Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut
Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut Oke Viska, Faisal Yunus, Wiwien Heru Wiyono Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Latar belakang: Usaha untuk menekan angka kekambuhan pasien asma eksaserbasi adalah penanganan yang optimal. Peranan steroid dalam menekan eksaserbasi tidak diragukan lagi, tetapi permasalahan timbul karena belum diketahui dosis efektif oral setelah pasien dipulangkan. Penelitian ini ditujukan untuk menentukan apakah terapi 2 minggu prednisolon oral 36 mg/hari lebih efektif daripada 12 mg/ hari dalam pengobatan asma persisten sedang setelah eksaserbasi sedang sampai berat. Metode: Penelitian ini menggunakan uji klinis acak terkontrol di poliklinik asma RS Persahabatan pada Januari-Agustus 2008 dengan subjek sebanyak 98 dengan asma eksaserbasi akut yang terdaftar dan secara acak dibagi menjadi dua kelompok. Sebanyak 79 subjek memenuhi kriteria inklusi. Tindak lanjut dilakukan selama 4 minggu setelah terapi 2 minggu dengan prednisolon oral. Hasil: Tidak ada perbedaan yang bermakna pada tingkat kambuhan baik dalam 2 minggu (10,2% vs 22,5% p> 0,05) atau 6 minggu (25,6% vs 35,0% p> 0,05) antara dua kelompok. Selama 2 minggu pertama setelah dipulangkan, pasien yang menerima prednisolon oral 36 mg melaporkan secara signifikan lebih tinggi untuk rata-rata skor harian gejala sesak napas (9,95 ± 1,95 vs 9,02 ± 2,09, p<0,05), tetapi tidak ada perbedaan signifikan setelah 2 minggu. Tidak ada perbedaan signifikan dalam penggunaan β2-agonis dan arus puncak ekspirasi (APE) antara dua kelompok. Kesimpulan: Prednisolon 36 mg/hari memberikan tingkat kekambuhan lebih rendah, gejala sehari-hari yang lebih baik dan penggunaan β2-agonis dan APE dari 12mg/hari pada asma persisten sedang setelah eksaserbasi akut, secara statistik tak bermakna. (J Respir Indo. 2014; 34: 139-48) Kata kunci: asma, prednisolon oral, kambuh.
Efficacy of 36 mg/day vs 12 mg/day Oral Prednisolone in Treatment of Moderate Persistent Asthma Following Acute Exacerbation Abstract
Background: Efforts to reduce the recurrence of asthma exacerbations is optimal handling. Steroid has a role in reducing exacerbations, but another problem arises due to uneffective oral dose after the patient is discharged. This study aimed to determine whether 2 weeks therapy of 36 mg/day dose of oral prednisolone is more effective than 12 mg/day in moderate persistent asthma treatment following acute asthma exacerbations. Methods: This study was a randomized open-controlled trial at asthma clinic Persahabatan Hospital between January-August 2008 of which 98 subjects with acute asthma exacerbation moderate to severe were enrolled and randomly divided into two groups. A total of 79 subjects were able to qualify for inclusion. All patients were given 2 weeks therapy with oral prednisolone and were followed for 4 weeks. Results: No differences were found in either relapse rate in 2 weeks (10.2% vs 22.5% p> 0.05) or 6 weeks (25.6% vs 35.0% p> 0.05) between the two groups. During the first 2 weeks after discharge, patients who received 36 mg of prednisolone reported average significantly higher daily scores for symptoms of shortness of breath (9.95 ± 1.95 vs 9.02 ± 2.09, p<0.05), but no significant difference after 2 weeks. No significant differences in the use of β2-agonists and peak expiratory flow rate (PEFR) between the two groups. Conclusion: Thirty six mg/day oral prednisolone provide a lower recurrence rate, symptoms improvement compare with 12 mg/day in moderate persistent asthma after acute exacerbation, but no significant association in β2-agonist consumption and PEFR compare with 12mg/day. (J Respir Indo. 2014; 34: 139-48) Keywords: asthma, oral prednisolone, relapse.
Korespondensi: dr. Oke Viska, Sp.P Email:
[email protected]; HP: 081277311778
J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014
139
Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut
PENDAHULUAN
rumah. Peranan steroid dalam menekan eksaserbasi
Asma masih menjadi salah satu masalah dan penyakit pernapasan yang paling sering ditemukan termasuk di Indonesia. Asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan tertinggi bersamasama emfisema dan bronkitis kronik berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986. Pada SKRT 1992 asma bersama emfisema dan bronkitis kronik merupakan penyebab kematian ke 4 tertinggi atau sekitar 5,6%. Laporan World Health Organization (WHO) 2001 menunjukkan asma meru pakan salah satu penyebab kematian utama pada penyakit pernapasan, yaitu sebesar 0,3 % dari seluruh kematian di dunia.1,2 Kekambuhan asma setelah kunjungan ke instalasi gawat darurat (IGD) merupakan masalah tersendiri dalam penatalaksanaan asma. Penanganan dan penatalaksanaan yang komprehensif dapat menekan eksaserbasi dan kunjungan ke IGD.3,4 Selama ini belum banyak data di Indonesia yang melaporkan
angka
kekambuhan
asma
setelah
dipulangkan dari IGD. Data dari Rumah Sakit
tidak diragukan lagi, tetapi permasalahan timbul karena belum diketahui dosis efektif oral setelah pasien dipulangkan. Saat ini belum ada keseragaman pemberian steroid khususnya metilprednisolon pasien pascaeksaserbasi. Dosis metilprednisolon yang di rekomendasikan
untuk
mencegah
kekambuhan
asma pascaeksaserbasi adalah 30-40 mg per hari selama 1-2 minggu.7 Penelitian Husain8 menilai dosis efektif metilprednisolon antara 12 mg (3 x 4 mg) dan 24 mg (3 x 8 mg) per hari yang dipantau selama 2 minggu setelah dipulangkan menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna. Saat ini belum ada penelitian yang membandingkan penggunaan dosis metilprednisolon 12 mg (3 x 4 mg) dengan 36 mg (3 x 12 mg), dengan waktu pemantauan lebih dari 2 minggu. Penelitian ini bertujuan membandingkan efikasi penggunaan dosis metilprednisolon 3 x 12 mg dengan 3 x 4 mg serta menggunakan waktu pemantauan 6 minggu. METODE
Persahabatan tahun 1983 sebesar 21,9%, sedikit lebih
Penelitian ini menggunakan uji klinis acak ter
tinggi dari yang dilaporkan kepustakaan luar negeri.
kontrol dengan subjek penelitian merupakan semua
Angka kekambuhan setelah dipulangkan 11% dalam
pasien asma akut sedang dan berat pada asma
3 hari dan mencapai lebih dari 30% dalam beberapa
persisten sedang yang datang ke IGD dan poliklinik
minggu. Laporan lain menyebutkan 17% kekambuhan
asma RS Persahabatan yang memenuhi kriteria
dalam 2 minggu pertama, lebih dari sepertiga terjadi
pene rimaan dan penolakan pada bulan Januari
dalam 3 hari pertama dan lebih dari 50% dalam 6 hari
2008 sampai dengan Agustus 2008. Kriteria inklusi
pertama. Perbandingan antara yang kambuh dan yang
penelitian ini yaitu asma akut sedang-berat, asma
tidak, umumnya tidak berbeda dalam hal pemberian
persisten sedang, laki-laki dan perempuan berusia
regimen obat, terapi yang diberikan di IGD dan hasil
15-55 tahun, bersedia ikut dan menandatangani
pengukuran arus puncak ekspirasi (APE) awal dan
surat perjanjian (inform consent), dan tidak merokok
akhir. Kekambuhan lebih banyak dipengaruhi keadaan
atau bekas perokok ringan. Kriteria eksklusinya
pasien sebelumnya, seperti mempunyai riwayat kun
yaitu sesak oleh karena selain asma penyakit paru
jungan ke IGD dalam setahun terakhir, pernah
obstruksi kronik (PPOK), kardiovaskular atau sistemik,
dirawat di rumah sakit karena asma, sehari-harinya
pasien sesak berat dengan manifestasi sianosis, bra
atau sering menggunakan nebuliser di rumah, gejala
dikardia, silent chest penyakit paru lain atau pernah
timbul lebih dari 24 jam, mempunyai beberapa
menjalani torakotomi serta pasien dalam keadaan hamil.
5
6
pencetus dan asma tidak terkontrol.
3,6
Subjek penelitian diambil dan dipilih secara con
Usaha untuk menekan angka kekambuhan
secutive sampling, yaitu semua pasien yang memenuhi
pasien asma eksaserbasi adalah penanganan yang
kriteria penerimaan disertakan sampai jumlah sampel
optimal, baik saat pasien di IGD maupun saat di
penelitian terpenuhi. Subjek yang sudah dipilih akan
140
J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014
Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut
dibagi secara acak ke dalam dua kelompok dengan
anamnesis ulang akan kemungkinan kekambuhan
menggunakan tabel acak. Subjek penelitian adalah
asma. Bila pasien tidak dapat datang pada jadwal
pasien asma eksaserbasi yang datang ke IGD dan
yang telah ditentukan maka pasien akan dihubungi
poliklinik asma RS Persahabatan yang didiagnosis sebagai serangan asma akut sedang atau berat
lewat telepon untuk mengatur jadwal ulang maksimal dua hari setelahnya. Penilaian yang dilakukan saat
pada asma persisten sedang. Diagnosis ditegakkan
pasien datang kontrol tiap minggu adalah anamnesis
atas dasar anamnesis, riwayat perjalanan penyakit,
ada tidak kekambuhan dalam 1 minggu terakhir, efek
pemeriksaan fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu
samping, pemeriksaan fisik, dan pengukuran APE.
napas, frekuensi jantung, terdapat mengi dan frekuensi napas), uji faal paru (APE), dan respons terapi. Sebelum terapi diberikan, penilaian awal di
Pengisian kuesioner untuk penilaian skor gejala
lakukan terhadap keadaan klinis dan faal paru (APE).
Data yang diperoleh diolah melalui program
Terapi inhalasi diberikan selang 20 menit dalam satu
komputer. Analisis deskriptif untuk masing-masing
jam pertama dan setiap selang inhalasi dilakukan
variabel. Penilaian perbedaan angka kekambuhan
penilaian klinis dan pengukuran APE. Inhalasi yang
diantara kedua kelompok perlakuan digunakan uji
diberikan saat serangan akut adalah fenoterol
X2 (Chi-square test). Kemaknaan statistik skor gejala
dan ipratropium bromida. Pasien yang telah ter
harian, pemakaian agonis β2 harian dan fungsi paru
atasi serangannya diobservasi selama 1-2 jam.
harian dan penggunaan agonis β2 dilakukan akhir minggu ke-2, ke-4 dan ke-6.
(APE) dilakukan uji t independen. Batas kemaknaan
Setelah klinis dan tanda objektif membaik pasien
yang digunakan adalah 0,05 (Bila p < 0,05 dinyatakan
dipulangkan. Pasien yang masih ada keluhan (APE
bermakna) dan data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
< 70%) terapi dilanjutkan 1-3 jam dan ditambahkan steroid sistemik. Setelah pengamatan selesai dan tetap belum memberi respons optimal dilanjutkan
HASIL
dengan infus aminofilin dan diobservasi sampai
Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2008
24 jam. Apabila perbaikan klinis dan objektif belum optimal maka pasien dirawat di ruangan. Pasien yang memberikan respons positif
dan diselesaikan pada Agustus 2008. Salah satu
langsung terhadap terapi maupun setelah observasi
dari penelitian dan diganti dengan sampel yang baru.
atau mendapat bolus dan drip aminofilin intravena,
Alasan yang dikemukakan pasien umumnya adalah
tetapi akhirnya memenuhi kriteria untuk dipulangkan
tidak sempat karena kesibukan, berada di luar kota,
akan dimasukkan dalam subjek penelitian. Pasien yang
pasien sudah merasa lebih nyaman atau merasa
telah dimasukkan dalam subjek penelitian sebelum Kelompok pertama akan menerima metilprednisolon
sembuh sehingga merasa tidak perlu datang kembali dan masalah finansial. Pasien umumnya berasal dari poliklinik asma sebanyak 58 orang (73,4%) dan
oral dosis 3 x 12 mg/hari sedangkan kelompok 2
sisanya 21 orang (26,6 %) dari IGD. Salah satu penye
sebagai kontrol menggunakan dosis 3 x 4 mg/hari
babnya adalah karena jumlah pasien yang menolak
selama 2 minggu. Setiap subjek penelitian juga akan
partisipasi atau mengalami drop out sebagian besar
menerima metilsantin dan agonis β2 berupa racikan
berasal dari pasien IGD. Umumnya pasien yang
teofilin (100-150 mg) dan (1-2 mg) salbutamol. Semua
menolak atau drop out tersebut bukan pasien yang
subjek juga akan tetap menggunakan kortikosteroid
kontrol teratur di poliklinik asma RS Persahabatan.
inhalasi sebagai pengontrol dan bila terdapat infeksi saluran napas maka akan diberikan antibiotik.
Pasien poli asma umumnya lebih suka datang di
Pasien dipantau dan dievaluasi selama 6
luar jam kerja. Hal ini menyebabkan penelusuran
minggu. Setiap minggu pasien diminta datang untuk
riwayat perjalanan penyakit lebih mudah diperoleh
pulang akan dibagi secara acak menjadi 2 kelompok.
J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014
kendala yang dihadapi adalah pasien tidak datang kontrol kembali sehingga pasien tersebut dikeluarkan
poli klinik asma dibandingkan ke IGD, kecuali di
141
Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut
karena pasien sudah mempunyai status rawat jalan
Kekambuhan diamati 2 kali, yaitu dalam 2 minggu dan
sebelumnya. Sebagian besar penentuan derajat berat
dalam 6 minggu. Skor gejala harian dan penggunaan
asma pasien diambil patokan dari kartu rawat jalan. sesuai perhitungan statistik adalah 86 sampel, tetapi
agonis β2 dinilai di akhir minggu ke-2, ke-4 dan ke-6 penelitian. Pada penelitian ini pengukuran APE pertama kali dilakukan sesaat sebelum dilakukan
dalam pelaksanaan hanya mencapai 79 sampel.
tatalaksana eksaserbasi. Pengukuran dilakukan 3
Keseluruhan sampel yang disertakan dalam penelitian
kali dan diambil nilai tertinggi. Pengukuran APE ke-2
sebanyak 98 pasien, tetapi 19 orang di antaranya
dilakukan setelah tatalaksana eksaserbasi sebelum
drop out. Sampel dibagi dua secara random dan
pasien dipulangkan. Pengukuran APE yang ke-3
hingga akhir penelitian jumlah masing-masing adalah
setelah pasien kontrol pada akhir minggu 1, pengu
40 sampel untuk kelompok metilprednisolon 3x4 mg
kuran APE yang ke-4 pada akhir minggu ke-2 dan
dan 39 untuk 3x12 mg. Sebanyak 79 pasien yang
seterusnya hingga pengukuran APE yang terakhir
diamati pasien laki-laki sebanyak 17 orang (21,5%)
pada akhir minggu ke-6 atau akhir penelitian.
dan perempuan 62 orang (78,5%). Kelompok metil prednisolon 3x4mg terdiri atas 9 sampel laki-laki dan
Angka kekambuhan pada kedua kelompok
Besar sampel minimal dalam penelitian ini
31 sampel perempuan. Kelompok metilprednisolon 3x12 mg masing-masing terdiri atas 8 laki-laki dan 31 perempuan. Uji statistik dengan uji X2 atau Chisquare menunjukkan distribusi pasien menurut jenis kelamin terhadap dosis steroid tidak menunjukkan perbedaan yang berbeda bermakna (p = 0,113). Umur pasien rata-rata 41,82 tahun, umur tertinggi 55 tahun, dan terendah 18 tahun sedangkan tinggi badan rata-rata 156,63 sentimeter (cm), tertinggi 176 cm dan terendah 143 cm. Berat badan rata-rata 57,01 kilogram (kg), terberat 89 kg dan terendah 35 kg. Data umur, tinggi, dan berat badan berdistribusi normal sehingga dilakukan uji statistik t tes independen yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna (p >0,05) diantara kedua kelompok. Pengamatan
dilakukan
terhadap
kekam
buhan, skor gejala harian, skor penggunaan agonis β2, dan pemeriksaan APE pada kedua kelompok.
Pada setiap kunjungan pasien selain dilakukan pengukuran nilai APE juga dilakukan anamnesis ulang untuk melacak serangan ulang sesak napas atau kunjungan ke klinik untuk mencari pertolongan. Pada akhir penelitian (6 minggu) terdapat 24 pasien (30,4%) melaporkan telah terjadi kekambuhan, 14 orang (35,0%) dari kelompok dosis 3x4 mg, dan 10 orang (25,6%) dari kelompok dosis 3x12 mg. Absolut risk reduction (ARR) dengan pemberian dosis 3 x 12 mg dibandingkan dosis 3x4 mg adalah 9,4%, relative risk reduction (RRR) adalah 26,8% sedangkan number needed to threat (NNT) adalah 11. Jumlah kekambuhan 6 minggu pada kelompok dosis 3 x 4 mg lebih tinggi dibandingkan kelompok dosis 3x12 mg, tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak berbeda bermakna (p = 0,509). Data kekambuhan kedua kelompok dalam 6 minggu terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kekambuhan dalam 6 minggu dan 2 minggu pengamatan pada kedua kelompok. Variabel
Dosis
Kambuh
Tidak kambuh
p
ARR/RRR
3x12 mg
10(25,6%)
29(74,4%)
0,509
9,4%/26,8%
3x4 mg
14 (35%)
26(65,0%)
Total
24(30,4%)
55(69,6%)
3x12 mgt
4(10,2%)
35(89,8%)
0,244
12,3%/54,7%
3x4 mg
9(22,5%)
31(77,5%)
Total
13(16,4%)
66(83,6%)
Kekambuhan dalam 6 minggu
Kekambuhan dalam 2 minggu
142
J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014
Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut
Jumlah kekambuhan dalam 2 minggu pertama pada
Rerata skor pemakaian agonis β2
kelompok 3x12 mg adalah 4 orang (10,2 %) dan 10 orang (22,5 %) pada kelompok 3x4 mg dengan ARR 12,3%, RRR 54,7% dan NNT 8. Perbedaan angka kekambuhan dalam 2 minggu pada kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,244).
Pemeriksaan skor penggunaan agonis β2 pada tiap pasien dilakukan pada akhir minggu ke2, 4 dan 6. Hasil menunjukkan bahwa rerata skor kelompok 3x12 mg lebih baik daripada kelompok 3x4 mg walaupun tidak bermakna secara statistik. Perbedaan rerata skor penggunaan agonis β2 paling
Minggu terjadinya kekambuhan Dua puluh empat pasien yang mengalami ke kam buhan selanjutnya dikelompokkan menurut minggu terjadinya kekambuhan. Hasil menunjukkan bahwa kekambuhan tersering terjadi pada minggu ke-1 yaitu sebanyak 7 pasien (29,2%) diikuti minggu
besar terjadi pada akhir minggu ke-2 (3,03±0,74 vs 2,80±0,82 ; p = 0,205). Rerata skor penggunaan agonis β2 pada akhir minggu ke-4 dan ke-6 menunjukkan perbedaan yang lebih kecil (Tabel 3). Rerata nilai APE pada kedua kelompok
ke-2 sebanyak 6 pasien (25%). Secara keseluruhan
Hasil pengukuran APE pada saat eksaserbasi
kekambuhan total kedua kelompok yang terjadi
(APE eksaserbasi) dan setelah tatalaksana eksa
dalam dua minggu pertama adalah 13 orang (54,2%).
serbasi sebelum pasien pulang (APE pulang)
Kekambuhan pada minggu ke-3, ke-4 dan ke-6 masing-
menunjukkan rerata APE kelompok 3x4 mg lebih
masing adalah 3 pasien (12,5%) dan paling sedikit
tinggi, tetapi tidak bermakna secara statistik (p=0,564
minggu ke-5 yaitu 2 pasien (8%).
dan p = 0,875). Rerata APE setelah dipulangkan menunjukkan kelompok 3x12 mg memiliki rerata
Rerata skor gejala harian
APE lebih baik dibandingkan 3 x 4 mg. Selisih rerata
Penilaian skor gejala harian dilakukan 3 kali
APE terbesar adalah selisih pada akhir minggu
yaitu di akhir minggu ke-2, ke-4 dan ke-6. Data rerata
ke-2 kelompok 3x12 mg lebih baik (297,03± 71,52)
skor gejala harian dua kelompok yang diperoleh
dibandingkan kelompok 3x4 mg (276,41± 68,61),
selanjutnya diuji dengan uji t independen. Rerata skor gejala harian kedua kelompok menunjukkan
namun tidak bermakna secara statistik (p=0,204).
angka tertinggi pada akhir minggu ke-2 lalu menurun
pada kedua kelompok dan menunjukkan kelompok
di akhir minggu ke-4 dan 6. Perbedaan rerata skor
3x12 mg lebih baik dibandingkan 3x4 mg tetapi tidak
gejala harian pada akhir minggu ke-2 (skor gejala
bermakna secara statistik (p > 0,05).
minggu 2) menunjukkan kelompok 3x12 mg lebih baik dan bermakna secara statistik (p=0,045). Rerata skor gejala harian akhir minggu ke-4 (skor gejala minggu 4) dan akhir minggu ke-6 (skor gejala minggu 6) kelompok 3x12 mg juga sedikit lebih baik dibandingkan kelompok 3x4 mg dan perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p=0,945 dan 0,946).
Rerata nilai APE setelah minggu ke-2 menurun
Tabel 2. Minggu terjadinya kekambuhan. Minggu Frekuensi 1 2 3 4 5 6 Total
7 6 3 3 2 3 24
Persen 8,6 7,4 3,7 3,7 2,5 3,7 29,6
Persentase validitas 29,2 25 12,5 12,5 8 12,5 100
Persen kumulatif 29,2 54,2 66,7 79,2 87,5 100
Tabel 3. Rerata skor gejala harian dan skor pemakaian agonis β2 pada kedua kelompok. Rerata skor harian
Rerata skor pemakaian agonis β2
J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014
Skor gejala Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6 Skor β2 mg ke-2 Skor β2 mg ke-4 Skor β2 mg ke-6
3 x 12mg 9,95±1,95 7,97±2,42 7,92±1,38 3,03±0,74 2,67±0,70 2,63±0,67
3 x 4 mg 9,02±2,09 7,95±1,68 7,90±1,65 2,80±0,82 2,62±0,84 2,61±0,79
P 0,045 0,945 0,946 0,205 0,811 0,876
143
Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut
kekambuhan dan efek samping yang terlihat pada
Tabel 4. Rerata nilai APE pada kedua kelompok. APE APE APE APE APE APE APE APE
eksaserbasi pulang minggu ke-1 minggu ke-2 minggu ke-3 minggu ke-4 minggu ke-5 minggu ke-6
3 x 12 mg 143,33±33,43 259,74±64,99 279,44±71,59 297,03± 71,52 291,39±73,80 285,41±75,08 283,89±70,28 282,70±72,52
3 x 4 mg 147,75±34,23 262,00±62,27 268,72±64,90 276,41± 68,61 274,36±67,11 272,31±66,98 274,32±67,15 273,59±64,34
p 0,564 0,875 0,489 0,204 0,299 0,424 0,554 0,564
pasien. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Agar hasil yang diperoleh mendekati nilai objektif maka kriteria inklusi sampel penelitian dibatasi pada asma persisten sedang yang mengalami serangan akut sedang atau berat agar kriteria subjek yang ikut lebih homogen. Sampel lebih banyak berasal dari poliklinik asma dibandingkan IGD. Hal ini
300
disebabkan pasien eksaserbasi di IGD banyak yang
290 APE L/mnt
280
3x12 mg
270 3x4 mg
260
bukan pasien tetap poliklinik asma RS Persahabatan. Selain itu pasien tetap poliklinik asma justru lebih
250 240
menolak partisipasi dan drop out karena umumnya
pulang
mgg 1
mgg 2
mgg 3
mgg 4
mgg 5
mgg 6
Kunjungan
Gambar 1. Rerata nilai APE pada kedua kelompok.
menyukai mencari pertolongan di poliklinik asma, kecuali bila terjadi eksaserbasi di luar jam kerja. Hal ini memudahkan pelaksanaan penelitian karena pasien yang datang di poliklinik asma umumnya
Efek samping yang terjadi Pengamatan terhadap efek samping menun jukkan keluhan yang timbul semua adalah keluhan pencernaan. Subjek yang mengalami efek samping berupa perih di ulu hati, kembung, dan mual se banyak 9 orang (11,3%) terutama dari kelompok dosis 3x12 mg sebanyak 6 orang (15,3%) sedangkan dari kelompok 3x4 mg 3 orang (7,5%). Semua subjek yang mengeluh mual tersebut dapat diatasi keluhannya dan melanjutkan penelitian. PEMBAHASAN
dapat ditelusuri cacatan rekam medisnya dan relatif lebih lengkap dibandingkan catatan yang ada di IGD. Jumlah total drop out pada penelitian ini cukup tinggi yaitu 19 orang (19,4 %). Data pasien juga menun jukkan dari 19 pasien drop out sebagian besar yaitu 14 orang (73,7 %) adalah pasien yang diambil dari IGD. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi se banyak 98, tetapi yang tidak drop out dan mengikuti penelitian hingga memiliki data cukup untuk diolah berjumlah 79 orang. Perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah 17:62. Perbandingan tersebut sesuai dengan proporsi pasien asma di masyarakat, pada usia pascapubertas pasien asma banyak dite
Penelitian ini merupakan uji klinis bersifat acak
mukan pada perempuan.1,12 Sebaliknya, pada usia
terkontrol dengan memberikan dosis total metilpred
anak-anak penderita laki-laki lebih banyak diban
nisolon oral 36 mg (3 x 12 mg) sehari pada kelompok
dingkan perempuan.11 Selain itu, peneliti juga men
perlakuan dan 12 mg (3x4 mg) pada kelompok kontrol
dapatkan bahwa pasien laki-laki umumnya sibuk
atau metilprednisolon oral dosis tinggi dan dosis rendah
sehingga lebih sedikit yang mau berpartisipasi karena
selama 2 minggu. Tujuan utama penelitian ini adalah
tidak punya cukup waktu luang ikut penelitian yang
untuk menilai efikasi pemberian metilprednisolon oral
memerlukan kontrol tiap minggu. Hal tersebut juga
3x12 mg sehari dibandingkan 3 x 4 mg dalam menekan
menyebabkan jumlah drop out pasien laki-laki (13
angka kekambuhan pasien asma pascaeksaserbasi.
orang) lebih banyak daripada perempuan (6 orang).
Tujuan lain adalah mengetahui pengaruh dosis
Perbedaan proporsi jenis kelamin pada kedua kelom
metilprednisolon oral terhadap skor gejala harian,
pok tidak berbeda bermakna. Perbandingan rerata
skor penggunaan agonis β2 harian serta APE tiap
berat, umur dan tinggi badan pada kedua kelompok
minggu. Selain itu, diamati pula minggu terjadinya
yang diteliti tidak berbeda bermakna. Hasil data dasar
144
J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014
Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut
yang tidak berbeda bermakna tersebut menunjukkan
10,2% (4 orang) dan kelompok 3x4 mg 22,5% (9
kedua kelompok dapat disebandingkan.
orang) dengan angka kekambuhan kumulatif adalah
Kekambuhan pada dua kelompok diamati
16,4%. Uji statistik chi-square menunjukkan bahwa
pada 2 minggu serta 6 minggu penelitian dan data
perbedaan ini tidak bermakna (p=0,224). Husain8 pada
yang diperoleh diuji dengan uji chi-square. Menurut
penelitian sebelumnya mendapatkan kekambuhan
Emmerman
untuk menentukan periode waktu pengamatan yang
pada dosis metilprednisolon oral 3x4 mg adalah 25,6%, dosis 3x8 mg 17,9% dan kumulatif 21,7%.
tepat untuk menentukan kekambuhan. Periode yang
Penelitian lain dengan menggunakan prednison oral
lebih singkat (kurang dari 2 minggu) akan banyak
(dosis median 40 mg/hari selama 5-7 hari) dilakukan
dipengaruhi oleh proses eksaserbasi yang mungkin
oleh Emmerman11 mendapatkan angka kekambuhan 2
masih berlangsung dan fungsi paru yang belum pulih
minggu sebesar 17%. Perbedaan hasil ini disebabkan
sepenuhnya, sedangkan periode yang lebih lama
pene litian tersebut multisenter dan memasukkan
(lebih dari 2 minggu) dipengaruhi oleh kemungkinan
semua tingkat eksaserbasi dan klasifikasi asma. Ab
eksaserbasi akibat pajanan baru.12 Atas dasar per
solut risk reduction pada penelitian ini adalah 12,3%
timbangan tersebut, maka penulis mengamati kekam
berarti lebih besar dibandingkan AAR kekambuhan 6
buhan di dua periode pengamatan yaitu 2 dan 6 minggu. Pada penelitian ini angka kekambuhan yang
minggu. Relative risk reduction yang tinggi (54,7%)
didapat selama observasi 6 minggu setelah di
oral dosis tinggi (3x12 mg) dapat menekan lebih dari
pulangkan pada kelompok dosis 3 x 12 mg adalah
setengah jumlah kekambuhan dibandingkan dosis
25,6% sedangkan kelompok dosis 3 x 4 mg adalah
rendah. Hal ini memerlukan penelitian dengan sampel
35,0%. Hasil ini menunjukkan bahwa dosis 3 x 12 mg
jauh lebih besar untuk dapat digeneralisasikan pada
mg memiliki angka kekambuhan yang lebih rendah
populasi. Number needed to threat pada kekambuhan
dengan absolute risk reduction (ARR) 9,4% dan
2 minggu adalah 8 yang berarti setiap pemberian
relative risk reduction (RRR) 26,8%. Perhitungan
dosis tinggi metilprednisolon oral terhadap 8 pasien
statistik menunjukkan bahwa perbedaan ini tidak ber makna. Angka kekambuhan 6 minggu secara kumulatif
akan mengurangi kekambuhan 1 pasien. Pengamatan terhadap minggu terjadinya ke
pada penelitian ini adalah 30,4%. Emmerman11 menya
kambuhan menunjukkan kekambuhan tersering terjadi
takan bahwa kekambuhan setelah lebih dari dua
pada minggu ke-1, yaitu sebanyak 29,2% (7 pasien)
minggu dapat mencapai lebih dari 30%. Hasil ARR 9,4%
diikuti minggu ke-2 25,0% (6 pasien) lalu minggu ke-
menunjukkan dosis tinggi metilprednisolon oral mampu
3, ke-4 ,ke-6 masing-masing 12,5% dan ke-5 8%.
menekan risiko absolut kekambuhan sebesar 9,4%
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian lain
dibandingkan dosis rendah. Number needed to threat
yang menunjukkan kekambuhan minggu pertama
(NNT) pada kekambuhan 6 minggu adalah 11 yang
tertinggi dibandingkan minggu sesudahnya.6,9,11,13
berarti setiap pemberian dosis tinggi metilprednisolon
Kekambuhan pada minggu pertama tertinggi diduga
oral terhadap 11 pasien akan mengurangi kekambuhan 1 pasien. Angka RRR 26,8% menunjukkan bahwa bila
akibat belum selesainya masa pemulihan yang ratarata berlangsung satu minggu.10 Hasil pengamatan terhadap skor gejala
kita menggunakan dosis tinggi metilprednisolon oral,
harian meliputi penilaian terhadap keluhan batuk,
risiko relatif dapat dikurangi hingga 26,8% atau lebih dari seperempat kekambuhan dibandingkan bila
sesak, gejala malam dan keterbatasan aktivitas di
menggunakan dosis rendah. Namun, hal ini memer
Modifikasi dibuat untuk memudahkan penerapan poin
lukan sampel yang jauh lebih besar untuk dilakukan
yang berhubungan dengan gejala pada ACT yaitu
generalisasi terhadap populasi. Angka kekam buhan
poin 1,2 dan 3 selain itu perlu dilakukan perubahan
2 minggu pada kelompok dosis 3x12 mg ad alah
karena ACT diperuntukkan evaluasi bulanan dan
11
terdapat variasi diantara para ahli
J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014
menunjukkan bahwa pemberian metilprednisolon
modifikasi dari kuesioner asthma control test (ACT).
145
Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut
bukan 2 minggu seperti yang dilakukan penulis.
skor pada kedua kelompok kemudian diuji dengan
Hasil pengamatan skor gejala harian pada kedua
menggunakan uji t independen. Hasil uji statistik
kelompok menunjukkan bahwa kelompok dosis
tidak terdapat perbedaan bermakna pada kedua
3x12 mg memiliki rerata lebih baik daripada dosis
kelompok. Hasil rerata skor penggunaan agonis
3x4 mg yaitu minggu ke-2 (9,95±1,95 vs 9,02±2,09),
β2 harian dalam 3 kali pengamatan tersebut
minggu ke-4 (7,97±2,42 vs 7,95±1,68) dan minggu
menunjukkan kelompok dosis 3 x 12 mg
sedikit
ke-6 (7,92±1,38 vs 7,90±1,65). Hasil ini kemudian
lebih baik daripada dosis 3 x 4 mg terutama pada 2
diuji dengan uji t independen dan menunjukkan
minggu pertama. Rowe
bahwa
menurunkan penggunaan agonis β2 harian secara
terdapat
perbedaan
bermakna
secara
statistik pada rerata skor gejala harian antara kedua kelompok pada minggu ke-2 (p=0,045) sedang kan pada minggu ke-4 dan ke-6 tidak bermakna (p=0,945 dan 0,946). Hasil pengamatan terhadap gejala harian asma ini sesuai dengan penelitian lain. Rowe16 melakukan penelitian metaanalisis untuk mempelajari pengaruh kortikosteroid baik oral, in halasi atau parenteral ternyata secara bermakna memperbaiki gejala harian dibandingkan dengan plasebo. Sementara itu penelitian Chapman14 tidak menemukan perbedaan bermakna skor gejala harian pada pemberian prednison oral dosis 40 mg/ hari dengan tappering dibandingkan plasebo tetapi skor gejala kelompok prednison lebih baik. Levy15 melaporkan perbaikan skor gejala asma pada pasien pascaeksaserbasi dengan memberikan prednisolon oral dan tidak berbeda bermakna dengan kelompok yang menggunakan inhalasi flutikason. Secara teori kortikosteroid akan mengurangi proses inflamasi selama eksaserbasi dan masa pemulihan sehingga akan memperbaiki gejala pascaeksaserbasi dan faal paru.15,16 Hal ini menerangkan mengapa perbedaan rerata skor gejala harian pada minggu 2 lebih besar dan bermakna secara statistik mengingat bahwa metilprednisolon oral pada penelitian ini diberikan hingga 2 minggu. Salah satu keluaran sekunder yang digu nakan untuk menilai efikasi dosis metilprednisolon oral pada penelitian ini adalah penggunaan agonis β2 harian baik yang berupa tablet, kapsul, sirop
16
pemberian kortikosteroid
bermakna dibandingkan plasebo. Penelitian Chapman14 juga menunjukkan pemberian steroid oral prednison dosis 40 mg/hari memperbaiki skor penggunaan agonis β2 harian secara bermakna dibandingkan plasebo. Penelitian metaanalisis yang dilakukan Edmond dkk.17 mendapatkan bahwa skor penggunaan agonis β2 harian kelompok steroid oral tidak berbeda bermakna dengan kelompok steroid inhalasi. Secara teori peng gunaan agonis β2 tergantung gejala yang dialami pasien. Pada penelitian ini skor gejala harian yang berbeda bermakna pada 2 minggu pertama ternyata tidak diikuti perbedaan bermakna skor penggunaan agonis β2 harian. Hal ini kemungkinan disebabkan sebagian pasien secara psikologis sudah terbiasa dengan dosis dan jadwal penggunaan agonis β2 harian yang sudah dijalaninya sejak lama. Pada penelitian ini dilakukan pula APE pada kedua kelompok sebagai salah satu tujuan sekunder. Pengukuran rerata nilai APE saat se rangan dan sesaat sebelum pasien dipulangkan menun jukkan tidak terdapat perbedaan bermakna. Pengukuran nilai APE kedua kelompok pada saat sebelum tatalaksana diberikan maupun setelah tata laksana menunjukkan peningkatan yang tidak berbeda bermakna. Pengukuran APE selanjutnya dilakukan tiap akhir minggu setelah pasien dipulangkan, pasien akan melakukan pengu kuran APE sebanyak 6 kali. Pengukuran dilakukan pada tiap hari ke-7 setelah pasien dipulangkan atau paling lambat dua hari setelahnya. Hasil rerata nilai
maupun inhalasi. Skor yang digunakan juga diambil
APE minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-6 tidak
menggunakan kuesioner asthma control test (ACT)
menunjukkan perbedaan yang bermakna, tetapi rerata
poin ke 4 dengan sedikit modifikasi. Pengamatan
nilai APE kelompok 3x12 mg secara konsisten lebih baik
dilakukan seperti untuk skor gejala harian yaitu pada akhir minggu ke-2, ke-4 dan ke-6. Hasil rerata
daripada kelompok 3x4 mg. Husain8 juga menemukan
146
bahwa terdapat kenaikan APE dengan pemberian J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014
Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut
prednisolon dosis lebih tinggi tetapi tidak bermakna
dihindari penggunaan berbarengan dengan obat anti
secara statistik. Suatu studi metaanalisis yang
inflamasi non-steroid (NSAID). Angka kejadian efek
dilakukan Rodrigo
menyatakan bahwa pemberian
samping pencernaan 11,3 % menunjukkan bahwa
steroid oral, parenteral maupun inhalasi pada asma
penggunaan dosis tinggi metilprednisolon oral selama
akut akan meningkatkan APE secara bermakna
2 minggu meningkatkan efek samping keluhan pen
dibandingkan plasebo dan hal yang sama dinyatakan
cernaan dua kali dibandingkan dosis rendah.
Rowe.
juga menyatakan peningkatan
Salah satu kelemahan penelitian ini adalah
dosis steroid dengan dosis medium atau tinggi
tidak diperhitungkannya berbagai faktor yang diduga
meningkatkan APE dibandingkan dosis rendah,
dapat
tetapi secara statistik tidak bermakna. Penelitian
serbasi. Emmerman menyatakan bahwa berbagai
Webb
dengan menggunakan 3 dosis prednisolon
faktor seperti riwayat kunjungan ke IGD satu tahun
oral berbeda yaitu dosis rendah, sedang, dan tinggi
terakhir, lama gejala eksaserbasi sebelum berkunjung
menemukan terdapatnya hubungan bermakna ke
ke IGD, penggunaan berbagai macam obat asma
naikan dosis dengan kenaikan APE. Hasil penelitian
termasuk menggunakan nebuliser di rumah, peng
ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa
gu naan steroid inhalasi dosis tinggi, kontrol tidak
pemberian steroid akan mengurangi inflamasi selama
teratur, dan memiliki pencetus asma multipel ber
eksaserbasi sehingga memperbaiki faal paru.
9,10,14,18
hubungan dengan meningkatnya kekambuhan pasca
Angka kejadian efek samping merupakan
eksaserbasi dan disebut faktor risiko tinggi. Penulis
hal yang juga perlu diamati pada terapi steroid
mengusulkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
sistemik. Secara teoritis penggunaan steroid jangka
penga ruh dosis metilprednisolon oral pada pasien
pendek relatif aman dibandingkan jangka panjang.
asma pasca eksaserbasi dengan riwayat berbagai
Kepustakaan menyatakan bahwa penggunaan steroid
faktor tersebut.
16
18
Rodrigo
12
12
oral kurang dari 3 minggu tidak menyebabkan supresi adrenal yang berarti sehingga tidak memerlukan tappering off.10,15,18 Efek samping penggunaan jangka pendek umumnya adalah efek samping minor dan segera menghilang saat terapi dihentikan.15 Kelu han yang tersering diantaranya adalah keluhan pencernaan akibat iritasi lambung seperti kembung, mual dan perih di ulu hati. Pada penelitian ini angka kejadian efek samping pencernaan terjadi pada 9 orang (15,3 %) yaitu 6 orang dari kelompok 3x12 mg dan 3 orang (7,5 %) dari kelompok 3x4 mg. Semua subjek yang mengalami keluhan pencernaan diberi terapi proton pump inhibitor (PPI) omeprazol 2x20 mg, bila perlu metoklopropamid 3x1 tablet dan semua melanjutkan penelitian. Penelitian sebelumnya oleh Husain8 mene mukan efek samping pencernaan lebih besar yaitu 15,7 %. Studi metaanalisis yang dilakukan Rowe16
mempengaruhi
kekambuhan
pasca eksa
13
KESIMPULAN Pemberian metilprednisolon oral 3x12 mg selama 2 minggu menurunkan angka kekambuhan dalam 2 dan 6 minggu pascaeksaserbasi pada pasien asma persisten sedang dibandingkan 3x4 mg, tetapi secara statistik tidak bermakna. Pemberian metilprednisolon oral 3x12 mg selama 2 minggu memberikan skor gejala asma harian lebih baik secara bermakna pada 2 minggu pascaeksaserbasi pada pasien asma persisten sedang dibandingkan 3x4 mg, tetapi tidak bermakna pada 4 dan 6 minggu pascaeksaserbasi. Pemberian metilprednisolon oral 3x12 mg selama 2 minggu memberikan skor penggunaan agonis β2 lebih baik dan nilai APE lebih tinggi pada pasien asma persisten sedang pascaeksaserbasi dibandingkan 3x4 mg tetapi secara statistik tidak bermakna. Sebaiknya
menemukan bahwa efek samping jarang sekali terjadi
digunakan metilprednisolon oral dosis 3x4 mg pada
(3 %). Diaz19 mengatakan bahwa penggunaan steroid
pasien asma persisten sedang pascaeksaserbasi
jarang menimbulkan efek samping pada pasien
karena tidak terdapat perbedaan bermakna secara
tanpa riwayat penyakit dasar saluran cerna atas dan
statistik pada angka kekambuhan, skor gejala harian,
J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014
147
Oke Viska: Perbandingan Efikasi Prednisolon Oral 36 mg/hari dan 12mg/hari dalam Pengobatan Asma Persisten Sedang Eksaserbasi Akut
skor penggunaan agonis β2, dan nilai APE pada kedua kelompok. DAFTAR PUSTAKA 1. Siregar CA, Soewarta DKS, Mangunnegoro H. Asma di unit gawat darurat. J Respir Indo. 1996;4:147-52. 2. Mahadevan M, Jin A, Manning P, Lim TK. Emer
11. Emmerman CL, Woodruff PG, Cydulka RK, Gibbs MA, Pollack CV, Cammargo CA. Prospective multi center study of relapse following treatment for acute asthma among adult presenting to the emergency department. Chest. 1999;115:919-27. 12. Lederle FA, Pluhar RE, Joseph AM, Niewoehner DE. Tapering of corticosteroid therapy following exacerbation of asthma. A randomized, double-
gency department asthma: compliance with an
blind, placebo controlled trial. Arch Intern Med.
evidence-based management algorithm. Ann
1987;147:2201-3.
Acad Med Singapore. 2002.31(4):419-24.
13. Barr RG, Woodruff PG, Clark S, Camargo CA.
3. Rabe KF, Vermeire PA, Soriano JB, Maier WC.
Sudden onset asthma exacerbations: clinical fea
Clinical Management of asthma in 1999: the
tures, responsse to therapy and 2 weeks follow up.
asthma insights and reality in Europe (AIRE)
Eur Respir J. 2000;15:266-73.
study. Eur Respir J. 2000;16:802-7.
14. Chapman Kr, Verbeek PR, White JG, Rebuck
4. Taylor DM, Aubie TE, Calhoun WJ, Mosesso VN.
AS. Effect of a short course of prednisone in the
Current outpatient management of asthma shows
prevention or early relapse after the emergency
poor compliance with international consensus
room treatment of acute asthma. N Engl J Med.
guidelines. Chest. 2000;116:1638-45.
1991;324:788-94.
5. Farid M. Penilaian berat serangan asma akut
15. Levy ML, Stevenson C, Maslen T. Comparison
untuk menentukan indikasi rawat di Rumah Sakit
of short courses of oral prednisolone and
Persahabatan. Tesis: Bagian Pulmonologi FKUI.
fluticasone proprionate in the treatment of adults
1983.
with acute exacerbations of asthma in primary
6. Miller KE. Assessing relapse potential in patients with asthma. AAFP 1999;60(3):979-80.
care. Thorax. 1996;51:1087-92. 16. Rowe BH, Spooner C, Ducharme F, Bretzlaff
7. Lanes SF, Garret JE. Systemic corticosteroid. In:
J, Bota G. Corticosteroid for preventing relapse
Clark TJH, Godfrey S, Lee TH, Thomson NC eds.
following acute exacerbations of asthma. Cochrane
Asthma. 4th edition. London: Arnold; 2000. p. 323-4.
Data Base Of Systematic reviews 2007, Issue 3.
8. Husain B, Yunus F, Wiyono WH. Angka kekam
17. Edmonds ML, Camargo CA, Brenner BE, Rowe BH.
buhan asma pascaeksaserbasi akut setelah pem
Replacement of oral corticosteroids with inhaled
berian metilprednisolon serta faktor-faktor yang
corticosteroids in the treatment of acute asthma
mempengaruhi. J Respir Indo. 2004;24:52-64.
following emergency department discharge. A
9. Rodrigo C, Rodrigo G. Treatment of acute asthma. Chest. 1994;106:1071-6. 10. Clark TJH, Cagnani CB, Bousquet J, Busse WW, Fabbri L, Grouse L, et al. Asthma management
148
meta-analysis. Chest. 2002;12:1798-805. 18. Webb JR. Dose responss of patients to oral corticosteroid treatment during exacerbations of asthma. Br Med J. 1986;292:1046-7.
program. In: Global initiative for asthma (GINA).
19. Diaz SH, Rodriquez LAG. Steroids and risk
Global strategy for asthma management and
of upper gastrointestinal complications. Am J
prevention. NHBLI, WHO. 2002. p.95-132.
Epidemiol. 2001;153:1089-93.
J Respir Indo Vol. 34 No. 3 Juli 2014