L--
-
%*nteurraz /7:4yaazc
/?(59c4a"4d*
Jurnal Spektrum Volume I I /Nomor
I /April
2014
DAFTARISI MENYOAL TENTANGHONORARruM-KT'RATOR BOEDELPATLTT / PENGLTRUS DALAM PELAKSANAAN KEPAILITAN ! AgusNurudin PERTANGGUNGJAWABAN DOKTER-DALAMTRANSAKSTTERAPEUTIK AnggraeniEndahKusumaningrum II ARBTTRASEDALAM HUKUM TSLAMDAN RELEVANSINYA"BAGI PENYELESAIANSENGKETAPERBANKANSYAzuAH Muhammad Arifin ?5 PELAKSANAAN PERKAWINANSEMARGA-PADAMASYARAKAT BA TAK TOBA SERTAAKIBAT HIIKUMNYA DALAM PEWARISAN EllyneDra'iPocspasari 38 DIALEKTIKA TEORETISSISTEMEKONOMIPASARSOSIALDENGAN-STSTEM EKONOM I KERAKYA TAN BERDASARKA N PANCASTLA-"( STUDTPENJAB ARAN DAN TMPLEMENTASIIDEOLOGIEKONOMI-DAN POLITIK AGRARIA) FirmanMuntaqo 55 MENIMBANG HAK RAKYAT SEBAGAIPEMOHON(I,EGAI,STANDING\ PEMBUBARANPARTAIPOLITIK DI INDONESIA HaCiKaryono 65 TANGGUNGJAWAB NEGARADALAM HUBUNGANINDUSTRIALPANCASILA YANG HARMONIS UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAANPEKERJA Mashari 82 AKSESIBILITAS PENYANDANGCACAT DALAM PEMILU DAN DI ERA OTONOMIDAERAH DARI PERSPEKTIF REGULASI RetnoMawariniSukmariningsih 96 TANGGUNG-GUGATRLII\4AHSAKIT SEBAGAIKORPORASIDALAM MALPRAKTEK MEDIK Sri Setiawati 106
?zagaar* 7t{qare&
tft4.4 3e4ue
Volumel l /Nomor I / April2()11 JumalSpektrum
AKSESIBILITAS PEI\YANDANGCACAT: DALAM PEMILU DAN DI ERA OTONOMI DAERAH DARI PERSPEKTIFREGULASI
Retno Mawarini Sukmariningsih Doktor llmu Hukum/ dosen FakultasHukum UNTAGSemarang Email : retno-maltarinilOl: ahoo.co.id
Abstrak PenerimaanAPBN seklor penerimaanpembangunandiperolehdari penerimaanbaik dari sektor ekonomi maupun penerimaanpajak, sementaraitu dalam memenuhi kewajiban sebagai warga negara, penyandangcacat juga diwajibkan membayar pajak dan tidak ada pembedaapantarawarga negarayang cacatmaupunyang tidak, sehinggadari hal tersebutada kesamaandalam kewajiban tetapi ketika berbicara hak-hak dari penyandangcacat belum sepenuhnyadiperoleh, Lingkungan fisik yang ada baik bangunanmaupun ruangan kab/kota juga tidak memberikanaksesibilitasatau kemudahanbagi penyandangcacatuntuk menuju ke tujuan maupun melakukan aktifitas dan berbagai keEatan utamanya dalam menyalurkan hak politiknya seperti dalam pemilu legislative yang baru saja dilaksanakan.Sementarawarga negaralainnya dengan mudahnya mendapatakses itu, kemandirian daerah dalam kerangka otonomi daerahbelum menjamin adanyaregulasitentangAksesibilitasPenyandangCacat Kata Kunci : Regulasi,AksesibilitasPenyandangCacat, Otonomi Daerah Ahstrucl 'l.he receipl of APIIN (State Budgel) of the developmentrevenue seclot' is derived.fi'om receiptsfrom the seclors of the economy crnd tm revenue, while in.fulfilling obligations as citizens, the disabled are also required lo pa)) tuxes and lhere is no distirtction bet:ueen c:itizensv,ho are disahled or not, so lhal lhere are similarities in lishilities but when speaking of their righls, lhe disahled have nol been.fitll1.,acquiredit, lhe exislirtg physical environment, that is, lhe building aild the spqce of the regiotr cit7,do rutl also ltrovide accessibilitll or euse /tr the disablecllo get to their deslinalion as w'ell a.sperforming various actir:ities and its main ttctitities in exlending their political rights ctsin the recentlT'legislative elections. I(hile the olher cilizens simply have the dccess, the regional self-governance within the framework of regional aillonomv is rtot enough lo ensltre a regylation of Accessibility.for the Disabled. Keywords: Ilegulalion , Acc:essibilityfor the Disahled, RegionerlAutrnomy, A.
Pendahuluan
Penyelenggaraanotonomi daerah di Indonesia diatur dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal l8A dan Pasal 18 B
96
ot.Dari pengaturan
tersebut ada konstruksi yang bisa dipahami bahwa penyelenggaraan er
Avat (2) Pasal ltt.A UUD Negara RI Tahun 19,15bahlvaI lubungan keuangan,Pelavanan umum. pernanfaatansumber dal a lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan
E
P,raStato
iil4galzo
qAar4 7q44e
pemerintahandaerah dilakukan dalam kerangkaNegaraKesatuanRepublik Indonesia {NKRI), bahwa Indonesiatidak akan terbagi bagi dalam, kesatuan pemerintahan lokal maupun regional dan tidak akan mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara.Berdasarkandua nilai yang paling mendasar dalam konstitusi tersebut, maka penyelenggaraanotonomi daerah di lndonesia didasarkan atas pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintahandaerah.Daerah yang bersifat otonom diadakan guna menyanggatatanandari pemerintahanpusat. Baik daerah otonom maupun pemerintahan pusat tidak boleh saling mengkerdilkandari keberadaanmasing-masing.Karena keduanya mempunyai pola hubunganpembagian kewenangan yang sudah diatur dalam Undang-tJndang. Dibentuknya daerah otonom di Indonesia mempunyai ciri bahwa daerah otonom tidak memiliki kedaulatan yang bersifat mandiri dan penyerahan urusan kepada daerah otonom didasarkan pada pengaturan serta kebutuhan atau kepentingan masyarakat yang bersangkutan,sehingga di harapkan kewenangan yang diberikan kepada daerah tersebut dapat menggalipotensi-potensiyang ada di daerah yang pada akhirnya dapat mewujudkan tujuan pemberian otonomi daerah yaitu antara lain : dapat meningkatkan kesejahdilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undarrg-undang. I)rlanjutkanbunvi Ayat (2) Pasal 18 Il bahua Negara mengakui dan menghomati kesatuan-kcsatuanmasvarakal hukum adat beserta hak-hak tradisionalnvasepanjangmasih hidup dan sesuai dcngan perkcmbangan masyarakat dan pnnsip Negara Kesatuan Republik lndonesia,yang diatur dalanrlJndang-lJndang
Jurnal I I /NomorI /April20l-1 Spektrum Volume teraan masyarakat.pemerataanpembangu* nan, dan meningkatkan pelayanan publik. Dilihat dari aspekmanajemenpemerintahan, pemberianotonomi daerahjuga mempunyai tujuan untuk meningkatkan daya guna penyelenggara.anpemerintahan terutama dalam memberikan pelayanan dalam berbagai kebutuhan masyarakat termasuk didalamnya penyandangcacat. Selanjutnya dilihat dari aspek ekonomi pembangunan, pemberianotonomi daerah bertujuan untuk menyukseskanpelaksanaanprogrampembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat. Berbicara pelaksanaanpembangunan, maka dibutuhkanModal dasaruntuk pencapaiannya,Sehinggasalah satu modal dasar pembangunannasionalyang sangatpenting di era otonomi menuju globalisasiini selain sumber daya alam adalah sumber daya manusia. Pada dasarnya otonomi daerah dimaksudkanuntuk rneningkatkanpelayanan publik guna mempercepatterwujudnya kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan misi yang di kemukakan dalam penyelenggaraanotonomi daerahuntuk terwujudnya kesejahteraanmasyarakat,maka pemerintahan daerah harus menyediakan pelayanan dasar (Basic Services) dan mengembangkan sektor unggulan (Core Competences) tentunya dengan cara-cara yang demokratis. Otonomi sebetulnya mengandung makna kemandirian untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sedangkan asas yang dipakai dalam penyelenggaraanpemerintahannegarakesatuan adalahDesentralisasi.Daerahmemiliki peluangmengembangkansystemdan mekanisme pelayanan publik sesuai dengan tuntutan daerahnya. karena Indonesia ada
97
r.-
?r4r'dre
?r/agtalse
qha
*qf4e
dalam satu bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia( NKRI) maka antara Desentralisasisebagaiasaspenyelenggaraan pemerintahannegara dan otonomi sebagai daerah yang diberikan kemandirian dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah" keduanya tidak bisa dipisahkan, sebagai basis legalitas dalam penyelenggaraan otonomidi Indonesia, Dalam basis regulasinya, Negara sudah memberikan Jaminan yang sama terhadap semua Warga Negara yang ditunjukkan dalam Ayat2 dan Ayat (3) dari Pasal 34 UUD Negara RI Tahun 1945.e3 Dari bunyi Pasal tersebut mengandungarti bahwa negara ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan hidup dari seluruh rakyat yang diartikan tidak ada pembedaan baik bagi masyarakat pada umumnya maupun bagi masyarakat yang kebetulan menyandang cacat. Semuanya harus diberikan fasilitas dan akses pelayanan umum yang sama.Dalam kajian ini di khususkanpelayananbagi penyandangcacat dan dalam pembahasannyatidak terlepas dari penyandangdisabilitas. Tetapi pada tataran implementasi,fasilitas dan pelayanan bagi penyandang cacat ini jauh dari realitas yang diharapkan, karena daerah masih belum memahanri sepenuhnya apa saja yang tentang persoalan-persoalan seharusnyadi berikan oleh daerah kepada 'lahun 1945 Aval (2) tjl-JD Negara RI atakanbahu a Ncgara mcngembangkans\ stem nrcn-v laminan social bagi scluruh raky-at dan nremberdavakanmaslarakat vang lemah dan tidak lurampu sesuai dengan martabat kema nusiaan. Sedangkan-vanga-vat(3) menr'atakanbahu,aNegara berlanggung lauab atas pcn-vediaan tasilitas l.elavanankcsehatandan lasilitas pelar,ananumum r ang lavak. e3
98
Volumell lNomorI / April2011 JumalSpektrum penyandang disabilitas utamanya penyandang cacat, agar kaum yang dianggap termarginalkan ini menjadi bagian dari sumber daya manusia yang tidak kalah pentingnya dalam mengisi pembangunan. Penyandangdisabilitaslebih kepadaketidak mampuan mengakseskehidupan dan penghidupan secara normal, istilah itu masih menjadi debatble dikalangan kelompok intelektual cacat dan dianggap menurunkan motivasi karena dianggap tidak mampu dalam menjalani kehidupan dan penghidupan. Untuk itu optimalisasi melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pemberdayaansumber daya manusia diberbagai sektor menjadi penting untuk dilakukan termasukpenyandangcacat tidak hanya pada belas kasihan (charity) semata karena ketidak mampuannya atau keterbatasannya. B. Permasalahan l. BagaimanaKesiapanDaerah dalam era Otonomi Daerah memberikan Aksesimelalui bilitas Pelayanan Publik pembentukanPeraturanDaerah? 2. Bagaimana aksesibilitas penyandang cacat untuk menentukan pilihan dalam PemiluLegislatif? C. Pembahasan Ilak-hak Dasar Bagi PenyandangCacat Dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah tersurat tujuan didirikannya Negara Republik Indonesiayang antaralain adalahuntuk memajukan kesejahteraanumum dan mencerdaskankehidupanbangsa.Tujuan Negara itu mengandungarti bahwa Negaramempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan setiap warga negaranya tanpa kecuali
?'rnSaa.to Tflagtate
t?bur *44/&
melalui system pemerintahan yang selalu mendukung terselenggaranya pelayanan publik dalam rangka memenuhi hak-hak dasar bagi setiap warga negara. Jaminan terhadap pemenuhan hak-hak dasar itu berlaku bagi setiap warga Negara, tetapi dalam perkembangannya penyelenggaraan pelayananpublik di hadapkanpada situasi yang belum sesuai dengan kebutuhan bagi warga negaranya. Warga Negara di dalamnya termasukpenyandangcacat yang merupakanbagian dari elemen bangsauntuk ikut berkontribusi dalam mengisi pembangunan nasional', sehingga diperlukan systempelayananpublik yang berisi nilai. Dalam UU No. 32 Tahun 2OO4 Tentang PemerintahanDaerah Jo UU RI No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan KeduaAtas UU No. 32 Tahun 2004 Tentang PemerintahanDaerah, pemberian otonomi kepadadaerah diarahkan pada beberapahal yaitu: Pertama.dari aspekpolitik pemberian otonomi daerah berfujuan untuk mengikut sertakan dan menyalurkan aspirasi masyarakat ke dalam program-program pembangunan baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk mendukung kebijakan nasional tentang demokrasi. Kedua, dari aspek manajemen pemerintahan,pemberianotonomi daerahbertujuan meningkatkandaya guna penyelenggaraan pemerintahanterutama dalam memberikan pelayanan dalam berbagai kebutuhan masyarakat.Ketiga, dari aspek kemasyarakatan,pemberianotonomi daerahbertujuan meningkatkanpartisipasi serta menumbuh kembangkankemandirian masyarakatuntuk tidak perlu banyak bergantung kepada pemberian pemerintah dalam proses pertumbuhandaerahnya sehingga daerah
Jurnal Spektrum Volumell i NomorI /April2014 memiliki daya saing yang kuat. Keempal dari aspek ekonomi pembangunan,pemberian otonomi daerah berfujuan mensukseskanpelaksanaanprogram pembangunan guna tercapainyakesejahteraanrakyat yang makin meningliat. Dari konstruksi yang terdapat dalam Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal l8 B UUD 1945maka hak. kewenangandan kewajiban untuk mengaturdan mengurusrumah tangga daerah lebih diarahkan pada pemenuhan kepentingan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004 Jo UU Rf No. 12 Tahun 2008 tentang PerubahanKeduan Atas IIU No. 32 Tahun 2004 Tentang PemerintahanDaerah. menggariskan bahwa maksud dan tujuan pemberianotonomi daerahadalah memacu kesejahteraan, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnyaserta meningkatkanpendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam rangka meningkatkan kesejahteraanrakyat; menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat dalam penyelenggaraanotonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggungjawab,serta memperkuatpersatuandan kesafuanbangsa, peningkatan pelayanan publik dan daya saing daerah. Yang menjadi persoalan di era otonomi daerah ini adalah bahwa Negara memberikan jaminan kesetaraantermasuk terhadap penyandang cacat, selain diatur dalam UUD Negara R[ Tahun 1945,hal itu juga diakomodir dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1997tentangpenyandangcacat, sedangkanPelayananPublik dalam UU RI No. 75 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara
PxaSra*.
Tltaglateo
%*rt
?q446c
masyarakat dan penyelenggaradalam pelayanan publik Dari kedua undang-undang itu sejatinya Negara sudah memberikan jaminan men-eenaipelayananpublik termasuk didalamnya bagi penyandang cacat, tetapi dalam pelaksanaannya UndangUndang tersebut belum kunjung diikuti Peraturan Pelaksanaanapalagi di Tingkat Daerah (Peraturan Daerah). Sehingga penyandang cacat belum merasa mendapat jaminan dari daerah/kotauntuk mendapatkan aksesibilitaspelayananpublik termasuk dalam mbnyalurkan hak politiknya secara adil. Di kemukakanoleh JohnRawls,bahwa masyarakat sebagai sebuah lembaga kerjasamasosial hanya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik apabila hak-hak dasar setiap warga diberi tempat dan dilindungi pelaksanaannya secarapasti oleh negara melalui konstitusi yang adil.er Dipenuhinya hak-hak dasar bagi setiap warga Negara termasuk penyandangcacat hanya bisa diterapkansecaraefektif dalam masyarakatyang menganut system demokratis daiam pemerintahannya. Selanjutnyamenurut Van Der Pot penyelenggaraanpemerintahandaerahdengan asasdesentralisasins ada dua yaitu desentralisasi territorial dan desentralisasifungsional. Desentralisasi territorial menjelma dalambentuk badanyang mendasarkanpada wilayah dan bertentuk otonom, sedangkan desentralisasifungsional menjelma sebagai badan-badanyang mendasarkanpada tujuan tertentu Dua nilai dasar vans terkanduns 'r1
. I o h n R a u ' l s ^ 1 9 7l " . l T'heon'of Justice. Harvard IJniversitv Press,Massachusetts, hlm 39. ''t Vun rler Poot, 1994. ( Dalam bagir manan. llrrb antaraPusatdan DaerahMcnurut 1JIJD l9'15)PustakaSinar llarapan. -lakarta.hal 2 I 100
jumalSpektrum 1l i NomorI /April20l1 Volume dan paling mendasardalam UUD NegaraRI Tahun 1945 adalah nilai unitaris dan nilai desentralisasi.Nilai dasar unitaris diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak akan ada bagian-bagiandaerah yang mempunyai sifat seperti negara. Artinya, kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsadan negaraRepublik Indonesiatidak akan terbagi di dalam kesatuan pemerintahanlokal ataupunregional. Berdasarkan dua nilai dasar dalam konstirusi tersebut,penyelenggaraanotonomi daerah di Indonesia menganut pola pembagian kewenangan antara pemerintah pusat denganpemerintahdaerahdan daerah otonom merupakandaerahpenyanggadalam NegaraKesatuan.lndonesiasebagaiNegara Kesatuan amatlah penting mendu-dukkan letak dasardari otonomi seluasluasnyaagar tidak bertentangan dengan dasar-dasar kesatuanyang semestinyaharus dipahami pada setiap daerah. Begitu juga sebaliknya Pemerintah Pusat tidak boleh meniadakan wujud dari otonomi seluas-luasnya.Pada ciaerahoionom, karakteristik yang melekat adalah sbb: bahwa daerah otonom tidak mempunyai pemerintahan yang bersilat kedaulatan,diwujudkan dengan pembagian kewenanganantarapusat dan daerahsesuai urusan urusan pemerintahan yang didasarkan pada pengaturan dan pengurusan kepentinganmasyarakat. Kewenangan pemerintah pusat dan daerahmembawakonsekuensidalam mewujudkannya, dalam penerimaanAPBN sektor penerirnaan pembangunan diperoleh dari penerimaan baik dari sektor ekonomi maupunpenerimaanpajak, kemudianunrsan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahandi daerahdidanaidari dan atas
?oagnaac Trt4tdle
q0ao 7e4/.4a
beban anggaran dan belanja negara sedangkanAPBD juga dapat diperoleh dari sumber-sumberpendapatandaerahyang sah untuk membiayai pembangunandi daerah, sementaraitu dalam memenuhi kewajiban sebagai warga negara, penyandang cacat juga diwajibkan membayar pajak dan tidak ada pembedaanantara warga negara yang cacatmaupunyang tidak. sehinggadari hal tersebut ada kesamaan dalam kewajiban tetapi ketika berbicara hak-hak dari penyandangcacatbelum sepenuhnyadiperoleh,hal itulah yang perl-u disadari oleh berbagai pihak tentangkeberadaanpenyandangcacat dan bersama-samamempunyai kesamaan visi yang diwujudkan dalam misi kemudian programdalam upaya memberikan aksesibilitas bagi penyandangcacat dalam upaya menujukemandirian. Penyelenggaraanpelayanan publik bagi penyandangcacat dewasa ini masih padakondisi yang belum sesuai dihadapkan dengan kebutuhan dan perubahan di berbagaibidang kehidupan yang terjadi di masyarakat, hal ini disebabkan oleh ketidaksiapanpelaksana pelayanan publik dalammenyikapiperkembangankebutuhan dalamaksesibilitasbagi penyandangcacat, pelaksanapelayananpublik yaitu Sedangkan setiaporang yang bekerja di dalam organisasipenyelenggarayang berfugasmelaksanakantindakan atau serangkaiantindakan pelayanan publik (LlLi No. 25 Tahun 2009). Organisasi organisasipenyelenggarapelayananpublik dalam konteks ini adalah satuan pelayananpublik yang kerjapenyelenggara beradadilingkunganinstitusi penyelenggara Negara(diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009TentangPelayananPublik).
VolumcI I lNomorI /April 2011 Spektrum Jurnal Seperti di ketahui bahwa lingkungan fisik yang ada baik bangunan maupun ruangan di daerah kab/kota juga tidak banyak yang memberikan aksesibilitasatau kemudahan bagi penyandang cacat untuk menuju ke tujuan maupun melakukan aktifitas dan berbagai kegiatan seperti pendidikan,bekerja, berjalan-jalandi ruang publik di daerah kab/kota di ruang umum lainnya bahkan untuk berekreasi di taman juga belum ada aksesuntuk itu. Sementara warga negara lainnya dengan mudahnya mendapataksestersebut.Penyandangcacat tidak sepenuhnyamempunyai akses untuk memperolehhak-hakyang samadi berbagai segi kehidupan seperti pendidikan, pekerjaan, hukum.politik. komunikasi,informasi. lingkungan hidup, kesehatan, pariwisata dan sektor-sekfor strategis lainnya, kesemuanya belum sepenuhnyadipersiapkan bagi penyandang cacat sehingga bagi penyandangcacat belum bisa memperoleh hak-hak tersebut apalagi menikmati fasilitas-fasilitas dengan maksimal sesuai keadaan fisiknya. Untuk itulah penulis nremulai dari penataanregulasinyaterlebih dahulusebagaibasislegalitasnya. Aksesibilitas Penyandang Cacat Dalam Pemilu Legislatif PenyelenggaraPemilihan Umum yang diserahkan kepada lembaga lndependen yang bernamaKPU atau Komisi Pemilihan Umum, merupakanKPU ke 4 (empat) yang dibentuk setelah Reformasi Tahun 1998, Pemilu pertamadibentuk Tahun 1999-2001 yan-e beranggotakan53 orang terdiri dari unsur pemerintahdan partai politik, dalam perkembangannyawajah KPU mengalami perubahan baik dari kelembagaannya maupun jumlah enggotanya yaitu mulai
fuAga4* ?r{aeare 1t*< 1+rlz'* pelaksanaanPemilu 2009, hal itu dimaksudkan untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan adil. Pemilu yang jujur dan adil menjadi indikator yang sangatpentingbagi terpilihnya wakil rakyat yang lebih berkualitas utamanya mampu menyuarakan aspirasi masyarakat, Dengan dikeluarkannya Utl No.22 Tahun 2OO7 Tentang Penyelenggara Pemilu, KPU menjadi bersifatNasional,Tetapdan Mandiri dengan beranggotakan7 (Tujuh) orang. Nasional bahwa wilayah tugasnya meliputi seluruh wilayah NKRI kemudian Tetap diartikan bahwa fPU mempunyai tugas secara berkesinambungan walaupunmasakerjanya waktu, dibatasi oleh sedangkan Mandiri menunjukkan bahwa KPU tidak bisa diinterv'ensi oleh siapapun dan dari manapun. Selanjutnya dalam perjalanannya KPU mempunyai tugas yang amat berat karena harus memperhatikan berbagai kaidah-kaidahdalampelaksanaannya termasuk Pemilu Legislatif Kaidah-kaidahini termasuk bagaimana pelaksanaan Pemilu Legislatif ini dapat denganmudah diakses bagi para penyandang cacaVdisabilitas. Dalamtulisanini lebih menekankankepada: bagaimana penyandang cacat memperoleh aksesibilitas dalampemilu Legislatif.Dalam pelaksanaannya pesta demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat ini digelarpada 9 April 2014" Selamaini diskriminasiatas hak-hak penyandangcacat masih dirasakan termasuk hak politik seperti misalnya: penyandangcacat tidak dimasukkandalam daftar pemilih tetap terutamayang menjadi penghunipanti, padahalsaatini penyandang disabilitasdi Indonesiamencapail5% dari
102
VolumeI l /NomorI / April2011 JumalSpektrum total jumlah penduduke6.Penyandangcacat merupakan bagian dari penyandang disabilitasmempunyaihak- kewajibanyang sama dengan warga negara layaknya termasuk peran yang sudah diberikan oleh tIU No. 4 Tahun 1997.Jumlahpenyandang cacat di fndonesia mencapai 2,8 juta dari jumlah penduduk di lndonesiaeT dan oenyandangcacat adalah setiap orang yang mempunyaikelainanfisik dan/ataumental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukansecaraselayaknya, meliputi : a Penyandangcacatfisik, b. penyandangcacat mental dan c. penyandangcacat fisik dan mental. Selanjutnya dalam Konstitusi sudah memberikanhak dan kewajiban yang sama denganwarga negaralainnya dan tidak ada diskriminasi dalam mengaksesdi segala bidang kehidupan termasuk hak untuk ikut menya.lurkanhak politiknya tetapi hal itu tidak secara tegas disebut dalam undangundang Pemilu bahwa penyandang semua jenis disabilitasbisa didatasebagaipemilih, walaupuntidak secaraeksplisit ada di dalam undang-undangpemilu, dalam penyelengjuga garaanpemilu legislatif, penyelenggara harus menyediakanfasilitas fasilitas yang diperlukanuntuk menyalurkanhak pilihnya, termasuk perlunya sosialisasibagi penyandang cacat sebelum pemilu digelar. Dalam simulasi pemilu yang digelar KPU harus diikuti oleh KPU yang berada di daerah (KPUD) sehingga penyandangcacat dapat *
K.rmp"*, 5 Apnl 2014. rli s:rmpaikanKetua Llmum PusatPemilihan l.lmum Akses Pen_vandang Cacat(PPLlA Penca)saatmenggelarsimulasi pemilu di Kantor Kl'}tl e' h ttp ://r' rvrv,antaranc$'s.oom,/berita./3993 34
Paag"ar* 2rh7atu
gt*4
*4&.e
Jurnal Spektrum Volumell I NomorI / April20ll
memperoleh peluang yang sama dengan tasinya dan pesoalan itu menjadi berada sumber daya manusia lainnya sebagai diruang abu-abu karena ketidaktegasandari bentuk upaya pemberdayaan penyandang regulasi, mestinya harus dihindari. penyancacat dang disabilitas lainn;ra yaitu tunaaksar4 Fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan lebih dari 50 % di sejumlah kabupaten, bagi penyandangcacatmisalnyaaksesunhrk penduduknyamasih tunaaksarabahkan dari menuju tempat mencoblosdan bagi penyanpenduduk berusia 15-59 tahun di papua, dang cacat fisik, maka harus disediakan tercatat 675.253 orang masih tunaaksara tempat yang rendah untuk menuju bilik sementaradi Papua Barat tercatat 32 953 suara, menyiapkan template braille agar pendudukjuga masih tunaaksara.n*Artinya penyandangtunanetramudah mengaksesnya dikaitkan dengan aksesibilitas dalam dan juga perlunya di buat suatu formulir Pemilu, penyandang disabilitas ini belum khusus(C3) yang dibutuhkanpemilih, untuk secara maksimal terpenuhi hak-hak bisa mengkuasakanjika diperlukan. KpU politiknya karena belum ada fasilitas yang justru hnya memberikan surat suarakhusus dipersiapkan bagi pemilih penyandang itu bagt kaum disabilitas, yang hanya disabilitasdalam hal ini adalah penyandang diberlakukanpada tingkat pemilihan Dewan tunaaksara seperti misalnya memberikan Perwakilan Daerah saja. persoalanalternatif bentuk-bentuk huruf dalam kartu persoalan inilah yang kedepan perlunya suara sehinggadapat diakses atau perlunya penataan kembali melalui revisi undangpendampingan. Upaya pemerintah untuk undang pemilu khususnya agar secara menanganitunaaksarasudah pernah dilakueksplisit diatur dan kemudiandiikuti Daerah kan, kendala yang dialami adalah letak untuk menindaklanjuti dengan peraturan geografrs sehingga sulit di jangkau dan Daerah (Perda) sebagai jawaban dari penyebaran penduduk yang kurang merata pelaksanaan pembangunan nasional yang sertaterisolasi. mempunyai tujuan untuk mewujudkan Upaya-upayayang dilakukan penyemasyarakatadil dan makmur. lenggarapemilu legislatif ini belum tersoDalam fakta ada ketidakadilanyang sialisasikandengan baik sampai kepada diterima oleh penyandangdisabilitas psikodaerah-daerah, seperti dalam pembuatan sosial yang berada dipantipanti terutama aturan harus melibatkan perwakilan dari panti gangguanjiwa dan rumah sakit jiwa penyandang disabilitas termasuk penyankarena ada penolakan dari petugas untuk dang cacat, kemudian membangunTempat tidak mendatanya sebagai pemilih. PemungutanSuara (TPS) di sekitar rumah Walaupun sudah ditegaskan oleh KpU sakit Jiwa atau panti sosial termasuk panti bahwa tidak ada satu pasalpun yang sosial penyandang disabilitas mental. dan melarangnyatetapi kenyataannyatetap saja jika belum terdaftar dapat datang ke TpS tidak di data sebagai pemilih. Memang yang lokasinya samadengantempat tinggal disadari bahwa tidak diarurnya dalam dan akan dilayani satujam terakhir sebelum regulasibukan berarti dilarang tetapi hal itu * Kompas,I April2014 (Kolom Pendidikandan akan menjadi debatble dalam implemenKebudavaan)
103
?@?4ae ftrbt4to,
claa
?..Zze
TPS di tutup atau secara prinsip dapat dikatakan bahwa pemilu legislatif ini agar aksesibel bagi setiap warga negaranya karenajika tidak aksesibelmaka selainakan mengurangihak-hak dari penyandangcacat juga akan mengurangiperolehansuarayang masuk sebagai pemilih calon anggota legislatif, sehingga wajar kalau suaranya tidak dapatdi dengardi Parlemen. Dalam pelaksanaannya apabilaterdapat pelanggaran yang dilakukan oleh petugas maupun adanya diskriminasi mestinya hal itu dapat dilaporkan kepada Badan PengawasPemilu (Bawaslu) untuk ditindak lanjuti karena negara sudah menjamin adanya persamaan hak bag penyandangcacat. walaupun saat ini belum pernah ada yang melaporkan ke Bawaslu. Kemungkinanyang terjadi adalahmenerima apa adanya atau ketidaktauandari penyandang cacat itu sendiri. Inilah pentingnya pendidikan politik bagi penyandang cacat atau secara umum bagi penyandang disabilitas. Pendidikan politik itu tidak hanya dilakukan di Pusat tetapi justru pada daerah-daerahyang secara geografis sulit ditempuhdan itulah menjadi tantangankita bersama. Penelusuranyang dilakukan penulis hampir sebagiandaerahbelum mempunyai PeraturanDaerah (PERDA) tentang aksesibilitas bagi penyandangcacat.Daerahdapat membantu meringankanbeban penyandang cacat berat denganmenganggarkanmelalui anggaranAPBD dengan di cari format dan disesuaikandengan bahasa anggaran yang telah di atur dalam peraturanperundangan. Membantu meringankanbebanlebih dimaknai bagaimana Pemerintah maupun PemerintahDaerahmemberikankesempatan
104
JumalSpektmm Volumel l /NomorI / April2011 kepada penyandangcacat untuk melakukan sesuatu,dan melibatkan di semua kegiatan untuk berkarya agar dapatmemperolehhasil yang dapat dibanggakankemudian perlunya mengubahmindset agar tidak menganggap kaum penyandang cacat sebagai masalah sosfal dan belas kasihan saja. UU No. 4 Tahun 199'7 Tentang Penyandang Cacat sudah selayaknyadiganti dengan mindset yang responsive dan reformis. karena apapunhak-hak penyandangcacat harus di dukung dengan payung hukum yang memadai walaupun secara nasional sebetulnyaPemerintahsudah mengesahkan UU No. 19 Tahun 20ll Tentang PengesahanKonvensi Mengenai Hak-Hak PenyandangDisabilitas.yang lebih penting komitmen adalah Neeara untuk mewujudkannya. Negara Maiaysia dan Australia barangkali dapat menjadi inspirasi kita dalam menanganipenyandangcacat karena benar-benarsudah memberikan pelayanan untuk kepentinganumum. Dua Negara itu sudahbanyak memberikankesempatanpara penyandang cacat dalam beraktifitas layaknya warga negara lainnya dalam kehidupansehari-hari.Kepentinganumum jangan sampai menjadi diabaikan, karena kepentinganumum merupakan kepentingan yang harus didahulukan yang kemudian dibutuhkan adanya standar pelayanan sebagai tolak ukur yang dipergunakan pedoman sebagai penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggarakepadamasyarakattermasuk penyandangcacat. D. PENUTUP
?tagraaro
fXaqdlzr
rb.a
*444e
Partisipasi hak-hak politik bagi penyandangcacatdirasamasih rendahuntuk itu dengan kewenangan yang diberikan kepada Daerah melalui Otonomi Daerah perlu kiranya segera dibuat regulasi yang berbentuk produk hukum yang jenisnya (PERDA) sebagai tindak lanjut Dari Undang-Undang tentang Aksesibilitas dari PenyandangCacat,karenahampir semuanya daerah belum memiliki Perda tentang Aksesibilitas Penyan-dang Cacat sehingga tidak hanya warga negara lainnya yang dapat menikmati fasilitas fasilitas umum dari negara tetapi justru penyandang cacat mempunyai kontribusi terhadap pembangunanyang tidak kalah pentingnyadengan segalakelebihanyang dimilikinya sehingga setiap daerah sudah seharusnyauntuk ikut membantu menangani penyandang cacat melalui penganggaran dalam Anggaran PendapatanBelanja Daerah (APBD) dan mempunyai Perda yang mengatur tentang aksesibilitaspenyandangcacatdan Perlunya diadakanperubahan atau bahkan mengganti undang-undangtentang penyandang cacat mengingat undang-undangitu sudah sejak Tahun 1997 karena apapun hak-hak penyandangcacat harus di dukung dengan payung hukum yang memadai walaupun secara nasional sebetulnya Pemerintah sudah sejak Tahun 201I mengesahkan Pengesahan undang-undang tentang Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitasyaitu UU No. 19 Tahun 2011 yang selanjutnyaagar segeraditindaklanjuti dengan PERDA, serta tidak kalah pentingnyapendidikanPolitik secarapraktis di kalanganpenyandangcacat .
JumalSpektrum Volumell /NonrorI / April20l4
DAFTAR PTISTAKA Atbdlal.2002. Dinamika Birokrasi Lokal F,ra Otonomi Daerah , Pusat penelitianpolitik,P2P,Jakarta. Baginnanan 1994,Hubungan antara Pusal dqt l)tterah Menuntt {l(lD 1915. PustakaSinar Harapan,Jakarta. Dadang Yuliantoro, 2A06, Peningkatan Kapasilas I'emerinlah Daerah Dalanr Pelayanan Publk, Pembaharuan, Yogjakarta. 'lhe
105