Pengujian Pemetaan Taksonomi Pengetahuan pada Lembaga Penelitian Nuklir Menurut Pandangan Pakar: Studi Kasus Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Aridya Maharianto dan Putu Wuri Handayani Information Systems, Faculty of Computer Science, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas mengenai reliabilitas dan validitas dari pemetaan spesialisasi terhadap kelompok pengetahuan yang berlaku di BATAN karena taksonomi pengetahuan yang ada saat ini belum direvisi sejak diresmikan pada tahun 2004 hingga penelitian ini dilakukan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metodologi Q-Sort yang pernah digunakan pada penelitian tahun 2011. Menurut penelitian tersebut, metode ini simpel, efisien dari segi biaya, dan akurat. Pengujian dilakukan dengan menghitung nilai inter-judge raw agreement scores, indeks Kappa Cohen, dan menghitung hit ratio pemetaan yang dilakukan oleh responden yang merupakan pakar di BATAN dengan pemetaan yang saat ini berlaku di BATAN. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata inter-judge raw agreement scores sebesar 53,17%, nilai rata-rata indeks Kappa Cohen sebesar 47,08%, dan nilai rata-rata hit ratio sebesar 53,64%. Nilai tersebut dapat berakibat pada alur pengetahuan yang tidak konsisten dan tidak tepat. Melalui hasil analisis tersebut maka disarankan agar BATAN dapat mengurangi ambiguitas dalam penamaan spesialisasi dan kelompok pengetahuan.
Knowledge Taxonomy Mapping Testing in Nuclear Research Institute According to Experts: A Case Study of Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Abstract This research examines the reliability and validity of the mapping of the specializations to knowledge categories in BATAN which has not been revised since 2004 until this research was conducted. The testing was conducted using Q-Sort methodology which has been used in a research conducted in 2011. According to the said research, this method is simple, cost-efficient, and accurate. The testing was done using the calculation of inter-judge raw agreement scores, Cohen's Kappa index, and the hit ratio of the mapping that was done by the respondents that are experts in BATAN with the mapping applied in BATAN. The result of the analysis shows that the average value of inter-judge raw agreement scores is 53,17%, the average value of Cohen's Kappa index is 47,08%, and the average value of hit ratio is 53,64%. These values could lead to the inconsistency and imprecision of knowledge route. According to the result of the analysis, BATAN should try to reduce the ambiguity in naming the specializations and knowledge groups. Keywords: Mapping, knowledge taxonomy, knowledge management, Q-Sort methodology
Pendahuluan Pengetahuan sudah berkembang menjadi sumber daya yang sangat penting dan juga dibutuhkan adanya perlakuan sistematis dalam mengatur kualitas pengetahuan dan produktivitas pengetahuan (Drucker, 1994 dalam Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal, 2004). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengetahuan memiliki
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
arti yaitu segala sesuatu yang diketahui; kepandaian. Knowledge management adalah sebuah pendekatan yang bersifat kolaboratif dan terintegrasi terkait dengan pembuatan (creation), penangkapan (capture), penyusunan, akses, dan penggunaan aset intelektual milik organisasi (Grey, 1996 dalam Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal, 2004). Pada kasus lembaga penelitian, produksi dasar organisasi tersebut adalah pengetahuan dan knowledge capital adalah aset utama serta sifat dasar dari pengetahuan membuat knowledge capital menjadi dasar bagi proses produksi pengetahuan baru (Ermine, 2010). Model yang terdedikasi untuk KM yang berhubungan dengan aktivitas riset biasanya dihubungkan dengan proses produksi atau proses inovasi, atau penyebaran informasi yang mana pengetahuan tidak dianggap sebagai aset dan status dari alur pengetahuan tidak jelas (Ermine, 2010). BATAN sebagai sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen, berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. BATAN dipimpin oleh seorang Kepala dan dikoordinasikan oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi. BATAN memiliki tugas pokok dalam melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan tenaga nuklir sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (Badan Tenaga Nuklir Nasional, 2013). Melihat tugas utama BATAN maka dapat disimpulkan BATAN sangat bergantung pada common knowledge milik BATAN dan juga menjadikan pengetahuan sebagai salah satu aset utama di BATAN. Pengembangan knowledge portal di BATAN masih memiliki beberapa kendala seperti kendala dalam taksonomi pengetahuan pada pembuatan online communities of practice (wawancara dengan Bapak Supria, 2013). Menurut Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal (2004), taksonomi pengetahuan dapat digunakan untuk mengelola pengetahuan atau kompetensi yang relevan terhadap suatu organisasi. Communities of practice adalah komunitas orang yang terikat secara informal berdasarkan ketertarikan dan kompetensi yang sama. Di dalam communities of practice, individual dapat saling berbagi pengalaman masing-masing, pembuatan pengetahuan baru, dan juga penyelesaian masalah melalui interaksi antara anggota pada komunitas tersebut (Zhang & Watts, 2008). Melihat pengertian tersebut, taksonomi pengetahuan berguna bagi BATAN yang akan menerapkan sebuah online communities of practice sebagai sebuah fasilitas untuk melakukan klasifikasi dan pencarian kompetensi pada communities of practice tersebut (wawancara dengan Bapak Supria, 2013). BATAN membagi taksonomi pengetahuan menjadi tiga yaitu bidang, kelompok, dan spesialisasi berdasarkan dengan kebutuhan BATAN dalam memenuhi visi dan misi BATAN
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
(wawancara dengan Bapak Supria dan Joko, 2013). Pemetaan taksonomi pengetahuan yang digunakan di BATAN saat ini berdasarkan SK Kepala BATAN No. 016/KA/I/2004 dan SK tersebut belum direvisi selama sepuluh tahun terakhir ini. Penelitian ini lebih berfokus terhadap pemetaan spesialisasi pengetahuan pada kelompok pengetahuan pada bidang pengetahuan yang ada kecuali bidang penunjang karena berada di luar aspek teknologi nuklir. Spesialisasi pengetahuan digunakan untuk melakukan penentuan pakar yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pakar tersebut dan memiliki imbas lebih besar terhadap area teknologi nuklir di BATAN (wawancara dengan Bapak Supria dan Joko, 2013). Salah satu cara untuk menyebarkan pengetahuan adalah dengan menggunakan taksonomi pengetahuan (Becerra-Fernandez, Gonzalez, & Sabherwal, 2004). Sebuah model dapat digunakan untuk melakukan perancangan kerangka dasar taksonomi yang bernama FourStage Model. Four-Stage model tersebut terdiri atas (1) pengumpulan komponen pengetahuan, (2) perancangan kerangka dasar taksonomi, (3) evaluasi dan revisi proposisi yang telah diajukan, dan (4) memberikan pembobotan untuk komponen dan subkomponen pengetahuan (Rajesh, Pugazhendhi, & Ganesh, 2011). penulis memilih model tersebut untuk diaplikasikan dalam perancangan kerangka dasar taksonomi pengetahuan di BATAN yang mana kerangka dasar taksonomi pengetahuan ini dapat membantu dalam pengembangan knowledge management tools di BATAN. Melalui penelitian ini juga nantinya dapat diketahui pemetaan yang dianggap tepat menurut para pakar di BATAN karena pemetaan pada taksonomi pengetahuan ini dapat berpengaruh dalam penempatan para pakar yang sesuai dengan spesialisasinya masing-masing. Pengembangan dan implementasi dari knowledge management tools yang terintegrasi dapat diperhitungkan sebagai salah satu aplikasi utama dalam memperbaiki hubungan antara aspek teknikal dan faktor manusia (Iacobone, Lerro, Orlandi, & Passiante, 2012). Oleh karena itu taksonomi pengetahuan harus dibuat dan dikembangkan dengan matang untuk meningkatkan kemudahan dari penggunaan sistem manajemen pengetahuan oleh pengguna. Pada penelitian ini diangkat beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut: 1. Apa saja spesialisasi pengetahuan yang dibutuhkan oleh BATAN dalam mewujudkan visi dan misi BATAN pada bidang yang terkait dengan aspek teknologi nuklir?
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
2. Bagaimana tingkat reliabilitas dan validitas pemetaan spesialisasi pengetahuan terhadap kelompok pengetahuan menurut pandangan pakar di BATAN pada bidang yang terkait dengan aspek teknologi nuklir? Penelitian hanya terbatas dalam analisis dan pengujian taksonomi pengetahuan pada BATAN Serpong, Tangerang dan Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Ruang lingkup penelitian ini memiliki fokus pada penentuan spesialisasi pengetahuan di BATAN, dan pengujian pemetaan spesialisasi pengetahuan terhadap kelompok pengetahuan. Penelitian ini dibatasi terhadap pemetaan spesialisasi pengetahuan terhadap kelompok pengetahuan di BATAN meskipun di BATAN terdapat tiga tingkat yaitu bidang, kelompok, dan spesialiasi. Hal tersebut disebabkan karena pemetaan spesialisasi memiliki imbas yang cukup signifikan terhadap penempatan pakar di BATAN karena penempatan pakar di BATAN bergantung pada pemetaan spesialisasi dari pakar tersebut pada kelompok pengetahuan dan juga pembagian bidang pengetahuan yang sudah tersegmentasi (wawancara dengan Bapak Supria dan Joko, 2013). Penelitian ini juga dibatasi untuk menguji pemetaan spesialisasi pengetahuan terhadap kelompok pengetahuan yang ada pada bidang pengetahuan yang ada di BATAN kecuali bidang penunjang yang tidak termasuk dalam aspek teknologi nuklir di BATAN. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengujian terhadap pemetaan spesialisasi pengetahuan kepada kelompok pengetahuan yang berlaku di BATAN sesuai dengan SK No. 016/K/I/2004 yang mana hal tersebut dapat dicapai melalui: 1. Penentuan spesialisasi pengetahuan dan kelompok pengetahuan yang terdapat di BATAN pada bidang yang terkait dengan aspek teknologi nuklir. 2. Mengetahui tingkat reliabilitas dan validitas pemetaan spesialisasi pengetahuan terhadap kelompok pengetahuan yang terdapat di BATAN pada bidang yang terkait dengan aspek teknologi nuklir berdasarkan pendapat pakar. Melalui pengujian dari spesialisasi pengetahuan terhadap kelompok pengetahuan berdasarkan pandangan pakar di BATAN ini nantinya diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan apakah pemetaan yang ada saat ini masih dianggap relevan atau tidak oleh pakar di BATAN.
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
Penelitian ini bermanfaat dalam menyediakan data mengenai pemetaan taksonomi kelompok dan spesialisasi pengetahuan yang terdapat di BATAN menurut pandangan pakar. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menjadi dasar dalam pemetaan spesialisasi pengetahuan terhadap kelompok pengetahuan di BATAN. Bagi akademisi, penelitian ini dapat menambah referensi terutama dalam perancangan kerangka dasar taksonomi pengetahuan di lembaga penelitian nuklir di Indonesia. Penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan spesialisasi pengetahuan yang ada pada sebuah lembaga penelitian nuklir dengan studi kasus di BATAN dan juga pemetaan spesialisasi pengetahuan terhadap kelompok pengetahuan di lembaga penelitian nuklir. Penelitian ini juga dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai taksonomi pengetahuan pada lembaga penelitian nuklir.
Tinjauan Teoritis Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang digunakan dan ditujukan untuk pengambilan keputusan dan memberikan arahan dalam tindakan (Becerra-Fernandez, Gonzalez, & Sabherwal, 2004). Pengetahuan termasuk ke dalam salah satu bagian dari intellectual capital yang dimiliki oleh suatu organisasi. Intellectual capital adalah semua aset yang tidak dapat diukur namun digunakan oleh organisasi untuk mendapatkan keunggulan. Menurut Drucker (1994) dalam Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal (2004) pengetahuan sudah menjadi sumber daya utama, tidak hanya sebagai kekuatan militer tetapi juga sebagai kekuatan ekonomi. Pengetahuan memiliki fundamental yang berbeda dari sumber daya utama tradisional yaitu land, labor, dan capital yang mana dibutuhkan sebuah usaha yang sistematik pada kualitas dan produktivitas pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi. Knowledge management (KM) diartikan sebagai sebuah aktivitas yang dilakukan yang dibutuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari sumber daya pengetahuan (BecerraFernandez, Gonzalez, & Sabherwal, 2004). Drucker (1994) dalam Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal (2004) juga menyatakan bahwa pengetahuan sudah menjadi sumber daya utama bagi organisasi sehingga proses KM dapat memberikan keuntungan dalam pengelolaan dan utilisasi pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi. Seperti yang disebutkan
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
oleh Davenport dan Prusak (1998) dalam Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal (2004) yaitu meningkatkan kompetensi bisnis utama, mempercepat inovasi dan waktu pemasaran, memperbaiki pengambilan keputusan, dll. KM memiliki fokus pada pengelolaan dan membuat pengetahuan yang penting dapat diakses kapan saja dan di mana saja pengetahuan tersebut dibutuhkan. KM juga memiliki fokus untuk mengatur dan mengelola pengetahuan penting yang hanya berada dalam pikiran para ahli yang dimiliki oleh organisasi tersebut. KM juga memiliki hubungan dengan konsep dari intellectual capital. Intellectual capital terdiri atas manusia dan structural capital. Intellectual capital sekarang ini sudah dianggap sebagai sumber daya organisasi yang paling berharga. Human capital mengacu pada orangorang yang berada pada organisasi tersebut yang memiliki pengetahuan. Human capital tersebar tidak hanya pada pekerja di organisasi tersebut tetapi juga dapat tersebar pada vendor dan pelanggan organisasi tersebut. Structural capital sendiri berarti segala sesuatu yang dimiliki oleh perusahaan yang tidak merupakan properti dari pekerja dari organisasi tersebut seperti databases, berkas pelanggan, perangkat lunak, trademarks, dan struktur organisasi. Proses dalam KM dapat menjadi empat proses KM dan tujuh subproses KM (BecerraFernandez, Gonzalez, & Sabherwal, 2004). Empat proses tersebut adalah discovery, capture, sharing, dan application (Becerra-Fernandez, Gonzalez, & Sabherwal, 2004). Tujuh subproses KM tersebut seperti terlihat pada Gambar 1 yaitu combination, externalization, socialization, internalization, exchange, direction, dan routines (Becerra-Fernandez, Gonzalez, & Sabherwal, 2004).
Gambar 1. Proses knowledge management (Becerra-Fernandez, Gonzalez, & Sabherwal, 2004)
Taksonomi dapat diartikan sebagai skema klasifikasi secara hierarkis yang merefleksikan bagaimana pengguna mengelompokkan sesuatu hal dan kata-kata yang digunakan oleh
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
pengguna tersebut untuk menemukan hal tersebut sehingga dapat membuat konten menjadi lebih berguna baik itu untuk mereka yang mengambilnya maupun mereka yang berkontribusi (Pack, 2002). Pack (2002) juga menambahkan bahwa ketika definisi tersebut diaplikasikan dalam konten digital, biasanya akan termasuk di dalamnya perangkat lunak yang menggunakan algoritma auto-categorization untuk mencari, memilah, dan mengklasifikasi informasi.
Pendekatan
ini
biasanya
melibatkan
dokumen-dokumen
sampel
yang
dikategorisasikan secara manual yang kemudian digunakan sebagai dasar dari sistem taksonomi untuk mengklasifikasikan informasi lainnya secara otomatis. Taksonomi dianggap sebagai sistem untuk mengatur pengetahuan untuk mengelompokkan objek-objek tertentu berdasarkan karakteristik tertentu (Becerra-Fernandez, Gonzalez, & Sabherwal, 2004). Taksonomi pengetahuan digunakan untuk mengatur pengetahuan atau kompetensi yang relevan terhadap organisasi. Taksonomi adalah kumpulan istilah-istilah yang sudah
terstandardisasi
dan
disusun
secara
hierarkikal
yang
digunakan
untuk
mengkategorisasikan informasi dan pengetahuan (Rajesh, Pugazhendhi, & Ganesh, 2011). Melihat banyaknya data, informasi , dan pengetahuan yang mungkin didapat pada era ini, maka Malafsky (2008) dalam Pellini dan Jones (2011) menyatakan bahwa saat ini dibutuhkan repositori informasi dan data digital yang makin besar sehingga dibutuhkan cara-cara agar dapat membantu individual dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan pada waktu tersebut. Mengetahui kendala tersebut maka Serrat (2010) dalam Pellini dan Jones (2011) menjelaskan bahwa keuntungan utama dari taksonomi adalah bahwa ketika informasi yang ada di suatu organisasi sudah diatur dengan baik dan konsisten maka para staf akan membutuhkan waktu yang lebih singkat dalam mencari suatu informasi dan dapat memberikan dampak untuk memperkaya pengalaman riset mereka dan meningkatkan keahlian staf tersebut. Bailey (1994) dalam Nickerson, Varshney, Muntermann, dan Isaac (2009) menambahkan bahwa keuntungan utama dari taksonomi adalah pengurangan dalam kompleksitas dan pengidentifikasian kesamaan dan perbedaan antara objek yang ada. Selain itu, taksonomi membantu para peneliti untuk mempelajari hubungan antara objek sehingga dapat melakukan hipotesa terhadap hubungan tersebut (Nickerson, Varshney, Muntermann, & Isaac, 2009).
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
Taksonomi harus dilakukan dan diselesaikan pada fase pertama dalam rancangan manajemen informasi atau manajemen pengetahuan (Vogel, 2003). Hal tersebut disebabkan karena dengan adanya taksonomi maka dapat dibentuk sebuah standar untuk melakukan indexing pada dokumen sehingga tidak perlu dilakukan perubahan pada struktur organisasi ketika ada sesuatu yang berubah. Vogel (2003) memberi contoh seperti jika ketika ada seorang pakar yang baru terlibat atau ada suatu istilah baru yang patut dipertimbangkan, maka tanpa adanya taksonomi dapat terjadi sebuah indexing berdasarkan perspektif grup atau individual yang dapat berakibat pada hancurnya usaha untuk membentuk sebuah konsistensi pada tingkat organisasi. Pengaturan secara hierarkikal sangat berguna dalam menunjukkan hubungan antar istilah dan membuat pencarian barang-barang yang sejenis pada tingkat yang lebih umum maupun lebih spesifik menjadi lebih mudah (Rajesh, Pugazhendhi, & Ganesh, 2011). Dengan adanya taksonomi, maka ada standardisasi istilah-istilah dan adanya hubungan yang konsisten antara ide atau konsep dengan kata-kata yang digunakan untuk mendeskripsikannya sehingga memudahkan bagi pengguna dalam melakukan pencarian. Lambe (2007) dalam Pellini dan Jones (2011) membagi tipe taksonomi menjadi tujuh, yaitu lists (daftar), struktur pohon, hierarki, polyhierarchies, matriks, facets, peta sistem. Dalam perancangan sebuah kerangka taksonomi pengetahuan, Rajesh, Pugazhendhi, dan Ganesh (2011) mengajukan sebuah model dalam pembuatan taksonomi yang terdiri dari empat tahap yaitu (1) pengumpulan istilah-istilah yang mengacu pada konsep yang memiliki nilai yang tinggi bagi organisasi. Langkah tersebut dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan pakar dan praktisi yang ada di organisasi untuk menentukan istilah-istilah tersebut dan menentukan komponen dan subkomponen pengetahuan di organisasi tersebut. (2) Membuat rancangan taksonomi komponen dan subkomponen pengetahuan dengan melakukan wawancara dan brainstorming. (3) Melakukan evaluasi terhadap rancangan dan melakukan finalisasi terhadap komponen dengan menggunakan metode Q-Sort. (4) Memberikan nilai pembobotan untuk masing-masing komponen dan subkomponen dengan menggunakan analisis Delphi. Gambar 2 menggambarkan model perancangan taksonomi yang telah diajukan oleh Rajesh, Pugazhendhi, dan Ganesh (2011). Sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya, tujuan utama dari taksonomi pengetahuan adalah untuk mengklasifikasikan pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi sehingga mudah untuk diakses dan disimpan. Selain itu, taksonomi pengetahuan memegang peranan penting
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
dalam penyebaran dan penemuan pengetahuan (Becerra-Fernandez, Gonzalez, & Sabherwal, 2004). Model tersebut dipilih karena dalam pengembangan sebuah taksonomi pengetahuan lebih baik untuk melibatkan pengguna dari taksonomi tersebut yang mana pada kasus ini adalah pakar (Lambe, 2007 dalam Pellini dan Jones, 2011). Penelitian ini dilakukan mengikuti Four Stage Model yang diajukan oleh Rajesh, Pugazhendhi, dan Ganesh (2011), namun hanya dilakukan hingga tahap ketiga yaitu evaluasi dengan metode Q-Sort.
Gambar 2. Four-stage Model (Rajesh, Pugazhendhi, & Ganesh, 2011)
Secara singkat, metode Q-sort tersebut digunakan untuk melakukan evaluasi taksonomi yang ada di BATAN yang tercantum dalam SK No. 016/KA/I/2004. Melalui metode Q-Sort tersebut nantinya didapatkan tingkat validitas dan reliabilitas dari pemetaan spesialisasi terhadap kelompok pengetahuan yang saat ini berlaku. Didapatkan juga data yang diharapkan dapat menjadi umpan balik sebagai pertimbangan untuk melakukan revisi dan perbaikan terhadap pemetaan yang berlaku. Metode Q-Sort merupakan sebuah metode yang membantu untuk membangun validitas dan juga untuk menempatkan spesialisasi pengetahuan ke dalam kelompok pengetahuan dengan cara yang tepat (Rajesh, Pugazhendhi, & Ganesh, 2011). Dalam mengevaluasi Q-sort guna
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
membentuk validitas dan memperbaiki reliabilitas dapat dicapai melalui tiga evaluasi yang diperlukan dalam melakukan penilaian terhadap Q-Sort yaitu (Alsaghier, Ford, Nguyen, & Hexel, 2009) (Rajesh, Pugazhendhi, & Ganesh, 2011): 1. Untuk dua responden yang terpilih sebagai perwakilan, maka dihitung inter-judge raw agreement scores. Nilai tersebut didapat dari jumlah items (spesialisasi pengetahuan) yang disetujui oleh kedua responden untuk ditempatkan pada kelompok pengetahuan yang sama berdasarkan data hasil kuesioner. Pemilihan kedua judge ini dilakukan dengan melihat pengalaman dari responden kuesioner dengan harapan bahwa kedua responden tersebut dapat mewakili target population. 2. Menghitung tingkat kesesuaian kedua responden tersebut dengan menggunakan indeks Kappa Cohen. Tujuan dasar dari indeks Kappa Cohen adalah untuk mengukur tingkat kesesuaian atau ketidaksesuaian dari dua orang atau lebih yang mengamati fenomena yang sama (Vieira, Kaymak, & Sousa, 2010). Indeks nilai ini digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian di luar kemungkinan sehingga bisa didapatkan nilai tingkat kesesuaian yang sesungguhnya (Rajesh, Pugazhendhi, & Ganesh, 2011). Rumus untuk menghitung indeks Kappa Cohen yaitu (Rajesh, Pugazhendhi, & Ganesh, 2011): !"##" !"ℎ!" ! =
! !!! − !(!! !! ) ! ! − !(!! !! )
dengan: N : jumlah seluruh items. Sii : jumlah items yang disetujui oleh kedua responden (berada pada diagonal). Xi : jumlah items pada kolom ke-i. Yi : jumlah items pada baris ke-i. Landis dan Koch (1977) dalam Viera dan Garrett (2005) membagi penilaian Kappa menjadi lebih detil yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penegelompokkan Penilaian Kappa Cohen (Landis dan Koch, 1977 dalam Viera dan Garrett, 2005) Nilai Kappa Cohen <0
Tingkat Kesesuaian Kurang dari kesesuaian berdasarkan kemungkinan
0,01 – 0,20
Kesesuaian rendah (slight agreement)
0,21 – 0,40
Kesesuaian cukup (fair agreement)
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
0,41 – 0,60
Kesesuaian sedang (moderate agreement)
0,61 – 0,80
Kesesuaian tinggi (substantial agreement)
0,81 – 0,99
Kesesuaian hampir sempurna (almost perfect agreement)
3. Membuat rasio penempatan items atau hit ratio (Moore dan Benbasat, 1991 dalam Alsaghier, Ford, Nguyen, dan Hexel, 2009) dengan cara menghitung seluruh items (spesialisasi pengetahuan) yang dipetakan secara tepat pada kelompok pengetahuan yang telah ditetapkan pada SK No. 016/KA/I/2004. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan survei. Survei tersebut dilakukan dengan cara menyebar kuesioner kepada sampel dari populasi yang telah ditetapkan. Kuesioner tersebut digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap rancangan kerangka dasar taksonomi pengetahuan yang telah dibuat. Kuesioner disusun berdasarkan spesialisasi dan kelompok pengetahuan yang sudah ada di BATAN yang dijelaskan pada SK No. 016/KA/I/2004. Data yang diperoleh dari kuesioner tersebut akan dianalisis dengan menggunakan nilai inter-judge raw agreement scores, indeks Kappa Cohen, dan hit ratio. Dalam penelitian ini, diambil sepuluh orang partisipan pada masing-masing bidang pengetahuan. Terdapat lima bidang pengetahuan di BATAN yang berkaitan dengan aspek teknologi nuklir yaitu bidang isotop dan radiasi, reaktor dan energi nuklir, keselamatan nuklir dan radiasi, instalasi dan instrumentasi nuklir, dan bahan bakar nuklir dan bahan nuklir, sehingga total ada lima puluh partisipan dalam penelitian ini. Items pada kuesioner dibagi berdasarkan masing-masing bidang pengetahuan yaitu bidang isotop dan radiasi, bidang bahan bakar nuklir dan bahan nuklir, bidang instalasi dan instrumentasi nuklir, reaktor dan energi nuklir, dan bidang keselamatan nuklir dan radiasi. Penentuan items pada kuesioner mengikuti SK No. 016/KA/I/2004 di BATAN karena taksonomi yang diberlakukan di BATAN sudah merupakan hasil pemikiran dari para pakar di BATAN yang disesuaikan dengan kebutuhan BATAN untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan (wawancara dengan Bapak Supria dan Joko, 2013). Kuesioner dibuat dengan spesialisasi pengetahuan sebagai items pada kuesioner dan responden harus memilih penempatan spesialisasi tersebut pada kelompok pengetahuan yang
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
ada. Ditambahkan pula kelompok pengetahuan bernama “Not Applicable” untuk memfasilitasi agar responden tidak terpaksa memilih salah satu kelompok pengetahuan jika spesialisasi pengetahuan tersebut dianggap tidak dapat ditempatkan pada kelompok pengetahuan yang ada. Pada kuesioner, items pada kuesioner akan dipisah berdasarkan bidang pengetahuan di BATAN. Items juga diacak urutannya untuk menghindari penebakan yang mungkin dilakukan oleh responden dalam penentuan kelompok pengetahuan yang cocok untuk spesialisasi pengetahuan yang ada melalui pola penempatan items pada kuesioner. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada sepuluh responden untuk masing-masing bidang sehingga total ada lima puluh responden yang berpartisipasi. Pengumpulan data dilakukan selama tiga minggu yaitu dari 21 Mei 2013 hingga 11 Juni 2013. Data yang didapat dari penyebaran kuesioner ini adalah data primer. Pengumpulan data disebarkan pada Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir, Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, dan Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir karena keempat pusat tersebut merupakan pusat yang berhubungan dengan bidang yang ditanyakan pada kuesioner.
Pembahasan Sebanyak lima puluh (50) kuesioner disebarkan dalam melaksanakan penelitian ini. Terdapat lima (5) bidang pengetahuan di BATAN dan masing-masing bidang disebarkan sepuluh (10) kuesioner. Dari lima puluh kuesioner tersebut, tiga puluh tiga (33) kuesioner kembali dan dapat digunakan untuk analisis data. Tingkat tanggapan kuesioner ini dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 3.
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
Grafik Tingkat Tanggapan Kuesioner 60
50
50 40
33
30 20 10
17 10
10
4 6
7
10 3
10 8
6 4
10 8
2
2
0 Isotop & Radiasi
Bahan Bakar & Instalasi & Bahan Nuklir Instrumentasi Nuklir Kuesioner Disebar
Reaktor & Energi Nuklir
Keselamatan Nuklir & Radiasi
Kuesioner Kembali & Valid
Total
Selisih
Gambar 3. Grafik tingkat tanggapan kuesioner
Selain itu, dari tiga puluh tiga responden tersebut dua puluh tiga (23) responden memiliki jabatan sebagai peneliti, empat (4) orang sebagai pranata nuklir, satu (1) orang staff, empat (4) orang perekayasa, dan satu (1) orang kepala bidang. Gambar 4 menggambarkan pembagian jabatan responden. GRAFIK DEMOGRAFI JABATAN RESPONDEN Kepala Bidang, 1 Perekayasa, 4
Staff, 1
Pranata Nuklir, 4
Peneliti, 23
Gambar 4. Grafik demografi jabatan responden
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
Demografi responden juga dibagi berdasarkan pengalaman masing-masing responden di bidangnya masing-masing. Dari data demografi pengalaman, ada satu (1) orang responden yang memiliki pengalaman di bawah tiga tahun di bidangnya, tiga (3) orang responden memiliki pengalaman antara tiga sampai dengan lima tahun di bidangnya, tiga (3) orang responden memiliki pengalaman antara lima sampai dengan sepuluh tahun di bidangnya, dan dua puluh enam (26) orang responden memiliki pengalaman di atas sepuluh tahun di bidangnya. Demografi pengalaman responden dapat dilihat pada Gambar 5. Analisis data akan dibagi per bidang pengetahuan yang ada di BATAN untuk menghitung inter-judge raw agreement scores, nilai Kappa Cohen, dan nilai hit ratio pada pemetaan spesialisasi pada masing-masing kelompok. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel untuk melakukan perhitungan yang diperlukan. Tabel 2 menunjukkan rangkuman dari nilai inter-judge raw agreements scores dan nilai indeks Kappa Cohen. Tabel 3 menunjukkan rangkuman dari rata-rata hit ratio dari masingmasing bidang dan nilai tertinggi serta terendah pada masing-masing bidang tersebut. GRAFIK DEMOGRAFI PENGALAMAN RESPONDEN < 3 tahun, 1 3 s/d 5 tahun, 3
5 s/d 10 tahun, 3
> 10 tahun, 26
Gambar 5. Grafik demografi pengalaman responden
Tabel 2. Tabel Rangkuman Inter-judge Raw Agreement Scores dan Kappa Cohen
Bidang
∑ Spesialisasi (N)
∑ Kesesuaian (Sii)
∑(XiYi)
Raw Agreement
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
Kappa Cohen
Instalasi dan Instumentasi Nuklir Reaktor dan Energi Nuklir Keselamatan Nuklir dan Radiasi Bahan Bakar Nuklir dan Bahan Nuklir Isotop dan Radiasi
16
6
22
37,5%
31,62%
7
6
13
85,71%
80,56%
17
5
25
29,41%
22,73%
19
13
64
68,42%
61,62%
29
13
82
44,83%
38,87%
Melalui Tabel 2 dapat terlihat bahwa nilai raw agreement dari bidang instalasi dan instrumentasi nuklir adalah 37,5%, bidang reaktor dan energi nuklir adalah 85,71%, bidang keselamatan nuklir dan radiasi adalah 29,41%, bidang bahan bakar nuklir dan bahan nuklir adalah 68,42%, dan bidang isotop dan radiasi adalah 44,83%. Nilai indeks Kappa Cohen dari bidang instalasi dan instrumentasi nuklir adalah 31,62%, bidang reaktor dan energi nuklir adalah 80,56%, bidang keselamatan nuklir dan radiasi adalah 22,73%, bidang bahan bakar nuklir dan bahan nuklir adalah 61,62%, dan bidang isotop dan radiasi adalah 38,87%. Tabel 3. Tabel Rangkuman Hit Ratio Nilai Hit Bidang
∑ Items
∑ Hits
Ratio Ratarata
Instalasi
dan
Instumentasi
96
47
48,96%
Nuklir Reaktor
dan
Energi Nuklir
Nilai Hit Ratio
Nilai Hit Ratio
Maksimum
Minimum
61,11%
43,75%
(Instrumentasi)
(Instalasi)
56,25% 56
27
48,21%
(Pemanfaatan Energi Nuklir)
45% (Teknologi Reaktor Nuklir)
Keselamatan Nuklir
25% dan
136
62
45,59%
62,5% (Seifgard)
Radiasi
Lingkungan)
Bahan
Bakar
Nuklir
dan
133
90
67,67%
Bahan Nuklir Isotop Radiasi
(Keselamatan
dan
116
67
57,76%
77,55% (Bahan Galian Nuklir)
46,43% (Limbah Radioaktif)
83,33%
12,5% (Proses
(Peternakan)
Radioisotop)
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
Tabel 3 menyajikan rangkuman dari hit ratio pada masing-masing bidang pengetahuan di BATAN. Tabel 3 memperlihatkan bahwa nilai hit ratio bidang bidang instalasi dan instrumentasi nuklir adalah 48,96% dengan hit ratio maksimum pada kelompok pengetahuan instrumentasi (61,11%) dan hit ratio minimum pada kelompok pengetahuan instalasi (43,75%). Bidang reaktor dan energi nuklir adalah 48,21% dengan hit ratio maksimum pada kelompok pengetahuan pemanfaatan energi nuklir (56,25%) dan hit ratio minimum pada kelompok pengetahuan teknologi reaktor nuklir (45%). Bidang keselamatan nuklir dan radiasi adalah 45,59% dengan hit ratio maksimum pada kelompok pengetahuan seifgard (62,5%) dan hit ratio minimum pada kelompok pengetahuan keselamatan lingkungan (25%). Bidang bahan bakar nuklir dan bahan nuklir adalah 67,67% dengan hit ratio maksimum pada kelompok pengetahuan bahan galian nuklir (77,55%) dan hit ratio minimum pada kelompok pengetahuan limbah radioaktif (46,43%). Bidang isotop dan radiasi adalah 57,76% dengan hit ratio maksimum pada kelompok pengetahuan peternakan (83,33%) dan hit ratio minimum pada kelompok pengetahuan proses radioisotop (12,25%).
Kesimpulan Sesuai dengan rumusan masalah dan hasil analisis yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Menurut pendapat pakar, spesialisasi pengetahuan yang ada di BATAN saat ini dibutuhkan untuk mencapai visi dan misi BATAN dengan melihat sedikitnya jumlah spesialisasi yang lebih cenderung dipetakan oleh responden pada kelompok Not Applicable (NA). 2. Ada spesialisasi pengetahuan yang lebih cenderung dipetakan oleh responden pada kelompok Not Applicable (NA) yaitu spesialisasi pemodelan dan simulasi dan spesialisasi rekayasa dan modifikasi bahan. Spesialisasi pemodelan dan simulasi dipetakan pada kelompok NA oleh dua dari tujuh responden. Spesialisasi rekayasa dan modifikasi bahan dipetakan pada kelompok NA oleh tiga dari tujuh responden. Keduanya berada pada kelompok pengetahuan bahan reaktor, bahan nuklir, dan bahan baru (BBB) di bidang bahan bakar nuklir dan bahan nuklir. 3. Tingkat reliabilitas dan validitas dari pemetaan spesialisasi terhadap kelompok pengetahuan di BATAN belum terlalu tinggi dengan nilai rata-rata inter-judge raw agreement scores sebesar 53,17%, nilai rata-rata indeks Kappa Cohen sebesar
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
47,08%, dan nilai rata-rata hit ratio sebesar 53,64%. Faktor-faktor yang dapat mungkin menjadi sebab terjadinya hal tersebut adalah masih adanya ambiguitas dalam penamaan spesialisasi atau kelompok pengetahuan yang ada sehingga dapat menimbulkan kebingungan.
Keterbatasan Penelitian menemukan beberapa keterbatasan yaitu: 1. Waktu pilot study yang sangat terbatas sehingga pilot study hanya dilakukan kepada salah satu pakar dari masing-masing bidang. 2. Tidak adanya tatap muka antara penulis dengan responden sehingga tidak didapatkan alasan mengenai pemetaan yang dilakukan oleh responden tersebut. 3. Tidak adanya pemetaan profil responden dengan ciri-ciri pakar karena target respondent dari penelitian ini adalah pakar. 4. Data yang didapatkan untuk analisis data kurang banyak sehingga dapat memengaruhi validitas hasil analisis data. 5. Belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai pemetaan spesialisasi pengetahuan terhadap struktur organisasi yang ada di BATAN.
Saran Melalui penelitian ini, penulis menyampaikan beberapa saran yaitu: 1. Melihat pada hasil analisis data, dengan banyaknya pemetaan spesialisasi yang tersebar di beberapa kelompok, maka penulis menyarankan untuk menggunakan taksonomi tipe facets dalam mendukung online communities of practice. Seperti yang dikatakan oleh Lambe (2007) dalam Pellini dan Jones (2011) bahwa taksonomi tipe facets baik digunakan ketika sering digunakan metadata dan tags pada dokumen digital. 2. Selain itu, perbaikan reliabilitas dan validitas dapat juga dilakukan melalui pengurangan tingkat ambiguitas dalam penamaan atau menyatukan beberapa spesialisasi yang memiliki ambiguitas tinggi pada satu kelompok sesuai dengan masukan atau umpan balik para pakar.
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
3. Melakukan penelitian mengenai keterkaitan mengenai dampak dari penggunaan taksonomi pengetahuan yang ada dengan reliabilitas dan validitas yang telah diketahui melalui analisis dengan tujuan dari penggunaan taksonomi pengetahuan sehingga dapat diketahui apakah ada keterkaitan antara tingkat reliabilitas dan validitas dari taksonomi pengetahuan dengan kapabilitas dari taksonomi pengetahuan tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan dari penggunaan taksonomi pengetahuan. 4. Melakukan penelitian yang sejenis dengan penelitian ini namun dengan menggunakan jumlah data yang lebih banyak dan membandingkan hasilnya dengan penelitian ini. Dapat juga dilakukan penelitian yang membahas mengenai pemetaan spesialisasi pengetahuan terhadap struktur organisasi di BATAN.
Daftar Referensi Alsaghier, H., Ford, M., Nguyen, A., & Hexel, R. (2009). Conceptualising citizen's trust in e-‐ Government: application of Q-‐methodology. Electronic Journal of e-‐Government, 7(4), 295-‐ 310. Badan Tenaga Nuklir Nasional. (2013). Profil BATAN. (Badan Tenaga Nuklir Nasional) Retrieved July 20, 2013, from Profil BATAN: http://www.batan.go.id/profil.php Becerra-‐Fernandez, I., Gonzalez, A., & Sabherwal, R. (2004). Knowledge management: challenges, solutions, and technologies. New Jersey: Pearson Education, Inc. Ermine, J.-‐L. (2010). Methods and tools for knowledge management in research centre. Electronic Journal of Knowledge Management, 8(3), 293-‐306. Iacobone, F., Lerro, A., Orlandi, S., & Passiante, G. (2012). Knowledge Management Approaches And Tools In The Nuclear Energy Industry: Evidences And Implications From Italian Ansaldo Nucleare Spa. Journal of Strategic Innovation and Sustainability, 54-‐65. Nickerson, R. C., Varshney, U., Muntermann, J., & Isaac, H. (2009). Taxonomy development in information systems: developing a taxonomy of mobile application. 17th European Conference on Information Systems. Verona. Pack, T. (2002). Taxonomy's role in content management. EContent, 25(3), 26-‐31. Pellini, A., & Jones, H. (2011). Knowledge taxonomy: a literature review. London: Overseas Development Institute. Rajesh, R., Pugazhendhi, S., & Ganesh, K. (2011). Towards taxonomy architecture of knowledge management for third-‐party logistics service provider. Benchmarking: An International Journal, 18(1), 42-‐68.
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013
Vieira, S. M., Kaymak, U., & Sousa, J. M. (2010). Cohen's kappa coefficient as a performance measure for feature selection. IEEE, 1-‐8. Viera, A. J., & Garrett, J. M. (2005). Understanding interobserver agreement: the kappa statistic. Family Medicine, 37(5), 360-‐363. Vogel, C. (2003). A Roadmap for Proper Taxonomy Design Part 1 of 2. Computer Technology Review, 42. Zhang, W., & Watts, S. (2008). Online communities as communities of practice: a case study. Journal of Knowledge Management, 12(4), 55-‐71.
Pengujian pemetaan…, Aridya Maharianto, Fasilkom UI, 2013