176
PENGGUNAAN PENDEKATAN NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENUMBUHKAN PEMBELAJARAN PKN YANG JOYFULL LEARNING DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 WONOAYU SIDOARJO Oleh : Sopiyah IKIP Widya Darma Surabaya
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menumbuhkan pembelajaran yang joyfull learning di SMP Negeri 1 Wonoayu nilai PKn kelas VII A dapat dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan pokok bahasan tentang Berkomitmen terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan kelas (PTK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Numbered Head Together sangat bagus diterapkan dalam mata pelajaran PKn, karena disamping membangun kebersamaan dan persatuan diantara siswa juga dapat meningkatkan nilai belajar siswa dalam mata pelajaran PKn. Aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran model NHT sangat bagus. Siswa terlihat antusias dalam mengikuti proses pembelajaran dan pembelajaran yang joyfull learning dapat terwujud. Kata Kunci : Numbered Head Together, Joyfull Learning
PENDAHULUAN Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah bertujuan untuk mencapai standar kompetensi maupun kompetensi dasar yang telah dituangkan dalam kurikulum dari masingmasing mata pelajaran. Demikian juga mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), secara
khusus
kompetensi
dasar
yang
ditetapkan
dalam
kurikulum
Pendidikan
Kewarganegaraan SMP menuntut siswa untuk memiliki kemampuan dalam memahami, menganalisis, dan berpikir kritis. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyebutkan bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No.2|Januari 2014
176
177
Dalam kenyataannya di SMP Negeri 1 Wonoayu nilai PKn kelas VII A masih jauh dari harapan. Dalam survey pendahuluan nilai Pendidikan Kewarganegaraan masih menunjukkan nilai rata-rata di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang ditetapkan oleh guru yaitu 75. Dari 36 siswa kelas VII A, yang tuntas hanya 15 orang siswa dan 21 siswa belum tuntas. Berdasarkan hasil refleksi diri dan diskusi dengan teman guru sejawat, rendahnya prestasi belajar siswa kelas VII A tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1) Siswa lebih banyak pasif dan dianggap sebagai obyek pembelajaran saja. Hal ini dilakukan karena metode ceramah masih dianggap paling efektif untuk menyampaikan materi pembelajaran; 2) Dengan metode ceramah ternyata proses pembelajaran berjalan kurang menarik, kurang menumbuhkan minat belajar dan kurang menumbuhkan motivasi belajar sehingga proses pembelajaran berjalan membosankan, menjenuhkan, kurang bermakna karena bersifat verbal dan sulit dipahami; 3) Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih rendah; 4) Materi yang disampaikan oleh guru masih banyak yang bersifat abstrak, sehingga masih sulit untuk dimengerti dan dipahami oleh siswa. Oleh karena itu, perlu kiranya ada pembaharuan dalam pembelajaran agar mata pelajaran yang diajarkan menjadi lebih menarik perhatian dan minat siswa serta dapat memotivasi prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat, diputuskan agar dalam penyajian materi Pendidikan Kewarganegaraan perlu dikemas sedemikian rupa agar menjadi lebih menarik perhatian dan merangsang motivasi belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedijarto bahwa kualitas proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas dapat ditunjukkan oleh tingginya interaksi siswa dengan guru dan objek belajar. Sehubungan dengan hal tersebut guru harus berupaya agar siswanya dapat terlibat langsung secara aktif dalam setiap proses pembelajaran. Salah satu solusi yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) sehingga materi yang disampaikan lebih bermakna dan mempermudah pemahaman konsep materi pelajaran. Model pembelajaran NHT dikembangkan oleh Kagan (dalam Ekowati, 2005) dijelaskan bahwa model pembelajaran ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, disamping itu, model ini akan mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Model JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No.2|Januari 2014
178
pembelajaran NHT sebenarnya mirip dengan metode diskusi hanya para siswa diberi nomor masing-masing dan juga yang mempresentasikan ke depan kelas bukan ketua kelompok namun tergantung nomor yang dipanggil atau ditunjuk oleh guru yang mengajar di kelas. Menurut Subagyo (1994:22), model pembelajaran NHT adalah cara penyajian pelajaran di mana siswa dihadapkan pada suatu masalah yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama dan masing-masing siswa diberi nomor urut. Lebih lanjut dijelaskan oleh Pasaribu (1998:20) bahwa model pembelajaran NHT adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada para siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah di mana tiap siswa diberi nomor urut. Dengan demikian model pembelajaran NHT akan mendorong keterlibatan siswa secara optimal sehingga dapat membantu mewujudkan keberhasilan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan syarat kelas yang efektif, yaitu adanya keterlibatan tanggung jawab dan umpan balik dari peserta didik. Dalam model pembelajaran NHT, setiap siswa akan berusaha untuk mengemukakan ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat sehingga mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru kepadanya; dengan demikian para siswa dalam proses pembelajaran ini merasa sebagai subjek pembelajaran sehingga akan mendorong mereka untuk belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Bruner (dalam Dhori, 1998) yang menyatakan bahwa prestasi belajar dengan cara belajar mencari dan menemukan sendiri lebih mudah dihafalkan, diingat dan mudah ditransfer serta dapat menumbuhkan motivasi internal. Dengan belajar penemuan dan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya akan memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengijinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Kemudian pembelajaran seperti ini akan mendorong motivasi belajar siswa. JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No.2|Januari 2014
179
Dengan penerapan model pembelajaran NHT tentu akan menciptakan suasana proses pembelajaran partisipatif, karena setiap siswa diberi kesempatan untuk memberikan pendapatnya dalam memecahkan suatu problem yang dilontarkan oleh guru untuk dibahas, kemudian dapat meningkatkan perhatian serta minat belajar siswa dan lebih penting lagi dapat meningkatkan semangat serta gairah belajar serta mendorong motivasi belajar siswa semakin tinggi. Dengan demikian melalui model pembelajaran NHT siswa akan memperoleh pengalaman belajar secara langsung karena siswa yang menggali dan mencari jawaban untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga materi pelajaran yang diterimanya lebih bersifat konkrit dan akan bertahan lama dalam memorinya. Dari latar belakang inilah, perlu diterapkan suatu model pembelajaran upaya untuk menumbuhkan pembelajaran yang joyfull learning dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan materi tentang Berkomitmen terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara Melalui model NHT pada siswa kelas VII A SMP Negeri 1 Wonoayu Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo tahun pelajaran 2014/2015. Prestasi Belajar Hasil belajar lazim disebut sebagai prestasi belajar. Poerwodarminto mengartikan prestasi sebagai hasil yang dicapai. Reber (dalam Syah, 2005) mengartikan belajar dengan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dan suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Dipertegas oleh Makmun dalam Mulyasa (2005:189) bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut antara lain perubahan bersifat intensional dalam arti pengalaman atau praktek latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukan, perubahan bersifat positif dalam arti sesuai dengan yang diharapkan, perubahan bersifat efektif dalam arti perubahan hasil belajar itu relatif tetap dan setiap saat diperlukan dapat direproduksikan dan dipergunakan. Slameto mengatakan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan individu untuk merubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan orang lain. Hasil belajar identik dengan prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran. Dalam pendidikan, pembelajaran itu dilakukan secara terprogram melalui pengajaran, bimbingan dan latihan. Dengan demikian, hasil belajar dapat didefinisikan sebagai keberhasilan siswa dalam JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No.2|Januari 2014
180
mencapai tujuan yang ditetapkan dalam program pembelajaran di sekolah melalui serangkaian evaluasi sebagai alat uji sehingga menghasilkan skor penilaian yang berbentuk angka-angka. Skor penilaian ini menggambarkan tingkat perkembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa sesuai dengan standar kriteria dan acuan yang ditetapkan.
Model Pembelajaran NHT Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Kagan (dalam Ekowati, 2005) dimana model pembelajaran ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, selain itu pula model ini akan mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Model pembelajaran NHT sebenarnya mirip dengan metode diskusi hanya para siswa diberi nomor urut masing-masing dan juga yang mempresentasikan ke depan kelas bukan ketua kelompok namun tergantung nomor yang dipanggil oleh guru. Menurut Subagyo (1994:22), model pembelajaran NHT adalah cara penyajian pelajaran ketika siswa dihadapkan pada suatu masalah yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama dan masing-masing siswa diberi nomor urut. Lebih lanjut dijelaskan oleh Pasaribu (1998:20), bahwa model pembelajaran NHT adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberi kesempatan kepada para siswa yang dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah dan setiap siswa diberi nomor urut. Jadi dari pendapat para ahli tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa model pembelajaran NHT adalah suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat serta masing-masing siswa diberi nomor urut. Menurut Kagan (dalam Ekowati, 2005) langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran NHT adalah sebagai berikut: 1.) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor urut. Guru memberikan tugas yang berbeda dan masing-masing kelompok mengerjakannya; 2.) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No.2|Januari 2014
181
dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini; 3.) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka; 4.) Tanggapan dari kelompok yang lain; 5.) Klarifikasi guru dan refleksi. Model pembelajaran ini mirip dengan metode diskusi sehingga menurut Sriyono, dkk., (1991:106) kegunaan dari penerapan metode ini dalam proses pembelajaran ini antara lain adalah: 1.) Merangsang siswa agar lebih bersedia menggali, memahami dan mencari alternatifalternatif pemecahan masalah yang sedang didiskusikan; 2.) Melatih siswa agar berani mengemukakan pendapat dimuka umum secara sistematis, menentukan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, bertindak konsisten dan konsekwen dengan hal-hal yang telah diperoleh sekarang ke arah yang lebih sempurna; 3.) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mempelajari hubungan antar manusia dan mengembangkan diri ke arah wawasan pribadi secara mantap; 4.) Mengembangkan diri siswa sehingga menjadi lebih ahli dan cakap untuk mengelola bidang-bidang kegiatan yang sesuai dengan kemampuannya; 5.) Lebih memahami orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh yang bersangkutan. Penerapan model pembelajaran NHT dalam proses pembelajaran mengandung beberapa kebaikan. Menurut Sriyono, dkk (1991:11) kebaikan dari model pembelajaran NHT yang mirip dengan metode diskusi adalah sebagai berikut: 1.) Melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran; 2.) Memupuk kepercayaan kepada diri sendiri; 3.) Menggabungkan berbagai pendapat dari berbagai sumber; 4.) Menghasilkan pandangan baru; 5.) Memudahkan pencapaian tujuan; 6.) Melatih belajar bertukar pikiran dan berpikir secara terarah; 7.) Memupuk sikap toleransi, mau menerima dan memberi; 8.) Mengembangkan kebebasan intelekual siswa; 9.) Memberi kesempatan kepada pelajar untuk menguji, mengubah dan memperbaiki pandangannya; 10.) Memberi kesempatan kepada mereka untuk menjalin hubungan kerja sama berikutnya. Hubungan Model Pembelajaran (NHT) dengan Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dari uraian tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa penerapan model pembelajaran NHT memberikan sumbangsih positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Dalam hal ini melalui penerapan model pembelajaran NHT dalam proses pembelajaran seorang guru akan mampu melakukan suatu perubahan terhadap tingkat prestasi belajar siswa karena melalui proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran NHT akan mendorong siswa JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No.2|Januari 2014
182
aktif terlibat dalam pemecahan suatu masalah, berani mengeluarkan pendapat, menghargai pendapat orang lain, proses pembelajaran lebih hidup dan siswa terdorong untuk mempersiapkan diri dengan baik agar tidak mengecewakan kelompoknya. Disamping itu juga akan terjadi pembelajaran partisipatif aktif dari para siswa yang akan memberikan pengalaman belajar langsung sehingga materi yang diterima oleh siswa dalam bentuk yang konkrit dan mudah dihafalkan atau diingat oleh siswa, dengan demikian akan bertahan lama dalam memorinya dan pada gilirannya akan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Jadi melalui penerapan model pembelajaran NHT akan memberi pengaruh positif terhadap upaya guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dari pendapat para ahli disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran NHT akan mendorong siswa aktif terlibat dalam pemecahan suatu masalah, berani mengeluarkan pendapat, menghargai pendapat orang lain, proses pembelajaran lebih hidup dan siswa terdorong untuk mempersiapkan diri dengan baik agar tidak mengecewakan kelompoknya. Disamping itu juga akan terjadi pembelajaran partisipatif dari para siswa yang akan memberikan pengalaman belajar langsung. Dengan demikian, penerapan model
pembelajaran NHT dalam proses pembelajaran akan memberi dampak
positif terhadap upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. METODE PENELITIAN Metode Penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan 2 (dua) siklus. Lokasi dan Subjek Penelitian Dalam penelitian ini subjek penelitian ditetapkan siswa kelas VII A SMP
Negeri 1
Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo Tahun Pelajaran 2014/2015 dengan memiliki karakteristik sebagaimana yang tertuang pada tabel berikut ini : Teknik Analisis Data Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif kuantitatif dengan prosentase. Rumus yang digunakan dalam
menganalisis dan
mengolah data diantaranya sebagai berikut : JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No.2|Januari 2014
183
Mencari rata-rata ( Mean ) Jumlah Nilai Rumusnya
: X
= Jumlah siswa
Mencari prosentase (%) Jumlah selisih nilai yang diperoleh Rumusnya
=
x 100% Jumlah nilai yang diperoleh sebelumnya
Mencari ketuntasan belajar klasikal Jumlah siswa yang tuntas Ketuntasan belajar klasikal =
x 100% Jumlah seluruh siswa
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pada siklus I menunjukkan sikap antusias siswa untuk mengikuti kegiatan NHT walaupun masih ada beberapa siswa yang takut, terlebih siswa yang kurang mampu jika ditunjuk sebagai pemimpin dalam diskusi. Siswa kurang mampu lebih terlihat pasif dalam proses pembelajaran NHT, hal ini ditandai dengan kurangnya dalam mengemukakan pendapat, kurang bertanya, namun mau aktif dalam diskusi dan memberikan masukan. Sedangkan siswa yang pintar serta mempunyai jiwa pemimpin bersikap aktif dalam mengikuti kegiatan NHT. Aktivitas siswa tidak sesuai dengan harapan karena kepekaansertaaannya dalam proses pembelajaran belum optimal, artinya masih banyak siswa yang melakukan hal-hal yang tidak mendukung diskusi seperti ngobrol sendiri, bermain sendiri serta acuh tak acuah dengan kegiatan diskusi. Sedangkan hal-hal yang bersifat mendukung kegiatan NHT seperti bertanya, menjawab, diskusi dan memberikan masukan sudah dilakukan siswa tetapi dalam prosentase kurang memuaskan. Dari hasil pengamatan diketahui aktivitas siswa mencapai 70% atau ada 25 siswa yang aktivitas baik, sedangkan aktivitas sedang mencapai 17% atau ada 6 siswa, dan 3 siswa atau 13% yang mengikuti kegiatan model NHT kurang aktif. Dari hasil pengamatan dan analisis JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No.2|Januari 2014
184
data tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada siklus pertama penerapan model pembelajaran NHT dalam proses pembelajaran PKn ternyata prestasi atau hasil belajar PKn siswa meningkat namun belum optimal, sehingga ketuntasan belajar siswa masih belum memenuhi syarat ketuntasan belajar klasikal yaitu 85% dari jumlah siswa yang memperoleh nilai KKM PKn yaitu 75. Walaupun hasil belajar belum meningkat secara optimal, namun kualitas pembelajaran pada siklus I telah menunjukkan adanya peningkatan yaitu: 1.) Mulai tumbuhnya keikutsertaan dan keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran walaupun belum optimal; 2.) Mulai tumbuhnya rasa percaya diri para siswa; 3.) Mulai tumbuhnya keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat; 4.) Tumbuhnya kerjasama dan saling menghargai sesama siswa; 5.) Peningkatan nilai dari studi pendahuluan (pra siklus) meningkat pada siklus I dengan model NHT walaupun belum dikategorikan tuntas. Pada siklus II menunjukkan sikap antusias yang tinggi pada siswa untuk mengikuti kegiatan NHT. Siswa yang tadinya kurang mampu dan terlihat pasif dalam proses pembelajaran NHT pada siklus II sudah berani dan aktif, hal ini ditandai dengan berani mengemukakan pendapat, kurang bertanya, menjawab ikut aktif diskusi dan memberikan masukan. Sedangkan siswa yang pintar serta mempunyai jiwa pemimpin bersikap aktif dan kooperatif dengan kelompoknya dalam mengikuti kegiatan NHT. Proses belajar mengajar dengan menggunakan NHT benar-benar menyenangkan. Hal ini terlihat dari antusias siswa dalam mengiktui proses belajar mengajar. Akibatnya nilai PKn mereka sedikit meningkat daripada waktu pra siklus. Dari nilai pada siklus II adalah 90, sedangkan nilai terendah 70. Nilai rata-rata siswa kelas VII A SMPN 1 Wonoayu mencapai 81,67 ada 34 siswa yang tuntas dan hanya 2 siswa belum tuntas. Sedangkan ketuntasannya hanya 94,44% kriteria yang telah ditetapkan mencapai 85% sehingga dapat dikaterigorikan pada siklus II terjadi ketuntasan secara klasikal. Pada siklus II, ternyata aktivitas guru dan siswa semakin bagus dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran NHT. Secara garis besarnya rata-rata tingkat keterlibatannya tergolong sangat aktif. Hal ini dapat dilihat dan diketahui adanya kenaikan nilai rata-rata, kenaikan nilai tertinggi dan terendah serta ketuntasan belajar siswa, dalam kenaikan jumlah siswa yang memperoleh peringkat belajar yang sangat tinggi. Aktivitas siswa sesuai dengan JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No.2|Januari 2014
185
harapan karena kepekaan-sertaaannya dalam proses pembelajaran sudah optimal, artinya sedikit siswa yang melakukan hal-hal yang tidak mendukung diskusi seperti ngobrol sendiri, bermain sendiri serta acuh tak acuah dengan kegiatan diskusi. Sedangkan hal-hal yang bersifat mendukung kegiatan NHT seperti bertanya, menjawab, diskusi dan memberikan masukan sudah dilakukan siswa tetapi dalam prosentase memuaskan. Dari hasil pengamatan aktivitas siswa mencapai 94% atau ada 34 siswa yang aktivitasnya baik. Sedangkan yang sedang mencapai 6% atau ada 2 siswa dan tidak ada siswa kurang aktif.
Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data pada siklus I dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran NHT dalam proses pembelajaran PKn ternyata hasil belajar PKn pada siswa kelas VII A SMP Negeri 1 Wonoayu Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo sudah meningkat namun belum optimal. Hal ini terbukti dengan adanya data: 1.) Ketuntasan belajar siswa baru mencapai 27 siswa atau 75%. Dengan demikian proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran NHT belum mampu mencapai syarat ketuntasan belajar klasikal yaitu 85% dari jumlah siswa telah mencapai nilai KKM PKn yaitu 75; 3.) Masih ada 9 siswa (25%) yang tergolong merasa masih sulit menerima pelajaran dengan menggunakan model pembelajaran NHT; 4.) Keaktifan siswa mencapai 70% atau ada 25 siswa yang keaktifannya baik. Sedangkan keaktifan sedang mencapai 17% atau ada 6 siswa dan 3 siswa atau 13% yang mengikuti kegiatan model NHT kurang aktif. Hasil ini sesuai dengan pendapat Sriyono, dkk., (1991:106) bahwa model pembelajaran NHT dapat: 1.) Merangsang siswa agar lebih bersedia menggali, memahami dan mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah yang sedang didiskusikan; 2.) Melatih siswa agar berani mengemukakan pendapat dimuka umum secara sistematis, menentukan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, bertindak konsisten dan konsekwen dengan hal-hal yang telah diperoleh sekarang ke arah yang lebih sempurna; 3.) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mempelajari hubungan antar manusia dan mengembangkan diri ke arah wawasan pribadi secara mantap; 4.) Mengembangkan diri siswa sehingga menjadi lebih ahli dan cakap untuk mengelola bidang kegiatan yang sesuai kemampuannya; 5.) Lebih memahami orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh yang bersangkutan. JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No.2|Januari 2014
186
KESIMPULAN Model pembelajaran Numbered Head Together sangat bagus diterapkan dalam mata pelajaran PKn, karena disamping membangun kebersamaan dan persatuan diantara siswa juga dapat meningkatkan nilai belajar siswa dalam mata pelajaran PKn. Aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran model NHT sangat bagus. Siswa terlihat antusias dalam mengikuti proses pembelajaran dan pembelajaran yang joyfull learning dapat terwujud. Sedangkan saran-saran dapat dapat diberikan adalah: 1.) Guru hendaknya dapat memilih model-model pembelajaran yang inovatif yang sesuai dengan KD yang diajarkan; 2.) Guru hendaknya selalu melibatkan siswa didalam proses pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Dhori, Abu. 1997. Metodologi Pembelajaran Bahan Sajian Untuk Penataran Instruktur. PPPG IPS dan PMP Malang. Ekowati, Endang. 2005. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Dikdasmen, PPPG IPS dan PMP Malang. Mulyasa, E. 2005. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT Remaja Rodaskarya. Pasaribu, J.J. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: CV. Remaja Rodaskarya. Sriyono, dkk. 1991. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta: Rineka Karya. Subagyo, Rahman. 1994. Belajar, Pembelajaran dan Metode-metode dalam Pembelajaran. Jakarta: BRI Urusan Pendidikan dan Pelatihan. Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Undang-undang No. 20 tahun. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kemdikbud
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No.2|Januari 2014