Vol. 03 / No. 06 / November 2013
PENGGUNAAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM PEMBENTUKAN PERCAKAPAN BERBAHASA JAWA DI MEDIA JEJARING SOSIAL FACEBOOK Oleh: Nur Choiroh Bekti Wiyati program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk (1) menginventariskan bentuk PKS sebagai penaatan dan pelanggaran pada percakapan facebook, (2) mendeskripsikan fungsi tuturan yang berlaku dalam penggunaan maupun pelanggaran PKS pada percakapan facebook tersebut. Sumber data berupa data tuturan-tuturan yang diperoleh dari facebooker yang menjadi teman penulis (Bekty AaNdraw Thauchoi) dan bukan privacy account. Data yang diambil merupakan percakapan yang terbentuk oleh status (penutur) dan komentar (mitra tutur). Pengambilan data berlangsung selama tiga bulan. Instrumen data merupakan peneliti itu sendiri dan kartu data. Analisis data menggunakan metode padan translasional dan referensial dalam bentuk deskripsi verbal dengan teknik informal. Hasil penelitian analisis deskriptif menunjukkan bahwa inventarisasi penggunaan PKS terdiri dari penaatan dan pematuhan maksim Grice yang diperoleh 4 bentuk utama dengan maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim hubungan, maksim cara dan 11 bentuk kombinasinya. Fungsi tuturan dalam pembentukan percakapan facebook ditemukan ada 5 macam fungsi tuturan dengan sub fungsinya masing-masing, yaitu fungsi deklarasi, representatif, ekspresif, dan direktif.
Kata kunci: maksim, bahasa Jawa, facebook
Bahasa Jawa dan masyarakatnya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa Jawa merupakan (1) lambang kebanggaan daerah, (2) identitas atau jati diri, dan (3) sarana komunikasi keluarga maupun orang lain (Sutardjo, 2008: 10). Seiring dengan kemajuan teknologi di dunia tanpa batas tidak menyurutkan masyarakat Jawa untuk ikut bergabung sebagai pengguna bahasa Jawa. Fenomena tersebut dapat ditemukan dalam percakapan yang terbentuk di media sosial seperti halnya facebook. Suatu percakapan dapat dibentuk dari hubungan dengan orang lain karena terjalinnya kerja sama. Berkaitan dengan hal tersebut, Grice dalam Rustono (1999: 53) mengemukakan bahwa prinsip kerja sama merupakan bentuk penggunaan bahasa percakapan dalam melakukan percakapan secara kooperatif. Permasalahan yang menjadi fokus penelitian penulis adalah penggunaan bahasa Jawa dalam pembentukan percakapan facebook yang ditemukan adanya Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
42
Vol. 03 / No. 06 / November 2013
fenomena kebahasaan yaitu percakapan Grice berupa prinsip kerja sama (PKS). Selanjutnya, Grice dalam Werth (1981: 155) menjelaskan bahwa “conversation is now generally conceived of as a cooperative venture, governed by maxims of truthfulness, relevance, informativeness, and maner, which may be exploited for particular conversational effect”. Terjemahan dalam bahasa Indonesia kurang lebih sebagai berikut, percakapan pada lazimnya tersusun dari tindak kerja sama yang diatur oleh maksim kualitas, maksim hubungan, maksim kuantitas dan maksim cara yang memungkinkan dapat membentuk efek pada percakapan. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian yaitu (1) menginventariskan bentuk PKS sebagai penaatan dan pelanggaran pada percakapan facebook, (2) mendeskripsikan fungsi tuturan yang berlaku dalam penggunaan maupun pelanggaran PKS pada percakapan facebook tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Adapun sumber data dalam penelitian ini berupa data tuturan-tuturan yang diperoleh dari akun para facebooker yang menjadi teman akun penulis (Bekty AaNdraw Thauchoi) dan yang bukan merupakan privacy account. Data yang diambil merupakan percakapan yang terbentuk oleh pembuat status (penutur) dan komentar (mitra tutur). Pengambilan data berlangsung selama tiga bulan dan diperoleh 50 data percakapan yang telah dianalisis. Instrumen data merupakan peneliti itu sendiri dan kartu data. Analisis data menggunakan metode padan translasional dan referensial dalam bentuk deskripsi verbal dengan teknik informal. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan bentukbentuk penggunaan prinsip kerja sama pada percakapan dalam jejaring sosial facebook. Penggunaan PKS tersebut merupakan bentuk penaatan PKS dan pelanggaran PKS meliputi maksim utama dan bentuk kombinasi maksim-maksim utama tersebut. Penggunan PKS dalam penelitian ini ditemukan 4 maksim utama dan kombinasi maksim PKS. Penggunaan maksim-maksim PKS yang ditemukan antara lain yaitu pelanggaran maksim cara (MC), dimana tuturan yang melanggar MC disampaikan
Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
43
Vol. 03 / No. 06 / November 2013
secara berbelit-belit, bertele-tele sehingga mitra tutur tidak memperoleh informasi yang diinginkan. Pelanggaran tersebut diikuti dengan penaatan MKn, sekaligus penaatan MKl dan penataan MH dalam sebuah tuturan. (1) Implikatur: mengejek mitra tutur. Dialog Terjemahan Xivel Sulistyo : “melas, kan entes ilang “kasihan, kan kamu habis jempolmu to?” [02] kehilangan jempol kan?” Septi Cie KanyaSadhu : “hehe, iting nong” [03] “malu aku” (Kutipan: Data 02). Percakapan di atas terbentuk dari komentar dengan komentar. Partisipan terdiri dari penutur Septi Cie KanyaSadhu dan mitra tutur Xivel Sulistyo. Situasi percakapan santai dan tidak serius (bergurau). Ends percakapan tersebut hanya untuk mengejek mitra tutur dengan bergurau. Tuturan [03] merupakan kontribusi balasan untuk tuturan [02] dengan inventaris bentuk pelanggaran MC yaitu penaatan MKn, penaatan MKl sekaligus penaatan MH. Pelanggaran MC ditunjukkan pada tuturan [02] dengan “hehe, iting nong” jika dituliskan secara benar dalam bahasa Jawa menjadi “hehe, isin inyong” yang berarti ‘hehe, malu aku”. Kalimat tersebut melanggar MC, dimana penyampaian tuturan [02] oleh penutur disengaja seperti anak kecil atau orang yang celat untuk membuat kelucuan (comic effect), sedangkan penaatan MKn didapat dari tuturan dengan informasi yang sesuai dengan kebutuhan (secukupnya). Penaatan MKl ditandai dengan “hehe, iting nong” sebagai ungkapan perasaan penutur dan menaati MH dengan adanya relevansi antara komentar [01] dan komentar [02]. Pelanggaran maksim kuantitas (MKn) dan maksim hubungan (MH) yang ditandai dengan kontribusi yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan menyalahi topik pembicaraan. Pelanggaran maksim tersebut menginventariskan bentuk penaatan terhadap maksim kualitas (MKl) dan maksim cara (MC). (2) Implikatur: mengharapkan masukkan Budi Ambalica Jo Sutorisuno
Dialog : “emange nang ndi mas le dadi TKI…?” [02] : “siki “lagi neng Taiwan, Jepang pernah, masa balik lunga maning, pengin usaha
Terjemahan “memangnya dimana mas jadi TKI nya…?” “sekarang lagi di Taiwan, Jepang pernah, masa pulang pergi lagi…
Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
44
Vol. 03 / No. 06 / November 2013
lur,usaha apa ya?” (Kutipan: Data 08)
[03] kepingin usaha saudara… usaha apa ya?”
Partisipan pada percakapan tersebut yaitu penutur Jo Sutorisuno dan mitra tutur Budi Ambalica. Keys percakapan yang santai menunjukkan Norm of Interaction and Interpretation terdiri dari pertanyaan dengan pertanyaan. Pada tuturan [03] yang merupakan jawaban atas tuturan [02] adalah bentuk pelanggaran MKn yang ditandai dengan kontribusi tidak sesuai kebutuhan penanya. Mitra tutur menanyakan dimana penutur menjadi TKI yang sebenarnya penutur cukup menjawab dengan “siki lagi neng Taiwan” tetapi secara berlebihan penutur menginformasikan bahwa dirinya juga pernah menjadi TKI di Jepang pada kalimat “Jepang pernah, masa balik lunga maning… pengin usaha lur…usaha apa ya?” dan ditambahkan dengan mengutarakan keadaanya yang berkeinginan membuat usaha agar tidak pulang dan pergi lagi, sedangkan pelanggaran MH ditunjukkan dengan adanya tuturan [03] yang mengalihkan pembicaraan dengan mengembalikan kepada topik semula yang sudah ditinggalkan sebagai kepentingan penutur. Penaatan maksim MKl ditunjukkan pada tuturan [03] yaitu penutur mengusahakan tuturan sesuai dengan kenyataan atau fakta dan berkata jujur, sedangkan penaatan MC diidentifikasikan oleh kejelasan informasi penutur. Selanjutnya Fungsi tuturan merupakan bentuk tuturan yang mengandung tujuan tersendiri. Ada 5 fungsi tuturan yaitu: fungsi deklarasi, fungsi representatif, fungsi ekspresif, fungsi direktif, dan fungsi komisif. Fungsi direktif merupakan bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, seperti halnya yang ditemukan pada tuturan dalam pembentukan percakapan facebook. Pada tuturan [03] berikut, penutur melanggar MKl, MH dan MC dengan mengucilkan mitra tuturnya dan menganggapnya sebagai anak kecil dengan tujuan bergurau. Yuni Tarah
Dialog : “bocah cilik aja dolan adoh-adoh ngumah bae pasaran ring mburitan, haha” [03] (Kutipan: Data 06).
Terjemahan “anak kecil jangan main jauh-jauh di rumah saja main di belakang rumah, haha”
Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
45
Vol. 03 / No. 06 / November 2013
Tuturan [03] di bawah ini merupakan tindak representatif dengan mengutarakan penjelasan sekaligus mengeluh karena malas ngegym tetapi terpaksa memenuhi perintah dokter karena penutur sakit. Tuturan tersebut melanggar MKl dan MH. Dialog Terjemahan Yuni Tarah : “kone dokter nyoo, jane ya “disuruh (saran) dokter nyoo, bebeh, tapi ku kepengin sehat” sebenarnya ya malas, tapi [03] (Kutipan: Data 11) aku ingin sehat” Fungsi ekspresif merupakan bentuk tuturan yang berfungsi menyatakan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Penutur pada tuturan [03] menciptakan tuturan dengan fungsi ekspresif yang mempunyai sub fungsi mengeluhkan keadaan yang dialaminya yang dihubungkan dengan fakta yang sedang dibicarakan pada percakapan. Dialog Terjemahan Paula Peecis : “betul pak dhe, Sing sugih “betul pak dhe, yang kaya mundak sugih sing kere makin kaya yang miskin mundak mblangsak #cah makin miskin, anak prambanan neng prantauan ra prambanan di perantauan sugih2”[03] (Kutipan: Data 11) tidak kaya-kaya” Adapun fungsi tuturan dengan tujuan agar penutur melakukan tindakan. Pada tuturan [02] berikut merupakan bentuk direktif dengan sub fungsi meminta agar penutur melakukan tindakan dengan membaca tuturannya. Asa Q
Dialog : “nge like ki status ku ae” [02] (Kutipan: Data 11)
Terjemahan “ngelike status ku saja”
Fungsi komisif merupakan bentuk tuturan yang mempunyai fungsi untuk menyatakan janji atau penawaran. Pada tuturan [02] penutur menawarkan mitra tuturnya untuk datang ke tempatnya menggendong nur (anak kecil) karena percakapan sedang membahas tentang menggendong bayi dan bayi imut Dialog Oryza Alfabeta : “gendong nur ae rene” Anabaena Cycadeae [02] (Kutipan: Data 44)
Terjemahan “gendong nur saja sini”
Berdasarkan hasil penelitian penulis maka dapat disimpulkan bahwa diketahui adanya bentuk penggunaan prinsip kerja sama dalam percakapan berbahasa Jawa yang dilakukan peserta percakapan di facebook. Bentuk-bentuk Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
46
Vol. 03 / No. 06 / November 2013
penggunaan prinsip kerja sama tersebut dibedakan ke dalam dua penggunaan yaitu adanya penaatan maupun pelanggaran prinsip kerja sama. Penggunaan prinsip kerja sama tersebut memiliki fungsi tuturan masing-masing yang diungkapkan oleh peserta percakapan tersebut. Adapun fungsi tuturan yang ditemukan dalam percakapan facebook tersebut ada 5 dengan sub fungsi masing-masing, yaitu fungsi deklarasi, fungsi representatif, fungsi ekspresif, fungsi direktif, dan fungsi komisif. Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan maka dapat disarankan peserta percakapan perlu memperhatikan kaidah-kaidah prinsip kerja sama dalam melakukan tindak percakapan untuk membentuk percakapan yang baik dan mencapai tujuan bersama dengan menaati 4 maksim Grice. Peserta tutur diharapkan membentuk percakapan dengan fungsi tuturan sehingga kontribusi yang diberikan tidak mubazir dan mematuhi semua maksim kerja sama tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV. IKIP Semarang Press. Sutardjo, Imam. 2008. Kawruh Basa lan Kasusastran Jawi. Surakarta: FBS UNS. Werth, Paul. 1981. Conversation and Discourse Structure and Interpretation. London: Croom Helm Ltd.
Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
47