e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
PENGUATAN VERBAL DAN NONVERBAL GURU BAHASA INDONESIA DALAM MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TEKS CERPEN DI KELAS VIIG SMP NEGERI 1 BANJAR Ni Kt. Sri Utami1, S. A. P. Sriasih2, Ida Bagus Sutresna3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian yang berjudul “Penguatan Verbal dan Nonverbal Guru Bahasa Indonesia dalam Melaksanakan Pembelajaran Teks Cerpen di Kelas VIIG SMP Negeri 1 Banjar” bertujuan untuk mendeskripsikan (1) penguatan verbal guru dalam pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 Banjar, (2) penguatan nonverbal guru dalam pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 Banjar, serta (3) fungsi penguatan verbal dan nonverbal guru dalam pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 Banjar. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas VIIG SMP N 1 Banjar dan objek penelitiannya adalah penguatan verbal dan nonverbal guru dalam pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 Banjar. Data penelitian dikumpulkan melalui metode observasi dan metode wawancara. Hasil dari penelitian ini adalah (1) penguatan verbal yang digunakan guru berupa kata “bagus, tepat, benar, dan cukup bagus”; (2) penguatan nonverbalnya berupa ekspresi wajah, gerakan tangan, gerakan mendekati, penguatan tanda, dan sentuhan; (3) Tuturan penguatan verbal guru mengandung fungsi ekspresif, fungsi representatif, dan fungsi direktif, sedangkan tuturan penguatan nonverbal mengandung fungsi repetisi dan fungsi subtitusi; (4) Penguatan gabungan yang digunakan guru berupa kata “bagus dan benar” disertai dengan acungan jempol dan tepuk tangan. Kata kunci: penguatan verbal, penguatan nonverbal, dan pembelajaran teks cerpen
Abstract The study, entitled "Verbal and Nonverbal Reinforcement Teacher Indonesian Implement Learning Text Short Story in Class VIIG SMP Negeri 1 Banjar" aims to describe (1) the strengthening of verbal teachers in instructional text stories in class VIIG SMP N 1 Banjar, (2) strengthening nonverbal teachers in the classroom learning the short story text VIIG SMP N 1 Banjar, and (3) strengthening the functions of verbal and nonverbal teacher in the classroom learning the short story text VIIG SMP N 1 Banjar. This study used a qualitative descriptive design. Subjects were Indonesian teachers who teach in the classroom VIIG SMP N 1 Banjar and the object of research is the strengthening of verbal and nonverbal teacher in the classroom learning the short story text VIIG SMP N 1 Banjar. The research data were collected through observation and interview methods. Results of this study were (1) strengthening teachers used verbal form of the word "good, right, true, and good enough"; (2) strengthening nonverbal form of facial expressions, hand gestures, movement approaching, strengthening of the mark, and touch; (3) speech teacher verbal reinforcement containing expressive function, representative function, and the function of the directive, while strengthening the functions of nonverbal reps and function substitution; (4) Strengthening the combined used by teachers in the form of the word "good and right" accompanied by a thumbs up and applause. Keywords: verbal reinforcement, reinforcement nonverbal, and text learning stories
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
PENDAHULUAN Keberhasilan suatu pembelajaran ditentukan oleh kiat masing-masing guru di kelas. Untuk menunjang pencapaian keberhasilan pembelajaran tersebut, seorang guru harus memiliki keterampilan dasar mengajar, salah satunya yaitu keterampilan memberikan penguatan (Sudiana, 2006: 93). Keterampilan memberikan penguatan sangat penting untuk dipahami, diperhatikan, dan dilakukan guru karena penguatan dapat membangkitkan motivasi siswa sehingga siswa lebih bersemangat dan antusias dalam menerima pelajaran serta membuat siswa merasa senang dan lebih aktif di kelas. Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan Sudiana (2006: 93) yang menyatakan bahwa pemberian penguatan mampu meningkatkan perhatian siswa, memelihara dan membangkitkan motivasi siswa, memudahkan siswa belajar, mengontrol dan memodifikasi perilaku siswa yang kurang positif, serta mendorong munculnya perilaku yang positif. Pemberian penguatan merupakan strategi untuk mengubah tingkah laku siswa dan memperkuat timbulnya respon siswa dalam setiap pembelajaran (Gerson, 2002: 35). Selain itu, (Budiningsih, 2012: 21) menyatakan sebuah penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan untuk memungkinkan terjadinya respon kembali baik itu berupa kata-kata, kalimat pujian, dukungan, ataupun pengakuan secara verbal dan nonverbal yang akan memberikan kesan yang berbeda ke siswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan pendapat ketiga ahli di atas bahwa pemberian penguatan baik secara verbal dan nonverbal yang dilakukan guru dalam setiap pembelajaran mampu membuat siswa lebih termotivasi, lebih aktif, lebih antusias, dan senang dalam menerima pelajaran, serta siswa merasa di hargai disetiap keaktifan yang sudah dilakukannya. Penguatan terdiri atas penguatan verbal dan penguatan nonverbal.
Penguatan verbal yaitu penguatan yang paling sederhana digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Penguatan verbal tersebut dapat berupa kata-kata atau kalimat pujian, dukungan, pengakuan, atau dorongan yang dapat menguatkan tingkah laku dan penampilan siswa (Djamarah, 2007: 120). Penguatan nonverbal yaitu penguatan yang berupa gestur, gerakan mendekati, sentuhan, dan simbol. Penguatan dengan gestur misalnya acungan jempol, menganggukkan kepala, dan tepuk tangan. Penguatan dengan mimik berupa senyuman, mengedipkan mata, dan mengangkat alis. Penguatan dengan mendekati dilakukan dengan cara mendekati siswa yang diberi penguatan, dengan sentuhan yaitu menyentuh anggota bagian tertentu misalnya pundaknya (Sudiana, 2006: 94). Terkait pemberian penguatan yang dilakukan guru pada saat pembelajaran bahasa Indonesia menjadi permasalahan dalam penelitian ini. Permasalahan tersebut didapat berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti dilapangan pada saat melaksanakan PPLREAL. Permasalahan pertama yaitu guru jarang memberikan penguatan untuk siswa ketika siswa aktif dalam pembelajaran di kelas, antusias dan berpartisipasi mengikuti pembelajaran, serta memiliki perilaku yang positif. Kedua, guru sering menunda pemberian penguatan, padahal (Djamarah, 2006: 123) menyatakan bahwa penguatan yang diberikan harus dilakukan segera mungkin untuk melahirkan umpan balik dari anak didik. Akan tetapi, kenyataan di lapangan justru tak sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Djamarah. Ketiga, penguatan yang sering dilakukan guru bersifat monoton, perpaduan penguatan yang dilakukan memiliki frekuensi yang rendah. Alasan peneliti memilih pembelajaran teks cerpen karena pembelajaran teks cerpen pada kelas VII belum selesai diajarkan pada saat itu. Hal tersebut diketahui peneliti karena sebelumnya peneliti sempat menanyakan dengan guru yang bersangkutan yaitu
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 dengan Ibu Ni Nyoman Parsiki bahwa pembelajaran teks cerpen belum selesai diajarkan pada kelas VII, khususnya pada kelas VIIG yang peneliti pilih dalam penelitian ini. Alasan lainnya memilih pembelajaran teks cerpen karena pembelajaran teks cerpen merupakan pembelajaran teks sastra yang kompleks. Perlu adanya pemberian stimulus (rangsangan) agar siswa tidak cepat bosan mempelajarinya apalagi pada siswa kelas VII yang cepat merasa bosan jika tidak menyukai pembelajaran yang diajarkannya. Berhubung pembelajaran teks cerpen merupakan pembelajaran teks sastra yang kompleks dan bukan hal yang mudah dipahami siswa sudah barang tentu adanya pemberian stimulus ataupun pemberian penguatan yang dilakukan guru untuk siswanya. Hal tersebut untuk memotivasi siswanya agar tetap antusias dan terfokus dalam pembelajaran teks cerpen. Faktor tersebutlah yang menyebabkan peneliti memilih pembelajarn teks cerpen dalam penelitian ini karena sudah barang tentu pemberian penguatan pasti dilakukan guru untuk siswanya apa lagi pada siswa kelas VII yang masih memerlukan adanya hadiah (penguatan) dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Maka dari itu, peneliti memilih pembelajaran teks cerpen untuk penelitian ini. Dengan pembelajaran teks cerpen diharapkan muncul daya nalar, daya kritis, dan daya khayal dalam diri pembelajar. Penalaran yang runtut dan didukung oleh ketajaman analisis akan membantu pembelajar mencapai kepekaan terhadap gejala atau fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat dan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran teks cerpen yang diajarkan sangat berperan penting juga untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, salah satunya yaitu keterampilan menulis dalam hal menulis cerpen. Penelitian ini dilakukan di SMP karena permasalahan yang peneliti angkat ditemui pada jenjang SMP yang merupakan tempat peneliti melaksanakan PPL-REAL. Alasan lainnya yaitu karena siswa pada jenjang SMP, apalagi pada siswa kelas VII masih perlu diberikan stimulus untuk menunjang keaktifannya di
kelas. Stimulus yang diberikan guru akan berpengaruh terhadap keaktifan, keantusian, serta perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa yang aktif, semangat, dan antusias dalam belajar sudah barang tentu akan menunjang tujuan pembelajaran. Alasan pentingnya pemberian penguatan dilakukan dalam pembelajaran teks cerpen karena pembelajaran teks cerpen bukanlah hal mudah yang bisa langsung dipahami oleh siswa, apalagi pada siswa kelas VII. Banyak hal yang harus mereka pahami terlebih dahulu sebelum mereka mampu memahami hal yang lebih kompleks yang terdapat dalam cerpen. Misalnya, guru menyuruh siswa untuk menemukan amanat yang terdapat dalam cerpen. Sebelum bisa menemukan amanat tersebut, siswa terlebih dahulu membaca dan memahami isi cerpen. Namun kenyataannya, jangankan mampu menemukan amanat yang ada dalam teks cerpen, membaca saja siswa sudah merasa malas untuk melakukannya dan kebanyakan siswa bercanda. Di sinilah peran penting pemberian penguatan yang dilakukan guru untuk siswanya baik itu penguatan verbal maupun nonverbal. Hal tersebut untuk meningkatkan motivasi siswa pada pembelajaran teks cerpen serta membuat siswa lebih bersemangat, lebih aktif, antusias dan lebih terfokus dalam menerima pembelajaran dan mengubah tingkah laku siswa ke arah yang lebih positif. Dari hasil pemaparan observasi awal tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian terkait pemberian penguatan verbal dan nonverbal yang dilakukan guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas VIIG SMP N 1 Banjar. Pemilihan sampel penelitian dilakukan di kelas VIIG karena pada kelas tersebut sedikit siswa yang aktif dalam pembelajaran, siswa tidak memperhatikan guru ketika guru mengajar, siswa lebih banyak bercanda, siswa tidak bekerja dengan kualitas yang baik serta siswa tidak menyelesaikan hasil kerja sesuai dengan waktunya. Pemberian penguatan yang antusias dan sikap yang baik dari guru diharapkan mampu membuat siswa kelas VIIG lebih antusias dalam belajar, menyelesaikan tugas
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 sekolah tepat waktu, bekerja dengan kualitas yang baik, aktif dalam pembelajaran, serta memiliki perilaku positif dalam setiap pembelajaran. Kajian teori dalam penelitian ini adalah (1) hakikat penguatan, (2) penguatan verbal dan non verbal, (3) teks cerpen (pengertian cerpen, unsur intrinsik dan eksterinsik cerpen, ciri-ciri cerpen, dan struktur isi cerpen). Penelitian sejenis yang terkait dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut. Penelitian pertama oleh Kadek Widiarta dengan judul penelitian “Variasi Penguatan oleh Guru Bahasa Bali yang Telah Lulus Sertifikasi dalam Interaksi Belajar Mengajar di SMP Negeri se-Kota Singaraja pada tahun 2013”. Penelitian kedua oleh Wayan Febby Evayana Karnawa dengan judul penelitian “Perilaku Verbal dan Nonverbal Guru dalam Pengajaran Bahasa Indonesia pada Siswa Tunarungu di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja pada Tahun 2014”. Penelitian ketiga oleh Ni Made Prima Astuti dengan judul penelitian “Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Menggunakan Media Komik Kelas XI di SMA N 2 Singaraja Tahun Ajaran 2011/2012”. Ketiga penelitian sejenis di atas berbeda dengan penelitian ini. Perbedaan tersebut terletak pada subjek penelitian, objek penelitian, rancangan penelitian, lokasi penelitian beserta rumusan masalah yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) penguatan verbal guru dalam pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 Banjar, (2) penguatan nonverbal guru dalam pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 Banjar, serta (3) fungsi penguatan verbal dan nonverbal guru dalam pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 Banjar. Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. (1) Manfaat teoritis. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengtahuan, khususnya dalam pemberian penguatan baik secara verbal dan nonverbal dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. (2) Manfaat praktis. Secara praktis, hasil penelitian ini
bermanfaat untuk beberapa pihak. Bagi pembaca atau masyarakat, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau refrensi guna memperluas cakrawala pengetahuan tentang penguatan verbal dan nonverbal. Bagi pihak guru, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai pedoman dan umpan balik dalam pengajaran di kelas khususnya dalam memberikan penguatan untuk siswanya. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai acuan serta bahan perbandingan untuk menambah wawasan penelitian yang dilakukan terkait dengan penguatan verbal dan nonverbal. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan deskriptif kualitatif. Rancangan deskriptif kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran yang jelas, objektif, sistematis, dan alami (Sugiono, 2007: 15). Rancangan ini juga digunakan sebagai prosedur mendeskripsikan fenomena yang terjadi dilapangan tanpa adanya rekayasa. Subjek dalam penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas VIIG SMP N 1 Banjar yang bernama Ni Nyoman Parsiki, sedangkan Objek penelitian ini adalah penguatan verbal dan nonverbal guru bahasa Indonesia pada saat pembelajaran teks cerpen, yang meliputi: penguatan verbal, penguatan nonverbal, serta fungsi penguatan verbal dan nonverbal. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui metode observasi dan metode wawancara.Metode observasi digunakan untuk mengamati secara langsung penguatan verbal dan nonverbal guru ketika memberikan penguatan pada saat pembelajaran teks cerpen berlangsung. Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi secara langsung dari guru bersangkutan terkait fungsi penguatan verbal dan nonverbal yang dipergunakannya ketika memberikan penguatan. Setelah pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah pengolahan dan penganalisisan data. Sukardi (2007: 75) menyatakan “Secara fungsional
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 kegunaan instrumen penelitian adalah untuk memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sudah menginjak pada langkah pengumpulan informasi di lapangan”. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri (Sugiono 2007: 222). Peneliti sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Teknik analisis deskriptif kualitatif dibagi menjadi empat langkah yaitu, (1) identifikasi data, (2) klasifikasi data, (3) penyajian data, dan (4) penarikan simpulan Sugiono (2007: 222). HASIL DAN PEMBAHASAN Guru menggunakan penguatan verbal pada saat pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 Banjar sebanyak 16 kali dengan 4 bentuk penguatan yang bervariasi yaitu berupa kata “bagus, tepat, benar, dan lumayan bagus”. Penguatan verbal sebanyak 16 kali tersebut merupakan jumlah keseluruhan penguatan yang dilakukan guru selama satu minggu. Dalam satu kali pertemuan, guru menggunakan penguatan verbal sebanyak 2-6 kali dengan bentuk penguatan yang sama. Selain menggunakan penguatan verbal, guru juga menggunakan penguatan nonverbal ketika memberikan penguatan untuk siswanya pada saat pembelajaran teks cerpen. Penguatan nonverbal tersebut berupa gerakan gestural (ekspresi wajah 1 kali dan gerakan tangan 1 kali), gerakan mendekati 4 kali, penguatan tanda 4 kali, dan sentuhan 5 kali. Penguatan gabungan merupakan perpaduan antara penguatan verbal dan penguatan nonverbal. Dalam hasil penelitian, penguatan gabungan ini merupakan temuan tambahan yang dilakukan guru dalam memberikan penguatan untuk siswanya pada saat
pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 banjar. Penggunaan penguatan gabungan tersebut berupa penguatan verbal “bagus dan benar” disertai dengan penguatan nonverbal berupa “tepuk tangan dan acungan jempol”. Jumlah frekuensi penggunaan penguatan gabungan yang dilakukan guru muncul sebanyak 22 kali, itu berarti penggunaan penguatan gabungan tersebut lebih banyak dilakukan guru dalam memberikan penguatan. Penguatan gabungan yang dilakukan guru dalam pemberian penguatan pada saat pembelajaran teks cerpen yaitu berupa kata “bagus dan benar” disertai dengan tepuk tangan”. Selain menggunakan penguatan gabungan verbal berupa kata “bagus dan benar” disertai dengan tepuk tangan, guru menggunakan juga penguatan gabungan lainnya berupa penguatan verbal “bagus” disertai dengan acungan jempol. Penggunaan penguatan gabungan verbal disertai acungan jempol tidak jauh berbeda dengan penggunaan penguatan gabungan verbal disertai tepuk tangan yaitu sama-sama menandakan tanda positif dan kekaguman guru terhadap kinerja yang sudah dilakukan siswa untuk terus meningkatkan prestasinya. Penguatan verbal yang digunakan guru ketika memberikan penguatan memiliki fungsi tertentu. Secara umum, ada lima fungsi penguatan verbal menurut (Devito, 2005: 96) yaitu fungsi representatif, fungsi direktif, fungsi ekspresif, fungsi komisif, dan fungsi deklarasi. Satu dari lima fungsi penguatan verbal yang dinyatakan Devito terkandung dalam tuturan guru ketika memberikan pengutaan verbal.Fungsi tersebut yaitu berupa fungsi ekspresif. Fungsi penguatan nonverbal sangat terasa jika komunikasi yang dilakukan secara verbal tidak mampu mengungkapkan sesuatu secara jelas. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal daripada pesan verbal karena makna dan maksudnya relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Selain itu juga, fungsi nonverbal mampu dijadikan pelengkap untuk pesan vebal (Suranto,
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 2013: 174). Knapp (dalam Moh Nur, 2014: 177) menyebutkan adanya lima fungsi penguatan nonverbal, yaitu repetisi subtitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi Dari data hasil penelitian yang didapat bahwa dua dari lima fungsi penguatan nonverbal yang dinyatakan Knap dilakukan guru dalam pemberian penguatan nonverbal pada saat pembelajaran teks cerpen. Dua fungsi penguatan nonverbal tersebut yaitu fungsi repetisi dan fungsi subtitusi. Untuk lebih jelasnya, berikut dipaparkan kedua fungsi tersebut dalam pemberian penguatan nonverbal yang dilakukan guru. Fungsi repetisi yaitu menekankan gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya, mengagumi hal tertentu dengan cara memberikan acungan jempol atau tepuk tangan. Dalam hasil penelitian yang didapat, fungsi repetisi yang dilakukan guru sama halnya dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Knap yaitu guru mengacungkan jempol saat memberikan penguatan pada siswa yang benar dalam menjawab pertanyaan, bertepuk tangan saat siswa bagus dalam menampilkan hasil kerjanya dan bagus ketika membacakan contoh pemodelan teks cerpen “kupu-kupu ibu”. Hal tersebut digolongkan memiliki fungsi repetisi karena penguatan nonverbal yang berupa acungan jempol dan tepuk tangan tersebut mengartikan kekaguman, kesukaan guru, penekanan dan menyetujui hal yang memang benar dikemukakan oleh siswa serta menekankan kinerja dan penampilan siswa yang memang sudah baik dan bagus dilakukannya. Fungsi subtitusi dalam penguatan nonverbal yaitu menggantikan lambanglambang pesan verbal. Penguatan nonverbal berupa tepuk tangan dan acungan jempol yang dilakukan guru untuk siswa yang benar dalam menjawab pertanyaan, bagus ketika membacakan hasil kerja yang dibuatnya, serta bagus ketika membaca contoh pemodelan teks cerpen ‘kupu-kupu ibu” sudah dapat diartikan menggantikan pesan verbal. Hal tersebut dikarenakan penggunaan penguatan nonverbal acungan jempol
dan tepuk tangan yang dilakukan guru sudah diartikan bahwa guru bersangkutan mengagumi dan suka terhadap perilaku/kinerja yang dilakukan siswanya walaupun tanpa harus disertai lagi dengan kata-kata. Penggunaan penguatan nonverbal yang dilakukan tersebut sudah bisa menggantikan pesan verbal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penguatan nonverbal berupa acungan jempol dan tepuk tangan yang dilakukan guru mengandung fungi repetisi yaitu mengiringi gagasan yang disajikan secara verbal ketika mengagumi dan menyukai hal tertentu, sedangkan fungsi subtitusi yaitu untuk menggantikan lambang pesan verbal. Guru mengagumi hasil kerja siswa dan senang dengan jawaban siswa yang sudah tepat dan benar cukup dilakukan dengan cara memberikan tepuk tangan/acungan jempol, karena itu sudah mengartikan kekaguman guru dan rasa senang guru terhadap hasil kerja siswa tanpa harus dilakukan dengan kata-kata lagi. PEMBAHASAN Dalam pembahasan hasil penelitian ini, disajikan empat temuan yang sesuai dengan rumusan masalah. Satu di antara empat tersebut merupakan temuan tambahan yang diperoleh peneliti ketika melakukan pengamatan yaitu berupa penguatan gabungan, sedangkan tiga temuan sesuai dengan rumusan masalah penelitian yaitu mengenai penguatan verbal, penguatan nonverbal, serta fungsi penguatan verbal dan nonverbal guru bahasa Indonesia pada saat pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 Banjar. Secara lebih rincinya dibahas satu per satu dalam pembahasan di bawah ini. Terkait dengan penggunaan penguatan verbal, peneliti memperoleh data sebanyak 16 kali pemberian penguatan verbal yang dilakukan guru dengan 4 diksi penguatan yang bervariasi yaitu berupa kata “bagus, tepat, benar, dan lumayan bagus”. Pemerolehan data sebanyak 16 kali tersebut merupakan jumlah keseluruhan penggunaan penguatan verbal selama satu minggu. Dalam satu kali pertemuan, guru
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 menggunakan penguatan verbal sebanyak 2-6 kali dengan diksi penguatan yang sama. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peniliti di lapangan tidak ditemukan adanya diksi penguatan verbal lain yang digunakan guru dalam memberikan penguatan untuk siswanya selain empat diksi yang sudah dipaparkan sebelummnya. Jumlah penggunaan penguatan verbal dengan empat diksi penguatan verbal yang sama diberikan pada setiap siswa dalam pemberian penguatan tergolong jumlah yang sedikit. Hal tersebut dikarenakan waktu dilaksanakannya penelitian memiliki waktu yang sedikit karena menjelang pelaksanaan ulangan umum. Penentuan hari untuk melaksanakan penelitian sudah dari jauh hari ditentukan peneliti namun guru yang bersangkutan masih sibuk menyiapkan soal-soal untuk ulangan umum. Waktu pelajarannya pun hanya dua jam dan itupun terkadang guru lain yang mengajar sebelumnya mengambil waktu guru yang akan mengajar selanjutnya. Penggunaan diksi penguatan verbal yang digunakan guru tergolong sedikit karena menurut jawaban guru pada saat peneliti melakukan wawancara bahwa empat diksi penguatan tersebut sudah lumrah dan gampang digunakan dalam setiap pemberian penguatan. Selain itu juga, responden mengatakan bahwa dengan pemberian penguatan verbal itu saja sudah membuat siswa merasa senang. Pengalaman kerja guru nampaknya tidak terlepas dari wawasan pengetahuan guru terkait kata-kata yang bisa dijadikan sarana pemberian penguatan seperti kata “wah pintar sekali, istimewa, luar biasa, bangga ibu dengan mu, dan sangat menarik hasil kerjanya”. Faktor tersebutlah yang menyebabkan sedikitnya jumlah penggunaan penguatan verbal yang dilakukan guru dan diksi penguatan yang didapat peniliti dari hasil penelitian. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Widiarta (2013: 46) yaitu, hasil penelitian yang didapat terkait penggunaan penguatan verbal yang digunakan guru dalam penelitiannya ketika memberikan penguatan sudah bervariasi. Diksi
penguatan verbal tersebut berupa kata pujian seperti“Becik, inggih becik pisan, patut, inggih sampun becik, dan beneh”. Hanya saja penggunaan bahasanya yang berbeda antara hasil penelitian ini dengan hasil penelitiannya. Itu berarti, hasil yang didapat peneliti dengan hasil yang didapat Widiarta memiliki kesamaan ketika guru memberikan penguatan verbal untuk siswanya yaitu sama-sama menggunakan penguatan verbal berupa kata pujian seperti “ bagus, tepat, benar, cukup bagus, Becik, inggih becik pisan, patut, inggih sampun becik, dan beneh”. Adapun intensitas penggunaan pemakaiannya memiliki perbedaan antara peneliti dengan penelitiannya yaitu, penelitian Widiarta menggunakan penguatan verbal sebanyak 120 kali pemberian penguatan yang dilakukan oleh ketiga guru yang ditelitinya. Adapun pemerolehan jumlah hasil dari 120 kali tersebut merupakan jumlah keseluruhan pemberian penguatan yang dilakukan ketiga guru selama satu minggu. Dalam satu harinya, jumlah pemberian penguatan dari ketiga guru tersebut berbeda antara guru yang satu dengan yang lainnya. Namun, tetap menggunakan diksi penguatan yang sama. Perbedaan jumlah yang dihasilkan dalam pemberian penguatan verbal yang dilakukan guru dalam penelitian ini dengan guru dalam penelitian Widiarta sangat berbeda. Hal tersebut terlihat dari subjek yang digunakan oleh peneliti yaitu pada penelitian Widiarta menggunakan tiga guru dengan sekolah yang berbeda sedangkan peneliti hanya menggunakan satu guru dalam satu sekolah. Mengingat waktu yang dimiliki untuk melaksanakan penelitian pun sangat terbatas. Alasan lain yang membedakan jumlah yang dihasilkan dalam penelitian ini dengan penelitiannya dilihat dari intensitas penggunaan penguatan verbal yang digunakan masingmasing guru. Guru dalam penelitian Widiarta menggunakan penguatan verbal secara lebih intens dalam artian dari awal pelajaran hingga akhir pelajaran guru selalu memberikan/menggunakan penguatan. Hal ini dilakukan guru agar siswa tetap terfokus dengan pembelajaran. Guru dalam penelitian ini
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 menggunakan penguatan verbal tidak seintens yang dilakukan guru dalam penelitian Widiarta, pemberian penguatan dilakukan guru hanya untuk menstimulus/membuka pengetahuan siswa agar atusias dalam pembelajaran. Pemberiannya dilakukan dengan rasio acak tertentu untuk membuat siswanya selalu siap bekerja atau belajar Hasil yang diperoleh peneliti ketika guru memberikan penguatan nonverbal untuk siswanya pada saat pembelajaran teks cerpen berupa ekspresi wajah 1 kali, gerakan tangan (tepuk tangan) 1 kali, mendekati 4 kali, penguatan tanda 4 kali, dan sentuhan 5 kali. Jumlah keselurahan penguatan nonverbal yang dilakukan guru dalam satu minggu yaitu muncul sebanyak 15 kali. Dalam satu kali pertemuan, guru menggunakan penguatan nonverbal sebanyak 2-3 kali. Jumlah penggunaan penguatan nonverbal yang dilakukan guru tersebut dalam pemberian penguatan tergolong jumlah yang sedikit. Hal tersebut karena pemberian penguatan yang dilakukan secara nonverbal saja sangat kaku untuk dilakukan guru pada saat memberikan penguatan. Jawaban lain yang diperoleh dari responden terkait pemberian penguatan nonverbal yaitu guru menyatakan bahwa pemberian penguatan verbal saja sudah diyakini anak tersebut termotivasi dalam belajar. Pada sisi lain, dalam alam demokrasi sekarang ini atau dilihat dari faktor sosial budaya Indonesia sikap badan/gestur untuk menyatakan kekaguman/menyatakan hormat dalam pemberian penguatan dilakukan secara berlebih tampaknya tidak baik untuk dilakukan (Suandi dan Sri Indriani, 2013:4). Disadari atau tidak ketika melakukan komunikasi dengan orang lain, nilai-nilai atau norma menyesuaikan dengan latar belakang sosial-budaya yang telah mempengaruhi. Pemberian makna terhadap suatu pesan nonverbal didasarkan pada nilai atau norma yang berlaku pada suatu kelompok tertentu (Suranto, 2013: 149-153). Pengalaman kerja guru nampaknya tidak terlepas dari wawasan pengetahuan guru terkait kata-kata yang bisa dijadikan sarana pemberian penguatan seperti kata “wah pintar sekali, istimewa, luar biasa,
bangga ibu dengan mu, dan sangat menarik hasil kerjanya”. Hal tersebutlah yang menjadi faktor sedikitnya jumlah penggunaan penguatan nonverbal yang dilakukan guru saat memberikan penguatan. Penguatan nonverbal berupa ekspresi wajah mengkomunikasikan penilaian tentang ekspresi senang atau tidak senang yang menunjukkan komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk. Senyuman yang diberikan guru ketika memberikan penguatan tentu saja senyuman yang mengekspresikan perasaan senang sehingga siswa merasa senang diberikan penguatan (Elfanany, 2013: 33). Sejalan dengan pendapat Elfanany (2013: 33) makna ekspresi wajah yang dilakukan guru dalam penelitian ini menandakan perasaan senang, menandakan kepuasan dan menunjukkan kesukaan guru terhadap hasil kerja, pendapat, dan penampilan siswa. Dengan penguatan nonverbal berupa ekspresi wajah, mengkomunikasikan penilaian senang dan meyakinkan yang menunjukkan komunikator (guru) memandang objek penelitiannya (siswa) baik, pintar, dan benar dalam menjawab. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti sejalan dengan penelitian yang dilakukan Widiarta. Bahwasannya, guru dalam penelitiannya memberikan penguatan berupa ekspresi wajah pada saat siswa benar mengemukakan jawaban. Makna ekspresi wajah tersebut menunjukkan perhatian lebih ke arah siswa pada saat proses belajar-mengajar berlangsung. Dengan demikian, dapat disimpulkan hasil dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Widiarta yaitu guru sama-sama menggunakan penguatan ekspresi wajah dalam memberikan penguatan untuk siswa pada saat siswa benar mengemukakan jawaban. Penguatan nonverbal mendekati dilakukan guru dengan cara menghampiri siswa, berdiri di samping siswa atau bahkan duduk bersama-sama dengan siswa. Pada saat guru mendekati, tentunya siswa merasa diperhatikan sehingga siswa akan merasa senang dan
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 aman (Djamarah, 2005: 32). Dalam konteks pembelajaran teks cerpen, penguatan nonverbal mendekati dilakukan ketika guru menunjuk siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan guru terkait tokoh yang ada pada teks cerpen yang dibuat temannya. Penggunaan penguatan mendekati sebagai salah satu cara agar siswa termotivasi, aktif dan antusias dalam pembelajaran di kelas serta mau berpikir untuk bisa menemukan jawaban dari pertanyaan guru. Dengan adanya bentuk penguatan mendekati, siswa merasa diperhatikan oleh guru, siswa lebih dekat dengan guru, dan tidak ada batasan antara dirinya dengan guru. Penguatan nonverbal mendekati, dilakukan juga oleh guru dalam penelitian Widiarta. Penggunaan penguatan mendekati dalam penelitiannya yaitu guru mendekati siswa yang menjawab pertanyaan, mendekati siswa yang kesulitan dalam menulis aksara bali, serta mendekati siswa saat membacakan teks pidato. Penggunaan penguatan mendekati yang dilakukan guru dalam penelitiannya sebagai salah satu cara untuk memotivasi siswa agar aktif mengikuti proses belajarmengajar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penguatan nonverbal mendekati sama-sama digunakan guru dalam penelitian ini dan guru dalam penelitian Widiarta. Penggunaan penguatan tersebut dilakukan guru saat siswa menjawab pertanyaan serta mendekati siswa yang kesulitan dalam belajar. Penguatan sentuhan yaitu adanya kontak fisik antara guru dengan siswa. Dengan penguatan sentuhan dimaksudkan untuk lebih akrab dan membangkitkan motivasi siswa agar bersemangat mengikuti pembelajaran sehingga mendorong terjadinya proses dan hasil pembelajaran yang lebih efektif (Djamarah, 2005: 30). Penguatan sentuhan yang dilakukan guru dalam penelitian ini yaitu sentuhan pada pundak dan punggung siswa. Penguatan tersebut dilakukan guru saat siswa membacakan hasil kerja yang dibuatnya dan pada saat membacakan contoh pemodelan teks cerpen “kupu-kupu ibu”. Dengan adanya penguatan sentuhan, siswa merasakan
kasih sayang guru untuk dirinya, siswa merasa diperhatikan serta diajarkan halhal yang belum bisa dipahami ketika membacakan contoh pemodelan teks cerpen “kupu-kupu ibu” dan membacakan hasil kerjanya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Widiarta yaitu dalam penelitiannya guru memberikan penguatan sentuhan pada lengan dan tangan siswa. Penggunaan penguatan tersebut dilakukan guru saat siswa membaca contoh pidato di depan kelas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru dalam penelitian ini dengan guru dalam penelitian Widiarta sama-sama menggunakan penguatan sentuhan pada bagian tubuh tertentu siswa dan pemberian penguatan sentuhan dilakukan saat siswa membacakan contoh bacaan yang diberikan guru. Penguatan tanda yang dilakukan guru berupa pemberian nilai pada siswa. Penguatan tanda dilakukan ketika siswa aktif mengemukakan pendapat, menampilkan dan menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan benar, serta menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu. Pemberian penguatan tanda dilakukan sebagai bentuk penghargaan atas perilaku positif yang ditunjukkan siswa ketika pembelajaran berlangsung. Selain itu juga, pemberian penguatan tanda dilakukan guru sebagai timbal balik untuk memotivasi siswa agar tetap lebih aktif dan antusias dalam setiap pembelajaran. Pemberian penguatan tanda diberikan guru secara perorangan maupun kelompok. Hasil dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Widiarta. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa guru dalam penelitiannya menggunakan penguatan tanda pada saat inti pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Penguatan tanda dilakukan untuk memotivasi siswa agar termotivasi untuk belajar dan aktif di kelas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penguatan tanda yang dilakukan guru dalam penelitian ini dilakukan juga oleh guru dalam penelitian Widiarta, hanya saja rentang pemberian penguatan yang dilakukannya berbeda antara
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 penelitiannya dengan penelitian ini. Adapun tujuan dari pemberian penguatan tersebut sama-sama bertujuan untuk memotivasi siswa agar tetap akfif dalam setiap pembelajaran di kelas. Penguatan gabungan merupakan penguatan tambahan yang ditemukan peneliti di lapangan saat pembelajaran teks cerpen. Penggunaan penguatan gabungan tersebut muncul sebanyak 22 kali yang merupakan jumlah keseluruhan dalam satu minggu. Dalam satu kali pertemuan, guru menggunakan penguatan gabungan sebanyak 5-6 kali. Itu berarti, frekuensi penggunaan penguatan gabungan merupakan penguatan yang sering dilakukan guru ketika memberikan penguatan. Data didukung juga dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan responden, bahwasanya pemberian penguatan gabungan yang diberikan guru lebih luwes untuk dilakukan dan lebih berkesan diterima oleh siswa. Selain itu juga, frekuensi penggunaan penguatan gabungan ini lebih sering digunakan guru karena lebih orisinil menggambarkan perasaan dan pikiran, dan memperjelas maksud serta makna pesan yang disampaikan. Bentuk penguatan gabungan yang diberikan guru berupa penguatan verbal “bagus, benar, dan tepat” disertai dengan penguatan nonverbal “acungan jempol dan tepuk tangan”. Penguatan gabungan tersebut diberikan pada saat siswa menampilkan hasil kerjanya dengan baik dan benar, menyelesaikan tugas rumah maupun tugas kelas dengan tepat waktu, dan aktif dalam pembelajaran. Penguatan gabungan yang dilakukan guru dalam penelitian ini, dilakukan juga oleh guru dalam penelitian Widiarta. Penggunaan penguatan gabungan tersebut berupa kata “inggh sampun becik, becik, patut pisan, dan beneh” disertai dengan acungan jempol dan tepuk tangan pada siswa yang benar dalam menjawab pertanyaan guru, bagus dalam membacakan contoh pidato, benar dalam menulis aksara bali dan aktif di kelas Widiarta (2013: 51). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Widiarta yaitu guru sama-sama menggunakan penguatan gabungan verbal “bagus, benar, dan tepat” disertai dengan penguatan nonverbal “acungan jempol dan tepuk tangan”, begitu juga dengan penelitian Widiarta berupa kata “inggh sampun becik, becik, patut pisan, dan beneh” disertai dengan acungan jempol dan tepuk tangan dalam pemberian penguatan untuk siswanya. Fungsi penguatan verbal yang terdapat dalam tuturan pemberian penguatan yang dilakukan guru dalam memberikan penguatan pada saat pembelajaran teks cerpen yaitu fungsi ekspresif. Fungsi ekspresif merupakan tuturan yang diartikan sebagai evaluasi. Fungsi tuturan ekspresif tersebut meliputi tuturan mengucapkan terima kasih, mengeluh, mengucapkan selamat, menyanjung, mengungkapkan pujian, mengalahkan, dan mengkritik. Dalam hasil penelitian, ungkapan rasa senang dan kekaguman guru serta ungkapan pujian guru untuk siswa yang aktif dalam pembelajaran, membacakan hasil kerjanya dengan baik dan bagus, membacakan contoh pemodelan teks cerpen “kupu-kupu ibu” dengan bagus, serta mengerjakan tugas individu maupun kelompok dengan baik merupakan penilaian guru yang memiliki fungsi ekspresif. Dikatakan memiliki fungsi ekspresif karena hal tersebut sebagai penilaian guru terhadap perilaku positif siswa dan hasil kinerja yang sudah baik, bagus, dan benar dilakukan siswanya berupa ungkapan pujian. Ungkapan pujian tersebut berupa kata “bagus, cukup bagus, benar dan tepat”. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Feby Evayana (2014: 55). Fungsi ekspresif yang dilakukan guru dalam penelitiannya berupa kata pujian seperti “bagus, luar biasa, tepat sekali, cukup bagus, sangat bagus, dan benar”, ucapan terima kasih, dan sanjungan. Kata pujian yang dilakukan guru dalam penelitiannya diartikan sebagai penilaian guru terhadap siswanya yang sudah aktif. Penguatan nonverbal yang dilakukan guru berupa acungkan jempol saat memberikan penguatan pada siswa
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 yang benar dalam menjawab pertanyaan, bertepuk tangan saat siswa bagus dalam menampilkan hasil kerjanya dan bagus ketika membacakan contoh pemodelan teks cerpen “kupu-kupu ibu” memiliki fungsi repetisi. Digolongkan memiliki fungsi repetisi karena penguatan nonverbal yang berupa acungan jempol dan tepuk tangan tersebut mengartikan kekaguman, kesukaan guru, penekanan dan menyetujui hal yang memang benar dikemukakan oleh siswa serta menekankan kinerja dan penampilan siswa yang memang sudah baik dan bagus dilakukannya. Intinya, gagasan yang disajikan secara verbal dilengkapi lagi dengan penguatan nonverbalnya yaitu berupa acungan jempol dan tepuk tangan. Guru menekankan hal tersebut untuk membuat siswa yang lain bisa mencontoh dan mengikutinya. Fungsi subtitusi dalam penguatan nonverbal yaitu menggantikan lambanglambang pesan verbal. Dalam hasil penelitian ini, penguatan nonverbal berupa pemberian nilai, tepuk tangan dan acungan jempol yang dilakukan guru untuk siswa yang benar dalam menjawab pertanyaan, aktif di kelas, bagus ketika membacakan hasil kerja yang dibuatnya, serta bagus ketika membaca contoh pemodelan teks cerpen ‘kupu-kupu ibu” sudah dapat diartikan menggantikan pesan verbal. Hal tersebut dikarenakan penggunaan penguatan nonverbal acungan jempol dan tepuk tangan yang dilakukan guru sudah diartikan bahwa guru bersangkutan mengagumi dan suka terhadap perilaku/kinerja yang dilakukan siswanya walaupun tanpa harus disertai lagi dengan kata-kata. Penggunaan penguatan nonverbal yang dilakukan tersebut sudah bisa menggantikan pesan verbal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tuturan penguatan verbal yang diucapakan guru pada saat pembelajaran teks cerpen mengandung fungsi ekspresif, sedangkan penguatan nonverbal yang digunakan guru mengandung fungsi repetisi dan fungsi subtitusi. Fungsi lain dari penguatan verbal seperti komisif, representatif, direktif dan deklarasi serta fungsi lain dari
penguatan nonverbal seperti kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi tidak terkandung dalam tuturan yang diucapkan guru ketika memberikan penguatan. SIMPULAN DAN SARAN Dari pemaparan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal mengenai penelitian ini. Hal tersebut adalah sebagai berikut. (1) Penguatan verbal yang dilakukan guru dalam pemberian penguatan pada saat pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 Banjar muncul sebanyak 16 kali dengan 4 diksi penguatan yang bervariasi yaitu berupa kata “bagus, tepat, benar, dan cukup bagus”. Pemberian penguatan ditujukan kepada siswa secara perorangan maupun kelompok. (2) Penguatan nonverbal dilakukan sebanyak 15 kali dengan bentuk penguatan yang meliputi ekspresi muka 1 kali, gerakan tangan 1 kali, gerakan mendekati 4 kali, penguatan tanda sebanyak 4 kali dan sentuhan sebanyak 5 kali. Pemberian penguatan nonverbal yang dilakukan guru dalam penelitian ini sudah menunjukkan adanya kebervariasian dalam memberikan penguatan. (3) Tuturan guru pada saat memberikan penguatan verbal dalam pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 Banjar mengandung fungsi ekspresif sedangkan penguatan nonverbal yang dilakukan guru pada saat memberikan penguatan mengandung fungsi repetisi dan fungsi subtitusi. Fungsi lain dari penguatan verbal seperti representatif, direktif, komisi dan deklarasi serta fungsi lain dari penguatan nonverbal seperti kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi tidak terkandung dalam tuturan yang diucapkan guru ketika memberikan penguatan pada saat pembelajaran teks cerpen. (4) Penguatan gabungan merupakan penguatan tambahan yang ditemukan peneliti ketika melakukan observasi di lapangan saat guru memberikan penguatan pada saat pembelajaran teks cerpen. Penguatan gabungan yang dilakukan guru muncul sebanyak 22 kali, itu berarti frekuensi penggunaan penguatan gabungan intens digunakan guru dalam pemberian penguatan. Bentuk penguatan gabungan
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 yang dilakukan berupa kata “bagus, tepat, lumayan bagus dan benar” disertai dengan acungan jempol dan tepuk tangan. Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, saran yang disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Penguatan yang digunakan guru dalam pemberian penguatan pada saat pembelajaran teks cerpen di kelas VIIG SMP N 1 Banjar yaitu berupa penguatan verbal, nonverbal dan penguatan gabungan sudah dapat dikatakan ideal. Hal tersebut terlihat pada kesesuaian antara bentuk dan fungsi yang digunakan oleh guru ketika memberikan penguatan. Namun, perlu ditingkatkan kembali diksi dan bentuk pemberian penguatan yang diberikan untuk siswa agar lebih bervariasi lagi. Keintensitasan yang dilakukan harus berimbang dan perlu dperhatikan kembali antara pemberian penguatan verbal, nonverbal dan penguatan gabungan. Mengingat pentingnya pemberian penguatan untuk memotivasi dan meningkatkan semangat belajar siswa, hal tersebut perlu dipertahankan dan ditingkatkan bahkan disempurnakan oleh guru. (2) Ada beberapa aspek penguatan nonverbal seperti penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan serta fungsi verbal seperti representatif, direktif, komisif dan deklarasi dan fungsi nonverbal seperti substitusi, kontradiksi, serta aksentuasi belum ada dalam penelitian ini. Sebab itu, disarankan kepada peneliti lain untuk mengadakan penelitian lanjutan terkait penguatan nonverbal serta fungsi verbal dan nonverbal yang belum ada dalam penelitian ini. (3) Penelitian ini hanya dilakukan pada jenjang SMP. Oleh karena itu, penelitian lain dapat melakukan penelitian mengenai penguatan verbal dan nonverbal di jenjang sekolah lainnya, baik TK, SD, maupun, SMA. (4) Penguatan verbal dan nonverbal yang peneliti lakukan terfokus pada pemberian penguatan sebagai salah satu dasar keterampilan dasar mengajar. Peneliti lain bisa memfokuskan penguatan verbal dan nonverbal pada keterampilan dasar mengajar lainnya yang memungkinkan untuk dikaji, seperti membuka dan
menutup pelajaran, menjelaskan, keterampilan dasar lainnya.
dan
DAFTAR PUSTAKA Budiningsih, Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamrah, Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT RINEKA CIPTA. -------. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. -------. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Elfanany, Burhan. 2013. Buku Pintar Bahasa Tubuh untuk Guru dan Dosen. Yogyakarta: Aksara. Feby Evayana,Wayan. 2014. “Perilaku Verbal dan Nonverbal Guru dalam Pengajaran Bahasa Indonesia pada Siswa Tunarungu di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja. Ratumanan, Gerson. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press. Sudiana, I Nyoman. 2006. Interaksi Belajar-Mengajar. Surabaya: Media Ilmu. Sugiono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D). Bandung: Alfabeta. Sukardi. 2007. Metode Penelitian Kompetensi dan Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara. Suandi, I Nengah dan Sri Indriani. 2013. “Keserasian Tindak Tutur Verbal dan Nonverbal Bentuk Lepas Hormat Penutur Bahasa Bali di Bali”. Laporan Penelitian. Universitas Pendidikan Ganesha. Suranto, A.W. 2013. Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarya: Graha Ilmu. Widiarta, Kadek. 2013.”Variasi Penguatan oleh Guru Bahasa Bali yang Lulus Sertifikasi dalam Interaksi Belajar Mengajar di SMP Negeri se-Kota Singaraja”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa Bali, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.