PENGGUNAAN STRATEGI POGIL DENGAN PEER-ASSESSMENT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI GARIS LURUS Muhammad Ridlo Yuwono Universitas Widya Dharma Klaten Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan strategi POGIL dengan peer assessment dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada materi garis lurus. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan model Kurt Lewin yang kegiatannya meliputi: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Subjek penelitian adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika Universitas Widya Dharma Klaten semester 4 Tahun Akademik 2016/2017. Instrumen penelitian ini berupa tes hasil belajar pada materi garis lurus di mata kuliah geometri analitik bidang datar. Analisis data penelitian dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata tes hasil belajar dan persentase ketuntasan klasikal. Kata Kunci: POGIL, peer assessment, hasil belajar. Pendahuluan Geometri merupakan salah satu cabang dari ilmu matematika. Objek-objek geometri bersifat abstrak, sehingga diperlukan kemampuan berpikir yang baik untuk memahaminya. Pada pelajaran geometri, terdapat konsep-konsep dasar yang digunakan untuk menyusun definisi, mengidentifikasi sifat suatu bangun, membangun dan membuktikan suatu teorema, serta memecahkan permasalahan yang berkaitan dengannya. Geometri Analitik Bidang merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diambil oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Widya Dharma Klaten. Mata kuliah ini mempelajari tentang sistem koordinat kartesius, garis lurus, lingkaran, ellips, hiperbola, parabola, dan transformasi sumbu. Mata kuliah ini memerlukan aktivitas kognitif yang berupa analisis yang baik untuk menyusun definisi, rumus, dan persamaan yang digunakan dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi-materi tersebut. Pada materi garis lurus, mahasiswa dituntut supaya mempunyai kompentesi untuk menentukan: (1) persamaan-persamaan garis lurus yang sejajar dengan sumbu koordinat dan melalui titi tertentu; (2) persamaan garis lurus yang melalui titik asal dan titik tertentu lainnya; (3) gradien atau kemiringan suatu garis lurus; (4) persamaan garis lurus yang melalui dua titik yang diketahui; (5) persamaan garis lurus dengan gradien tertentu dan melalui suatu titik yang diketahui; serta (6) koordinat titik potong dengan sumbu-sumbu koordinat dari suatu persamaan garis lurus yang diketahui. Hasil Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester menunjukkan masih rendahnya hasil belajar mahasiswa mata kuliah tersebut. Masih ditemukan beberapa mahasiswa yang masih salah mengerjakan soal tentang materi garis lurus. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pemahaman konsep tentang garis lurus. Padahal, materi tersebut masuk dalam kurikulum matematika SMP dan mahasiswa sebagai calon guru dituntut untuk bisa mengusai materi tersebut dengan baik. Berdasarkan hasil pengamatan dari jawaban mahasiswa saat UTS dan UAS, telah 344
ditemukan beberapa jenis kesalahan yang sering dilakukannya. Kesalahan tersebut diantaranya adalah (1) kesalahan dalam memahami konsep; (2) kesalahan dalam menggunakan rumus; (3) kesalahan dalam menganalisis permasalahan; serta (4) kesalahan dalam perhitungan. Kesalahan yang sering muncul diantara kesalahankesalahan tersebut adalah kesalahan dalam memahami konsep. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Yuliani & Sumardi (2015) yang menyatakan bahwa mahasiswa kesulitan memahami konsep geometri, menerapkan konsep, memahami rumus, serta menentukan langkah-langkah melukis lingkaran dalam dan luar segitiga. Permasalahan tersebut bisa saja disebabkan kurang mendukungnya kondisi dari lingkungan belajar mahasiswa. Proses pembelajaran yang berlangsung selama ini lebih dominan berpusat pada dosen (teacher centered learning). Kondisi lingkungan belajar seperti itu perlu diubah menjadi lebih berpusat pada mahasiswa (student centered learning) yang mendukung mereka untuk aktif dalam pembelajaran. Pada kondisi lingkungan belajar seperti itu diharapkan mahasiswa dapat menemukan dan menyusun suatu konsep yang dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang kompleks. Maksud dari hal tersebut adalah ketika mahasiswa menyelesaiakan suatu masalah, mereka tidak selalu berpikir linear untuk menggunakan rumus apa yang sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Salah satu strategi pembelajaran yang mendukung kondisi belajar seperti itu adalah Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL). Menurut Hanson (2006), dalam POGIL siswa bekerja dalam tim belajar di kelas yang kegiatannya dirancang khusus untuk mempromosikan penguasaan konten disiplin dan pengembangan keterampilan dalam proses belajar, berpikir, pemecahan masalah, komunikasi, kerja tim, manajemen, dan penilaian. POGIL melibatkan para siswa dalam belajar dan membantu siswa mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi sukses di kursus, kuliah, dan karir. Dalam lingkungan ini, siswa mengambil tanggung jawab yang lebih besar untuk pendidikan mereka; mereka belajar untuk mengandalkan kemampuan berpikir daripada menghafal; mereka meningkatkan keterampilan kinerja sambil belajar isi pelajaran; dan mengembangkan hubungan positif dengan siswa lain. Hasil penelitian Trevathan et. al. (2014) menyatakan bahwa pada pembelajaran POGIL siswa menikmati keterlibatan dalam belajar, bisa memahami konten belajar dengan baik, dapat menghargai pendapat siswa lain, dan POGIL menciptakan suasana lingkungan komunitas belajar yang nyaman bagi siswa. Hasil penelitian Ningsih et. al. (2012) menunjukkan bahwa POGIL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pokok bahasan kalor. Hasil penelitian Rosidah (2013) menunjukkan bahwa penerapan model POGIL berbantuan LKPD efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika materi peluang pada peserta didik kelas XI IPA SMA Negeri 2 Purworejo. Strategi POGIL terdapat kegiatan menilai, di mana siswa melakukan penilaian terhadap hasil mengerjakan soal. Penilaian tersebut merupakan bentuk penilaian formatif. Akan tetapi, yang berlangsung selama ini adalah hanya penilaian sumatif, dan lebih mengesampingkan penilaian formatif. Menurut Sani (2014), penilaian sumatif dilakukan pada akhir proses pembelajaran dalam upaya untuk menentukan kemampuan atau kompetensi peserta didik. Penilaian formatif dilakukan untuk menilai kemajuan peserta didik pada waktu tertentu ketika masih belajar dalam upaya memperbaiki pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan suatu model penilian
345
formatif untuk mendukung pelaksanaan POGIL dan salah satunya adalah model peerassessment. Menurut Mann (2015), peer-assessment adalah penilaian hasil karya siswa oleh siswa lain dari status yang sama. Mereka dapat merefleksikan upaya mereka sendiri, serta memperluas dan memperkaya refleksi ini dengan bertukar umpan balik pada diri mereka sendiri dan dengan rekan-rekan mereka. Peer-assessment adalah alat metakognitif yang kuat. Peer-assessment melibatkan siswa dalam proses belajar dan mengembangkan kapasitas mereka untuk merenungkan dan mengevaluasi secara kritis pengembangan pembelajaran dan keterampilan mereka sendiri. Peer-assessment mendukung pengembangan berpikir kritis, interpersonal dan keterampilan lainnya, serta meningkatkan pemahaman dalam bidang disiplin ilmu pengetahuan. Hasil penelitian White (2009) menunjukkan bahwa secara keseluruhan siswa memberikan perspektif yang positif terhadap penggunaan peer-assessment. Hasil penelitian Laundry (2015) menunjukkan bahwa peer-assessment dapat memberikan umpan balik yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kinerja mereka pada tugas menulis. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, perlu diadakan penelitian tentang penerapan strategi POGIL dengan peer-assessment sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada materi garis lurus. Pembahasan Menurut Purwanto (2010), Hasil belajar menunjukkan kemampuan siswa yang sebenarnya yang telah mengalami proses pengalihan ilmu pengetahuan dari seseorang yang dikatakan memiliki pengetahuan kurang. Jadi dengan adanya hasil belajar, orang dapat mengetahui seberapa jauh siswa dapat menangkap, memahami, memiliki materi pelajaran tertentu. Atas dasar itu pendidik dapat menentukan strategi belajar mengajar yang lebih baik. Menurut Suprijono (2013: 5), hasil belajar adalah pola-pola perubahan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka pada penelitian ini hasil belajar didefinisikan sebagai hasil interaksi belajar dan mengajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai dari kompetensi yang diujikan berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya. Hasil belajar yang dimaksud pada penelitian ini adalah hasil belajar mahasiswa pada materi garis lurus dalam mata kuliah geometri analitik. Pembuatan instrumen hasil belajar dofokuskan pada domain kognitif yang berdarsarkan atas Taksonomi Bloom yang sudah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl pada tahun 2000. Domain kognitif yang direvisi meliputi remember (mengingat), understand (memahami), apply (menerapkan), analyze (menganalisis), evaluate (mengevaluasi), dan create (berkreasi). Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) Menurut Hanson (2006), Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) merupakan suatu filosofi dan suatu strategi untuk mengajar dan belajar. POGIL disebut suatu filosofi karena meliputi ide-ide spesifik tentang sifat dari proses pembelajaran dan hasil yang diharapkan. POGIL disebut suatu strategi karena menyediakan 346
metodologi dan struktur tertentu yang konsisten dengan cara orang belajar dan yang mengarah pada hasil yang diinginkan. Menurut Hanson (2006), terdapat lima ide kunci POGIL digunakan pada belajar ranah kognitif yaitu: 1. orang belajar dengan membangun pemahaman mereka sendiri berdasarkan pengetahuan mereka sebelumnya, pengalaman, keterampilan, sikap, dan keyakinan. 2. mengikuti siklus pembelajaran eksplorasi, pembentukan konsep, dan aplikasi. 3. menghubungkan dan memvisualisasikan konsep dan beberapa representasi. 4. membahas dan berinteraksi dengan orang lain. 5. merefleksikan kemajuan dan menilai kinerja. Menurut Hanson (2006) POGIL mendukung pembelajaran berbasil penelitian. Untuk mendukung lingkungan pembelajaran berbasis penelitian ini, POGIL menggunakan tujuh komponen yang meliputi: (1) tim belajar, (2) kegiatan penemuan terbimbing untuk mengembangkan pemahaman, (3) pertanyaan untuk mempromosikan berpikir kritis dan analitis, (4) pemecahan masalah, (5) pelaporan, (6) metakognisi, dan (7) tanggung jawab individu. Berikut pembahasan untuk masingmasing komponen. (1) Tim Belajar Lingkungan belajar dapat menjadi kompetitif dalam pembelajaran kooperatif jika individu bekerja sama membangun pemahaman dan pengetahuan bersama. Pada tim belajar, mungkin akan ditemukan informasi, persepsi, opini, proses penalaran, teori, dan kesimpulan yang berbeda. Ketika proses interpersonal, sosial, dan keterampilan kolaboratif dikonstruksi dengan tepat, maka akan mempermudah proses mengajukan pertanyaan, eksplorasi untuk informasi lebih lanjut, dan akhirnya pada merestrukturisasi pengetahuan. Proses pembelajaran seperti ini akan membuat individu lebih mudah untuk memahami materi serta menggunakan pemikiran kritis dan tingkat penalaran yang lebih tinggi. (2) Kegiatan Penemuan Terbimbing Banyak pendidik mengakui bahwa tidak mungkin untuk mengirimkan pengetahuan utuh dari kepala dari instruktur ke kepala siswa secara langsung. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pemahaman dan pembelajaran membutuhkan restrukturisasi aktif pada bagian dari pelajar. Restrukturisasi melibatkan mengintegrasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya, mengidentifikasi dan menyelesaikan kontradiksi, generalisasi, membuat kesimpulan, dan memecahkan masalah. Dengan demikian, pengetahuan dibangun dalam pikiran pelajar. Konstruksi ini tergantung pada kesalahpahaman, bias, prasangka, keyakinan, perasaan suka, dan tidak suka dari pelajar. Model pembelajaran ini, disebut konstruktivisme, yang merupakan salah satu paradigma pedagogis terkemuka untuk meningkatkan belajar siswa. (3) Berpikir Kritis dan Analitis Berpikir kritis atau analitis dapat didefinisikan sebagai penyelidikan yang bertujuan untuk mengeksplorasi situasi, fenomena, pertanyaan, atau masalah untuk sampai pada hipotesis atau kesimpulan tentang hal itu, yang mengintegrasikan semua informasi yang tersedia sehingga dapat diyakini kebenarannya. Pemikiran kritis dan analitis melibatkan identifikasi kuncimasalah dan hubungan, identifikasi asumsi menantang, pengajuan pertanyaan strategis, dan mengembangkan jawaban atas 347
pertanyaan-pertanyaan. Sebuah metodologi pengajaran yang melibatkan berpikir kritis dan analitis mendorong perbaikan terus-menerus dan mengembangkan keterampilan proses. Pertanyaan berpikir kritis yang digunakan dalam kegiatan POGIL bertujuan untuk membimbing eksplorasi siswa. Terdapat tiga jenis pertanyaan yang digunakan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Tiga jenis pertanyaan tersebuat adalah directed questions, convergent quqtions, dan divergent questions. Directed questions menunjuk siswa untuk penemuan suatu model yang jelas. Jenis pertanyaan ini bertujuan memastikan siswa mampu memproses informasi yang disajikan secara efektif. Convergent questions menuntut siswa untuk mensintesis hubungan dari penemuan-penemuan baru mereka berdasarkan pengetahuan sebelumnya, dan mengarah pada pengembangan konsep baru atau pemahaman yang lebih konseptual. Divergent questions meruapakan pertanyaan terbuka dan tidak memiliki jawaban yang unik. Jenis pertanyaan ini mendorong siswa untuk menggeneralisasi dan mempertimbangkan relevansi atau penerapan konsep. Pertanyaan berpikir kritis juga digunakan oleh instruktur untuk mengembangkan keterampilan berpikir. Instruktur memfasilitasi berpikir kritis tidak dengan memberikan siswa jawaban pertanyaan dan solusi untuk masalah, tetapi dengan mengajukan pertanyaan yang mendorong siswa untuk menggunakan pengetahuan yang sudah diperoleh, dan yang membantu mereka mengidentifikasi dan mencari informasi tambahan yang diperlukan. Instruktur dituntut untuk memberikan pertanyaan berpikir kritis dan mendorong siswa untuk menemukan jawaban sendiri jawabannya. Pertanyaan beripikr kritis harus berisi pertanyaan tentang sesuatu yang baru (yang belum diketahui siswa). Pertanyaan tersebut dibuat supaya siswa dapat mengidentifikasinya, mengajukan pertanyaan kunci, dan kemudian bekerja untuk menemukan jawabannya. (4) Pemecahan Masalah (Problem Solving) Dalam POGIL siswa memperoleh informasi, bentuk konsep, dan membangun pemahaman dengan mengerjakan tugas. Mereka menanggapi pertanyaan berpikir kritis dan mengintegrasikan pengetahuan baru ini dengan informasi dari sumber lain (misalnya kegiatan sebelumnya dan buku teks). Mereka kemudian mengembangkan keterampilan dalam menerapkan pemahaman ini dengan bekerja dalam latihan memecahkan masalah. Latihan yang dimaksud adalah aplikasi langsung dari konsep dan pemahaman. Setelah konsep dapat diterapkan untuk latihan berhasil, mereka dapat terintegrasi dengan konsep lainnya, yang bersifat umum dan ditransfer ke situasi baru. Aplikasi tingkat tinggi ini memerlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi, yang disediakan dalam suatu masalah. Tujuan dari POGIL adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Siswa harus diberi tantangan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Salah satu tantangan yang dapat diberikan adalah dengan membuat soal cerita pendek yang menghadirkan konteks dunia nyata. Soal tersebut dirancang untuk menuntut iswa menganalisis pernyataan masalah dan menggunakan konsep-konsep sebelum beralih ke matematika persamaan. Masalah tersebut mungkin tidak secara eksplisit mengidentifikasi yang tidak diketahui dan mungkin memerlukan informasi yang menjadi diperkirakan untuk dibutuhkan dalam menyelesaikannya.Variabel kunci, konsep, dan informasi penting harus diidentifikasi sebelum mencari solusi. Masalah tersebut berfungsi untuk mengembangkan keterampilan proses, menarik 348
perhatian siswa, serta menghubungkan konsep dengan masalah dunia nyata saat ini, dan bidang studi lainnya. Banyak siswa hanya ingin jawaban dan solusi algoritmik dan tidak menyadari bahwa jawaban dan algoritma saja tidak akan membantu mereka menghadapi situasi baru atau memecahkan masalah pada ujian dan di dunia nyata. Selain itu, banyak buku yang menyajikan “masalah” yang tidak benar-benar merupakan masalah dan tidak mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan untuk pemecahan masalah. Pertanyaan yang sering diajukan dalam buku tersebut adalah latihan yang dapat diselesaikan dengan menggunakan hafalan rumus, yang memungkinnya siswa untuk menyelesaikan berdasarkan contoh yang telah diberikan sebelumnya. Pertanyaanpertanyaan ini mendorong menghafal rumus dan algoritma, dan menggunakan pengenalan pola daripada kemampuan berpikir dan penerapan konsep. (5) Pelaporan (untuk Membangun Keterampilan dan Konsep) Terdapat berbagai teknik yang berpusat pada siswa untuk memberikan penutupan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Dengan melibatkan siswa dalam proses meningkatkan motivasi dan kinerja, memberikan mereka kesempatan untuk mengembangkan keterampilan komunikasi dan berpikir. Individu yang menjadi presenter atau juru bicara dari tim yang berbeda dapat dipanggil untuk berbagi tanggapan untuk satu atau lebih dari pertanyaan. Mereka kemudian hadir serta menjelaskan jawaban mereka untuk tim mereka yang dikunjungi dan menyelesaikan setiap perbedaan pendapat sebelum kembali ke tim asli mereka. Sebuah pendekatan yang dikenal sebagai pelaporan simultan dinilai sangat efisien untuk medukung kegiatan tersebut. Presenter dari beberapa tim diminta untuk menempatkan di papan tim mereka: jawaban pertanyaan, solusi untuk latihan, atau rencana untuk memecahkan masalah. Hal tersebut dilakukan ketika terdapat perselisihan atau ketidaksepakatan dalam menjawab pertanyaan atau memberikan solusi masalah dari masing-masing tim. Untuk menyelesaikan perselisihan, orang yang menempatkan informasi di papan dapat memberikan penjelasan kepada seluruh kelas, atau tim dapat diminta untuk membantu satu sama lain. Hal ini penting bagi siswa sendiri untuk menyelesaikan ketidaksepakatan dalam rangka untuk mengembangkan keterampilan proses dalam berpikir dan berkomunikasi serta menempatkan tanggung jawab untuk belajar, mengajar, dan penilaian pada mereka. Metode penutupan ini adalah disebut pelaporan simultan karena beberapa jawaban dilaporkan ke kelas dan divalidasi secara bersamaan bukan serial. Sebuah laporan tertulis yang disampaikan oleh masing-masing tim pada akhir sesi POGIL. Laporan-laporan ini dapat mengandung satu atau lebih dari item berikut yang sesuai: jawaban tim lain untuk pertanyaan berpikir kritis yang ditangani selama sesi itu, ringkasan dari konsep yang dikembangkan dari suatu aktivitas, solusi tim untuk beberapa atau semua masalah yang mereka kerjakan. Laporan ini memberikan kesempatan siswa untuk menilai kinerja mereka dan merefleksikan apa yang telah mereka pelajari. (6) Pentingnya Metakognisi Metakognisi secara harfiah berarti berpikir tentang berpikir. Hal ini termasuk manajemen diri, peraturan diri, penilaian diri, dan refleksi pembelajaran. Metakognisi digunakan dalam POGIL untuk membantu siswa menyadari bahwa mereka bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri dan bahwa mereka perlu memonitornya (melalui manajemen diri dan peraturan diri), bahwa mereka harus 349
berpikir tentang kinerja mereka dan bagaimana dapat ditingkatkan (melalui penilaian diri), dan bahwa mereka perlu merefleksikan apa yang mereka miliki belajar dan apa yang mereka belum mengerti (melalui refleksi pembelajaran). Metakognisi menghasilkan lingkungan untuk perbaikan terus-menerus. Siswa dapat diminta untuk menilai pekerjaan mereka sendiri dan temannya satu sama lain. Instruktur juga memantau tim dan memberikan umpan balik untuk individu, tim, dan kelas saat yang tepat untuk meningkatkan keterampilan dan membantu siswa mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan. Bagi mahasiswa, metakognisi ini penting karena menuntut mereka untuk berpikir kritis tentang keterlibatannya dalam proses pembelajaran. Mereka harus mampu memahami ketika mereka memahami konsep dan dapat menerapkannya untuk memecahkan masalah baru dan ketika mereka mengalami kesulitan. Mereka butuh untuk mengajukan pertanyaan berpikir kritis saat mereka bekerja: Apakah saya memiliki semua informasi? Apakah saya diidentifikasi dan divalidasi semua asumsi? Apakah saya menggunakan strategi yang tepat? Apakah ada alternatif yang lebih baik? Pengkajian tersebut dapat dilaksanakan dengan sangat sederhana dengan menanyakan siswa untuk mengidentifikasi strategi, kekuatan, dan perbaikan pada berbagai tahap kegiatan. Laporan tertulis yang disampaikan oleh masing-masing tim pada akhir sesi pembelajaran memberikan kesempatan siswa untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari, untuk mengartikulasikan dan generalisasi konsep dan strategi, serta untuk mempertimbangkan apa yang telah mereka lakukan dengan baik dan bagaimana mereka dapat meningkatkan. Dalam laporan tersebut, siswa dapat diminta untuk menilai kinerja mereka dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini penting bagi siswa untuk menggunakan analisisnya dalam pemecahan masalah. (7) Tanggung Jawab Individu Menerapkan pengetahuan yang baru diperoleh sangat penting untuk memperkuat pemahaman, meningkatkan retensi, dan mendokumentasikan relevansi, yang berupa aplikasi konsep. Selain itu, siswa perlu menguji pemahaman mereka sendiri dan bekerja untuk mengembangkan keterampilan mereka sendiri. Untuk alasan ini, adalah penting bahwa siswa dituntut bertanggung jawab secara individual atas pembelajaran yang terjadi di kelas POGIL Terdapat berbagai cara untuk menjamin tanggung jawab individu. Misalnya, pemeriksaan yang biasanya diberikan secara individual, tetapi untuk lebih memberikan para siswa umpan balik pada pemahaman mereka sendiri dengan menggunakan kesempatan penilaian. Salah satu metode untuk melakukan hal ini adalah memberikan satu atau dua pertanyaan kuis secara singkat pada materi sesi sebelumnya pada setiap awal sesi POGIL. Kemungkinan lain adalah meminta siswa untuk menyerahkan jawaban atas beberapa jumlah pertanyaan pekerjaan rumah secara teratur untuk diberikan penilaian berupa angka. Salah satu pendekatan untuk merancang kegiatan POGIL adalah Proses BelajarPenelitian. Tujuh langkah dalam Proses Belajar-Penelitian yang diuraikan dalam Tabel 1. Dalam kegiatan POGIL terdiri dari tiga tahap belajar, yaitu tahap eksplorasi, penemuan atau pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Selain tiga tahap ini, desain ini secara eksplisit memperhitungkan bahwa siswa perlu dimotivasi untuk menghabiskan waktu yang diperlukan untuk belajar.
350
Tabel 1. Langkah-Langkah Proses Belajar-Penelitian No.
Langkah-langkah
Komponen Kegiatan
1
Identifikasi kebutuhan untuk belajar (engage)
Sebuah isu yang menantang dan penting disajikan. Jawaban untuk pertanyaan mengapa? Diberikan tujuan pembelajaran dan kriteria keberhasilan yang didefinisikan.
2
Hubungkan ke pemahaman sebelumnya. (elicit)
Sebuah pertanyaan atau masalah diajukan, siswa mencari penjelasan atau prediksi materi prasyarat yang diidentifikasi.
3
Jelajahi (explore)
Sebuah model tugas yang diberikan, dan sumber bahan belajar diidentifikasi. Siswa mengeksplorasi model tugas saat menanggapi pertanyaan berpikir kritis.
4
Konsep penemuan, pengenalan, dan pembentukan (explain)
Pertanyaan berpikir kritis yang menyebabkan identifikasi konsep dan pemahaman dikembangkan.
5
Praktik menerapkan pengetahuan
latihan keterampilan melibatkan aplikasi langsung dari pengetahuan
6
Terapkan pengetahuan dalam konteks yang baru (elaborate & extend)
Masalah diperpanjang dengan membutuhkan sintesis dan pemindahan konsep
Refleksi Proses (evaluate)
Solusi masalah dan jawaban atas pertanyaan yang divalidasi dan terintegrasi dengan konsep, pengetahuan dan kinerja yang dinilai.
7
Peer Assessment Menurut Mann (2015), peer assessment adalah penilaian hasil karya siswa oleh siswa lain dari status yang sama. Siswa yang melakukan peer assessment dalam hubungannya dengan self-assessment formal. Mereka merefleksikan upaya mereka sendiri, dan memperluas dan memperkaya refleksi ini dengan bertukar umpan secara individu dan bekerja dengan rekan-rekan mereka. Menurut Mann (2015), peer assessment adalah alat metakognitif yang kuat. Penilaian ini melibatkan siswa dalam proses belajar dan mengembangkan kapasitas mereka untuk merenungkan dan mengevaluasi secara kritis pengembangan pembelajaran dan keterampilan mereka sendiri. Penilaian ini mendukung pengembangan berpikir kritis, interpersonal dan lainnya keterampilan, serta meningkatkan pemahaman dalam bidang disiplin ilmu pengetahuan. (1) Manfaat Peer Assessment Menurut Mann (2015), penilaian ini melibatkan siswa dalam proses belajar dan mengembangkan kapasitas mereka untuk merenungkan dan mengevaluasi pengembangan pembelajaran dan keterampilan mereka sendiri. Siswa dapat bekerja secara kooperatif dengan berpikir kritis memberikan masukan yang konstruktif saat belajar dari penilaian kritis yang diterimanya dari orang lain. Penilaian ini dapat mendorong siswa untuk mengelola belajar secara mandiri. Penilaian ini juga 351
mengembangkan keterampilan interpersonal dan mengembangkan kesadaran dinamika kelompok. Peer Assessment biasanya memberikan pengalaman yang positif bagi siswa. Dalam konteks menilai tugas kerja kelompok, penilaian ini dapat mempromosikan rasa keadilan, dengan memperlihatkan kontribusi individu dan mendorong komitmen yang lebih besar untuk usaha kelompok. Dengan proses penilaian ini, siswa dapat menjadi agen yang lebih aktif dalam prosedur penilaian. (2) Strategi Merancang Peer Assessment Menurut Mann (2015), berikut strategi yang dapat digunakan untuk merancang peer assessment dalam pembelajaran. (a) Mengembangkan Kriteria Peer Assessment Siswa Berikut langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran: 1) Bagilah kelas menjadi kelompok-kelompok kecil dengan tiga atau lebih anggota. 2) Mintalah setiap kelompok untuk membuat laporan setiap akhir kegiatan pembelajaran. 3) Mintalah setiap kelompok untuk memberikan umpan balik informal untuk rekanrekan kemajuan mereka. 4) Bisa juga meminta setiap kelompok memberikan penilaian formal misalnya, memberikan poin berdasarkan hasil kerja masing-masing anggotanya. (b) Membangun Umpan Balik Berikan peran aktif kepada siswa yang dinilai dengan membiarkan mereka menanggapi penilaian yang didapatnya. Siswa yang diminta untuk memberikan umpan balik kepada rekan penilai mereka, menampilkan kesadaran metakognitif yang lebih besar, kinerja keseluruhan yang lebih tinggi, serta sikap yang secara signifikan lebih baik. (c) Biarkan Kelompok Menilai Anggotanya Salah satu proses yang mungkin untuk menilai kerja kelompok secara formal adalah guru menetapkan skor untuk masing-masing kelompok. Para siswa menetapkan skor individu untuk setiap anggota kelompok mereka, sesuai dengan kontribusi mereka dalam kerja kelompok.Seorang kontributor utama akan menerima skor lebih tinggi dari skor anggota kelompoknya dan kontributor yang lebih rendah akan menerima skor yang lebih rendah. Skor kelompok diperoleh dari rata-rata skor yang diperoleh semua anggotanya. (d) Peer Assessment Didasarkan pada Kriteria Dosen Penilaian dan tanggapan siswa yang muncul dalam kegiatan pembelajaran harus dianlisis oleh dosen sesuai dengan kriteria yang telah dibuatnya. Dosen harus memberikan umpan balik secara umum kepada semua siswa untuk mengonfirmasi hasil diskusi kelompok untuk menghindari kebingungan dan kesalahpahaman terhadap materi yang dipelajari. Penggunaan Strategi POGIL dengan Peer Assessment Penerapan strategi POGIL dengan peer assessment pada penelitian ditunjukkan oleh Tabel 2.
352
Tabel 2. Penerapan Strategi POGIL dengan Peer Assessment No.
Langkah-Langkah Kegiatan
Rincian Kegiatan
1
Identifikasi kebutuhan untuk belajar (engage)
(a) Dosen menyampaikan informasi tentang strategi POGIL dengan peer assessment yang akan digunakan pada pelaksanaan perkuliahan materi garis lurus. (b) Dosen membagi mahaiswa ke dalam kelompok kecil, dengan masing-masing beranggotakan 3-4 orang. (c) Dosen menyampaikan tujuan perkuliahan. (d) Dosen menyampaikan kriteria keberhasilan perkuliahan. (e) Dosen memberikan masalah yang menantang melalui Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) untuk dikerjakan secara individu terlebih dahulu.
2
Hubungkan ke pemahaman sebelumnya. (elicit)
Dosen mengarahkan mahasiswa untuk menjawab pertanyaan dengan mengaitkannya dengan pengetahuan sebelumnya sebagai materi prasyarat.
Jelajahi (explore)
(a) Dosen mengarahkan mahasiswa untuk mengeksplorasi bahan ajar, seperti buku diktat, internet, atau sumber bahan ajar yang lain. (b) Bahan ajar tersebut kemudian diidentifikasi untuk membantu mahasiswa menyelesaikan masalah, sehingga mereka dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
Konsep penemuan, pengenalan, dan pembentukan (explain)
(a) Dosen memfasilitasi mahasiswa untuk menemukan suatu konsep dari hasil eksplorasi bahan ajar. (b) Dosen mengarahkan mahasiswa dalam satu kelompok untuk saling menilai, baik dalam bentuk formal (menggunakan rubrik penialaian) dan informal (memberikan tanggapan tentang hasil pekerjaan rekannya). (c) Mahasiswa diarahkan untuk memberikan tanggapan atas penilaian yang diberikan oleh rekannya. (d) Masing-masing kelompok saling berdiskusi untuk membahas hasil kerja dan penilaian anggota dalam rangka menyatukan ide dan gagasan.
3
4
353
5
Praktik menerapkan pengetahuan
(a) Dosen memberikan latihan soal penerapan untuk mengasah pengetahuan yang telah mahasiswa peroleh melalui penemuan konsep. (b) Latihan soal tersebut diselesaikan oleh mahasiswa secara individu terlebih dahulu. (c) Dosen mengarahkan mahasiswa dalam satu kelompok untuk saling menilai, baik dalam bentuk formal (menggunakan rubrik penialaian) dan informal (memberikan tanggapan tentang hasil pekerjaan rekannya). (d) Mahasiswa diarahkan untuk memberikan tanggapan atas penilaian yang diberikan oleh rekannya. (e) Masing-masing kelompok saling berdiskusi untuk membahas hasil kerja dan penilaian anggota dalam rangka menyatukan ide dan gagasan.
6
Terapkan pengetahuan dalam konteks yang baru (elaborate & extend)
Dosen mengarahkan mahasiswa untuk menyelesaikan masalah tantangan yang baru dengan menggunakan konsep yang telah ditemukan sebelumnya.
Refleksi Proses (evaluate)
(a) Dosen menunjuk perwakilan beberapa kelompok untuk maju mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. (b) Dosen memfasilitasi diskusi (tanya jawab) kelas. (c) Dosen memberikan penilaian formal untuk menilai kerja masing-masing kelompok dengan menggunakan rubrik penilaian. (d) Dosen memberikan konfirmasi dari hasil diskusi kelas. (e) Dosen bersama mahasiswa melakukan refleksi terhadap perkuliahan pada saat itu.
7
Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Fitrianti (2016), penelitian tindakan kelas merupakan rancangan tindakan penelitian yang dapat digunakan untuk menerjemahkan suatu konsep-konsep ke dalam realitas yang sifatnya lebih praktis. (a) Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Universitas Widya Dahrma Klaten pada Tahun Akademik 2016/2017. (b) Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Matenatika Universitas Widya Dharma Klaten semester IV Tahun Akademik 2016/2017. (c) Prosedur Penelitian Penelitian tindakan kelas ini menggunakan model Kurt Lewin. Menurut Fitrianti (2016), pada model Kurt Lewin dalam satu siklus terdiri dari empat langkah pelaksanaan tindakan yang terjadi proses dalam lingkaran yang terjadi terus-menerus. Proses tersebut meliputi: 354
1) perencanaan (planing) yang berisikan perencanaan penelitian dengan menyiapkan segala perangkat pembelajaran terkait dengan strategi POGIL dengan peer assessment. 2) aksi atau tindakan (implementing) yang merupakan pelaksanaan strategi POGIL dengan peer assessment di kelas sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. 3) observasi (observing) yang merupakan pengamatan untuk mengetahui efektifitasnya dan kekurangannya strategi POGIL dengan peer assessment. 4) refleksi (reflecting) yang merupakan analisis dari hasil observasi untuk memunculkan perencanaan baru. (d) Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunkan metode tes. Tes yang digunakan adalah tes hasil belajar mahasiswa pada materi garis lurus di mata kuliah geometri analitik bidang yang dibuat dengan mengacu pada Taksonomi Bloom yang telah direvisi. Tes hasil belajar tersebut merupakan instrumen penelitian, yang divalidasi oleh validator ahli sebelum digunakan. (e) Teknik Analisis Data Analisis data pada peneletian ini dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata tes hasil belajar dan persentase ketuntasan mahasiswa. Mahasiswa dikatakan tuntas belajar jika memperoleh nilai minimal 70. Menurut Depdikbud, sebagaimana dikutip oleh Trianto 2010, suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya jika dalam kelas tersebut terdapat minimal 85% siswa yang tuntas belajarnya. Hal inilah yang menjadi pedoman bagi peneliti untuk menentukan kriteria ketuntasan belajar klasikal. (f) Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah: jika dalam kelas terdapat minimal 85% mahasiswa yang memperoleh nilai minimal 70 dan nilai rata-rata tes hasil belajar meningkat dari suatu siklus ke siklus selanjutnya.
355
Daftar Pustaka Fitrianti. 2016. Sukses Profesi Guru dengan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Deepublish. Hanson, D. M. 2006. Instructor’s Guide to Process-Oriented Guided-Inquiry Learning. Published by: Pacific Crest. Tersedia di www.pcrest.com. [diakses 7-9-2016]. Laundry, A., S. Jacobs, & G. Newton. 2015. Effective Use of Peer Assessment in a Graduate Level Writing .Assignment: A Case Study. International Journal of Higher Education, 4(1): 38-51. Mann, L. L. 2015. Student Peer Assessment. UNSW Australia. Tersedia di https://teaching. unsw.edu.au/printpdf/544 [diakses 11-9-2016]. Ningsih, S. M., Bambang S., & A. Sopyan. 2012. Implementasi Model Pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Unnes Physics Education Journal, 1(2): 44-52. Purwanto. 2010. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rosidah. 2013. Keefektifan Pembelajaran Pogil Berbantuan LKPD Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Pokok Peluang. Jurnal KREANO, 4(1): 73-79. ISSN: 2086-2334. Sani, R. A. 2014. Pembelajaran Saintifk untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara. Trevathan, J., T. Myers, & H. Gray. 2014. Scaling-Up Process-Oriented Guided Inquiry Learning Techniques for Teaching Large Information Systems Courses. Journal of Learning Design, 7(3): 23:38. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. White, E. 2009. Student Perspectives of Peer Assessment for Learning in a Public Speaking Course. Asian EFL Journal – Professional Teaching Articles, Vol. 33. January 2009. Yuliani & Sumardi. 2015. Kesulitan Melukis, Memahami Lingkaran Dalam dan Luar Segitiga pada Mahasiswa Semester 1 Pendidikan Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UMS 2015. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
356