I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan…
24
. PENGUATAN KEJAKSAAN DALAM PENANGANAN PERKARA PIDANA MELALUI PLEA BARGANING Oleh : I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Kejaksaan Negeri Flores Timur
Abstract overcome crime required a crime prevention system called the criminal justice system to which it one of its subsystems, namely the prosecution conducted by the Attorney. Criminal procedure law in Indonesia has not recognized the efficiency of case handling process, so the impact on the accumulation of cases. Therefore necessary to find a solution that is one of them is the Plea Bargaining. Plea bargaining is a process of negotiation between the public prosecutor to sentence the defendant, the facts nor the article indictment with the aim to relieve the defendant. Interest Plea Bargaining is the time efficiency of case handling. Plea Bargaining has been implemented in several countries with the characteristic of each. KUHAP known that the bill "Dedicated lanes" which has characteristics similar to the Plea Bargaining. Keywords: Criminal case, efficiency, plea bargaining. Abstrak Menanggulangi kejahatan diperlukan suatu sistem penanggulangan kejahatan yang disebut dengan sistem peradilan pidana yangmana salah satu subsistemnya yaitu penuntutan dilaksanakan oleh Kejaksaan. Hukum acara pidana di Indonesia belum dikenal adanya proses efesiensi penanganan perkara, sehingga berdampak pada penumpukan perkara. Oleh karenanya perlu dicarikan solusi yaitu salah satunya adalah Plea Bargaining. Plea Bargaining merupakan proses negoisasi antara penuntut umum dengan terdakwa hukuman, fakta maupun pasal dakwaan dengan tujuan untuk meringankan terdakwa. Tujuan Plea Bargaining adalah efisiensi waktu penanganan perkara. Plea Bargaining ini telah diterapkan dibeberapa negara dengan ciri khas masing-masing. Bahwa RUU KUHAP dikenal “Jalur khusus” yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan Plea Bargaining. Kata kunci : Perkara pidana, efesiensi, plea bargaining.
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah Merupakan suatu “Uthopia” dunia
pada
suatu
pelanggaran
terhadap
tanpa Kejahatan. Mengapa demikian ? Hal
kepentingan orang lain baik yang berupa
ini disebabkan bahwa tiap manusia dalam
sengketa
kehidupan
kejahatan (bersifat pidana).
masyarakat
memiliki
(bersifat
perdata)
maupun
kepentingan masing-masing yang tidak
Proses penanganan perkara pidana
jarang mengalami benturan yang berujung
dilakukan secara berjenjang dan bertahap.
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan… Adapun
tahapan
proses
penanganan
. perkara pengadilan (pengendali perkara
perkara pidana dilakukan dalam suatu
atau Dominus litis).
rangkaian sistem yang terdiri dari proses
Lembaga
Penyidikan
(Opsporing),
Penuntutan
25
lembaga
Kejaksaan
yang
memiliki
merupakan tugas
dan
(Vervolging), Pengadilan (Rechtspraak),
kewenangan yang sangat lengkap4 namun
Pelaksanaan Putusan Hakim (Executie),
dalam
dan Pengawasan dan pengamatan putusan
dilapangan, kejaksaan kerap dinilai tidak
pengadilan.
1
aplikasi
(pelaksanaanya)
Rangkaian sistem tersebut
cakap dalam proses penanganan suatu
dikenal dengan sebutan Sistem Peradilan
perkara, terbukti salah satu latar belakang
Pidana (Criminal Justice System). Salah
berdirinya
satu
Korupsi adalah kekurangan mampuan
proses
terpenting
ialah
proses
Komisi
penuntutan. Lembaga yang melaksanakan
Kejaksaan
proses penuntutan di Indonesia adalah
memberantas korupsi. Oleh karenanya
Lembaga
Kejaksaan.
2
Kejaksaan
dan
Pemberantasan
Kepolisian
dalam
diperlukan suatu penguatan Kejaksaan.
mempunyai kedudukan yang sentral dan
Penguatan kejaksaan dapat kiranya
perananan yang strategis didalam suatu
kita mencoba ide Muhammad Yusuf
negara hukum khususnya dalam Sistem
mantan Kepala Pusat Pelaporan dan
Peradilan
karena
Analisa Transaksi Keuangan (PPATK)
Filter
yang juga merupakan seorang jaksa, yang
institusi
Pidana Kejaksaan
Indonesia menjadi
(penyaring) antara proses penyidikan dan
mana
beliau
proses pemeriksaan. 3 Bahwa Kejaksaan
penegakan hukum luar biasa, salah satu
yang menentukan naik atau tidaknya suatu
ide pembaharuan hukum oleh beliau adalah
menyampaikan
memasukan
ide
konsep
Plea
Bargaining ke dalam hukum acara pidana 1
Tolib Effendi, Prinsip Oportunitas dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, dalam buku Bunga Rampai Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2015, h. 322. 2 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia (selanjutnya disebut UU kejaksaan) menjelaskan bahwa “Kejaksaan merupakan Lembaga Pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang”. 3 Marwan Effendi, Kejaksaan RI; Posisi dan Funginya dari Perspektif Hukum, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, h. 2.
dengan konsep Restorative Justice. 5 Bahwa pendapat
Penulis
Muhammad
tertarik Yusuf
dengan untuk
memasukan Plea Barganing ke dalam 4
Lihat ketentuan Pasal 30 – 34 UU Kejaksaan. Bahwa dijelaskan Kejaksaan memiliki kewenangan pada bidang pidana, bidang Datun, Intelijen Yustisia dan kewenangan lainnya. 5 http://www.hukumonline.com/index.php/b erita/baca/lt581307373b5a9/m-yusuf-sampaikanide-penegakan-hukum-luar-biasa, diakses tanggal 5 Desember 2017.
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan…
26
hukum acara pidana di Indonesia. Plea
. efesiensi penanganan perkara pidana dan
Barganing adalah :
juga penguatan fungsi lembaga kejaksaan.
The Process whereby the accused and prosecutor in a criminal case
B.
PEMBAHASAN
work out a mutually satisfactory
1.
Permasalahan hukum perihal efesiensi penanganan perkara pidana di Indonesia dan Solusi yang diperlukan.
disposition of the case subject to court approval. It usually involves the defendant’s pleading guilty to a lesser offence or only one or more of
the
counts
of
multi-count
indictment in return for a lighter sentence than that possible for the graver charge.
perkara
ketimpangan
anggaran
dipengadilan, penanganan
perkara serta sistem penanganan perkara Acara
Pidana
di
Indonesia) yang inefisiensi (dalam arti belum mengenal adanya jalur khusus dalam
penanganan
perkara)
maka
merupakan suatu harapan baru bagi hukum acara pidana Indonesia dengan memasukan
Plea
Barganing
sebagai
solusi efesiensi suatu penanganan perkara. Oleh karenanya menarik untuk kita bahas bersama
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman mengamanatkan
bagaimana
konsep
Plea
Barganing dapat menjadi solusi bagi
peradilan
di
Indonesia dilaksanakan dengan sederhana,
tunggakan perkara di Pengadilan cukup tinggi, hal ini menandakan efesiensi penanganan
Artidjo Alkostar, Kebutuhan Responsifitas Perlakuan Hukum Acara Pidana dan Dasar Pertimbangan Pemidaaan Serta Judicial Immunity, Makalah Tuada Pidana dalam Rakernas 2011 Mahkamah Agung dengan pengadilan Seluruh Indonesia, h.3.
perkara
di
Indonesia
bermasalah. Hal ini dapat dilihat dari masih banyak penumpukan perkara dari tahapan penyidikan
(kepolisian)
hingga
pengadilan (kehakiman). Adapun pada tingkat
penyidikan
160.000-180.000
terdapat
perkara
sekitar
yang
tiap
tahunnya gagal ditingkatkan statusnya ke penuntutan. Bahwa Kepolisian hanya mampu menyelesaikan 50 % laporan tiap tahunnya. Adapun permasalahan yang menjadi dalang penumpukan perkara diantaranya
6
bahwa
cepat dan biaya ringan. Namun faktanya
penumpukan
Hukum
Republik Indonesia Nomor 48 Tahun
6
Melihat pada fakta masih adanya
(dalam
Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang
(penyidik),
keterbatasan keterbatasan
personil anggaran,
keterbatasan sarana dan prasarana. 7 Hal 7
Choky Ramadhan, Pengantar Analisis Ekonomi dalam Kebijakan Pidana di Indonesia,
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan…
27
yang sama juga terjadi pada penangana
. kerja) hal ini akan memakan biaya banyak
perkara pada tahap penuntutan (pada
apabila
Kejaksaan) walaupun tidak sebanyak
kedepannya.
tidak
dicarikan suatu solusi
tunggakan Kepolisian namun terdapat
Oleh karenanya diperlukan suatu
fakta bahwa masih adanya tunggakan
solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
perkara yang dilimpahkan ke pengadilan.
Ada
Adapun tunggakan itu karena masih
hukum
belum
belum
dipergunakan sebagai solusi efisiensi
diserahkan tersangka dan barang bukti
penanganan perkara pidana, diantaranya
ataupun ketidak adanya anggaran ataupun
Victim Offender Mediation (sering dikenal
personil. Hal inilah yang menghambat
dengan mediasi penal)
proses penegakan hukum oleh Kejaksaan.
pardon / dispensa de pena / Non-imposing
Begitu pula pada tingkat pengadilan,
of a Penalty (pemaafan oleh hakim) 9 ,
banyak terjadi penumpukan perkara dari
Divertion (Diversi)
tingkat
System11, Plea Barganing.
lengkapnya
berkas,
pengadilan
pertama
hingga
beberapa
konsep
pembaharuan
acara
pidana
yang
10
8
dapat
, Rechterlijk
, Hybrid Justice
Mahkamah Agung, walaupun oleh Ketua
Untuk peningkatan peran Kejaksaan
Mahkamah Agung Hatta Ali, tunggakan
sebagai pengendali perkara (Dominis
perkara tahun 2016 merupakan yang
Litis) maka diperlukan penguatan peran
terendah sepanjang sejarah Mahkamah
Kejaksaan dimana salah satu konsep yang
Agung. Walaupun terendah tetap masih 8
ada tunggakan berarti ada yang salah dengan sistem penanganan perkara kita. Disamping persoalan sistem yang mengakibatkan
penumpukan
perkara.
Panjangnya jalur penanganan perkara juga berdampak
langsung
penganggarannya. ketimpangan
pada
proses
Dimana
terdapat
penanganan
perkara
khususnya bagi wilayah hukum yang berkepulauan
(yang
mana
lokasi
pengadilan berbeda pulau dengan tempat
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Jakarta, 2016, h. 6-7.
Victim Offender Mediation (VOM) merupakan mekanisme penanganan perkara yang melibat para pihak (semua stakeholder) baik pelaku, korban, keluarga maupu masyarakat untuk bersama-sama mencari solusi penyelesaian. Di Indonesia VOM dikenal dengan Mediasi Penal. 9 Rechterlijk pardon / dispensa de pena / Non-imposing of a Penalty merupakan pemaafan oleh hakim didasarkan pada pertimbangan ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat, keadaan pada waktu kejadian dan pertimbangan rasa keadilan. 10 Diversi diartikan sebagai pengalihan penanganan perkara pidana keluar proses peradilan pidana. Diversi sudah dikenal dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Penerapannya masih sebatas untuk perkara yang pelakunya anak. 11 Hybrid Justice System merupakan kolaborasi penanganan perkara dengan melibatkan pihak diluar aparat penegak hukum (contohnya Lembaga Adat) dengan pihak penegak hukum. Disini diutamakan peran lembaga adat untuk menyelesaikan suatu perkara, apabila tidak mampu baru melibatkan aparat penegak hukum.
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan… dapat diperhitungkan adalah pelaksanaan
28
. Keikutsertaan hakim sebagai
4.
Plea Bargaining. Black’s Law Dictionary
wasit yang tidak memihak
(2001)
dalam
mengartikan
Plea
Barganing
negoisasi
dimaksud
tidak diperkenankan.13
sebagai “suatu kesepakatan perundingan antara penuntut umum dan terdakwa
Sebagaimana dijelaskan diatas yang
dimana terdakwa mengaku bersalah atas
menjadi actor utama dalam pelaksanaan
tindak pidana tertentu atau atas lebih dari
Plea Bargaining adalah Penuntut Umum,
satu
Terdakwa (penasihat hukum). Bahwa
tuntutan
penuntut
dengan
umum,
imbalan
untuk
dari
menuntut
disini
peran
penuntut
umum
dalam
hukuman ringan atau membebaskan dari
membuktikan
tuntutan atas tindak pidana lainnya”. 12
pada
Oleh Romli Atmasasmita Plea Bargaining
terdakwa untuk mengakui kesalahannya
dapat disimpulkan sebagai beberapa hal
sehingga
yaitu :
penuntut umum dalam memproses suatu
1.
2.
proses
kesukarelaan
adanya
kemudahan
bagi
perkara. Disini adanya konsensi aktual 14
pada hakikatnya merupakan
dimana penuntut umum mendapatkan
suatu negoisasi antara pihak
kemudahan dalam proses pembuktian
penuntut
dakwaanya
sedangkan
tertuduh atau pembelanya;
mendapatkan
keringanan
Motivasi negoisasi tersebut
hukumannya. Bahwa proses ini tidak
yang paling utama ialah untuk
dimungkinkan
mempercepat
(pengalihan penanganan perkara pidana
umum
dengan
proses
Sifat
negoisasi
adanya
tersangka dalam
upaya
hal
Diversi
keluar proses persidangan) sebab dalam harus
hukum Indonesia tidak mengenal adanya
pada
asas pemaafan dalam suatu tindak pidana
“kesukarelaan” tertuduh untuk
yang terjadi, kecuali terhadap perkara
mengakui kesalahannya dan
yang pelakunya anak.
dilandaskan
kesediaan
umum
Dengan adanya Plea Bargaining
ancaman
akan memudahkan bagi aparat Kejaksaan
hukuman yang dikehendaki
dalam menangani suatu perkara pidana,
memberikan
penuntut
tertuduh dan pembelanya;
13
Ibid, h.130. Mohammad Kemal Dermawan dan Mohammad Irvan Oli’I, Sosiologi Peradilan Pidana, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2015, h.174. 14
12
dihadapkan
Bahwa Plea Bargaining ini
penanganan perkara; 3.
adanya
tuduhannya
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, h. 63.
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan… sebab ada alternative proses dalam proses
a.
29
.
Amerika Serikat
penyelesaian suatu perkara. Disamping
Di Amerika Serikat, Plea Barganing
juga dampak dari adanya Plea Bargaining
dapat menyelesaian perkata lebih banyak.
menjadikan daya tawar bagi terdakwa
Prosedur ini mendorong penegak hukum
terhadap pembuktian perkaranya, dimana
menyelesaikan 97 % perkara pidana
adanya kebimbangan oleh terdakwa untuk
pemerintah pusat dan 94 % perkara pidana
menerima permohonan bersalah ataupun
pemerintah
tidak. Pada intinya kembali lagi pada
Barganing memiliki akar sejarah sejak
pokok persoalan bahwa dengan adanya
abad ke 18 di Inggris dan abad ke-19 di
proses
Amerika. Di Amerika Serikat seluruh
ini
peran
Kejaksaan
dalam
negara
pada
Plea
penyelesaian perkara akan efesien (waktu
tindak
dan biaya) dan tunggakan perkara dengan
menggunakan proses Plea Barganing,
sendirinya akan menghilang.
termasuk
perkara
berat
2.
Pelaksanaan Plea Barganing di beberapa Negara
beberapa
negara
bagian
Pelaksanaan
Barganing
memperbolehkan Plea Barganing untuk
memiliki akar yang kuat dalam sejarah
perkara kekerasan seksual dan kekerasan
hukum negara-negara yang menganut
fisik
sistem hukum Common Law yang pada
penganiayaan).
Plea
pidana
15
bagian.
dasarnya
dapat
namun seperti
ada di
California dan Mississipi yang tidak
(misalnya
pembunuhan,
umumnya sistem peradilan pidananya
Di Amerika Serikat proses Plea
menganut sistem Adversarial (Akusator
Barganing yaitu negoisasi dan tawar
System).
menawar
Namun
perkembangan
Plea
apabila
ditelusuri
Barganing
antara
penuntut
umum
tidak
(Prosecuting Attorney) dan terdakwa
hanya dalam dilaksanakan oleh negara
dapat dilakukan dengan tiga bentuk : (a)
common law saja namun sudah menyebar
Charge Barganing (Negoisasi pasal yang
kepada negara-negara civil law. Bahwa
didakwakan);
pelaksanaan plea bargaining di common
(Negoisasi
law system berbeda dengan civil law
Sentencing
(b) Fakta
Fact Hukum)
Bargaining
Bargaining dan
(c)
(Negoisasi
system oleh karenanya perlu dilakukan pembahasan berkenaan dengan pelaksaan 15
plea bargaining dibeberapa negara.
Choky Risda Ramadhan, Fransiscus Manurung, Adery Ardhan Saputro, Aulia Ali Reza. Dan Evandri G. Pantouw, Konsep dan Penerapan Plea Barganing di Beberapa Negara, dalam Jurnal Peradilan Indonesia Teropong, Vol.3, Juli-Desember 2015, Mappi FHUI, Jakarta, h. 79
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan…
30
Hukuman). 16 Negoisasi yang dilakukan
. pengadilan (Appeal Court) melalui Turner
dapat dilakukan secara langsung (Face to
Rules. 17 Bahwa terdapat regulasi yang
Face) di kantor Kejaksaan ataupun ruang
membatasi penggunaan Plea Barganing
sidang
hanya
ataupun
melalui
sarana
boleh
dipergunakan
asalkan
telekomunikasi. Negoisasi yang dilakukan
kehendak pelaksaan tersebut datang dari
tidak
Bahwa
terdakwa sendiri (disini bukan kehendak
kesepakatan antara penuntut umum dan
penasihat hukum, penasihat hukum hanya
terdakwa dibuka dan disampaikan didepan
memberikan
saran).
Dalam
pengadilan. Adapun sebelum menerima
perkembangannya
dikarenakan
adanya
kesepakatan
penumpukan
melibatkan
hakim.
tersebut,
hakim
akan
perkara
dan
tekanan
menyampaikan beberapa hal diantaranya :
pekerjaan mendorong Appeal Court untuk
(1) menyarankan dan memberi tahu hak
menerima proses Plea Barganing, hal ini
terdakwa (2) memastikan pengakuannya
dibuktikan dengan adanya pengurangan
sukarela (3) memastikan landasan fakta
hukuman bagi terdakwa yang mengakui
untuk pengakuan. Terhadap keyakinan
bersalah (Plea Guilty). Pada tahun 1992
terdakwa
menyelesaikan
Royal Commission on Criminal Justice
kasusnya dengan plea bargaining berarti
(Komisi Kerajaan untuk Peradilan Pidana)
terdakwa melepaskan sejumlah haknya,
merekomendasikan agar Plea Barganing
adapun haknya yang dilepas diantaranya
diatur dalam suatu regulasi tertulis dan
hak untuk persidangan dengan juri, hak
diberikan mekanisme yang jelas, namun
melawan kesaksian yang menjerat, hak
pemerintah tidak menuruti usul komisi
untuk dilindungi dari keterangan yang
tersebut namun dalam aturan Criminal
untuk
menjerat,
ingin
hak
bersaksi
serta
menghadirkan saksi dan barang bukti yang meringankannya. b.
Inggris Plea Barganing di Inggris sudah
dikenal sejak abad ke-18 namun belum diatur secara jelas dalam suatu peraturan perundang-undangan. perkembangan
pelaksanaan
Dalam Plea
Barganing mengalami pembatasan oleh 16
Ibid, h. 81.
17
Turner Rules merupakan regulasi pembatasan penggunaan Plea Barganing didasarkan pada kasus yang dialami oleh Frank Richard Turner. Dimana Frank Richard Turner merupakan terdakwa kasus pencurian yang mengaku tidak bersalah, namun dalam proses penuntutannya pengacaranya sangat menyarankan untuk mengaku bersalah. Karena adanya tekanan dari pihak pengacara dengan mengkonstruksikan bahwa apabila tidak melaksanakan pengakuan bersalah maka hukuman yang diterima lebih berat, awalnya Tuner tidak mengakui namun menerima dan oleh pengadilan diberikan hukuman denda. Atas hukuman denda tersebut Turner melakukan banding, dengan argumentasi adanya tekanan yang diberikan oleh pengacara. Atas kejadian itulah dilakukan pembatasan penggunaan Plea Barganing sebatas dikehendaki dengan sukarela oleh si terdakwa. (Ibid, h.86-87).
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan… . disamping
Justice and Public Order Act 1994
(tunggakan
menghendaki
hakim
banyaknya perkembangan aturan yang
dimana
makin banyak dan juga kesulitan dalam
agar
mempertimbangkan
tahapan
terdakwa menggunakan Plea Barganing.18 Bahwa
terlihat
dalam
proses
perkara)
31 juga
suatu pembuktian perkara.
Plea
Deal merupakan proses negoisasi
Barganing di Inggris tidak melibatkan
antara penuntut umum dengan penasehat
Penuntut Umum (Prosecuting Attorney)
hukum serta melibatkan hakim dengan
dalam pelaksanaan negosisasi penanganan
tujuan memberikan keringanan hukuman
suatu perkara, disini hanya Barrister dan
serta mengganti pasal dakwaan yang lebih
Solicitor
(penasihat
hukum)
yang
rendah (oleh penuntut umum). Proses
meminta
bernegoisasi
dengan
hakim
Deal dilakukan diluar proses peradilan
dalam hal meminta keringanan hukuman.
secara
c.
Jerman
proses ini adalah untuk mempermudah
Konsep Plea Barganing dijerman
pembuktian. Pada tahun 1997 Mahkamah
dikenal dengan istilah Deal (Absprache).
Agung Jerman memutuskan bahwa Deal
Adapun proses Deal dilakukan secara
dapat
rahasia diluar proses peradilan. 19 Dalam
persyaratan tambahan yaitu : (1) Hakim
perkembangannya Plea Barganing (Deal)
boleh
dimasukan
Crimnal
apabila dalam proses pembuktian terdapat
Proceduretahun 2009. Kemudian aturan
hal lain penurunan hukuman dapat tidak
tersebut
dilaksanakan;
dalam
Code
diJuducial
of
Review
dan
rahasia.
Tujuan
dilakukan
dengan
menurunkan
(2)
dilaksanakan
memberikan
hukuman
Terdakwa
namun
wajib
diputuskan bahwa pasal yang mengatur
mengitu proses negoisasi (baik didalam
pelaksanaan Plea Barganing dinyatakan
maupun
konstitusonal bersyarat dengan catatan
dipublikasikan di depan pengadilan; (3)
apabila
masih
Terhadap perkara kesusilaan melibatkan
terdapat penyimpangan maka pembentuk
partisipasi korban; (4) Pengadilan tidak
undang-undang
boleh melakukan negoisasi yang membuat
dalam pelaksanaannya
dapat
merubah
atau
diluar)
kehilangan
dan
hasilnya
terdakwa
Tingginya penggunaan Deal di Jerman
Bahwa pada tahun 2005, Mahkamah
dikarenakan ketidakmampuan peradilan
Agung Jerman memutuskan bahwa Deal
dalam menangani perkara yang banyak
merupakan keharusan dalam peradilan pidana,
18 19
Ibid, h. 88. Ibid, h. 91.
20
Ibid, h. 93.
hak-haknya.
20
menghilangkan proses Plea Bargaining.
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan…
32
Rusia
. Special Trial (pengadilan khusus) yang
Pengaruh Adversarial system juga
mana oleh pengadilan ini terhadap perkara
menjangkiti Rusia untuk mencangkokan
yang ancaman pemidanaannya dibawah 5
pengaruh
(lima)
d.
hukum
Adversarial acara
System
pidananya.
dalam Adanya
tahun
dapat
dikenakan
pengurangan hukuman dengan maksimal
beberapan elemen unsur adversarial yang
2/3
dimasukan dalam hukum acara pidana
seharusnya,
diantaranya : (i) memperkenalkan sistem
adanya perubahan hukuman dari hukuman
juri (ii) mencabut kewenangan kejaksaan
penjara ke dendam dengan syarat adanya
untuk
kesepakatan
melakukan
penahanan
(iii)
dari
ancaman
hukuman
Disamping
antara
juga
terdakwa
memasukan konsep Special trial ke dalam
Penuntut umum dan Korbannya.22
hukum acara pidana. Perubahan hukum
3.
yang mempergunakan sistem juri dalam
Plea Barganing dalam KUHAP Indonesia
yang dikenal
dengan
RUU
penanganan perkara berdampak pada
Indonesia yang menganut sistem
penumpukan perkara, oleh karenanya oleh
hukum Civil Law atau Eropa Kontinental
pembentuk undang-undang hukum acara
dengan
pidana
Adversarial
(Criminal
Procedure
Code)
basis
sistem
hukum
Non-
(Inkuisitor
System)
tidak
diperkenalkan Plea Barganing sebagai
mengenai sistem Plea Barganing. Namun
suatu solusi. Oleh karena Plea Barganing
dalam faktanya sering ditemukan adanya
versi Amerika Serikat ditentang oleh
negoisasi
antara
legislator
tersangka
perihal
model
Rusia
maka
Patteggiamento.
diterapkanlah
dengan
penanganan
suatu
ini
perkara agar diselesaikan secara damai
merupakan penerapan modifikasi Plea
(out of court settlement) dan juga
Bargaining
yang
negoisasi antara Penuntut Umum dengan
membedakan model Patteggiamento delu
Tersangka (melalui Penasihat Hukum)
pena dengan model Plea Bargaining
perihal
umumnya adalah tidak adanya pelibatan
syarat
korban dalam hal mendakwakan atau
Bahwa apa yang dilakukan oleh pihak
memohon keringanan hukum.21
kepolisian sebagaimana dijelaskan diatas
di
Italia.
Model
Kepolisian
Adapun
Di Rusia tidak mengenal adanya negoisasi
terkait
delik
pasal
yang
didakwakan. Di Rusia dikenal adanya 21
Ibid, h.101.
keringanan adanya
bukanlah
hukuman
pengakuan
merupakan
dengan
tersangka.
bentuk
Plea
Barganing, hal itu termasuk dalam hal batasan 22
diskresi Ibid, h.102-103.
Kepolisian
dalam
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan… penyelesaian suatu tindak pidana. Bedahal sebagaimana
negoisasi
antara
(1)
pihak
33
. Pada saat penuntut umum membacakan surat dakwaan,
penuntut umum dengan tersangka untuk
terdakwa
keringan dengan konsekuensi pengakuan,
perbuatan yang didakwakan
hal ini dapat dikatakan sebagai penerapan
dan
plea
melakukan tindak pidana yang
bargaining
namun
landasan
mengakui
mengaku
semua
bersalah
hukumnya tidak kuat. Memang terlihat
ancaman
penerapan
dengan
didakwakan tidak lebih dari 7
penerapan Justice Collaborator namun
(tujuh) tahun, penuntut umum
kedua hal tersebut adalah berbeda.
dapat melimpahkan perkara
Plea
Peradilan dibutuhkan
Barganing
yang
selain
Undang-Undang,
efesien
sangat
diamanatkan juga
yang
ke sidang acara pemeriksaan
oleh
kenyataan
pidana
singkat. (2)
Pengakuan
terdakwa
peradilan pidana kita saat ini masih
dituangkan
menghasilkan
dan
acara yang ditandatangani
adanya penganggaran
oleh terdakwa dan penuntut
tumpukan
disisi lain masih
perkara
biaya penanganan perkara yang tidak tercukupi. Oleh karenanya diperlukan suatu solusi (ius contituendum) untuk itu
dalam
berita
umum. (3)
Hakim wajib : a.
memberitahukan kepada
dan Plea Barganing merupakan solusinya.
terdakwa mengenai hak
Apabila
melihat
pada
yang
KUHAP
kita
tidak
konsep
RUU
menemukan
dengan
dilepaskanya memberikan
dimasukannya istilah Plea Barganing
pengakuan
dalam rancangan tersebut, namun dalam
sebagaimana dimaksud
RUU KUHAP ditemukan adanya istilah
pada ayat (2);
Jalur khusus.
b.
Jalur khusus dalam RUU KUHAP
memberitahukan kepada terdakwa
mengenai
diatur dalam Pasal 199 dengan bunyi
lamanya pidana yang
sebagai berikut :
kemungkinan
Bagian Keenam Jalur Khusus Pasal 199
dikenakan; dan c.
menanyakan
apakah
pengakuan sebagaimana dimaksud
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan…
(4)
pada ayat (2) diberikan
. Singkat. Kalau Plea Barganing, yang
secara sukarela.
awalnya perkara diputus melalui sistem
Hakim
dapat
pengakuan
menolak sebagaimana
juri diputuskan kemudian oleh hakim.23 Sedangkan perbedaan antara Jalur
dimaksud pada ayat (2) jika
khusus
hakim
Barganing yaitu :
ragu
terhadap
kebenaran
(5)
34
pengakuan
1.
RUU KUHAP
dengan
Plea
Ditutupnya akses negoisasi
terdakwa.
(proses tawar menawar) antara
Dikecualikan dari Pasal 198
jaksa
ayat (5), penjatuhan pidana
terhadap lamanya hukuman
terhadap
maupun
mengenai
jenis
sebagaimana dimaksud dalam
dakwaan
apa
akan
ayat (1) tidak boleh melebihi
didakwakan kepadanya.
terdakwa
2/3 dari maksimum pidana tindak
pidana
2.
Peran
dengan
aktif
terdakwa
yang hakim
dalam
persidangan (jakur khusus)
yang
membedakannya dengan plea
didakwakan. Bahwa Jalur Khusus dalam RUU KUHAP serupa degan Plea Barganing
bargaining
(hakim
pasif
dikarenakan
dalam
sistem
adversarial
dalam hal pengakuan terhadap tindak
dianggap
pidana yang didakwakan oleh Penuntut
suatu sebagai
perkara suatu
sengketa antara negara vs
Umum. Bahwa dampak dari pengakuan
terdakwa).
tersebut terdakwa disidangkan dengan menggunakan acara pemeriksaan singkat (dengan
tujuan
efisiensi
proses 23
persidangan). Hal ini sama dengan Plea Barganing
dimana
pengakuan
oleh
penuntut terdakwa
umum dalam
setelah
terdakwa akan
adanya kemudian
mendakwakan
persidangan
yang
diputuskan oleh hakim, tidak dengan sistem juri, artinya ada persamaan yang dalam KUHAP ada perubahan dari Acara Pemeriksaan Biasa ke Acara Pemeriksaan
Adapun alasan perumus RUU KUHAP mengatur melalui sistem acara pemeriksaan singkat adalah untuk mengurangi tahap pembuktian yang dianggap tidak diperlukan lagi sebab sudah diperoleh pengakuan terdakwa. Pengakuan terdakwa tentunya akan dipertimbangkan oleh hakim sebagai alat bukti yang kuat dalam memutus perkara. Sehingga penuntut umum tidak mengalami kesulitan dalam menambahkan alat bukti lainnya. Dengan demikian proses penanganan perkara akan lebih efisien. (Choky R. Ramadhan, Peningkatan Efisiensi Peradilan Melalui Mekanisme Jalur Khusus dalam RUU KUHAP, dalam Jurnal Teropong Volume 1- Agustus 2014 Pembaharuan Hukum Acara Pidana, MaPPI FHUI, Jakarta, h.146-147.)
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan… 3.
terdakwa
. Special Trial di Rusia. Dimana tampak
pada jalur khusus dilakukan di
kemiripan dalam prosesnya dimana tidak
depan
dalam
dikenal ada istilah Negoisasi antara
persidangan sedangkan dalam
Penuntut Umum dengan terdakwa serta
plea bargaining penangakuan
adanya batasan peringanan hukuman yang
dilakukan didepan penuntut
diberikan (maksimal 2/3 dari ancaman
umum.
hukuman)
Pada Jalur khusus diberikan
pembatasan penggunaan proses ini untuk
batasan tindak pidana yang
perkara tertentu saja.
Pengakuan
4.
oleh hakim
bisa diselesaikan melalui jalur ini yakni perkara dibawah 7 (tujuh) tahun sedangkan pada Plea Barganing semua jenis hukuman dapat dilaksanakan bahkan hukuman mati. Sebagaimana
dijelaskan
diatas
bahwa Jalur khusus dalam RUU KUHAP berbeda dengan konsep Plea Barganing. Jalur khusus dalam RUU KUHAP lebih cocoknya disebut dengan Pleas without bargains
(pengakuan
bersalah
tanpa
negoisasi) 24 dibandingkan dengan Plea Barganing. Hal yang nampak jelas bahwa dalam Jalur khusus proses negoisasi / tawar menawar dibatasi, hal inilah yang sebetulnya ciri khas dari Plea Barganing. Apabila Plea
membandingkan
Bargaining
dibeberapa
konsep Negara
ditemukan bahwa konsep Jalur khusus yang diadopsi dalam RUU KUHAP kita tidaklah mengadopsi Plea Bargaining di Amerika namun lebih pada pengadopsian
24
35
disamping
juga
adanya
Menurut penulis memang tidak salah apa yang di atur dalam RUU KUHAP
namun
aroma
inefesiensi
penangana perkaranya tidak dilakukan secara menyeluruh namun lebih pada orientasi
membantu
mengurangi
penumpukan perkara saja, tidak dikenal orientasi pada pengurangan penggunaan sarana pidana penjara. Dimana dalam RUU KUHAP maupun Special Trial tidak dikehendaki adanya perubahan hukuman dari pidana penjara kepada pidana denda. Oleh penulis lebih sependapat untuk mengadopsi Plea Bargaining versi Italia (Patteggiamento delu pena) yang dalam proses tawar menawarnya memasukan unsur korban dalam pertimbangannya (dalam arti melibatkan korban dalam perubahan hukuman). Untuk mencegah adanya permainan (indikasi korupsi) pada pelaksanaan Plea Bargaining
ini
maka
disusunlah
pelaksanaan pengawasan dalam setiap proses ini. Disni lah peran pimpinan
Ibid, h. 140-141.
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan…
36
. diterapkan
Kejaksaan pada tiap tingkatannya (Kepala
Bargaining
Kejaksaan Negeri, Kepala Kejaksaan
dibeberapa negara baik Common Law
Tinggi, dan Jaksa Agung) untuk meneliti
System ataupun Civil Law System dengan
penggunaan Plea Bargaining ini. Dengan
masing-masing karateristik. Adapun Plea
adanya pengawasan tersebut maka upaya
Bargaining
transaksional
Indonesia belum dikenal namun dalam
yang
berdampak
pada
inilah
telah
dalam
regulasi
sistem yang korup tidak akan terjadi.
pengaplikasiannya
Disamping memang perlu adanya peran
(dibalik
partisipatif dari masyarakat maupun LSM
keringan hukuman dengan konseksuensi
yang melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan sistem ini.
sering
hukum
meja)
dilakukan
perihal
terdakwa
kooperatif
pengakuan)
sehingga
permintaan (membuat
dalam
dasar
pertimbangan dalam tuntutan penuntut C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
umum akan menuntut rendah dengan dasar
Negara kita sedang dihadapi pada persoalan efisiensi penanganan perkara, hal ini nampak pada masih adanya penumpukan
perkara
(baik
tahap
penyidikan hingga pengadilan) disamping adanya
persoalan
ketimpangan
penganggaran dalam penanganan perkara. Oleh karenanya diperlukan suatu solusi penanganan perkara yang efisiensi yaitu dengan
melaksanakan
Bargaining. merupakan
Plea proses
proses
Bargaining negoisasi
Plea ini antara
penuntut umum dengan terdakwa dengan tujuan adanya keringanan. Adanya Plea Bargaining ini memudahkan tugas aparat
terdakwa
(hampir
bertindak
mirip
Collaborator).
kooperatif
konsep
Untuk
Justice
dalam
RUU
KUHAP tidak dikenal konsep negoisasi macam Plea Bargaining yang dikenal hanyalah konsep “Jalur Khusus” yaitu macam peringanan hukuman (maksimal 2/3
dari
ancaman
pidana)
terhadap
terdakwa yang mengakui tindak pidana yang dia lakukan. 2.
Saran Perlunya
pengkajian
lebih
mendalam terhadap konsep penanganan perkara
yang
efisiensi
tidak
hanya
persoalan “Jalur khusus” dalam RUU KUHAP namun juga terhadap proses
penegak hukum (khusus kejaksaan) dalam
lainnya.
proses pembuktian. Dengan adanya proses
diupayakan
ini
penting penuntut umum dalam proses
diharapkan
penumpukan
adanya
perkara
pengurangan dalam
tiapan
criminal justice process. Adapun Plea
negoisasi
Untuk
“Jalur
untuk
tidak
Khusus”
memasukan
hanya
sebatas
peran
yang
dijabarkan dalam RUU KUHAP saja.
I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H. Penguatan… Disamping itu juga perlu pembahasan tentang batasan keringanan hukuman yang dapat
diberikan
dengan
adanya
pengakuan, sehingga tidak maksimal 2/3
37
. Pantouw, Konsep dan Penerapan Plea Barganing di Beberapa Negara, dalam Jurnal Peradilan Indonesia Teropong, Vol.3, JuliDesember 2015, Mappi FHUI, Jakarta.
ancaman pidana saja namun bisa menjadi pidana denda atau kerja sosial mengingat pembaharuan
hukum
pidana
mensyaratkan hukuman yang humanis dan ekonomis. Jangan sampai penghukuman menjadi derita yang berlebihan buat sistem yang ada.
DAFTAR PUSTAKA BUKU: Artidjo Alkostar, Kebutuhan Responsifitas Perlakuan Hukum Acara Pidana dan Dasar Pertimbangan Pemidaaan Serta Judicial Immunity, Makalah Tuada Pidana dalam Rakernas 2011 Mahkamah Agung dengan pengadilan Seluruh Indonesia. Choky R. Ramadhan, Peningkatan Efisiensi Peradilan Melalui Mekanisme Jalur Khusus dalam RUU KUHAP, dalam Jurnal Teropong Volume 1- Agustus 2014 Pembaharuan Hukum Acara Pidana, MaPPI FHUI, Jakarta. -------, Pengantar Analisis Ekonomi dalam Kebijakan Pidana di Indonesia, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Jakarta, 2016. Choky Risda Ramadhan, Fransiscus Manurung, Adery Ardhan Saputro, Aulia Ali Reza. Dan Evandri G.
Marwan Effendi, Kejaksaan RI; Posisi dan Funginya dari Perspektif Hukum, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hal.2. Mohammad Kemal Dermawan dan Mohammad Irvan Oli’I, Sosiologi Peradilan Pidana, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2015. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010. Tolib Effendi, Prinsip Oportunitas dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, dalam buku Bunga Rampai Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2015; PERATURAN UNDANGAN :
PERUNDANG-
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401. INTERNET http://www.hukumonline.com/index .php/berita/baca/lt581307373b5a9/myusuf-sampaikan-ide-penegakan-hukumluar-biasa, diakses tanggal 5 Desember 2017.