Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2016, hlm 1 –13 ISSN 0126 - 4265
Vol. 44. No.2
PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PEKERJA PERIKANAN TERHADAP BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) BERBAHAYA Marnida Yusfiani1) dan Budi Dharma 2)
[email protected] ABSTRACT Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) of fishery workers about forbidden food additives are explained. The study is aimed to know forbidden food additives (formaline and borax) by qualitative experiment and to conducted KAP fishery workers about adding forbidden food additives into salted fish that produce. The data were collected by using of questioner that are arranged and developed systematically. The results haved showed that 20% of salted fish processing unit (UP) produce salted fish which indicate formaline and borax. Most of fishery workers agreed that formaline and borax are forbidden and danger adding into salted fish. The side effect factors that influence adding food additives into salted fish are Attitudes, Practice, working periode, age, and education. Keywords: fishery workers, formaline, borax, salted fis
PENDAHULUAN1 Di Indonesia, BTP pada makanan diatur dalam undang – undang. Sampai saat ini sosialisasi tentang peraturan penggunaan BTP pada makanan belum maksimal. Penggunaan BTP oleh masyarakat yang tidak sesuai dengan ambang batas, semakin tidak terkendali dan menjurus ke suatu keadaan yang membahayakan. Salah satu food additives yang pernah dilarang penggunaannya di Amerika Serikat adalah boraks. Semua bahan kimia 1)
2)
Teknologi Pengolahan Hasil PerikananPoliteknik Tanjungbalai Sumatera Utara Teknik Pendingin dan Tata Udara Politeknik Tanjungbalai Sumatera Utara
jika digunakan secara berlebihan pada umumnya akan bersifat racun (toksik) bagi hewan dan manusia (Winarno, 2004). Keberadaan makanan yang tidak sehat meresahkan masyarakat. Makanan yang dicurigai menggunakan bahan berbahaya dari tahun 2013 ke 2014 mengalami peningkatan sebanyak 7,86% menjadi 15,06% (Yuanita, 2015). Bahaya dari konsumsi ikan asin saat ini adalah digunakannya senyawa kimia formalin dalam proses pengawetan ikan segar (Novita, 2014). Hasil penelitian Hastuti (2010), sampel ikan asin dari pasar Kamal, Socah, Bangkalan, dan Sampang Madura memiliki kandungan formalin dengan kadar
1
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan Terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya
29,10 mg/kg; 30,65 mg/kg; 49,26 2009 Sucofindo melakukan uji laboratorium terhadap ikan asin di pasar tradisional dan modern di Jakarta, diperoleh kandungan formalin beragam pada sampel ikan asin. Kandungan formalin pada ikan asin dari pasar Jatinegara (2,36 mg/kg); Kebayoran lama (29,22 Keamanan Pangan Undang – undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 67 ayat 2, keamanan pangan dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, Bahan Tambahan Pangan (BTP) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan pasal 73 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang BTP pasal 1 menyatakan, BTP merupakan bahan yang ditambahkan untuk Klasifikasi Bahan Tambahan Pangan Codex Alimentarius Comission mengklasifikasikan BTP berdasarkan pada tujuan penggunaannya dan dikelompokkan atas: warna, pengawet, pengatur keasaman, enzim, pengemulsi, anti pengemulsi, perisa, penguat rasa, pati termodifikasi, posfat, penstabil, pengental, dan anti gumpal, dan sebagainya (dalam Niculescu, 2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP). BTP
Berkala Perikanan Terubuk Vol 44 No.2 Juli 2016
mg/kg; dan 44,14 mg/kg. Pada mg/kg); Kramat Jati (48,47 mg/kg); Palmerah (107,98 mg/kg); dan hypermarket (51 mg/kg) (dalam Hastuti, 2010). Yulisa (2014) dalam penelitiannya diperoleh kadar formalin sebesar 1,86% - 7,66% dari 20 sampel ikan asin gurami dari 6 pasar di Kota Pekanbaru. merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Bekker (2011), peraturan keamanan pangan dibuat untuk disesuaikan dan diterima sebagai dasar standarisasi dan persyaratan, seperti: penyimpanan makanan, penanganan makanan, pengaturan suhu makanan, transportasi makanan. mempengaruhi sifat dan/ atau bentuk Pangan. BTP adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta aroma. digolongkan ke dalam 27 golongan, yaitu: 1. Antibuih (Antifoaming agens); 2. Anti kempal (Anti cacking agents); 3. Antioksidan (Antioxodants); 4. Bahan pengkarbonasi (Carbonating agents); 5. Garam pengemulsi (Emulsifying salts); 6. Gas untuk kemasan (Packaging gas); 7. Humektan (Humectans); 8. Pelapis (Glacing agents); 9. Pemanis (Sweeteners); 10. Pembawa (Cariers); 11. Pembentuk gel (Gelling agents); 12. Pembuih (Foaming agents); 13. Pengatur keasaman (Acidity regulator); 14. Pengawet (Preservative); 15. Pengembang
2
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan Terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya
(Raising agents); 16. Pengemulsi (Emulsifiers); 17. Pengental (Thickeners); 18. Pengeras (Firming agents); 19. Penguat rasa (Flavour enhancer); 20. Peningkat volume
Berkala Perikanan Terubuk Vol 44 No.2 Juli 2016
(Bulking agent); 21. Penstabil (Stabilizers); 22. Peretensi warna (Colour retention agent); 23. Perisa (Flavourings); 24. Perlakuan tepung (Flour treatment agents); 25.
Pewarna (Colours); 26. Proprelan (Propellants); dan 27. Sekuestran (Sequestrants). Tujuan dan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang BTP pasal 2, syarat penggunaan BTP dalam pangan adalah: 1. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan; 2. BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahakan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau memengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung; 3. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk memertahankan atau meningkatkan nilai gizi. Bahan Tambahan Pangan yang Dilarang dan Berbahaya. Daftar sebagian pemakaian zat –zat additif kimia yang tidak memiliki nilai fungsional berdasarkan Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat (Rasco, 2010), yaitu: 1. Borat (asam borat atau boraks) dalam coldfish dan telur utuh sebagai zat pengawet (untuk menutupi praktek
pembuatan atau penyimpanan yang jelek); 2. Formaldehida dalam susu untuk mematikan mikroba atau dalam telur yang dibekukan untuk menutupi bau dari penguraian (untuk menutupi praktek produksi dan penyimpanan yang jelek). Ada beberapa faktor yang mendorong pedagang menggunakan bahan kimia ilegal Abidah (2013), yaitu: pengusaha menggunakan bahan itu karena lebih praktis, efisien dan lebih murah dibandingkan menggunakan bahan penolong legal dan kurangnya pengetahuan pelaku bisnis usaha tentang bahan kimia formalin khususnya Skala Kecil Menengah (SKM). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP). Bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP, yaitu: 1. Asam borat dan senyawanya (Boric acid); 2. Asam salisilat dan garamnya (Salicyclic acid dan its salt); 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC); 4. Dulsin (Dulcin); 5. Formalin (Formaldehyde); 6. Kalium bromat (Potassium bromate); 7. Kalium klorat (Potassium chlorate); 8. Kloramfenikol (Chloramphenicol); 9. Minyak nabati dibrominasi (Brominated vegetable oils); 10. Nitrofurazon (Nitrofurazon); 11. Dulkamara (Dulcamara); 12. Kokain
3
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan Terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya
Berkala Perikanan Terubuk Vol 44 No.2 Juli 2016
(Cocaine); 13. Nitrobenzen (Nitrobenzen); 14. Sinamil antranilat (Cinnamyl antranilate); 15. Dihidrosafrol (Didhydrosafrole); 16. Biji tonka (Tonka bean); 17. Minyak kalamus (Calamus oil); 18. Minyak tansi (Tansy oil); dan 19. Minyak Sasafras (Sasafras oil).
Formalin
asap pada proses pengasapan makanan, yang bercampur dengan fenol, keton, dan resin. Bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang, hidung, tenggorokan, dan mata. Udara yang mengandung formaldehida dengan kadar 5 mg/l atau lebih dapat membahayakan kesehatan manusia (Winarno, 2004). Formaldehida termasuk kelompok senyawa desinkfektan kuat, dapat membasmi berbagai jenis bakteri pembusuk, penyakit serta cendawan atau kapang. Di samping itu, formaldehida dapat mengeraskan jaringan tubuh. Formalin 37% digunakan untuk mengawetkan mayat, serta bahan biologi dan patologi lain. Pada industry perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri yang biasa hidup di sisik ikan (Salosa, 2013). Hastuti (2010), menyatakan efek dari bahan pangan (makanan) berformalin baru bisa terasa beberapa tahun kemudian. Pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, iritasi, bersifat karsinogen (menyebabkan kanker), dan besifat mutagen (perubahan fungsi sel). Dengan gejala sebagai berikut: sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah – muntah mencret berdarah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah.
Konsumsi formalin pada dosis yang sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang – kejang), haematuri (kencing darah) dan haimatomesi (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 60 – 90 mL (10 g) dapat mengakibatkan kematian yang disebabkan gagalnya peredaran darah dalam waktu 3 jam.
Formalin nama dagang dari larutan formaldehida dalam air dengan kadar 36 – 40 % (Saptarini, 2011). Secara alami formaldehida juga dapat ditemui dalam
Boraks Boraks dalam perdagangan dikenal sebagai “bleng”, “air bleng”, atau “pijer”. Boraks merupakan kristal lunak yang mengandung boron, tidak berwarna, dan mudah larut dalam air dengan rumus kimia Na2B4O7. 10 H2O, yang banyak digunakan di berbagai industry non pangan, khususnya industry kertas, gelas, pengawet kayu dan keramik. Bila konsumen mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks, serta berakibat buruk terhadap kesehatan. Bergantung pada konsentrasi, tetapi boraks yang sedikit tersebut diserap oleh tubuh secara kumulatif. Di samping melalui saluran pencernaan, boraks dapat diserap melalui kulit (George dalam Winarno, 2004). Dan boraks terlanjur terserap ke dalam tubuh dalam jumlah kecil dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat (Valdes – Dapena dalam Winarno, 2004). Boraks yang
4
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan Terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya
Berkala Perikanan Terubuk Vol 44 No.2 Juli 2016
terserap dalam tubuh, akan disimpan secara kumulatif dalam hari, otak atau testes (buah zakar). Daya toksitasnya adalah LD-50 akut 4.5 – 4.98 g/kg berat badan (tikus). Boraks dapat memengaruhi alat reproduksi, terganggunya fungsi testis
(testicular). Kerusakan testes tersebut terjadi pada dosis 1170 ppm selama 90 hari dengan akibat testes mengecil dan pada dosis lebih tinggi yaitu 5250 ppm dalam waktu 30 hari dapat mengakibatkan degenerasi gonad.
Ikan (Fish) Ikan sangat dihargai dan baik dalam bentuk segar dan kering. Ikan merupakan sumber protein hewani yang tinggi. Ikan terdiri dari ikan air tawar dan ikan laut. Ikan mengandung 18% protein terdiri dari Indonesia yang memiliki kadar asam lemak omega – 3 tinggi hingga mencapai 10,9 g/ 100 g di antaranya adalah ikan terubuk, sidat, kembung, tenggiri, laying, bawal, tuna, slengseng, dan sebagainya.
asam – asam amino esensial yang tidak rusak pada waktu pemasakan. Harganya pun relatif lebih murah dibandingkan dengan daging. Saparinto (2011), beberapa jenis ikan laut di
Ikan Asin (Salted Dried Fish) Ikan asin dapat dibuat dari ikan air laut maupun ikan air tawar (Yulisa, 2014). Primadini (2006), pengolahan ikan asin adalah cara pengawetan yang telah kuno. Di Indonesia, bahkan ikan asin masih menempati posisi penting sebagai salah satu bahan pokok kehidupan rakyat banyak. Meskipun ikan asin sangat memasyarakat, ternyata pengetahuan masyarakat mengenai ikan asin yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang (Hastuti, 2010). Pengasinan ikan adalah salah satu cara pengawetan ikan agar tidak mengalami kebusukan oleh bakteri pembusuk dengan menambahkan garam 15-20 % pada ikan segar atau ikan setengah basah (Siregar dalam Salosa, 2013). Penggunaan garam sebagai bahan pengawet diandalkan karena kemampuannya menghambat pertumbuhan bakteri dan kegiatan
enzim penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan. Novita (2014), ikan asin adalah makanan yang banyak dijumpai di Indonesia. Rasanya yang asin didapatkan dari cara pengawetan dengan memberi banyak garam, lantas setelah itu dikeringkan di bawah sinar matahari. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian Telah dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan dan Kecamatan Tanjungbalai – Asahan pada bulan April – Agustus 2016. Populasi adalah keseluruhan pekerja perikanan pada unit pengolahan ikan asin yang terdapat di Kecamatan Tanjungbalai – Asahan. Sampel dalam penelitian adalah 100 orang pekerja perikanan pada 10 Unit Pengolahan ikan asin. Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dengan uji kimia kualitatif BTP berbahaya (formalin dan boraks) terhadap ikan asin, pengujian kualitatif formalin dengan menggunakan metode Kalium Permanganat dan Besi (III) Klorida, pengujian kualitatif boraks dengan menggunakan metode uji
5
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan Terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya
nyala api dan kertas kurkumin. Tahap kedua penelitian yaitu survey dan wawancara mendalam (indepth interview), dengan instrumen kuesioner terstruktur disusun dengan 3 (tiga) aspek yaitu: pengetahuan, option dengan menggunakan skala Likert, dan memilih suatu respon dari tingkat setuju sampai ke tingkat sangat tidak setuju (Yusfiani, 2011). Data dalam penelitian ini merupakan data deskriptif persentase, dari hasil jawaban kuesioner, maka selanjutnya dilakukan tabulasi option dari setiap item kuesioner. Untuk mengetahui faktor – faktor yang memengaruhi penambahan BTP, dihitung dengan chi-square test.
Berkala Perikanan Terubuk Vol 44 No.2 Juli 2016
sikap, dan perilaku berupa pernyataan dan disertai alternatif jawaban. Responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang sesuai dengan pendapat mereka. Alternatif jawaban terdiri dari 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kimia Kualitatif Dari hasil pengujian kimia kualitatif, terdapat 2 jenis ikan asin yang berasal 2 Unit Pengolahan (UP) ikan asin yang terindikasi mengandung formalin dan boraks yaitu UP 3 dan UP 9 (20%). Tabulasi dan persentase pengujian dapat dilihat pada Tabel 1. dan Gambar 1.
Tabel 1. Persentase Ikan Asin Terindikasi Formalin dan Boraks No. Unit Pengolahan Ikan Asin yang Terindikasi Formalin dan Boraks 1 UP 1 0 2 UP 2 0 3 UP 3 0 4 UP 4 0 5 UP 5 0 6 UP 6 0 7 UP 7 0 8 UP 8 0 9 UP 9 0 10 UP 10 0
Persentase
0% 0% 100% 0% 0% 0% 0% 0% 100% 0%
6
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan Terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya
Berkala Perikanan Terubuk Vol 44 No.2 Juli 2016
Ikan Asin yang Terindikasi
2.5 2
2
2 1.5 1 0.5 0
0
UP 1
UP 2
0
UP 3
0
0
0
0
0
0
UP 4
UP 5
UP 6
UP 7
UP 8
UP 9
UP 10
Unit Pengolahan
Gambar 1.
Histogram Persentase Ikan Asin Terindikasi Formalin dan Boraks
Survey Pengetahuan Hasil persentase option responden survey pada kuesioner
tentang BTP pada aspek pengetahuan ditabulasikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase responden pada Aspek Pengetahuan Option % Responden 1 Sangat Setuju 13 Setuju 14 Ragu 7 Tidak Setuju 52 Sangat Tidak 14 Setuju Jumlah 100
2 6 8 10 41 21 6 19 39 34 6 16
7 43 41 4 6 6
% item Kuesioner 12 13 16 29 31 22 59 51 49 11 14 16 1 4 9 0 0 4
17 20 25 15 28 12
25 28 53 11 5 3
100 100 100 100 100 100 100 100
Pada Tabel 2. Terdapat 11 item kusioner pada aspek pengetahuan. Pada item nomor 1, responden menyatakan tidak setuju sebanyak 52 orang (52 %); sangat tidak setuju sebanyak 14 orang (14 %); dan setuju sebanya 14 orang (14 %). Item nomor 2, responden menyatakan setuju sebanyak 41 orang (41 %), tidak setuju sebanyak (43 %); 41 orang (41 %) menyatakan setuju. Pada item nomor 12, sebanyak 59 orang (59 %)
26 23 53 14 2 8
28 40 57 0 2 1
100 100
39 orang (39 %); dan sebanyak 8 orang (8 %) menyatakan sangat setuju. Kuesioner dengan nomor item 6, sebanyak 34 orang (34 %) responden menyatakan tidak setuju; 21 orang (21 %) menyatakan setuju; dan 19 orang menyatakan (19 %). Item nomor 7, responden menyatakan sangat setuju 43 orang menyatakan setuju; 29 orang (29 %) menyatakan sangat tidak setuju; dan 11 orang (11 %) menyatakan ragu.
7
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan Terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya
Item nomor 13, responden menyatakan setuju sebanyak 51 orang (51%); 31 orang (31 %) menyatakan sangat setuju; dan 14 orang (14 %) menyatakan ragu. Item nomor 16, 49 orang (49 %) menyatakan setuju; 22 orang (22 %) sangat setuju; dan 16 orang (16 %) menyatakan ragu. Item nomor 17, 25 orang (25 %) responden menyatakan setuju; 20 orang (20 %) responden menyatakan sangat setuju Sikap
Berkala Perikanan Terubuk Vol 44 No.2 Juli 2016
dan 15 orang (15 %) menyatakan ragu. Pada item nomor 25, sebanyak 53 orang (53 %) responden setuju; 28 orang (28 %) menyatakan sangat setuju; dan 11 orang (11 %) menyatakan ragu. Item nomor 26, responden menyatakan setuju sebanyak 53 orang (53 %), sangat setuju 23 orang (23 %), dan 14 orang (14 %). Item nomor 28, sebanyak 57 orang (57 %) responden setuju dan sebanyak 40 orang responden (40 %) tentang BTP pada aspek siap ditabulasikan pada Tabel 3.
Hasil persentase option responden survey pada kuesioner Tabel 3. Persentase Responden pada Aspek Sikap Option % Responden 3 Sangat Setuju 4 Setuju 9 Ragu 34 Tidak Setuju 29 Sangat Tidak 24 Setuju Jumlah 100
4 47 39 4 6 4
% item Kuesioner 8 9 10 11 14 15 19 20 22 23 24 12 24 36 49 27 8 41 9 26 3 20 28 49 41 36 55 30 27 20 39 7 66 44 19 16 12 11 27 19 32 4 4 12 14 6 7 3 7 27 12 21 29 65 1 2 2 0 0 0 8 1 18 2 21 1
100 100 100 100 100 100 100 100 100
Dari Tabel 3. terdapat 13 item kuesioner pada aspek sikap. Pada item nomor 3, sebanyak 34 orang (34 %) responden menyatakan ragu; 29 orang (29 %) menyatakan orang (47 %) dan sebanyak 39 orang (39 %) responden menyatakan setuju. Item nomor 8, sebanyak 44 orang (44 %) responden menyatakan ragu; 28 orang (28 %) responden menyatakan setuju; dan 12 orang (12 %) responden menyatakan sangat setuju. Item kuesioner nomor 9, sebanyak 49 orang (49 %) responden menyatakan setuju; menyatakan sangat setuju sebanyak 24 orang (24 %) responden; dan 19 orang (19 %) responden menyatakan ragu.
100 100 100
tidak setuju; dan sebanyak 24 orang (24 %) menyatakan sangat tidak setuju. Item nomor 4, responden yang menyatakan sangat setuju sebanyak 47 Pada item nomor 10, responden yang menyatakan setuju sebanyak 41 orang (41 %); sangat setuju sebanyak 36 orang (36 %); dan 16 orang (16 %) responden menyatakan ragu. Item nomor 11, 49 orang (49 %) responden menyatakan sangat setuju; sebanyak 36 orang (36 %) responden menyatakan setuju; dan 12 orang (12 %) responden menyatakan ragu. Pada item kuesioner nomor 14, sebanyak 55 orang (55 %) responden menyatakan 8
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan Terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya
setuju; 27 orang (27 %) responden menyatakan sangat setuju; dan 11 orang (11 %) menyatakan ragu. Item kuesioner nomor 15, sebanyak 30 orang responden menyatakan setuju; dan sebanyak 27 orang (27 %) responden menyatakan sikap ragu dan tidak setuju. Item nomor 19, sebanyak 41 orang (41 %) responden menyatakan sangat setuju; 27 orang (27 %) menyatakan setuju; dan 19 orang (19 %) responden menyatakan ragu. Item nomor 20, sebanyak 32 orang (32 %) responden menyatakn ragu; 21 orang (21 %) responden menyatakan tidak setuju; dan 20 Perilaku Hasil persentase option responden survey pada kuesioner
Berkala Perikanan Terubuk Vol 44 No.2 Juli 2016
orang (20 %) responden menyatakan setuju. Item nomor 22, sebanyak 39 orang (39 %) responden menyatakan setuju; 29 orang (29 %) responden menyatakn ragu; dan 26 orang (26 %) menyatakan sangat setuju. Item nomor 23, responden menyatakan tidak setuju sebanyak 65 orang (65 %) dan sebanyak 21 orang (21 %) menyatakan sangat tidak setuju. Item nomor 24, sebanyak 66 orang (66 %) respoden menyatakan setuju, 20 orang (20 %) menyatakan sangat setuju; dan 12 orang (12 %) responden menyatakan ragu. tentang BTP pada aspek perilaku ditabulasikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Responden pada Aspek Perilaku. Option % Responden Sangat Setuju Setuju Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah
5 4 20 9 43 24 100
% item Kuesioner 11 18 21 27 49 60 34 44 36 38 36 49 12 1 16 0 3 0 10 2 0 1 4 5 100 100 100 100
Berdasarkan Tabel 4. terdapat 7 item kuesioner aspek perilaku. Item nomor 5, sebanyak 43 orang (43 %) responden menyatakan tidak setuju ; 24 orang (24 %) responden menyatakan sangat tidak setuju; dan 20 orang (20 %) responden menyatakan setuju. Item nomor 11, 49 orang (49 %) responden menyatakan sangat setuju, 36 orang (36 %) responden menyatakan setuju; dan 12 orang (12 %) responden menyatakan ragu. Pada item 18, sebanyak 60 orang (60 %) responden menyatakan sangat setuju dan 38 orang (38 %) menyatakan
29 30 53 33 47 43 0 24 0 0 0 0 100 100
setuju. Item nomor 21, responden yang menyatakan setuju sebanyak 36 orang (36 %); 34 orang (34 %) menyatakan sangat setuju; dan 16 orang (16 %) menyatakan ragu. Item nomor 27, responden sebanyak 49 orang (49 %) menyatakan setuju dan 44 orang (44 %) responden menyatakan sangat setuju. Item nomor 29, responden yang menyatakan sangat setuju sebanyak 53 orang (53 %); dan yang menyatakan 47 orang (47 %) setuju. Pada kuesioner item nomor 30, sebanyak 43 orang (43 %) responden menyatakan setuju; 33 orang (33 %)
9
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan Terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya
responden menyatakan sangat setuju; dan sebanyak 24 orang (24 %) Berdasarkan Tabel 1, Tabel 3, dan Tabel 4. rata – rata option item pada aspek pengetahuan, sikap,
Berkala Perikanan Terubuk Vol 44 No.2 Juli 2016
menyatakan ragu. dan perilaku dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel. 5. Rata-rata Option Item Pada Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Aspek Rata-rata No. 1 2 3
Aspek Pengetahuan Sikap Perilaku
Rata-rata 3.615 3.525 4
Rata - rata
Rata – rata option item pada aspek pengetahuan 3,615; sikap 3,525; dan perilaku 4, dan digambarkan pada Gambar 2. 4.1 4 3.9 3.8 3.7 3.6 3.5 3.4 3.3 3.2
4
3.615 3.525
Pengetahuan
Sikap
Perilaku
Aspek
Gambar 2.
Histogram rata – rata option item pada Aspek, Pengetahuan, dan Perilaku
Dari analisis pengolahan data korelasi diperoleh hasil bahwa antara tingkat pendidikan dengan pemasaran ikan asin tidak berkorelasi dilihat dari nilai signifikansi 0,380 > 0,05. Antara pendidikan dengan masa kerja nilai signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti terdapat korelasi yang signifikan. Pendidikan dengan usia pekerja perolehan nilai signifikansi 0,000 < 0,05, berarti terdapat Pemasaran tidak terdapat korelasi dengan variabel lainnya
korelasi yang signifikan. Antara pendidikan dengan pengetahuan nilai signifikansi 0,540 > 0,05 yang berarti tidak terdapat korelasi yang signifikan. Pendidikan dengan sikap perolehan nilai signifikansi 0,920 > 0,05, berarti tidak terdapat korelasi yang signifikan. Pendidikan dengan perilaku nilai signifikansi 0,028 < 0,05 yang berarti terdapat korelasi yang signifikan. yaitu: lama bekerja, usia pekerja, pengetahuan, sikap, dan perilaku. 10
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan Terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya
Berkala Perikanan Terubuk Vol 44 No.2 Juli 2016
Dilihat dari hasil nilai signifikansi pada masa kerja (0,598); usia pekerja (0,727); pengetahuan (0,457); sikap (0,168); dan perilaku (0,926) > 0,05.
Variabel masa kerja dengan usia pekerja diperoleh nilai signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti terdapat korelasi yang
signifikan. Antara lama bekerja dengan pengetahuan pekerja diperoleh nilai 0,476 > 0,05, berarti tidak terdapat korelasi yang signifikan. Lama bekerja dengan dengan variabel perilaku pekerja, mempunyai korelasi yang signifikan dilihat dari nilai signifikansi 0,003 < 0,05.
sikap pekerja diperoleh nilai 0,016 < 0,05 yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara kedua variabel. Begitu juga
Hasil nilai signifikansi antara usia dengan pengetahuan (0,973), sikap (0,78), dan perilaku (0,352) pekerja perikanan > 0,05 yang berarti tidak ada korelasi yang signifikan pada masing – masing variabel. Begitu juga dengan variabel pengetahuan, tidak mempunyai KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terdapat 20% unit pengolahan ikan asin di Kecamatan Tanjungbalai – Asahan, yang memproduksi ikan asin mengandung Bahan Tambahan Pangan (BTP) berbahaya (terindikasi formalin dan boraks). Factor – factor yang memengaruhi penambahan BTP berbahaya pada ikan asin adalah sikap, perilaku, masa kerja, usia, dan pendidikan. Berdasarkan hasil survei responden pada pekerja perikanan terhadap penambahan Bahan DAFTAR PUSTAKA Abidah, Dahlan, dan Jafar, M. 2013. Pertanggungjawaban Pelaku Usaha terhadap Makanan yang Menggunakan Bahan Tambahan Pangan Berbahaya
korelasi yang signifikan dengan sikap dan perilaku. Dilihat dari nilai signifikansi sikap (0,692) dan perilaku (0,280) > 0, 05. Antara variabel sikap dengan varibel perilaku dengan perolehan nilai signifikansi 0,03 < 0,05 yang berarti terdapat korelasi yang signifikan. Berarti factor – factor yang memengaruhi penambahan BTP pada ikan asin adalah sikap, perilaku, masa kerja, usia, dan pendidikan. Tambahan Pangan pada ikan asin bahwa tingkat pendidikan berkorelasi pada masa kerja, usia, dan perilaku. Masa kerja pekerja perikanan berkorelasi pada usia, sikap, dan perilaku. Sikap pekerja perikanan berkorelasi pada perilaku. Saran Diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui kadar BTP berbahaya (formalin dan boraks) yang ditambahkan pada ikan asin. Diperlukan pengawasan dan penyuluhan pada masyarakat tentang penggunaan BTP pada makanan.
Ditinjau dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jurnal Ilmu Hukum. Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. 2(1): 66 – 71. 11
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan Terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya
Adriani, M, dan Wijatmadi, B. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana. Jakarta. Bekker, J. L, et.al. 2011. Knowledge of Stakeholders in the Game Meat Industry and Its Effect on Compliance with Food Safety Standards. Niculescu, V, et. al. 2014. Spectrophotometric Techniques for Monitoring Food Additives – an Overview. Progress of Cryogenics and Isotopes Separation. 17(2): 63 – 72. Novita. 2014. Awas Ini Bahaya Makan Ikan Asin. [Online]. http://www.iberita.com/2538 3/awas-ini-bahaya-makanikan-asin. Diakses tanggal 21 April 2015. Pukul 19.23 WIB. Peraturan Menteri Kesehatan, Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Primadini, V. 2006. Teknik Pengolahan Tradisional. Ilmu Kelautan dan Perikanan. Politeknik Negeri Pontianak. Pontianak.
Berkala Perikanan Terubuk Vol 44 No.2 Juli 2016
International Journal of Enviromental Health Research. 21(5): 341 – 363.
Hastuti, S. 2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura. Agrointek. 4(2): 132 – 137. The World Aquaculture Society. 41(2): 258 – 265. Salosa, Y. Y. 2013. Uji Kadar Formalin, Kadar Garam, dan Total Bakteri Ikan Asin Tenggiri Asal Kabupaten Sarmi Propinsi Papua. Depik. 2(1): 10 – 15. Saparinto, C. 2011. Fishpreunership: Variasi Olahan Produk Perikanan Skala Industri dan Rumah Tangga. Edisi I. Lily Publisher: Andi. Yogyakarta. Saptarini, N. M., Wardati, Y., Supriatna, U. 2011. Deteksi Formalin dalam Tahu di Pasar Tradisional Purwakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi. 12(1): 37 – 44. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Rasco, B. 2010. Perceptions of Seafood Safety. Journal of Wartakota. 28 Februari 2015. Bahan Kimia Berbahaya: Penjual Makanan Mengandung Boraks dan Formalin akan Diselidiki. [Online]. http://wartakota.tribunnews.c om/2015/02/28/penjualmakanan-mengandung-
boraks-dan-formalin-akandiselidiki. Diakses tanggal 9 April 2015. Pukul 09.50 WIB. Winarno, F. G. 2004. Keamanan Pangan. Jillid 2. M-Brio Press. Bogor
12
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan Terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya
Berkala Perikanan Terubuk Vol 44 No.2 Juli 2016
Winarno, F. G. 2004. Keamanan Pangan. Jillid 3. M-Brio Press. Bogor. Yuanita. 13 Februari 2015. Bahan Makanan Berbahaya Meningkat, BPOM Sinergi dengan Pemprov. [Online]. http://metro.sindonews.com/r ead/963692/31/bahanmakanan-berbahayameningkat-bpom-sinergidengan-pemprov1423739743. Diakses tanggal 9 April 2015. Pukul 09.50 WIB. Yusfiani, M. 2011. Analisis Kesulitan Pembelajaran Kimia Kelas X SMA. Jurnal Sains. 1(1): 2129. http://www.geocities.ws/J_sai ns/Vol1_No1.html#_Toc1384 97547
13