Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
ISSN: 2089-9815
PENGUKURAN KESENJANGAN DIGITAL MASYARAKAT DI KOTA PEKALONGAN Dyah Listianing Tyas1, A.Djoko Budiyanto2, Alb.Joko Santoso3 Program StudiMagister teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari 43 Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 48758 E-mail:
[email protected]
ABSTRAKS Kesenjangan digital diukur sebagai bahan pertimbangan pemkot pekalongan dalam menyusun strategi dan pelayanan public terkait TIK. Hasil pengukuran dimanfaatkan pemkot pekalongan sebagai acuan pemerataan akses dan kemampuan TIK bagi masyarakat. Oleh karena itu maka perlu diadakan pengukuran kesenjangan digital pada masyarakat kota pekalongan. Metode yang digunakan untuk mengukur yaitu SIBIS yang merupakan hasil kegiatan dari komisi Eropa (European Commision) yang digunakan untuk menganalisa dan membandingkan berbagai macam indikator yang berbeda untuk mengukur kesenjangan digital. Penelitian ini menggunakan SIBIS GPS (General Population Survey) dengan menggunakan indikator perilaku penggunaan internet, kegunaan penggunaan internet dan e-government. Populasi penelitian ini adalah masyarakat kota Pekalongan yang berusia 17 – 58 tahun, dan diambil 100 responden dengan metode Proportionate Stratified Random Sampling. Hasil dari pengukuran kesenjangan digital yang telah dilakukan dalam penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan perilaku penggunaan internet berada pada kategori rendah, tingkat kesenjangan kegunaan penggunaan internet berada pada kategori rendah, tingkat kesenjangan e-government berada pada kategori tinggi, sementara kondisi kesenjangan digital berdasarkan faktor kelompok usia, pendidikan, pekerjaan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap tingkat kesenjangan digital di masyarakat kota Pekalongan, sementara jenis kelamin tidak cukup signifikan memberi pengaruh terhadap tingkat kesenjangan digital Keyword: kesenjangan digital, masyarakat kota Pekalongan, perilaku penggunaan internet, kegunaan penggunaan internet, e-government. ABSTRACT Digital divide measured as a consideration in drawing up the strategy of the pekalongan city government and the Ministry of public ICT-related. The results of measurements utilized government pekalongan as reference equity of access and the ability of ICT to society. Therefore it needs to be held in the measurement of the digital divide in the community town of pekalongan. The methods used to measure i.e. SIBIS which is a result of the activities of the European Commission (European Commission) that is used to analyze and compare a wide range of different indicators to measure the digital divide. This research uses the SIBIS GPS (General Population Survey) by using indicators of internet usage behavior, the usefulness of internet use and egovernment. The population of this research is the community the Pekalongan city aged 17 – 58 years, and taken 100 respondents with Proportionate Stratified Random Sampling method. The result of the measurement of the digital divide has been done in the study indicated that the level of internet usage behavior gap is at a low level, the category usability gap of internet usage is at a low level, category gap e-government is at a high category, while the condition of the digital divide based on factors age group, education, jobs has considerable influence against the level of the digital divide in the community town of Pekalongan, while gender is not significant enough to give influence on the level of the digital divide Keywords : Digital divide, Society of Pekalongan, Internet usage behavior, The usefulness of internet usage, Egovernment. menggunakan TIK dengan mereka yang tidak memiliki akses dan kemampuan untuk menggunakannya (Dewan & Riggins, 2005) (Hargittai, 2003). Kesenjangan digital juga didefinisikan sebagai kemampuan individu atau kelompok dalam menggunakan TIK mengenai cara mengakses dan menggunakannya berdasarkan segi ekonomi penggunanya (Baase, 2012) (Dewan & Riggins, 2005). Sedangkan kesenjangan digital yang dikemukakan oleh fong dkk sebagai kesenjangan
1.
PENDAHULUAN Pada awalnya kesenjangan digital didefinisikan sebagai perbedaan akses terhadap TIK (Windasari & Surendro). Kesenjangan digital mengalami pergeseran pengertian seiring dengan perkembangan TIK. Kesenjangan digital bukan hanya merupakan kesenjangan antara mereka yang memiliki akses terhadap TIK dengan yang tidak tetapi kesenjangan digital juga merupakan kesenjangan antara mereka yang memiliki akses dan kemampuan untuk
590
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
akses komputer dan internet antara pria dan wanita, antara orang dengan status sosial ekonomi (Prieger & Wei-Min Hu, 2008) yang berbeda (pendidikan,pekerjaan,pendapatan serta kekayaan), usia dan antar area atau daerah. (Fong E, 2001). Masalah kesenjangan digital banyak terjadi diberbagai bidang seperti instansi pendidikan, pemerintahan dan instansi swasta. Salah satu yang dibahas di penelitian ini yaitu kesenjangan yang terjadi di pemerintahan (egovernment). Pemanfaatan ICT didalam pemerintahan ini biasa disebut e-government (Siau, 2005). E-government merupakan penerapan IT dalam pemerintahan yang bertujuan membuat penyederhanaan proses kerja dalam pemerintahan, serta lebih akurat, responsive dan membentuk pemerintahan yang transparan (Gupta & Debashish Jana, 2003). Dengan semakin cepatnya pertumbuhan informasi menjadikan pemerintah harus mengikuti perkembangan teknologi informasi sebagai bentuk memberikan service atau pelayanan yang diberikan kepada masyarakat (Dewi, 2013), internal pemerintahan, antar pemerintah maupun entity perintahan yang melakukan transformasi egovernment sebagai perubahan perubahan layanan dengan menggunakan teknologi informasi pada instansi pemerintahan (Nurdin, et al., 2012) (Veenstra & Marijn Janssen, 2012). Keuntungan dalam implementasi e-government bagi pemerintah dapat mengurangi penggunaan kertas, mengurangi waktu respon, menyediakan layanan kepada masyarakat serta mengurangi terjadinya human error terhadap pelayanan e-government untuk masyarakat (Alruwaie, et al., 2012). Penerapan e-government di Indonesia pada tahun ke tahun mengalami perubahan yang signifikan salah satunya yaitu e-government kota Pekalongan. Kota pekalongan merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah yang berprestasi di bidang IPTEK dan TIK khususnya dalam bidang egovernment. Salah satu contoh yaitu penghargan dari Menristek pada tahun 2013 sebagai Kota percontohan penerapan e–government berbasis teknologi open resource, K.H. Dewantara Award (penerapan TIK untuk pendidikan) dari Kemendiknas tahun 2013 (administrator, 2015). Kota Pekalongan mengembangkan e-government sejak Tahun 2008 dan mendapat predikat sebagai kota terbaik dalam pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berdasarkan pemeringkatan PEGI tahun 2014 (Administrator, 2011) . Kota Pekalongan memiliki visi membangun smart city, yaitu kota unggul yang berdaya saing berbasis keunggulan Sumberdaya Manusia (SDM) dalam kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan moral (Administrator, 2011). Pengetahuan terhadap IPTEK, yang didalamnya termasuk TIK, mutlak diperlukan untuk mencapai visi tersebut. Namun masyarakat Kota Pekalongan tidak semuanya memiliki akses dan kemampuan
ISSN: 2089-9815
terhadap TIK. Perbedaan akses dan kemampuan tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan digital di masyarakat Kota Pekalongan. Hasil dari pengamatan bahwa Kesenjangan digital di Kota Pekalongan menjadi salah satu hambatan dalam pencapaian tujuan penerapan egovernment. Kesenjangan digital perlu diukur sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kota Pekalongan dalam menyusun strategi dan kebijakan pelayanan publik yang berkaitan dengan TIK (Administrator, 2011). Hasil pengukuran kesenjangan digital juga dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Pekalongan sebagai acuan dalam pemerataan akses dan kemampuan TIK bagi masyarakat melalui penyediaan infrastruktur maupun program pelatihan untuk pengembangan SDM (Pekalongan, 2015). Pada pengukuran kesenjangan digital ini menggunakan metode SIBIS (Statistical Indicators Bechmarking the Information Society). SIBIS merupakan hasil kegiatan dari komisi Eropa (European Commision) yang digunakan untuk menganalisa dan membandingkan berbagai macam indikator yang berbeda untuk mengukur kesenjangan digital (SIBIS, 2003). Pengukuran kesenjangan digital menggunakan indikator SIBIS GPS telah sukses diterapkan dalam pengukuran kesenjangan antar negara dalam masyarakat di Uni Eropa. Dalam penelitian ini menggunakan SIBIS (Statistical Indicators Bechmarking the Information Society) GPS (General Population Survey) dengan menggunakan indikator perilaku penggunaan internet, kegunaan penggunaan internet dan egovernment. Hasil kajian dari SIBIS (2003), bahwa ada tiga dimensi dalam melakukan penilaian dari pelaksanaan e-government, yaitu tersedianya egovernment, pemakaian e-government, serta penilaian e-government. Pertama, tersedianya egovernment merupakan tersedianya layanan online pemerintah bagi masyarakat, kesadaran warga masyarakat terhadap tersedianya layanan online pemerintah, serta keseimbangan index pemerintah. Kedua adalah pemakaian e-government merupakan pengalaman masyarakat dalam menggunakan jasa layanan online yang telah disediakan pemerintah, serta penggunaan layanan online yang telah disediakan pemerintah bagi masyarakat. Ketiga adalah penilaian e-government merupakan layanan online pemerintah yang diutamakan untuk masyarakat, sikap masyarakat terhadap pelayanan publik, serta persepsi keselamatan bagi masyarakat pada layanan online pemerintah (SIBIS, 2003). Oleh karena itu, Oleh karena itu penelitian ini mencoba mengadopsi indikator SIBIS GPS untuk mengukur kesenjangan digital di Kota Pekalongan dengan penyesuaian sesuai kondisi masyarakat Kota Pekalongan.
591
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
ISSN: 2089-9815
akses atau infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang menyebabkan perbedaan distribusi informasi. 2. Kemampuan (Skill and Training) adalah perbedaan kemampuan antar individu dalam memanfaatkan atau menggunakan akses dan infrastruktur yang telah diperoleh. Selanjutnya adalah perbedaan antar individu dalam upaya pencapaian kemampuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang dibutuhkan untuk dapat memanfaatkan akses dan infrastruktur. 3. Isi informasi (Content/ Resource) adalah Perbedaan antar individu dalam memanfaatkan informasi yang tersedia setelah seseorang dapat mengakses dan menggunakan teknologi tersebut sesuai dengan kebutuhannya Kesenjangan digital dalam penelitian ini di bidang pemerintahan (e-government). Menurut Keppres No. 20 Tahun 2006 e-government adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Peranan teknologi informasi dalam proses bisnis membuat organisasi berusaha untuk mengimplementasikan teknologi informasi untuk proses terintegrasi. Menurut Heeks (2001), e-government lahir karena revolusi informasi dan revolusi pemerintahan. E-government menurut Zweers Tipe penerapan e-government menurut Seifert dan Bonham (2003) ada empat antara lain (Bonham, 2003) (Monga, 2008) government to citizens, government to government, government to bussiness dan government to Employees. Metode yang digunakan untuk mengukur kesenjangan digital yaitu SIBIS (Statistical Indicators Bencmarking the Information Society) merupakan suatu proyek komisi Eropa yang berusaha menganalisis serta membandingkan berbagai indikator-indikator kesenjangan digital yang berbeda. Proyek dari SIBIS sudah berjalan dari awal bulan januari 2001 hingga bulan September tahun 2003. Adapun tujuan keseluruhan dari SIBIS yaitu mengembangkan indikator-indikator yang digunakan untuk memonitor perkembangan guna menuju masyarakat informasi (Vehovar, et al., 2006). Maka dari itu, SIBIS fokus pada akses serta pemanfaatan dasar seperti kesiapan internet,kesenjangan digital dan keamanan informasi. Menurut Barzilai (2006), menyatakan Metode SIBIS memiliki kekurangan dalam hal pengukuran terhadap kesenjangan digital terhadap kesenjangan ekomoni serta sosial (Barzilai-Nahon, 2006).
2.
LANDASAN TEORI Kesenjangan Digital menurut Instruksi Presiden No 3 Tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan e-government didefinisikan sebagai keterisolasian dari perkembangan global karena tidak mampu memanfaatkan informasi. Selain itu juga disebutkan bahwa ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kecenderungan global akan membawa bangsa Indonesia ke dalam jurang kesenjangan digital yaitu keterisolasian dari perkembangan global karena tidak mampu memanfaatkan informasi (Inpres, 2003). Kesenjangan digital juga dapat diartikan sebagai kesenjangan terjadi antara tingkat individu, rumah tangga, bisnis, dan area geografi yang tingkat sosial ekonominya berbeda, berdasarkan kesempatan mereka untuk mengakses teknologi informasi dan komunikasi (Organisation for Economic CoOperation and Development, 2001). Kadiman berpendapat bahwa kesenjangan terjadi akibat akses teknologi terbatas dikarenakan biaya peralatan dan mahalnya operasional (Kadiman, 2006). Konsep Kesenjangan digital Menurut Chen dan Wellman merupakan kesenjangan dari faktor pengaksesan dan penggunaan internet, yang dibedakan oleh status sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat hidup, etnik, dan lokasi geografi (Wenhong, et al., 2003). Sedangkan konsep kesenjangan digital Berdasarkan Kemly Camacho (Camacho, 2005), konsep kesenjangan digital fokus pada hal sebagai berikut : 1. Fokus pada Infrastruktur, yaitu berdasarkan perbedaan antara individu yang memiliki infrastruktur TIK serta koneksi internet dengan individu yang tidak memiliki infrastruktur TIK serta koneksi internet ; 2. Fokus pada pencapaian kecakapan TIK, yaitu antara individu yang berusaha mencapai kecakapan TIK yang dibutuhkan dengan individu yang tidak memiliki upaya mencapai kecakapan TIK yang dibutuhkan ; 3. Fokus pada pemanfaatan sumberdaya, yang didasarkan pada keterbatasan individu untuk menggunakan sumberdaya yang tersedia di website (melalui internet). Konsep kesenjangan digital tidak hanya mengenai ketidakmampuan untuk mengakses informasi, pengetahuan, tetapi juga dapat menemukan pembelajaran bagaimana mengambil manfaat dari kesempatan baru tersebut, seperti pengembangan pekerjaan, informasi kesehatan, mencari pekerjaan, dan sebagainya. Adapun tiga aspek kesenjangan digital yang dikemukakan oleh Kemly Camacho yang saling berhubungan dan focus perlu diperhatikan (Camacho, 2005) yaitu: 1. Akses/ Infrastruktur (Access/ Infrastructure) adalah perbedaan kemampuan antar individu dalam perolehan
592
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
ISSN: 2089-9815
(a) Menjadikan pekerjaan lebih mudah (makes job easier), mudah mempelajari dan mengoperasikan suatu teknologi dalam mengerjakan pekerjaan yang diinginkan olehseseorang dan dapat memberikan keterampilan agar pekerjaannya lebih mudah ; (b) Bermanfaat (usefull), suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu teknologi tertentu terdapat manfaat atau faedah untuk dapat meningkatkan prestasi kerja orang tersebut ; (c) Menambah produktifitas (increase productivity), merupakan sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan seseorang akan bertambah atau meningkatkan produktifitasnya dalam suatu kegiatan— kegiatan yang dimilikinya agar menjadi lebih baik. 2. Efektifitas meliputi dimensi: (a) Mempertinggi efektifitas (enchance effectiveness), bahwa penggunaan suatu teknologi tertentu akan membantuseseorang agar aktifitas sehari-hari menjadi meningkatdalam melakukan suatu pekerjaan. ; (b) Mengembangkan kinerja pekerjaan (improve job performance), dengan menggunakan suatu teknologitertentu dapat membantu mengembangkan kinerjapekerjaan seseorang dalam dunia pekerjaan yang dimilikioleh orang tersebut. Manfaat internet terutama diperoleh melalui kerjasama antar pribadi atau kelompok tanpa mengenal batas jarak dan waktu (Sanjaya, 1995).
Tabel 1. Kelebihan dan Kelemahan Metode SIBIS Metode SIBISBIS Kelebihan Kelemahan Banyak variabel yang dapat Indikator dipilih antara lain: kesenjangan digital yang Kesiapan internet; kurang menekan Kesenjangan digital; pada kesenjangan Keamanan informasi; Tanggapan secepat sosial dan ekonomi (sumber: (Barzilaimungkin terhadap akses; Literasi, pembelajaran serta Nahon, 2006)) pelatihan digital; E-Commerce, E-Work, EScince, E-Government, EHealth. (sumber: (SIBIS, 2003)) Dalam SIBIS (Statistical Indicators Bencmarking the Information Society) GPS kesenjangan perilaku penggunaan internet meliputi penggunaan komputer, penggunaan internet, akses internet, indeks kesenjangan digital, kesenjangan kegunaan penggunaan internet meliputi durasi penggunaan internet, intensitas penggunaan internet, penghentian penggunaan internet, penggunaan email dan kesenjangan e-government yang meliputi tersedianya e-government, pemakaian e-government, penilaian e-government (SIBIS, 2003). Dalam penelitian perilaku internet menunjukkan bahwa internet membuat hidup menjadi mudah, dapat berkomunikasi dengan berbagai masyarakat yang berbeda budaya dan pendidikan (Aydin, 2007) (D'Esposito, 1999). Menurut Fallows internet dapat digunakan sebagai tujuan ilmiah, pencaharian tempat, informasi kontak, pembelian produk, berkomunikasi melalui email atau chatting dan sebagai media hiburan seperti permainan atau menonton video dan lain sebagainya (Fallows, 2004). Perilaku dalam menggunakan internet dapat ditunjukkan dari aspek yang mendukungnya. Djohari membagi aspek-aspek tersebut menjadi tiga, yaitu motif yang menjadi latar belakang penggunaan, durasi penggunaan dan frekuensi penggunaan (Razaq, et al., 2001). 1. Akses ke teknologi informasi merupakan kunci pembuka pintu untuk memasuki era ekonomi berbasis pengetahuan. Begitu pula dengan akses keinternet, masyarakat dapat memperoleh segala informasi yang merekabutuhkan, yang dapat menjadi peluang untuk meningkatkan taraf hidup mereka (Zulkarimen & nasution, 2007). Pemanfaatan atau kegunaan internet merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna internet dalam melaksanakan tugasnya (Chin, 1995). Pemanfaatan dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu pemanfaatan dengan estimasi (Chin, 1995). Kemanfaatan meliputi dimensi :
3.
PENELITIAN EMPIRIS Penelitian tentang e-government untuk mengukur kesenjangan digital telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Chalita Srinuan (2012) melakukan penelitian pengukuran antar kelompok masyarakat dan antar negara-negara di Thailand. Model yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah econometric untuk mengukur kesenjangan digital di Thailand. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor permintaan yang biasanya ditemukan di Amerika Serikat dan Uni Eropa terlihat juga di Thailand. Kesenjangan digital di Thailand dibentuk oleh interaksi antara faktor dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Kedua faktor tersebut diperlukan untuk mempromosikan keuntungan dalam pengadopsian internet dan untuk menjembatani kesenjangan digital (Srinuan, 2012). Selain menggunakan metode econometric, pengukuran kesenjangan digital dapat dilakukan menggunakan metode yang digunakan pada masyarakat Eropa yaitu SIBIS (Statistik Indicators Benchmarking The Information Society). Penelitian yang menggunakan model SIBIS antara lain dilakukan oleh Alivia Yulfitri (2008). Penelitian ini mengambil obyek dunia pendidikan dengan studi kasus di SMU Negeri Kotamadya di Bandung.
593
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
Penelitian ini dilakukan terhadap guru-guru di sekolah tersebut. Hasil dari penelitian ini menujukkan hubungan antara variabel ketersediaan fasilitas akses TIK dengan pencapaian penguasaan TIK, ketersediaan fasilitas akses TIK dengan tingkat penguasaan TIK, serta ketersediaan fasilitas akses TIK dengan pemanfaatan TIK (Yulfitri, 2008). Metode SIBIS juga dipakai pada penelitian yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah (2013) di Kabupaten Tapanuli Selatan pada Dinas Perkebunan dan Peternakan. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode SIBIS GPS (General Population Survey).Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan akses TIK berada pada kategori tinggi dan kesenjangan kemampuan TIK berada pada kategori sedang, sementara kondisi kesenjangan digital berdasarkan faktor kelompok usia, penghasilan, pendidikan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap tingkat kesenjangan digital antar SDM, sementara jenis kelamin tidak cukup signifikan memberikan pengaruh terhadap tingkat kesenjangan digital (Hidayatullah, 2013). Penelitian kesenjangan digital di lingkungan pemerintahan daerah juga dilakukan oleh Ike Pertiwi Windasari dan Kridanto Surendro (2011). Penelitian dilakukan di lingkungan pemerintah daerah di Kota Semarang untuk pemerataan kemampuan TIK SDM dan digunakan untuk menutup kesenjangan kompetensi dalam pengembangan sistem egovernment yaitu melakukan pelatihan pegawai dan perekrutan pegawai baru menggunakan intrumen SIBIS GPS dan DIDIX. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi Pemerintah Kota Semarang saat ini memiliki hambatan dalam adopsi TIK dikarenakan kurangnya pelatihan bagi para pegawainya, kesadaran bagi pegawai untuk mengikuti pelatihan masih rendah, dan pelatihan yang diadakan oleh organisasi masih dianggap kurang (Windasari & Surendro, 2011).
ISSN: 2089-9815
Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali, 2011). Untuk megukur reliabilitas dari indikator penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Cronbach Alpha > 0,6. Lebih lanjut dilakukan uji normalitas, Autokorelasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran asumsi klasik pada penelitian dengan menggunakan dua atau lebih variabel independen. Data penelitian yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dalam bentuk satatistik statistik deskriptif bersama pengkategorian indeks penilaian kesenjangan digital. Penilaian tingkat kesenjangan digital di masyarakat kota Pekalongan berdasarkan perilaku penggunaan internet, kegunaan penggunaan internet, egovernment dan demoghrapic dikategorikan menjadi 5 yaitu: (Hidayatullah, 2013) a. Indeks < 20.00 % = sangat tinggi b. 20.00% ≤ indeks < 40.00% = tinggi c. 40.00% ≤ indeks < 60.00% = sedang d. 60.00% ≤ indeks < 80.00% = rendah e. Indeks ≥ 80.00% = sangat rendah 5. 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kesenjangan Digital dilihat dari Aspek Perilaku Penggunaan Internet. Dari hasil survey, maka dilakukan pengukuran tingkat kesenjangan digital yang terjadi di masyarakat kota Pekalongan dilihat dari aspek perilaku penggunan internet. Tabel 1 berikut menunjukkan hasil data kesenjangan perilaku penggunaan internet berdasarkan pada indikator yang mengacu pada SIBIS GPS (2002). Tabel 2. Hasil Data Kesenjangan Perilaku Penggunaan Internet Indikator Perilaku penggunaan Internet
4.
METODOLOGI Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota Pekalongan yang berusia 17 – 58 tahun, diambil sebanyak 100 responden dengan metode Proportionate Stratified Random Sampling, selanjutnya dianalisis menggunakan analisis regresi berganda. Variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini adalah perilaku penggunaan internet dan kegunaan penggunaan internet, sedangkan variabel terikat yang diteliti dalam penelitian ini adalah e-government. Sebelum dilakukan pengolahan data dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji Validitas adalah ketepatan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiyono, 2013). Sedangkan hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 2013). Suatu konstrukatau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai
Sub Indikator
Rata-rata 2.
Dalam Pekerjaan Kegiatan Pribadi Kemudahan Akses
Persentase (%) 61,3
62,6
56,8 60,2
Tingkat Kesenjangan Digital dilihat dari Aspek Kegunaan Penggunaan Internet Pengukuran tingkat kesenjangan digital yang terjadi di masyarakat kota Pekalongan dilihat dari aspek kegunaan penggunaan internet. Tabel 2 menunjukkan hasil dari data kesenjangan kegunaan penggunaan internet yang mengacu pada SIBIS GPS (2002).
594
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
ISSN: 2089-9815
Tabel 3. Hasil Data Kesenjangan Kegunaan Penggunaan Internet Indikator Kegunaan Penggunaan Internet
Sub Indikator
Menemukan informasi melalui internet setiap hari Menggunakan internet untuk memperoleh informasi secara online Mengirim data pekerjaan menggunakan email Rata-rata
Persentase (%) 61,3
62,7 Gambar 1 Kesenjangan Digital berdasarkan Usia
Keterangan: A: 17-25 tahun B: 26-30 tahun C: 31-37 tahun D: 38-44 tahun E: 45-51 tahun F: 52-58 tahun Berdasarkan gambar 1 adalah indeks kesenjangan digital berdasarkan usia, terlihat bahwa nilai indeks kesenjangan digital pada kelompok usia 26-30 tahun sebesar 78,9% dari 19 responden dan usia 17-25 tahun sebesar 76,9% dari 13 responden atau mengalami kesenjangan digital dalam kategori rendah, sementara pada usia 45-51 tahun sebesar 52,9 % dari 17 responden dan usia 52-58 tahun sebesar 55,2 % dari 29 responden atau mengalami kesenjangan digital dalam kategori sedang, sementara pada usia 31-37 tahun sebesar 45,5 % dari 11 responden dan usia tahun 38-44 tahun sebesar 45,5 % dari 11 responden atau mengalami kesenjangan digital dalam kategori sedang. Berdasarkan umur terdapat tingkat kesenjangannya sebesar 45-79% dalam rentang 34%.
56,8
60,3
3.
Tingkat Kesenjangan Digital dari Aspek Egovernment Hasil pengukuran tingkat kesenjangan digital yang terjadi di masyarakat kota Pekalongan dilihat dari aspek e-government. Tabel 3 menunjukkan hasil dari data kesenjangan e-government yang mengacu pada instrumen SIBIS GPS (2002). Tabel 4. Hasil Data Kesenjangan EGovernment Indikator E-Government
Sub Indikator
Rata-rata
Persentase (%) 33,3
Pencaharian informasi pemerintah melalui layanan e-government Kemudahan layanan egovernment Kemudahan Akses Keyakinan kebenaran informasi egovernment
28,4
33,9 36,2 Gambar 2. Kesenjangan Digital berdasarkan Jenis Kelamin
32,9
Gambar 2 adalah indeks kesenjangan digital berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan nilai indeks kesenjangan digital diperoleh tingkat kesenjangan digital pada kelompok laki-laki masuk dalam kategori sedang yaitu nilai indeks sebesar 55,3% dari 62 responden, sementara pada wanita masuk dalam kategori kesenjangan digital yang sedang dengan nilai indeks kesenjangan digital sebesar 62,9% dari 38 responden. Berdasarkan jenis kelamin terdapat tingkat kesenjangan yang redah yaitu berkisar sebesar 5563% (pada rentang 8%)
4.
Tingkat Kesenjangan Digital dari Aspek Demoghrapic Hasil analisis tingkat kesenjangan digital yang terjadi di masyarakat kota Pekalongan dilihat dari aspek demoghrapic (usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan) dapat dijelaskan oleh diagram yang terdapat pada gambar 1, gambar 2, gambar 3 dan gambar 4
595
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
ISSN: 2089-9815
52,8% dari 53 responden atau mengalami tingkat kesenjangan dalam kategori sedang dan kelompok dengan tingkat pekerjaan sebagai wirausaha sebesar 37,5% dari 8 responden atau mengalami kesenjangan digital dalam kategori tinggi. 5. Hasil analisis dilihat dari aspek perilaku penggunaan internet, kegunaan penggunaan internet dan e-government Dari hasil pengukuran, maka selanjutnya yaitu dilakukan analisis tingkat kesenjangan yang terjadi di masyarakat kota Pekalongan dari aspek perilaku penggunaan internet, kegunaan penggunaan internet dan e-government.
Gambar 3. Kesenjangan Digital berdasarkan Pendidikan Keterangan: A: SMA B:D1-D3 C:S1 D: S2 Berdasarkan gambar 3 adalah indeks kesenjangan digital berdasarkan pendidikan. Nilai indeks kesenjangan digital dengan tingkat pendidikan S2 sebesar 71,4% dari 7 responden atau mengalami kesenjangan digital dalam kategori rendah, nilai kesenjangan digital untuk tingkat pendidikan SMA sebesar 65,4 % dari 26 responden dan nilai kesenjangan digital untuk tingkat pendidikan diploma sebesar 61,1 % dari 18 responden atau mengalami kesenjangan digital dalam kategori rendah, sementara nilai kesenjangan digital untuk tingkat pendidikan S1 sebesar 55,1 % dari 49 responden atau mengalami kesenjangan digital dalam kategori sedang
Tabel 5 Hasil Analisis Kesenjangan Perilaku Penggunaan Internet, Kegunaan Penggunaan Internet dan E-government Indikator Kategori KD Perilaku Penggunaan Berada pada kategori Internet rendah Kegunaan Penggunaan Berada pada kategori Internet rendah E-government Berada pada kategori tinggi 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis data pada bagian sebelumnya dapat dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Tingkat kesenjangan digital yang terjadi di masyarakat kota Pekalongan dilihat dari perilaku penggunaan internet berada dalam kategori rendah b. Tingkat kesenjangan digital yang terjadi di masyarakat kota Pekalongan dilihat dari aspek kegunaan penggunaan internet berada dalam kategori rendah c. Tingkat kesenjangan digital yang terjadi di masyarakat kota Pekalongan dilihat dari aspek e-government berada dalam kategori tinggi d. Tingkat kesenjangan digital di masyarakat kota Pekalongan jika dilihat dari umur 17— 30 tahun mengalami kondisi kesenjangan yang rendah, sedangkan umur 31-58 tahun mengalami kondisi kesenjangan yang sedang. Pada kelompok jenis kelamin, laki-laki dan wanita sama-sama mengalami kesenjangan digital yang sedang. Pada kelompok tingkat pendidikan, S2, SMA, Diploma mengalami kesenjangan yang rendah, sementara untuk S1 mengalami kesenjangan digital yang sedang. Pada kelompok pekerjaan, pelajar mengalami kesenjangan yang sangat rendah, mahasiswa dan pegawai swasta mengalami kesenjangan digital yang rendah, PNS mengalami kesenjangan digital yang sedang, sedangkan
Gambar 4. Kesenjangan Digital berdasarkan Pekerjaan Keterangan: A: Pelajar B: Mahasiswa C: PNS D: Pegawai swasta G: Wirausaha F: 52-58 tahun Berdasarkan gambar 4 adalah indeks kesenjangan digital berdasarkan pekerjaan. Nilai indeks kesenjangan digital pada kelompok dengan tingkat pekerjaan sebagai pelajar sebesar 100 % dari 2 responden atau mengalami kesenjangan digital dalam kategori sangat rendah, sementara pada kelompok dengan tingkat pekerjaan sebagai mahasiswa sebesar 75% dari 4 responden dan pada kelompok dengan tingkat pekerjaan sebagai pegawai swasta sebesar 72,7% dari 33 responden atau mengalami kesenjangan digital dalam kategori rendah, sementara pada kelompok dengan tingkat pekerjaan sebagai PNS sebesar
596
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
wirausaha mengalami kesenjangan digital yang tinggi.
ISSN: 2089-9815
exploratory study. The Journal of Academic Librarianship, 25(6), pp. 456-461. Dewan, S. & Riggins, F. J., 2005. The Digital Divide: Current and Future Research Directions. Journal of The Association for Information Systems, pp. 1-54. Dewi, A. S., 2013. Membuat E-Government Bekerja Di Desa: Analisis Actor Network Theory Terhadap Sistem Informasi Desa Dan Gerakan Desa Membangun. Jurnal MANDATORY, Vol. 10, No. 2, 2013, pp. 90114. Fallows, D., 2004. The Internet and daily life: Many Americans use the Internet in every day activities but traditional offline habits skill dominate. [Online] Available at: http://www.pewInternet.org/pdfs/pip_colleg e_report.pdf [Diakses 12 Desember 2014]. Fong E, d., 2001. Correlates of the Digital Divide: Individual, Household and spatial Variation. s.l.:Department of Sociology, University of Toronto. Ghozali, I., 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Undip.. Gupta, M. P. & Debashish Jana, 2003. Egovernment evaluation: A framework and case study. Government Information Quarterly, 20(4), pp. 365-387. Hargittai, E., 2003. The Digital Divide and What To Do About It. [Online] Available at: www.princeton.edu/~eszter/research/pubs/ha rgittai-digitaldivide.pdf [Diakses April 2015]. Hidayatullah, S., 2013. PENGUKURAN KESENJANGAN DIGITAL DI DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN TAPANULI SELATAN. Inpres, 2003. KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL. Jakarta: s.n. Kadiman, K., 2006. Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi 2005 – 2025. Jakarta: Kementrian Negara Riset dan Teknologi. Monga, A., 2008. E-government in India:Opportunities and challenges. JOAAG, pp. 52-61. Nurdin, N., Rosemary Stockdale & Helana Scheepers, 2012. The Influence of External Institutional Pressures on Local EGovernment Adoption and Implementation: A Coercive Perspective within an Indonesian Local E-Government Context. Lecture Notes in Computer Science, pp. 13-26. Organisation for Economic Co-Operation and Development, 2001. Understanding the digital divide, Paris: OECD Publication. Pekalongan, A. K., 2015. E-Government, Reformasi Birokrasi ala Kota Pekalongan. [Online] Available at:
6.2
Saran Terdapat beberapa saran dari hasil penelitian ini, antara lain: a. Perlunya menciptakan program EGovernement kota Pekalongan yang dikombinasikan dengan aspek hiburan, sosial, pengetahuan, sedemikian hingga masyarakat kota Pekalongan merujuk ke E-Governement setiap kali akan melakukan search engine tertentu b. Dengan adanya pengukuran kesenjangan digital diharapkan adanya upaya pemkot pekalongan untuk membuat strategi pengurangan kesenjangan digital. c. Perlunya adanya pelatihan TIK untuk pemeretaan kesenjangan digital di kota pekalongan.
7. DAFTAR PUSTAKA Administrator, 2011. Situs Resmi Pemerintah Kota Pekalongan. [Online] Available at: http://www.pekalongankota.go.id [Diakses Maret 2015]. Administrator, 2015. Situs Resmi Pemerintah Kota Pekalongan. [Online] Available at: http://pekalongankota.go.id/ [Diakses 3 maret 2015]. Alruwaie, M., Ramzi El-Haddadeh & Vishanth Weerakkody, 2012. A Framework for Evaluating Citizens’ Expectations and Satisfaction toward Continued Intention to Use E-Government Services. Lecture Notes in Computer Science, p. 273–286. Aydin, S. (., 2007. Attitudes of EFL learners towards the Internet. The Turkish Online Journal of Educational Technology, VI(3), pp. 18-26. Baase, S., 2012. A Gift of Fire Social, Legal, and Ethical Issues for Computing Technology 4th. New Jersey: Prentice Hall PTR. Barzilai-Nahon, K., 2006. Gaps and Bits: Conceptualizing Measurementsfor Digital Divide/s. The Information Society, Volume 22, pp. 269-278. Bonham, G. M. S. J. W. d. T. S. J., 2003. The transformational potential of e-government: the role of political leadership. 1 November. Camacho, K., 2005. Digital divide ,Multicultural Perspectives on Information Societies. C & F Editions penyunt. s.l.:s.n. Chin, W. a. T. P., 1995. On the Use, Usefulness, and Ease of Use of Structural Equation Modeling in MIS Research: A Note of Caution.. Management Information System Quarterly 9, Volume 2, pp. 237-246.. D'Esposito, J. E. &. G. R. M., 1999. University students' perceptions of the Internet: An
597
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
http://www.transformasi.org/id/inovasi/797e-government-reformasi-birokrasi-ala-kotapekalongan Prieger, J. & Wei-Min Hu, 2008. The Broadband Digital Divide and the Nexus of Race, Competition, and Quality. Information Economics and Policy, 20(2), pp. 150-167. Razaq, Bachrul Ulum & Abdullah dan Ruly,, 2001. Belajar Praktis Internet. Jakarta: Dinastindo. Sanjaya, W., 1995. Media Pendidikan. Bandung: IKIP. Siau, K. &. L. Y., 2005. “Synthesizing egovernment stage models a metasynthesis based on meta-ethnography approach”. Industrial Management & Data Systems, pp. 443-458. SIBIS, 2003. SIBIS New eEurope Indicator Handbook. s.l.:European Commission publications.. Srinuan, C., 2012. Understanding the digital divide: Empirical studies of Thailand. Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Veenstra, A. F. v. & Marijn Janssen, 2012. Investigating Outcomes of T-Government Using a Public Value Management Approach. Lecture Notes in Computer Science, p. 187–197. Vehovar, V., Pavle Sicherl, Tobias Husing & Vesna Dolnicar, 2006. Methodological Challenges of Digital Divide Measurements. The Information Society, p. 279–290. Wenhong, Chen & Barry wellman, 2003. Charting and Bridging Digital Divide: Comparing Socio-economic,Gender,Life Stage and Urban Internet Access and Use in Eight Countries, s.l.: AMD Global Consumer Advisory Board (GCAB). Windasari, I. P. & Surendro, K., 2011. Pengukuran Kesenjangan Digital di Institusi Pemerintah Daerah (studi kasus Pemerintah Kota Semarang). JURNAL SISTEM KOMPUTER, 1(2), pp. 71-75. Yulfitri, A., 2008. Pemodelan Pengukuran Untuk Mengurangi Kesenjangan Digital Di Indonesia Studi Kasus : SMU NEGERI KOTAMADYA BANDUNG. Zulkarimen & nasution, 2007. Komunikasi Pembangunan, Pengenalan Teori dan Penerapannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
598
ISSN: 2089-9815