Struktur
PENGGUNAAN RANTING BAMBU ORI (BAMBUSA ARUNDINACEA) SEBAGAI KONEKTOR PADA STRUKTUR TRUSS BAMBU (053S) Astuti Masdar1, Zufrimar 3, Noviarti2 dan Desi Putri3 1
Jurusan Teknik Sipil, STT-Payakumbuh, Jl.Khatib Sulaiman Payakumbuh Email:
[email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, STT-Payakumbuh, Jl.Khatib Sulaiman Payakumbuh Email:
[email protected] 3 Jurusan Teknik Sipil, STT-Payakumbuh, Jl.Khatib Sulaiman Payakumbuh Email:
[email protected] 4 Jurusan Teknik Sipil, STT-Payakumbuh, Jl.Khatib Sulaiman Payakumbuh Email:
[email protected]
ABSTRAK Kekuatan sebuah konstruksi bambu sangat dipengaruhi oleh kekuatan sambungannya. Penggunaan baut dari baja sebagai konektor pada sambungan struktur truss bambu menjadikan konstruksi bambu kurang ekonomis karena biaya sebuah konstruksi bambu akan mahal pada sambungannya. Penelitian ini merupakan upaya untuk memaksimalkan penggunaan bambu sebagai material struktur yang mempunyai keunggulan sebagai material konstruksi yang mempunyai kekuatan yang baik, mudah dalam pelaksanaannya, ekonomis dan ramah lingkungan. Bambu yang digunakan sebagai batang pada truss adalah Bambu Wulung (Gigantochloa atroviolace) dan sebagai konektor adalah ranting Bambu Ori (bambusa arundinacea). Pengujian sifat mekanik Bambu Wulung menghasilkan kuat tekan, kuat tarik, dan kuat geser dan modulus elastisitas rata-rata masing-masing 54,36 MPa, 208 MPa, 7,77 MPa dan 146 MPa Pengujian kekuatan lentur ranting bambu ori menunjukkan kekuatan lentur bambu ori dipengaruhi oleh posisi pembebanan terhadap ruas dan diameter ranting bambu ori. Pada pengujian kekuatan sambungan berdasarkan sudut antar batang diperoleh nilai kekuatan terendah terdapat pada arah gaya sudut 900 sebesar 769 kg dan tertinggi terdapat pada arah gaya dengan sudut 00 sebesar 1732 kg, sedangkan nilai kekuatan sambungan pada arah gaya sudut 450 sebesar 889 kg dan pada arah gaya dengan sudut 300 sebesar 1215 kg. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa sambungan yang menggunakan konektor dari ranting bambu ori mempunyai kekuatan yang baik dan sudut antar batang pada sambungan mempengaruhi kekuatan sambungannya yakni semakin besar sudut arah gaya maka semakin memperkecil kekuatan sambungan. Kata kunci: sambungan, bambu, truss, material, konektor
1. PENDAHULUAN Perkembangan pembangunan dan teknologi yang begitu pesat, berdampak pada peningkatan kebutuhan manusia di segala bidang. Khususnya di bidang konstruksi teknik sipil, penggunaan material konstruksi seperti beton dan baja sebagai bahan bangunan juga meningkat pesat, hal ini karena beton dan baja mempunyai keunggulan teknis dibandingkan dengan material yang lain seperti kayu maupun bambu. Penggunaan bambu sebagai material struktur kurang memasyarakat karena sosialisasi tentang penggunaan, keunggulan, sistem struktur bangunan dan analisis struktur bambu jarang dilakukan. Seiring dengan perkembangan penelitian tentang bambu sebagai material konstruksi yang mempunyai banyak keunggulan maka saat ini konstruksi yang menggunakan bambu sebagai material struktur juga mengalami perkembangan. Bambu merupakan bahan bangunan ramah lingkungan yang dapat digunakan sebagai bahan utama struktur. Bambu dapat digunakan sebagai bahan konstruksi pada umur relatif pendek dibandingkan kayu yaitu 3-5 tahun. Ketahanan tanaman bambu sangat baik, meskipun terbakar tanaman bambu dapat tumbuh kembali. Bambu dapat tumbuh di lahan yang sangat kering. Pada daerah dataran tinggi tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik. Purnomobasuki (2001) melakukan penelitian dengan mengamati hutan bambu di daerah Sukapura yang merupakan daerah pebukitan dengan lereng-lereng yang curam (berkisar 45-82o) dengan kondisi tanah berwarna coklat kehitaman, lembab, berlempung, cocok untuk pertumbuhan bambu. Masdar (2009) melakukan penelitian pada bambu yang tumbuh di beberapa lingkungan tempat tumbuh bambu dengan kondisi tanah yang berbeda dan diketahui bahwa lingkungan tempat tumbuh bambu berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik Bambu Petung (dendrocolamus sp). Dengan Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 85
Struktur
dengan menjadikan bambu sebagai bahan utama pengganti kayu maka dapat mencegah penebangan kayu yang berlebihan sehingga kelestarian hutan dapat terjaga. Bambu mempunyai kekuatan yang cukup baik. Kelebihan bambu dari bahan konstruksi yang lain diantaranya bambu merupakan bahan yang dapat diperbarui, pelaksanaan lebih cepat, biaya konstruksi lebih murah dan tidak memerlukan peralatan yang modern. Di samping itu bambu memiliki kelebihan lain yaitu ringan dan mempunyai kelenturan yang cukup tinggi. Oleh karena sifat daktilitas ini maka bambu sangat baik digunakan untuk bangunan tahan gempa. Dilihat dari segi ekonomi penggunaan bambu sebagai bahan konstruksi sangat menguntungkan karena harganya murah dan mudah didapat. Namun ada beberapa pertimbangan penting yang saat ini membatasi penggunaan bambu sebagai bahan struktur yaitu durabilitas, lemahnya sambungan, mudah terbakar dan belum adanya standarisasi (Jayanetti dkk, 2007). Sebagai material struktur bambu dapat digunakan dalam berbagai komponen bangunan seperti balok, kolom, partisi, lantai maupun sebagai struktur rangka batang (truss). Struktur rangka batang lebih banyak difungsikan sebagai struktur rangka atap maupun rangka jembatan. Kekuatan konstruksi bambu antara lain sangat dipengaruhi oleh kekuatan sambungannya. Upaya peningkatan kekuatan sambungan dari bentuk sambungan tradisional telah dilakukan oleh Morisco dan Mardjono (1995,1997) dengan menambahkan mortar semen dan kayu sebagai pengisi pada rongga bambu sekitar sambungan. Model alat sambung yang digunakan adalah pelat buhul dan baut baja. Sambungan antar rangka yang menggunakan plat baja dan material yang berat kurang diminati karena dapat menambah berat sendiri struktur dan berdampak pada biaya konstruksi yang tinggi sehingga kurang ekonomis. Sambungan bambu tanpa plat baja lebih disukai karena lebih murah meskipun kekuatan konstruksinya lebih rendah. Penggunaan bambu pada struktur yang menggunakan sambungan tanpa plat buhul dilakukan oleh Morisco, dkk (2006) menggunakan model alat sambung baut baja. Pada perakitan konstruksi bambu seperti konstruksi kuda-kuda, sambungan dengan konektor baut dan plat baja menjadikan konstruksi kuda-kuda dari bahan bambu kurang ekonomis karena biaya sebuah konstruksi bambu akan mahal pada sambungannya. Penggunan konektor yang mempunyai keunggulan dari segi kekuatan, harga yang ekonomis, mudah dalam pelaksanaan dan ramah terhadap lingkungan perlu dipertimbangkan. Pada penelitian ini dikembangkan sebuah sistem sambungan tanpa plat buhul baja dengan alat sambung berupa konektor dari ranting Bambu Ori (bambusa arundinacea). Pemilihan ranting dari bambu ori (bambusa arundinacea) karena pada bambu ori banyak terdapat cabang dengan cabang utama berukuran dominan sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan apabila digunakan sebagai konektor yaitu berkisar antara 10mm sampai dengan 30 mm. 2.
SAMBUNGAN STRUKTUR RANGKA BATANG (TRUSS)
Rangka batang biasa digunakan sebagai struktur rangka atap ataupun jembatan. Rangka atap berfungsi sebagai kerangka atau penyangga beban atap yang terdiri dari batang-batang yang disusun sedemikian rupa sehingga semua beban dan reaksi terjadi berada pada titik hubungnya. Titik hubung pada rangka atap merupakan penggabungan beberapa batang bambu pada satu buhul atau joint. Kekuatan bambu yang tinggi belum dapat dimanfaatkan dengan maksimal karena kendala dalam sistem sambungan antar batangnya. Penyambungan atau perangkaian pada bambu utuh biasanya dilakukan secara konvensional dengan memakai ijuk, paku dan pasak. Sambungan dengan paku atau pasak menyebabkan terjadinya sobekan serat yang sejajar batang dimana kekuatan gesernya rendah yang menjadikan bambu mudah pecah. Pada sambungan dengan tali ataupun ijuk kekuatan sambungan hanya didasarkan pada kekuatan gesek antara tali, ijuk dengan bambu atau antara bambu satu dengan bambu yang lainnya. Sambungan tali pada bambu utuh disajikan pada Gambar 1.
Gambar. 1. Gambar sambungan tali pada bambu utuh (a) tali ijuk (koleksi pribadi,( 2012) (b) tali rotan (koleksi pribadi, 2012)
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 86
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
Kekangan tali yang terlihat pada Gambar. 1 berpengaruh terhadap kekuatan sambungan. Pada saat tali kendor sebagai akibat kembang susut bambu karena perubahan temperatur, kekuatan gesek akan turun sehingga sambungan struktur tidak stabil. Inilah kendala kekuatan sambungan bambu secara konvensional yang umumnya menghasilkan kekuatan sangat rendah. Selain itu perhitungan kekuatan sambungan tali sulit diperhitungkan. Sambungan-sambungan batang bambu utuh yang telah dilakukan peneliti-peneliti lebih lanjut telah menghasilkan sistem penyambungan baru yang memiliki kekuatan sambungan yang lebih baik.
3. RANCANGAN PENELITIAN Bahan penelitian Sistem sambungan bambu yang diusulkan terdiri dari bambu dengan isian mortar dan alat sambung dari ranting bambu seperti yang disajikan pada Gambar 2. Bambu digunakan sebagai bahan utama struktur dalam penelitian ini. Spesies bambu yang digunakan dalam penelitian adalah Gigantochloa atroviolacea diambil dari daerah Purwodadi di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Rata-rata diameter bambu yang digunakan berkisar 7,5 cm. Usia bambu bervariasi bentuk 3 sampai 5 tahun. Alat sambung atau konektor yang digunakan adalah ranting bambu ori (bambusa arundinacea).
bambu wulung
Konektor ranting bambu ori
Gambar 2. Komponen pada sistem sambungan
Persiapan benda uji Benda uji dibagi menjadi dua jenis yaitu benda uji pendahuluan dan benda uji model sambungan. Benda uji pendahuluan meliputi pengujian karakteristik bahan yang digunakan pada sistem sambungan yaitu bambu wulung, ranting bambu ori dan mortar sebagai bahan pengisi. Pembuatan benda uji pendahuluan sifat fisik dan mekanik bambu dilakukan menurut standar ISO 22157 1:2004. Bahan baku konektor ranting bambu ori dipilih yang mempunyai bentuk lurus yang memudahkan dalam pelaksanaan pembuatan benda uji. Spesimen benda uji lentur ranting bambu ori (bambusa arundinacea) yang digunakan sebagai konektor dibuat sesuai standar ASTM F1585-032008 seperti yang disajikan pada Gambar.3. Pengujian pada konektor dari ranting bambu ori terdiri dari dua variasi diameter konektor yaitu diamter 12 mm dan diameter 16 mm. Pada model sambungan dilakukan pengujian dengan variasi arah gaya yaitu arah gaya dengan sudut 0o, 30o, 45o dan 90o terhadap arah serat bambu seperti yang disajikan pada Gambar 4. Model pengujian sambungan tekan merupakan sambungan tampang dua
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 87
Struktur
Gambar 3. Spesimen pengujian lentur ranting bambu ori (bambusa arundinacea) a
c
b
d
P
Gambar. 4. Benda uji dengan variasi arah gaya (a) Arah gaya dengan sudut00 (b) Arah gaya dengan sudut 300 (c) Arah gaya dengan sudut 450 (d) Arah gaya dengan sudut 900
Hasil dan pembahasan Perhitungan dan pengujian mekanik bambu dilaksanakan berdasarkan prosedur ISO 22157-2: 2004. Pengujian sifat mekanik bahan bambu meliputi uji kuat tekan, kuat tarik, kuat lentur dan kuat geser bambu. Hasil pengujian pengujian sifat mekanik bambu disajikan pada Tabel.1. Hasil pengujian kuat lentur ranting bambu ori dengan variasi diameter disajikan pada Tabel 2. dan Gambar. 5. Tabel.1. Hasil pengujian sifat mekanik bambu wulung Material
Bambu Wulung
Kuat tekan (MPa)
Kuat tarik (MPa)
Kuat Geser (MPa)
Modulus elastisitas (MPa)
Min
Maks
Rerata
Min
Maks
Rerata
Min
Maks
Rerata
Min
Maks
Rerata
51,39
55,90
54,36
150
256
208
7,5
8,23
7,77
112
189
146
Tabel.2. Hasil pengujian kuat lentur konektor dengan variasi diameter Benda
M maks (N mm)
M 5% offset (N mm)
P maks (N)
Uji
Min
Maks
Rerata
Min
Maks
Rerata
Min
Maks
Rerata
P 5% offset (N) Min
Maks
Rerata
D12 N
29280
32600
30135
22500
27500
25100
510
700
616
470
570
522
D12 IN
14400
24480
19776
12500
19000
15200
300
510
412
270
420
344
D16 N
35520
47520
39648
25000
38000
31400
740
990
826
522
790
658
D16 IN
24000
34560
29664
14000
35000
25400
500
710
616
300
520
490
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 88
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
Gambar. 5. Grafik hasil pengujian lentur konektor ranting bambu ori Berdasarkan hasil pengujian kekuatan lentur konektor menunjukkan posisi beban terhadap nodia pada ruas sangat mempengaruhi. Pada pembebanan di posisi nodia (N) didapat hasil yang lebih besar daripada pembebanan pada daerah inter nodia (IN) baik untuk konektor dengan diameter 12 mm ataupun 16mm. Pada Grafik yang disajikan pada Gambar 5 didapat hasil kekuatan lentur konektor dengan diameter 12 mm dengan pembebanan pada nodia (D12N) mempunyai nilai yang hampir sama dengan kekuatan lentur konektor dengan diameter 16 mm dengan pembebanan inter nodia (D16IN). N). Diameter konektor dari ranting bambu ori mepengaruhi kekuatan lenturnya yaitu semakin besar diameter konektor maka kekuatan lenturnya akan semakin besar. Hasil pengujian tekan pada model sambungan dengan variasi arah gaya terhadap serat bambu disajikan padaTable 3. Tabel. 3.. Hasil pengujian model sambungan dengan variasi arah gaya Arah
Kekuatan (kg)
Gaya
Min
Maks
Rerata
Min
Maks
Rerata
00
1346
1975
1732
13,79
15,27
14,42
30
0
Lendutan (mm)
1093
1370
1215
13,88
29,83
22,95
450
824
967
889
14,90
26,58
20,49
900
664
827
769
7,04
14,83
11,47
Dari hasil pengujian tekan sambungan diketahui berapa besar kekuatan model sambungan dalam menerima beban dengan arah gaya membentuk sudut yang bervariasi terhadap arah serat dan hubungan antara perubahan arah gaya terhadap arah serat pada kekuatan sambungan. Berdasarkan hasil pengujian yang disajikan pada Tabel 3 diperoleh nilai kekuatan terendah terdapat pada arah gaya sudut 900 sebesar 769 kg dan tertinggi terdapat pada arah gaya dengan sudut 00 sebesarr 1732 kg, sedangkan nilai kekuatan sambungan pada arah gaya sudut 450 sebesar 889 kg dan pada arah gaya dengan sudut 300 sebesar 1215 kg. Sistem sambungan yang menggunakan ranting bambu ori sebagai konektor mempunyai kekuatan yang baik. Sudut antar batang pada sambungan mempengaruhi kekuatan sambungannya yakni semakin besar sudut arah gaya maka semakin memperkecil kekuatan sambungan.
4.
KESIMPULAN
Sistem sambungan yang menggunakan konektor dari ranting bambu ori mempunyai kekuatan yang cukup tinggi. Penggunaan ranting bambu ori sebagai konektor pada sistem sambungan menjadikan sistem sambungan menjadi faat bambu pada sistem sambungan. Berdasarkan hasil lebih ekonomis selain lebih mengoptimalkan pemam pemamfaat rata kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan modulus elastisitas pengujian yang telah dilakukan diketahui nilai rata rata-rata pembebanan dan bambu petung masing-masing masing adalah 54,36 MPa, 208 MPa, 7,77 MPa dan 146 MPa. Posisi pembe diameter konektor dari ranting bambu ori mempengaruhi kekuatan lenturnya. Pada pengujian kekuatan lentur bambu ori, pembebanan pada nodia menghasilkan kekuatan lentur yang lebih tinggi dari pada pembebanan pada inter nodia. Faktor lain yang mempengaruhi ngaruhi kekuatan sambungan ini adalah arah gaya terhadap serat bambu dimana semakin besar sudut arah gaya maka semakin memperkecil kekuatan sambungan
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24 24-26 Oktober 2013
S - 89
Struktur
DAFTAR PUSTAKA ISO 22157: 1 (2004), Bamboo – Determination of Physical and Mechanical Properties – Part 1: Requirements ISO 22157:2(:2004), Bamboo – Determination of Physical and Mechanical Properties – Part 2: Laboratory Manual Jayanetti TL, Follett FR. Bamboo in construction (2007). Proceeding bamboo modern structures, Changsha, China; 20-30 October 2007. Masdar, A., (2009), Pengaruh Lingkungan Tempat Tumbuh Bambu Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik bamboo Petung, Proceeding Seminar Nasional Rekayasa Bambu sebagai Bahan Bangunan Ramah Linkungan ISBN:978-979-19525-0-7, UGM, Yogyakarta Morisco, 2006, Rangkuman Penelitian Bambu di Pusat Studi Ilmu Teknik UGM (1994-2004), Prosiding Perkembangan Bambu Indonesia, Yogyakarta. Purnomobasuki., H. (2001). “Studi Silvikultur Hutan Bambu di Sukapura Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Surabaya”. Jurnal Penelitian Medika Eksakta. Vol. 2 No. 3.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 90
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013