ISSN 2407-0769 e-ISSN 2549-4694
Jurnal Pena Edukasi Vol. 4 No. 2, Maret 2017
PENGGUNAAN MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS Tukiman SD Negeri 050779 Serang Jaya, kab. Langkat
Abstract: This classroom action research aims to improve learning outcomes IPS using learning model Numbered Heads Together. The research was conducted in primary schools 050 779 Attack with fourth grade students study subjects with the number 23. The results showed that an increase in student learning outcomes with an average of 63.8 students in the first cycle and 86.3 in the second cycle. The percentage of classical completeness on the first cycle of 39.1% to 100% in the second cycle. The ability of the average of the six students working on the first cycle is 46% and the second cycle increased to 93%. Keywords: numbered head together
Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPS dengan menggunakan model pembelajaran numbered heads together. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 050779 Serang dengan subjek penelitian siswa kelas IV dengan jumlah 23 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa dengan rata-rata siswa 63,8 pada siklus I dan 86,3 pada siklus II. Presentase ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 39,1% menjadi 100% pada siklus II.
Kemampuan rata-rata kerja sama enam siswa tersebut pada siklus I adalah 46 % dan pada siklus II meningkat menjadi 93%. Kata kunci: numbered head together
Pendidikan merupakan proses membantu dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki agar berkembang sesuai dengan tugas perkembangannya. Pendidikan merupakan proses perubahan tingkah laku peserta didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan sekitar dimana individu itu berada. Pendidikan tidak hanya
sekedar mengembangkan intelektual semata, akan tetapi menekankan pula pada proses pembinaan kepribadian peserta didik secara menyeluruh sehingga bisa menjadi dewasa dan mengetahui status serta perannya di masyarakat. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan dijelaskan bahwa “Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana
111
ISSN 2407-0769 e-ISSN 2549-4694
Jurnal Pena Edukasi Vol. 4 No. 2, Maret 2017
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif megembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengalaman diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Dengan pendidikan yang baik, setiap orang akan mengetahui hak dan tanggung jawabnya sebagai individu, anggota di masyarakat serta sebagai makhluk Tuhan. Dengan kata lain, pendidikan merupakan hak fundamental yang harus dipenuhi bagi setiap masyarakat dalam kehidupannya. Tujuan dari pendidikan adalah membantu peserta didik mengembangkan semua potensi pribadinya baik secara rasionalitas, moralitas, sosialitas maupun spiritualitasnya. Untuk menjadi seseorang dengan kepribadiaannya yang paripurna atau menyeluruh sangat diperlukan pendidikan ditengah perubahan zaman yang begitu cepat. Adapun salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum di Sekolah Dasar (SD) salah satunya adalah IPS. Nu’man Sumantri (dalam Sapriya, 2009) bahwa Pendidikan IPS adalah suatu penyederhanaan ilmu-ilmu sosial, ideologi negara dan disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah sosial terkait yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat dasar menengah. Tujuan Pembelajaran IPS tidak hanya bersifat kuantitatif yang diperoleh melalui tes formatif atau hanya melihat dari ranah kognitif saja, tetapi hasil belajar juga mencakup ranah afektif dan ranah
psikomotor. Sejalan dengan itu Suprijono (dalam Thobroni, 2011) menambahkan bahwa “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap apresiasi dan keterampilan‟. Dilihat dari hasil belajar pada mata pelajaran IPS kelas IV SD Negeri 050779 Serang Jaya Kabupaten Langkat, masih sangat jauh dari yang diharapkan. Dari KKM yang telah ditentukan sekolah, hanya 8 siswa yang bisa mencapai KKM dalam mata pelajaran tersebut, sedangkan hasil belajar siswa lainnya masih dibawah KKM. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran masih belum efektif. Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan, hampir semua siswa tidak menyukai pelajaran IPS, hanya sekitar 8 siswa dari 23 siswa yang tertarik dengan pelajaran IPS. Berbagai alasan dikemukakan mengenai ketidak tertarikannya terhadap pembelajaran IPS diantaranya masih banyak siswa yang menganggap materi IPS sangat banyak dan sulit dipahami sehingga motivasi belajarnya pun sangat kurang. Kondisi demikian terbukti berdampak signifikan terhadap hasil belajar mereka, yakni mendapatkan nilai dibawah standar ketuntasan belajar. Diketahui pula, pada saat proses pembelajaran sangat didominasi oleh guru. Harus diakui pendekatan yang dipakai dalam pembelajaran IPS masih bersifat konvensional dan monoton. Atau dengan kata lain, umumnya pembelajaran IPS yang berlangsung di Sekolah Dasar (SD) masih menggunakan pendekatan pembelajaran ekspositori. Pendekatan ekspositori merupakan pendekatan pembelajaran dimana pusat pengajaran berada di tangan guru (Teacher Centered Approach). Dalam hal ini
112
ISSN 2407-0769 e-ISSN 2549-4694
Jurnal Pena Edukasi Vol. 4 No. 2, Maret 2017
guru lebih aktif memberikan informasi dalam menerangkan suatu konsep, sehingga mengakibatkan siswa menjadi pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan proses belajar mengajar berlangsung sangat kaku sehingga kurang mendukung pengembangkan pengetahuan, sikap, moral serta pengetahuan siswa, seperti penggunaan metode ceramah. Siswa hanya mendengarkan guru berceramah dengan mentransfer ilmu (Transfer of Knowledge). Hal tersebut menyebabkan kurang menariknya penyampaian pembelajaran oleh guru sehingga memberikan kesan pembelajaran IPS sangat menjenuhkan. Berdasarkan hasil pengamatan awal yang telah dilakukan, keadaan sosial siswa di kelas IV SD Negeri 050779 Serang Jaya Kabupaten Langkat masih jauh dari yang diharapkan. Hampir semua siswa mempunyai teman kelompoknya sendiri dan kurang menerima teman lainnya. Dalam hal pembelajaran pun, masih banyak siswa yang mementingkan dirinya sendiri dan kurang peduli terhdap temannya yang masih kesulitan dalam menguasai materi pembelajaran. Jika melihat dari substansi pembelajaran IPS, guru seharusnya mampu mempersiapkan dan bisa membantu siswa untuk memahami materi ajar dan membantu siswa untuk memahami materi ajar dan membantu siswa mengembangkan sikap, nilai dan kecakapan dasar yang diperlukannya dalam memnghadapi kehidupan di masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Wahab (dalam Solihatin, 2008) bahwa untuk membantu tercapainya tujuan pembelajaran IPS haruslah didukung dengan iklim pembelajaran yang
kondusif, seperti yang diungkapkan bahwa “Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar siswa. Sedangkan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran”. Pemilihan model pembelajaran harus sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri dan kondisi siswa di kelas. Dengan demikian, maka peneliti berasumsi bahwa pembelajaran IPS sangat cocok menggunakan metode Cooperative Learning. Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2011), Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 46 orang dengan stuktur kelompok heterogen‟. Model Cooperative Learning mempunyai banyak tipe, penelitian ini akan menggunakan tipe Numbered Heads Together. Model Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992), model ini mendorong siswa untuk kerja sama dalam sebuah kelompok, dimana setiap siswa mempunyai nomor kepala masing-masing dan setelah melakukan tugas yang diberikan, guru akan memanggil siswa sesuai nomornya secara acak. Dalam pembelajaran ini setiap siswa tidak hanya bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri tetapi harus saling membantu dengan sesama anggota kelompoknya. Tipe ini sangat tepat digunakan pada pembelajaran IPS karena dapat membantu siswa
113
ISSN 2407-0769 e-ISSN 2549-4694
Jurnal Pena Edukasi Vol. 4 No. 2, Maret 2017
dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kepribadian nyata di masyarakat.
METODE Tempat penelitian dilaksanakan di Negeri 050779 Serang Jaya Kabupaten Langkat. Diharapkan perubahan yang terjadi dari subyek penelitian ini yakni siswa kelas IV SD Negeri 050779 Serang Jaya Kabupaten Langkat dengan jumlah 23 orang. Adapun alasan memilih SD Negeri 050779 Serang Jaya Kabupaten Langkat sebagai objek penelitian adalah karena selama melakukan observasi di kelas tersebut, ternyata pembelajarannya terlihat kurang menarik dan tidak menyenangkan. Selain itu, peneliti juga merupakan salah satu staf pengajar di sekolah tersebut. Dengan demikian sekolah tersebut memerlukan suatu perubahan dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran IPS yang bisanya selalu menggunakan pendekatan yang berfokus pada guru (teacher centered) sehingga siswa merasa jenuh dan tidak tertarik dengan pembelajaran IPS dan hasil belajar pun tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2.
3.
4.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. Siklus I Perencanaan Sebelum pelaksanaan tindakan, terlebih dahulu peneliti menyusun rencana peembelajaran yang akan dilaksanakan. Tahapan perencanaan yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Menyusun Rencana Pelaksanaan
7.
114
Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together. RPP siklus I ini dengan Kompetensi Dasar Memahami Perjalanan Bangsa Indonesia pada Masa Hindu Budha menggunakannya pada materi pokok Koperasi dalam Perekonomian Indonesia dengan alokasi waktu 2 x 45 menit dalam satu pertemuan. Meyusun dan menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk dibahas dan diselesaikan secara berkelompok. Diharapkan dengan mengerjakan LKS, siswa dapat berdiskusi dan kemampuan kerjasama siswa tumbuh dan meningkat. Menyusun dan menyiapkan lembar pre test untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan post test untuk mengetahui hasil belajar siswa setalah pembelajaran berlangsung. Soal pre test dan post test merupakan butir soal yang sama dengan jumlah 10 soal. Menyiapkan nomor kepala siswa yang akan dipakai dalam pembelajaran. Sedangkan nama kelompok diambil dari nama Provinsi di Indonesia dengan jumlah 4 kelompok, serta mempersiapkan media pembelajaran. Menyusun dan menyiapkan lembar observasi kegiatan kerjasama siswa dalam kelompok. Menyusun dan menyiapkan angket untuk siswa mengenai kerjasama yang telah dilakukan. Selain itu, angket berfungsi juga sebagai uji validitas dari lembar observasi yang diisi oleh observer. Membuat dan mengkondisikan siswa untuk belajar kelompok dalam penerapan Cooperative Learning tipe Numbered Heads
ISSN 2407-0769 e-ISSN 2549-4694
Jurnal Pena Edukasi Vol. 4 No. 2, Maret 2017
Together. Dengan jumlah siswa 23 orang, siswa dibagi menjadi 4 kelompok dan masing-masing kelompok ada yang terdiri 5 atau 6 orang. Setiap kelompok terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan tingkat kemampuan yang berbeda.
peneliti melakukan apersepsi dengan menanyakan pertanyaan berkaitan dengan pembahasan sebelumnya dan mengkaitkannya pada pokok bahasan yang akan disampaikan. Setelah itu peneliti memperlihatkan gambar lambang koperasi. Pada tahap eksplorasi, peneliti melakukan tanya jawab dengan siswa dan menyampaikan materi ajar secara garis besar. Peneliti bersama siswa melakukan tanya jawab tentang Defenisi koperasi dan manfaat koperasi bagi anggota serta membandingkan dan mengidentifikasi jenis usaha koperasi dan peran koperasi bagi masyarakat. Siswa yang terlihat aktif masih sedikit, masih banyak siswa yang kurang berani menjawab atau mengungkapkan pendapatnya. Pada saat tanya jawab ada beberapa siswa yang masih salah atau kurang tepat dalam menjawab pertanyaan. Tahap Kedua, Setelah tanya jawab dan dan menjelaskan materi secara garis besar, peneliti membagikan nomor kepala kepada siswa. Nama kelompok sesuai kesepakatan diambil dari nama-nama kerajaan yang bercorak Hindu-Budha. Dalam setiap kelompok siswa mendapatkan nomor yang berbeda. Setelah siswa mendapatkan dan memakai nomor kepala, peneliti membagikan LKS yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok. Diharapkan melalui kerja kelompok ini bisa meningkatkan kemampuan kerjasama diantara siswa dan bisa memahami materi dengan baik. Guru menjelaskan tentang kerjasama yang harus dilakukan dalam kegiatan kerja kelompok, seperti semua siswa harus menyampaikan ide atau gagasan untuk menjawab soal dalam LKS dan tidak diperbolehkan hanya siswa tertentu
Pelaksanaan Siklus pertama dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit (1 kali pertemuan) pada mata pelajaran IPS dengan materi Kperasi dalam Perekonomian Indonesia dengan menggunakan model Cooperative Leraning tipe Numbered Heads Together, dengan 23 siswa yang hadir. Guru melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah dibuat. Peneliti dibantu oleh satu observer yaitu wali kelas. Observer membantu peneliti mengamati aktivitas kerjasama dalam proses pembelajaran dimana observer mengamati seluruh siswa. Deskripsi pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan Coperative Learning tipe Numbered Heads Together di kelas IV SD Negeri 050779 Serang Jaya Kabupaten Langkat adalah sebagai berikut: Tahap Pertama, Kegiatan pembelajaran diawali dengan persiapan dimana guru mengkondisikan siswa terlebih dahulu supaya siswa siap dalam menerima pelajaran dan meminta siswa untuk tidak ribut dan tertib dalam belajar. Untuk menghindari keributan, pengelompokan dilakukan diawal pembelajaran sehingga sejak awal pembelajaran kelas sudah menjadi kondusif. Sedangkan pre test dilakukan pada hari yang sama dengan penelitian karena menghindari kejenuhan pada siswa. Pada awal pembelajaran,
115
ISSN 2407-0769 e-ISSN 2549-4694
Jurnal Pena Edukasi Vol. 4 No. 2, Maret 2017
saja yang menjawab atau menulis dalam LKS. Tahap Ketiga, Setiap kelompok mendapat satu LKS dengan 10 pertanyaan yang harus diisi. Siswa mulai mengerjakan LKS dengan tenang, hanya terlihat beberapa siswa yang masih menyesuaikan tempat duduk dengan kelompoknya. Terlihat pula kekompakan dan kenyamanan belum terbangun sepenuhnya, mungkin karena mereka tidak terbiasa belajar dalam kelompok dan tidak terbiasa berinteraksi dalam pembelajaran bersama teman yang tidak terlalu dekat. Interaksi dalam kelompok masih kurang, dimana belum terlihat kegiatan diskusi. Ketika ada yang bisa menjawab pertanyaan, siswa tersebut langsung menuliskannya dalam LKS tanpa terlebih dahulu menanyakan pendapat yang lain. Peneliti berkeliling dan melihat jalannya kerjasama dari semua kelompok. Terlihat ada beberapa kelompok yang masih didominasi oleh beberapa siswa saja sedangkan yang lainnya masih terlihat pasif. Kemudian peneliti memberikan penjelasan kembali kepada siswa untuk saling membantu dan saling bekerjasama dalam menjawab LKS. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan tugas, kemudian LKS dikumpulkan di meja guru. Peneliti meminta semua kelompok secara bergiliran maju ke depan kelas. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang diambil dari LKS kepada setiap kelompok, jika ada kelompok yang tidak bisa menjawab atau kurang tepat jawabannya, kelompok lain dapat memberikan tanggapan sehingga terjadi diskusi kelas, pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan mediator yang
memberikan penguatan terhadap jawaban siswa. Tahap Keempat, Setelah melakukan refleksi dengan semua kelompok maju ke depan kelas secara bergiliran, pada tahap selanjutnya adalah peneliti memanggil siswa dengan menyebutkan nomor kepala. Kriteria tertentu seperti Sumatera Utara Nomor 2, kemudian siswa yang nomornya dipanggil menjawab pertanyaan yang disampaikan. Dalam tahap ini ada beberapa siswa yang tidak bisa menjawab pertanyaan, kemudian peneliti meminta kelompok lain untuk menanggapi dan menjawab sesuai laporan hasil kerja kelompoknya. Pada saat pertanyaan dilempar suasana kelas menjadi gaduh dan saling teriak untuk memita kelompoknya yang dipilih. Setelah itu menyimpulkan pembelajaran yang telah dipelajari, peneliti memberikan soal sebagai evaluasi yang dijadikan penilaian akhir. Setelah semua siswa mengerjakan soal peneliti menutup pembelajaran serta memotivasi siswa untuk terus belajar. Observasi Observasi dilakukan dengan mengamati siswa secara individual. Maksudnya adalah observasi dilaksanakan dengan hanya mengamati proses kerjasama 6 siswa saja, dimana observer mengamati keseluruhan siswa. Hal ini dilakukan karena mengingat jumlah siswa kelas IV SD Negeri N0. 050779 Serang Jaya Kabupaten Langkat yang normal yaitu 23 siswa. Selain itu, observasi individu dilaksanakan dengan tujuan akan fokus dan intensif dalam mengamati proses kerja sama siswa, dibandingkan dengan harus mengobservasi seluruh siswa yang banyak
116
ISSN 2407-0769 e-ISSN 2549-4694
Jurnal Pena Edukasi Vol. 4 No. 2, Maret 2017
dengan jumlah observer yang terbatas, selain itu untuk menghindari data yang diperoleh kurang valid. Adapun siswa yang dipilih adalah dari tiga kelompok yang berbeda dan tingkat kemampuan yang berbeda pula. Selain observasi untuk melihat kegiatan kerja sama, setelah pembelajaran selesai siswa mengisi angket untuk mengetahui kerjasama siswa dan uji validitas dari lembar observasi. Berdasarkan data pada siklus I dapat diketahui hasil belajar secara lebih jelas adalah sebagai berikut: a. Rata-rata pre test siklus I adalah 26, 9 ini menunjukkan bahwa pengetahuan siswa secara unum masih rendah b. Nilai rata-rata post test atau evaluasi setelah pembelajaran berlangsung adalah 63,6. Nilai tersebut belum kategori tuntas KKM, karena KKM di sekolah tersebut adalah 75. Namun, nilai rata-rata meningkat dari pre test sebelumnya. c. Siswa yang masih dibawah KKM masih cukup banyak yaitu 14 orang atau sekitar 60,9. Sedangkan siswa yang tuntas KKM hanya ada 9 orang atau 39,1%.
keseluruhan menunjukkan bahwa pembelajaran berjalan lancar akan tetapi pembelajaran belum menunjukkan hasil yang optimal. Terdapat beberapa aspek yang sudah terlihat bagus, walau begitu masih terdapat beberapa kekurangan yang harus diperbaiki pada siklus berikutnya. Siklus II Perencanaan Dari hasil refleksi siklus I, pembelajaran sudah lebih optimal walau masih terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki untuk pembelajaran selanjutnya. Secara keseluruhan tahapan dari pembelajaran tidak jauh berbeda dari siklus sebelumnya. Dari pelaksanaan siklus I, terkumpul data-data yang diperlukan oleh peneliti yang bersumber dari observer, siswa dan pengamatan peneliti langsung. Data tersebut diolah dan dijadikan bahan refleksi. Hasil refleksi dijadikan bahan dan acuan untuk pelaksanaan siklus selanjutnya agar pembelajaran IPS dapat terlaksana dengan baik. Pelaksanaan Siklus II dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit (1 kali pertemuan) pada mata pelajaran IPS materi pokok Koperasi dalam Perekonomian di Indonesia dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together dengan 23 siswa yang hadir. Peneliti melaksanakan pembelajaran dengan acuan dari RPP yang telah dibuat. Peneliti dibantu dengan observer yang masih sama dengan siklus sebelumnya. Observer mengamati aktivitas kerjasama dalam proses pembelajaran, dimana observer mengamati seluruh siswa.
Refleksi Setelah selesai melaksanakan pembelajaran, peneliti mengolah data dari hasil belajar, kemudian dengan dibantu observer melakukan refleksi. Hasil yang didapat kemudian dianalisis untuk melihat sejauh mana keberhasilan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Berdasarkan refleksi yang telah dilaksanakan terhadap pembelajaran siklus I, pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together sudah berjalan sesuai perencanaan. Hasil
117
ISSN 2407-0769 e-ISSN 2549-4694
Jurnal Pena Edukasi Vol. 4 No. 2, Maret 2017
Tahap pertama, Guru mengkondisikan siswa kedalam suasana pembelajaran yang kondusif dan meminta siswa untuk duduk bersama kelompoknya. Sebelum pelajaran dimulai, dengan bimbingan guru siswa melakukan games menyusun gambar secara acak (puzzel). Siswa dalam setiap kelompok terlihat sangat senang mengikuti games tersebut dan kekompakan terlihat sangat baik dimana setiap siswa saling membantu dan bekerjsama dengan baik pula. Games dilakukan di dalam kelas sehingga mudah dalam mengkondisikannya. Setelah semua kelompok melakukan permainan menyusun gambar, siswa bersama peneliti berdiskusi mengenai hikmah dari permainan tersebut. Banyak diantara siswa yang menyampaikan hikmah permainan diantaranya pentingnya untuk saling membantu, kekompakan dalam kelompok, kerja sama diantara teman dan lain sebagainya. Setelah itu peneliti melaksanakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan pembuka untuk mengantarkan siswa pada proses pembelajaran yang akan diajarkan. Untuk memotivasi siswa dalam belajar, siswa bersama guru menyanyikan lagu dengan gerakan badan secara bersama sama. Setelah semua siswa terlihat siap menerima pelajaran, peneliti memperlihatkan gambar ransportasi udara kepada siswa. Pada tahap eksplorasi ini, peneliti dengan siswa berdiskusi mengenai contoh dan perbandingan kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Diskusi berjalan dengan kondusif, karena diawal sudah melakukan kesepakatan seperti yang dilakukan pada siklus I. Siswa sudah
aktif dalam menyampaikan pendapatnya dan terlihat pula siswa yang biasanya pendiam sudah bisa mengungkapkan pendapat atau pertanyaan dari peneliti. Tahap kedua, Setelah materi secara garis besar telah disampaikan kepada siswa. Peneliti membagikan nomor kepala yang sama dengan yang dipakai pada siklus-siklus sebelumnya. Kemudian peneliti membagikan LKS yang harus dijawab oleh semua kelompok. LKS ini sebagi media untuk berdiskusi dan bekerja sama. Diharapkan melalui diskusi kelompok bisa menumbuhkan kerja sama diantara siswa dengan saling membantu dan menumbuhkan sikap rendah hati dengan berani bertanya apabila belum memahami materi. Sebelum siswa mengerjakan LKS, peneliti memberikan pengarahan dan mengingatkan siswa tentang kerja sama dalam kelompok kemudian memberikan sebuh cerita analogi kerja sama dalam membangun sebuah rumah. Tahap ketiga, Setelah mendapatkan LKS dan mendengarkan peneliti tentang pengarahan kerja sama, semua kelompok mulai mengerjakan LKS tersebut. Karena siswa mulai terbiasa dengan belajar dalam kelompok dan telah melakukan permainan, kerja sama dalam kelompok sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Interaksi dalam setiap kelompok pun sudah terbangun dengan baik dimana dalam mengisi LKS semua siswa terlibat. Siswa yang pendiam sudah aktif dalam diskusi kelompok begitu pun dengan siswa yang yang biasanya mendominsasi sudah bisa memberikan kesempatan kepada teman kelompoknya untuk menyampaikan pendapat. Suasana
118
ISSN 2407-0769 e-ISSN 2549-4694
Jurnal Pena Edukasi Vol. 4 No. 2, Maret 2017
diskusi berjalan dengan tertib karena seperti siklus sebelumnya peneliti bersama siswa melakukan kesepakatan apabila kelompok ribut dan terlihat mengganggu kelompok lain akan mendapat pengurangan nilai. Kesepakatan itu dibuat untuk membiasakan siswa bertanggung jawab terhadap pribadi dan kelompoknya. Peneliti melakukan bimbingan terhadap setiap kelompok secara intens yang bisa peneliti lakukan. Bimbingan yang dilakukan sama halnya dengan bimbingan pada siklus sebelumnya yaitu, peneliti sering bertanya kepada siswa mengenai pemahaman materi. Ketika siswa bisa menjawab pertanyaan, peneliti meminta siswa tersebut mengajarkan kepada siswa yang belum memahami, ini dilakukan untuk menumbuhkan sikap tolong menolong. Ketika siswa tidak bisa mejawab pertanyaan, peneliti meminta siswa tersebut untuk bertanya kepada siswa yang telah memahami materi, dan peneliti akan menayakan kembali kepada siswa tersebut selang beberapa menit, ini dilakukan untuk menumbuhkan sikap rendah hati untuk meminta tolong. Ketika telah mengisi LKS, peneliti meminta siswa untuk memeriksa kembali jawaban dalam LKS. Selain siswa memeriksa LKS, terlihat hampir setiap kelompok saling bertanya kepada temannya untuk memastikan semua anggota kelompok tersebut mengetahui jawaban dalam LKS. Kegiatan saling bertanya sangat baik dan merupakan perubahan yang sangat bagus dilakukan, dimana siswa sudah memahami hakikat kerja sama dan tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan kelompok. Setelah LKS
dikumpulkan, peneliti memanggil setiap kelompok secara bergiliran kedepan kelas. Peneliti meminta setiap kelompok menampilkan yelyel yang telah dibuat dan peneliti menganjukan pertanyaan yang diambil dari soal LKS, ini dilakukan untuk melakukan refleksi secara bersamasama. Setelah kelompok yang berada di depan menjawab, kelompok lain bisa memberikan tanggapan sehingga diskusi kelas berjalan dengan baik. Tahap keempat, Setelah melakukan refleksi secara klasikal, peneliti meminta siswa untuk berdiri dan bernyanyi secara bersama-sama dengan dipimpin oleh siswa sendiri. Ice breaking ini dilakukan agar siswa yang konsentrasinya sudah menurun bisa berkonsentrasi kembali dalam mengikuti pembelajaran. Setelah situasi kelas sudah kondusif, selanjutnya peneliti memanggil siswa dengan menyebutkan nomor kepala tertentu untuk menjawab dan mewakili kelompoknya. Secara keseluruhan siswa bisa menjawab dan mewakili kelompoknya karena sebelum LKS dikumpulkan siswa saling bertanya untuk memastika setiap kelompok memahami materi. Konfirmasi jawaban dikembalikan kepada siswa, sehingga terjadi penguatan dan balikan dengan baik, keadaan kelas cukup kondusif dengan siswa tidak langsung menjawab untuk memberikan pendapatnya sebelum ditunjuk. Observasi Berdasarkan data diatas dapat diketahui hasil belajar secara lebih jelas adalah sebagai berikut: a. Rata-rata pre test siklus II adalah 49,7, ini menunjukkan bahwa pengetahuan siswa secara umum
119
ISSN 2407-0769 e-ISSN 2549-4694
Jurnal Pena Edukasi Vol. 4 No. 2, Maret 2017
masih rendah. b. Nilai rata-rata post test atau evaluasi setelah pembelajaran berlangsung adalah 86,3, nilai tersebut mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya dan termasuk dalam katagori tuntas KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 75. c. Semua siswa sudah mencapai atau lulus KKM (100%). Nilai post test tertinggi adalah 100 yang dicapai oleh tiga siswa, sedangkan nilai terendah adalah 80.
stuktur kelompok yang bersifat heterogen. Model Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bekerja sama dan memberikan ide dengan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, serta tipe ini mendorong setiap siswa untuk mengetahui setiap jawaban hasil diskusi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembelajaran IPS pada materi Koperasi dalam Perekonomian Indonesia melalui penerapan model Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hai ini terlihat berdasarkan analisis data yang diperoleh, peningkatan tersebut dilihat dari rata-rata setiap siklus dan ketuntasan belajar siswa. Rata-rata nilai hasil belajar siklus I adalah 63,8 adapun persentase siswa yang telah mencapai KKM IPS (75) yaitu 39,1% sedangkan nilai rata-rata pada siklus II adalah 86,3 dengan presetase ketuntasan KKM 100%. 2. Kemampuan kerja sama siswa pada saat pembelajaran IPS di kelas SD Negeri N0. 050779 Serang Jaya Kabupaten Langkat dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together berkembang dengan baik. Kemampuan rata-rata kerja sama enam siswa tersebut pada siklus I adalah 46 % dan pada siklus II meningkat menjadi 93%.
Refleksi Setelah selesai melaksanakan pembelajaran, peneliti mengolah data dan hasil belajar, kemudian dengan dibantu observer melakukan refleksi. Berdasarkan refleksi yang telah dilakukan terhadap siklus II, pembelajaran sudah berjalan sesuai rencana dan acuan dari siklus sebelumnya. Tabel 1. Hasil Belajar Siswa Uraian Siklus I Siklus II Nilai Rata63,8 86,3 Rata Nilai 100 100 Maksimum Nilai 40 80 Minimum Persentase 39,13% 100% Ketuntasan
SIMPULAN Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif dengan
120
ISSN 2407-0769 e-ISSN 2549-4694
Jurnal Pena Edukasi Vol. 4 No. 2, Maret 2017
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. et al. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Baharuddin dan Wahyuni, E. N. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djaali. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Isjoni. 2011. Cooperative Learning, Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta. Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas Kesuma & Salimi. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPI. Lie, A. 2007. Cooperative Learning, Mempraktekan Cooperative Learning di Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo Makmun, A. S. 2004. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda. Muchyidin, A.S. dkk. 2006. Kurikulun dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi UPI.
Natalia, M.M. dan Dewi, K.I. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Tinta Emas. Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Sapriya, dkk. 2006. Pembelajaran dan Evaluasi Hasil Belajar IPS. Bandung: UPI Press Sapriya. 2009. Pendidikan IPS, Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Rosda Solihatin & Rahardjo. 2008. Cooperative Learning, Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara Sudjana, N. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. Sukayati. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. Suparno, A.S. 2002. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Thobroni & Mustofa. 2011. Belajar dan Pembelajaran, Pengembangan Wacana dan praktek Pembelajaran Dalam Pembengunan Nasional. Yogyakarta: Ar-Ruzz. Wiraatmadja, R. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda
121