PENGUKURAN STREAMER AWAL PENANGKAL PETIR KONVENSIONAL DAN NON KONVENSIONAL
Filipus Aron Mamuji 13204006 Program Studi Teknik Elektro Sekolah Teknik Elektro dan Informatika
Abstrak Early Streamer Emission (ESE) sebagai teknologi baru dalam sistem proteksi petir eksternal merupakan suatu terminal udara yang meningkatkan probabilitas streamer awal. Saat ini early streamer emission telah menjadi perdebatan di dunia internasional, salah satunya dalam hal efektivitas dari alat tersebut. Beberapa Negara menentang sistem terminal udara early streamer emission karena efektifitasnya tidak sesuai dengan klaim dari perusahaan manufaktur pembuat early streamer emission. Indonesia sebagai salah satu tempat terbaik untuk melakukan riset petir telah mengujikan beberapa sistem ESE. Saat ini ITB telah memasang sistem Early Streamer Emission di dua lokasi yang berbeda. Lokasi pertama sebagai tempat untuk mengujikan adalah di gedung PAU (Pusat
Antar Universitas) ITB. Saat ini di PAU ITB telah dipasang sistem proteksi petir eksternal konv dengan ESE sebagai terminal udara. Lokasi kedua untuk mengujikan alat ini adalah Statiun Penelitian Petir ITB di Gunung Tangkuban Perahu. Pengujian alat di SPP ITB telah berlangsung sampai dengan tahap instalasi. Untuk itu dalam paper ini, penulis hendak ESE dengan melihat apakah alat tersebut disambar atau tidak di PAU ITB dan mempersiapkan pengujian yang lebih baik dengan membandingkan dengan sistem konvensional Franklin di SPP ITB. Kata Kunci
: Petir, Streamer Awal, Penangkal Petir Konvensional dan Penangkal Petir Non Konvensional
Pendahuluan Early Streamer Emission (ESE) sebagai teknologi baru dalam sistem proteksi petir eksternal merupakan suatu terminal udara yang dapat bersifat aktif. Saat ini early streamer emission telah menjadi perdebatan di dunia internasional, salah satunya dalam hal efektifitas dari alat tersebut. Beberapa Negara menentang sistem terminal udara early streamer emission karena efektifitasnya tidak sesuai dengan klaim dari perusahaan manufaktur pembuat early streamer emission. Prancis sebagai salah satu Negara pembuat terminal udara early streamer emission ingin mengujikan produk tersebut di sebuah lokasi dengan kerapatan petir yang cukup tinggi. Prancis memilih Indonesia sebagai tempat untuk melakukan riset petir tersebut. Hal ini disebabkan karena Indonesia selain terletak di daerah khatulistiwa juga memiliki hari guruh yang tinggi diantara Negara-negara lain. Oleh karena itu, Indonesia melalui ITB memulai kerja sama tersebut. Saat ini ITB telah mengujikan Early Streamer Emission buatan Prancis di dua lokasi yang berbeda. Lokasi pertama sebagai tempat untuk mengujikan adalah di gedung PAU (Pusat Antar Universitas) ITB. Saat ini di PAU ITB telah dipasang sistem proteksi petir eksternal dengan ESE sebagai terminal udara. Lokasi kedua untuk mengujikan alat ini adalah Statiun Penelitian Petir ITB di Gunung Tangkuban Perahu. Pengujian alat di SPP ITB telah berlangsung sampai dengan tahap instalasi. Untuk itu dalam tugas akhir ini penulis bermaksud untuk menguji kinerja Early Streamer Emission dan mengukur dan mengevaluasi hasil pengukuran arus terhadap ESE dan sistem konvensional Franklin di PAU ITB maupun di SPP ITB. Di PAU ITB sistem existing proteksi petir akan ditambahkan sistem terminal udara ESE, dengan ini diuji apakah terminal udara ESE ini disambar petir atau tidak. Sedangakan di Tangkuban Perahu akan dilakukan pengujian perbandingan ESE dengan sistem konvensional Franklin. Di SPP ITB terdapat dua menara penelitian petir. Satu menara akan dipasang sistem konvensional Franklin dan menara yang lain akan dipasang terminal udara ESE.
Manakah yang lebih sering disambar. Namun dalam penelitian ini, di SPP ITB masih dalam tahap instalasi sistem proteksi petir. Untuk SPP ITB, penulis akan meneliti berbagai persiapan yang perlu dilakukan untuk melakukan pengujian petir. Sambaran petir merupakan peristiwa pelepasan muatan listrik yang sangat berbahaya. Bergerak dengan kecepatan cahaya, arus petir puncak dapat mencapai amplitudo 200 kA dan menghasilkan tegangan sampai beberapa puluh juta volt. Proses pelepasan petir awan-tanah, akan terjadi aliran elektron dari awan ke tanah. Lidah petir ini dapat bergerak bertahap tergantung pada tersedianya elektron di udara, sehingga disebut step-leader. Jika lidah petir mendekati objek di atas tanah, maka pada setiap objek yang berdekatan akan terinduksi muatan yang berlawanan dan menuju lidah petir tadi. Karena muatannya yang berlawanan, maka kedua muatan ini akan saling tarik-menarik dan muatan positif bergerak ke arah step-leader dan disebut petir penghubung (connecting leader). Salah satu dari connecting leader yang timbul dari setiap objek di bawah lidah petir akan mengenai lidah petir, sehingga objek di atas tanah yang disambar telah ditentukan. Titik dimana kedua muatan ini bertemu, disebut sebagai titik sambar (point of strike), kemudian terjadi pergerakan muatan negatif ke tanah dan positif ke awan melalui jalan yang telah dirintis step-leader. Leader ini disebut pukulan balik (return-stroke) Penelitian di PAU ITB PAU ITB yang terletak di kompleks kampus ITB adalah salah satu bangunan yang paling tinggi yang terdapat di kampus ITB. Kerapatan sambaran petir ke awan dan tanah yang terdapat di gedung cukup tinggi yaitu sebesar 8,06 sambaran per km2 per tahun. Sementara kerapatan sambaran petir ke tanah sebesar 7,06 sambaran per km2 per tahun.
Fakta ini membuat PAU ITB adalah sebagai salah satu tempat yang cocok untuk melakukan penelitian petir. Oleh karena itu, di PAU ITB ini penelitian ESE dilakukan. Sistem ESE telah dipasang di menara penelitian PAU ITB bersamaan dengan sistem proteksi petir eksternal yang telah ada yaitu sistem konvensional Franklin di sisi dari bangunan. Di bawah ini ilustrasi sistem proteksi petir eksternal yang telah ada. PREVECTRON Terminal
Proposed New PREVECTRON Terminal
Franklin Terminal Panel APM & LEC
Proposed New LEC G DIN UIL UB PA
Gambar SPP Tangkuban Parahu Karakteritik Petir di Gunung Tangkuban Parahu menggunakan teknologi APM
Down Conductor
Alat Ukur Pita Magnetik Improvement
Grounding Ring
Lightning Event Counter
Grounding Terminal
Grounding Rod
Penelitian Parahu
di
SPP
Gunung
Tangkuban
Gunung Tangkuban Perahu adalah area yang memiliki intensitas sambaran petir yang tinggi. Karena lokasinya yang strategis, gunung Tangkuban Parahu banyak dipasang menara komunikasi. Serangan terhadap peralatan radio dan supply listrik dilaporkan dari tahun ke tahun. Untuk merekam amplitudo arus petir puncak untuk penelitian sistem proteksi petir, dipasang sistem pengukuran arus puncak dengan menggunakan pita magnetik pada Stasiun Penelitian Petir ITB, Gunung Tangkuban Parahu, Jawa Barat. SPP (Stasiun Penelitian Petir) – ITB berada pada garis lintang 6o40’ – 6o50’ LS dan garis bujur 107o30’–170o40’ BT. SPP – ITB berada pada ketinggian 2076 meter dengan hari guruh lebih dari 100 hari setahun.
Tabel di atas menggambarkan karakteristik petir di Gunung Tangkuban Parahu diukur dengan pita magnetik. Rata-rata arus petir pada petir polaritas negatif adalah 41 kA, sedangkan pada petir berpolaritas positif arusnya lebih kecil sebesar 30 kA. Petir berpolaritas negatif memiliki kemiringan (di/dt) sebesar 30 kA/µs dan petir berpolaritas positif memiliki kemiringan yang lebih kecil yaitu 20 kA/µs pada probabilitas 50 %. Kerapatan petir total sebesar 7,9 – 15,5 petir/km2/tahun. Pengukuran Karakteristik petir di SPP Gunung Tangkuban Parahu pernah dilakukan selama tahun 1996 dengan teknologi LPATS. Keseluruhan petir berpolaritas negatif, positif, dan awan petir digambarkan di bawah ini. Terdapat 1295 petir polaritas negatif, 1271 awan petir dan 787 petir berpolaritas positif, dengan maksimum arus petir negatif adalah 239 kA dan petir posisitf 198 kA.
proteksi konvensional Franklin dipasang pada menara baru.
DATA OF MONTHLY LIGHTNING STRIKES ON Mnt. TANGKUBAN PERAHU - INDONESIA WINDOWS of LPATS 15 X 15 km TOTAL STROKE
2649
2500
STRIKES COUNT
2000
1852
1500 1019 1000 655 500
370 40
0
20
18
53
90
167
102
37
JUNE JULY AUGTSEPT OCT NOV DEC JAN FEB MAR APR MAY JUNE
MONTHS 1995 - 1996 SOURCE : PT LAPI ELPATSINDO JULY 1996
Salah satu contoh Alat Penangkal Petir dengan Teknologi ESE
Meninjau penelitian sebelumnya di SPP Gunung Tangkuban Parahu, maka Gunung Tangkuban Parahu amat menarik untuk dijadikan sebagai penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji karakteristik pengukuran karakteristik petir (lightning peak current dan lightning stroke density) yang menyambar pada penangkal petir konvensional Franklin dan penangkal petir berteknologi ESE (Early Streamer Emission) dan kemudian membandingkan efektivitas kedua alat tersebut.
-
Terminal udara dari masing-masing menara akan dihubungkan ke ground melalui single shielded cable sebagai down conductor. -
Di PAU ITB, terdapat beberapa LEC dan APM yang dipasang di bawah menara penelitian petir. Beberapa data telah diukur dan menunjukkan adanya sambaran terhadap ESE dan Franklin.
-
Hasil Penelitian Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan LEC (Lightning Event Counter) dan alat ukur pita magnetik. Pengukuran terhadap arus dilakukan dan jumlah sambaran dilakukan di PAU ITB dan SPP ITB.
Lightning Air Terminal Sebuah Early Streamer Emission akan dipasang di menara lama dan sebuah
Alat Ukur Pita Magnetik (APM) Arus petir diukur dengan menggunakan alat ukur pita magnetic, yang terdiri dari LEC (lightning event counter) dan pita magnetic perekam komersial. APM ini dipasang pada bagian atas dan bawah dari menara. Single Shielded Cable membuat arus mengalir dari atas menuju ground, dan men-trigger counter. LEC berlokasi di bawah kedua menara yang terdapat ESE dan alat ukur franklin dan akan menghitung setiap kali petir menyambar terminal.
Metode Penelitian
SPP Tangkuban Parahu memiliki dua menara setinggi 30 meter yaitu menara lama dan menara baru. Pada menara lama dipasang sistem ESE, beserta LEC dan APM untuk mengukur arus dan jumlah sambaran pada tahun 2007. Pada tahun 2008 Menara baru dibangun. Tujuannya adalah untuk menguji 2 sistem terminal udara yaitu konvensional Franklin dan Early Streamer Emission yang dipasang di kedua menara. Pada Masing-masing menara akan dipasang system proteksi petir berikut ini :
Down Conductor
Pengukuran di PAU ITB
1.
Lightning event counter dan alat ukut pita magnetik ditempatkan di menara WEBLAN AI3 terbaca data 24 kA. Ini
membuktikan bahwa terminal ESE di bawah menara WEB-LAN AI3 disambar oleh petir. Nilai petir sebesar 24 kA merupakan nilai arus yang paling besar dari antara arus petir yang terukur dan menyambar gedung PAU ITB. 2. Lightning event counter CCF 03 #1 dan alat ukur pita magnetik ditempatkan di kotak bawah Menara Radio 8EH. Dengan data pada LEC terbaca : Count
Waktu
Tanggal
kA
A.s
4
8:41
9/4/2008
0.90
0.30
3
8:37
9/4/2008
0.90
0.30
2
8:15
31/3/2008
3.70
0.90
1
8:15
31/3/2008
5.00
2.60
LEC yang terletak di bawah bangunan ini menyatakan telah terjadi sambaran pada gedung PAU ITB meskipun sambaran tidak melewati ESE pada tanggal 10 April 2007 sebab LEC yang terletak di bawah menara tidak bekerja. Ada 4 sambaran yang terjadi pada hari yang sama dengan besar arus dari 2,4 kA, kemudian 1,5 kA dan 0,9 kA. 4.Lightning event counter CCF 03 #4 ditempatkan pada down conductor di bagian bawah gedung dengan data sebagai berikut : Count
Waktu 0
Alat Ukur Pita Magnetik diukur dan dianalisis Isambaran = 6,8195 kA Ini menandakan bahwa ESE telah disambar sebanyak 4 kali dengan diantaranya 2 kali diantaara pada tanggal 31 Maret 2008 dan 2 kali pada tanggal 9 April 2008. Ini membuktikan bahwa ESE bekerja. Pengukuran arus petir dengan APM telah terdapat di Bab 3 dan didapatkan arus sebesar 6,8195 kA. 3. Lightning event counter CCF 03 #2 ditempatkan di down conductor pada bagian bawah dari bangunan. Dengan data sebagai berikut : Count
Waktu
Tanggal
kA
A.s
4
06.30
10/4/07
0.90
-
3
06.30
10/4/07
1.50
0.03
2
06.30
10/4/07
1.50
0.03
1
06.29
10/4/07
2.40
0.06
1
6.41
Tanggal 10/ 4/07
kA 1.70
A.s 0.7
Sambaran berlangsung pada tanggal 10 April 2007 dengan besar arus 1,7 kA. Ini menandakan pada tanggal 10 April 2007 pada waktu pagi hari terjadi sambaran tanpa melalui ESE. Data di atas menandakan bahwa ESE telah disambar pada 3 hari yang berbeda yaitu tanggal 15 April 2007, 31 Maret 2008 dan 9 April 2008 sedangkan pada tanggal 10 April 2007 ESE tidak disambar. Dari data di atas, ESE dikatakan bekerja dengan efektif. Untuk sambaran pada tanggal 10 April 2007 mengapa ESE tidak disambar bukan karena ESE tidak efektif melainkan karena arus menyambar cukup kecil sehingga berdasarkan konsep elektrogeometri bila arusnya kecil maka jarak sambar menjadi kecil sehingga petir dapat menyambar ke mana saja. 4.3.2 Pengukuran di Tangkuban Perahu Sistem terminal udara pada menara lama sebelum dipasang dengan sistem konvensional Franklin adalah dipasang dengan sistem ESE bertipe Apollo. Dari data APM yang diukur pada tanggal antara 5 Juni 2007 sampai 23 November 2007 didapatkan arus petir sebesar 14,149 kA. Ini menandakan sistem ESE bekerja dengan baik.
Referensi
CONDUCTOR TAPE CARRIER MAGNETIC TAPE
1/2
1. R. Zoro “Lightning Parameters Measured at Mnt. Tangkuban Perahu - Indonesia Derived from Indonesia lightning Location System” Electropic - Jakarta 22 - 25 September 1996
HT
γ HP
80%Y
Y
2. S. Hidayat, R. Zoro, “Variations of lightning characteristics on Java Island 1996-2000, observed by LPATS network”, Teknik Elektro, 7, #1, 13-17, 2001, Bandung, Indonesia
ERASEMENT
Pengukuran APM
3.
Kesimpulan 1. Kerapatan sambaran petir terhadap tanah (Ground Flash Density) yang terjadi di Gunung Tangkuban Perahu cukup tinggi yaitu lebih besar dari 5 kali sambaran per km2 per tahun. Hal ini membuat Gunung Tangkuban Perahu sangat cocok sebagai lokasi penelitian petir di daerah khatulistiwa. 2. Kerapatan sambaran petir terhadap tanah (Ground Flash Density) yang terjadi di PAU ITB cukup tinggi yaitu lebih besar dari 7 kali sambaran per km2 per tahun. Hal ini membuat PAU ITB sangat cocok sebagai lokasi penelitian petir. 3. Frekuensi Petir Bulanan di Gunung Tangkuban Perahu memiliki tren puncak pada musim transisi pertama yaitu bulan april dan musim transisi kedua pada bulan oktober. Pada kedua bulan ini sangat baik untuk melakukan penelitian dan pengujian sistem proteksi eksternal ESE dan sistem konvensional Franklin. 4. Frekuensi petir harian selama 12 jam dari jam 7 pagi sampai jam 19.00 memperlihatkan bahwa sambaran petir memiliki tren naik setelah jam 15.00 dan tren menurun setelah jam 7 pagi. 5. Dari data yang didapatkan ESE terbukti cukup efektif untuk menerima sambaran petir.
Zoro, R.; Sirait, K.T., “Application of Lightning Peak Current Measurement System at Mt. Tangkuban Perahu”, Proceedings of the first Symposium on Electrical Equipment and System in Tropical Environtments-Electropic 96, Jakarta, 1 – 6, September 1996.
4. Zoro, R.; Ansyori, “Lightning Current Waveform Measurement of Lightning Discharge from Surge Generator Installed at the top of 100 meter high Tower”, Procedings of the 9th Asean Conference on Electrical Discharge-ACED, Bandung, 1 – 4, 1998. 5. Zoro, R.; S. Sudirham, “Indonesia lightning detection network – JADPEN”, Proceedings of the first Symposium on Electrical Equipment and System in Tropical Environtments-Electropic 96, 1 – 5, Jakarta, September 1996. 6. Zoro, R., “Karakteristik Petir dan Kondisi Cuaca di Daerah Tropis – Kasus Gn. Tangkuban Perahu”, Disertasi Doktor, Insitut Teknologi Bandung, September 1999. 7.
Zoro, Reynaldo. Diktat Kuliah Proteksi Sistem Tenaga. Penerbit ITB.