BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dari perkembangan yang berlangsung selama beberapa dekade di negara kita, perpajakan telah menempati posisi penting dalam kelancaran tugas pemerintah dan pembangunan. Bagi negara pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, sedangkan bagi perusahaan pajak merupakan beban atau biaya yang akan mengurangi laba bersih/penghasilan
sehingga
perusahaan
akan
selalu
berusaha
untuk
meminimalkan beban tersebut agar tercapai laba yang seoptimal mungkin. Dua hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan kepentingan antara pemerintah dan wajib pajak (WP). Di satu sisi wajib pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin, di sisi lain pemerintah berusaha menjaring penerimaan pajak seoptimal mungkin. Hingga saat ini pajak merupakan hal yang ditakuti oleh sebagian besar masyarakat kita. Dengan adanya ketentuan-ketentuan dan peraturan yang bersifat memaksa pada akhirnya masyarakat mau membayar pajak. Sikap keterpaksaan tersebut membuat Wajib Pajak berusaha meminimalisir pajak yang mereka bayar baik secara sah maupun yang melanggar ketentuan. Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia mengakibatkan tingkat pendapatan masyarakat pada tingkat bawah menurun dan melemahkan
1
2
kemampuan ekonominya, sehingga berbagai permasalahan sosial dapat terjadi. Pemerintah memandang perlu untuk menentukan kebijakan-kebijakan terutama di bidang perpajakan dengan tujuan untuk memberikan keadilan terutama pada masyarakat tingkat bawah melalui keringanan pajak yang relatif dan terarah. Dari berbagai jenis pajak yang dibebankan kepada warga negara salah satunya adalah Pajak Penghasilan (PPh), yaitu pajak yang dikenakan atas pertambahan kemampuan ekonomi dalam bentuk apapun yang dihasilkan oleh wajib pajak. Pajak penghasilan merupakan jenis pajak langsung yang dikenakan atas pertambahan kemampuan ekonomi masyarakat. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah adalah kebijakan dalam perhitungan PPh Pasal 21 karyawan yang bekerja pada satu pemberi kerja. Menteri Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/KMK.03/2003 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan yang diterima oleh Pekerja sampai dengan sebesar Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota, tanggal 17 Februari 2003 akan tetapi peraturan tersebut dianggap belum memenuhi unsur keadilan terutama pada masyarakat tingkat bawah. Kemudian Pemerintah berupaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok pekerja yang berada pada tingkat bawah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003 tanggal 30 Oktober 2003. Secara garis besar peraturan ini menaikkan jumlah pajak yang ditanggung pemerintah atas penghasilan yang diterima pekerja dari sebesar sampai Upah Minimum Regional menjadi sampai dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Bagi pekerja yang menerima gaji diatas Rp. 2.000.000,00 (dua juta
3
rupiah) tidak mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah. Kebijakan tersebut merupakan bentuk keadilan bagi masyarakat terutama di bidang perpajakan, sedangkan bagi perusahaan (apabila PPh pasal 21 karyawan ditanggung perusahaan) peraturan tersebut memberikan keuntungan berupa pengurangan beban atas PPh pasal 21 yang mereka bayarkan. Kebijakan ini juga memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk meminimalkan pajak melalui perencanaan pajak yang tidak melanggar peraturan perpajakan (tax avoidence). Dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah tersebut mau tidak mau perusahaan (yang menanggung PPh pasal 21 karyawan) harus merubah perencanaan pajak yang telah dirancang agar kebijakan tersebut tidak berdampak bagi kinerja perusahaan. Melihat kasus yang dialami CV. Maju Jaya Bersama, penerapan perencanaan pajaknya adalah dengan cara memberikan tunjangan pajak penghasilan pasal 21 dan tunjangan lainnya dalam bentuk uang kepada karyawan sehingga menambah penghasilan bruto karyawan dan dapat memaksimalkan biaya-biaya yang nantinya akan menjadi beban bagi perusahaan. Perencanaan pajak yang dilaksanakan perusahaan ini berdasarkan pandangan bahwa dengan memberikan tunjangan PPh pasal 21 karyawan dan tunjangan-tunjangan lain tersebut secara maksimal dalam bentuk uang kepada karyawan maka secara otomatis biaya-biaya yang menjadi beban perusahaan akan meningkat, dan laba fiskal yang dihasilkan menjadi kecil sehingga dalam penghitungan PPh Badan nantinya peningkatan biaya ini akan memberikan keuntungan bagi perusahaan karena PPh Badan yang akan dibayarkan akan menjadi lebih kecil pula. Akan
4
tetapi pada tahun 2010 perusahaan mengalami kerugian cukup besar, sehingga apabila manajemen perusahaan tetap melakukan perencanaan pajak melalui peningkatan-peningkatan biaya fiskal maka yang terjadi adalah tindakan pemborosan sumber daya dan semakin menambah kerugian bagi perusahaan. Dengan kondisi semacam ini suatu alternatif yang baik bagi perusahaan adalah dengan mengubah kebijakan perencanaan pajaknya. Selama ini perusahaan tidak memiliki pedoman khusus dalam melaksanakan penghitungan tunjangan pajak atas PPh pasal 21 karyawan, sehingga hal ini mengakibatkan pada akhir tahun terdapat perbedaan jumlah pajak yang terutang dan PPh pasal 21 karyawan yang dibayarkan perusahaan jumlahnya melebihi tunjangan PPh pasal 21 yang diberikan. Selisih tersebut tidak bisa diperlakukan sebagai pengurang dalam penghsilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak dan perusahaanlah yang harus menanggung kerugian tersebut. Salah satu faktor penyebab adanya perbedaan jumlah pajak yang terutang adalah adanya tambahan penghasilan yang diperoleh karyawan yang tidak bisa diperkirakan oleh perusahaan, misalnya : dari upah lembur, bonus, dan lain-lain. Faktor lain yang menyebabkan PPh pasal 21 karyawan yang dibayar oleh perusahaan menjadi besar adalah semua tunjangan dan kenikmatan yang diberikan perusahaan kepada karyawan adalah dalam bentuk uang yang akan meningkatkan penghasilan bruto karyawan. Salah satu strategi perencanaan pajak dalam upaya penghematan pajaknya adalah melalui metode gross-up dalam penghitungan tunjangan pajak dan pengalihan tunjangan karyawan dalam bentuk uang ke dalam bentuk natura atau kenikmatan. Berdasarkan pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-undang Pajak Penghasilan, pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan bukan merupakan objek pajak (penghasilan). Pengalihan tunjangan
5
ini dapat mengakibatkan penghasilan bruto yang diterima karyawan menurun sehingga pemotongan PPh pasal 21 menjadi lebih kecil. Strategi pengalihan tunjangan dalam bentuk uang ke dalam bentuk natura atau kenikmatan mampu berpengaruh terhadap penerapan kebijakan pemerintah apabila perusahaan mampu menerapkan strategi ini untuk menekan penghasilan yang diterima karyawan di atas Rp. 1.000.000,00 menjadi lebih kecil atau sama dengan jumlah tersebut, sehingga PPh pasal 21 karyawan tersebut adalah nihil. Sedangakan bagi karyawan yang memperoleh gaji di atas Rp. 2.000.000,00 melalui strategi pengalihan tunjangan berupa uang ke dalam bentuk natura atau kenikmatan menjadi lebih kecil atau sama dengan jumlah tersebut yang merupakan batas atas pemberian kenikmatan pajak yang ditanggung pemerintah, sehingga PPh pasal 21 yang akan dibayarkan menjadi kurang. Dengan memperhatikan hal tersebut diatas, maka penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian dari hasil penelitian itu penulis mengambil judul “PERENCANAAN PAJAK ATAS PPh PASAL 21 KARYAWAN SEBAGAI STRATEGI PENGHEMATAN PAJAK CV. MAJU JAYA BERSAMA”
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : “Bagaimanakah perencanaan pajak atas PPh pasal 21 karyawan sebagai strategi penghematan pajak pada CV. Maju Jaya Bersama?”
6
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Untuk mengetahui perencanaan pajak atas PPh pasal 21 karyawan sebagai upaya meminimalkan pemenuhan kewajiban pajak perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.
Bagi Penulis Menambah pengetahuan dan dapat membandingkan antara teori yang diperoleh dengan kenyataan sesungguhnya yang dihadapi perusahaan, serta sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan untuk melaksanakan penelitian terhadap suatu konsep baru.
2.
Bagi Perusahaan Untuk lebih mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh dengan adanya penerapan kebijakan pemerintah tersebut dalam perkembangan perusahaan.
3. Bagi Almamater Untuk menyumbangkan karya atau pengetahuan penulis sehingga dapat bermanfaat dan untuk menambah karya-karya serta pengetahuan yang dimiliki almamater.