BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR II. 1 PETIR Peristiwa petir adalah gejala alam yang tidak bisa dicegah oleh manusia. Petir merupakan suatu peristiwa pelepasan muatan listrik dari awan yang bermuatan ke bumi dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang tertinggi pada suatu daerah. Beberapa peristiwa petir dapat mengakibatkan kerusakan yang fatal pada struktur bangunan dan dapat mematikan mahluk hidup. II.1. 1 Mekanisme Terjadinya Petir Sumber terjadinya petir adalah awan cummolonimbus atau awan guruh yang berbentuk gumpalan. Ukuran vertikal awan ini dapat mencapi 14 km sedangkan ukuran horizontalnya berkisar 1,5 km – 7,5 km. Karena perbedaan ukuran vertikalnya yang besar maka terjadi perbedaan temperatur antara bagian bawah yang dapat mencapai 50C dan bagian paling atas mencapai -600C. Adanya perbedaan temperatur pada awan ini dan pergerakan awan yang disebabkan oleh angin membuat terjadinya polarisasi muatan listrik di dalam awan tersebut. Biasanya muatan negatif berada di bagian bawah awan tersebut dan muatan positif
berada di bagian atas. Muatan listrik pada awan ini
mengakibatkan adanya beda potensial antara awan dengan bumi, sehingga timbul medan listrik antara awan dengan bumi. Jika medan listrik lebih besar daripada kekuatan
Universitas Sumatera Utara
dielektrik udara yang mengantarai bumi dengan awan, maka akan terjadi pelepasan muatan. Pelepasan pertama terjadi di udara yang berada di sekitar awan bermuatan. Pelepasan ini disebut dengan pilot leader. Di ujung pilot leader terjadi proses ionisasi sehingga terjadi pelepasan kedua yang disebut dengan downward leader (Gambar 2.1a). Di ujung downward leader terjadi lagi pelepasan muatan menuju ke bumi. Demikian seterusnya proses pelepasan berlangsung terus sehingga downward leader semakin mendekati bumi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1b. Ujung dari downleader yang terdekat ke bumi disebut leader.
Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Petir
Universitas Sumatera Utara
Ketika leader mendekati bumi terjadi medan listrik yang sangat tinggi antara ujung leader dengan bumi, sehingga terjadi penumpukan muatan di ujung suatu objek yang berada di permukaan bumi. Perpindahan muatan tersebut disebut dengan upward streamer. Dengan demikian muatan yang berasal dari bumi bergerak menuju ujung leader. Apabila jarak antara upward streamer dengan leader semakin dekat sehingga kuat medan listrik di antara ujung leader dengan upward streamer melebihi kekuatan dielektrik udara, maka udara di antara upward streamer dengan leader tembus listrik. Sehingga terbentuk connecting leader yaitu busur yang menghubungkan leader dengan upward streamer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1b. Dengan demikian leader terhubung dengan objek yang berada di permukaan bumi tadi. Peristiwa inilah yang disebut dengan petir. Dengan terhubungnya leader dengan objek yang disambar petir maka muatan dari bumi mengalir menuju awan. Peristiwa ini disebut return stroke. Return stroke ini menghasilkan cahaya yang sangat terang (Gambar 2.c). Peristiwa ini merupakan pelepasan muatan dari bumi ke awan dimana lintasannya melalui downward leader. Kemudian terjadi sambaran susulan (subsquent stroke) yang bergerak dari awan menuju bumi. Sambaran susulan ini tidak memiliki lidah panah, dan disebut dengan dart leader. Pergerakan dart leader ini bergerak 10 kali lebih cepat daripada downward leader pertama. Waktu yang dibutuhkan dari terjadinya pilot leader sampai terjadinya petir bergantung pada jarak awan dengan permukaan bumi. Salah satu cara untuk melihat
Universitas Sumatera Utara
waktu yang dibutuhkan adalah dengan kamera Boys. Kamera Boys bekerja dengan pemotretan dengan waktu yang sangat cepat sehingga pergerakan objek yang dipotret dapat diambil pada waktu yang berbeda-beda. II.1. 2 Frekwensi Sambaran Petir Pada Suatu Bangunan Jika suatu bangunan memiliki ukuran seperti pada Gambar 2.2 maka banyaknya sambaran petir pada bangunan (Nd)
itu pertahun dapat dihitung dengan perkalian
kepadatan kilat ke bumi per tahun (Ng) dengan luas daerah perlindungan efektif bangunan (Ae) Nd
= Ng. Ae ..............................................................2.1
Dimana : Nd = sambaran petir pertahun. ( sambaran/ tahun) Ae
=
luas daerah efektif sambaran (km2).
Ng = kerapatan sambaran petir ke tanah (sambaran / km2 / tahun). Luas daerah efektif sambaran adalah luas daerah dimana bangunan suatu gedung berdiri yang memiliki sambaran petir sebesar Nd, yaitu luas daerah yang dibatasi oleh garis tebal pada Gambar 2.2. Besar luas Ae (Gambar 2.2) dapat dihitung sebagai berikut: Ae
= luas ( A + 2A1 + 2A2 + 4 A3)
Universitas Sumatera Utara
= ab + 2(3h x a) + 2 (3h x b) + 4 π ¼ (3h)2 Ae
= ab + 6 h (a+b) + 9 πh2…………………………..2.2
Dimana : a = panjang atap gedung
(m).
b = lebar atap gedung
(m).
h = tinggi atap gedung
(m).
1:3
A3 A1 A3
h
A3 A
A3 3h a A1
b A2
A3
Gambar 2.2 Luas Daerah Sambaran Bangunan Kerapatan sambaran petir ke tanah dipengaruhi oleh hari guruh rata-rata pertahun di daerah tersebut. Hubungan ini ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut: Ng
= 4.10-2 T1,26 ........................................................2.3
Universitas Sumatera Utara
Dimana T adalah hari guruh rata-rata per tahun yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika dimana satuannya adalah sambaran/ km2/tahun. (sumber SNI 03-70152004). II. 2 Dampak Petir Sambaran petir
pada suatu bangunan dapat mengakibatkan kerusakan pada
struktur bangunan itu sendiri, merusak peralatan-peralatan dalam bangunan dan membahayakan mahluk hidup yang berada di dalam bangunan tersebut. Kerusakan juga bisa meluas ke daerah sekeliling bangunan. Besarnya kerusakan ini tergantung dari dari struktur bangunan dan juga besarnya arus petir. II. 2. 1 Pengaruh Petir Terhadap Struktur Bangunan Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melihat pengaruh sambaran petir pada suatu bangunan adalah : a. Konstruksi bangunan (bata, kayu, beton, baja). b. Fungsi bangunan (tempat tinggal, perkantoran, sekolah, hotel, tempat ibadah dll). c. Penghuni atau isi (manusia, binatang, peralatan elektronik, bahan kimia, bahan industri). d. Pusat pelayanan (pelayanan telekomunikasi, pelayanan listrik, pelayanan air).
Universitas Sumatera Utara
Pada Tabel 2.1 ditunjukkan beberapa jenis kerusakan yang dapat diakibatkan oleh petir pada bangunan. Tabel 2.1. Jenis Kerusakan Pada Bangunan Akibat Sambaran Petir Jenis bangunan
Dampak sambaran petir
Perumahan
Kerusakan instalasi listrik. Kerusakan material. Bahaya api. Kerusakan pada peralatan listrik.
Perkebunan
Bahaya kebakaran oleh api.
Teater, sekolah, hotel
Kerusakan pada instalasi listrik. Menimbulkan kepanikan. Dapat merusak fire alarm.
Bank, perusahaan komersial
Kegagalan pemrosesan data. Kegagalan komunikasi dan kerusakan komputer. Mengakibatkan kerusakan pada intalasi listrik dan fire alarm.
Rumah sakit, poliklinik
Kerusakan pada intalasi listrik dan fire alarm.
Industri
Merusak isi bangunan.
Kesulitan dalam pelayanan kesehatan.
Kehilangan produksi. Museum, tempat ibadah
Kehilangan benda bersejarah. Menimbulkan kepanikan.
(sumber BS – EN 62305)
Universitas Sumatera Utara
Lokasi sambaran petir berpengaruh terhadap jenis kerusakan yang ditimbulkan pada bangunan. Berikut ini akan diberi penomoran huruf berdasarkan posisi titik sambaran terhadap bangunan : S1 : sambaran pada bangunan. S2 : sambaran ke tanah dekat bangunan. S3 : sambaran ke jaringan listrik terhubung ke bangunan. S4 : sambaran dekat ke jaringan listrik yang terhubung ke bangunan. Sambaran yang terjadi pada bangunan dapat mengakibatkan : •
Kebakaran. Hal ini
diakibatkan oleh percikan api yang ditimbulkan oleh
sambaran petir tersebut. •
Kerusakan fisik pada konduktor. Hal ini terjadi karena timbulnya panas pada konduktor yang dialiri arus petir.
•
Melukai manusia atau mahluk hidup lainnya yang menyentuh atau memegang bagian yang bertegangan lebih akibat adanya tahanan pembumian dan tegangan lebih akibat gandengan induksi.
Sambaran yang terjadi dekat bangunan mengakibatkan kegagalan sistem internal (fire alarm, instalasi listrik dan instalasi telekomunikasi) akibat dari LEMP (lightning electromagnetic impuls). Hal ini terjadi akibat adanya tegangan induksi pada kabel
Universitas Sumatera Utara
instalasi (fire alarm, instalasi listrik dan instalasi telekomunikasi) yang berdekatan dengan konduktor yang dialiri arus petir. Sambaran yang terjadi pada jaringan listrik yang terhubung pada bangunan mengakibatkan : •
Kebakaran atau ledakan yang dipicu oleh api akibat tegangan lebih dan arus petir yang mengalir melalui jaringan listrik.
•
Kecelakaan pada manusia atau mahluk hidup lainnya yang menyentuh sesuatu yang terdapat di dalam bangunan yang terhubung dengan jaringan listrik yang dialiri arus petir.
•
Kerusakan sistem instalasi listrik akibat tegangan lebih dari jaringan listrik. Sambaran dekat ke jaringan listrik yang terhubung ke bangunan dapat
mengakibatkan kegagalan sistem akibat dari tegangan induksi pada pada jaringan listrik kemudian diteruskan ke bangunan. Sebagai kesimpulan secara umum kerusakan yang diakibatkan oleh arus petir dapat digolongkan menjadi tiga yaitu : D1. Kecelakaan terhadap nyawa mahluk hidup. D2. Kerusakan fisik (api, mekanik, ledakan). D3. Kerusakan sistem internal (instalasi listrik, sistem telekomunikasi dan fire alarm).
Universitas Sumatera Utara
Tiap-tiap kerusakan yang diakibatkan dapat menimbulkan kerugian yang berbeda-beda. Beberapa kerugian yang dapat diakibatkan di antaranya : L1 : kerugian nyawa manusia atau mahluk hidup. L2 : kerugian pelayanan kepada publik. L3 : kerugian pada benda benda budaya. L4 : kerugian ekonomi (termasuk keterlambatan produksi, harga isi dari bangunan dan pelayanan). Hubungan antara sumber sambaran, kerugian dan jenis kerusakan dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Jenis Kerusakan Berdasarkan Posisi Sambaran (sumber BS EN 62305-1:20) Titik sambaran
*
Gambar
Sambaran
Pada bangunan
S1
Jenis kerusakan D1 D2 D3
Jenis kerugian L1,L4** L1,L2,L3,L4 L1*, L2, L4
Dekat bangunan
S2
D3
L1*, L2, L4
Pada jaringan terhubung pada bangunan Dekat jaringan terhubung pada bangunan
S3
D1 D2 D3
L1,L4** L1,L2,L3,L4 L1*, L2, L4
S4
D3
L1*, L2, L4
hanya pada bangunan yang memililiki resiko ledakan dan rumah sakit****hanya pada bangunan yang di dalamnya binatang di
pamerkan atau perjual belikan.
(sumber BS - EN 62305)
Universitas Sumatera Utara
II. 3. Penangkal Petir Penangkal petir pertama kali dikenalkan oleh Benjamin Franklin. Penangkal petir tidak dapat menghindari terjadinya petir jadi istilah umum yang lebih cocok adalah penyalur arus petir. Pada Bab II.1 telah dijelaskan mekanisme terjadinya sambaran petir. Saat leader mendekati penangkal petir, muatan dari bumi merambat naik melalui sistem pentanahan penangkal petir kemudian ke kawat penghantar sampai ke batang penangkal petir. Di ujung penangkal petir terjadi pelepasan pertama yang disebut upward streamer dimana muatan pada bumi mendekati leader. Karena leader semakin dekat dengan batang penangkal petir yang menyalurkan muatan dari bumi maka terjadilah pelepasan muatan dari leader ke pengangkal petir. Dengan demikian sambaran petir tidak mengenai bangunan tetapi penangkal petirlah yang disambar. Ada 3 bagian utama sistem penangkal petir yaitu: a. Batang penangkal petir (finial atau splitzer). b. Kawat pembumian penangkal petir (down conductor). c. Pembumian (grounding). ad. a. Batang Penangkal Petir Bagian ini berada di bagian luar gedung. Batang penangkal petir ditempatkan di atas atap bangunan. Ujung dari batang tersebut
dibuat
runcing untuk
Universitas Sumatera Utara
mengkonsentrasikan muatan pada ujung batang penangkal petir. Umumnya bagian ini terbuat dari batang baja yang ujungnya runcing namun ada juga terbuat dari bahan radioaktif (early streamer) yang bertujuan untuk mempercepat pelepasan muatan oleh bahan radioaktif tersebut. Kehandalan
penangkal
petir
untuk
melindungi
suatu
objek
harus
mempertimbangkan zona proteksi dari penangkal petir di bangunan tersebut. Zona proteksi adalah daerah di sekitar penangkal petir yang dapat di lindungi oleh penangkal petir terhadap sambaran petir. Zona proteksi tergantung kepada besarnya sudut proteksi batang penangkal petir. Penelitian mengenai sudut proteksi dimulai pada tahun 1777. Kebanyakan tulisan menggunakan sudut proteksi pada sudut 300 - 450 (Gambar 2.3).
Namun
sesungguhnya tidak ada suatu kebenaran yang pasti mengenai sudut proteksi untuk batang penangkal petir yang vertikal (R.H Golde).
30-45
Gambar 2.3 Sudut Proteksi Beberapa peneliti telah menentukan sudut proteksi yang berbeda beda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Universitas Sumatera Utara
J
L
O
F
H 100
A
P
M
x
I
G
K
100
B
D
100 75
C
E 25
50
Keterangan : Sudut yang dibentuk BAC oleh DeFonville (1892) Sudut yang dibentuk DAE oleh komisi di Paris (1875) Sudut yang dibentuk LFGM oleh Chapman (1875) Sudut yang dibentuk FAG oleh Adam (1881).Sudut yang dibentuk HAI oleh Melsen
(Sumber R. H. Golde) Gambar 2.4 Sudut Proteksi oleh Para Peneliti Ad. b. Kawat Pembumian Penangkal Petir (down conductor) Batang penangkal petir (finial) harus dihubungkan ke tanah melalui kawat pembumian penangkal petir. Jadi fungsi utama dari kawat pembumian penangkal petir ini adalah untuk menyalurkan arus dari batang penangkal petir ke tanah Panjang kawat diusahakan sependek mungkin untuk menghindari tegangan induksi di sepanjang kawat pembumian. Jika
bangunan cukup luas
maka kawat
pembumian dipasang di dalam bangunan tersebut agar panjang dari kawat pembumian sependek mungkin. Pemasangan kawat pembumian ini tidak boleh terlalu dekat dengan jendela atau pintu. Jarak minimal antara kawat pembumian dengan pintu atau jendela adalah 0,5 meter dan harus jauh dari tempat yang dapat membuat kawat pembumian terkena korosi. Selain itu juga harus mudah dijangkau untuk proses inspeksi.
Universitas Sumatera Utara
Pada keadaan tertentu suatu bangunan dilindungi dengan konduktor yang ”dililit” pada bangunan tersebut (Gambar 2.5). Cara ini biasa disebut dengan metode sangkar burung. Konduktor ini dapat berfungsi sebagai penyalur arus petir dan penerima sambaran petir seperti halnya batang penangkal petir. Jadi
konduktor ini dapat
melindungi hampir seluruh area bangunan.
Batang penangkal petir Konduktor dililitkan pada gedung
Gambar 2.5 Metode Sangkar Burung
Kawat baja atau besi pilinan dapat digunakan sebagai material kawat pembumian. Ad. c. Pentanahan (grounding) Tujuan dibuatnya pentanahan adalah untuk membuang arus petir ke tanah. Besar tahanan pentanahan dipengaruhi oleh jenis tanah dan kedalaman elektroda pembumian ditanam. Semakin dalam elektroda pembumian ditanam maka tahanan
Universitas Sumatera Utara
pembumian semakin kecil. Tahanan jenis tanah sangat dipengaruhi oleh besarnya kedapan air di dalam tanah tersebut. Tabel 2.3 di bawah menunjukkan beberapa tahanan jenis dari tanah dan air
yang
berbeda. Tabel 2.3 Tahanan Jenis dari Tanah dan Air Jenis tanah atau perairan
Tahanan jenis (
Air tanah atau sumur
10÷150
Danau atau sungai
100÷ 400
Air hujan
800÷1300
Tanah liat
25÷70
Tanah gambut
50÷250
Pasir
1000÷ 3000
Rawa
2÷2.7
m)
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada elektroda pembumian penangkal petir adalah: a. Sifat kimiawi elektroda pembumian sendiri. Dimana hal ini dapat menurunkan tahanan pembumian elektroda. b. Proses elektrolisis yang terjadi jika dua elektroda dibumikan dengan jenis yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
II. 4. Arus Petir Besarnya arus petir sangatlah penting untuk diketahui karena arus petir menimbulkan kerusakan pada objek yang disambar petir tersebut. Karakteristik dari arus petir yang mempengaruhi kerusakan adalah : •
arus puncak petir ( I max)
•
pelepasan muatan ( Q = ∫ i dt
•
spesifik energi ( W/ R =∫ i2 dt
•
kecuraman rata rata arus petir (
)max
Besarnya arus petir sangat perlu diketahui untuk menentukan sistem proteksi yang digunakan. Bentuk gelombang arus petir yang sesungguhnya tidak sama antara satu petir dengan petir yang lain. Tiap-tiap sambaran petir menghasilkan bentuk gelombang yang berbeda-beda. Sehingga untuk keperluan penghitungan dibuatlah standar yang telah disetujui oleh suatu badan kelistrikan (IEC). Menurut IEC ada tiga bagian utama dari arus petir yaitu: a. sambaran pertama singkat (first short stroke current) b. sambaran pada subsequent current (subsquent short stroke current) c. sambaran petir lama (long stroke current)
Universitas Sumatera Utara
Sambaran pertama singkat terjadi pada saat return stroke sambaran ke bawah terjadi. Pada saat inilah besaran arus puncak dan pelepasan muatan paling besar terjadi. Adapun bentuk gelombangnya dapat digambarkan seperti Gambar 2.6:
Gambar 2.6 Bentuk Gelombang First Short Stroke Current Arti simbol pada Gambar 2.6 adalah : I
= arus puncak petir (A).
T1
= waktu muka (s).
T2
= waktu ekor (s). Adapun bentuk persamaan gelombang menurut Gambar 2.6 adalah : I = Ip/k ( e-αt – e-βt ) ..................................................................2.4
Dimana : Ip
= arus puncak (A).
k
= faktor korelasi arus puncak .
Universitas Sumatera Utara
α
= konstanta waktu muka.
β
= konstanta waktu ekor. Perbedaan antara first short stroke dengan subsquent short stroke adalah pada
saat terjadinya, sedangkan bentuk gelombangnya sama. First short stroke terjadi pada saat return stroke dan subsequent short stroke terjadi pada saat subsequent. Bentuk gelombang dari sambaran petir lama (long stroke current) dapat digambarkan seperti Gambar 2.7 :
i
100%
10%
Gambar 2.7 Long Stroke Current
Universitas Sumatera Utara