PENGUJIAN KUALITAS AIR
ABSTRAKSI Pengujian kualitas air ditujukan untuk menentukan dan mengetahui kelayakan mutu dari air untuk layak konsumsi, baik diminum sebagai air minum ataupun digunakan untuk kebutuhan sehari-hari sebagai air bersih dengan menggunakan parameter fisis, kimia, dan biologis. Bahan yang digunakan adalah sampel air mineral, air PDAM, air selokan, air es batu, dan air sumur. Sampel ini diinokulasikan dalam medium NA dan medium endo untuk nantinya dapat dihitung jumlah koloni yang tumbuh dalam media tersebut. Hasilnya didapatkan bahwa sampel air selokan terdapat koloni bakteri sebanyak 3.98 x 10 5 CFU/mL dan air PDAM sebanyak 3.98 x 10 5 CFU/mL. Dua sampel tesebut memiliki kandugan mikroorganisme terbanyak. Sedangkan pengujian menggunakan medium endo agar didapatkan sampel air selokan dan air es batu adalah sampel air yang paling tercemar dari sampel air lainnya. Yaitu terdapat coliform E.coli sebanyak 3.925 x 102 CFU/mL pada air selokan dan sebanyak 3.975 x 102 CFU/mL untuk air es batu.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang mendasar dan sangat penting bagi manusia manusia dan makhluk hidup lainnya. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, sedangkan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. ( Hamidah Harahap, 2007) Dengan peranannya yang sangat penting , air akan dipengaruhi dan mempengaruhi oleh kondisi/komponen lainnya. Pemanfaatan air untuk menunjang seluruh kehidupan manusia jika tidak dibarengi dengan tindakan bijaksana dalam pengelolaanya akan mengakibatkan kerusakan pada sumberdaya air. Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan untuk keperluan manusia sebagai tempat penampungan air, alat transportasi, mengairi sawah, dan keperluan peternakan, keperluan industri, perumahan, sebagai daerah tangkapan bajir. Ini harus terus dijaga kelestariannya dari bahan pencemar (Diana Hendrawan,2005).
Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu Dengan demikian, kualitas air akan berbeda dari suatu kegiatan ke kegiatan lain, sebagai contoh: kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air untuk keperluan air minum. Air yang jernih bukan berarti air yang baik bagi ikan, karena jernih bukan satu-satunya sarat air berkualitas bagi ikan. Sering dijumpai ikan hidup dan berkembang dengan "subur" justru pada air yang bagi manusia menimbulkan kesan jorok. Ikan hidup dalam lingkungan air dan melakukan interaksi aktif antara keduanya. Ikan-air boleh dikatakan sebagai suatu sistem terbuka dimana terjadi pertukaran materi (dan energi), seperti oksigen (O2), karbon dioksida (CO2), garam-garaman, dan bahan buangan. Pertukaran materi ini terjadi pada antarmuka (Interface) ikan-air pada bahan berupa membran semipermeabel yang terdapat pada ikan. Kehadiran bahan-bahan tertentu dalam jumlah tertentu akan mengganggu mekanisme kerja dari membran tersebut, sehingga ikan pada akhirnya akan terganggu dan bisa tewas. Ikan telah berevolusi selama jutaan tahun pada kondisi lingkungan yang stabil. Oleh karena itu, dalam lingkungan alamiahnya mereka tidak perlu beradaptasi dengan berbagai perubahan drastis yang terjadi. Bahkan kondisi lingkungan mereka memiliki mekanisme tertentu untuk menjaga terjadinya perubahan mendadak. Sedangkan pada lingkungan akuarium, sebagai sebuah sistem tertutup, perubahan mandadak dan drastis terhadap parameter air kerap terjadi (seperti suhu, pH, kandungan amonia dll), sehingga akan menyebabkan ikan stres dan tidak jarang menyebabkan kematian (Purwakusuma, 2009). Kualitas Air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya. Peduli kualitas air adalah mengetahui kondisi air untuk menjamin keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Ekosistem air yang terdapat di darat (inland water) secara umum di bagi atas 2 yaitu perairan lentik (lentik water), atau juga disebut sebagai perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, situ, telaga dan sebagainya dan perairan lontik (lontic water), disebut juga sebagai perairan berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, parit dan sebagainya. Perbedaaan utama antara perairan lontik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air (Barus, 2003).
B. Tujuan Mengetahui cara menguji kualitas air dan menentukan kualitas air dari berbagai sampel menggunakan parameter fisik dan biologis.
II. TINJAUANPUSTAKA
Didalam manajemen kualitas air adalah merupakan suatu upaya memanipulasi kondisi lingkungan sehingga mereka berada dalam kisaran yang sesuai untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan. Di dalam usaha perikanan, diperlukan untuk mencegah aktivitas manusia yang mempunyai pengaruh merugikan terhadap kualitas air dan produksi ikan (Widjanarko, 2005). Kualitas Air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya. Peduli kualitas air adalah mengetahui kondisi air untuk menjamin keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna) (ICRF,2010).
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya) (Effendi,2003).
Parameter Fisik Pola temparatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggihan geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Di samping itu pola temperatur perairan dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang di akibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung (Barus, 2003). Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stres yang ditandai dengan tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal. Pada suhu rendah, akibat yang ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun. Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa menurunnya laju pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen (Irianto, 2005). Warna air pada kolam dan tambak, baik system tradisional, semi intensif maupun intensif bermacam-macam. Adanya warna air tersebut dsebabkan oleh beberapa faktor, antara lain hadirnya beberapa jenis plankton baik fitoplankton maupun zooplankton, larutan tersuspensi, dekomposisi bahan organik, mineral maupun bahan-bahan lain yang terlarut dalam air. Ada beberapa warna air yang sering ditemukan pada tambak dan kolam, yaitu hijau muda, hijau tua, kuning kecoklatan, hijau kecoklatan, coklat kemerahan dan keruh (Kordi dan Tancung, 2002). Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organic dan bahan anorganik; karena keberadaan plankton, humus dan ion-ion logam (misalnya besi dan mangan), serta bahan-bahan lainnya. Adanya oksida besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/liter dan kadar mangan sebanyak 0,005 mg/liter sudah cukup dapat menimbulkan warna pada perairan (Peavy et al., 1985 dalam Effendi, 2003).
Menurut Fishblogs (2009), kriteria warna air tambak yang dapat dijadikan acuan standar dalam pengelolaan kualitas air adalah seperti di bawah ini: 1. Warna air tambak hijau tua yang berarti menunjukkan adanya dominansi chlorophyceae dengan sifat lebih stabil terhadap perubahan lingkungan dan cuaca karena mempunyai waktu mortalitas yang relatif panjang. Tingkat pertumbuhan dan perkembangannya yang relatif cepat sangat berpotensi terjadinya booming plankton di perairan tersebut. 2. Warna air tambak kecoklatan yang berarti menunjukkan adanya dominansi diatomae. Jenis plankton ini merupakan salah satu penyuplai pakan alami bagi udang, sehingga tingkat pertumbuhan dan perkembangan udang relatif lebih cepat. Tingkat kestabilan plankton ini relatif kurang terutama pada kondisi musim dengan tingkat curah hujan yang tinggi, sehingga berpotensi terjadinya plankton collaps dan jika pengelolaannya tidak cermat kestabilan kualitas perairan akan bersifat fluktuatif dan akan mengganggu tingkat kenyamanan udang di dalam tambak. 3. Warna air tambak hijau kecoklatan yang berarti menunjukkan dominansi yang terjadi merupakan perpaduan antara chlorophyceae dan diatomae yang bersifat stabil yang didukung dengan
Parameter
ketersediaan
pakan
alami
bagi
udang.
Kimia
pH adalah suatu ukuran keasaman dan kadar alkali dari sebuah contoh cairan. Kadar pH dinilai dengan ukuran antara 0-14. Sebagian besar persediaan air memiliki pH antara 7,0-8,2 namun beberapa air memiliki pH di bawah 6,5 atau diatas 9,5. Air dengan kadar pH yang tinggi pada umumnya mempunyai konsentrasi alkali karbonat yang lebih tinggi. Alkali karbonat menimbulkan noda alkali dan meningkatkan farmasi pengapuran pada permukaan yang keras (Ferianita, M., Fachrul, Herman H., Listari C., S. 2005). Perubahan pH berkaitan dengan kandungan oksigen dan karbondioksida dalam air. Pada siang hari jika oksigen naik akibat fotosintesa fitoplankton, maka pH juga naik. Pada pagi jika pH kurang dari 7, hal ini menunjukan bahwa tambak atau kolam banyak mengandung bahan organik. Kestabilan pH perlu dipertahankan karena pH dapat mempengaruhi pertumbuhan
organisme air, mempengaruhi ketersediaan unsur P dalam air dan mempengaruhi daya racun amoniak
dan
H2S
dalam
air
(Subarijanti,
2005).
DO (Disolved Oxigent) Oksigen adalah unsur fital yang di perliukan oleh semua organisme untuk respirasi dan sebagai zat pembakar dalm proses metabolisme. Oksigen juga sangat dibutuhkan mikro organisme (bakteri) untuk proses dekomposisi. Kandungan oksigen dalam air yang ideal adalah antara 3-7 ppm. Jika kandungan oksigen kurang dari 3 ppm, maka ikan maupun udang akan berada di permukaan air bahkan bagi udang yang sedang molting, jika oksigen 1-2 ppm, udang bisa mati, demikian pula jika oksigen terlalu tinggi, ikan maupun udang bisa mati karena terjadi emboli dalam darah (Subarijanti, 2005). Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya aur kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi dari semua organisme (Barus, 2003). Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi,
dan
limbah
(effluent)
yang
masuk
ke
dalam
air
(Effendi,
2003).
Karbondioksida (CO ) Pada perairan umum dan kolam budidaya intensif, karbondioksida, bikarbonat atau karbonat terlarut membentuk suatu reservoir karbon untuk fotosintesis tumbuhan air. Pada kondisi gelap, maka aktivitas utama tumbuhan yaitu melakukan respirasi, pada kesempatan tersebut dibebaskan CO2 dan ion-ion hidorgen sehingga menyebabkan penurunan pH. Perubahan pH diurnal pada kolam ikan hingga 1 unit biasanya disebabkan oleh proses biologis (Irianto, 2005). Sumber karbon utama di bumi adalah atmosfer dan perairan terutama laut. Laut mengandung karbon lima puluh kali banyak dari pada karbon di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat di laut cenderung
mengatur karbondioksida di atmosfer. Karbon yang terdapat di atmosfer da perairan diubah menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis mahluk hidup (Effendi,2003). Nitrat Di perairan, nitrogen berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri dari atas amoniak (NH3), amonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3) dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea. Bentuk-bentuk nitrogen tersebut mengalami transformasi sebagai dari siklus nitrogen (Effendi, 2003). Nitrat merupakan hasil dari reaksi biologi yaitu nitrogen organik. Limbah industri dan domestik akan mengandung nitrat dan akan menjadi polusi untuk permukaan air. Nitrat merupakan elemen esensial atau sebagai nutrien dalam proses eutrofikasi, pada perairan alami mineral nitrat hanya sedikit. Soda nitrat (NaNO3) merupakan komponen utama pada endapan. Penambahan nitrat pada perairan dapat berasal dari pupuk yang tercuci dari tanah pertanian. Residu dari limbah peternakan, juga mengandung nitrogen orgaik dan apabila teroksidasi juga akan menjadi nitrat. Bahan ini (nitrat) dapat digunakan sebagai elektron aseptor oleh beberapa mikrobia (Arfiati, 2001). Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan (Utama, 2007). Fungsi Nitrogen (N) adalah sebagai penyusun asam amino, amida, protein, asam nukleat, nukleotida, koenzim dan lainnya. Kebanyakan alga cenderung lebih menyukai N dalam bentuk amonium (NH4N) dan pada bentuk lainnya. Bentuk Nanorganik lain dapat digunakan oleh alga (fitoplankton)
berupa
nitrat
(NO3-N)
dan
nitrit
(NO2N)(Maizar,
2006).
Fosfat Menurut Purwohadiyanto et al. (2006), di dalam perairan terutama kolam, phosfat kedapatan dalam jumlah yang kecil yaitu antara 0,05 – 0,02 ppm dan phosfat mempunyai mobilatas yang sangat kecil, ini terjadi jika dasar perairan berupa lumpur atau liat (karena akan terjerap/terikat/teradsorbsi)dan jika keadaan ini ditumpang oleh situasi asam atau basa maka pospat tidak tersedia bagi alga karena segera terikat oleh Ca pada siuasi basa menjadi Ca3(PO4)2 dan pada situasi asam akan menjadi Fe3(PO4)2 dan Al4(PO4). Pospat merupakan bentuk pospor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik pospor sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Keberadaan pospor relatif sedikit dan mudah mengendap (Effendi,2003). Fosfor berasal terutama dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka (sungai dan danau). Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersamaan dengan curah hujan masuk kesumber sistem perairan (Barus,2003) ParameterBiologis Plankton adalah organisme yang berkuran kecil yang hidupnya terombang-ambing oleh arus. Mereka terdiri dari makhluk yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan sebagai tumbuhan (fitoplankton). Zooplankton ialah hewan-hewan laut yang planktonik sedangkan fitoplankton terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis (Dianthani, 2003). Plankton sebagai komponen dasar dalam struktur kehidupan di laut dapat dijadikan sebagai salah satu parameter dalam pemantauan kualitas lingkungan perairan. Aspek-aspek yang dapat diamati meliputi nilai kualitatif dan kuantitatif plankton. Aspek kualitatif meliputi pemahaman terhadap komposisi plankton yang berkaitan dengan keberadaan jenis-jenis plankton yang dapat menimbulkan bencana terhadap lingkungan perairan ataupun terhadap manusia, dalam hubungannya sebagai pengguna lingkungan atau konsumer langsung organisme laut
sebagai bahan makanan. Aspek kuantitatif meliputi pemahaman terhadap fungsi dan tingkat kemampuan perairan sebagai pendukung kehidupan organisme perairan. Pemahaman plankton secara kuantitatif berhubungan erat dengan penilaian perairan yang dapat berfungsi sebagai daerah penangkapan maupun lokasi budidaya laut (Thoha, 2004).
Produktivitas Primer Produser adalah karbon – autrutof dan energi autrotof. Mereka dapat mengasimilasi CO2 sebagai sumber karbon secara langsung, dan juga menggunakan energi radiasi matahari secara langsung untuk fotosintesis. Konsumer dan dekomposer adalah karbon heterotrof dan energi heteretrof, mereka mengambil energi dan karbon untuk biosintesis dan metabolisme untuk sumber-sumber organiknya. Jadi, produser adalah dasar dari pengangkutan energi dan material biogenik melalui suatu ekosistem, sebagai contoh perairan alami. Pengangkutan material dapat dipandang sebagai suatu siklus dari produser melalui konsumer dan dekomposer kembali ke produser, dan pengangkutan energi sebagai suatu fluktuasi energi melalui rantai makanan seperti energi biokimia yang disimpan dilepaskan sebagai panas (hukum termodinamika yang diterapkan pada ekosistem sebagaimana halnya setiap bentuk kehidupan). Bagaimanapun dekomposer terjadi pada semua tingkatan trofik (trophic level) dan menciptakan kontak singkat di dalam siklus yang dengan jelas mempunyai arti khusus bagi material biogenik dan pengangkutan di dalam perairan alami (Mahmudi, 2005). Produktivitas primer adalah laju produksi karbon organik per satuan waktu yang merupakan hasil penangkapan energi matahari oleh tumbuhan hijau untuk diubah menjadi energi kimia melalui fotosintesis. Produktivitas primer kotor adalah jumlah total fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan produktivitas primer bersih adalah besarnya sintesis senyawa karbon organik selama proses fotosintesis dikurangi besarnya aktivitas total respirasi pada terang dan gelap dalam jangka waktu tertentu. Besarnya produktivitas primer suatu perairan mengindikasikan besarnya ketersediaan nutrien terlarut (Wiryanto dan Pitoyo, 2001). Menurut Irianto (2003), fitoplankton merupakan produser primer di perairan. Fitoplankton bertanggung jawab terhadap proses produksi primer. Dengan bantuan sinar
matahari, fitoplankton memfiksasi karbondioksida dan mentransformasi menjadi produk primer berupa senyawa C organik dan biomassa. Laju produksi primer ditentukan oleh lingkungan fisik misalnya temperatur optimum dan cukup cahaya sinar matahari, dan ketersediaan nutrien anorganik misalnya N dan P. Peristiwa ini disebut fotosintesis oksigenik, dan dilakukan oleh semua mikroba yang memiliki klorofil-a seperti sianobakteri dan algae. Mengingat peristiwa ini berlangsung pada lingkungan yang mengandung oksigen, maka fotosintesis yang berlangsung disebut
sebagai
fotosisntesis
oksigenik,
reaksinya
adalah;
6 CO + 12 H O C H O + 6 O + 6 H O.
III. METODOLOGI Praktikum Mikrobiologi Air acara “Kualitas Air” dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2012 di laboratorium Timur Mikrobiologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan adalah sampel air dari air mineral, selokan, PDAM, es batu, sumur, medium NA, dan medium endo agar. Alat yang digunakan adalah petridish, mikropipet, tabung reaksi, dan Erlenmeyer. Cara kerjanya pertama-tama, air dari berbagai sampel sebanyak 11 mL dimasukkan kedalam Erlenmeyer berisi 99mL aquadest streril secara aseptis. Lalu dilakukan serial pengenceran dengan menambah 1mL sampel kedalam 9mL. 1mL sampel dan medium endo/NA dituang ke petridish secara pourplate. Kemudian sampel air yang diinokulasikan pada medium NA diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Sedangkan sampel air yang diinokulasikan pada medium Endo agar diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 37 oC. kemudian mikrobia diamati dan dilakukan TPC.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Parameter Fisik Sampel air
Kekeruhan
Bau
Air Mineral
+
+
Air Selokan
++
++
Air PDAM
+
+
Air es batu
+++
+
Air sumur
+
++
Keterangan: +
= Tingkat kekeruhan atau bau rendah
+++
= Tingkat kekeruhan atau bau tinggi
( Foto Kekeruhan air dari berbagai sampel)
2. Parameter Biologis
Sampel air
Jumlah Mikrobia (CFU/mL) Medium Endo
Medium NA
Air Mineral
6
1.225 x 105
Air Selokan
3.925 x 102
2.35 x 106
Air PDAM
4.575 x 10
3.98 x 105
Air es batu
3.975 x 103
2.45 x 104
Air Sumur
4
2.2 x 104
Contoh perhitungan: Perhitungan jumlah koloni dengan metode TPC: Air selokan pada medium Endo. 10-1
28.5 < 2 Sehingga (28.5 + 5) / 2 = 39.25 = 3.925 x 102 CFU/mL
10-2
5
Air Mineral pada medium NA 10-3
122.5
10-4
18
sehingga yang digunakan adalah pengenceran pertama, yaitu 122.5 x 103 =
1.225 x 105 CFU/mL. B. Pembahasan
Seseorang mampu hidup tanpa makan selama 30 hari, sedangkan tanpa minum hanya dapat bertahan tidak lebih dari satu minggu. Hal ini mengindikasikan bahwa betapa vitalnya fungsi air bagi kehidupan. Namun, air tidak serta merta dapat digunakan begitu saja untuk kehidupan karena air juga kerap kali membawa bahan-bahan pencemar atau polutan didalamnya. Untuk itulah diperlukan pengujian kualitas air. Fungsi dari pengujian kualitas adalah menentukan mutu dan kelayakan air untuk dapat dikonsumsi. Standarisasi mutu untuk air minum, dan air bersih (digunakan untuk kebutuhan sehari-hari) tentu berbeda. Dari situlah digunakan parameterparameter untuk menguji kelayakan dan kualitas air. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, parameter untuk menguji kelayakan dan kualitas air meliputi parameter fisik, kimia, dan biologis. •
Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa
•
Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH
•
Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen. Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan kualitas air adalah pH atau konsentrasi
ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD). 1. pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahab pH dan menyukai pH antara 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan , misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah. Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat dilihat pada table di bawah ini : Tabel : Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan Nilai pH 6,0 – 6,5
Pengaruh Umum Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan
5,5 – 6,0
Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak Kelimpahan
total,
biomassa,
dan
produktivitas
masih
belum
mengalami perubahan yang berarti Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral 5,0 – 5,5
Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos Algae hijau berfilamen semakin banyak Proses nitrifikasi terhambat
4,5 – 5,0
Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos Algae hijau berfilamen semakin banyak Proses nitrifikasi terhambat
Sumber : modifikasi Baker et al., 1990 dalam Efendi, 2003 Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah. Namun ada sejenis algae yaitu Chlamydomonas acidophila mampu bertahan pada pH =1 dan algae Euglena pada pH 1,6 2. Oksigen terlarut (DO)
Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organic dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya.Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir. Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen jenuh dalam air pada 25o C dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagimanusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi system respirasi organisme akuatik,sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita. Pada
siang
hari,
ketika
matahari
bersinar
terang,
pelepasan
oksigen
oleh
proses fotosintesa yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar oksigen jenuh, sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sedangkan pada malam hari,tidak ada fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan kadar oksigen ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi hari. 3. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) Dekomposisi bahan organic terdiri atas 2 tahap, yaitu terurainya bahan organic menjadi anorganik dan bahan anorganik yang tidak stabil berubah menjadi bahan anorganik yang stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit atau nitrat(nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama yang berperan,sedangkan oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat pengganggu. Dengan demikian, BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan olehmikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organic yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Pada dasarnya, proses oksidasi bahan organic berlangsung
cukup lama. Menurut Sawyer dan McCarty, 1978 (Effendi,2003) proses penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh bakteri aerobic adalah :
CnHaObNc + (n + a/4–b/2–3c/4)O2 → n CO2 + (a/2 – 3c/2) H2O + c NH3 Bahan organic
oksigen
bakteri aerob
Untuk kepentingan praktis, proses oksidasi dianggap lengkap selama 20 hari, tetapi penentuan BOD selama 20 hari dianggap masih cukup lama. Penentuan BOD ditetapkan selama 5 hari inkubasi, maka biasa disebut BOD5. Selain memperpendek waktu yang diperlukan, hal ini juga dimaksudkan untuk meminimumkan pengaruh oksidasi ammonia yang menggunakan oksigen juga. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70% 80% bahan organic telah mengalami oksidasi. (Effendi, 2003). Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relative mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptic atau bersifat racun, seperti
fenol,
kreolin,
detergen,
asam
cianida,
insektisida
dan
sebagainya,
jumlah mikroorganismenya juga relative sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, sebagai contoh adalah kadar maksimum
BOD5 yang diperkenankan
menopang kehidupan
organisme
akuatik
untuk kepentingan
adalah
3,0
–
6,0
air minum dan mg/L
berdasarkan
UNESCO/WHO/UNEP,1992.Sedangkan berdasarkan Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD5 untuk baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L dan golongan II adalah 150mg/L.
4. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium
bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. Jika pada perairan terdapat bahan organic yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol, polisacharida dansebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam,diperkirakan 95% - 100% bahan organic dapat dioksidasi. Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L. Endo agar dan EMBAEndo agar adalah medium pertumbuhan mikrobiologi dengan warna pink, pada umumnya digunakan dalam mengembangkan bakteri salmonella dan kini banyak digunakan pula untuk mengembangkan bakteri koliform. Biasanya bakteri gram negative dapat tumbuh dengan baik pada medium ini sedangkan bakteri gram positive cenderung terhambat pertumbuhannya.Bakteri koliform memfermentasikan laktosa pada medium ini dan menimbulkan warna merah( Eschericha coli) sedangkan bakteri tanpa fermentasi laktosa menghasilkan warna bening.Komposisi Endo Agar untuk perhitungan 1 Liter : Dipotassium Phosphate
3.5 g
Peptic DigestofAnimalTissue
10.0 g
Agar
15.0 g
Lactose
10.0 g
Sodium Sulfite
2.5 g
Basic Fuchsin
0.5 g
Sifat morfologi koloni bakteri yang tumbuh pada media Endo Agar : Escherichia coli
:
Pink to rose-red, green metallic sheen
Enterobacter/Klebsiella
:
Large, mucoid, pink
Proteus
:
Colorless to pale pink
Salmonella
:
Colorless to pale pink
Shigella
:
Colorless to pale pink
Pseudomonas
:
Irregular, colorless
Gram-positive bacteria
:
No growth to slight growth
Pada sampel air yang diinokulasikan menggunakan medium NA, hasilnya didapatkan koloni bakteri pada air mineral sebanyak 1.225 x 10 5 CFU/mL, air selokan sebanyak 2.35 x 10 6 CFU/mL, air PDAM sebanyak 3.98 x 105 CFU/mL, air es batu sebanyak 2.45 x 10 4 CFU/mL, dan air sumur hanya sebanyak 2.2 x 104 CFU/mL. Ini sesuai dari dugaan awal. Dugaan awal adalah air selokan yang memiliki jumlah koloni bakteri tertinggi, dan hasil percobaan membuktikan bahwa air selokan adalah air yang memiliki kualitas terburuk. Air selokan berasal dari pembuangan sisa dan tentu mengandung banyak polutan. Dari hasil ini juga didapatkan bahwa air PDAM juga memiliki kualitas yang tidak kalah buruk. Sedangkan pada medium endo digunakan untuk menentukan kualitas air dari pencemaran menggunakan indicator coliform E.coli. E.coli yang tumbuh pada medium endo akan menampakkan warna pink sampai hijau metalik. Koloni berwarna hikau metalik inilah yang kemudian dihitung. Didapatkan coliform pada air mineral sebanyak 6 CFU/mL, air selokan sebanyak 3.925 x 102 CFU/mL, air PDAM sebanyak 4.575 x 10 1 CFU/mL, air es batu sebanyak 3.975 x 102 CFU/mL, dan air sumur hanya sebanyak 4 CFU/mL. Dari hasil percobaan, air selokan dan air es batu adalah air yang mengandung jumlah koloni E.coli terbanyak. Ini sudah termasuk dalam kategori air tercemar terutama es batu yang digunakan sebagai sample disini didapat dari rumah makan. Ada penggunaan air tercemar di rumah makan.
V. KESIMPULAN
Untuk
melakukan
pengujian
kualitas
air
dapat
digunakan
beberapa
parameter/pengamatan. Yaitu dengan Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya coliform. Dari hasil percobaan menggunakan dua medium berbeda, didapatkan bahwa pada medium NA, sampel air selokan terdapat koloni bakteri sebanyak 3.98 x 10 5 CFU/mL dan air PDAM sebanyak 3.98 x 105 CFU/mL. Dua sampel tesebut memiliki kandugan mikroorganisme terbanyak. Sedangkan pengujian menggunakan medium endo agar didapatkan sampel air selokan dan air es batu adalah sampel air yang paling tercemar dari sampel air lainnya. Yaitu terdapat coliform E.coli sebanyak 3.925 x 102 CFU/mL pada air selokan dan sebanyak 3.975 x 10 2 CFU/mL untuk air es batu.
DAFTAR PUSTAKA
Arfiati, D. 2001. Diktat Kuliah Limnologi. Kimia Air. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang Barus, T. A, 2002. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA USU. Medan Dianthani, D. 2003. Identifikasi Jenis Plankton Di Perairan Muara Badak, Kalimantan Timur. Program Pasca Sarjana /S3. Institut Pertanian Bogor. 2003 Diawan, H. 2005. Kualitas air Sungai dan Situ di DKI Jakarta. Makara Teknologi vol 9 no1 April 2005: 13-15. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta Ferianita, M., Fachrul, Herman H., Listari C., S. 2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai BioiCLEAN, 2007. pH.http://www.mysaltz.net. Diakses tanggal 9 Maret 2012. Hamidah, H. 2007. Studi Pengendalian Kualitas air PDAM Tirtanadi pada Resevoar Tuasan dan Sambungan Pelanggan. Jurnal Teknologi Proses. 6(1) Januari 2007:45-48. Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Kordi K., M.G.H. dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta Mahmudi, M. 2005. Produktivitas Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Malang Maizar. 2006. Petunjuk Praktikum Limnologi Analisis Air. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Malang Subarijanti, H. U. 2005. Pemupukan dan Kesuburan Perairan. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang Utama, H, W. 2007. Keracunan Nitrit-Nitrat. http://klikharry.wordpress.com. Diakses tanggal 9 Maret 2012 Purwakusuma, W. 2009. Kualitas Air. http://o-fish.com/Air/kualitas_air.php. Diakses tanggal 9 Maret 2012
Wiryanto dan Pitoyo. 2001. Produktifitas Primer Perairan Waduk Cengklik Boyolali. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta 57126. Diterima: 20 Pebruari 2001
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AIR
ACARA II KUALITAS AIR
Disusun Oleh: Ngurah Kamandanu (11537)
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012