranean Journal of Social
Sciences Vol. 2, No. 3, September 2011. Halaman 174-178. [Online]. Diakses
dari:
http://www.mcser.org/images/
stories/
2_journal/
mjssso203/september 2011 /17.anitamuho.pdf. O‟Malley, I.M. & Chamot, A.U. (1990). Learning Strategies in Second Language Acquisition. New York: Cambridge University Press. Oxford, R.L. (1990). Language Learning Strategies: What Every Teacher Should Know. New York: Newbury House Publishers. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan. Querol, M.B. (2010). College students‟ Use of Affective and Social Language Learning Strategies: A Classroom-Based Research.
Philippine ESL
Journal, Vol. 5, July 2010. [Online]. Diakses dari: http://www. philippineesl-journal.com/V5_A8.pdf Slavin, R.E. (2005). Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. (Diterjemahkan oleh Narulita Yusron). Bandung: Nusa Media. Syihabuddin. (2009). Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Sekolah Pascasarjana, UPI Bandung. Thornbury, S. (2005). How to Teach Speaking. New York: Longman. Trianto. (2010). Mendesain Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 23 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan di Indonesia. VanPatten, B. (1996). Input processing and grammar instruction in second language acquisition. USA: Alex Publishing Corporation. Yang, A.L., Wang, P.L. (2015). Investigating the Relationship among Language Learning Strategies, English Self-Efficacy, and Explicit Strategy Instructions. Taiwan Journal of Tesol Vol. 12.1, 35-62. Diakses dari: http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1078937.pdf
16