Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENGKAJIAN RESPON PETERNAK TERHADAP PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI (PSDS) 2014 DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Assessment of Farmer Response to Beef Self Sufficiency Program 2014 in DIY) HANO HANAFI, T. KURNIANITA dan D.H. SUSANTI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Jl. Rajawali No. 28 Demangan Baru, Yogyakarta 55010
ABSTRACT Development in agriculture, especially cattle farming sub-sector is an important thing to be considered in an effort to support beef self-sufficiency. Availability of high quality breeding stock in sufficient quantities, is a major pillar in supporting the development of livestock. This experiment was conducted purposively in location which is used as demonstration plots or LL ASP (Agribusiness Beef Cattle Field Laboratory) Program of Beef Self Sufficiency The study included level of knowledge, attitude and skills of farmers in four districts (Gunung Kidul Bantul, Kulon Progo and Sleman). Measurement was done using a Likert scale with 3 categories: low-scale, medium and high, then calculated the percentage in each category scale. The study aimed to see how far the response of farmers in the DIY to the activity of beef self-sufficiency program. The dominance of high-level knowledge occurred in the District Gunungkidul 50%; Bantul 54.6%, 66.7% and Sleman. Categories hesitant attitude of farmers towards PSDS dominated statement hesitant attitude in the Bantul District 63.6% and in Gunungkidul about 60%, while the attitude of a larger agreement in Sleman district dominated 77.8%. Socio-economic conditions of farmers and the characteristics of farmers/breeders (age, education) will affect the realization of the success of cattle, thus the need to build the perception and the shared commitment of various stakeholders from government, private, business and farmers. Key Words: Response of Farmers, Self-sufficiency in Meat ABSTRAK Pembangunan di bidang pertanian khususnya sub sektor peternakan merupakan hal penting untuk dikembangkan dalam mendukung swasembada daging sapi. Ketersediaan bibit ternak yang berkualitas dalam jumlah yang memadai, merupakan pilar utama dalam menyokong pengembangan ternak. Pelatihan dilaksanakan di empat Kabupaten di DIY, masing-masing sekitar 50 petani/peternak dan petugas. Penelitian dilaksanakan secara purposive yaitu di lokasi yang dijadikan demontrasi plot atau LL ASP (Laboratorium Lapang Agribisnis Sapi Potong) Program Swasembada Daging Sapi. Penelitian meliputi tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan para peternak di empat Kabupaten (Gunung Kidul, Bantul, Kulon Progo dan Sleman). Pengukuran data menggunakan skala Likert dengan kategori skala rendah, sedang dan tinggi, kemudian dihitung secara persentase pada setiap kategori skala. Penelitian bertujuan untuk melihat sampai sejauh mana respon peternak yang ada di DIY terhadap kegiatan program swasembada daging sapi. Dominasi tingkat pengetahuan dengan kategori tinggi berturut-turut terjadi di Kabupaten Gunungkidul 50%; Bantul 54,6% dan Sleman 66,7%. Kategori sikap ragu-ragu peternak terhadap PSDS didominasi pernyataan sikap ragu-ragu di Bantul 63,6% dan di Kabupaten Gunungkidul sekitar 60%, sedangkan sikap setuju yang lebih besar didominasi di Kabupaten Sleman 77,8%. Kondisi sosial ekonomi peternak dan karakteristik petani/peternak (umur, pendidikan) akan berpengaruh terhadap terwujudnya keberhasilan swasembada daging sapi, dengan demikian perlu dibangun persepsi dan komitmen bersama dari berbagai pihak baik pemerintah, swasta, pelaku bisnis dan peternak. Kata Kunci: Respon Peternak, Swasembada Daging
250
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENDAHULUAN Suksesnya pelaksanaan program swasembada daging sapi yang berakhir tahun 2014 perlu adanya upaya serius dan terobosan yang efektif serta dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, Litbang Pertanian, perguruan tinggi, swasta, masyarakat dan stakeholder lainnya. Program swasembada daging sapi (PSDS) sebenarnya bagi petani tidak asing karena peternak sudah terbiasa melaksanakan budidaya ternak sapi potong sekalipun belum sepenuhnya mengikuti kaidah atau petunjuk teknis yang ada di Badan Litbang Pertanian. Tujuan yang diinginkan dari Program Swasembada Daging Sapi 2010 antara lain: (a) meningkatkan ketersediaan daging sapi untuk memenuhi permintaan konsumsi masyarakat Indonesia; (b) mengurangi ketergantungan impor daging dan ternak ruminansia; (c) meningkatkan efesiensi dan efektivitas usaha budidaya ternak ruminansia (UTOMO, et al. 2006). Melalui kegiatan pelatihan banyak diperoleh berbagai ilmu dan teknologi dalam meningkatkan produksi ternak, baik melalui perbaikan pakan maupun teknologi optimalisasi kawin buatan (IB). Penerapan teknologi budidaya sapi potong sebenarnya tergolong mudah, sehingga peternak tidak terlalu sulit mengikuti petunjuk teknis yang ada, namun masih ada kendala lain yang dihadapi di lapangan seperti modal peternak yang relatif terbatas dalam pengadaan pakan konsentrat maupun obat-obatan. Disamping itu perilaku petani dalam budidaya sapi potong masih ada yang menerapkan teknik budidaya secara tradisional, sehingga produktivitas ternak masih rendah. Dengan demikian kiranya perlu melihat sampai sejauhmana sebenarnya respon peternak yang ada di DIY terhadap kegiatan program swasembada daging sapi bisa dilaksanakan. Maka dilaksanakan survei awal untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak (PSK) mengenai respons peternak terhadap kegiatan PSDS 2010. Respons menurut kamus bahasa Indonesia (1994), mengandung tiga pengertian yaitu; (a). tanggapan terhadap sesuatu yang baru; (b). reaksi terhadap sesuatu yang baru dan (c). jawaban terhadap sesuatu yang baru. Berdasarkan ketiga pengertian tersebut respons masyarakat tani adalah adanya tanggapantanggapan atau reaksi berupa jawaban terhadap
obyek atau suatu inovasi baru. Respons adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu akibat merasakan rangsangan. Respons juga dapat diartikan sebagai wujud reaksi (tanggapan) dari interpretasi seseorang mengenai rangsangan yang datang pada dirinya, dalam hal ini indera seseorang (RUSMIALDI, 1997). Menurut GUIRE dalam WIRAWAN (1995), Respons adalah suatu sikap yang merupakan reaksi atas aksi terhadap dirinya. Respons merupakan sikap dan sikap terdiri atas afektif (Perasaan), kognitif (pengetahuan), dan konatif (perilaku atau partisipasi). Selain itu, AZWAR (1995) menyatakan bahwa sikap merupakan respons evaluatif. Respons juga bisa diartikan sebagai tanggapan terhadap inovasi yang disampaikan, yang berupa perubahan perilaku. Perubahan perilaku tersebut dapat berupa perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menerapkan inovasi tersebut. Menurut IBRAHIM et al. (2003), faktor pendorong yang menyebabkan petani sasaran ingin meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilannya dan termotivasi ke arah yang lebih baik. INDRASWARI (1998) menyatakan bahwa teori rangsangan atau tanggapan (stimulus respons theory), mengemukakan bahwa seseorang hanya akan memberikan tanggapan atau rangsangan yang diterimanya, manakala dengan memberikan tanggapan itu ia akan memperoleh suatu manfaat. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa respons peternak adalah tanggapan peternak yang berupa jawaban (sikap, tindakan) terhadap suatu rangsangan yang datang pada dirinya yaitu obyek di luar dirinya, dalam hal ini mengenai respons peternak terhadap kegiatan pelatihan swasembada daging sapi (PSDS). Penelitian bertujuan untuk melihat sampai sejauh mana sebenarnya respon peternak yang ada di DIY terhadap kegiatan program swasembada daging sapi. MATERI DAN METODE Pengkajian dilaksanakan secara purposive yaitu di lokasi yang dijadikan demontrasi plot atau LL ASP (Laboratorium Lapang Agribisnis Sapi Potong) Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2010 – 2014 di empat kabupaten
251
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
yaitu Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo dan Sleman. Pengambilan data dilakukan setelah peternak mendapat pelatihan atau SL (Sekolah Lapangan) dari peneliti dan penyuluh bidang peternakan berupa inovasi teknologi budidaya peternakan dan pasca panen produk peternakan. Variabel pengamatan lapangan mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak meliputi (bibit, pakan, tatalaksana, kesehatan dan pemasaran). Pengukuran data menggunakan skala Likert dengan kategori skala rendah, sedang dan tinggi), kemudian dihitung secara persentase pada setiap kategori skala. Bentuk materi yang diajukan pada kuisioner dalam survai meliputi beberapa variabel antara lain; variabel pengetahuan, sikap dan keterampilan mengenai bibit, makanan, tata laksana pemeliharaan, kesehatan dan pemasaran, setiap pertanyaan telah disediakan 5 alternatif jawaban. Teknik pelaksanaan survei, responden diberi pertanyaan dari beberapa materi dan selanjutnya mereka menjawab sesuai kemampuan masing-masing personal. Data hasil survai kemudian diolah dan dalam menentukan skor menggunakan “Skala Likert” (SINGARIMBUN et al., 1999).
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat pengetahuan Tingkat Pengetahuan sikap dan keterampilan peternak di setiap lokasi pelatihan PSDS menunjukkan perbedaan yang cukup beragam. Hal ini disebabkan karena background atau latar belakang kondisi dari tingkat pendidikan, pengalaman, sosial dan ekonomi setiap peternak tidak sama. Penambahan pengetahuan peternak dalam budidaya sapi potong yang ada selain dipengaruhi petani itu sendiri, juga dipengaruhi pihak luar, misalnya inovasi teknologi budidaya ternak didapat dari BPTP, Dinas Peternakan dan dinas terkait lainnya. Tingkat pengetahuan peternak di Kabupaten Gunungkidul dengan kategori tinggi sekitar 50% dan tingkat pengetahuan sedang sekitar 30% serta berpengetahuan rendah sekitar 20% (Tabel 1). Namun jika dibandingkan dengan peternak Kabupaten Bantul dan Sleman tingkat pengetahuan dengan kategori tinggi ternyata lebih rendah (54,6%), dan peternak Kabupaten Sleman jauh lebih tinggi sekitar (66,7%), sedangkan peternak Kabupaten Kulon Progo relatif lebih
Tabel 1. Persentase tingkat pengetahuan peternak (bibit, pakan, tatalaksana, kesehatan dan pemasaran) perkategori di Kabupaten Gunungkidul, Bantul, Sleman dan Kulon Progo Lokasi laboratorium lapangan Gunungkidul
Bantul
Sleman
Kulonprogo
Sumber: Data primer, diolah
252
Kategori skor
Persentase (%)
Rendah (< 88,6)
20,0
Sedang (88,6 – 102,2)
30,0
Tinggi (> 102,2)
50,0
Rendah (< 88,6)
18,1
Sedang (88,6 – 102,2)
27,3
Tinggi (> 102,2)
54,6
Rendah (< 78,6)
11,1
Sedang (78,6 – 95,2)
22,2
Tinggi (> 95,2)
66,7
Rendah (< 91,3)
21,4
Sedang (91,3 – 101,6)
35,7
Tinggi (> 101,6)
42,9
Keterangan
Strata kategori tingkat pengetahuan peternak dihitung dari kumulatif nilai skor meliputi bibit, pakan, kesehatan dan pemasaran
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
rendah jika dibandingkan dengan peternak Kabupaten Bantul dan Gunungkidul. Hal ini disebabkan keadaan wilayah Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo yang akses terhadap sarana dan prasarananya lebih jauh, dan kondisi topografinya relatif sulit dibandingkan dengan peternak Kabupaten Bantul dan Sleman yang relatif lebih dekat dengan pusat pendidikan maupun lembagalembaga penelitian. Diharapkan peternak yang memiliki pengetahuan yang memadai sehingga mampu memacu terhadap sikap dan keterampilan seseorang khususnya dalam mendukung pelaksanaan program swasembada daging sapi di semua wilayah. Tingkat pengetahuan peternak di Kabupaten Sleman dengan kategori skor tinggi sekitar 66,7%, ternyata lebih tinggi jika dibandingkan di wilayah binaan Kabupaten Bantul, Gunungkidul, dan Kulon Progo. Hal ini disebabkan karena kondisi karakteristik peternak yang ada di wilayah Sleman lebih banyak peternak yang berprofesi sebagai guru dan pegawai negeri, sedangkan di Kabupaten lainnya cenderung petani. Sikap peternak terhadap kegiatan PSDS Menurut BERKOWITZ (1972) dalam AZWAR (2002) diterangkan bahwa, sikap
adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang dalam suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Sedangkan SECORD dan BACKMAN (1964) dalam AZWAR (2004) menambahkan bahwa, sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini hubungannya dengan perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan tindakan (konasi) peternak dalam mendukung terlaksananya kegiatan PSDS di setiap wilayah kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (Tabel 2). Kategori sikap ragu-ragu peternak terhadap PSDS di Kabupaten Gunungkidul sekitar 60%, dan Bantul 63,6% Sedangkan sikap tidak setuju dari peternak terhadap kegiatan PSDS berturut-turut sebagai berikut; Kabupaten Gunungkidul 30%; Bantul 27,3%; Sleman 11,1%; Kulon Progo 21,4%. Namun demikian pelaksanaan kegiatan PSDS 2014 mendapat sambutan yang relatif baik dari peternak walaupun persentasenya cukup beragam, yaitu dengan menunjukkan pernyataan sikap setuju berturut-turut di Kabupaten Sleman sekitar 77,8%; Kulon Progo 35,7%; Gunungkidul
Tabel 2. Sebaran data persentase sikap peternak (bibit, pakan, tatalaksana, kesehatan dan pemasaran) di Kabupaten Gunungkidul, Bantul, Sleman dan Kulon Progo Lokasi laboratorium lapangan Gunungkidul
Bantul
Ketegori skor Tidak setuju (< 98,3)
30,0
Ragu-ragu (98,3 – 108,3)
60,0
Setuju (> 108,3)
10,0
Tidak setuju (< 92)
27,3
Ragu-ragu (92 – 106)
63,6
Setuju (> 106) Sleman
Kulonprogo
Persentase (%)
9,1
Tidak setuju (< 77)
11,1
Ragu-ragu (77 – 98)
11,1
Setuju (> 98)
77,8
Tidak setuju (< 91)
21,4
Ragu-ragu (91 - 103)
42,8
Setuju (> 103)
35,8
Keterangan
Strata kategori tingkat pengetahuan peternak dihitung dari kumulatif nilai skor meliputi bibit, pakan, kesehatan dan pemasaran
Sumber: Data primer, diolah
253
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
10%; dan Bantul 9,1%. Hal ini diakibatkan belum yakinnya peternak terhadap inovasi teknologi yang ada, karena beberapa peternak memberikan alasan, merasa kurang percaya terhadap pemerintah dengan adanya situasi yang tidak berpihak kepada peternak yaitu anjloknya harga penjualan sapi di tingkat masyarakat yang akhir-akhir ini berdampak terhadap menurunnya semangat dalam memelihara ternak. Secara psikologi peternak merasa terbebani baik aspek sosial maupun ekonomi sehingga ternak sebagai andalan penopang tambahan kehidupan mereka tidak menguntungkan. Keterampilan peternak dalam mendukung PSDS Dalam teori perilaku atau keterampilan terencana keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif dan pada kontrol perilaku yang dihayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak. Perilaku manusia tidaklah sederhana untuk dipahami dan diprediksikan. Begitu banyak faktor-faktor internal dan eksternal dari dimensi masa lalu, saat ini dan
masa datang yang ikut mempengaruhi perilaku manusia (AZWAR, 2002). Adanya pemberian materi pelatihan berupa pengetahuan (kognitif) dalam teknologi peningkatan produksi ternak sapi potong dengan berbagai teknologi pemberian pakan dengan kandungan nutrisi yang baik dapat meningkatkan bobot badan. Demikian pula materi pelatihan berupa teknologi optimalisasi Inseminasi Buatan untuk memperkecil S/C (Service per Conseption) pada sapi betina yaitu dengan pengaturan teknik pemberian pakan bergizi (flushing) pada sapi sebelum bunting dan setelah melahirkan, agar sapi lahir dalam keadaan sehat. Dengan pelatihan diharapkan dapat memberi keterampilan dan mempengaruhi perilaku peternak dalam budidaya ternak. Berikut ini sebaran data dari beberapa peternak dalam mendukung terlaksananya kegiatan PSDS. Tingkat keterampilan peternak yang dominan dengan kategori tinggi adalah, di Kabupaten Gunungkidul 50%; Bantul 54,5% dan Sleman 77,8%, sedangkan Kabupaten Kulon Progo 37,7%. Tingkat keterampilan peternak dengan kategori sedang rata-rata di bawah 50%. Di Kabupaten Kulon Progo tingkat keterampilan peternak dengan kategori sedang sekitar 50%. Hal ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik peternak yang ada, misalnya
Tabel 3. Persentase keterampilan peternak (bibit, pakan, tatalaksana, kesehatan dan pemasaran) perkategori di Kabupaten Gunungkidul, Bantul, Sleman dan Kulon Progo Lokasi laboratorium lapangan
Kategori skor
Gunungkidul
Rendah (< 33,3) Sedang (33,3 – 66,6)
Bantul
Sleman
Kulonprogo
Sumber: Data primer, diolah
254
Persentase (%)
Keterangan
50,0 0,0
Tinggi (> 66,6)
50,0
Rendah (< 60,3)
9,2
Sedang (60,3 – 86,6)
36,3
Tinggi (> 86,6)
54,5
Rendah (< 68,3)
11,1
Sedang (68,3 – 91,6)
11,1
Tinggi (> 91,6)
77,8
Rendah ( < 75 )
12,3
Sedang ( 75 – 89 )
50,0
Tinggi ( > 89 )
37,7
Strata kategori tingkat pengetahuan peternak dihitung dari kumulatif nilai skor meliputi bibit, pakan, kesehatan dan pemasaran
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
umur, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi. Di wilayah Kabupaten Sleman relatif baik jika dibandingkan dengan kondisi wilayah lainnya seperti Gunung Kidul, Bantul dan Kulon Progo. Khususnya peternak di Kabupaten Sleman dapat dilihat dari kondisi kandang tingkat sanitasi dan kesehatan ternak yang relatif baik, ternyata banyak peternak yang berlatar belakang sebagai guru. Dengan demikian bagi beberapa kelompok peternak di wilayah yang mempunyai keterampilan rendah perlu ditingkatkan sosialisasi inovasi teknologi budidaya peternakan yang mengenai bibit, makanan, tatalaksana, kesehatan dan pemasaran ternak, khususnya sapi potong. KESIMPULAN 1.
2.
Dominasi tingkat pengetahuan dengan kategori tinggi berturut-turut terjadi di Kabupaten Gunungkidul 50%; Bantul 54,6%, dan Sleman 66,7%. Kategori sikap ragu-ragu peternak terhadap PSDS didominasi pernyataan sikap ragu-ragu di Bantul 63,6% dan di Kabupaten Gunungkidul sekitar 60%, sedangkan sikap setuju yang lebih besar didominasi di Kabupaten Sleman 77,8%. Tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak di setiap lokasi pelatihan PSDS di empat Kabupaten (Gunung Kidul, Bantul, Kulon Progo dan Sleman), menunjukkan perbedaan yang cukup beragam, hal ini disebabkan karena latar belakang kondisi dari tingkat pendidikan, pengalaman, sosial ekonomi setiap peternak tidak sama.
3.
4.
Diperlukan adanya program pendampingan secara berkelanjutan baik dari pemerintah, lembaga penelitian maupun swasta, guna upaya meningkatkan kemampuan para peternak Terwujudnya swasembada daging sapi (PSDS) 2010 – 2014 perlu adanya dukungan dari berbagai pihak terkait baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat pengguna atau pelaku bisnis, khususnya peternak sapi potong, serta finansial yang memadai. UCAPAN TERIMA KASIH
Diucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada, Yth. Ir. A. Musofie, MS, sebagai penanggungjawab RDHP kegiatan PSDS 2014 atas kritik/saran demi terwujudnya karya ilmiah ini, moga tulisan ini bermanfaat khususnya bagi penulis, tim pengkaji PSDS 2014 serta pembaca umumnya. PUSTAKA AZWAR, S. 1995. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. INDRASWARI, R. 1998. Umpan Balik Pendengar pada Program Siaran Pedesaan di RRI Nusantara II Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. RUSMIALDI, S. 1997. Tanggapan petani terhadap iuran P3A di Kabupaten Lampung Tengah. Universitas Lampung, Bandar Lampung. SINGARIMBUN, M. dan S. EFFENDI. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta.
255