PENGGUNAAN MODEL VALUE ADDED INTELLECTUAL CAPITAL PADA KORPORASI DENGAN KEPEMILIKAN KELUARGA Muhammad Arifai Jurusan Tata Niaga, Prodi Akuntansi, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jalan Banda Aceh - Medan Km 280,3, Buketrata PoBox 90, Lhokseumawe Email:
[email protected] Abstrak Family ownership is corporate ownership prevalent in Asia and commonly found in many countries around the world particularly in Indonesia. This study looks at the use of Value Added Intellectual Capital (VAIC) model to measure performance of family ownership firm which comprises of capital employed efficiency, human capital efficiency, and structural capital efficiency. Data was collected for a period of three years from 2007 to 2009 on 155 firms which identified as family firms. The findings showed that the average of VAIC’s family ownership value is 3.12 and still lower than other countries. The data showed that family ownership are more likely to have representatives on both boards rather than in the board of commissioners only or in the board of directors only. The findings suggest that family ownership and involves in both boards creates high decision carefully on financial aspect and resulting less effective to create value added from asset management. Kata kunci: Value added intellectual capital, family ownership firm, board of commissioner, board of directors.
Pendahuluan Kepemilikan keluarga menjadi isu yang hangat diperdebatkan karena perannya dalam mengontrol kinerja perusahaan dan kontribusinya terhadap pengembangan pasar modal. Di Amerika Serikat (A.S) lebih dari 30 persen perusahaan dalam kelompok S&P 500 dikendalikan oleh anggota keluarga dan menyumbang sekitar 59 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) [3], sementara hampir 44 persen perusahaan di Eropa Barat dikendalikan oleh keluarga dan menyumbang angka yang sama dalam pembangunan negara [2]. Fenomena ini lebih signifikan di Asia, di Hong Kong, sebanyak 32% aset perusahaan terdaftar dikendalikan oleh keluarga [3], sedangkan di Jepang, 36 % perusahaan diperdagangkan di kendalikan oleh pendiri dan keluarganya yang diidentifikasi sebagai pemegang saham terbesar dalam perusahaan perdagangan [24]. Sementara itu, lebih dari 43% perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia juga dikontrol keluarga [16]. Persen tertinggi ditemukan di Indonesia yang merupakan negara kedua tertinggi di Asia dengan kepemilikan terkonsentrasi oleh keluarga yang mencapai 68,6 % [6] dan menyumbang 30 persen dari PDB Indonesia [31;15] Perusahaan keluarga didefinisikan sebagai sebuah bisnis yang dikelola dan dioperasikan oleh keluarga secara berkelanjutan serta berpotensi untuk berlanjut generasi berikutnya dalam keluarga tersebut [9]. Penanganan bisnis oleh keluarga dikaitkan dengan kekuasaan karena kepemilikan dan keterlibatan keluarga yang tinggi dalam struktur ekuitas dan manajemen dapat mempengaruhi pembuatan keputusan perusahaan [4;3;29]. Kepemilikan keluarga telah diidentifikasi sebagai bagian ekuitas yang dimiliki pendiri dan anggota keluarga, melalui kepemilikan
individu maupun melalui kepemilikan perusahaan lain dalam struktur ekuitas perusahaan. Sementara keterlibatan keluarga dilihat sebagai kehadiran anggota keluarga dalam dewan direksi perusahaan yang mewakili kepentingan pemegang saham. Meskipun perusahaan perdagangan di Indonesia merupakan kelompok perusahaan dengan kepemilikan keluarga yang tinggi namun penelitian tentang kepemilikan dan keterlibatan keluarga sangat terbatas. Persoalan keterlibatan keluarga dalam sistem dua dewan (Two-tier boards) yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia masih belum terjawab oleh penelitian lalu. Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 (UUPT 2007) telah mewajibkan semua perusahaan yang terdaftar di Indonesia menggunakan sistem dua lembaga dalam struktur organisasi perusahaan. Sistem ini menempatkan tanggung jawab manajemen di tangan dewan manajemen atau Board of Directors (BOD) dan tanggung jawab pengawasan BOD di tangan dewan pengawas atau Board of Commisioners (BOC). Kedua lembaga ini memiliki fungsi dan tanggung jawab berbeda terhadap pemegang saham yang memungkinkan pemegang saham mayoritas memegang peranan penting dalam menentukan posisi di antara kedua lembaga tersebut [1]. Sistem dua lembaga turut dipraktekkan oleh negara lain di dunia seperti Cina, Jerman, Perancis, Jepang, Belanda, Taiwan dan Denmark. Sungguhpun demikian, penerapan sistem dua lembaga di negara tersebut memiliki model yang berbeda. Misalnya di Cina, posisi BOC tersedia lebih rendah dibandingkan posisi BOD [8] sedangkan di Jerman, BOC memiliki kekuatan yang tinggi dalam mengangkat dan menggantung anggota BOD [5]. Sementara itu, di Taiwan anggota BOC dan BOD memiliki posisi yang sama dalam operasi perusahaan , dan di Denmark, sebagian anggota BOC juga ditunjuk menjadi anggota BOD [27]. Peran strategis yang dijalankan anggota keluarga memungkinkan karakteristik manajemen yang dijalankan memiliki perbedaan dengan perusahaan yang tidak didominasi oleh keluarga. Oleh karenanya penggunaan modal intelektual telah mendapatkan dilihat mampu memberikan informasi yang lebih lengkap sebagai ukuran prestasi perusahaan dalam waktu tertentu [32]. Modal intelektual adalah aset yang telah di formulasikan dan di manfaatkan untuk menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi [7]. Penciptaan nilai adalah efek dari efisiensi penggunaan modal insan, modal struktural dan modal fisik yang dimiliki perusahaan. Pendekatan yang dilakukan untuk menciptakan nilai tambah yang maksimum adalah melalui transformasi atau perbaikan praktek rutin perusahaan. [17] juga telah menggunakan VAIC untuk mengukur nilai perusahaan melalui perhitungan nilai tambah efisiensi modal perusahaan. Mereka juga menunjukkan perbedaan pendekatan VAIC dengan penggunaan metode keuangan atau rasio perolehan (EPS dan ROI) yang banyak digunakan sebelumnya. Metode VAIC memperhitungkan efisiensi tambahan nilai dari seluruh sumber yang dimiliki perusahaan sehingga menjadi petunjuk lengkap yang mewakili ukuran efisiensi bisnis dibandingkan metode pengadaan yang hanya fokus pada perhitungan perolehan atau aset yang nyata suatu perusahaan sebagai ukuran kinerja perusahaan. Pulic [22] telah memperkenalkan suatu pendekatan pengukuran kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan penilaian efisiensi penggunaan aset perusahaan. Pendekatan ini dikenal sebagai Nilai Tambah Efisiensi Intelektual atau Value Added Intellectual Coefficient (VAIC), yang menekankan pengukuran kinerja perusahaan melalui penilaian keseluruhan penggunaan aset dan penciptaan nilai tambah dari pengguna aset perusahaan. Pendekatan ini membahas informasi efisiensi bagi penciptaan nilai tambah dari asset nyata dan aset tak nyata dalam suatu perusahaan tersebut. [33] telah menggunakan pengukuran kinerja perusahaan dengan
perhitungan tambahan nilai atau Value Added (VA) yang diperoleh dari modal fisik dan modal intelektual perusahaan. Modal fisik mewakili penggunaan aset fisik seperti peralatan , mekanik dan lain-lain aset tetap yang dapat memberikan kontribusi nilai tambah bagi pendapatan perusahaan. Sementara modal intelektual merupakan efisiensi penggunaan modal insan, dan efisiensi penggunaan modal struktural [23]. Modal intelektual menjadi faktor penting yang dapat menunjukkan daya saing perusahaan yang berkelanjutan. Modal insan mewakili pengetahuan, keterampilan, motivasi dan kemampuan pegawai perusahaan untuk menunjukkan kemampuan secara individu dalam bekerja. Sedangkan modal struktural mewakili penggunaan modal perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan yang mendukung peningkatan kinerja intelektual modal insan serta kinerja perusahaan secara keseluruhan. Misalnya sistem operasi perusahaan yang dilaksanakan dan budaya organisasi yang dipraktekkan [27]. Pendekatan VAIC lebih dikenal sebagai pendekatan efisiensi bisnis, karena telah terbukti efektif dalam menentukan efisiensi suatu bisnis [30]. VAIC juga dilihat sebagai indikator komprehensif dalam penciptaan nilai perusahaan dengan mempertimbangkan aspek pengetahuan [22]. Ini berarti pendekatan VIAC tidak hanya menekankan kepada tambahan nilai dari aset fisik perusahaan tetapi juga menekankan pada perhitungan aset non fisik yaitu pengeluaran modal insan perusahaan dan tambahan nilai yang disumbangkan dari biaya tersebut terhadap nilai perusahaan. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan Teori Agensi sebagai kerangka teori yang mendasari pembahasan penelitian. Jensen dan Meckling (1976) telah mengemukakan teori agensi untuk memahami bagaimana struktur kepemilikan dapat mempengaruhi kelakukan individu dalam perusahaan. Teori ini berpegang kepada beberapa asumsi seperti prinsipal yang rasional, agen yang mementingkan kepentingan pribadi, asimetri informasi dan tanggungan resiko. Hubungan lembaga dalam perusahaan didefinisikan sebagai suatu kontrak di mana seseorang atau lebih pemilik (principal) menunjuk individu lain sebagai wakil (agen) yang diberi tanggung jawab mengurus perusahaan untuk menjaga kepentingan pemilik dengan peningkatan kinerja perusahaan, dan sebagai kompensasi agen akan dibayar gaji, bonus dan tunjangan lain [18]. Konflik kepentingan yang ada dalam perusahaan keluarga adalah konflik antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas yang dikenal sebagai masalah lembaga jenis II. Masalah lembaga ini cenderung terjadi dalam perusahaan dengan sebaran kepemilikan yang rendah atau kepemilikan mayoritas oleh sejumlah kecil pemegang saham yang terdiri dari individu dan kelompok , seperti perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi di tangan keluarga . Kekuatan kontrol yang di pegang oleh pemegang saham mayoritas membuka peluang kepada mereka untuk menggunakan pengaruh mereka untuk meningkatkan kepentingan pribadi dan membelakangi hak pemegang saham minoritas [12]. Kebanyakan penelitian lalu di A.S dan Eropa telah dilakukan dalam perusahaan dengan sistem dewan tunggal. Sistem ini dilihat sebagai penggabungan kepentingan berbagai pemegang saham dalam mengawasi pelaksanaan manajemen. Dewan direktur di bawah sistem satu dewan umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau direktur eksekutif dengan direktur non eksekutif yang tidak bekerja penuh waktu dan diangkat karena pengalaman dan hubungan baik dengan pemegang saham [13]. Sistem ini memberikan pemegang saham pilihan yang terbatas untuk menempatkan wakil dalam dewan direksi, karena hanya melalui
dewan inilah pemegang saham besar mengendalikan pelaksanaan manajemen perusahaan. Sistem dua dewan dapat dilihat sebagai pemisahan tanggung jawab manajemen yang dilaksanakan oleh Direksi dan tanggung jawab pengawasan yang dilaksanakan oleh BOC. [18] menyatakan konsep pemisahan keputusan antara pengawasan dan manajemen yang di amalkan dalam sistem dua lembaga dapat mengurangi masalah agensi. Melalui pemisahan tanggung jawab dalam dua lembaga yang terpisah dapat menghasilkan sistem yang efektif terhadap kontrol keputusan perusahaan. Di lihat dari fungsinya yang berbeda, pemilik saham mayoritas memiliki pilihan untuk mengontrol kedua lembaga tersebut melalui keterlibatan anggota keluarga dalam BOD maupun dalam BOC [21]. Keterlibatan keluarga dalam kedua lembaga diharapkan mampu mengurangi asimetri informasi antara lembaga dan meningkatkan kontrol yang efektif. Analisis data menggunakan model panel yang menggabungkan data time series dan cross section. Penggabungan seri waktu dan cross-sectional dalam desain analisis data panel dapat mengatasi masalah data bias. Keuntungan lain adalah data akan lebih informatif , derajat variabilitas lebih tinggi , dan efek kolinearan dapat dikurangi yang menyebabkan koefisien jangkauan yang lebih tepat [14]. Ada beberapa alasan pemilihan periode 2007 sampai 2009. Pertama, periode ini menunjukkan peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah krisis yang berkepanjangan sejak tahun 1998 sehingga mempengaruhi kinerja perusahaan diperdagangkan di Bursa Indonesia. Namun dalam tahun 2008 ada pengaruh krisis subprime di A.S yang mempengaruhi pasar modal di Indonesia. Pada bulan Oktober 2008 pasar saham mengalami penurunan namun kembali naik pada awal tahun 2009. Meskipun penelitian ini terbatas pada pengamatan untuk jangka waktu 3 tahun (2007-2009), namun dengan analisis penampang dan seri waktu yang digunakan , maka ia dianggap cukup untuk melihat sebab dan akibat serta kecenderungan yang terjadi. Periode waktu penelitian yang relatif singkat juga diharapkan tidak menimbulkan masalah karena menurut [10] perusahaan di Indonesia menunjukkan struktur kepemilikan yang stabil. Jadi, penggunaan waktu yang singkat ini tidak begitu mempengaruhi hasil yang diperoleh.Teknik sampling bertujuan (purposive sampling) digunakan untuk memilih kriteria tertentu yang telah ditetapkan (Sekaran 2006). Sumber data yang diperoleh adalah dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia atau IDX dari tahun 2007 sampai tahun 2009. Untuk tujuan pemilihan sampel penelitian yang luas penelitian ini menggunakan indeks sektoral yang meliputi seluruh perusahaan yang diklasifikasikan dalam 9 sektor industri menurut klasifikasi industri JASICA seperti yang telah ditetapkan oleh IDX. Ulasan ini membahas perusahaan dalam industri keuangan dan non keuangan sebagaimana yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya [20]. Ini karena kebanyakan perusahaan dalam industri keuangan di Indonesia dimiliki oleh individu juga turut melibatkan anggota keluarga dalam operasi perusahaan. Sementara itu Model VAIC dihitung berdasarkan unsur intelektual modal insan dan modal struktural sebagai dasar efisiensi perusahaan . Penggunaan metode VAIC ini dapat menggabungkan aspek fisik dan modal intelektual dalam mengukur kinerja efisiensi perusahaan . Secara teori , VAIC adalah gabungan dari tiga indikator efisiensi yaitu : (1) Efisiensi Penggunaan Modal (CEE) (2) Efisiensi Modal Insan (HCE) (3) Efisiensi Modal Struktural (SCE). Berdasarkan diskusi di atas , model VAIC dapat dirumuskan seperti dalam persamaan di bawah: VAIC = CEE + HCE + SCE CEE = VA / CE, HCE = VA / HC dan SCE = SC / VA
Analisis Data Sampel penelitian terdiri dari perusahaan perdagangan di Bursa Indonesia (IDX). Perusahaan yang dimasukkan sebagai sampel adalah perusahaan yang memiliki kepemilikan keluarga yang ditentukan berdasarkan kepemilikan ekuitas oleh keluarga baik melalui industri atau perusahaan lain. Perusahaan yang memiliki kepemilikan pemerintah di keluarkan dari sampel karena struktur kepemilikan perusahaan tersebut tunduk pada kebijakan pemerintah dan sulit untuk mendeteksi kepemilikan keluarga dan keterlibatan keluarga dalam perusahaan tersebut. Jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Indonesia untuk tahun 2007 sampai 2009 adalah 397 perusahaan. Dari jumlah ini, sebanyak 65 perusahaan yang memiliki kepemilikan pemerintah dan 149 perusahaan bukan keluarga dikeluarkan dari sampel. Selanjutnya sebanyak 28 buah perusahaan dengan data yang tidak lengkap juga turut dikeluarkan . Ini memberikan sampel akhir sebesar 155 buah perusahaan yang mewakili sembilan sektor industri berdasarkan klasifikasi JASICA. Karena data di kutip untuk periode tiga tahun dari tahun 2008 sampai 2010 maka jumlah pengamatan yang diperoleh adalah 465 perusahaan tahun (3x155). Tabel 1. Penentuan Sampel Penelitian Panel A: Pemilihan Sampel Penelitian Perusahaan dengan data lengkap untuk tempo 2008-2010 Perusahaan dalam industri pemerintah Perusahaan yang kepemilikannya tidak tertumpu keluarga Perusahaan yang tidak mempunyai data lengkap Jumlah Perusahaan Jumlah Observasi (155 Perusahaan x 3 Tahun)
Perusahaan 397 (65) (149) (28) 155 465
Panel B: Sektor Industri Sampel Penelitian Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan Industri dasar dan kimia Industri berbagai Industri pengguna Properti dan real estate Infrastruktur, utilitas, tranportasi Keuangan Perdagangan
Perusahaan Listing (JASICA) 14 (4.0%) 21 (5.3%) 58 (14.6%) 43 (10.8%) 35 (8.8%) 44 (11.0%) 29 (7.3%) 67 (17.0%) 86 (21.7%)
Kepemilikan keluarga (Setahun) 5 (3.0%) 3 (1.9%) 22 (14.2%) 15 (9.7%) 11 (7.1%) 18 (12.0%) 11 (7.1%) 29 (19.0%) 41 (26.5%)
15 (3.0%) 9 (1.9%) 66 (14.2%) 45 (9.7%) 33 (7.1%) 54 (12.0%) 33 (7.1%) 87 (19.0%) 123(26.5%)
Jumlah
397(100.0%)
155 (100.0%)
465(100.0%)
Industri
Jumlah (Prsh/tahun)
Sumber: Data Sekunder, 2013
Hasil Penelitian Panel A, Tabel 1 menunjukkan rata-rata VAIC perusahaan keluarga di Indonesia adalah 3.12 dengan kisaran antara -1.53 sampai 6.58 dan standar deviasi 1.49. Berdasarkan rata-rata VAIC , dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan keluarga di Indonesia adalah lebih rendah jika dibandingkan dengan temuan penelitian [33] yang menunjukkan rata-rata perusahaan di Malaysia memiliki nilai VAIC 5.02. Sementara penelitian lain oleh [17] yang mengambil sampel di Inggris dan Afrika
Selatan menemukan nilai VAIC secara rata-rata masing-masing adalah 5.32 dan 4.27. Paralel dari itu, [19] yang melakukan penelitian terhadap bank di Pakistan menemukan nilai VAIC secara rata-rata adalah 5.01. Bagaimanapun, penelitian yang dilakukan di Malaysia, Inggris dan Afrika Selatan serta Pakistan tidak mengkaji kinerja perusahaan terkonsentrasi keluarga secara khusus seperti mana yang menjadi fokus penelitian ini. Metode VAIC merupakan perhitungan berdasarkan nilai efisiensi modal manusia(HCE), efisiensi modal struktural (SCE) dan efisiensi penggunaan aset perusahaan (CEE). Gambar 5.1 menunjukkan distribusi data bagai VAIC berdasarkan CEE, HCE dan SCE. 3.0
2.5
2.37
2 .31
2.31
2.0
1.5
1.0 0 .50
0.4 3
0.5
0.40
0 .30
0.2 9
0.2 9
0.0 2007
2008 CEE
HCE
2009 S CE
Gambar 1. Distribusi VAIC berdasarkan tiga komponen (CEE, HCE, SCE)
Seperti yang terlihat pada Gambar 1, secara rata-rata HCE memiliki nilai 2.31 (2007), 2.37 (2008 ), 2.31 (2009), manakala nilai SCE adalah 0,43 (2007), 0,40 (2008), 0,50 (2009) dengan kisaran rata-rata masing - masing di antara -1.20 dan 5.33, dan -2.80 dan 0.60 standar deviasi HCE dan SCE masing-masing adalah 1.17 dan 0.60. Sementara efisiensi penggunaan aset perusahaan (CEE) sebagai modal fisik dalam tahun 2007 hingga 2009 rata-rata adalah 0,29 (2007), 0,29 (2008) , 0.30 (2009) dengan kisaran rata-rata di antara -3.04 dan 3.68 dan standar deviasi 0.45. Secara perbandingan, terdapat perbedaan signifikan di antara tambahan nilai efisiensi penggunaan modal insan (HCE) dan tambahan nilai penggunaan modal fisik (CEE). Salah satu unsur yang berkontribusi terhadap tambahan nilai modal fisik adalah efisiensi manafaatkan aset perusahaan yang mampu menciptakan tambahan nilai atau akuisisi. Meskipun rata-rata aset yang dimiliki oleh perusahaan keluarga adalah tinggi (Tabel 3), namun penggunaan aset kurang berkontribusi terhadap tambahan nilai perusahaan , sehingga kontribusi dari CEE tersedia rendah . Ini sejalan dengan pendapat [3] yang menyatakan bahwa perusahaan keluarga cenderung mengurangi bentuk investasi berisiko yang dapat meningkatkan pembiayaan utang. Aksi ini mempengaruhi penggunaan aset yang berkontribusi terhadap tambahan nilai perusahaan. Sementara itu , tambahan nilai dari efisiensi penggunaan modal insan (HCE) terlihat lebih tinggi dibandingkan CEE dan SCE. Ini dihasilkan dari belanja modal insan yang masih rendah dan menyumbang tambahan nilai perusahaan yang tinggi , sehingga mampu menaikkan nilai HCE. Pengeluaran modal insan yang tidak begitu tinggi memberi dampak positif kepada tambahan nilai modal struktural (SCE). Ini karena tambahan nilai SCE dilihat dari seberapa besar pengeluaran untuk pembangunan modal insan dibandingkan tambahan nilai yang disumbangkan. Secara umum, CEE dan SCE memberikan kontribusi yang lebih rendah dibandingkan HCE. Ini berarti efisiensi penggunaan aset dan dukungan modal struktural belum mampu menaikkan tambahan nilai perusahaan. Sungguh pun demikian, ketiga hasil efisiensi perusahaan menunjukkan nilai yang konsisten dari tahun 2007 sampai 2009.
Gambar 2. menunjukkan distribusi nilai VAIC dari tahun 2007 sampai 2009 . Dari gambar ini dapat dilihat bahwa nilai VAIC yang dimiliki perusahaan keluarga kebanyakan berada pada nilai 2 sampai 4. Sementara distribusi yang lebih kecil berada diluar nilai tersebut. Ini menunjukkan distribusi nilai VAIC tersebar secara normal. 7
8
Value of HCE SCE CEE
Nilai Kecekapan firma (VAIC)
6
6
4
2
5 4 3 2 1 0 -1
0
-2 Year in 2007-2009
-2 Tahun 2007-2009
HCE
SCE
CEE
Gambar 2. Grafik penyebaran komponen VAIC
Analisis Kepemilikan Keluarga Kepemilikan keluarga diukur berdasarkan persen pegangan keluarga dalam ekuitas perusahaan yang dimiliki oleh individu atau melalui kepemilikan melalui perusahaan lain. Gambar 6.3 menunjukkan nilai rata-rata kepemilikan keluarga tahun 2007 adalah 50,2%, tahun 2008 senilai 49,1%, dan tahun 2009 dengan rata-rata 49,3%. Rata-rata untuk tiga tahun adalah 49.53% dengan pegangan tertinggi 99.0% dan pegangan terendah adalah 3.07%. Standar deviasi persen kepemilikan saham keluarga adalah 23.65%. Nilai statistik kepencongan adalah 0.02 dan kurtosis adalah 2.05. Rasio kepemilikan keluarga yang tinggi ini sejalan dengan penelitian sebelumnya [2] yang menemukan kisaran pegangan keluarga dalam sampel penelitian di Indonesia adalah di antara 5% dan 60%. Berikut Grafik kepemilikan keluarga di Indonesia. . 51 0.502
. 50 0.491
0.493
2008
2009
. 49 . 48 . 47 . 46 . 45 . 44 . 43 . 42 . 41 . 40 2007
FS HA RE
Gambar 3. Deskriptif rerata kepemilikan keluarga dalam ekuitas perusahaan
Gambar diatas menunjukkan semakin tinggi pegangan keluarga dalam ekuitas perusahaan, semakin tinggi kontrol yang dilakukan. Sejalan dengan ini, penelitian di Asia yaitu di Korea, Indonesia, Malaysia, Philipina, dan Thailand yang dilakukan oleh [15] menunjukkan ada peningkatan kepentingan pemegang saham melalui kepemilikan terkonsentrasi oleh keluarga setelah krisis ekonomi yang terjadi di Asia tahun 1997. Mereka menyarankan bahwa kepemilikan keluarga yang tinggi dapat mempengaruhi bentuk kontrol atas manajemen perusahaan.
Kesimpulan Penelitian ini menggunakan metode yang berbeda dari penelitian sebelumnya yang biasanya menggunakan pendekatan rasio finansial seperti ROA dan ROI. Ulasan ini menggunakan metode VAIC karena sesuai dengan kondisi lingkungan pasar modal di Indonesia. Penggunaan metode ini berkontribusi pada pendekatan baru yang menekankan pada efisiensi nilai tambah dalam mengukur kinerja firm , yang dilihat dari efisiensi penggunaan modal perusahaan (CEE), efisiensi pengunaan modal insan (HCE), dan efisiensi penggunaan modal struktural (SCE). Temuan yang diperoleh menunjukkan rata-rata VAIC perusahaan keluarga di Indonesia adalah 3.13 yang merupakan kombinasi nilai tambah efisiensi modal fisik dan modal intelektual. Besarnya jumlah perusahaan keluarga dalam daftar perusahaan dan sistem dua lembaga di Indonesia harus mendapat perhatian serius dari para peneliti terutama terkait dengan isu kepemilikan, pengawasan dan manajemen dan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan. Sistem dua lembaga tersebut dinilai dapat menimbulkan konflik prinsipal-agen baru dan perilaku kontrol yang menarik dalam pelaksanaan manajemen perusahaan yang mempengaruhi pelaksanaan tata kelola perusahaan. Penelitian masa depan dapat juga melintasi perbandingan antara negara- negara di Asia yang memiliki latar belakang ekonomi, politik dan sosial yang sama dengan fokus pada sistem dewan yang berbeda dalam Lembaga Pasar Modal seperti Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, dan Hong Kong. Hasilnya diharapkan dapat menghasilkan lebih banyak bukti terutama di negara-negara Asia. Hasil penelitian juga menunjukkan perusahaan keluarga di Indonesia tidak hanya merupakan perusahaan berukuran kecil namun juga perusahaan berukuran besar yang memiliki kepemilikan terkonsentrasi keluarga. Ada beberapa persoalan yang belum terjawab terhadap kepemilikan dan model keterlibatan dalam sistem dua lembaga yang dapat meningkatkan peran BOC dan BOD dalam konflik prinsipalagen dan pengaruhnya terhadap efisiensi modal fisik dan efisiensi intelektual sebagai ukuran kinerja perusahaan. Hal ini dapat membuka ruang bagi penelitian selanjutnya di masa depan.
Referensi [1] Achmad, Tarmizi, Corporate governance of family firms and voluntary disclosure: the [2]
[3] [4]
[5]
[6] [7]
case of Indonesian manufacturing firms. Disertasi Ph.D. Business School of Accounting and Finance. The University of Western Australia,2007. Alijoyo, A. Bouma, E. Sutawinangin.T M. N and Kusadrianto. M. D, Review of corporate governance in Asia: corporate governance in Indonesia, 2004, The Asian Development Bank. Anderson, R.C and Reeb, D.M, “Founding-family ownership and firm performance: evidence from the S&P 500”. The Journal of Finance 58(3), 2003,1301-1327. Astrachan, J. Klien and Symyrnios. K, The F PEC scale of family influence: A proposal for solving the family business definition problem. Family Business Review 15 1,2002, 45-58. Bezemer, P. J. Maassen. G. F.Van den Bosch. F. A. J and Volberda. H. W, Investigating the development of the internal and external service tasks of nonexecutive directors: the case of the Netherlands. Corporate Governance: An International Review 15, 2007,1119–1129. Claessens, S. Djankov. S and Lang. L.H.P, Separation of ownership and control in east corporations, Journal of Financial Economics 58 (1-2), 2000, 81-112. Cooper, J. Turning knowledge into value (against a backdrop of tangibles, the intangible reality of intellectual capital flows throughout the realm of biotechnology firm across Canada). CMA management 74(8),2000, 22-25.
[8] [9]
[10] [11] [12] [13] [14] [15]
[16] [17]
[18] [19] [20] [21]
[22] [23] [24] [26] [27] [28] [29] [30] [31] [32]
[33]
Dahya, J. Karbhari. Y, Xiao. J. Z and Young, M., The usefulness of the supervisory board report in China. Corporate Governance: An International Review 11(4)2003,308–321. Dieleman, Marleen and W.M. Sachs, The evalution of ethnic business networks: the case of the Salim Group, Asia Pasific Management and Business Conference,2007,20 July. Du, J and Dai, Ultimate corporate ownership structure and capital structure: evidence from East Asian economics, Corporate Governance 13(1), 2005, 60-71. Faccio, M and Larry P.H, Lang. The ultimate ownership of Western European corporations. Journal of Financial Economics 65, 2002, 365– 395. Faccio, M. Lang.L.H and Young, L., Dividend and expropriation. The American Economic Review 91(1),2001, 54-78. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), The role of the Board of Commissioner and the Audit Committee in Corporate Governance, 2007, Jakarta: FCGI. Gujarati, Damodar. N, Basic Economitrics, 2004, The McGraw-Hill Companies. Hanazaki, M and Liu, Q., Corporate governance and investment in East Asian firms– empirical analysis of family-controlled firm. Journal of Asian Economics 18(1),2007,7697. Haslindar Ibrahim. M. Fazilah Abd. Samad and Afizar Amir, Board structure and corporate performance: evidence from public-listed family-ownership in Malaysia, Faculty of Business and Accountancy, University of Malay,2008. Ho, C.A and Williams, S.M., International comparative analysis of the association between board structure and the efficiency of value added by a firm its physical capital and intellectual capital resource, The International Journal of Accounting 38 (4),2003, 465-491. Jensen, M.C and Meckling, W.H, Theory of the firm, managerial behavior, agency cost and ownership structure. Journal of Financial Economics 3(4),1978,334-351. Kamath, G. Barathi, The intellectual capital performance of banking sector in Pakistan. Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences 4(1),2010,84-99. King, M and Santor. E, Family values: ownership structure, performance and capital structure of Canadian firm, Journal of Banking and Finance,2008, 32: 2423-2432. Prabowo, Muhammad Agung and Simpson, J.L, Combined leadership in two tier system? board structure, family control and firm performance of Indonesian listed firms. Curtin Business School. Curtin University of Technology. Perth Western Australia, 2009. Pulic, A. “Measuring the performance of intellectual potential in knowledge economy”. World Congress on the Management of Intellectual Capital, Hamilton Ontario. Mc Master University. Kanada, 1998, 21-23 January. Roos, G and Roos. J, Measuring your company’s intellectual performance. Long Range Planning 30 (3),1997, 423-426. Saito, Takuji, Family firms and firm performance: evidence from Japan, Journal Japanese International economies 22, 2008, 620-646. Sekaran, Uma, Metodologi penelitian untuk bisnis,2006, Jakarta: Salemba Empat. Shu-Lien, Chang, Valuing intellectual capital and firms’ performance –modifying valued added intellectual coefficient (VAIC) in Taiwan IT industry. Edward S. Ageno School of Business. Golden Gate University,2008. Tsui, J and Stott, V., Governance in family-owned Hongkong corporations, New York: Palgrave MacMillan, 2004. Villalonga, B and Amit, R., Family control and Industries. Journal of Financial economics 80,2007, 385-417. Williams, S.M., Relationship between board structure and a firm’s intellectual capital performance in an emerging economy. Working Paper. University of Calgary, Canada,2000. World Bank, “Membuka potensi sumber daya keuangan dalam negeri Indonesia: Peran lembaga keuangan non bank”. The World Bank 2, 2006, 37-69. Zeghal, Daniel and Maaloul, Anis., Analysing value added as an indicator of intellectual capital and its consequences on company performance. Journal of Intellectual Capital 11(1),2010, 39-60. Zubaidah, Zainal Abidin, Nurmala Mustaffa Kamal and Kamaruzzaman Jusoff, Board structure and corporate performance in Malaysia, International Journal of Economics and Finance 1(1),2009,150-163.