Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Volume 30, Nomor 4 Oktober – Desember 2015
PENGGUNAAN ONGGOK SEBAGAI AKSELERATOR PEMBUATAN SILASE RUMPUT PADA MASYARAKAT LINGKAR KAMPUS Endri M, Yatno, A. Azis, Maksudi, A. Insulistyowati Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Jambi Abstrak Propinsi Jambi memperoleh konsekwensi logis yaitu terjadinya produksi pakan yang sangat fluktuatif, dimana pada saat musim hujan terjadi kelebihan hijauan, namun sebaliknya pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan. Kondisi tersebut perlu diatasi dengan melakukan pengawaten bahan tersebut berupa pembuatan silase. Disekitar kampus Unja Mendalo terdapat kurang lebih 15 peternak ruminansia baik berupa sapi maupun kambing. Keseharian dalam mengelola ternaknya mereka mencari rumput yang cukup jauh jaraknya sekitar 5 km dari tempat tinggalnya. Namun pada saat musim hujan banyak tumbuh disekitar tempat tinggal rumput dan sangat mencukupi untuk ternaknya. Kondisi demikian tentu tidak ideal, mengingat pada saat musim hujan, hijauan tersedia banyak, sementara pada musim panas mereka harus mengambil rumput dari jarak yang cukup jauh. Kegiatan penerapan teknologi ensilase menggunakan onggok sebagai akselerator menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan di atas. Sasaran kegiatan adalah peternak di sekitar kampus yaitu kelompok tani “Guyup”. Metode yang digunakan pada kegiatan ini adalah gabungan atau perpaduan antara metode penyuluhan dan praktek pembuatan silase secara langsung. Tingkat partisipasi dan antusias peternak setiap kegiatan relatif tinggi dan 50% peternak memiliki sapi, pengalaman beternak sekitar 10 tahun (68,75%), lebih 80% peternak belum pernah melakukan pelatihan pembuatan silase komplit. Setelah kegiatan 56,2% mampu memahami dan melakukan sendiri pembuatan silase. Kata kunci : onggok, silase, rumput PENDAHULUAN Daerah tropis seperti Propinsi Jambi memperoleh konsekuensi logis yaitu terjadinya produksi pakan yang sangat fluktuatif, dimana pada saat musim hujan terjadi kelebihan hijauan, namun sebaliknya pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan. Kondisi tersebut perlu diatasi dengan melakukan pengawaten bahan tersebut berupa pembuatan silase. Prinsip pembuatan silase adalah mempercepat proses pembentukan asam, sehingga bahan pakan bisa bertahan lebih lama jika disimpan. Untuk mempercepat proses pembentukan asam yaitu dengan mengoptimalkan penggunaan bahan pakan sumber karbohidrat yang berfungsi sebagai penyedia nutrient untuk bakteri asam laktat. Salah satu indikator aditif sebagai sumber nutrient bakteri asam laktat adalah kandungan karbohidrat terlarut (water soluble carboydrate/WSC). Kualitas silase bervariasi tergantung pada
jenis aditif yang diberikan (Woolford, 1984). Fakhri dan Depison (2008) melaporkan bahwa silase OPF yang mendapat aditif larutan lactobacillus menghasilkan kondisi penyimpanan paling baik dan kualitas silase paling baik terutama dalam warna dan tekstur. Sebaliknya silase OPF yang mendapat aditif pakan sumber energy (poles dan molasses) didegradasi dan difermentasi lebih tinggi tetapi dengan kecepatan/rate lebih rendah dibandingkan dengan larutan lactobacillus (Pasaribu, 2011). Salah satu aditif yang dapat digunakan sebagai akselerator untuk pembuatan silase adalah onggok yang merupakan hasil samping pembuatan tepung tapioka, dimana bahan tersebut mengandung komponen karbohidrat yang dapat menyediakan nutrient bagi mikroba pada saat proses pembuatan silase. Disekitar kampus Unja Mendalo terdapat kurang lebih 15 peternak
Penggunaan Onggok Sebagai Akselerator Pembuatan Silase Rumput Pada Masyarakat Lingkar Kampus
18
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
ruminansia baik berupa sapi maupun kambing. Keseharian dalam mengelola ternaknya mereka mencari rumput yang cukup jauh jaraknya sekitar 5 km dari tempat tinggalnya. Namun pada saat musim hujan banyak tumbuh disekitar tempat tinggal rumput dan sangat mencukupi untuk ternaknya. Kondisi demikian tentu tidak ideal, mengingat pada saat musim hujan, hijauan tersedia banyak, sementara pada musim panas mereka harus mengambil rumput dari jarak yang cukup jauh. Kegiatan penerapan teknologi ensilase menggunakan onggok sebagai akselerator menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan di atas. METODE PELAKSANAAN Propinsi Jambi memperoleh konsekwensi logis yaitu terjadinya produksi pakan yang sangat fluktuatif, dimana pada saat musim hujan terjadi kelebihan hijauan, namun sebaliknya pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan. Kondisi tersebut perlu diatasi dengan melakukan pengawaten bahan tersebut berupa pembuatan silase. Prinsip pembuatan silase adalah mempercepat proses pembentukan asam, sehingga bahan pakan bisa bertahan lebih lama jika disimpan. Untuk mempercepat proses pembentukan asam yaitu dengan mengoptimalkan penggunaan bahan pakan sumber karbohidrat yang berfungsi sebagai penyedia nutrient untuk bakteri asam laktat. Salah satu indikator aditif sebagai sumber nutrient bakteri asam laktat adalah kandungan karbohidrat terlarut (water soluble carboydrate/WSC). Kualitas silase bervariasi tergantung pada jenis aditif yang diberikan (Woolford, 1984). Fakhri dan Depison (2008) melaporkan bahwa silase OPF yang mendapat aditif larutan lactobacillus menghasilkan kondisi penyimpanan paling baik dan kualitas silase paling baik terutama dalam warna dan tekstur. Sebaliknya silase OPF yang mendapat aditif pakan sumber energy (poles dan molasses) didegradasi dan difermentasi lebih tinggi tetapi dengan kecepatan/rate
Volume 30, Nomor 4 Oktober – Desember 2015
lebih rendah dibandingkan dengan larutan lactobacillus (Pasaribu, 2011). Salah satu aditif yang dapat digunakan sebagai akselerator untuk pembuatan silase adalah onggok yang merupakan hasil samping pembuatan tepung tapioka, dimana bahan tersebut mengandung komponen karbohidrat yang dapat menyediakan nutrient bagi mikroba pada saat proses pembuatan silase. Disekitar kampus Unja Mendalo terdapat kurang lebih 15 peternak ruminansia baik berupa sapi maupun kambing. Keseharian dalam mengelola ternaknya mereka mencari rumput yang cukup jauh jaraknya sekitar 5 km dari tempat tinggalnya. Namun pada saat musim hujan banyak tumbuh disekitar tempat tinggal rumput dan sangat mencukupi untuk ternaknya. Kondisi demikian tentu tidak ideal, mengingat pada saat musim hujan, hijauan tersedia banyak, sementara pada musim panas mereka harus mengambil rumput dari jarak yang cukup jauh. Kegiatan penerapan teknologi ensilase menggunakan onggok sebagai akselerator menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan di atas. Realisasi tahapan kegiatan dilakukan dengan cara melapor ke Kepala Desa Pematang Gajah guna memperoleh informasi data sekunder yang meliputi jumlah peternak , kondisi sosial kemasyarakatan, jumlah kepemilikan lahan dan lain-lain, selain itu juga menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan tersebut. Selanjutnya dilakukan kesepakatan untuk melakukan pertemuan dengan kelompok sasaran mengenai waktu dan teknis pelaksanaan kegiatannya. Setelah ada kesepakan teknis dan waktu maka dilakukan diskusi dan demo langsung mulai dari seleksi dan pengenalan bahan pakan maupun cara membuat silase, penilaian keberhasilan sebuah ensilase, ciri-ciri silase yang baik serta cara pemberiannya pada ternak pada saat silase dibuka. Selain itu dilakukan juga umpan balik berupa pertanyaan seperti tingkat pendidikan, jumlah ternak yang dimiliki, jenis-jenis bahan apa saja
Penggunaan Onggok Sebagai Akselerator Pembuatan Silase Rumput Pada Masyarakat Lingkar Kampus
19
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
yang diberikan kepada ternaknya, termasuk teknologi apa saja yang telah mereka kenal terkait dengan pemberian pakan pada ruminansia berikut kendala yang dihadapi setiap peternak. Khalayak Sasaran Antara yang Strategis Khalayak sasaran dari kegiatan ini adalah petani yang ada di Desa pematang Gajah Kecamatan Jambi Luar Kota (JALUKO) Kabupaten Muaro Jambi sebanyak 16 orang. Kegiatan ini meliputi peternak yang ada di daerah ini dan dihadiri oleh perwakilan Desa yaitu Sekretaris Desa sebagai pemegang kebijakan daerah tindak lanjut kegiatan agar pesan yang disampaikan tidak saja didengar langsung oleh peternak yang hadir tapi juga bisa terbantu melalui aparat desa yang datang tersebut. Metode Pelaksanaan Metode yang digunakan pada kegiatan ini adalah gabungan atau perpaduan antara metode penyuluhan dan praktek pembuatan silase secara langsung. Adapun Tahapan pelaksanaan kegiatan ini adalah : Persiapan/observasi lapangan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan survei lokasi, menghubugi Kepala Desa dan petani yang akan menjadi sasaran kegiatan. Selain itu juga dilakukan persiapan pengadaan bahan-bahan serta peralatan yang diperlukan. Penyuluhan dan pembuatan silase Materi penyuluhan adalah cara memilih bahan untuk silase komplit, proporsi masing-masing bahan yang digunakan dan manfaatnya bagi ternak, teknik pembuatan silase komplit dan cara pemberian pada ternak, termasuk didalamnya management perkandangan dan pemberian pakan. Evaluasi kegiatan Setelah melakukan praktek pembuatan silase maka selanjutnya adalah melakukan evaluasi kegiatan baik kepada peternak yang hadir pada saat penyuluhan
Volume 30, Nomor 4 Oktober – Desember 2015
maupun terhadap produk silase yang telah dibuatnya Metode yang digunakan dalam kegiatan ini dengan cara menjelaskan pentingnya silase komplit untuk ternak ruminansia, memperkenalkan bahan-bahan yang digunakan sebagai penyusun ransum serta teknik pembuatan silase yang paling sederhana namun aplikatif. Selanjutnya peserta mencoba sendiri cara membuat silase komplit dan langsung memberikan kepada ternak. Rancangan Evaluasi Kegiatan evaluasi yang dilakukan mencakup tingkat penerimaan dan pemahaman peternak terhadap materi pelatihan yang diberikan. Indikator yang digunakan adalah banyaknya (%) peternak yang mengerti dan memahami cara pembuatan silase serta cara pemberiannya ke ternak. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Kegiatan Secara teoritis dan factual bahwa untuk menghasilkan produktifitas ternak yang baik faktor pakan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Walaupun bibitnya baik tapi tanpa dibarengi dengan pakan yang baik tentu tidak akan memberikan hasil optimal. Pengetahuan tentang pakan hampir semua peternak sudah memahami urgensinya, tinggal saja bagaimana melakukan optimalisasi. Untuk mendukung produktifitas ternak tentu tidak hanya terdiri dari satu jenis bahan pakan, tetapi harus di racik sedemikian rupa menjadi sebuah ransum yang terdiri dari berbagai bahan pakan yang memenuhi aspek kualitas maupun jumlahnya. Desa Pematang Gajah merupakan Desa pemekaran yang terletak di Kecamatan JALUKO Kabupaten Muaro Jambi. Berdasarkan informasi dari Data Skunder yang ada di Kantor Desa pada tahun 2013 bahwa wilayah ini memiliki lahan seluas 2434 hektar dengan jumlah penduduk sekitar 850 KK dan jumlah jiwa sebanyak 3186 jiwa. Adapun mata pencaharian utama sebagian besar adalah
Penggunaan Onggok Sebagai Akselerator Pembuatan Silase Rumput Pada Masyarakat Lingkar Kampus
20
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
petani perkebunan sawit dan karet, disamping usaha sambilannya memelihara ternak. . Jumlah ternak sapi saat ini sekitar 60 ekor dan kambing sekitar 40 ekor. Berdasarkan letak geografisnya cukup strategis karena terletak pada lokasi yang berdekatan dengan Kampus Universitas Jambi serta berada di sekitar kota satelit perumahan elit terbesar saat ini yaitu Citraraya City. Selain ini jarak dari pusat Kota Jambi sangatlah dekat, sehingga kondisi tersebut sangat prospektif untuk dikembangkan pada masa depan terutama terkait dengan keberadaan ternak ruminansia yang ada. Kegiatan pelatihan formulasi pakan untuk ternak ruminansia di wilayah ini dirasa merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan di atas. Jika kegiatan ini berhasil maka sangat
Volume 30, Nomor 4 Oktober – Desember 2015
mungkin Desa Pematang Gajah merupakan Salah satu Desa Binaan Fakultas Peternakan Universitas Jambi pada masa yang akan datang, dengan harapan banyak kegiatan yang bisa dilakukan termasuk dari Fakultas Pertanian, Ekonomi maupun yang lainnya. Tingkat partisipasi dan antusias peternak setiap kegiatan relatif tinggi, Melalui kegiatan ini banyak hal yang bisa dibicarakan sehingga peternak tersebut dapat memperoleh informasi terkini baik dalam bidang sosial kemasyarakatan maupun terkait dengan kegiatan kelompok tani. Jika diperhatikan tingkat kepemilikan ternak ruminansia, maka sebagian besar peternak selain memelihara ternak ruminansia terutama sapi dan kambing juga memelihara ayam kampung (Tabel 1)
Tabel 1. Kepemilikan Ternak di Desa Pematang Gajah Jenis Ternak yang dimiliki Jumlah (org) Persentase (%) unggas saja 5 31,25 Sapi saja 8 50 kambing dan unggas 3 18,75 Total responden 16 100 Berdasarkan tingkat kepemilikan Tingkat pendidikan peternak ternak, ternyata sebanyak 31,25,% hanya sebagian besar tamatan Sekolah Dasar memelihara unggas terutama ayam (61.54%), sedangkan yang lulus kampung saja, yaitu sebanyak 5 peternak. pendidikan SMP dan SMA masingNamun sebeliknya sebanyak 8 peternak masing sebesar 11.54 dan 26.92% (Tabel (50%) hanya memelihara sapi saja dan 2). Walaupun kondisi demikian namun selebihnya (18,75%) atau sebanyak 3 antosias dan tingkat keingintahuan peternak memiliki ternak ayam kampung terhadap materi yang disampaikan cukup disamping ternak kambing yang baik. dipelihara. Tabel 2. Tingkat Pendidikan Peternak di Kelompok Tani Guyup Tingkat pendidikan Jumlah (org) Persentase (%) SD 9 56,25 SMP 5 31,25 SMA/SMK 2 12,5 Total responden 16 100 Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan tingkat pendidikan peternak masih tergolong rendah, namun berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan ternyata peternak di daerah ini
cukup baik dan antusias, artinya mereka mempunyai wawasan ke depan yang cukup baik, terbukti banyaknya anak-anak mereka yang telah melanjutkan kuliah baik di Unja maupun perguruan tinggi swasta di
Penggunaan Onggok Sebagai Akselerator Pembuatan Silase Rumput Pada Masyarakat Lingkar Kampus
21
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Jambi. Para peternak berasumasi bahwa walaupun orang tuanya hanya tamatan SD, mereka bertekat untuk tetap menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
Volume 30, Nomor 4 Oktober – Desember 2015
Pekerjaan utama peternak sebagian besar sebagai petani terutama petani karet (81,25%), sedangkan sebagai pegawai negeri sipil dan wiraswasta masing-masing sebesar 12,5 dan 6,25% (Tabel 3).
Tabel 3. Pekerjaan Utama Peternak Kambing di Kelompok Tani Guyup Pekerjaan Jumlah (org) Persentase (%) PNS 2 12,5 Wiraswasta 1 6,25 Tani 13 81,25 Total responden 16 100 Sebagian besar peternak sudah cukup lama beternak ruminansia yaitu sekitar 10 tahun (68,75%) (Tabel 3). Tabel 4 Lama Beternak Kambing Di Kelompok Tani Guyup Pekerjaan Jumlah (org) Persentase (%) 0-2 tahun 2 12,5 2.1 - 5 tahun 2 12,5 5.1 - 10 tahun 1 6,25 >10 tahun 11 68,75 Total responden 16 100 Usaha beternak ruminansia yang sudah lama tersebut tentu merupakan kekuatan tersendiri dalam keberhasilan dalam menjalankan usahanya. Hasil Evaluasi Kegiatan Pembinaan peternak melalui pelatihan pembuatan silase pada peternak di Desa Pematang Gajah dilakukan dengan penyuluhan dan demonstrasi langsung cara pembuatan silase menggunakan bahan-bahan hasil samping tanaman pertanian atau perkebunan seperti onggok. Pada umumnya (lebih 80%)
peternak belum pernah melakukan pelatihan pembuatan silase komplit secara langsung, dan hanya memperoleh informasi dari media maupun petugas lapangan. Namun demikian peternak umumnya sudah mengenal bahan-bahan limbah tanaman pertanian yang bisa diberikan sebagai pakan ternak kambingnya tetapi belum mengetahui meramu menjadi ransum komplit. Tingkat pemahaman peternak terhadap teknologi silase komplit sebelum dan setelah dilakukan pelatihan disajikan pada Tabel 5 dan 6.
Tabel 5.Tingkat Pemahaman Peternak Terhadap Cara Pembuatan Silase Sebelum Dilakukan Pelatihan Tingkat pemahaman Jumlah responden Belum mengenal 10 (62,5%) Mengenal dari tetangga 2 (12,5%) Mengenal dari media 3 (18,75%) Sudah mengenal dan melakukan sendiri 1 (6,25 %) Jumlah 16 (100%)
Penggunaan Onggok Sebagai Akselerator Pembuatan Silase Rumput Pada Masyarakat Lingkar Kampus
22
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Bedasarkan evaluasi terhadap kegiatan yang telah lakukan menunjukkan ada perubahan pengetahuan peternak terhadap tingkat pemahaman cara membuat silase komplit (Tabel 6). Beberapa peternak telah mempraktekan sendiri cara membuat silase dan langsung memberikan kepada ternaknya. Tingkat
Volume 30, Nomor 4 Oktober – Desember 2015
penerimaan peternak terhadap materi pelatihan juga cukup baik dilihat dari jumlah kehadiran mereka pada kegiatan ini. Tingkat pendidikan peternak sejauh ini belum mempengaruhi ketertarikan peternak untuk mencoba membuat silase, karena mungkin belum menngetahui betul kegunaannya.
Tabel 6.Tingkat Pemahaman Peternak Terhadap Teknologi Silase yang Telah Dilakukan Pelatihan Tingkat pemahaman Jumlah responden Memahami dan mempraktekkan sendiri 9 (56,25%) Memahami tapi belum mempraktekkan sendiri 4 (25%) Sedikit memahami 3 (18,75%) Jumlah 16 (100%) Rata-rata peternak (56,25%) sudah memahami dan melakukan sendiri teknologi silase setelah dilakukan pelatihan, dengan demikian peternak tersebut sudah bisa melakukan sendiri terhadap teknologi pakan yang telah telah dipraktekkan, namun demikian masih juga ada peternak yang baru sedikit memahami teknologi tersebut (18,75%). Umur peternak peserta pelatihan berkisar antara 30 sampai 50 tahun hal ini menunjukkan mereka cukup matang dalam beternak mengingat sudah sangat lama melakukan usaha ini. Hal ini didukung oleh fakta bahwa semua peternak mempunyai matapencaharian utama sebagai petani karet. Sedangkan berdasarkan pendidikan pada umumnya tamat SD, namun demikian tingkat pemahaman mereka terhadap teknologi ensilase cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan belum berpengaruh terhadap pemahaman pada teknologi, hal ini dikarenakan faktor pengalaman yang cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat antosias peternak pada peternak cukup tinggi dalam beternak sapi maupun kambing. KESIMPULAN Onggok merupakan hasil samping pembuatan tepung tapioka yang dapat digunakan sebagai salah satu akselerator
atau aditif pembuatan silase rumput. Selain onggok masih banyak bahan lain yang bisa digunakan sebagai aditif seperti dedak, tepung jagung dan molases, bahanbahan tersebut yang penting merupakan sumber energi penyedia bagi mikroorganisme dalam proses pembuatan silase. Hasil evaluasi kegiatan pelatihan pembuatan silase menunjukkan bahwa peternak ruminansia mempunyai minat yang cukup besar untuk mengetahui dan memahami cara membuat silase maupun cara merawat ternaknya. Disamping itu melalui kegiatan ini dapat membantu mengatasi penyediaan pakan secara berkesinambungan. DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1980. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Editor by W. Harwitz. Benjamin Franklin Station, Washington. Babel, F.J. 1976. Antibiosis by lactic culture bacteria. J. Dairy Sci. 60 : 815. Bolsen, K.K. 1985. New technology in forage conservation feeding system. In : Proceeding of the XV Inter national Grassland Congress (August 24-31). The ScienceCouncil
Penggunaan Onggok Sebagai Akselerator Pembuatan Silase Rumput Pada Masyarakat Lingkar Kampus
23
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
of Japan. The Japanese Society of Grassland Science, Kyoto. Bolsen, K.K., G. Ashbell and Z.G. Weinberg. 1996. Silage fermentation and silage additive (Review). AJAS. 9 (5):483-493. Church, D. C. 1991. Livestock Feeds and Feeding. Third Edition. Prentice-Hall International, Inc, Amerika. Cullison. 1978. Feed and Feeding Animal Nutrition. Precentice Hall of India, Private Limited New York. Deriaz, R.E. 1961. Routine analysis of carbohydrates and lignin in herbage. J. Sci. Food Agric. 12 : 152160. DeVuyst, L.D., and E.J. Vandamme. 1994. Bacteriocins of Lactic Acid Bacteria (Microbiology, Genetics, and Applications). Blackie Academic and Professional, London.
Volume 30, Nomor 4 Oktober – Desember 2015
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Frazier, W.C, and D.C, Westhoff,. 1988. Food Microbiology. Fourth edition McGraw-Hill, Inc, New York. Gilliland, S.E. 1986. Bacterial starter cultures for foods. Boca Raton, Florida:CRC Press. Nuraini, 2007. Alternatif teknologi produksi ubikayu mendukung agroindustri. Laporan akhir tahun 2007. Supriyati, S. B. 2003. . Pembuatan dan Pemanfaatan Onggok sebagai Pakan Ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso. Madang. Ridla, M . and S. Uchida. 1998. Effect of combined treatments of lactic acid bacteria and cell wall degrading enzymes on fermentation and composition of Italian Ryegrass (Lolium multiflorum Lam.) silage. AJAS. 11 (3):277-284
Penggunaan Onggok Sebagai Akselerator Pembuatan Silase Rumput Pada Masyarakat Lingkar Kampus
24