Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2011 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
PENGUJIAN PEMUPUKAN DAN FUNGISIDA UNTUK MENEKAN SERANGAN BERCAK DAUN D. Manohara, D. Wahyuno, M. Yusron, S. Wahyuni ABSTRAK Diantara kelompok tanaman obat, jahe merupakan salah satu komoditas yang paling banyak dibutuhkan sebagai bahan baku obat maupun rempah. Di berbagai daerah sentra produksi jahe di Indonesia, selain penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum, juga banyak dijumpai penyakit bercak daun. Kerugian yang ditimbulkan oleh bercak daun belum pernah dievaluasi, tetapi bercak daun sudah menyebar luas pada pertanaman jahe di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kombinasi pupuk dan perlakuan fungisida untuk mendapatkan teknologi pengendalian bercak daun yang efisien. Cara yang digunakan adalah menguji kombinasi pemupukan dan fungisida pada tanaman jahe di daerah endemik. Tingkat dan luas serangan penyakit, pertumbuhan tanaman diamati setiap bulan, sedang parameter produksi dan mutu rimpang dilakukan pada akhir pengamatan. Musim Kemarau yang panjang pada tahun 2011 menyebabkan penundaan waktu tanam. Penanaman baru dapat dilakukan pada akhir bulan Oktober 2011. Dua aksesi jahe yang digunakan adalah JPK H dan Halina 1. Perlakuan benih dengan bakterisida dan fungisida untuk menekan perkembangan patogen yang mungkin terbawa benih dilakukan sebelum tanam. Solarisasi media tanam dan pupuk kandang untuk mengendalikan patogen yang terdapat dalam tanah, dilakukan sebelum media tanam dimasukkan dalam polybag. Hasil sementara adalah, perlakuan benih sebelum tanam dapat menekan perkembangan patogen yang terbawa benih. Penyimpanan benih dalam ruangan yang dibuat gelap ternyata dapat menekan perkecambahan rimpang jahe. Pertumbuhan JPK H lebih cepat dibandingkan Halina 1. Aksesi JPK H nampaknya lebih rentan terhadap infeksi penyakit bercak daun. Pengaruh kombinasi pupuk dan fungisida belum nampak. Kata kunci: Zingiber officinale Rosc., bercak daun, pupuk, fungisida ABSTRACT Among medicinal crops, product of ginger is one of the most needed commodities in market, due to it’s as source of medicinal purposes and as spice for cooking flavor. On the field, besides limitation of high quality of rhizome as planting material, pest and diseases are important constraint in ginger cultivation. Besides, Ginger wilt caused by Ralstonia solanacearum, leaf spot diseases of ginger is reported occurs in many ginger centre areas in Indonesia, although the disease impact on yield of ginger has not been evaluated yet. The objectives was to find a good combination between fungicide and fertilizer application to control leaf spot disease, by planting ginger in endemic area of leaf spot disease and treated with fertilizer and fungicide. The observation parameters consisted of disease severity, disease intensity, and vegetative growth which observed monthly interval. Whereas the quantity and quality of rhizome will be observed at the end of the experiment. Planting of ginger in the field was delayed until end of October 2011, since the prolonged of drought seasons. Two kinds of accession are used, JPK H and Halina 1. Seed treatment was conducted with bactericide and fungicide to control the seed borne pathogens. The growth media (soil and cow-manure mixed) were treated by solarization before being put into polybag, in order to control the soil-borne pathogen. Preliminary results shown that seed treatment before planting inhibited the development of seedborne pathogens. The growth of JPK H is better than Halina 1. JPK H is more susceptible to leaf spot disease than Halina 1. The effect of fertilizer and fungicide have not been seen. Key words: Zingiber officinale Rosc., leaf spot diseases, fertilizer, fungicide
139
D. Manohara, dkk
PENDAHULUAN Jahe (Zingiber officinale Rosc.) mempunyai banyak kegunaan, diantaranya sebagai bahan obat, minuman maupun untuk makanan. Volume ekspor rimpang jahe sampai dengan tahun 2008 mencapai 11.137.115 ton, sedangkan volume impor sebesar 10.421 ton (Statistik Perdangan Luar Negeri Indonesia, 2008). Kendala produksi jahe di Indonesia adalah serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), yang utama adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Akhir-akhir ini hampir di semua pertanaman jahe di Indonesia banyak ditemukan penyakit bercak daun yang dapat mengakibatkan kerugian cukup nyata karena tanaman yang terserang daun-daunnya rusak sehingga proses fotosintesis tidak berjalan normal. Pada kondisi lingkungan yang lembab dan agak ternaungi, penyakit bercak daun menjadi masalah yang serius apabila serangannya terjadi sejak tanaman masih muda (2-3 bulan). Penyakit bercak daun diduga tersebar melalui benih (rimpang jahe), air dan angin sehingga mudah sekali menyebar. Beberapa laporan menyebutkan penyebab penyakir bercak daun adalah jamur Cercospora (Boedjin, 1960; Semangun, 1992), Phyllosticta (Semangun, 1992; Kobayashi, 1993), Phakopsora (Boedjin, 1960; Kobayashi, 1993; Wahyuno et al. 2003). Pengamatan di tiga propinsi penghasil utama jahe, yaitu Bengkulu, Jawa Barat, dan Jawa Tengah mendapatkan Pyricularia dan Phyllosticta merupakan jenis patogen yang dominan sebagai penyebab bercak daun selain Cercospora (Siswanto et al. 2008). Kerusakan akibat penyakit bercak daun di Sukabumi, Boyolali dan Rejanglebong ternyata dapat mencapai 100% dalam satu hamparan, dengan tingkat kerusakan berkisar antara 0-90% (Siswanto et al. 2008). Serangan penyakit ini dapat merusak seluruh daun sehingga pertumbuhan tanaman menjadi kerdil dan produksi rimpang menurun secara drastis. Jamur Pyricularia sp. berpotensi sebagai penyebab utama penyakit bercak daun pada jahe, karena dijumpai menyerang tanaman usia lanjut (senescent). Sampai saat ini informasi tentang penyakit ini masih sangat terbatas, serta belum ada teknologi yang spesifik untuk menanggulangi bercak daun pada jahe. Green dan Webster (2001) menyatakan ada tiga komponen penting dalam pengelolaan blast pada padi di California agar berhasil, yaitu a) adanya varietas tahan, b) aplikasi fungisida yang tepat waktu dan c) penanganan sisa-sisa tanaman yang terserang Pyricularia. Namun varietas unggul jahe yang telah dilepas semuanya peka terhadap penyakit bercak daun (Bermawie et al., 2006). Hasil penelitian th. 2009 di laboratorium dan rumah kaca Balittro, mendapatkan aksesi jahe putih kecil (JPK) H, G dan I ternyata menunjukkan intensitas serangan infeksi jamur Pyricularia yang rendah dan produksinya cukup tinggi dibandingkan aksesi lainnya. Sedang intensitas serangan pada aksesi JPK A, C dan E cukup tinggi sehingga produksinya menjadi rendah. Hasil penelitian tahun 2010 di KP Cicurug menunjukkan fungsida sintetik berbahan aktif mancozeb ternyata lebih efektif mengendalikan penyakit bercak daun dibandingkan fungsida nabati berbahan aktif minyak cengkeh dan serai wangi. Kombinasi pupuk Kalium 400 kg/ha dan Magnesium 300 kg/ha serta Kalium 300 kg/ha dan Magnesium 100 kg/ha, dikombinasikan dengan fungisida sintetik berbahan aktif mancozeb menghasilkan produksi rimpang yang tinggi dan dapat menekan intensitas serangan penyakit bercak daun. Pemberian fungisida dapat dilakukan setiap waktu, tetapi aplikasi fungsida tidak selamanya menguntungkan secara ekonomi, apabila dikaitkan dengan fisiologi tanaman baik itu masa pembentukan maupun pengisian rimpang menjelang senescen. Dengan mengkombinasikan komponen pengendalian berupa aksesi yang toleran bercak daun (Pyricularia) dan aplikasi fungsidia di awal waktu dengan dosis yang tepat akan dapat ditekan kehilangan hasil seminimal mungkin dan efisien. Keberadaan sumber inokulum merupakan hal yang sangat penting utnuk terjadinya epidemi blast pada padi. Pada plot yang bijinya terinfeksi antara 25-50% menunjukkan kenaikan blast yang sangat cepat dibanding plot yang hanya terinfeksi 0,5-5% (Long et al., 2001). Jumlah semangka
140
Pengujian pemupukan dan fungisida untuk menekan serangan bercak daun
(Citrullus lanatus) yang sehat bertambah, demikian juga dengan berat buahnya pada lahan yang diberi perlakuan fungisida dari nol sampai 9 kali permusim. Sebaliknya serangan cendawan Didymella bryoniae meningkat dan menyebabkan penurunan berat buah dan buah yang mengalami luka bakar pada lahan yang aplikasi fungisidanya terbatas (Keinath, 2001). Jenis kentang yang mempunyai ketahanan lebih baik terhadap lanas akibat Phytophthora infestans dapat dikelola dengan menekan pengunaan fungisida dan mengurangi interval aplikasi, sehingga menjanjikan pengendalian yang lebih ekonmis (Kirk et al., 2001). Pengaturan kondisi lingkungan yang tepat akan menciptakan kondisi yang tidak menguntungkan untuk terjadinya epidemi, yang memberi peluang pengendalian blast pada padi yang efektif (Greer dan Webster, 2001). Pendekatan cara pengendalian bercak daun dapat dilakukan dengan usaha meningkatkan ketahanan tanaman melalui pemupukan yaitu memanfaatkan unsur mikro yang berperan dalam meningkatkan kekuatan jaringan tanaman seperti Mg dan Si. Magnesium merupakan satu-satunya ion logam yang terdapat dalam molekul khlorofil daun dan merupakan inti khlorofil dalam ikatan tetrapirol (Cooper 1945). Magnesium dalam tanaman berfungsi sebagai aktivator dalam reaksi-reaksi enzimatik dan proses biokimia lainya Proporsi magnesium yang terdapat dalam khlorofil terhadap total magnesium tanaman berbeda-beda tergantung kepada jenis tanaman, kondisi lingkungan tumbuh, fase pertumbuhan dan aktivitas metabolisme tanaman. Penelitian ini difokuskan untuk mempelajari faktor-faktor yang berperan terhadap perkembangan penyakit, seperti penyebaran penyakit, kisaran tanaman inang, dan pengujian ketahanan varietas-varietas jahe. Di samping itu, untuk mendapatkan cara pengendalian yang lebih cepat, diuji efektivitas beberapa fungisida, baik sintetik maupun nabati. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kombinasi pupuk dan fungsida yang dapat menekan serangan bercak daun jahe. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di KP. Cicurug, Sukabumi, dari bulan Januari sampai Desember 2011. Pelaksanaan kegiatan berupa pengujian lapang dengan satu set perlakuan yang didasarkan pada hasil penelitian dari kegiatan tahun sebelumnya. Dua jenis aksesi jahe yang digunakan pada penelitian ini adalah JPK-H dan Halina 1 (telah dilepas menjadi varietas). Benih jahe JKP-H diperoleh dari pertanaman petani di daerah Cigombong, Sukabumi. Benih jahe Halina 1 diperoleh dari Desa Sukajadi, kecamatan Wado kabupaten Sumedang. Daerah tersebut merupakan salah satu daerah sentra produksi jahe di Jawa Barat. Beberapa petani di daerah itu merupakan binaan Balittro sehingga praktek budidaya tanaman jahenya sudah mengikuti anjuran. Benih jahe yang digunakan merupakan benih yang dipanen setelah berumur ±9 bulan. Perlakuan yang diujikan berupa dosis pemupukan yang efektif, dikombinasikan dengan aplikasi fungisida dengan menggunakan aksesi jahe yang menunjukkan ketahanan paling baik terhadap bercak daun pada pengujian yang dilakukan di rumah kaca, dan varietas Halina 1 sebagai pembanding. Hasil yang diperoleh di kegiatan pengendalian bercak daun jahe dengan menggunakan berbagai kombinasi dosis pemupukan dan aplikasi fungsida yang dilakukan tahun 2010, menunjukkan bahwa fungsida sintetik dengan bahan aktif mancozeb lebih baik daripada fungsida nabati dengan bahan aktif minyak cengkeh dan serai wangi. Dosis kombinasi pupuk Kalium 400 kg/ha dan Magnesium 300 kg/ha serta Kalium 300 kg/ha dan Magnesium 100kg/ha menghasilkan produksi rimpang yang tinggi dan dapat menekan intensitas serangan penyakit bercak daun. Pada penelitian tahun ini diuji dosis pupuk tersebut dikombinasikan dengan fungisida sintetik berbahan aktif mancozeb (Tabel 1). Pada kegiatan sebelumnya di rumah kaca, hasil inokulasi Pyricularia secara buatan menunjukkan aksesi jahe putih kecil (JPK) H mempunyai tingkat kerusakan yang rendah dan produksinya cukup tinggi (g/rumpun).
141
D. Manohara, dkk
Perlakuan rimpang dilakukan untuk menekan perkembangan dua jenis patogen yaitu bakteri dan cendawan penyebab bercak daun. Perendaman dalam larutan Agrept (2 g/L) dilakukan sebelum perlakuan dengan fungisida sintetik, bertujuan untuk menekan perkembangan dan pertumbuhan bakteri penyebab penyakit layu (Ralstonia solanacearum), sehingga diharapkan dapat menekan kematian tanaman jahe setelah ditanam di lapang. Bahan tanaman jahe JPK H dan Halina yang telah tersedia, dipotong potong menjadi benih dengan ukuran terdapatnya dua mata tunas. Benih tersebut direndam dalam suspensi Agrept selama 1 jam, kemudian diangkat dan dikering anginkan pada kondisi suhu ruang. Selanjutnya perlakuan aplikasi fungisida dilakukan Perlakuan benih yang kedua dilakukan sejak munculnya daun (satu minggu setelah perlakuan benih pertama) menggunakan Ditama ST, untuk mengendalikan jamur patogen yang terbawa oleh benih. Ditama ST berbentuk tepung, dengan bahan aktif Mancozeb dan Karbosulfan. Ditama ST dicampur dengan air, kemudian bahan tanaman jahe JPK H dan Halina yang telah mendapat perlakuan Agrept, dimasukkan dalam pasta Ditama. Benih jahe yang telah mendapat perlakuan Ditama, diletakkan diatas tampah yang telah dialasi koran dan dikering anginkan beberapa saat. Setelah itu benih-benih tersebut disimpan dalam ruangan gelap sampai waktu penanaman di lapang. Solarisasi merupakan bagian dari penyiapan media tanam agar media yang digunakan tidak mengandung bakteri Ralstonia yang merupakan penyebab penyakit layu pada tanaman jahe. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di KP Cicurug. Penanaman jahe di KP Cicurug telah dilakukan untuk jangka waktu yang lama, baik sebagai bagian dari penelitian maupun untuk koleksi plasma nutfah, oleh karena itu dikhawatirkan telah terkontaminasi dengan patogen penyebab penyakit tanaman jahe. Perlakuan solarisasi media tanam perlu dilakukan untuk meminimalkan resiko terjadinya serangan Ralstonia. Solarisasi dilakukan dengan memasukkan campuran tanah dan pupuk kandang (2:1) ke dalam plastik transparan selama dua bulan, untuk nanti selanjutnya dimasukkan ke dalam polibag . Inokulum cendawan yang digunakan merupakan inokulum yang berasal dari lapang, oleh karena itu penelitian ini perlu dilaksanakan di daerah endemik bercak daun. Besarnya tingkat kerusakan yang terjadi pada masing-masing perlakuan diamati setiap bulan, dan pada akhir pengamatan dilakukan pengamatan terhadap produksi rimpang yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan. Tabel 1. Perlakuan yang diuji Aksesi jahe JPK-H
Halina 1 Sebagai pembanding (varietas yang sudah dilepas)
Dosis pupuk P1 Kalium 400 kg/ha Mg 300 kg/ha
-
Kontrol (tanpa fungisida) 2 minggu sekali 3 minggu sekali
P2 Kalium 300 kg/ha Mg 100 kg/ha
-
Kontrol 2 minggu sekali 3 minggu sekali
P3 Sesuai SOP (tanpa Mg)
-
Kontrol 2 minggu sekali 3 minggu sekali Kontrol 2 minggu sekali 3 minggu sekali
-
Kontrol 2 minggu sekali 3 minggu sekali Kontrol 2 minggu sekali 3 minggu sekali
P1 Kalium 400kg/ha Mg 300 kg/ha P2 Kalium 300 kg/ha Mg 100 kg/ha P3 Sesuai SOP (tanpa Mg)
142
Aplikasi Fungisida
Pengujian pemupukan dan fungisida untuk menekan serangan bercak daun
Rancangan yang digunakan Rancangan strip-strip plot yang masing-masing diulang lima kali. Setiap ulangan terdiri dari satu petak yang berisi 16 tanaman yang ditanam dalam polybag besar. Pengamatan dilakukan terhadap empat tanaman yang terdapat di tengah petak. Besarnya kerusakan yang terjadi diukur presentase dan intensitas serangannya dengan cara penghitungan yang dilakukan oleh Viji et al (2001), sebagai berikut: Σ Daun terserang Persentase serangan = Σ Daun sehat
Tingkat serangan =
X 100%
Σ (0 x N0 ) + (1 x N1 ) + . . . + (10 x N10 ) X 100% (Σ Daun sakit x N10 )
1
(0,1, 2, ... 10)
=
2
N0 – N10
=
Daun yang menunjukkan bercak pada setiap skoring Jumlah daun yang terserang pada setiap skoring
3
Skoring 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
= = = = = = = = = = =
Tidak ada bercak Bercak > 0% Bercak > 10% Bercak > 20% Bercak > 30% Bercak > 40% Bercak > 50% Bercak > 60% Bercak > 70% Bercak > 80% Bercak > 90% HASIL DAN PEMBAHASAN
Peninjauan ke lokasi pertanaman jahe sebagai sumber benih di Cigombong Sukabumi dan Wado Sumedang dilakukan dengan tujuan melihat keragaan/kesehatan tanaman. Secara umum keragaan tanaman di ke dua lokasi benih jahe tersebut cukup baik. Serangan bakteri yang menyebabkan gejala layu tidak ditemukan, sedang serangan jamur yang menyebabkan gejala bercak daun ditemukan dalam jumlah terbatas . Benih dari Cigombong, Sukabumi merupakan JPK-H yang mempunyai ukuran lebih besar dibanding Halina 1 yang berasal dari Wado, Sumedang. Benih tersebut dipilih langsung dari lapang pada saat petani melakukan panen. Kedua macam benih jahe tersebut disimpan di gudang KP. Cicurug dalam keadaan gelap. Perlakuan gelap tersebut nampaknya menekan perkecambahan benih jahe. Perlakuan benih dilakukan untuk menekan serangan bakteri penyebab penyakit layu dan jamur patogen yang diduga terbawa benih. Pengamatan fluktuasi suhu media tanam yang sedang disolarisasi dilakukan pada bulan Juni, pengamatan suhu pada media yang disolarisasi menunjukkan suhu tertinggi yaitu mencapai 50o C, terjadi selama ± 2 jam (antara jam 13.00 – jam 15.00) (Gambar 1).
143
D. Manohara, dkk
60
Suhu Tanah ( oC)
50
40
30
20
10
0 8
9
10
11
12
13
14
15
16
Jam
Gambar 1. Suhu media tanam yang disolarisasi pada ke dalaman 10 cm. Pengamatan terhadap populasi jamur dan bakteri (total dan terhadap Ralstonia spp) dilakukan sebelum penanaman jahe (Tabel 2). Walaupun telah mengalami solarisasi, ternyata media tanam yang telah dicampur dengan pupuk kandang, tetap mengandung jamur dan bakteri. Dalam media tanam ulangan empat dan pupuk kandang ternyata ditemukan adanya bakteri Ralstonia spp. Bakteri tersebut selanjutnya diinokulasikan pada tanaman jahe di laboratoum dengan tujuan mendeteksi sifat patogenisitasnya. Setelah diinkubasi selama 14 hari ternyata bakteri tersebut tidak menginfeksi tanaman jahe. Bakteri Ralstonia spp. yang terdapat dalam media tanam dan pupuk kandang tersebut tidak bersifat patogenik terhadap tanaman jahe. Gejala penyakit layu sangat jarang ditemukan, walaupun akhir-akhir ini curah hujan cukup tinggi. Nampaknya perlakuan solarisasi dapat mengendalikan bakteri R. solanacearum penyebab penyakit layu, yang berada di dalam tanah. Tabel 2. Populasi jamur, bakteri Ralstonia spp. dan total bakteri di dalam media tanam/pupuk kandang setelah disolarisasi Media tanam I II III IV V Pupuk kandang
Total Jamur/gram 9,33 X 103 8 X 103 10, 67 X 103 2,67 X 103 5,33 X 103 10,27 X 104
Bakteri/gram Ralstonia spp Total bakteri 0 4,93 X 102 0 1,07 X 102 0 0.33 X 102 0 5,73 X 102
3,6 X 102 14,13 X 102 2 X 102 7,87 X 102
Musim kemarau yang panjang terjadi pada tahun 2011, menyebabkan penundaan waktu tanam. Hujan baru mulai turun pada awal bulan Oktober 2011. Penanaman dilakukan pada akhir bulan Oktober 2011. Benih jahe yang telah mendapat perlakuan benih selanjutnya dikecambahkan dalam lingkungan suhu ruang dengan diberi penutup jerami yang dilembabkan dengan tujuan membuat lingkungan sesuai untuk perkecambahnya. Seleksi benih yang telah berkecambah dan tampak sehat dipilih untuk ditanam dalam polibag. Bersamaan waktu tanam dilakukan aplikasi pupuk kandang, SP 36 dan perlakuan KCl. Dua minggu setelah penanaman, pertumbuhan jahe JPK H lebih baik dibandingkan JPK Halina. Hasil penghitungan persentase pertumbuhan tunas mengungkapkan bahwa JPK H lebih tinggi (19,11%) dibandingkan JPK Halina (0,42%). Pengamatan pertumbuhan tersebut dilakukan dengan menghitung jumlah tunas hijau yang telah
144
Pengujian pemupukan dan fungisida untuk menekan serangan bercak daun
tampak keluar di permukaan tanah. Rendahnya presentase perkecambahan benih JPK Halina kemungkinan karena ukuran benihnya jauh lebih kecil dan umur panennya belum cukup. Tunas jahe yang tumbuh nampak ada yang tidak sempurna. Hal tersebut dapat disebabkan oleh serangan hama ulat penggulung daun atau patogen penyakit. Pengamatan tingkat/intensitas serangan bercak daun dilakukan satu bulan setelah tanam. Presentase bercak daun pada JPK H (A1) berkisar antara 3.40 – 6,18% sedang Halina 1(A2) berkisar antara 1,67 – 3,50% (Gambar 2).
Gambar 2. Intensitas serangan bercak daun pada tanaman jahe berumur satu bulan Perlakuan pupuk KCl dilakukan saat tanam sedangkan MgSO4 dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan yaitu bersamaan dengan aplikasi pupuk urea yang pertama. Perlakuan aplikasi fungisida pertama dilakukan pada saat tanaman jahe berumur enam minggu. Saat ini tanaman berumur 10 minggu. Tiga jenis gejala bercak daun telah dijumpai di lapang yaitu bercak daun yang disebabkan jamur Phyllosticta sp., Pyricularia sp. dan Cercospora sp. Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan, presentase tanaman dan daun yang terinfeksi bercak daun dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah rumpun/polybag, prosentase tanaman sakit dan prosentase serangan daun jahe pada umur dua bulan Perlakuan A1P1F0 A1P1F2 A1P1F3 A1P2F0 A1P2F2 A1P2F3 A1P3F0 A1P3F2 A1P3F3 A2P1F0 A2P1F2 A2P1F3 A2P2F0 A2P2F2 A2P2F3
Rata-rata jumlah rumpun/ polybag 3,6 5,75 4,35 5,45 5,15 5 3,8 5,7 4,35 1,5 1,9 1,85 1,5 2,05 1,95
Tanaman sakit (%)
Daun sakit (%)
62,35 47,98 32,77 68,01 51,1 64,25 69,58 61,33 63,57 30,83 24,58 9,16 30,00 27,08 16,66
44,74 38,23 46,41 47,61 49,37 55,45 33,42 36,23 40,38 12,69 16,1 13,77 16,92 7,94 25,71
145
D. Manohara, dkk
A2P3F0 A2P3F2 A2P3F3
1,74 1,9 2,05
24,58 28,33 33,75
8,27 7,97 11,93
Intensitas/tingkat serangan bercak daun berkisar antara 0,50 – 8,80%, atau dibawah 10%. Pengaruh dari perlakuan pupuk dan fungisida belum nampak, kemungkinan karena perlakuan tersebut baru diaplikasikan. Secara umum nampaknya aksesi JPK H lebih rentan terhadap serangan bercak daun dibandingkan Halina 1. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Intensitas serangan bercak daun pada tanaman jahe berumur 2 bulan. KESIMPULAN DAN SARAN Musim kemarau yang panjang pada tahun 2011 menyebabkan penundaan waktu tanam. Tanaman jahe baru dapat ditanam pada akhir bulan Oktober 2011. Perlakuan solarisasi media tanam dapat mengendalikan bakteri R. Solanacearum (penyebab penyakit layu). Aksesi JPK H lebih rentan terhadap infeksi bercak daun dibandingkan Halina 1. Pengaruh perlakuan pupuk K dan Mg serta aplikasi fungisida belum nampak jelas. DAFTAR PUSTAKA Bermawie, N., SF Syahid, Nur Ajijah, Susi Purwiyanti, B Martono. 2006. Usulan Pelepasan Varietas Jahe. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor, tidak dipublikasikan. Green, C.A. dan R.K. Webster. 2001. ”Occurence, distribution, epidemiology, cultivar reaction and managementof rice blast disease in California”. Plant Disease 85:1096-1102 Keinath, A. 2001. Effect of fungicide applications scheduled to control gummy stem blight on yield and quality of water melon fruit. Plant Dis. 85:53-58 Kirk, W.W., K.J. Felcher, D.S. Douches, J. Coombs, J.M. Stein, K.M. Baker dan R. Hammerschmidt. 2001. Effect of host plant resistance and reduced rates and frequencies of fungicide application to control potato late blight. Plant Dis, 85:11131118. Long, D.H., J.C. Correll, F.N. Lee dan D.O. TeBeest. 2001. Rice blast epidemics initiated by infested rice grain on the soil surface. Palnt Dis. 85:612-616.
146
Pengujian pemupukan dan fungisida untuk menekan serangan bercak daun
Semangun, H. 1992. Host Index of Plant Diseases in Indonesia. Gajdah Mada Univ Press Yogyakarta. Siswanto, D. Wahyuno, D. Manohara, Desmawati, S. Ramadhani, D. Anser Sianturi, R. Karyatiningsih dan L.S. Utami. 2009. Sebaran hama dan penyakit tanaman jahe di tiga propinsi di Indonesia. Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Oragnisme Penganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Balittro, Puslitbangbun, Badan Litbang Pertanian. Bogor, 4 Nopember 2008.
147