JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
PENILAIAN DAN PERANCANGAN PROTOTYPE APLIKASI KNOWLEDGE LOSS RISK PADA BIDANG PEMELIHARAAN DI PT.PJB UP GRESIK Nur Annisa Istiqomah,Naning Aranti Wessiani, Arif Rahman Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] ;
[email protected] ;
[email protected]
Abstrak- Pengetahuan merupakan salah satu aset penting untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja perusahaan. Adanya kebijakan mengenai pensiun dapat berpotensi terjadinya knowledge loss, apabila knowledge tersebut tidak didokumentasikan dengan baik, sehingga produktivitas dan kinerja karyawan menjadi turun. Oleh karena itu perusahaan harus bisa mengelola knowledge yang dimilikinya sehingga knowledge dapat ditingkatkan dan dimanfaatkan bagi karyawan yang membutuhkan untuk melaksanakan tujuan perusahaan. Knowledge loss risk assessment merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pengetahuan kritis dan para expert yang beresiko hilang dari perusahaan. Dalam metode ini digunakan beberapa kriteria untuk mengidentifikasi pengetahuan kritis bagi perusahaan. Hasil dari penilaian yang telah dilakukan, maka diketahui knowledge kritis yang berisiko hilang berserta konsekuensi bisnis yang ditimbulkan apabila knowledge kritis tersebut tidak ditangani dengan baik. Dengan melihat proses yang telah dilakukan dalam knowledge loss risk assessment, maka dilakukan perancangan aplikasi yang berupa prototype untuk memudahkan proses penilaian. Kata Kunci: knowledge management, knowledge loss risk assesment, database design.
I. PENDAHULUAN Pemeliharaan didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk melakukan inspeksi, perbaikan dan penggantian komponen-kompenen suatu peralatan mesin dan sebagainya. Tujuan dari pemeliharaan adalah untuk meningkatkan keandalan suatu peralatan mesin sehingga dapat menjamin keberlangsungan dari proses operasi dari sistem produksi. Selain itu kegiatan pemeliharaan juga berfungsi untuk menjaga keselamatan dari orang yang menggunakan sarana tersebut. Untuk mengeksekusi proses pemeliharaan dengan tepat, diperlukan knowledge. Knowledge didapatkan melalui pelatihan, pengalaman ataupun melalui proses pendidikan formal. Peranan karyawan yang memiliki knowledge yang sesuai dengan pemeliharaan merupakan hal yang penting. Tanpa knowledge yang sesuai maka proses pemeliharaan tidak akan berjalan optimal. Untuk mendapatkan keunggulan kompetitif, perusahaan harus mengetahui bagaimana mengelola knowledge organisasi dengan mengembangkan, menyebarkan, dan memanfaatkannya secara efektif [1]. PT. PJB merupakan salah satu anak perusahaan PLN yang bergerak pada produksi energi listrik. PT. PJB
mempunyai 6 pembangkit yang usianya relatif tua. Salah satunya adalah PT. PJB Unit pembangkitan Gresik yang usianya sudah lebih dari 30 tahun [2]. Dengan usia-unit yang sudah tua PT. PJB memerlukan manajemen pemeliharaan yang tepat terhadap mesin-mesin yang dimiliki agar dapat memproduksi listrik selama 24 jam setiap hari. Berdasarkan data dibawah ini dapat ditunjukkan peta kesehatan unit dimana 78,97% Peralatan di UP Gresik peralatan beroperasi Normal, sebesar 8,72 % memerlukan perhatian khusus, dan 12,31 % peralatan tersebut tidak beroperasi. Meskipun angka peralatan yang bermasalah hanya 21,03 % [3], peralatan tersebut tetap harus ditangani, agar dapat dilakukan evaluasi mengenai penyebab kerusakan dan dapat diambil keputusan yang tepat. Jika hal ini tidak segera ditangani maka akan menyebabkan kerugian baik secara finansial ataupun besar kapasitas produksi listrik yang akan dihasilkan. Dengan adanya fenomena diatas, PT. PJB memerlukan karyawan yang telah berpengalaman dalam memelihara perlatana pembangkitan untuk mendukung lancarnya proses produksi listrik. Seiring dengan usia pembangkit yang relatif sudah tua, PT. PJB UP Gresik mempunyai karyawan yang telah berpengalaman dan memiliki knowledge dalam melakukan pemeliharaan terhadap mesin-mesin produksi [4]. Namun, pada kurun waktu antara 2011-2016 banyak karyawan pemeliharaan yang akan mendekati masa pensiun. Dengan adanya fenomena karyawan yang akan mendekati masa pensiun, potensi terjadinya knowledge loss oleh karyawan akan bertambah. Pada kondisi eksisting PT. PJB UP Gresik bidang pemeliharaan belum banyak knowledge yang terdokumentasi dengan baik. Sedangkan kebutuhan akan knowledge bidang pemeliharaan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya karyawan baru. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengatasi knowledge yang berpotensi hilang melalui proses identifikasi yang lebih spesifik. Sehingga diharapkan knowledge tersebut tetap ada, memperkecil gap knowledge dan dapat dijadikan bahan kaderisasi bagi karyawan yang memerlukan. Penelitian tugas akhir ini difokuskan untuk mengidentifikasi para expert dan knowledge penting yang beresiko hilang dari perusahaan, konsekuensi yang ditimbulkan apabila knowledge tersebut hilang melalui proses knowledge loss risk assesment dan merancang sebuah aplikasi untuk mempermudah proses penilaian. Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan program perbaikan untuk mempermudah capture knowledge yang menunjang proses bisnis perusahaan.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 II. METODE PENELITIAN A. Mengidentifikasi dan menilai risk factor criteria Dalam tahap ini penilaian resiko akan hilangnya pengetahuan dilakukan untuk mengidentifikasi posisi dan individu yang memiliki potensi hilangnya pengetahuan terbesar. Tingkat kepentingan ini didasarkan pada Review risk factor untuk perkiraan waktu berhenti karyawan atau alasan pengurangan karyawan yang lain. Waktu berhenti ini bisa didapatkan langsung dari karyawan, atau dihitung berdasarkan usia dan data masa jabatan. Tabel 2.1 merupakan daftar kriteria yang digunakan untuk menetapkan Review risk factor dan tabel 2.2 merupakan position risk factor criteria. position risk factor criteria ini didasarkan pada pengetahuan yang unik dan kritis yang dimiliki oleh karyawan[5].
2 karyawan atas pengetahuan yang berhubungan dengan bisnis proses perusahaan. Penilaian ini terdiri dari beberapa aspek indikator perilaku yang terkait dengan skill dan fakta dalam menjalankan tugas. Penilaian dilakukan berdasarkan dimensi atau aspek – aspek yang telah ditetapkan perusahaan berdasarkan kriteria kompetensi teknikal [6]. Aspek – aspek tersebut antara lain kedalaman pengetahuan, luas keahlian atau lingkup kepakaran, aspek pengusaan keilmuan, dan aspek penyebaran pengetahuan. Tabel 2.3 Aspek Kedalaman Pengetahuan
Tabel 2.1 Review risk factor
Tabel 2.2 Position risk factor criteria
Tabel 2.4 Aspek Luas Keahlian Manajerial
Setelah dilakukan penilaian, Posisi risk factor harus dikomunikasikan dengan manajer untuk memastikan keakuratan rating. B. Melakukan penilaian knowledge berdasarkan tingkat kompetensi Langkah ini dapat diawali identifikasi pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan berdasarkan bisnis proses perusahaan. Pengetahuan yang akan dilakukan penilaian adalah berdasarkan practical knowledge yang dimiliki karyawan. Practical knowledge merupakan ilmu terapan dan intuisi dalam menangani permsalahan kerusakan mesin yang didapatkan selama bekerja. Kemudian dari pengetahuan yang telah diidentifikasi pada masing-masing karyawan dapat dilakukan penilaian kompetensi. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahuai seberapa besar kompetensi
Tabel 2.5 Aspek Luas Keahlian Manajerial
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Tabel II.6 Penyebaran pengetahuan
3 critically knowledge. Untuk melakukan penilaian, dilakukan dengan metode wawancara dengan pihak yang terkait, misalkan karyawan, manajer, supervisor, serta tim yang bertugas untuk menilai tingkat kompetensi pengetahuan karyawan. Berikut ini merupakan contoh sebagian rekap hasil dari pengambilan data dan perhitungan. Tabel II.11 Rekap masing-masing penilaian
C. Melakukan penilaian identifikasi konsekuensi bisnis melalui critically knowledge Untuk mengetahui konsekuensi bisnis yang ditimbulkan akibat knowledge loss dapat dilakukan identifikasi konsekuensi melalui critically knowledge berdasarkan aspek tingkat kepentingan, Kelangkaan pengetahuan, dan tingkat kesulitan pemulihan. Kriteria ini didapatkan dari hasil wawancara senior manajer sub dit. Knowledge management PT. PJB yang didasarkan dari sumber knowledge loss risk assessment,[ ] Tabel II.7 Tingkat kepentingan
Setelah dilakukan rekap data, maka masing-masing nilai dari risk factor criteria, tingkat kompetensi, dan critically knowledge diklasifikasikan dengan menggunakan metode quartil untuk menghasilkan skala 1-4 dengan klasifisikasi 1= sangat rendah, 2 = rendah, 3 = tinggi dan 4= sangat tinggi. Hal ini dilakukan untuk mencari skala prioritas dari masingmasing hasil penilaian. Setelah itu dari masing-masing kriteria yang sudah standar, dilakukan perkalian agar untuk melihat hasil total kriteria karyawan yang expert, memiliki risiko yang tinggi untuk knowledge loss dan skill yang dimilikinya. Dari hasil score akhir dapat diklasifikasikan langkah mitigasi knowledge. Berikut ini merupakan rekap hasil skala prioritas perhitungan quartil dengan menggunakan software spss dan excel. Berikut ini merupakan rekap hasil dari masing-masing hasil. Tabel II.12 Hasil Urutan knowledge prioritas
Tabel II.8 Kelangkaan Pengetahuan
Tabel II.13 Mitigasi hasil urutan prioritas
D. Melakukan perhitungan berdasarkan quartil Setelah melakukan pengumpulan data masa kerja seluruh karyawan dan pengetahuan yang dimiliki karyawan bidang pemeliharaan, maka dilakukan penilaian dengan berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan diatas. Kemudian dilakukan rekap data dan dihitung total akhir peniaian dengan cara mengkalikan nilai antar kriteria. Hal ini juga berlaku untuk kriteria tingkat kompetensi dan penilaian identifikasi konsekuensi bisnis melalui kriteria
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 E. Melakukan perancangan aplikasi knowledge loss risk assesment Perancangan aplikasi ini dibuat dengan tujuan untuk memperudah proses penilaian, menyimpan data pengetahuan karyawan dan didasarkan atas prosedur melakukan penilaian yang sudah disampaikan pada proses sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan adalah melakukan identifikasi kebutuhan apliasi knowledge loss risk assesment dan hubungan antar entitas dalam sistem.Dalam hal ini ditentukan kebutuhan sistem dibagi menjadi 2. Yaitu kebutuhan fungsional dan kebutuhan non fungsional. Kebutuhan fungsional merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan fungsi utama dari sebuah sistem. Sedangkan untuk kebutuhan non fungsional merupakan fitur tambahan yang berhubungan dengan fungsi pendukung sebuah sistem. Kebutuhan non fungsional ini tidak berpengaruh pada jalannya sistem. Sistem tetap akan bisa berjalan meskipun tanpa kebutuhan non fungsional. Pengguna menggunakan Sistem aplikasi
Login diterima sistem
Gagal
Verifikasi ID Berhasil
Sistem menerima menerima inputan data kepegawaian, pengetahuan, dan penilaian
Sistem melakukan proses update data dan proses penilaian
tidak
Sistem melakukan pemberitahuan penyimpanan
Verifikasi Penyimpanan
ya
Sistem melakukan olah data
Sistem menampilkan hasil penilaian
Pengguna ingin melakukan penyimpanan olah data
Sistem melakukan pemberitahuan penyimpanan
Tidak
Ya
Logout diterima sistem
Pengguna meninggalkan sistem
Gambar 1.2 flowchart sistem knowledge loss risk assesment
Gambar 1.2 Aplikasi sistem knowledge loss risk assesment
4 III. HASIL DAN DISKUSI A. Analisis risk factor Penilaian review risk factor didapatkan dari data waktu karyawan pensiun dari perusahaan. Bisa juga karyawan yang akan menghadapi masa pensiun ini berhubungan dengan lama masa kerja. Masa kerja yang lama, dapat mengindikasikan bahwa pelatihan, pengalaman, dan knowledge karyawan cukup banyak. Sehingga karyawan yang akan pensiun mempunyai potensi bahwa knowledge yang dimiliki juga akan ikut hilang apabila knowledge tidak tercapture dengan baik. Karyawan yang akan pensiun dari perusahaan didalam waktu dekat (misalkan : tahun depan) memiliki nilai review risk factor yang tinggi. Sedangkan untuk position risk factor didapatkan dari posisi bidang dari karyawan pemeliharaan. Posisi ini didasarkan pada tingkat keunikan knowledge yang dimiliki masing-masing bidang fungsi. Dari pengumpulan data didapatkan penilaian yaitu untuk fungsi kontrol adalah 5, fungsi mesin dan listrik adalah 4, fungsi perencanaan dan pengendalian adalah 3 dan manajemen outage adalah 3. Knowledge pada bidang kontrol ini diberikan nilai 5 karena knowledge pada bidang kontrol ini tergolong unik. Bidang fungsi kontrol memegang peranan penting bagi peralatan unit pembangkit yang sudah banyak menggunakan peralatan pengendalian terotomasi dan selalu mengalami banyak perkembangan. Jika peralatan kontrol mengalami gangguan atau kerusakan, maka akan sangat berpengaruh pada peralatan yang lain. Knowledge yang diperlukan untuk mengeksekusi peralatan kontrol membutuhkan pengalaman dan pendidikan yang cukup lama, karena pemeliharaan dari peralatan kontrol relatif lebih susah bila dibandingkan peralatan yang lain. Selain itu karyawan yang memiliki skill dalam bidang pemeliharaan fungsi kontrol jumlahnya lebih sedikit dari karyawan fungsi lain, karena tidak banyak karyawan yang dapat menguasai bidang ini. Sehingga untuk mengisi posisi ini diperlukan effort yang lebih. Sedangkan apabila bidang fungsi kontrol dibandingkan pada bidang fungsi perencanaan dan pengendalian pemeliharaan (rendalhar), tentu saja akan jauh berbeda. Karena pada bidang fungsi rendalhar, aktivitas yang dilakukan tidak sulit dan membutuhkan effort lebih seperti eksekusi fungsi kontrol karena Aktivitas pada bidang perencanaan lebih besifat manajemen dan administrasi. Sehingga rendalHar diberikan nilai 3 Nilai 3 ini diberikan karena knowledge dalam posisi ini, relatif lebih mudah untuk didapatkan. Karena sifat dari pekerjaan di bidang fungsi rendalhar sangat rutin (setiap hari) maka diberi nilai yang lebih tinggi daripada bagian manajemen outage. Manajemen outage memiliki nilai 2, karena selain aktivitasnya bersifat administrasi dan manajemen, bagian ini banyak melibatkan perencanaan yang bersifat jangka panjang. Untuk bidang mesin dan listrik memiliki nilai yang sama yaitu 4. Angka ini menunjukkan bahwa knowledge pada bidang mesin dan listrik lebih banyak yang mengusai dibandingkan bidang kontrol. Karena peralatan mesin-mesin dan listrik pada PLTU dan PLTGU dari tahun ke tahun masih relatif sama, tidak terlalu mengalami banyak perubahan. Selain itu, karyawan yang tersebar dalam kedua bidang ini juga lebih banyak daripada bidang kontrol. Hasil yang dicapai adalah risk factor masing-masing individu dengan tingkat nilai yang berbeda-beda. Namun meskipun begitu penilaian ini tidak selesai terbatas dari
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 individu yang memiliki risk factor yang tertinggi. Karena belum tentu orang yang memiliki risk factor yang tertinggi memiliki knowledge yang sesuai dengan bisnis proses perusahaan dan ahli didalam menguasai pengetahuan tertentu. Sehingga penilaian berlanjut pada tingkat kompetensi practical knowledge. B. Analisis Practical knowledge Pada pembahasan sebelumnya telah diidentifikasi practical knowledge yang dimiliki masing-masing individu melalui form yang diisi oleh seluruh karyawan pemeliharaan. Hal ini dilakukan secara mandiri oleh karyawan masing-maisng. Data yang terkumpul dilapangan menunjukkan bahwa masing-masing individu bisa mempunyai lebih dari satu knowledge. Knowledge yang terkumpul antara bagian satu dan lainnya juga berbeda. Contohnya knowledge dalam bidang fungsi mesin akan berbeda dengan bidang fungsi kontrol. Hal ini dikarenakan perlatan yang dihadapi oleh masing-masing bidang fungsipun berbeda. Namun bisa jadi didalam satu bagian karyawan memiliki knowledge yang sama. Misalnya knowledge yang dimiliki oleh karyawan bidang fungsi rendal har dan manajemen outage umumnya seragam. Knowledge yang seragam itu bisa dilihat dari penggunaan tools yang dipakai sehari-hari yaitu SIT Ellips dan manajemen proyek. Karena berdasarkan bisnis prosesnya, rendal har dan manajemen outage banyak melibatkan aktivitas yang bersifat administrasi. Practical knowledge yang diidentifikasi pada proses ini adalah knowledge yang berhubungan dengan bisnis proses bidang pemeliharaan. Baik itu pengalaman selama bekerja yang mengacu pada standar operating procedure yang dikerjakan terhadap mesin yang spesifik dan kritikal, maupun yang berhubungan dengan intuisi ketika menyeleseikan suatu pekerjaan. Dalam menentukan practical knowledge oleh individu dilakukan secara self assessment. Hal ini dikarenakan, perusahaan belum mempunyai direktori standar kompetensi yang harus dimiliki oleh teknisi – teknisi pemeliharaan dan job description secara jelas. Namun job description yang tersedia di perusahaan merupakan job description lama dimana pada saat itu PT. PJB belum merubah strategi perusahaannya. Namun kekurangan dari self assessment adalah adanya kemungkinan bahwa karyawan tersebut belum sepenuhnya menuliskan knowledge penting yang dimilikinya. Oleh karena itu tetap dilakukan pemeriksaan oleh para supervisor terkait dan manajer pemeliharan mengenai ketepatan identifikasi practical knowledge yang sesuai dengan bisnis proses. Karyawan yang telah melakukan self assessment Practical knowledge belum tentu memiliki tingkat kompetensi yang tinggi. Dimana dengan memiliki tingkat kompetensi yang tinggi terhadap suatu pengetahuan tertentu dapat dikatakan karyawan memiliki keahlian terhadap practical knowledge yang teridentifikasi. Oleh karena itu untuk melihat seberapa besar tingkat kompetensi practical knowledge yang dimiliki oleh karyawan, diperlukan penilaian lebih lanjut terhadap practical knowledge yang dimiliki. Karena meskipun seorang karyawan memiliki pengetahuan yang sama, belum tentu karyawan tersebut memiliki kompetensi yang tinggi. Kompetensi ini merupakan hal yang penting karena berhubungan dengan karakteristik pengetahuan mendasar individu yang dapat
5 menunjukkan cara berpikir serta berperilaku untuk melaksanakan tugas dengan performa tinggi. Untuk mendapatkan hasil dari tingkat kompetensi dilakukan penilaian oleh supervisor yang terkait pada masing-masing bidang fungsi. Aspek-aspek yang dinilai adalah tingkat kedalaman pengetahuan, lingkup kepakaran, penguasaan keilmuan, dan penyebaran pengetahuan. Dalam penilaian tingkat kompetensi ini untuk practical knowledge yang dimiliki oleh staf dinilai oleh supervisor. Sedangkan practical knowledge yang dimiliki oleh supervisor dinilai tingkat kompetensinya oleh manajer pemeliharaan. Penilaian ini melibatkan supervisor dan manager karena selain kedudukannya lebih tinggi dari staf pemeliharaan, namun supervisor dan manajer lebih mengetahui kondisikondisi aktual para stafnya dilapangan. Berdasarkan hasil pengumpulan data, tingkat kompetensi yang dimiliki oleh karyawan pemeliharaan sangat beragam. Dan didalam hasil penilaian, belum tentu karyawan yang memiliki kompetensi tinggi ada pada diri supervisor. Namun, untuk sebagaian data yang dinilai, terlihat bahwa karyawan yang menduduki posisi tertentu misalkan supervisor atau manajer mempunyai kompetensi terhadap knowledge tertentu yang lebih tinggi daripada staf. C. Analisis konsekuensi bisnis Dalam identifikasi konsekuensi bisnis dilakukan penilaian kekritisan pengetahuan melalui aspek tingkat kepentingan knowledge, tingkat kelangkaan knowledge dan tingkat kesulitan pemulihan knowledge. Aspek-aspek ini didasarkan pada bagaimana knowledge yang teridentifikasi tersebut memiliki pengaruh atau dampak bagi kelangsungan bisnis proses perusahaan. Selain itu juga dipaparkan tingkat kesulitan kelangkaan knowledge. Tingkat kelangkaan ini berhubungan dengan ketersediaan knowledge tersebut dalam bentuk explicit knowledge dan jumlah staf yang menguasai knowledge tersebut. Berdasarkan pengolahan data, rata-rata knowledge yang teridentifikasi masuk dalam kategori knowledge dengan tingkat kepentingan yang tinggi. Seperti knowledge untuk memelihara program logic burner. Knowledge mempunyai nilai kepentingan yang tinggi karena, knowledge ini berhubungan secara langsung proses pembakaran air dan gas yang berdampak langsung pada kestabilan operasi unit pembangkit. Penentuan kriteria tingkat kepentingan ini didasarkan pada kriteria maintenance priority index. Maintenance priority index merupakan indeks prioritas maintenance yang telah dihitung berdasarkan operating critically ranking dan asset failure probability factor, karena practical knowledge yang dihadapi karyawan pemeliharaan kebanyakan berhubungan dengan peralatan unit pembangkit. Sehingga untuk mengidentifikasi dampak dapat dilakukan melalui maintenance priority index. Hasil yang didapatkan pada penilaian konsekuensi bisnis ini secara umum adalah, practical knowledge didalam bidang pemeliharaan merupakan pengetahuan yang kritis yang berhubungan dengan jalannya operasi pembangkitan. D. Analisis Perhitungan Kuartil Pada pembahasan sebelumnya telah dilakukan perhitungan untuk menentukan range prioritas menggunakan kuartil. Kuartil digunakan dikarenakan hasil nilai antara risk factor, tingkat kompetensi, dan konsekuensi bisnis tidak sama. Oleh karena itu diperlukan satuan nilai yang sama antara 3 kriteria tersebut agar dapat dilakukan klasifikasi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 prioritas knowledge dan expertnya melalui proses perkalian pada masing-masing kriteria. Perhitungan untuk menyamakan satuan dilakukan dengan skala hasil perhitungan kuartil. Hasil dari perhitungan didapatkan kriteria risk factor memiliki Q1= 4, Q2 = 4,Q3 = 5. Karena memiliki nilai antara Q1 dan Q2 adalah sama, maka klasifikasi dari pembagian kuartil diputuskan antara nilai Q1 dan Q2 yang kurang dari 4 masuk klasifikasi 2 yaitu rendah. Sedangkan nilai antara Q2 dan Q3 antara 4-5 masuk klasifikasi tinggi. Sedangkan untuk nilai diatas Q3 diatas 5 masuk klasifikasi sangat tinggi. Kesamaan ini memang bisa terjadi dikarenakan data aktual dari perhitungan yang kemudian dibagi menjadi Q1 , Q2, Q3 memiliki nilai yang sama. Perhitungan dilakukan untuk menentukan prioritas knowledge dapat dilakukan dengan cara mengkalikan antara 3 kriteria tersebut, kemudian dilakukan pengurutan data untuk mengetahui mana data yang menduduki peringkat yang paling terbesar hingga yang terendah. Berdasarkan hasil urutan data, perusahaan mengambil 19 orang untuk dimasukkan kedalam prioritas yang high priority. High priority berada diantara level nilai antara 48-64. pertimbangan ini dilakukan karena masing-masing individu memiliki nilai 2 skala “sangat tinggi”. Sehingga dengan adanya range nilai tersebut, perusahaan memprioritaskan bahwa knowledge tersebut kritis dan berpotensi hilang yang melekat pada masing-masing expert. Kriteria nilai expert ini didapatkan berdasarkan nilai kompetensi yang tinggi. E. Analisis Rancangan Aplikasi Alur dan hasil dari pelaksanaan knowledge loss risk assesment yang sudah dilaksanakan akan disimpan kedalam suatu database dalam bentuk aplikasi knowledge loss risk assesment yang dirancang melalui software access dan visual basic. Dilihat dari kondisi eksisting jaringan komputerisasi yang ada pada objek amatan, maka kondisi hardware berupa unit komputer dengan spesifikasinya beserta software yang ada, cukup untuk mendukung konsep perancangan aplikasi ini. Dua kelompok yang terbagi pada kebutuhan rancangan sistem yaitu kebutuhan fungsional dan kebutuhan non fungsional digunakan untuk membedakan fungsi utama aplikasi sebagai suatu alat untuk memudahkan penilaian, melakukan penyimpanan data dan melihat hasil report dari pengolahan data. Adanya menu seperti login dan tampilan panduan yang dimaksudkan untuk pengaman dari sebuah data yang tersimpan didalam database. Berdasarkan aplikasi yang telah dibuat, alur dari bisnis proses tersebut adalah user memasukkan NIP dan password. user yang hanya bisa masuk ke dalam aplikasi hanya user yang telah memiliki NIP dan password yang telah diatur oleh bagian SDM atau admin dari aplikasi. Selanjutnya dalam aplikasi ini pegawai dapat memasukkan practical knowledge yang dimilikinya. Seluruh karyawan bisa mengakses aplikasi ini namun hanya terbatas untuk memasukkan knowledge yang dimilikinya. Sedangkan untuk proses penilaian, yang mempunyai hak akses adalah pihak manajer. untuk kemudian dilakukan penilaian terhadap masing-masing knowledge. Report dari sistem aplikasi ini berupa informasi yang menunjukkan hasil penilaian knowledge loss risk assesment, dimana dalam sistem tersebut didapatkan knowledge kritis dan para expertnya. Prototype aplikasi knowledge loss risk assesment dengan menggunakan sistem tersebut memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan. Kelebihan dari sistem tersebut adalah , Mampu menyimpan dan menampilkan hasil knowledge yang
6 dimiliki oleh karyawan yang dibutuhkan secara cepat dengan pencarian berdasarkan kata kunci, Mampu menghitung secara cepat dari penilaian yang telah diinputkan, Mampu melihat hasil prioritas berdasarkan penilaian dengan cepat sehingga pihak manajemen dapat melakukan analisa lebih mendalam mengenai expert dan pengetahuan yang menjadi prioritas perusahaan untuk dilakukan penanganan lebih lanjut. Sedangkan kekurangan dari sistem ini adalah Sistem yang dibuat berdasarkan rumusan metode penilaian yang telah ditetapkan, Sistem aplikasi ini memiliki keterbatasan dalam hal sharing knowledge. User tidak dapat melakukan sharing knowledge dengan user yang lainnya secara online, Sistem ini hanya dikhususkan sebagai media untuk melakukan penilaian KLRA saja. Sehingga apabila terdapat penambahan dalam melakukan perhitungan, maka diperlukan penyelarasan kembali. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penilaian menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan penting dimiliki oleh karyawan yang berisiko hilang adalah pada bidang kontrol, mesin, dan listrik yang menjadi prioritas dan akan dilakukan capture knowledge. Dalam bidang kontrol terdapat 5 orang ahli, bidang mesin 1 orang ahli, bidang listrik 2 orang ahli yang memiliki pengetahuan kritis.Berdasarkan hasil penilaian critically knowledge, dapat diidentifikasi bahwa apabila pengetahuan tersebut hilang,dampak yang akan terjadi berakibat sangat besar terhadap keamanan perusahaan, keandalan dan efisiensi yaitu semua unit akan mengalami trip, biaya yang dikeluarkan dapat mencapai 10 milyar untuk mengganti peralatan utama dan berakibat fatal bagi keselamatan karyawan. Selain itu, Biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan sumber daya baru adalah sekitar 2 milyar. Waktu untuk mendapatkan pengetahuan tersebut adalah lebih dari 15 tahun. Perancangan aplikasi berdasarkan atas alur penilaian yang dilakukan adalah pihak PJB membutuhkan suatu aplikasi yang mempermudah untuk jalannya proses penilaian yang dilakukan terhadap masingmasing individu. DAFTAR PUSTAKA [1]Szulanski, G. 1996, Exploring internal stickiness: impediments to the transfer of best practices within the firm, Strategic Management Journal 17 (1996) 27–43. [2] PJB, Humas. 2011. Power Plant Academy PJB Pertama di Indonesia, Surabaya: PT PJB. Edisi 70, Juli 2011 [3] Pemeliharaan, bidang. 2011. Peta kesehatan unit. Gresik : PT.PJB UP Gresik [4] Megasari, Rista. 2009. Knowledge Loss Risk Managament In: UPHT (ed.). Surabaya: PJB kantor pusat. [5] Vienna, 2006. Risk Management of knowledge loss in nuclear Industry Organization. Austria: International Atomic Energy Agency. [6]Spencer, L.M., Spencer, S.M, 1993,Competence at Work:Models for Superrior Performance, New York: John Wily & Son,Inc