Seminar Nasional Bamboo Biennale 2014 Reinkarnasi Bambu dalam Kekiniah ISBN 978-602-14983-1-6
PENGGUNAAN BAMBU PADA STRUKTUR RANGKA DAN STRUKTUR PERMUKAAN AKTIF PADA BANGUNAN ORGANIK DENGAN BENTUK ATAP BERGELOMBANG (Studi Kasus : ‘Sakti Dining Room’, Five Elements - Puri Ahimsa, Bali dan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok)
Anastasia Maurina1) Abstrak Bambu telah digunakan sebagai material konstruksi bangunan sejak dulu, namun penggunaannya dalam konstruksi mengalami penurunan akibat adanya persepsi “material untuk si miskin” dan “material yang lemah”. Namun sesungguhnya, kekuatan bambu dapat disetarakan dengan kekuatan baja. Hal ini membuat bambu memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai material konstruksi bukan hanya untuk bangunan yang sederhana namun untuk bangunan yang lebih kompleks. Kelenturan bambu adalah salah satu potensi yang digunakan oleh para arsitek untuk memanfaatkan bambu sebagai material struktural bangunan untuk melahirkan bangunan organic dengan bentuk atap bergelombang. ‘Sakti Dining Room’, Five Elements - Puri Ahimsa, Bali dan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok merupakan bangunan organic di Indonesia dengan bentuk atap bergelombang yang menggunakan bambu sebagai sistem strukturnya. Untuk membuat bangunan organik dengan bentuk atap bergelombang ini dapat mengaplikasikan bambu dengan sistem struktur yang berbeda-beda. Bangunan ‘Sakti Dining Room’, Puri Ahimsa, Bali menerapkan sistem struktur rangka sedangkan Bangunan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok menerapkan sistem struktur permukaan aktif. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi-kualitatif dan komparasi. Setiap bangunan akan ditinjau dari bentuk arsitektural serta bentuk strukturalnya yang mengkaji sistem struktur, konfigurasi dan bentuk dari setiap hirarki penempatan elemen struktural, perilaku struktural dalam menyalurkan beban, serta proses konstruksinya. Hasil dari analisa komparatifnya berupa potensi dan kendala penggunaan bambu pada struktur rangka dan struktur permukaan aktif untuk bangunan organik dengan bentuk atap bergelombang. Hal ini dapat dimanfaatkan bagi perancang untuk mengembangkan wawasan sistem struktur yang mungkin untuk diterapkan pada bentuk yang serupa serta membantu menentukan sistem struktur yang tepat guna. Kata kunci : bambu, struktur rangka, struktur permukaan aktif, organik, bentuk atap bergelombang.
I. PENDAHULUAN Bambu telah digunakan sebagai material konstruksi bangunan sejak dulu, namun penggunaannya dalam konstruksi mengalami penurunan akibat adanya persepsi “material untuk si miskin”, “material yang lemah” dan non-permanen. Disisi lain, bambu memiliki banyak potensi. Bambu memiliki nilai ekologis yang baik sehingga bambu merupakan salah satu material konstruksi yang berlanjutan. Bambu juga memiliki properti mekanikal yang baik. Rasio yang tinggi antara kekuatan berbading dengan berat dibandingkan dengan material konstruksi lainnya. Hal ini membuat bambu memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai material konstruksi bukan hanya untuk bangunan 1)
Program Studi Arsitektur, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
[email protected]
21
Anastasia Maurina
yang sederhana namun untuk bangunan yang lebih kompleks. Teknologi seputar bambu mulai berkembang, seperti munculnya joint-joint bambu yang menambah kekuatan bambu. Teknologi pengawetan bambu mulai berkembang, sehingga bambu dapat dijadikan material konstruksi yang lebih permanen. Bambu memiliki karakter yang fleksibel (mudah dibentuk), berpotensi untuk bentukbentuk lengkung (bentuk yang cukup sulit dicapai dengan material konstruksi lainnya). Potensi ini yang digunakan oleh para perancang untuk memanfaatkan bambu sebagai material struktural bangunan untuk melahirkan bangunan organik dengan bentuk atap bergelombang. Bangunan dengan struktur yang diekspos termasuk kategori “struktur adalah arsitektur”. Sehingga peran struktur pada bangunan ini dalam mencapai estetika sangat besar. Fungsi struktur suatu bangunan tidak hanya sebagai sistem mekanikal yang berfungsi sebagai menyalurkan beban, tetapi juga sebagai ekspresi keindahan dari spasial arsitekturalnya. Bentuk bangunan yang serupa dapat dipecahkan dengan berbagai sistem struktur yang akan menghasilkan keindahan yang berbeda-beda. Sehingga pemilihan sistem struktur oleh perancang akan sangat berpengaruh pada bangunan hasil rancangannya. ‘Sakti Dining Room’, Five Elements - Puri Ahimsa, Bali dan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok merupakan bangunan organic di Indonesia dengan bentuk atap bergelombang yang menggunakan material bambu sebagai material elemen strukturalnya. Kedua bangunan tersebut memiliki bentuk yang serupa namun memiliki sistem struktur yang berbeda sehingga menghasilkan spasial arsitektural yang berbeda. Bangunan ‘Sakti Dining Room’, Five Elements - Puri Ahimsa, Bali menerapkan sistem struktur rangka sedangkan Bangunan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok menerapkan sistem struktur permukaan aktif. Setiap bangunan akan ditinjau dari bentuk arsitektural serta bentuk strukturalnya yang mengkaji sistem struktur, konfigurasi dan bentuk dari setiap hirarki penempatan elemen struktural, perilaku struktural dalam menyalurkan beban, serta proses konstruksinya. Hasil analisa deskriptif-kualitatif tesrebut akan menjadi data untuk analisa komparatif. Hasil dari analisa komparatifnya berupa potensi dan kendala penggunaan bambu pada struktur rangka dan struktur permukaan aktif untuk bangunan organik dengan bentuk atap bergelombang.Hal ini dapat dimanfaatkan bagi perancang untuk mengembangkan wawasan sistem struktur yang mungkin untuk diterapkan pada bentuk yang serupa serta membantu menentukan sistem struktur yang tepat guna.
II. BAMBU SEBAGAI MATERIAL STRUKTURAL Bambu memiliki berbagai macam jenis, tapi tidak semua jenis bambu dapat digunakan sebagai material struktural untuk bangunan. Jenis bambu yang umum digunakan sebagai material konstruksi dan dipasarkan di Indonesia: 2 1. Bambu tali/ apus 2. Bambu petung (Dendrocalamus asper). 3. Bambu duri/ ori (Bambusa blumeana). 4. Bambu wulung/ hitam (Gigantochloa verticillata).
2
Heinz Frick, Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu, Seri Konstruksi Arsitektur 7, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
22
Penggunaan Bambu Pada Struktur Rangka dan Struktur Permukaan Aktif Pada Bangunan Organik Dengan Bentuk Atap Bergelombang (Studi kasus: ‘Sakti Dinding Rook’, Five Elements-Puri Ahimsa, Bali dan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok
Mengacu pada bentuk geometrik elemen struktural serta bentuk dan sifat geometrik dari material bambu3, maka klasifikasi sistem struktur terbagi atas: 1. Elemen garis : a. Garis lurus : struktur rangka (kolom dan balok) b. Garis lengkung : struktur busur (form active) Dengan menggunakan material bambu, struktur rangka dan struktur busur dapat terbuat dari batang tunggal, gabungan batang tunggal ataupun dengan menggunakan rangka batang (truss – vector active) 2. Elemen bidang : a. Bidang lurus : struktur permukaan/pelat b. Bidang lengkung : struktur permukaan aktif (surface active) Dengan menggunakan material bambu, struktur permukaan hanya dapat terbuat dari rangka batang ruang (space frame) baik lapis tunggal (space frame single layer) maupun lapis ganda (space frame double layer). Sistem struktur merupakan gabungan dari elemen-elemen struktural yang digabungkan dan disusun sehingga dapat berfungsi sebagai penyalur beban bangunan. Elemen strukturalnya dapat menggunakan batang bambu yang lurus ataupun batang bambu yang dilengkungkan. Bambu merupakan material dengan sifat fleksibiltas yang lebih besar dibanding material kayu atau baja, namun jika menginginkan radius kelengkungan yang melebihi kemampuan naturalnya, maka diperlukan proses khusus untuk melengkungkannya. Proses melengkungkan bambu dapat terbagi atas 2 (dua), yaitu4: 1. Cold Bending Process. Melengkungkan bambu dengan proses ini dapat dilakukan dengan metode shaving, strips, battens and beadings, 2. Hot Bending Process. Ketika dipanaskan, bambu menjadi lunak dan bersifat plastis. Perubahan bentuk bambu bisa pararel, diagonal atau tranversal kea rah serah. Setelah pendinginan, potongan bambu ini akan mempertahankan bentuk baru. Berikut ini adalah berbagai jenis sambungan bambu yang biasa digunakan dalam konstruksi bangunan bambu5 : 1. Friction-Tight Rope Connection. Metode sambungan ini yang umum digunakan pada bangunan. Bahan tali tradisional yang digunakan adalah ijuk, kulit pohon, strip bambu dan rotan. Selain itu, saat ini sudah menggunakan material industry seperti kawat besi atau menggunakan tali plastik. 2. Plugin/Bolt Connection. Sambungan batang yang saling bersilangan (interlocking) dan disambung dengan pasak. Pasak berfungsi untuk mentransfer beban. Selain pasak, metode ini dapat menggunakan mur-baut.
3
Schodek, Daniel, (1998), Structures, Prentice Hall
4
Kramer, Karl. (1985), IL 31 Bambus-Bamboo, Institut fur leichte Flachentragweke
5
Construction with Bamboo - Bamboo Connections, Seite 3 von 23
23
Anastasia Maurina
3. Positive Connection. Sambungan menggunakan lubang dan duri. Sambungan ini jarang digunakan karena bentuk profil bambu yang bulat dan berlubang, serta kemungkinan pecah/retak. 4. Double post. Sambungan ini menggunakan beberapa bambu. Dengan mengunakan konstruksi ini, tidak terjadi perlemahan pada elemen strukturalnya dan memiliki keungtungan untuk mengganti salah satu batang bambunya.
III. BENTUK BANGUNAN ORGANIK Arsitektur organik adalah sebuah istilah yang diaplikasikan pada bangunan atau bagian dari bangunan yang terorganisir berdasarkan analogi biologi atau yang dapat mengingatkan pada bentuk natural (Fleming, Honour & Pevsner, 1999, Penguin Dictionary of Architecture)
Bentuk bangunan ‘Sakti Dining Room’, Five Elements - Puri Ahimsa, Bali (gambar 1.a) dan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok (gambar 1.c) termasuk kedalam bentuk bangunan organik. Kedua bangunan tersebut mengambil inspirasi dari bentuk yang ditemukan di alam, yaitu metafora dari bentuk daun pisang (gambar 1.b) pada bangunan ‘Sakti Dining Room’, Five Elements - Puri Ahimsa, Bali dan metafora dari bentuk ombak (gambar 1.d) pada ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 1 ‘Sakti Dining Room’, Five Elements - Puri Ahimsa, Bali (a) yang merupakan metafor dari daun pisang (b) dan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok (b) yang merupakan metafor dari ombak (d) sumber : http://fivelements.org (a) ; http://s587.photobucket.com (b) ; www.tripadvisor.com (c) ; wavepainting.blogspot.com (d) (diakses Agustus 2014)
Kedua bangunan tersebut juga memiliki bentuk dasar bangunan yang serupa, yaitu bentuk asimetris yang merupakan gabungan 2 (dua) kurva yang tidak sama besar yang disatukan dengan sumbu linear yang berbentuk kurva. (Gambar 2a & 2b). Perbedaan sumbu diantara keduanya adalah sumbu yang terdapat pada bangunan ‘Sakti Dining Room’ memiliki kelengkungan tunggal, dan sumbu yang terdapat pada bangunan ‘Pearl Beach Lounge’ memiliki kelengkungan ganda. Selain memiliki bentuk dasar bangunan yang serupa, kedua bangunan tersebut memiliki bentuk atap yang serupa, yaitu bentuk dasar pelana yang dikembangkan. Garis wuwung mengikuti bentuk sumbu bangunan dan membentuk kelengkungan tunggal – cembung jika dilihat secara planar dari tampak muka. (Gambar 2c & 2d)
24
Penggunaan Bambu Pada Struktur Rangka dan Struktur Permukaan Aktif Pada Bangunan Organik Dengan Bentuk Atap Bergelombang (Studi kasus: ‘Sakti Dinding Rook’, Five Elements-Puri Ahimsa, Bali dan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2 Bentuk Dasar Bangunan pada ‘Sakti Dining Room’ (a) ‘Pearl Beach Lounge’ (b) Bentuk Atap pada ‘Sakti Dining Room’ (c) ‘Pearl Beach Lounge’ (d) sumber : dokumen pribadi
IV. STRUKTUR RANGKA PADA BANGUNAN ‘SAKTI DINING ROOM’, FIVE ELEMENTS – PURI AHIMSA, BALI Bangunan ‘Sakti Dining Room’ adalah salah satu bangunan yang berfungsi sebagai restauran pada kompleks resort Puri Ahimsa di Bali. Bangunan ini dirancangan oleh Ketut Arthana (Arte Arsitek). Sistem Struktur, Elemen Struktural dan Konfigurasi Elemen Struktural Bangunan ini menggunakan sistem struktur rangka (gambar 3a). Struktur rangka merupakan sistem struktur yang bentuk geometrik elemen struktural adalah garis lurus. Elemen struktural utama untuk bangunan utamanya berupa portal jepit, yang terdiri dari kolom dan balok berupa batang bambu utuh dan lurus. Dengan menggunakan sistem struktur ini, semua elemen struktur utamanya terdiri dari batang bambu utuh yang lurus. Keuntungannya adalah proses konstruksi akan lebih mudah dibandingkan jika menggunakan elemen struktural yang lengkung. Pada bangunan ini, elemen lengkung hanya digunakan pada gording, yang menggunakan bambu-bambu bilah yang diikat dan dilaminasi (laminated bundled-strips). Dalam menyusun portal sebagai elemen struktural utamanya, bangunan yang memiliki bentuk linear ini mengacu pada sumbu tunggal yang berbentuk lengkung tunggal (Gambar 3.b). Portal tersebut disusun secara linear, tegak lurus terhadap sumbu bangunan tersebut. Konfigurasi ini mengambil analogi dari tulang daun pisang. Karena memiliki bentuk yang organik, maka bentuk dan ukuran setiap portal berbeda-beda mengikuti bentuk potongan bangunan pada titik struktur tersebut. Penyaluran Beban Gravitasional dan Beban Lateral Beban gravitasional bidang atap yang tersusun atas gording, kaso, dan alang-alang sebagai material penutup atapnya, disalurkan melalui portal ke pondasi. Pondasi yang digunakan pada bangunan ini adalah pondasi beton setempat yang dihubungkan dengan sloof. Dalam menyalurkan beban, batang-batang pada portal menyalurkan beban secara transversal, sehingga terjadi momen lentur pada balok dan juga pada kolomnya, sehingga dimensi batang
25
Anastasia Maurina
bambu yang diperlukan akan lebih besar dibanding dengan batang-batang yang mengalami gaya aksial. (Gambar 3.c) Dalam mengatasi beban lateral, diperlukan bracing pengikat antar struktur portal. Namun pada bangunan ini tidak ada bracing pengikat antar struktur portal, sehingga hal tersebut menyebabkan bidang atap ikut bekerja untuk menjaga kestabilan bangunan terhadap beban lateral. Dengan bentuk bangunan dan konfigurasi portalnya yang melengkung serta bangunan yang terbuka (tanpa dinding) dapat mengurangi beban lateral pada bangunan. Hal tersebut berbeda dengan bangunan yang konfigurasi portalnya disusun dalam bentuk dan sumbu yang lurus. Namun, bidang atap dapat mengalami gaya tekan dari arah bawah akibat beban angin akibat tidak adanya dinding pada bangunan ini.
(a)
(b)
(c)
Gambar 3 Struktur Rangka pada ‘Sakti Dining Room’ sumber : Sinarto, Yohanes (2014)
Jenis Sambungan Jenis sambungan yang digunakan pada elemen struktur portalnya adalah gabungan jenis Plugin/Bolt Connection dan Possitive Connection (Gambar 4.a). Sambungan ini merupakan sistem sambungan yang paling mudah dikerjakan dengan waktu pengerjaan yang lebih singkat. Kelemahan sistem sambungan ini terletak pada titik mur-baut yang bertemu dengan bambu. Sering terjadi retak pada batang bambu sehingga perlu adanya elemen lain yang membantu sambungan tersebut, biasanya digunakan adukan mortar yang diisikan pada ruas bambu dimana terdapat titik sambungan. Untuk sambungan antar elemen pada bidang atap, digunakan jenis Possitive Connection dan Plugin/Bolt Connection. Jenis Possitive Connection digunakan untuk sambungan ring balok (laminated bundled-strips) ke kolom, dimana ruas bambu pada kolom diisi dengan mortar (Gambar 4.b). Sedangkan jenis Plugin/Bolt Connection untuk sambungan gording ke balok dari portal utama. Pada titik sambungan ini, selain terjadi gaya tekan, terjadi pula gaya geser akibat dari bidang atap yang berfungsi menjaga kestabilan dari beban lateral. Sambungan kolom ke pondasi beton setempat menggunakan cor beton dan tulangan di dalam batang bambu (Gambar 4.c). Proses yang dilakukan adalah melubangi bagian buku bambu dari dasar sampai dengan ketinggian sekitar 60-80 cm kemudian batang bambu diberdirikan dan tulangan tersebut dimasukan di tengah bambu, setelah tulangan masuk kemudian batang bambu dilubangi dan diisi dengan adukan mortar / beton. Adukan akan mengisi ruang dalam batang bambu, kekuatan sambungan terdapat pada profil bagian dalam batang bambu yang bergerigi sehingga adukan akan menahan batang bambu agar tidak bergerak.
26
Penggunaan Bambu Pada Struktur Rangka dan Struktur Permukaan Aktif Pada Bangunan Organik Dengan Bentuk Atap Bergelombang (Studi kasus: ‘Sakti Dinding Rook’, Five Elements-Puri Ahimsa, Bali dan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok
(a)
(b)
(c)
Gambar 4 Sambungan Plugin/Bolt Connection dan Possitive Connection antar batang pada portal (a) ; Sambungan Ring Balok ke Kolom (b) dan Sambungan Kolom ke Pondasi (c) di Bangunan ‘Sakti Dining Room’ sumber : Sinarto, Yohanes (2014)
V. STRUKTUR PERMUKAAN AKTIF LOUNGE’, GILI TRAWANGAN
PADA
BANGUNAN
‘PEARL
BEACH
Bangunan ‘Pearl Beach Lounge’ adalah salah satu bangunan yang berfungsi sebagai restauran pada di Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Bangunan ini dirancangan oleh Heinz Alberti, seorang arsitek dan juga pemilik dari bangunan tersebut. Sistem Struktur, Elemen Struktural dan Konfigurasi Elemen Struktural Bangunan ini mengunakan prinsip sistem struktur permukaan aktif yaitu struktur bidang lipat dengan rangka satu lapis (space frame single layer). Bentuk struktur seperti bentuk meja dengan kontak yang seminimal mungkin dengan lantai (Gambar 5). Dengan memperbanyak titik kontak dengan bidang atap akan mengecilkan gaya geser yang terjadi pada titik tumpuan bidang atap pada kolom. Bidang atap yang bergelombang membuat bidang atap lebih kaku dibandingkan dengan bidang datar dengan ketebalan yang sama.
Gambar 5 Dasar Prinsip Struktur dari Bangunan ‘ Pearl Beach Lounge’ sumber : Kramer, Karl. (1985) dan dokumen pribadi
Elemen struktural utama terdiri dari bidang atap dan kolom penopang. Bidang atap terdiri dari paduan elemen lengkung yang terbuat dari bambu-bambu bilah yang diikat dan dilaminasi (laminated bundled-strips) dan batang bambu utuh (Gambar 6.a). Sedangkan kolom penopang terdiri dari batang bambu lurus dan juga kolom lengkung yang terbuat dari bambu-bambu bilah yang diikat dan dilaminasi (laminated bundled-strips) (Gambar 6.b). Dengan adanya elemen bambu lengkung pada struktur utama dan juga posisi kolom yang miring (tidak tegak lurus dengan lantai), membuat proses konstruksi lebih rumit dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Tingkat presisi pada saat proses konstruksi lebih tinggi untuk mencapai bentuk yang sesuai dengan rancangan awal.
27
Anastasia Maurina
Dalam menyusun bidang atap dan kolom-kolom penopang, bangunan yang memiliki bentuk linear ini mengacu pada sumbu tunggal yang berbentuk lengkung ganda (Gambar 6.c). Cluster kolom penopang tersebut disusun secara linear terhadap sumbu bangunan tersebut. Setiap kolom memiliki panjang dan kemiringan yang berbeda-beda. Hal ini akan memperumit proses konstruksinya.
(a)
(b)
(c)
Gambar 6 Elemen strukutral utama : bidang atap (a) dan kolom lurus - lengkung (b) serta Konfigurasi Elemen Struktur Bidang Atap dan Kolom Penopang (c) pada Bangunan ‘ Pearl Beach Lounge’ sumber : dokumen pribadi
Penyaluran Beban Gravitasional dan Beban Lateral Beban gravitasional disalurkan 2 (dua) arah pada bidang atap yang tersusun atas gording, kaso, dan papan bambu (plank) sebagai material penutup atapnya, lalu disalurkan melalui kolom-kolom penopang ke pondasi (Gambar 7.a).. Pondasi yang digunakan pada bangunan ini adalah pondasi beton setempat yang dihubungkan dengan sloof. Dalam mengatasi beban lateral, bidang atap berperan dalam menjaga kekakuan dan kestabilannya. Bangunan yang terbuka – tidak berdinding serta lokasi bangunan yang berada di pantai akan memungkinkan terjadinya gaya hisap pada atap. Hal ini dapat diatasi dengan memberi bukaan pada atap agar angin dapat keluar dari atap dan sambungan yang digunakan antara bidang atap dan kolom penopang (Gambar 7.b).
(a)
(b) Gambar 7 Penyaluran Beban Gravitasional (a) dan Beban Lateral (b) pada Bangunan ‘Pearl Beach Lounge’ sumber : dokumen pribadi
Jenis Sambungan Jenis sambungan yang digunakan antar batang pada bidang atap adalah jenis FrictionTight Rope Connection (Gambar 8.a). Sambungan ini merupakan sistem sambungan yang paling memungkinkan untuk menyambung batang dengan laminated bundled-strips. Untuk sambungan bidang atap dengan kolom digunakan jenis Friction-Tight Rope Connection (Gambar 8.b). Tipe sambungan ini dapat mengatasi gaya hisap yang mungkin terjadi pada bidang atap. Sambungan kolom ke pondasi beton setempat menggunakan cor beton dan 28
Penggunaan Bambu Pada Struktur Rangka dan Struktur Permukaan Aktif Pada Bangunan Organik Dengan Bentuk Atap Bergelombang (Studi kasus: ‘Sakti Dinding Rook’, Five Elements-Puri Ahimsa, Bali dan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok
tulangan di dalam batang bambu (Gambar 8.c). Proses yang dilakukan sama dengan proses yang dilakukan pada bangunan ‘Sakti Dining Room’.
(a)
(b)
(c)
Gambar 8 Sambungan Ikat antar batang pada bidang atap (a); Sambungan Bidang Atap dengan Kolom Penopang (b); Sambungan Kolom ke Pondasi (c) di Bangunan ‘Pearl Beach Lounge’ sumber : dokumen pribadi
VI. KOMPARASI BENTUK ARSITEKTURAL - BENTUK STRUKTURAL ANTARA STRUKTUR RANGKA DAN STRUKTUR PERMUKAAN AKTIF Berikut ini merupakan tabel hasil komparasi bentuk arsitektural dan bentuk struktural dari dua bangunan yang memiliki sistem struktur yang berbeda, yaitu struktur rangka dan struktur permukaan aktif.
‘Sakti Dining Room’, Puri Ahimsa, Bali Bentuk Arsitektural Konsep Bentuk Bentuk Dasar Sumbu Bentuk Selubung
Pearl Beach Lounge, Gili Trawangan
Metafor : Daun pisang Metafor : Ombak Linear – Asimetris – Gabungan 2 (dua kurva) cembung. Kurva kelengkungan tunggal Kurva kelengkungan ganda Bidang atap bergelombang. Pengembangan bentuk pelana. Garis wuwung: kelengkungan tunggal - cembung
Bentuk Struktural Sistem Struktur Bentuk Geometri Elemen Struktural Elemen Struktural Utama
Sistem Struktur Rangka Portal - Jepit
Sistem struktur permukaan aktif Bidang lipat dengan rangka satu lapis (space frame single layer)
Garis - Lurus
Bidang - Lengkung
Portal : Kolom & Balok
Bidang atap & Kolom Penopang Batang Bambu Lurus & Lengkung (laminated bundled-strips) Panjang kolom penopang berbeda-beda Tidak Tegak Lurus terhadap Bidang Lantai (miring & berbeda ketinggian)
Material
Batang Bambu Lurus
Bentuk
Bentuk Setiap Portal Berbeda-beda
Posisi
Tegak Lurus Terhadap Bidang Lantai
Konfigurasi Elemen Struktur Perilaku Struktur dalam menyalurkan Beban Gravitasional Penyaluran Beban
Linear – Tegak Lurus terhadap Sumbu Bangunan
Linear - Cluster
Tranversal
Tranversal
Bidang Atap Portal Pondasi
Setiap batang dalam portal mengalami momen.
Bidang Atap Kolom Penopang Pondasi Karena posisi kolom penopang miring dan dihubungkan jepit dengan pondasi, maka kolom mengalami gaya momen yang besar ditumpuan.
Gaya pada elemen struktur
29
Anastasia Maurina
Penyaluran Beban Lateral Jenis Sambungan Antar batang pada elemen struktural utama Bidang atap & Struktural Utama Kolom & Pondasi Proses Konstruksi Tingkat Kerumitan Waktu
Presisi
‘Sakti Dining Room’, Puri Ahimsa, Pearl Beach Lounge, Gili Bali Trawangan Tidak ada bracing antar portal. Bidang atap yang menjaga kestabilan lateral.
Plugin/Bolt Connection Possitive Connection
Friction-Tight Rope Connection
Plugin/Bolt Connection Friction-Tight Rope Connection Possitive Connection cor beton dan tulangan di dalam batang bambu Lebih Tidak Rumit Dapat Lebih Singkat Dapat lebih presisi sesuai gambar rancangan
Lebih Rumit Lebih membutuhkan waktu Lebih sulit untuk mencapai presisi sesuai dengan gambar rancangan
Potensi dan Kendala dari Sistem Struktur Rangka Potensi dari mengaplikasikan struktur rangka untuk bentuk bangunan organik dengan bentuk atap bergelombang adalah : - Elemen struktur utamanya adalah garis lurus, sehingga dapat menggunakan batang bambu utuh (tidak perlu dibentuk lagi). Hal ini akan mempermudah saat proses konstruksi dan dapat lebih presisi sesuai gambar rancangan. - Bentuk geometri struktur portal dapat dirancang sesuai dengan gaya-gaya yang terjadi dan menghasilkan bentuk yang menarik - Struktur portal disusun tegak lurus terhadap sumbu dan lantai, akan mempermudah dan mempercepat proses konstruksi - Bidang atap tidak berfungsi sebagai penyalur beban utama, sehingga jika terjadi kegagalan struktur pada bidang atap tidak menyebabkan kegagalan pada struktur lainnya. Dengan ketentuan, adanya bracing antar portal. Kendala dari mengaplikasikan struktur rangka untuk bentuk bangunan organik dengan bentuk atap bergelombang adalah : - Untuk mencapai bentuk atap bergelombang, portal memiliki bentuk yang berbedabeda. - Jika tidak ada bracing, maka bidang atap akan berfungsi menjaga kestabilan arah horizontal. Diperlukan sambungan yang dapat menahan gaya geser horizontal antara bidang atap dan struktur utama. Potensi dan Kendala dari Sistem Struktur Permukaan Aktif Potensi dari mengaplikasikan struktur permukaan aktif untuk bentuk bangunan organik dengan bentuk atap bergelombang adalah : - Penggunaan elemen struktural yang lebih banyak menggunakan garis lengkung dapat menciptakan bangunan ‘lebih organik’ - Bidang atap berfungsi sebagai struktur utama, berperan dalam menyalurkan beban vertikal dan beban horizontal, sehingga bidang atap bukan menjadi beban bagi bangunan. Dibutuhkan lebih sedikit elemen strukturalnya. Kendala dari mengaplikasikan struktur permukaan aktif untuk bentuk bangunan organik dengan bentuk atap bergelombang adalah :
30
Penggunaan Bambu Pada Struktur Rangka dan Struktur Permukaan Aktif Pada Bangunan Organik Dengan Bentuk Atap Bergelombang (Studi kasus: ‘Sakti Dinding Rook’, Five Elements-Puri Ahimsa, Bali dan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok
-
-
Bentuk geometri elemen struktural utama yang merupakan garis lengkung akan memperumit proses konstruksi, karena bambu harus diproses terlebih dahulu untuk mencapai kelengkungan yang diharapkan. Dalam kasus ini digunakan bambu-bambu bilah yang diikat dan dilaminasi (laminated bundled-strips). Posisi kolom yang miring serta bentuk atap yang tidak teratur ini akan membuat tingkat presisi terhadap bentuk rancangan awal lebih sulit dicapai.
VII. KESIMPULAN Bangunan dengan kategori struktur adalah arsitektur, elemen struktural yang diekspos akan berdampak pada bentuk dan spasial arsitekturalnya. Dengan bentuk selubung bangunan berupa atap bergelombang yang serupa dapat menerapkan sistem struktur yang berbeda, yaitu : struktur rangka atau struktur permukaan aktif. Kedua sistem tersebut memiliki bentuk geometri dan konfigurasi elemen struktural utama yang berbeda, maka spasial arsitektural yang tercipta akan menjadi berbeda juga. Pemilihan sistem struktur akan mempengaruhi bentuk geometri dan konfigurasi elemen struktur serta mempengaruhi perilaku elemen strukturalnya dalam menyalurkan beban yang kemudian akan mempengaruhi pemilihan dari sistem sambungan inter/antar elemen strukturalnya. Pemilihan bentuk geometri dan konfigurasi elemen struktural serta pemilihan sistem sambungan akan menentukan tingkat kerumitan, waktu dan tingkat presisi saat proses konstruksi berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA Frick, Heinz (2004), Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu, Seri Konstruksi Arsitektur 7, Kanisius, Yogyakarta. Kramer, Karl (1985), IL 31 Bambus-Bamboo, Institut fur leichte Flachentragweke, Stuttgart. Macdonald, Angus J. (2001), Structure and Architecture. Second Edition, Reed Educational and Professional Publishing Ltd, Oxford. Minke, Gernot, (2012), Building with Bamboo: Design and Technology of a Sustainable Architecture, Birkhauser, Switzerland. Sandaker, Bjorn N. (2008), On Span and Space: Exploring Structure in Architecture, Routledge, New York Schodek, Daniel (1999), Struktur, Erlangga, Jakarta Sinarto, Yohanes (2014), Integrasi Bentuk Bangunan Organik dengan Struktur dan Konstruksi Bambu pada ‘Sakti Dining Room’ Puri Ahimsa, Bali, Skripsi – Tidak terpublikasi, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Construction with Bamboo - Bamboo Connections, Seite 3 von 23
31