ISBN 98765432 001
PENGGUNAAN DAN PENYIMPANGAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA PADA KELOMPOK BALAP LIAR DI WILAYAH MADURA SEBAGAI PROBBELMATIKA BERHABASA DI KALANGAN PEMUDA Ria Kasanova
[email protected] ABSTRAK Kesantunan berbahasa adalah suatu cara untuk menyampaikan ungkapan dalam bertutur kata dengan halus, baik dan sopan di dalam komunikasi verbal. Pada hakikatnya kesantunan berbahasa adalah etika kita dalam bersosialisasi di masyarakat dengan penggunaan kata yang baik, sehingga peneliti tertarik dan mengangkat judul Penggunaan dan Penyimpangan Prinsip Kesantunan Berbahasa Pada Kelompok Balap Liar di wilayah Madura dengan rumusan masalah Bagaimana Penggunaan dan Penyimpangan Prinsip Kesantunan Berbahasa Pada Kelompok Balap Liar di Wilayah Madura. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara objektif tentang penggunaan dan penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa pada kelompok balap liar di wilayah Madura. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena data yang dianalisis berupa data verbal atau kata-kata. Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa percakapan anggota kelompok balap liar di kota Pamekasan yang telah disalin atau diubah menjadi bentuk tulisan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik merekam. Teknik analisis yang dilakukan secara deskriptif kualitatif, digunakan untuk mendeskripsikan hasil data tertulis secara terperinci . Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa “Penggunaan dan Penyimpangan Prinsip Kesantunan Berbahasa Pada Kelompok Balap Liar di wilayah Madura berupa: Penggunaan maksim penghargaan, dilakukan oleh anggota atau kelompok balap liar di kota Pamekasan untuk memuji kecepatan motor balap milik pembalap liar lainnya. Penggunaan maksim permufakatan, dilakukan oleh anggota atau kelompok balap liar di kota Pamekasan untuk menyatakan kesetujuannya atau kesepakatannya tentang kecepatan motor milik pembalap liar dan cara memodifikasi motor balap supaya lebih cepat atau kencang larinya. Penyimpangan maksim penghargaan, dilakukan oleh anggota atau kelompok balap liar di kota Pamekasan untuk mencela atau meremehkan kecepatan motor milik pembalap liar. Penyimpangan maksim permufakatan, dilakukan oleh anggota atau kelompok balap liar di kota Pamekasan untuk menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain tentang kecepatan motor balap milik pembalap liar yang lain. Kata Kunci: Maksim Penghargaan, Maksim Permufakatan
PENDAHULUAN Bahasa adalah alat interaksi sosial atau alat komunikasi yang digunakan oleh manusia. Di samping itu manusia dapat juga menggunakan alat lain untuk berkomunikasi, tetapi tampaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik diantara alat komunikasi yang ada. Apalagi bila dibandingkan dengan alat komunikasi yang digunakan hewan. Dalam setiap komunikasi, manusia paling menyampaikan gagasan, maksud, perasaan, pikiran, maupun emosi secara langsung (Chaer, 1995:61) 1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
Memang suatu kenyataan bahwa bahasa wajar dimiliki oleh setiap manusia.Dan kewajaran ini menyebabkan bahasa dianggab sebagai barang sehari-hari.Bahasa merupakan alat yang paling vital bagi kehidupan manusia.Manusia adalah mahluk individual dan sekaligus sebagai mahluk sosial, manusia memerlukan alat berupa bahasa. Bahasa merupakan alat yang ampuh untuk berhubungan dan bekerja sama (Pateda, 1992:04). Salah satu yang menarik untuk dibicarakan adalah mengenai fenomena bahasa yang ada dalam kajian pragmatik. Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur (Yule, 2006:102). Grice dalam Wijana (1996: 46) mengatakan terkait dengan maksim yang terdapat dalam prinsip percakapan pada tindak tutur, mencakup dua macam, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun. Dalam prinsip kerja sama terdapat empat maksim, yaitu (a) maksim kuantitas, (b) maksim kualitas, (c) maksim hubungan, (d) maksim cara. Sedangkan maksim sopan santun terdapat enam kategori maksim di yaitu (a) maksim kebijaksanaan, (b) maksim kedermawanan, (c) maksim penghargaan, (d) maksim kesederhanaan, (e) maksim kemufakatan, dan (f) maksim simpati Salah satu maksim atau prinsip yang terdapat di dalam kajian pragmatik adalah terdapat
kesantunan
berbahasa.
Kesantunan
berbahasa
adalah
suatu
cara
untuk
menyampaikan ungkapan dalam bertutur kata dengan halus, baik dan sopan di dalam komunikasi verbal. Pada hakikatnya kesantunan berbahasa adalah etika kita dalam bersosialisasi di masyarakat dengan penggunaan, pemilihan kata yang baik dengan memperhatikan di mana, kapan, kepada siapa, dengan tujuan apa kita berbicara secara santun. Yule mengatakan bahwa “Kesopanan dalam interaksi dapat didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang wajah orang lain”. Dalam berkomunikasi, norma-norma itu tampak dari perilaku verbal maupun perilaku nonverbalnya. Perilaku verbal dalam fungsi imperatif misalnya, terlihat pada bagaimana penutur mengungkapkan perintah, keharusan, atau larangan melakukan sesuatu kepadamitra tutur. Sedangkan perilaku nonverbal tampak dari gerak-gerikfisik yang menyertainya. Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi melalui tanda verbal atau tata cara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita harus memperhatikan norma-norma 2 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan suatu ide yang kita pikirkan. Tata cara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat. Apabila tata cara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budaya, maka orang itu akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya. Dalam penilaian kesantunan berbahasa bagaimana kita bertutur dan dengan siapa kita bertutur. Teori tindak tutur adalah pandangan yang mempertegas bahwa ungkapan suatu bahasa dapat dipahami dengan baik apabila dikaitkan dengan situasi konteks terjadinya ungkapan tersebut. Adapun klasifikasi tindak tutur dengan berdasarkan pada maksud penutur ketika berbicara, yaitu:Representatif merupakan tindak tutur yang mempunyai fungsi memberitahu orang-orang mengenai sesuatu. Tindak tutur ini mencakup mempertahankan, meminta, mengatakan, menyatakan dan melaporkan.Komisif merupakan tindak tutur yang menyatakan bahwa penutur akan melakukan sesuatu, misalnya janji dan ancaman.Direktif merupakan tindak tutur yang berfungsi untuk membuat petutur melakukan sesuatu, seperti saran, permintaan, dan perintah. Ekspresif merupakan tindak tutur yang berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap mengenai keadaan hubungan, misalnya permintaan maaf, penyesalan dan ungkapan terima kasih. Deklaratif merupakan tindak tutur yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan misalnya ketika kita mengundurkan diri dengan mengatakan ’Saya mengundurkan diri’, memecat seseorang dengan mengatakan ’Anda dipecat’, atau menikahi seseorang dengan mengatakan ’Saya bersedia’. Berkenaan dengan kesantunan berbahasa, akhir-akhir ini berita di televisi sedang hangat-hangatnya membahas tentang kelompok motor (gang motor) yang keberadaannya sangat meresahkan masyarakat. Banyak orang yang terganggu akibat ulah kelompok motor tersebut karena kebanyakan dari mereka yang urakan, bahkan tidak beretika di dalam pergaulannya. Dimungkinkan karena mereka kurang mendapatkan perhatian dari keluarganya sendiri dan juga akibat pergaulannya yang tidak sehat. Kebanyakan dari mereka masih usia remaja yang pada umumnya usia remaja tersebut masih pada tingkat kelabilan. Di beberapa kota di pulau Madura seperti kota Pamekasan dan Sampang juga terdapat beberapa kelompok motor, yang biasanya berkumpul pada sabtu malam di jalan-jalan kota. Biasanya mereka melakukan balap liar hanya untuk adu gengsi dan kepopularitasan kelompoknya masing-masing. Di dalam pergaulannya tidak sedikit dari mereka yang tidak
3 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
sopan dalam berkomunikasi dengan orang lain di sekitarnya tanpa memperhatikan prinsipprinsip kesantunan berbahasa. Bahasa yang digunakan di lingkungan balap liar sepeda motor adalah bahasa lisan. Penutur dan mitra tutur melakukan komunikasi secara langsung sehingga pesan yang disampaikan persis dengan penutur.Wujud praktis penggunaan bahasa secara lisan dapat dilihat dalam bertindak tutur. Ada lima aspek yang terlibat dalam kelima aspek tersebut adalah (1) penutur, (2) mitra tutur, (3) informasi (pesan), (4) bahasa sebagai penyampai pesan, dan (5) konteks yang melatarbelakangi terjadinya percakapan itu (Ibrahim, 1995: 217). Maka dari itulah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian kualitatif lapangan terhadap penggunaan dan penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa pada kelompok balap liar di kota Pamekasan. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh suatu analisis tentang penggunaan maksim penghargaan, penggunaan maksim permufakatan , penyimpangan maksim penghargaan, dan penyimpangan maksim permufakatan pada kelompok balap liar di kota Pamekasan. METODE PENELITIAN Sebagai upaya mencapai tujuan penelitian, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan menerapkan metode deskriptif. Dalam kajiannya, metode deskriptif menjelaskan data atau objek secara natural, objektif, faktual (apa adanya). Metode deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan apa adanya hasil dari pengumpulan data yang telah dilakukan oleh penulis. Metode deskriptif dipilih oleh penulis karena metode ini dapat memberikan gambaran yang sangat jelas mengenai individu, keadaan bahasa, gejala atau kelompok tertentu.Data penelitian adalah data kualitatif, yaitu data yang berupa kata-kata yang berhubungan dengan fokus kajian. Adapun data dalam penelitian ini berupa percakapan anggota kelompok balap liar di kota Pamekasan dan Sampang yang telah disalin atau diubah menjadi bentuk tulisan. Sumber data dalam penelitian ini adalah anggota kelompok balap liar di kota Pamekasan dan Sampang. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah meliputi (1) teknik pengumpulan data (2) teknik analisis data. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dan metode cakap. Metode simak memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut juga sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakekatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Dalam arti, peneliti dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan menyadap penggunaan dan penyimpangan 4 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
kesantunan berbahasa seseorang. Selanjutnya, teknik sadap ini diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat cakap. Teknik simak libat cakap, peneliti melakukan penyadapan dengan cara ikut berpartisipasi sambil menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan. Dalam hal ini, peneliti terlibat langsung dalam dialog. Selanjutnya, teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan peneliti ketika menerapkan metode simak dengan teknik lanjutan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif,seperti yang dikembangkan oleh Miller dan Huberman (dalam Moeleong, 2008:249), yaitu menggunakan analisis model interkatif dengan tiga prosedur antara lain: a) Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian, dan penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari hasil pengamatan. b) Penyajian data yaitu penyajian sekumpulan informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan untuk mengadakan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian data, maka peneliti dapat mentranskripkan data hasil rekaman ke dalam bentuk tulisan, diidentifikasi, diklasifikasikan ke dalam golongan ,dianalisis, dan kemudian dideskripsikan secara kualitatif. c) Penarikan kesimpulan atau verifikasi, yaitu penarikan kesimpulam dari apa yang telah dilakukan. PEMBAHASAN Penggunaan Maksim Penghargaan Maksim penghargaan, digunakan seseorang supaya dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta tutur tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Jika penutur memberikan penghargaan kepada orang lain maka penutur tersebut akan dianggap sopan. Berikut ulasan mengenai fenomena penggunaan prinsip kesantunan berbahasakhususnya maksim penghargaan pada anggota atau kelompok balap liar di kota Pamekasan: Contoh: Ipang Wawan
: “Kéng bhâ’ mennangngahtangdi’ mon écoba’?” : “Mennang pagghun bro ta’ la taoh dhibi’ bân ri’-bâri’en sé road race mon ghârâbnah rowah, pagghun mennang sé bâ’en.”(no.14 baris 19)
Penutur yang bernama Ipang mengatakan“mennang pagghun bro ta’ la taoh dhibi’ bân ri’-bâri’en sé road race mon ghârâbnah rowah”, dengan maksud ingin menghargai 5 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
lawan tuturnya serta untuk menjaga keefektifan berkomunikasinya, kemudian ditambah dengan kalimat “pagghun mennang sé bâ’en”supaya lawan tuturnya itu semakin merasa dihargai, meskipun kenyataannya belum tentu motor milik temannya itu menang atau lebih kencang dari motor lainnya. Contoh: Toriq Ipang
: “Sé asli meller nga’ rowah la.” : “Iyâh, enje’ kéng lakar la santa’ ongghu roh kana’, arassah, séttongnah rowah.” (no.7 baris 20)
Toriq mengatakan pada Ipang kalau pembalap itu memang orang yang nakal atau gila balap, kemudian Ipang langsung mengatakan “iyâh, enje’ kéng lakar la santa’ ongghu roh kana’, arassah, séttongnah rowah.” kepada Toriq yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah “iya, tapi memang kencang sungguhan itu, puas, satunya lagi itu.”. Ucapan Ipang tersebut dapat dikatakan sebagai penggunaan maksim penghargaan karena Ipang memberikan penghargaan atau memuji orang lain. Contoh: Ipang Wawan
: “Enjâ’ polanah cora’ ta’ patéh santa’ wan.” : “Apah jhâ’ ya’ burunah din na’-kana’ nga’ réyah kabbhi. Enjâ’ pagghun mennang din bâ’en, dhinah mon anuh roh coba’ dâ’iyâh ma’ lé étemmoh rowah, kéng pagghun mennang ko’yakin polanah kan la éobâih kabbhi karbunah so apanah roh?”(no.14 baris 26)
Penutur memuji lawan tuturnya dengan mengatakan“enjâ’ pagghun mennang din bâ’en”, hal tersebut dilakukan oleh penutur agar lawan tuturnya merasa dihargai, kemudian penutur kembali memuji atau memotivasi lawan tuturnya dengan dipertegas mengatakan “kéng pagghun mennang ko’yakin polanah kan la éobâih kabbhi karbunah so apanah roh”, data di atas jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “tetap menang punya kamu, dicoba saja biar ketahuan, tapi tetap menang saya yakin karena kan sudah diganti semua karburator sama apanya itu.”sehinggadengan begitu lawan tuturnya tersebut akan lebih merasa sangat dihargai. Dengan demikian hal itu bisa dikatakan sebagai penggunaan maksim penghargaan karena disitu penutur memberikan penghargaan kepada lawan tuturnya.
Penggunaan Maksim Permufakatan Maksim permufakatan, digunakan oleh para peserta tutur agar dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari 6 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
mereka dapat dikatakan bersikap santun. Berikut ini adalah contoh penggunaan dari maksim permufakatan: Contoh: Ahmad Ipang
: “Ghun mennang tanjaknah.” : “Iyâh ghun mennang tanjaknah, apah kéng jokinah roh so’maso’enta’ taoh ngara.Jhâ wa’ monamunyéh dâ’iyâh bân ta’ amonyéhsapédahamonyéh anuh ghilingnah apah messén ro ghilingnah bherrâs.” (no.1 baris 4)
Ipang menganggap si pembalap liar tersebut tidak begitu pintar atau lihai dalam balapan liar sehingga kalah dengan pembalap liar yang lain dan Ahmad juga mengomentari motor yang dinaikinya itu, kemudian penutur yang bernama Ipang sependapat dengan pernyataan Ahmad dengan mengatakan “iyâh ghun mennang tanjaknah apah kéng jokinah roh so’maso’en ta’ taoh ngara”, jika diartikan dalam bahasa Indonesia yang berarti “iya hanya menang tanjakannya apa karena pembalapnya memasukkan roda giginya tidak tahu paling”. Hal itu menunjukkan bahwa Ipang mufakat atau setuju terhadap pernyataan Ahmad dan itu termasuk dalam penggunaan maksim permufakatan. Contoh: Ahmad Ipang
: “Jhâllingaghih sé Véga jih.” : “O... Iyâh lakar sé Véga réyah sé tandes.” (no. 2 baris 7)
Ahmad menjagokan motor balap Vega yang akan menang balapan, kemudian Ipang sependapat dengan Ahmad yang menjagokan motor balap Vega itu dengan mengatakan “o... iyâh lakar sé Véga réyah sé tandes.” yang dalam arti bahasa Indonesianya “o... iya memang Vega yang ini yang cepat.”. Kesetujuan Ipang terhadap Ahmad menunjukkan bahwa hal tersebut bisa dikatakan sebagai penggunaan maksim permufakatan. Contoh: Ahmad Ipang
: “Véga tanjaknah nyaman.” : “Iyâh so’-maso’en tandes yâh? Arapah mon nga’ Supra dâ’iyâh mangkanah satos saghâmé’ ta’ éyangghuy so na’-kana’.”(no.2 baris 11) Ahmad mengatakan kalau motor balap Vega yang dimaksud itu nyaman tanjakannya
kemudian disambut dengan kesetujuan Ipang terhadap perkataan Ahmad yang berarti juga termasuk dalam penggunaan maksim permufakatan dengan mengatakan “iyâh so’-maso’en tandes yâh” yang dalam bahasa Indonesianya adalah “iya perpindahan roda giginya cepat ya”. Contoh: Ahmad Ipang
: “Ambet.” : “Iyâh ta’ bisah jâ’ Honda.”(no. 2 baris 14)
7 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
Ipang menanyakan kepada Ahmad kenapa para pembalap tidak menggunakan motor Supra 125 untuk balapan liar. Ahmad menjawab karena motor tersebut dianggap lamban atau kurang cepat, jawaban Ahmad tersebut kembali disetujui oleh Ipang dengan mengatakan “iyâh ta’ bisah jâ’ Honda.” Dalam bahasa Indonesia berarti “iya tidak bisa (tidak mampu) kalau motor merk Honda.” yang juga termasuk dalam penggunaan maksim permufakatan. Contoh: Ipang Tiar
: “Sé dibudih ghi’ buruh wah ghun odi’ ranying pé’?” : “Iyâh gânteng munyinah ranying.”(no.4 baris 2)
Ipang dan Tiar sedang membicarakan motor balap yang dipakai untuk balapan liar di jalan Jalmak itu, Ipang mengomentari salah satu motor balap yang dianggapnya memiliki bunyi kenalpot yang nyaring sehingga pernyataan Ipang tersebut ditanggapi positif atau disetujui oleh Tiar sebagai lawan tuturnya dengan mengatakan “iyâh gânteng munyinah ranying.”, dalam bahasa Indonesia berarti “iya ganteng bunyinya nyaring.”. Dengan demikian Tiar menunjukkan kalau dia memiliki satu pemikiran atau setuju dengan pernyataan Ipang tersebut. Hal itu termasuk pada penggunaan maksim permufakatan. Contoh: Ipang Yayan
: “Nyatanah cé’ terronah sééntarah ka kon tofek ko’ yan nyongngo’ ka’ Muhni ngessét, sé dâssa’ah panas.” : “Panas cong jhâu ghâlluh polé.”(no.5 baris 3)
Ipang berkata pada salah satu temannya yang bernama Yayan kalau dia sebenarnya ingin pergi ke rumah temannya yang bernama Tofek yang di sana dijadikan tempat menyetel atau menseting motor balap yang akan digunakan untuk kejuaraan road race di kota Bangkalan oleh saudaranya Tofek tersebut tetapi tidak jadi ke rumah Tofek karena cuaca pada saat itu panas. Yayan setuju dengan perkataan Ipang dengan mengatakan “panas cong jhâu ghâlluh polé.”, perkataan Yayan termasuk dalam penggunaan prinsip kesantunan berbahasa khusunya pada maksim permufakatan. Perkataan Yayan tersebut jika diartikan dalam bahasa Indonesia yaitu “panas cong lagipula jauh juga”. Contoh: Wawan Ipang
: “Sé pandâ’ân jih kan santa’ bro, tekkanan roh jân santa’ roh.” : “Iyâh apah jhâ’ sé éobâih sé lanjhâng burunah sapédah dâ’remmah roh.” (no.14 baris 37)
Kalimat yang mengarah pada suatu permufakatan dikatakan oleh penutur kepada lawan tuturnya. Kalimat “iyâh apah jhâ’ sé éobâih sé lanjhâng burunah sapédah dâ’remmah roh.”Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “iya apa yang diganti yang panjang larinya motor gimana gitu.”. Pada data di atas termasuk dalam penggunaan 8 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
prinsip kesantunan berbahasa khususnya maksim permufakatan dimana disitu terjadi suatu kemufakatan. Penyimpangan Maksim Penghargaan Peserta tutur yang sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai orang yang tidak sopan, dikatakan demikian karena tindakan mengejek merupakan tindakan yang tidak menghargai orang lain. Hal itu sangat bertentangan dengan maksim penghargaan. Berikut ini adalah contoh tuturan yang menyimpang dari maksim penghargaan: Contoh: Fendra Fikri
: “Iyâh cong, jhâ’ rowah ana’ân réng soghi.” : “Soghi apanah cong jhâ’ réng towanah sé laké’ ghun dhâddhih tanih, réng towanah sé biné’ dhâddhih pembantu neng kon tang kancah.”(no.3 baris 6)
Fendra mengatakan bahwa si Yoga tersebut bisa memiliki motor balap yang sangat cepat itu karena Yoga adalah anak orang kaya. Mendengarkan perkataan Fendra spontan Fikri mengatakan “soghi apanah cong jhâ’ réng towanah sé laké’ ghun dhâddhih tanih, réng towanah sé biné’ dhâddhih pembantu neng kon tang kancah.”Dalam bahasa Indonesia yang berarti “kaya apanya cong orang tuanya yang laki-laki Cuma jadi tani, orang tuanya yang perempuan jadi pembantu di rumahnya teman saya”. Perkataan Fikri tersebut membuktikan bahwa dia merendahkan posisi atau harga diri orang lain yang sedang dibicarakannya dengan lawan tuturnya yang bernama Fendra. Hal itu termasuk dalam penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa khususnya pada maksim penghargaan dimana di dalam maksim penghargaan seharusnya penutur lebih merendahkan dirinya sendiri dan memberikan penghargaan kepada orang lain jika ingin dikatakan sopan dalam berbahasa atau berbicara. Contoh: Ipang Wawan
: “Maréh maréh kéyah, wa’ wan wak wan santa’ séVéga wan.” : “Santa’, santa’ apah énga’ rowah bro ghuta’ santa’an din tokang pentol ghi’ bhuruwân rowah, santa’ mosonah ghâ-oghâ.” (no.6 baris 8)
Pada saat itu ada motor balap yang dianggap cepat atau kencang larinya oleh Ipang tetapi Wawan tidak setuju dengan Ipang dengan mengatakan “santa’, santa’ apah énga’ rowah bro ghuta’ santa’an din tokang pentol ghi’ bhuruwân rowah, santa’ mosonah ghâoghâ.” kepada Ipang yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti “kencang, kencang apanya kalau seperti itu bro masih lebih kencang motornya tukang jual pentol barusan itu,
9 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
kencang karena musuhnya di bawah standar.”. Hal seperti itu termasuk dalam penyimpangan maksim penghargaan karena penutur tidak memberikan penghargaan kepada orang lain. Contoh: Ipang : “Ghârâb êdimmah?” Yayan : “Langsong ka sorbhâjâh, apah can engko’ jih la.”(no.8 baris 8) Ipang bertanya dimana tempat menseting motornya itu, dengan sigap Yayan langsung menjawabnya dengan rasa percaya dirinya “langsong ka sorbhâjâh, apah can engko’ jih la.”, dalam bahasa Indonesia yang berarti “langsung ke Surabaya, saya yang tanggung.”. Ucapan Yayan tersebut seolah-olah dirinya yang paling paham tentang hal itu dan itu sangat bertentangan dengan prinsip kesantunan berbahasa khususnya pada maksim penghargaan dimana dalam maksim penghargaan penutur seharusnya memberikan penghargaan kepada orang lain dan merendahkan dirinya sendiri di depan lawan tuturnya, maka hal itu dapat dikatakan sebagai penyimpangan maksim penghargaan. Contoh: Ipang Wawan
: “Enjâ’ polanah cora’ ta’ patéh santa’ wan.” : “Apah jhâ’ ya’ burunah din na’-kana’ nga’ réyah kabbhi. Enjâ’ pagghun mennang din bâ’en, dhinah mon anuh roh coba’ dâ’iyâh ma’ lé étemmoh rowah, kéng pagghun mennang ko’yakin polanah kan la éobâih kabbhi karbunah so apanah roh?” (no. 14 baris 26)
Ipang mengatakan kalau motor miliknya tidak begitu kencang larinya sehingga dia ragu untuk balapan liar, kemudian si Wawan dengan tegasnya mengatakan “apah jhâ’ ya’ burunah din na’-kana’ nga’ réyah kabbhi.” yang arti bahasa Indonesianya adalah “apa ini larinya punya anak-anak seperti ini semua.”. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai penyimpangan maksim penghargaan karena penutur tidak memberikan penghargaan kepada orang lain dan akibatnya dia akan dianggap sebagai orang yang tidak sopan. Contoh: Ipang Wawan
: “Iyâh apah jhâ’ sé éobâih sé lanjhâng burunah sapédah dâ’remmah roh.” : “Iyâh coba’ ghâlluh! Mennang pagghun. Apah din na’-kana’ ta’ kérah ngobâih nga’ rowanah.”(no. 14 baris 39)
Pada data di atas sangat jelas adanya penyimpangan maksim penghargaan, hal itu ditunjukkan pada kalimat “apah din na’-kana’ ta’ kérah ngobâih nga’ rowanah.”, yang jika diartikan menjadi bahasa Indonesia menjadi “apa punya anak-anak tidak mungkin mengganti itunya.”, dimana disitu tidak adanya pemberian penghargaan kepada orang lain padahal belum tentu perkataan atau anggapan Wawan itu benar. Penyimpangan Maksim Permufakatan 10 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
Di dalam kegiatan bertutur jika kita tidak menjaga keefektifan berkomunkasi atau tidak adanya suatu kemufakatan atau kesetujuan antara penutur dengan lawan tutur maka hal itu menyimpang dari prinsip kesantunan berbahasa khususnya pada maksim permufakatan. Contoh: Ipang Yayan
: “Iyâh, bâ’ân noro’ah jih dâgghi’ ka bhângkalan?” : “Enjâ’ ango’ nyongngo’ah konsér reggae é roma.”(no. 5 baris 10)
Ipang bertanya kepada Yayan apakah dia mau ikut menonton kejuaraan road race di kota Bangkalan tersebut. Yayan langsung menjawab “enjâ’ ango’ nyongngo’ah konsér reggae é roma.” jika dalam bahasa Indonesia berarti “tidak mending nonton konser reggae di rumah”, hal itu menandakan bahwa Yayan menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap Ipang yang berarti termasuk dalam penyimpangan maksim permufakatan. Contoh: Ipang Wawan
: “Iyâh lébur mon pas kaduwâh jiyâh, kéng engko’ sér kala King wan mon pas so Satria.” : “Kala apah bân jhâ’ ri’-bâri’ân Satria jih jhâu écapo’ King.”(no.6 baris 14)
Ipang beranggapan kalau kedua motor itu diadu balapan motor Satria yang akan menang atau lebih kencang larinya. Anggapan Ipang tersebut tidak disetujui oleh Wawan karena dia pernah melihat kedua motor itu diadu motor King lebih kencang larinya dibandingkan motor Satria, Wawan berkata pada Ipang “kala apah bân jhâ’ ri’-bâri’ân Satria jih jhâu écapo’ King.” yang bahasa Indonesianya adalah “kalah apanya kemarin Satria itu jauh ketinggalan diadu dengan King.”.Perkataan Wawan kepada Ipang tersebut dapat dikatan sebagai penyimpangan maksim permufakatan dimana disitu tidak terjadi kemufakatan atau kesetujuan antara penutur dengan lawan tuturnya. Contoh: Dani Lukman Dani Lukman Dani
: “Enjâ’ na’kana’ réh sapah sé dâmabâdâh trék-trégghân malem jum’at? Hehehe...” : “Ta’ taoh, ngara polanah mon malem minggu bâdâh polisi cong.” : “Réken mon pas malem jum’at tadâ’ polisi dâ’iyâh? Pagghun bâdâh marénah réh cong.” (no. 10 baris 4) : “Dinah marénah makéh bâdâh polisi jhâ’ buruh cong, nangtenang rowah.” : “Enjâ’ dinah engko’ pagghun buruwâh, mi’ nyaréh épéghâ’ polisi.” (no. 10 baris 8)
Dani heran kenapa para kelompok balap liar melakukan balapan liar di malam jum’at.Menurut Lukman mungin karena kalau malam ju’at tidak ada polisi seperti halnya 11 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
pada saat malam minggu yang selalu ada polisi yang berjaga di jalan Kabupaten. Mendengar ucapan temannya itu Dani langsung mengatakan “réken mon pas malem jum’at tadâ’ polisi dâ’iyâh? Pagghun bâdâh marénah réh cong.” yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti “memangnya kalau pas malam jum’at tidak ada polisi?”. Ucapan Dani tersebut membuktikan kalau dirinya tidak setuju dengan ucapan Lukman temannya itu, hal itu termasuk dalam penyimpangan maksim permufakatan.Setelah mendengar perkataan Dani, Lukman menyuruh Dani untuk tidak lari kalau seumpamanya ada polisi yang datang untuk membubarkan balapan liar, akan tetapi Dani tidak setuju atau tidak sependapat dengan temannya itu dengan mengatakan “enjâ’ dinah engko’ pagghun buruwâh, mi’ nyaréh épéghâ’ polisi.” yang arti bahasa Indonesianya “tidak, saya tetap akan lari, tidak mau ditangkap polisi.”. Ucapan Dani yang demikian termasuk juga dalam penyimpangan maksim permufakatan dimana disitu tidak adanya kesetujuan atau kemufakatan. Contoh : Yunus Erik Yunus Erik Yunus Erik
: “Cong pola bâdâ sé melléah tang knalpot.” : “Arapah mi’ éjhuwâllâh?” : “Terro aobâ’âh cong.” : “Mi’ ta’ taoh éman bân cong, jhâ’ din bâ’ân ghi’ nyaman réyah.” : “Lé sajân santa’ rowah cong.” : “Apah rapah cong jhâ’ mon knalpot jiyah ta’ patéh apengaroh santa’ enjâ’en.” (no. 11 baris 6)
Sore hari mereka sedang membicarakan motor milik salah satu anggota balap liar di pinggir jalan (eks. Staiun kereta api). Yunus ingin menjual knalpot miliknya karena dia ingin ganti yang baru supaya lebih kencang motornya tetapi hal itu tidak disetujui oleh temannya yang bernama Erik yang mengatakan “apah rapah cong jhâ’ mon knalpot jiyah ta’ patéh apengaroh santa’ enjâ’en.” kepada Yunus yang arti bahasa Indonesianya adalah “apa cong kalau knalpot itu tidak terlalu berpengaruh kencang tidaknya.”.Ucapan Erik tersebut bisa dikatakan sebagai penyimpangan maksim permufakatan karena tidak adanya kesetujuan atau permufakatan antara Erik dan Yunus. Contoh: Erik Iqbal
: “Iyâh kéyah, engko’ terro melléah sapédah motor kosongan cong pas eobâ’nah CDI kan pas santa’ cong.” : “Ta’ kérah santa’ cong mon ghun éobâih CDI, bhuruh obâih so karbunah, karbunah jiyah melléaghih karbu kotak pas stang obâih sé rajâ’ân terros blok sé adâ’ bor polé parajâ’ân lobângngah, ella pas santa’ ongghu mon paso jiyah cong.” (no. 12 baris 15)
12 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
Erik ingin sekali membeli motor bodong atau motor yang tidak memiliki surat-surat kendaraan karena dia ingin memodifikasi motor tersebut untuk dijadikannya balapan liar dengan mengganti CDI motor itu, akan tetapi perkataan Erik tersebut tidak disetujui oleh Iqbal. Iqbal mengatakan “ta’ kérah santa’ cong mon ghun éobâih CDI, bhuruh obâih so karbunah, karbunah jiyah melléaghih karbu kotak pas stang obâih sé rajâ’ân terros blok sé adâ’ bor polé parajâ’ân lobângngah, ella pas santa’ ongghu mon paso jiyah cong.”, yang arti bahasa Indonesianya adalah “tidak mungkin kencang cong kalau hanya diganti CDI, kecuali diganti sama karburatornya, karburatornya itu belikan karbu kotak kemudian stang diganti yang lebih besar terus blok depan bor lagi diperbesar lubangnya, kencang larinya kalau seperti itu cong.”. Pada data di atas jelas kalau terdapat suatu ketidaksetujuan atau tidak mufakat antara penutur dengan lawan tutur yang berarti itu termasuk dalam penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa khususnya penyimpangan maksim permufakatan.
SIMPULAN 1. Maksim permufakatan balap liar di kota Pamekasan untuk menyatakan kesetujuannya atau kesepakatannya tentang kecepatan motor milik pembalap liar dan cara memodifikasi motor balap supaya lebih cepat atau kencang larinya 2. Penyimpangan maksim penghargaan, dilakukan oleh anggota atau kelompok balap liar di kota Pamekasan untuk mencela atau meremehkan kecepatan motor milik pembalap liar, merendahkan pembalap liar lainnya dan menyombongkan dirinya sendiri sehingga seolah-olah dirinya jauh lebih ahli di bidang balapan liar dibandingkan pembalap liar lainnya. 3. Penyimpangan maksim permufakatan, dilakukan oleh anggota atau kelompok balap liar di kota Pamekasan untuk menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain tentang kecepatan motor balap milik pembalap liar yang lain, cara memodifikasi motor balap supaya lebih cepat atau kencang larinya dan menolak ajakan temannya untuk tidak kabur ketika ada aparat polisi yang datang untuk membubarkan balapan liar.
13 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda
ISBN 98765432 001
DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul dan Leone. 1995. Agustina. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta Ibrahim, Abd.Syukur. 1995. Sosiolinguistik. Surabaya: Usaha nasional Maleong, Lexy J. 2008. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Pateda.Mansoer. 1992. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogjakarta:Penerbit Andi Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
14 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 PBSI FIP UTM Bahasa, Sastra, dan Pemuda