PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT DENGAN CIPROFLOXACIN DIBANDINGKAN DENGAN CO AMOXYCLAV SOEGITO Bagian Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Bronkitis kronik pada tingkat lanjut akan mengakibatkan menurunnya kualitas hidup penderita akibat menurunnya faal baru. Infeksi saluran napas merupakan masalah klinis yang sering dijumpai pada penderita bronkitis klinis. Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat kerusakan yang terjadi. Kebanyakan eksaserbasi akut dipercaya oleh karena infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas ciprofloxacin, suatu antibiotika baru golongan flurokuinolon yang berspektum luas dalam mengobati bronkitis kronik eksaserbasi akut. Untuk tujuan ini dilakukan perbandingan dengan Co amoxyclav suatu antibiotika yang sering digunakan dan merupakan standard untuk pengobatan bronkitis kronik eksaserbasi akut. Penelitian bersifat uji klinik terbuka pada penderita bronkitis kronik eksaserbasi akut. Penderita mendapatkan ciprofloxiacin oral 2 x 500 mg atau Co amoxyclav oral 3 x 500mg. Penderita yang dapat dievaluasi berjumlah 24 orang yaitu 12 orang dari masing-masing kelompok pengobatan. Dari kelompok ciprofloxacin hasil pengobatan yang sembuh 50%, perbaikan 41,7% dan tidak ada respon 8,3%. Pada kelompok Co amoxyclav hasil pengobatan sembuh 33,3%, perbaikan 50% dan tidak respon 16,7%. Disimpulkan bahwa ciprofloxacin baik untuk mengobati BKEA, demikian juga Co amoxyclav. Tidak aad perbedaan yang bermakna antara efektivitas kedua kelompok pengobatan. Dijumpai efek samping yang ringan pada 1 (8,3%) orang yang mendapat ciprofloxacin. PENDAHULUAN Bronkitis kronik merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di masyarakat. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang kronis dan persisten dan progresif. Infeksi saluran nafas merupakan masalah klinis yang sering dijumpai pada penderita bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut akanbronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat kerusakan yang telah terjadi, disamping itu kuman yang menyebabkan eksaserbasi juga berpengaruh terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini. Semakin sering terjadi eksaserbai, maka mortalitas juga akan dan morbiditas penyakit ini. Semakin sering terjadi eksaserbasi, maka mortalitas juga akan semakin meningkat. Kontribusi Infeksi Terhadap Perjalanan klinis Bronkitis Kronik: 1. Eksaserbasi infeksi akut mempercepat kerusakan yang telah terjadi. 2. Kuman yang menyebabkan eksaserbasi berpengaruh pada morbiditas dan mortalitas. 3. Terjadi kolonisasi 4. Infeksi saluran napas berulang pada anak merupakan faktor predisposisi terhadap terjadinya bronkitis kronik. Menurut SKRT Tahun 1992, bersamaan dengan empisema dan asma, bronkitis kronik menduduki tempat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia dengan proporsi sebesar 5,6% dari semua kematian.
©2004 Digitized by USU digital library
1
Bronkitis kronik eksaserbasi akut ditandai dengan bertambahnya batuk dengan produksi sputum yang purulent/mukopurulent atau sputum berwarna kuning/hijau dan adanya peningkatan dyspnoe dan/atau bertambahnya volume sputum. Semakin sering terjadi fase eksaserbasi akan menyebabkan semakin cepatnya perburukan faal paru. Kebanyakan eksaserbasi akut dipercaya oleh karena infeksi, tetapi paparan allergen, polutant dan merokoksigaret dapat berperan dalam perburukan bronkitis kronik. Organisme patogen tersering adalah H.Influeza, pneumococcus dan M.Catarrhalis, organisme partogen seperti klebsiella, mycoplasma, legionella dan gram negatif lainnya jarang. BKEA diklasifikasikan dalam 3 tingkatan keparahan: Eksaserbasi type I :peningkatan sesak, peningkatan volume sputum dan purulensi sputum Eksaserbasi type II :adanya dua dari tiga gejala diatas Eksaserbasi type III :adanya satu dari tiga gejala ditambah salah satu adri (demam 37,5 , 38,50C; sakit tenggorokan dan hidung berlendir dalam 5 hari, bertambahnya wheezing atau batuk) Beberapa pertimbangan, pemberian antibiotik yang sesuai tehadap BKEA berdasarkan group penderita: Group 1: Bronkitis Akut Group 2: Bronkitis Kronika Simpleks Group 3: Bronkitis Kronik dengan komplikasi Group 4: Bronkitis Kronik dengan faktor resiko lain Group 5: Bronkiectase Tetapi yang dianjurkan atau lebih disukai adalah dengan antibiotika oral, tetapi harus mencapai konsentrasi yang tinggi di jaringa, ditolerensi dengan baik, berspektrum luas dan mempunyai onset kerja yang cepat. Kondisi diatas ini dipenuhi olen ciprofloxacin, inhibitor fluroquinolonegyrase yang spetrum anti bakterinya mencakup gram negatif dan gram positif. Salah satu standard di dalam pengobatan terhadap BKEA adalah amoxycilin, sering dikombinasi dengan asam klavulanat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tetapi standard ini dengan ciprofloxacin. Karena keterbatasan pemeriksaan diagnostik, dimana dengan diagnostik optimal hanya dapat diidentifitas 50% kuman penyebab dan ini membutuhkan waktu relatif lama, maka suatu pendekatan tetapi empirik antibiotika dibutuhkan. Perkembangan terakhir dari beberapa jenis antibiotika yang dikombinasikan dengan informasi baru tentang pola resistensi bakteri membuat klinis dihadapkan dengan pilihan terapi yang membingungkan. BAHAN DAN CARA Subjek Penelitian Subjek penelitian yang dimaksudkan kedalam penelitian ini adalah penderita bronkitis kronik eksaserbasi akut yang datang berobat jalan atau rawat inap di SMF Paru RS.HAM Medan yang memenuhi kriteria sebagai berikut: - Usia >65 tahun dan/atau tanpa penyakit penyerta: CHF, DM, Penyakit hati kronis atau atau usia ε 65 tahun dengan/tanpa penyakit penyerta + FEV1 <50% dari nilai atau usia ε 65 tahun dan mengalami eksaserbasi 4 x/tahun. - Dapat mengikuti semua prosedur pemeriksaan. Setuju ikut dalam penelitian. Diagnosa bronkitis kronis eksaserbasi akut didasarkan atas anamnese, pemeriksaan fisik, radiologi, laboratorium darah, laboratorium sputum serta pemeriksaan faal paru. Penderita yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini adalah: - wanita hamil dan menyusui - penderita dengan riwayat allergi terhadap obat penelitian ini
©2004 Digitized by USU digital library
2
-
penderita dengan kerusakan ginjal penderita dengan riwayat atau diduga epilepsi penderita dengan TB aktif penderita dengan infeksi saluran nafas yang antibiotika parental bantuan venitlasi mekanik.
membuthkan
terapi
CARA KERJA Pada setiap penderita BKEA yang berobat jalan maupun yang rawat inap di SMF Paru RS.HAM dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang cermat, dibuat foto thorax dan dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin, faal ginjal, faal hati dan pemeriksaan faal paru. Dilakukan pengambilan sputum dengan cara dibatukkan (sebelumnya disuruh kumur-kumur) untuk memperoleh bahan biakan kuman. Secara acak penderita dibagi dalam 2 kelompok pengobatan: Kelompok A: mendapat pengobatan ciproloxacin 2 x 500 mg setiap hari Kelompok B: mendapat pengobatan Co amoxyclav 3 x 500 mg setiap hari. Kepada penderita diberi catatan harian yang diisi penderita diberi catatan harian yang diisi penderita yang meliputi perkembangan penyakit berupa jumlah sputum, warna sputum, keluhan sesak, malaise, toleransi terhadap kerja dan kemungkinan efek samping yang tidak diinginkan, dilakukan pemeriksaan kultur sputum pada hari pertama, kedelapan dan keempat belas. A. Penilaian Klinis: Sembuh : tidak ada temuan infeksi pada akhir pengobatan, menghilangkan gejala klinis seperti keadaan semula. Perbaikan : berkurangnya gejala klinis selama periode pengobatan, tetapi kesembuhan tidak komplit dari infeksi. Tidak ada respon : tidak ada perbaikan selama pengobatan B. Penilaian Baktriologis: Eliminasi: Kultur negatif atau tidak ada produksi sputum pada akhir pengobatan Reduksi: Pengurangan dalam jumlah hitung mikroba sedikitnya 1 x 10 respon klinis sembuh atau perbaikan. Super Infeksi: Patogen yang tidak ada pada awal pengobatan tapi timbul selam dan/atau sesudah pengobatan disertai tanda dan gejala BKEA. Persisten: Satu atau lebih patogen penyebab masih ada pada akhir pengobatan respon klinis tidak membaik. HASIL
Telah diteliti sebanyak 24 orang penderita yang dibagi menjadi 2 kelompok coamoxyclav sebanyak 12 orang penderita. Kelomopk ciproflaxacin terdiri atas 10 orang laki-laki dan 2 orang perempuan, umur berkisar 52 – 72 tahun dengan rata-rata umur 62,25 tahun. Kelompok co amoxyclav terdiri atas 11 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Semua penderita dapat dinilai. Tabel 1. Jumlah penderita menurut kelomok pengobatan Kelompok Pengobatan Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki Perempuan Ciprofloxacin 10 2 12 Co amoxyclav
11
1
12
Jumlah
12
3
24
©2004 Digitized by USU digital library
3
Frekwensi nafas Pada kedua kelomok pengobatan dijumpai penurunan frekwensi nafas yang bermakna secara statistik (p<0,05). Namun demikian bila dibandingkan perubahan frekwensi nafas antara kelompok ciprofloxacin dan kelompok co amoxyclav tidak dijumpai perbedaan yang bermakna (p> 0,05) Suhu Tubuh Pada kedua kelomopk pengobatan dijumpai penurunan dari suhu tubuh walaupun secara statistik penurunan jumlah leukosit walaupun penurunan ini tidak bermakna (p> 0,05) dan bila dibandingkan kedua kelomok maka penurunan suhu tubuh tidak berbeda bermakna (p> 0,05). Jumlah Leukosit Pada kedua kelompok pengobatan dijumpai penurunan jumlah leukosit walaupun penurunan ini tidak bermakna secara statistik (p> 0,05). Bila dibandingkan kedua kelomopk maka tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05). Jumlah Sputum Pada kelompok ciprofloxacin terlihat penurunan dari jumlah sputum. Awal pengobatan 3 orang dengan jumlah sputum skala 4 dan 9 orang jumlah sputum skala 5 tuun menjadi skala 1 sebanyak 6 orang, skala 2 sebanyak 5 orang dan 1 orang tetap dalam jumlah sputum skala 4 setelah pengobatan hari ke-14. Sedangkan pada kelompok co amoxyclav terjadi penurunan jumlah sputum dari 4 orang dengan jumlah sputum skala 5 turun menjadi skala 1 dan 2 pada 8 orang penderita, skala 3 sebanyak 2 orang dan tidak dijumpai penurunan sputum pada 2 orang penderita. Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP-1) Dijumpai peningkatan dari VEP-1 pada kelompok ciprofloxacin begitu juga dengan kelompok co amoxyclav tapi kenaikan ini tidak bermakna secara statistik (p>0,05) Tabel 2. Jenis Kuman Yang diisolasi Kuman
Ciproflxacin
Co amoxclav
Jumlah
Staphylococcus sp.
4
5
9
Streptococcus
3
4
7
Klebsiella
3
3
6
Psudomonas
2
-
2
Pelaksanaan Efektivitas Pengobatan Berdasarkan kriteria efektivitas pengobatan yang dibuat maka didapatkan hasil pengobatan.
©2004 Digitized by USU digital library
4
Respon Klinik Tabel 3. Hubungan kelompok pengobatan dengan respon klinik SEMBUH
%
PERBAIKAN
Kelompok A
6
50
5
Kelompok B
4
33,3
6
%
%
JUMLAH
%
41,7
TIDAK RESPON 1
8,3
12
100
50
2
16,7
12
100
Respon Bakteriologi Tabel 4. Hubungan Kelompok Pengobatan Dengan Respon Bakteriologi Kelompok A
Kelompok B
Respon Bakteriologi
N
%
N
%
Eliminasi
3
25
3
25
Reduksi
8
66,7
7
58,4
Persisten
1
8,3
2
16,4
12
100
12
100
Jumlah
Pada kelompok yang mendapat pengobatan dengan ciprofloxacin dijumpai efek samping berupa gangguan gastrointesinal pada 1 (8,3%) kasus. Efek ini termasuk ringan sehingga tidak mengganggu jalannya penelitian. Diskusi Efektivitas pengobatan BKEA dengan ciprofloxacin pada penelitian ini adalh 91,7% sedangkan co amoxyclav sebesar 83,3%. Pada penelitian Thy dkk, tentang efektivitas pengobatan ciprofloxacin terhadap BKEA dijumpai keberhasilan kinis antara 70-100%. Pada literatur lain disebut dengan efikasi dari ciprofloxacin terhadap BKEA secara umum 90%. Sementara pada penelitian yang dilakukan John A O’Brien tentang efektivitas ciproflxacin terhadap ISPA bahwa sukses klinis 94,1% dan efektivitas ciprofloxacin untuk pengobatan CAP SEBESAR 86,9%. Wibowo Suryatenggara dkk melalui penelitian efektivitas ciprofloxacin untuk pengobatan brottkiectasis terinfeksi, didapatkan efektivitas pengobatan sebesar 88,9%. Sedangkan efektivitas co amoxyclav terhadap bronkiectasis terinfeksi adalah 95%. Pada literatur lainnya dikatakan efektivitas co amoxyclav terhadap BKEA adalah hampir sebanding dengan ciproxacin. Respon bakteriologi dari kelompok ciprofloxacin adalah 97,1 % dan respon bakteriologi kelompok co amoxyclav adalah 83,4%. Menurut Joml A O'Brien bahwa eradikasi bakteri dari ciprofloxacin terhadap ISPA bawah adalah 99,9% terhadap PPOK eksaserbasi akut 87,1% dan terhadap CAP 85,4% sementara eradkasi co amoxyclav pada PPOK eksaserbasi akut adalah 82,4%. Dari hasil penelitian ini dilihat bahwa ciprofloxacin baik sekali untuk mengatasi BKEA karena dapat diberikan sacera oral dan biaya pengobatan lebih murah. Demikian juga halnya co amoxyclav. Dengan baiknya keberhasilan respon klinis akan membuat fase eksaserbasi semakin singkat yang pada gilirannya nanti akan mengurangi progresifitas perburukan faal paru. Keuntungan dari ciprofloxacin dalam resistensi tidak mudah terjadi serta tidak ada resistensi sehingga dengan antibiotik golongan betalaktam dan aminoglikosida. Hal ini sangat penting oleh karena penderita bronkitis kronik seringkali mengalami fase eksaserbasi akut yang memerlukan pengobatan dengan antibiotika. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ciprofloxacin sangat baik untuk mengatasi penderita BKEA walaupun hanya diberikan per oral denga dosis
©2004 Digitized by USU digital library
5
2 x 500 mg per hari selam 7 hari. Efektifitas pengobatan ciprofloxacul sedikit lebih baik dibanding co amoxyclav yang diberikan dengan dosis 3 x 500mg. Walaupun secara statistik tidak didapati perbedaan yang bermakna dari efktifitas pengobatan kedua kelompok. Dijumpai efek samping yang ringan pada 1 (8,3%) orang dari kelompok ciprofloxacin dengan rasa tidak anak di perut dan mual tapi tidak mengganggu jalannya penelitian. KEPUSTAKAAN Mangunnegoro H. Penatalaksanaan Bronkitis Kronik dan Peranan Antioksi dan Maj. Kedok. Indon. 1995 ; 45 : 599 -604. Suvai Kesehatan Rumah Tangga, Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Depkes RI. Jakarta. 1992. Yunus F. Penatalaksanaan Bronkitis Kronik. Cermin Dunia Kedok. 1995; 99: 35 8. Canadian Bronchitis Symposium Toronto, Ontario Canada: Recolmnendations on The Managements of Chronics Bronchitis. Can. Med, Assoc. J. 1994; 151 : 5 -23. Ball p. Epidemiology and Treatment of Chronic Bronchitis and Its Axacerbation. Chest. 1995 ; 108 : 43S -52S. Isada CM, Stoller JK. Chronic Bronchitis: Role of Antibiotics In : Niederman MS, Sarosi GA, Glassroth J. Eds. Respiratory Infections. A. Scientific Bass for Management. Wb. Sounders Company Philadelphia. 1994; 621 -31. Tager IB Chronic Bronchitis In: Fisillnan AP Eds. Pulmonary Disease and Disorders 2 nd ed. Mc Graw- illl Book Company. New York. 1998; 1543 -50. File TM. New Therapeutic Options for CAP and Acute Exacerbation of Chronic Bronchitis. A Supplement to Hospital Medice. 18 -23. Setia Budy R. Antimikroba Lain. Dalam: Ganiwara SG Eds. Farmakoligi dan Terapi Ed. 4. Jakarta FKUI. 1995; 675 -85. Davis R Markham A, Balfour JA. Ciprofloxacin. Medical Progrss. 1997 ; 24 : 12 13. Mangunnegoro H. Infeksi Saluran Nafas Bawah di RSVP Persahabatan Pendekatan Terapi dan Permasalahannya. Maj. Kedok. Indon. 1997; 47: 295 -300. O. Brien JA, Rubinstein E.A. Worldwide Persspective on Quinolone Efficacies for The Treatment of Respiratory Trac Infections 20 th International Congress of Chemotherapy.Sydney. 1997. Suryatenggara W, Mangunnegoro H, Suad A. Dkk. Pengobatan Bronkieksis Terinfeksi dgn siprofloksasin dibangdingkan dgn sefotaksim. Maj. Kedok. Indon. 1997; 47: 586-90 Suryatenggara w, tuahlmse m, ariefn, ill. Uji klinik pengobatan bronkiektasis terinfeksi dengan Kombinasi Amoksisilin & Asam Kavulanat dibandingkan dengan Panduan Penisilin dan Kloramphenicol. Simposium Sehari Penatalaksanaan Penyakit Paru Masa Kim. Jakarta. 1995; 99 -108.
©2004 Digitized by USU digital library
6