0
PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM PROSES PENUNTUTAN PERKARA PIDANA DI KEJAKSAAN NEGERI PADANG
JURNAL
Oleh: FEBBY ZAHARA NPM : 0910005600012
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2015
i
PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM PROSES PENUNTUTAN PERKARA PIDANA DI KEJAKSAAN NEGERI PADANG ( Febby Zahara, NPM: 0910005600012, Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang, 2015, 19 Halaman ) ABSTRAK Anak juga merupakan salah satu kelompok masyarakat yang sangat rentan dan mudah terpengaruh oleh hal-hal baru yang menarik baginya. Anak belum bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk, apalagi anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan masih mencari jati dirinya. Apabila hal demikian disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab maka, rusak pula lah moral anak tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan suatu peraturan hukum yang tegas dan mampu mengatasi setiap permasalahan hukum yang terjadi di Indonesia, khususnya masalah tindak pidana yang pelakunya adalah seorang anak. Permasalahan: Pertama, Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang? Kedua, Apakah kendala yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum? Ketiga, Bagaimana cara yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum tersebut. Sifat Penelitian ini adalah deskriptif yaitu usaha untuk menggambarkan secara keseluruhan tentang Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Proses Penuntutan Perkara Pidana di Kejaksaan Negeri Padang. Sementara itu, metode pendekatan yang digunakan pendekatan yuridis sosiologis. yang mengkaji hukum pelaksanaannya (law in action) dengan lokasi penelitian di Kejaksaan Negeri Padang. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan: Pertama, Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana sudah berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang mana lebih memperhatikan hak-hak anak dan mengutamakan diversi. Kedua, Kendala-kendala yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum salah satunya yaitu dalam hal pembuatan surat dakwaan agar dapat dipahami oleh anak. Ketiga, Cara mengatasinya adalah Jaksa Penuntut Umum berusaha dalam menyusun surat dakwaan dengan kalimat dari kata-kata atau menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami oleh anak tersebut, tanpa mengabaikan pasal-pasal yang direncanakan akan didakwakan padanya, serta menguraikan unsur-unsur tindak pidana yang cocok dengan perbuatan yang dilakukannya.
1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainnya. Karenanya, anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang dijunjung tinggi.1 Selama ini penanganan kasus anak mulai dari tingkat Penyidikan, Penuntutan, Pengadilan sampai di Lembaga Pemasyarakatan anak merasa masih kurang dihargai hak-haknya sebagai anak. Kenyataan ini menggambarkan belum sepenuhnya penanganan terhadap anak-anak yang bermasalah dengan hukum memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan anak. Dapat kita lihat ketika dilakukan penahanan terhadap anak sering ditempatkan bercampur dengan penahanan untuk orang dewasa. Ditambah lagi dengan vonis di Pengadilan yang lebih cenderung menjatuhkan pidana penjara terhadap anak nakal. Padahal keputusan yang seperti itu sering membekaskan stigma pada diri anak yang sangat merugikan kejiwaan anak di masa yang akan datang. Permasalahannya adalah, apakah pelaksanaan perlindungan anak dalam proses penuntutan sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, dan dalam proses pidana terhadap anak adalah melibatkan anak dalam proses hukum sebagai Subjek Delik dengan tidak mengabaikan akan manfaat bagi masa depan anak tersebut serta menegakkan hukum sebagai pengayom, pelindung dan menciptakan yang tertib guna memperoleh keadilan. Berdasarkan pada uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Proses Penuntutan Perkara Pidana”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang? 2. Apakah kendala yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum dan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang? 3. Bagaimanakah cara yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum dan pelaksana perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang?
1
Ahmad Kamil, dkk, 2008, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 7.
2
C. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mencari jawaban dari permasalahan yang timbul di atas, yaitu: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang. 2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum dan pelaksana perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang. 3. Untuk mengetahui cara mengatasi kendala yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum dan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang. D. Manfaat Penelitian Apa yang telah ditegaskan dalam tujuan penulisan hukum di atas, penulisan hukum ini diharapkan manfaat bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat pada umumnya. Manfaat penelitian ini dibedakan kedalam dua bentuk yaitu: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum dan khususnya terkait dengan anak. b. Hasil penelitian ini akan bermanfaat daalm memberikan pengetahuan tentang perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses penuntutan. c. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Hukum Pidana Anak dan umumnya hukum pidana. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini akan berguna dalam memberikan jawaban terhadap masalah yang akan diteliti. b. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memberi informasi dan gambaran kepada masyarakat pada umumnya dan semua pihak yang berkepentingan pada khususnya, bahwa perlindungan anak terhadap pelaku tindak pidana sangat diperlukan untuk anak itu sendiri yang dapat berupa pembentukan kejiwaan dari anak. E. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan masalah yang dipergunakan adalah yuridis sosiologis, artinya penulis memperoleh data dari lapangan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa pendekatan undang-undang, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Dalam hal ini berkaitan dengan tujuan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menganalisis tentang pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Padang.
3
2.
Jenis dan Sumber Data a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari tempat penelitian di Kejaksaan Negeri Padang melalui penelitian lapangan. Data primer ini berupa hasil wawancara dengan Jaksa Penuntut Umum Irna, SH. dan Jaksa Penuntut Umum Anak, Sylvia Andriati di Kejaksaan Negeri Padang; b. Data Sekunder merupakan data-data atau masukan-masukan sekitar masalah objek yang dikaji melalui penelitian yang bersumber pada literatur, peraturan perundang-undangan, dan lain-lain yang ada hubungannya dengan masalah yang hendak dibahas.2 Terutama surat dakwaan dan surat tuntutan, serta didukung oleh buku-buku dan karya tulis dari kalangan ahli hukum yang berkaitan dengan masalah yang diangkat pada penelitian ini yang terdiri dari: 1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat3 dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan yakni KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), terdiri dari: a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak; d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak; e. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia; f. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak; 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan huk\um primer yang dapat membantu menganalisa dan memahami bahan-bahan primer, bahan hukum sekunder ini terdiri dari semua tulisan yang tidak berbentuk peraturan perundang-undangan, seperti; buku-buku atau literature, hasil penelitian, jurnal-jurnal hukum atau jurnal-jurnal umum lainnya, hasil seminar, symposium, lokakarya, diklat, dan catatan kuliah. Majalah-majalah yang dapat dipertanggung-jawabkan muatannya dan media masa lainnya baik elektronik maupun cetak; Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu: a. Studi Dokumen yaitu Peneliti dengan cara mempelajari bahan-bahan hukum kepustakaan yang ada terutama yang berkaitan dengan masalah
3.
2
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1982, hlm.25 3 Bambang Sugiono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafika Persada, Jakarta 2002, hlm.113.
4
yang diteliti serta perundang-undangan yang ada kaitannya dengan materi atau objek penelitian; b. Untuk mengumpulkan data primer dilakukan dengan cara wawancara dalam bentuk semi structure interview yang dilakukan dengan cara menggunakan catatan pemandu dan tidak menutup kemungkinan adanya pertanyaan lain di luar dari pada yang telah disiapkan di dalam daftar pertanyaan kepada pihak-pihak terkait; Pengolahan dan analisis Data a. Pengolahan data Pengolahan data dilakukan melalui proses editing yaitu kegiatan memperbaiki data yang tidak betul menjadi betul atau memisahkan data yang masih kasar menjadi lebih halus dan bermakna; b. Analisis data Analisis data yang digunakan termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu tentang keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya. Menurut Lexy J. Maleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati4. Sedangkan menurut Arikunto, penelitian dengan metode deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi atau gejala yang ada yaitu keadaan menurut apa adanya pada saat penelitian5. Dengan demikian jelaslah bahwa penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai “pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang”.
4.
II. KAJIAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pengertian anak juga tertuang dalam hukum nasional di Indonesia. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, diatur bahwa: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Jadi, berdasarkan pengertian tersebut anak yang masih berada dalam kandungan juga telah berhak atas perlindungan hukum. 1. Perlindungan Hukum dan Perlindungan Anak Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, 4
Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002, hal.
5
Arikunto, Prosedur Penelitian, Bina Aksara, 1989, hal. 921.
183.
5
dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.6 2. Prinsip Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam usaha perlindungan terhadap anak dapat dilakukan:7 a. Perlindungan secara langsung. Perlindungan secara langsung merupakan usaha yang langsung berkaitan dengan kepentingan anak antara lain pencegahan dari segala sesuatu yang dapat merugikan atau mengorbankan kepentingan anak disertai pengawasan supaya anak berkembang dengan baik dan penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya dan luar dirinya. b. Perlindungan tidak langsung. Dalam hal ini yang ditangani bukanlah anak secara langsung, tetapi para partisipan lainnya dalam perlindungan anak. Seperti para orang tua, petugas Pembina, dan lain sebagainya. B. Pengertian Anak dan Hak-hak Anak 1. Pengertian Anak Menurut Berbagai Bidang Hukum Pengertian anak juga tertuang dalam hukum nasional di Indonesia. Defenisi anak secara nasional pada hakikatnya dapat dinilai berdasarkan batasan usia anak menurut hukum pidana, hukum perdata, hukum adat, dan hukum islam. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut undang-undang ini, batas minimal dan maksimal seorang anak dapat diperiksa sebagai terdakwa adalah anak yang berusia minimal 8 (delapan) tahun dan maksimal 18 (delapan belas) tahun. Dirumuskan pula bahwa seorang anak hanya boleh dijatuhkan pidana bila telah mencapai umur 8 (delapan) tahun saja. 2. Hak-Hak Anak Pada Proses Penuntutan Perkara Pidana Yang Diatur Dalam Perundang-undangan Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk tersebut, maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. Pasal 15 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkkan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: 1) Penyalahgunaan dalam kegiatan politik; 2) Pelibatan dalam sengketa bersenjata; 3) Pelibatan dalam kerusuhan sosial; 4) Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; 5) Pelibatan dalam peperangan.
6
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Moch. Faisal Salam, 2005, Hukum Acara Peradilan Anak Di Indonesia, PT. Mandar Maju, Bandung, hlm.2. 7
6
C. Pemeriksaan Perkara Pidana Anak 1. Penuntutan Perkara Pidana Anak Setelah penyidik selesai mengadakan penyidikan, perkara yang telah selesai disidik diserahkan kepada penuntut umum. Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, penuntutan terhadap anak dilakukan oleh Penuntut Umum Khusus Anak, yang ditetapkan berdasarkan Surat Perintah Pimpinan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. Oleh karena itu tidak semua penuntut umum dapat betindak sebagai penuntut umum dalam perkara anak, tetapi hanya penuntut umum tertentu saja, sebagaimana bunyi Pasal 41 UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak: a. Penuntutan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penuntut Umum yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. b. Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: 1) telah berpengalaman sebagai penuntut umum; 2) mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak; dan 3) telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak; c. Dalam hal belum terdapat Penuntut Umum yang memenuhi persyaratan sebagaiman dimaksud pada ayat (2), tugas penuntutan dilaksanakan oleh penuntut umum yang melakukan tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. 2. Tugas Dan Wewenang Jaksa Penuntut Umum Dalam Penuntutan Anak Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia memuat tentang tugas dan wewenang kejaksaan dalam Pasal 30, antara lain sebagai berikut: (1) Melakukan penuntutan; (2) Melaksanakan penetapasn hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; (3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; (4) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang; (5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 3. Proses Penuntutan Perkara Pidana Anak Penyidik menerima perkara anak berasal dari laporan, aduan dan kemungkinan penyidik mengetahui sendiri. Bersama-sama dengan Bapas, pihak korban dan pihak orang tua pelaku serta LSM, penyidik mengadakan musyawarah untuk menentukan tindakan selanjutnya dalam perkara anak nakal yang bersangkutan. Tindak lanjut dari penyidikan ini untuk menentukan apakah anak nakal tersebut perlu diteruskan kepada
7
penuntutan atau dilakukan diversi. Di dalam penentuan ini perlu ada pemberitahuan dan kesepakatan dengan orang tua wali atau pihak lain yang berperan untuk menentukan bagaimana perlakuan terhadap anak nakal tersebut. Kesepakatan orang tua/wali sangat berperan dalam penentuan ide diversi. Sebagaimana di negara-negara lain implementasi ide diversi, disertai dengan kesepakatan orang tuannya. Apabila anak nakal tersebut menerima program-program diversi, maka perkara anak yang bersangkutan tidak dilimpahkan kepada proses penuntutan, namun jika pengajuan implementasi ide diversi tidak diterima atau ditolak maka seterusnya perkara dilimpahkan ke pengadilan untuk dilakukan penuntutan dan pemeriksaan di kejaksaan.8 Penuntut umum setelah menerima berkas perkara anak, maka dengan pertimbangan Bapas akan menentukan apakah anak nakal tersebut dilimpahkan untuk diperiksa pengadilan ataupun dihentikan pada tingkat penuntutan yang semata-mata untuk kepentingan anak nakal tersebut. Penghentian penuntutan ini dengan pertimbangan yang terbaik bagi pertumbuhan dan pembinaan anak. Terhadap anak nakal yang tidak dihentikan perkaranya maka dilimpahkan ke pengadilan untuk diperiksa dan mendapatkan keputusan hakim.9 Sesuai dengan uraian tersebut maka diharapkan penuntutan terhadap perkara anak dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia dapat dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan yagn telah diatur dalam Konvensi Hak-Hak Anak 1989 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak, khususnya anak yang berkonflik dengan hukum yang diduga melakukan tindak pidana yang perlu dilakukan penanganan secara khusus. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Penuntutan Perkara Pidana Terkait dengan proses penuntutan terhadap anak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah: 1. Pemeriksaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penuntut umum setelah menerima BAP yang dibuat oleh penyidik anak, dalam tempo 7 (tujuh) hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Penuntut umum juga mencocokkan keterangan tersangka yang diperiksa lebih lanjut penuntut umum dengan BAP yang dibuat oleh penyidik apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan atau BAP yang dibuat oleh penyidik telah lengkap maka ia dapat segera melakukan penuntutan dan membuat surat dakwaan sesuai dengan ketentuan KUHAP. Penuntut umum juga berhak untuk memerintahkan dalam melakukan penahanan lanjutan terhadap tersangka anak untuk paling lama 10 (sepuluh) hari. 8 9
Setya Wahyudi, Op.Cit, hlm. 291-292. Ibid, hlm. 292.
8
Jaksa Penuntut Umum setelah menerima BAP harus mempelajari dan menelitinya, dimana dalam waktu 7 (tujuh) hari ia wajib memberitahukan kepada penyidik anak apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Apabila BAP sudah lengkap, maka penuntut umum akan menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan (Pasal 139 KUHAP). 2. Berita Acara Diversi Berkas perkara tindak pidana anak ini lebih diupayakan diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (Pasal 1 Ayat 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak). Diversi dilakukan baik di tingkat penyidikan, penuntutan, maupun di dalam proses persidangan.10 Untuk upaya diversi tersebut, baik jika berhasil maupun gagal tetap harus dibuatkan berita acara diversinya, hal ini diatur dalam Pasal 42 Ayat 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. 3. Pembuatan Surat Dakwaan Dalam perkara anak, setelah menerima berkas perkara yang dilimpahkan oleh penyidik dan penuntut umum beranggapan bahwa hasil penyidikan telah cukup (P-21) dan dapat dilakukan penuntutan, maka berdasarkan Pasal 140 Ayat 1 KUHAP, maka wajib dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan apabila penyidikan yang dilakukan oleh penyidik telah lengkap.11 Dalam membuat surat dakwaan, penuntut umum anak harus mempedomani ketentuan Pasal 143 KUHAP, terutama ayat (2) dan ayat (3) yang secara lengkap berbunyi: (2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka; b. uraian secara cerna, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. (3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum. Tentang bagaimana cara menguraikan tindak pidana yang didakwakan dengan cermat, jelas, dan lengkap, tidaklah begitu mudah untuk dilaksanakan, akan tetapi untuk kepentingan dalam praktik, seorang penuntut umum perlu melihat beberapa contoh surat dakwaan dari yurisprudensi Mahkamah Agung yang khusus menyangkut surat dakwaan batal demi hukum, karena surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat 10
Hasil Wawancara dengan Jaksa Sylvia Andriati, Jaksa Penuntut Umum Anak, di Kejaksaan Negeri Padang, Tanggal 16 Maret 2015, Jam 13.05 Wib. 11 Nashriana, Op.cit., hlm.135.
9
Materil berdasarkan Pasal 143 ayat (3) KUHAP berakibat batal demi hukum.12 4. Pelimpahan Berkas Perkara Setelah selesai membuat surat dakwaan, selanjutnya jaksa penuntut umum tersebut melimpahkan berkas perkara itu ke pengadilan disertai dengan surat dakwaan. Pelimpahan berkas perkara dilakukan oleh penuntut umum dengan surat pelimpahan perkara disertai dengan permintaan agar Pengadilan Negeri segera mengadili perkara tersebut. Dalam pelimpahan tersebut penuntut umum hanya menunggu penetapan hari sidang yang akan dikirim oleh Pengadilan. Perlindungan hukum terhadap anak penuntutan perkara pidana dari mempersiapkan tindakan penuntutan sampai dengan melaksanakan penuntutan di sidang pengadilan tersebut sudah dilaksanakan dengan baik dan dilindungi segala hak yang melekat pada diri si anak serta setiap tindakan yang akan dilaksanakan dan menyangkut si anak sudah benar-benar memperhatikan kepentingan anak. Meskipun dalam hal proses perkara pidana anak di sini mempunyai kedudukan sebagai pelaku tindak pidana, tapi mereka tetap harus dilindungi dan mempunyai perbedaan dengan pelaku tindak pidana orang dewasa. B. Kendala Yang Dihadapi Jaksa Penuntut Umum Dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Adapun kendala-kendala yang dihadapi jaksa penuntut umum dalam penuntutan perkara anak pada Kejaksaan Negeri Padang, yaitu sebagai berikut: 1. Dalam penetapan sebagai jaksa penuntut umum anak karena tidak semua kantor kejaksaan negeri mempunyai jaksa penuntut umum anak. 2. Jaksa penuntut umum kesulitan dalam melakukan pemeriksaan dalam berkomunikasi karena anak tidak mengerti dengan apa yang disangkakan kepadanya dan anak sering terdiam untuk dimintai keterangan. 3. Kendala jaksa penuntut umum dalam pembuatan surat dakwaan yaitu bagaimana supaya surat dakwaan itu harus dapat dipahami oleh anak dengan terang, jelas, dan tepat dengan tanpa membubuhi hal-hal yang berlebihan. 4. Seringnya terjadi kesulitan dalam tuntutan pidana yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum sebagai adhyaksa yang dapat bertindak adil dalam penyampaian tinggi rendahnya tuntutan pidana. 5. Terbatasnya tempat pemeriksaan terdakwa anak. Begitu juga dengan masalah tempat pemeriksaan anak sama dengan tempat pemeriksaan tersangka orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan tempat, namun pada waktu pemeriksaan terhadap tersangka anak dilakukan, tersangka dewasa tidak diperkenankan ada di ruangan tersebut atau dikeluarkan dari tempat pemeriksaan. Adapun pemisahan 12
Ibid., hlm.136.
10
waktu pemeriksaan tersangka anak dengan tersangka dewasa hanyalah kebijaksaan dari masing-masing lembaga peradilan. C. Cara Mengatasi Kendala Yang Dihadapi Jaksa Penuntut Umum Dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dari kendala-kendala yang ditemui dalam penanganan perkara pidana anak dan dalam pelaksanaan penuntutannya oleh Penuntut Umum, maka Kejaksaan Negeri Padang sendiri berusaha pula untuk mengatasi kendalakendala tersebut, yaitu:13 1. Upaya yang telah dilakukan oleh Kejaksaan adalah mengupayakan adanya penyuluhan, pembekalan, dan tes untuk menguji kepatutan seorang Jaksa untuk menjadi Jaksa Penuntut Umum Anak dan mengadakan pelatihan khusus bagi Jaksa agar dapat dibedakan antara Jaksa Penuntut Umum dengan Jaksa Penuntut Umum Anak. Sehingga dalam melakukan tugasnya Jaksa Penuntut Umum Anak dapat berlaku sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan lebih berhati-hati dalam bertindak, dan berbicara dalam menangani perkara anak nakal, karena pada dasarnya kondisi mental seorang anak lebih rentan dan labil daripada kondidi mental orang dewasa. Hal ini dilakukan agar proses penyidikan tidak mengganggu mental anak tersebut. 2. Selain meminta Jaksa tersebut agar di dalam melakukan pemeriksaan untuk menciptakan suasana yang nyaman dan dengan rasa kekeluargaan, juga memeinta pendampingan baik dari pihak keluarga, petugas kemasyarakatan dan ataupun pekerja sosial dalam membantu untuk berkomunikasi dengan si anak tersebut. 3. Menerima saran dan pendapat dari petugas kemasyarakatan yang mendampingi anak tersebut selama proses peradilan pidana, agar dapat pula dijadikan pertimbangan dalam hal membuat surat dakwaan dan tuntutan; 4. Berusaha untuk tetap adil tanpa terpengaruh oleh keadaan dan lebih berpihak kepada kepentingan si anak tersebut. 5. Untuk tempat pemeriksaan semuanya tergantung kepada kebijaksaan pimpinan dari pihak Kejaksaan masing-masing; IV. PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian diatas dan sejalan dengan masalah maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam penuntutan perkara pidana yaitu memperhatikan hak anak dalam proses perkara pidana di pengadilan. Dalam perlindungan hak-hak anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana hak-hak anak sebagai terdakwa telah dilindungi berdasarkan Undang13
Hasil Wawancara dengan Jaksa Ernawati, Jaksa Penuntut UmumAnak, di Kejaksaan Negeri Padang, Tanggal 16 Maret 2015, Jam 14.00 Wib.
11
undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terutama dalam penuntutan perkara pidana yaitu menetapkan masa tahanan anak, penuntut umum membuat dakwaan yang dimengerti oleh anak, penuntut umum harus segera melimpahkan perkara anak ke pengadilan, terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan, penuntutan dilakukan oleh jaksa penuntut umum khusus anak, pemeriksaan dipersidangkan dilakukan secara tertutup dan anak berhak mendapat penjelasan mengenai persidangan dan kasusnya. 2. Dalam pelaksanaan penuntutan perkara pidana mengalami beberapa kendala. Kendala-kendala yang ditemui hanyalah secara teknis saja yang mana kendala tersebut yaitu kendala jaksa penuntut umum dalam pembuatan surat dakwaan agar dapat dipahami oleh anak dan seringnya terjadi kesulitan dalam tuntutan pidana yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum dalam penyampaian tinggi rendahnya tuntutan pidana, Kendala lainnya yang ditemui adalah pada saat ditanya sehingga memperlambat proses pemeriksaan. Namun dari kendala tersebut diatas tidak terlalu menghambat proses penuntutan di pengadilan. 3. Cara mengatasi kendala dalam proses penyelesaian perkara pidana, salah satunya dengan tugas jaksa sebagai penuntut umum adalah membuat surat dakwaan. Surat dakwaan sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh jaksa penuntut umum dalam pembuatan surat dakwaan yaitu dalam penyusunan surat dakwaan bagaimana cara menguraikan unsur-unsur tindak pidana yang dimaksud, penguasaan materi perkara dan penguasaan materi ketentuan perundangundangan agar pasal yang direncanakan akan didakwakan pada unsurunsurnya yang cocok dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. B. Saran Sehubungan dengan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan, penulis mendapatkan beberapa hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut yang dalam hal ini dikemukakan sebagai saran dalam hal menangani perkara anak yaitu: 1. Dengan adanya Undang-Undang Sistem Peradilan Anak, hendaknya dapat terlaksana hak-hak anak sepenuhnya baik sebagai tersangka dan terdakwa tindak pidana dengan memperhatikan kepentingan anak dan lebih meningkatkan kerja sama antara penegak hukum dalam menangani masalah anak maka setiap anak yang terlibat perkara pidana harus mendapat perlakuan yang berbeda dengan orang dewasa. 2. Penegak hukum hendaknya lebih meningkatkan pelaksanaan perlindungan hak anak dalam proses perkara pidana pada tingkat penuntutan. Dengan adanya kendala-kendala yang dihadapi oleh jaksa penuntut umum dalam pembuatan surat dakwaan agar dapat dipelajari dan dipahami lagi, karena bagaimanapun anak sebagai pelaku tindak pidana merupakan generasi penerus yang harus dibina dan dilindungi untuk mewujudkan tujuan dari perlindungan anak dan pengadilan anak yang dilakukan.
12
3. Dalam proses penyelesaian perkara pidana, seharusnya jaksa penuntut umum lebih mengusai materi perkara dan penguasaan materi ketentuan perundang-undangan agar pasal yang direncanakan cocok dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam pembuatan surat dakwaan.
13
DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Abdussalam. 2007, Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Restu Agung. Ahmad Kamil dan H.M. Fauzan, 2008, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Arif Gosita, 1989, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta, Akademi Persindo Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Bambang Waluyo, 2010, Pidana dan Pemidanaan, PT. Sinar Grafika, Jakarta Darwan Prinst, 1997, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta Irma Setyowati dan Soemitro, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta Koesparmono Irsan, 2009, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yayasan Brata Bhakti, Jakarta Moch. Faisal Salam, 2005, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, PT. Mandar Maju, Bandung Sholeh Soeaidy dan Zulkhair, 2001, Dasar Hukum Perlindungan Anak, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta Suharto RM, 1997, Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, PT. Sinar Grafika, Jakarta Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung 2. Undang-Undang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1981 tentang Kesejahteraan Anak Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 3. Sumber Lainnya http://www.klik-galamedia.com. Disampaikan oleh Nandang Sambas, dalam disertasinya yang berjudul Kebijakan Formulasi Sistem Pemidanaan terhadap Anak sebagai Upaya Pembaharuan Hukum Pidana Anak di Indonesia, diakses pada tanggal 9 Desember 2014.