PENGESAHAN PEMBIMBING
“POWELE” (Studi Sejarah Sosial Budaya Muna Kecamatan Bone) Oleh LAODE BAINA NIM. 231 410 100
“POWELE” (Studi Sejarah Sosial Budaya Muna Kecamatan Bone)
Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo 2014
ABSTRAK
La Ode Baina, Nim 231410100. 2014. Sehubungan dengan silat tradisional powele, (Studi Sejarah Sosial Budaya Muna di Kecamatan Bone). Skripsi Program Studi Pendidikan Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Gorontalo. Pembimbing I Drs. Joni Apriyanto, M. Hum, pembimbing II Sutrisno Mohamad, S. Pd., M.Pd. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan silat tradisioanal “powele” pada Kecamatan Bone Kabupaten Muna, untuk mengetahui silat tradisional powele, nilai-nilai serta penyebab terjadinya pergeseran silat tradisional powele. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Sejarah yaitu Heuristik, kritik sumber, interprestasi, historiografi. menggunakan pendekatan Antropologi di lakukan di Kecamatan Bone Kabupaten Muna dengan maksud menggambarkan secara umum, fokus penelitian yang bertujuan menggambarkan apa adanya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa silat tradisional powele (Studi Sejarah Sosial Budaya Muna Kecamatan Bone) mengandung nilai-nilai untuk memberikan kesan lebih mendalam tentang suatu hal. Namun, seiring dengan perkembangannya silat tradisional powele mengalami pergeseran akibat munculnya budaya baru, gaya hidup (Life Style) serta budaya masyarakat dan perubahan kebudayaan dari lokal menuju global.
Kata kunci : Silat Tradisional Powele
La Ode Baina, 231410100, Jurasan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Drs. Joni Apriyanto, M. Hum, Sutrisno Mohamad, S. Pd., M., Pd.
Muna merupakan merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi sulawesi tenggara yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting dalam perkembangan parawisata daerah .Berbagai macam kesenian kesenian berkembang di kabupaten muna diantaranya yaitu powele dan masih banyak lagi kesenian-kesenian tradisional lainnya. Salah satu bentuk dari kesenian tradisional saat ini menjadi ciri khas jati diri daerah yang ada di Kabupatem Muna yaitu silat tradisional powele di Kecamatan Bone. Silat tradisional daerah merupakan suatu perwujudan kebudayaan yang memiliki nilai-nilai luhur yang patut dijunjung tinggi keberadaanya. Kesenian daerah berproses terus menuju puncaknya yaitu Silat tradisional yang mengandung serta memancarkan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa indonesia, yang dalam hal ini merupakan nilai yang kita banggakan yang sekaligus dikagumi dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain. Silat tradisional dapat diartikan sebagai hasil karya manusia yang mengandung keindahan dan dapat diekpresikan melalui gerakan ataupun ekspresi lainnya. Kesenian memiliki banyak jenis bila dilihat dari perkembangannya, ada yang dikenal dengan seni tradisional yang berkembang secara alami di masyarakat tertentu kadang kalah masih tunduk pada aturan-aturan yang baku namun ada juga yang sudah tidak terikan aturan, kesenian ini kadangkala merupakan kesenian rakyat yang bisa dicermati secara masal. Silat tradisional daerah yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Muna Kecamatan Bone yaitu Silat tradisional powele yang dijadikan jati diri Kabupaten Muna khususnya Kecamatan Bone. Silat tradisional tersebut mempunyai daya tarik yang tinggi dan bisa berfungsi sebagai media pendidikan tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya. Dalam silat tradisional powele sebenarnya memahami tentang berbagai
nilai-nilai
sosial
budaya
setempat
seperti
nilai-nilai
tentang
kesetiakawanan, kesabaran, pandangan hidup yang semua dapat dibentuk manusia yang tangguh dan mampu melindungi yang lemah serta dapat menuntun masyakat sekitar dalam kedamaian. Silat tradisional Powele merupakan silat tradisional warisan lelur kabupaten muna yang pada umumnya merupakan peranan penting bagi
masyarakat kabupaten muna. Silat tradisional Powele juga merupakan modal untuk mempertahankan kekuasaan dan perlawanan terhadap musuh yang berasal dari luar maupun dalam daerah kabupaten muna. Powele termasuk silat tradisional yang hidup dan berkembang di kabupaten muna khususnya di Kecamatan Bone, yang memiliki kaidah-kaidah gerak dan irama yang merupakan suatu pendalaman khusus.
Powele
sebagai
silat
tradisional
mengikuti
ketentuan-ketentuan
keselarasan, keseimbangan, dan keserasian. Semakin berkembangnya kebudayaan termasuk silat tradisional powele mengalami pergeseran dan berkurangnya minat masyrakat terhadap silat tradisioanal powele. Sesuai dengan permasalahan peneliti mendapati salah satu faktor yang membuat silat tradisional powele ini berkurang peminatnya disebabkan masyarakat menganggap silat tradisional powele merupakan sesuatu yang kuno atau bagian dari masa lalu yang cenderung menaruh minat pada hal-hal yang mengandung unsur budaya luar yang lebih popular seperti “Taekwondo” dan “Karate”. Seiring dengan perkembangan wawasan masyarakat tentang belah diri Taekwondo dan karate dapat mengancam keberadaan silat tradisional powele yang merupakan warisan leluhur dari nenek moyang kita. Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa permasalahan ini muncul terlihat dengan adanya pengaruh minat yang ditandai dengan pesatnya kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu mengubah kehidupan masyakat yang awalnya berminat penuh terhadap silat tradisional powele sebagai silat tradisional menjadi masyarakat yang lebih berminat terhadap seni belah diri populer atau modern, perkembangan pola kehidupan sosial budaya sehari-hari masyarakat Kabupaten Muna Kecamantan Bone telah menunjukan berbagai pengaruh yang sangat kuat, yang disebut pola kehidupan global. Masyarakat Kabupaten Muna Kecamatan Bone mengalami berbagai perubahan cara hidup, gaya hidup, bahkan pandangan hidup. Maka, perubahan tersebut menyebabkan sikap dan seni masyarakat enggan memelihara dan mempertahan silat tradisional. Berdasarkan permasalah yang terjadi hendaknya silat tradisional powele di Kabupaten Muna Kecamantan Bone dikembangkan kembali menjadi sebuah
potensi budaya lokal yang dapat memberikan pertunjukan yang aktif dan komunikatif dengan cara merekontruksi serta mengkolaborasikan gerak silat dengan jenis silat tradisional lainnya tanpa mengubah ciri khas serta nilai-nilai yang terkandung didalamnnya. Salah satu usaha mempertahankan silat tradisional yang hampir punah atau raib ialah menggali kembali nilai-nilai yang yang terkandung di dalam silat tradisional powele atau dengan penyesuaian terhadap pengaruh kebudayaan lain yang masih dipandang sebagai salah satu faktor terjadinya penurunan minat masyarakat terhadap silat tradisional powele. Upaya yang dilakukan dalam melestarikan silat tradisional tersebut tentunya memerlukan bantuan dari berbagai pihak pelaku powele, pemerintah daerah sebagai pemegang kebijakan, maupun kalangan akademisi yang peduli terhadap kebudayaan Kabupaten Muna Kecamatan Bone ini. Silat tradisional powele sudah dikenal oleh masyakat kabupaten muna dan sering dipertunjukan atau dipentaskan pasca acara budaya seperti perkawinan, pengislaman, pingitan dan hari-hari besar lainnya. METODE PENELITIAN Prosedur penelitian dan penulisan sejarah dilakukan secarah ilmiah dengan sesuai langkah-langkah yang diambila dari keseluruha prosedur, metode sejarah biasanya dibagi empat tahap yaitu pengumpulan sumber (Heuristik), pengujian sumber atau verifikasi (kritik), Interprestasi dan penulisan sejarah (historiografi). Empat kelompok metode ini lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut saling berkaitan, bersamaan waktu, dan sekaligus tak terpisahkan yang satu dengan yang lainnya. Penulisan sejarah hanya dapat di lakukan jika ada sumber atau ada dokumen peninggalam masa lampau. Tanpa sumber sejarah, sebuah karya sejarah tidak akan bisa ditulis atau disusun seperti yang diharapkan.
1.
Heuristik (Pengumpulan Sumber) Setelah penetapan judul penelitian peneliti melakukan langka pertama
dalam metode sejarah. Tahap ini disebut tahap pengumpulan data atau sumber, baik sumber primer ataupun sekunder tertulis atua tidak tertulis yang memiliki keterkaitan dengan judul yang akan diteliti seperti silat tradisional powele di Kabupaten Muna, Kecamatan Bone Sumber-sumber tertulis dan lisanpun terbagi atas dua jenis yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer merupakan kesaksian baik tertulis maupun lisan dari seorang saksi mata atau saksi dengan panca indra yang lain, atau dengan alat mekanis yakni alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakannya. Sebuah sumber sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi mata, yaitu kesaksian dari seorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkannya. Oleh karena itu sumber primer harus dihasilkan dari seorang saksi yang sezaman dengan peristiwa yang dikisahkannya. Sumber primer itu tidak harus asli dalam arti versi tulisan pertama namun dapat pula berupa suatu salinan (copy) dari aslinya. Dengan demikian unsur primer lebih diutamakan daripada unsur keaslian. Dalam prose heoristik ini peneliti akan mengutamakan sumber primer daripada sumber sekunder. Dikalangan peneliti sumber tertulis lebih diutamakan daripada sumbersumber yang tidak tertulis. Sumber-sumber tertulis atau yang sering disebut sebagai bahan dokumenter dapat berupa rekaman (Recording), laporan-laporan konfidensial, dokumen pemerintah, kuesioner, pernyataan, opini, surat pribadi, buku-buku harian, surat kabar dan sebagainya. Setelah peneliti mengumpulkan
sumber-sumber terkait maka peneliti akan melakukan langkah selanjutnya yaitu proses pengkritikan. 2.
Kritik Sumber Pada tahap ini sumber-sumber yang telah dikumpulkan harus di kritik
untuk di pastikan kredibilitasnya sebagai bahan penulisan. Dalam metode sejarah dikenal dengan cara melakukan kritik eksteren dan kritik interen. a. Kritik eksteren berfungsi untuk menentukan otentisitas sebuah sumber sejarah, apakah sumber itu asli atau palsu secara fisik. Untuk dapat memastikan apakah sumber otentik atau tidak. apat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tepat dan meyakinkan, maka sumber-sumber yang diperoleh tersebut dapat dikatakan otentik. Untuk keperluan itu dibutuhkan ilmu-ilmu lain seperti paleografi, epigrafi, genealogi, numismatic, dan sebagainya. b. Sedangkan kritik interen berguna untuk menentukan kredibilitas sebuah sumber penelitian. Kritik interen ini berhubungan dengan sebuah dokumen, adalam arti apakah kebenaran isi atau informasi yang terkandung dalam sebuah sumber yang telah dipastikan otentisitas itu juga bisa dipercaya atau tidak. Untuk memastikan kreadibilitas sebuah sumber, harus juga di ajukan berbagai pertanyaan kriis. 3.
Interpretasi Dalam tahap ini berguna untuk mencari hubungan antara fakta-fakta yang
ditemukan berdasarkan hubungan kronologis dan sebap akibat denga melakukan imajinasi, interpretasi, dan teorisasi (analisis). Hal ini perlu dilakukan karena
seringkali fakta-fakta sejarah yang diperoleh dari sumber yang telah dikritik belum menunjukan suatu kebulatan yang bermakna dan baru merupakan kumpulan fakta yang saling berhubungan. 4.
Historiografi, Penulisan merupakan tahap terahir dalam metode sejarah adalah
historiografi, yaitu kegiatan merekonstruksi hasil penelitian dalam bentuk tertulis. Dalam hal ini yang dilakukan oleh peneliti dalam mewarnai tulisannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Powele dalam bahasa Muna berarti Silat. Powele dipentaskan sebagai bela diri atau dimainkan oleh 6 orang terdiri dari 2 orang pemain badik atau kris dan 3 orang penari bermain parang, tombak dan bendera. Permainan ini diiringi oleh musik Rambi (pengiring musik) powele juga dimainkan 5 orang pengiring musik. Seluruh pemain berusaha menyerang akan tetapi terhalang oleh seorang pemain Petombi (pemegang bendera) sehingga seluruh pemain terhindar dari bahaya. Hal ini berarti rasa kemanusiaan lebih berarti dari pada ketajaman senjata demi kedamaian dan persatuan. Silat tradisional powele diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid. Karena hal itulah catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Kebanyakan sejarah silat tradisional powele dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Seperti asal mula silat tradisonal aliran belah diri yang mengisahkan tentang seorang perempuan yang menyaksikan pertarungan antara harimau dan monyet dan ia mencontoh gerakan tarung hewan tersebut. Asal mula ilmu silat tradisional di Kabupaten Muna kemungkinan berkembang dari keterampilan suku-suku asli Kabupaten Muna dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi suku Mua yang hingga abad ke-19 relatif tidak tersentuh pengaruh luar. Silat tradisional powele diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan
tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Meskipun demikian, silat tradisional saat ini telah diakui sebagai budaya suku Kabupaten Muna dalam pengertian yang luas, yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Munan, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan bahasa Muna di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Sulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri. Dalam Bahasa Muna, silat itu sama dengan powele. La Ode Ndikole berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat tradisional. Bahkan sesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena memang kebudayaan Muna (termasuk Silat Tradisional Powele) adalah kebudayaan yang terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Muna telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya. Kebudayaankebudayaan itu kemudian berasimilasi dan beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya historis silat tradisional powele lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan lainnnya. Sehingga, setiap daerah umumnya memiliki tokoh silat tradisional yang dibanggakan. Sebagai contoh, bangsa Indonesia terutama di Kabupaten Muna.Perkembangan dan penyebaran silat tradisional powele secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh pejuang masyarakat Kabupaten Muna, seiring dengan penyebaran budaya lain pada abad ke-14 di Nusantara. Catatan historis ini dinilai otentik dalam sejarah perkembangan silat silat tradisional yang pengaruhnya masih dapat kita lihat hingga saat ini. Kala itu silat tradisional powele telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau-surau. Silat tradisional powele lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga silat tradisional menjadi bagian dari latihan spiritual. Silat tradisional powele berkembang di Sulawesi Tenggara Kabupaten Muna dan memiliki akar sejarah yang sama sebagai cara perlawanan terhadap penjajah asing. . Setelah zaman kemerdekaan, silat tradisional powele berkembang menjadi ilmu bela diri.
Silat tradisional powele sebagai bagian dari kebudayaan Kabupaten Muna berkembang sejalan dengan sejarah masyarakat Kabupaten Muna. Dengan aneka ragam situasi geografis dan etnologis serta perkembangan zaman yang dialami oleh Kabupaten Muna, Silat tradisional powele dibentuk oleh situasi dan kondisinya. Kini Silat tradisional powele kita kenal dengan wujud belah diri yang beraneka ragam, namun mempunyai aspek-aspek yang sama. Silat tradisional powele merupakan unsur-unsur kepribadian masyarakat Kabupaten Muna yang dimiliki dari hasil budi daya yang turun temurun. Sampai saat ini belum ada naskah atau himpunan mengenai sejarah pembelaan diri masyarakat Kabupaten Muna yang disusun secara alamiah dan dapat dipertanggung jawabkan serta menjadi sumber bagi pengembangan yang lebih teratur. Hanya secara turun temurun dan bersifat pribadi atau kelompok latar belakang dan sejarah pembelaan diri inti dituturkan. Sifat-sifat ketertutupan karena dibentuk oleh zaman penjajahan di masa lalu merupakan hambatan pengembangan di mana kini kita yang menuntut keterbukaan dan permasalahan yang lebih luas. Sejarah perkembangan Silat tradisional Powele secara selintas dapat dibagi dalam kurun waktu sesuai dengan penjelasan diatas. Silat tradisional powele tidak dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi masyarakat Kabupaten Muna. Pemahaman Silat tradisional powele memerlukan penguasaan kode gerakan, budaya, religi, dan segala aspek kehidupan sosial masyarakat. Silat tradisional pada masyarakat Muna, seperti umumnya yang terdapat disejumlah daerah di Nusantara, bersifat tradisional dan tanpa diketahui siapa yang penciptanya. Silat tradisional pada awalnya hanya merupakan Belah diri yang sering diperagakan dalam situasi yang dianggap memiliki makna tertentu. Menurut informan, jumlah seni belah diri yang bersifat Tradisional saat ini sudah tidak dapat diidentifikasi semua, hanya beberapa saja jenis silat tradisional yang dapat bertahan hingga sekarang, di antaranya kontau dan pogala. Hampir keseluruhan silat tradisional ini mengikuti pola gerakan pada umumnya. Silat tradisional tersebut di atas masih dapat disaksikan dan hidup di tengah tengah masyarakat hingga sekarang, namun tidak demikian halnya
dengan silat tradisional powele. Lembaga kebudayaan Daerah Muna, berusaha melakukan penelusuran silat tradisional. Setelah beberapa kali melakukan penelitian, daerah ini tidak memilki silat tradisional tulis dalam pengertian silat sebagai salah satu cabang belah diri, yang memilki nilai estetika (Aesthetical satisfaction). Silat trasisional powele, dengan berbagai teknik simbolisasinya, mampu menyajikan nilai estetika. Secara historis, silat tradisional powele sudah berkembang sejak puluhan tahun lalu sebagai salah satu bentuk belah diri untuk masyarakat yang mendiami wilayah Pulau Muna. Untuk mengetahui kapan terciptanya silat tradisional powele sangat sulit untuk ditentukan. Dari berbagai wawancara
dengan
beberapa
informan
dapat disimpulkan
bahwa
silat
tradisional powele yang ada saat ini tidak diketahui pasti kapan mulanya tercipta yang merukan salah satu jati diri Kabupaten Muna ini. Ada beberapa aspek tentang kedukukan atau keberadaan silat tradisional powele masyakat Kabupaten Muna sebagai kebangkitan jati dirinya. Salah satu kebangkitan nyata periode sekarang ini, sebagai daerah-daerah yamg memiliki jati diri sendiri dimata internasional yang dibanggakan oleh generasinnya. Bahwa kabupan Muna meliki silat tradisional powele yang dibanggakan dan membedakannya dengan kabupaten-kabupaten lainnya. Aspek-aspek ini diantaranya adalah sebagai berikut: a. Kehidupan Beroganisasi Budaya dalam konteks kehidupan yang serba modern seiring dengan kompleksnya tingkat kebutuhan masyarakat, sangatlah berdampak pada proses silat tradisional powele masyarakat setiap harinya. Masyarakat disibukan dengan segala aktivitas yang tak kunjung berakhir. Karenanya kebutuhan masyarakat akan materi semakin tinggi, sehingga diantara sebagaian mereka kemudian memilih hidup apatis dalam artian bahwa pengertian akan budaya lokal seperti silat tradisional powele menjadi sangat minim. Seolah-olah tidak tersedia lagi waktu atau kesempatan untuk memperhatikan segala proses yang terjadi di lingkungan sekitar mereka. Sebagai dalam sebuah siklus kehidupan masyarakat.
Masing-masing orang sibuk memperhatikan dirinya sendiri oleh karena perbedaan tingkat atau taraf kehidupan setiap individu. Lalu budaya-badaya lokal seperti silat tradisional powele tidak dapat dihiraukan lagi. Di mana setiap individu saling menyuarakan untuk berkompetisi dan terus berkompetisi meskipun dengan menghalalkan segala cara. Akibatnya, lahirlah kompetitor-kompetitor yang bersifat predator terhadap budaya lokal seperti silat tradisional powele. Padahal masyarakat adalah makhluk yang menyandang predikat kholifah “innii jaa’ilun fil ardh kholiifah”, dan hakikatnya adalah masyarakat setinggi-tingginya derajat (Ahsani taqwiim) yang mengembangkan amanah baik dari Allah maupun dari leluhur atau nenek moyang sebelum kita. Tetapi kenyataan yang terjadi justru menunjukan sebaliknya. Inilah sekilas refleksi atau gambaran masyarakat Muna yang bersifat faktual dalam siklus kehidupan masyarakat sekarang ini. Secara langsung kita dapat memformulasikan sebuah pertanyaan tentang “Masih adakah jalan menuju pada sebuah proses perubahan ke arah yang lebih baik?” untuk menjawab pertanyaan tersebut cukup dengan sebuah pepatah, bahwa “Setiap ada kemauan pasti ada jalan!”salah satu faktor yang menyebabkan kondisi di atas adalah menipisnya kesadaran masyarakat mengenai silat tradisional powele akan pentingnya kehidupan beroganisasi. Nilai silat tradisional powele dalam kehidupan beroganisasi bukan saja terfokus pada bagaimana kita saling berinteraksi dan saling mengenal dalam konteks humanis. Akan tetapi, lebih dari itu bagaimana kita mampu mengenal budaya-badaya lokal seperti silat tradisional powele beserta manfaatnya. Dengan memahami silat tradisional powele daerah Muna, kita dapat mendeskripsikan bagaimana seseorang dapat terlibat dalam subuah organisasi sebagai tuntutan generasi muda pada masa kini. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa silat tradisional powele daerah Muna merupakan budaya lokal yang telah ditinggalkan oleh nenek moyang sebelum kita dan dapat dijaga dan dikembangkan sesuai dengan amanah yang telah diberikan dari nenek moyang
kita terdahulu. Hal ini terlihat dalam realitas kehidupan sosial. Silat tradisional powele yang tidak mengikat seseorang atau kemampuan masyarakat yang tidak melawan hak masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, silat tradisional powele tersebut bagian yang terpenting dalam kehidupan bermasyarakat yang senantiasa mengalir dengan gerak-geriknya seimbang antara kehidupan, realitas, dan pikiran masyarakat. Sehingga suatu alternatif di luar dari silat tradisional powele dipandang sebagai kekayaan masyarakat lokal terhadap tatanan keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. b. Kepemimpinan Nilai dari silat tradisional powele dalam kepemimpinan adalah seorang pempimpin memerluakan keberanian dalam menjalankan tugasnya, namun keberanian
itu
bukan
sembarang
keberanian.
selain
keberanian
yang
menggunakan hari nurani, Ia harus mempunya bela diri tersendiri untuk mempertahankan visinya, apapun resikonya. Sebab pada akhirnya keberanian seorang pemimpin itu dipertahankan bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang-orang yang dipimpinnya. Artinya, posisi seorang pemimpin adalah di depan, supaya ia bisa menjadi petunjuk jalan kebaikan bagi masyarakatnya, dan membimbing mereka kepada suatu kemaslahatan. Apa yang menjadi penjelasan diatas tersebut, telah lama diaplikasikan oleh pemimpin sebelumnya. Hal ini, terlihat pada kepempinan Laki Laponto alias Murhum yang menahkodai beberapa wilayah kerajaan pada masanya. Sehingga oleh masyarakat Muna diberi gelar pokokanduaghono neghoera, artinya penguasa (Raja) yang menguasai tiga daerah (Muna, Buton dan Konawe). Murhum adalah gelar yang disandang oleh Laki Laponto setelah dilantik menjadi Raja Buton kelima sekaligus Sultan Buton pertama. Gelar tersebut pemberian dari rakyat Buton ketika itu, Laki Laponto adalah sosok pemimpin yang luar biasa sekaligus toko masyarakat yang menahkodai beberapa wilayah kerajaan. Suatu prestasi yang tidak diperolehnya melui inflansi, akan tetapi lahir dari kharismatik yang terpancar dari keahlian bela dirinya. Murhum tidak saja menguasai ilmu ketatanegaraan dan manajemen yang luar biasa atas
kepemimpinannya dibeberapa wilayah tertentu. Dengan memiliki ilmu silat tradisional seperti powele beliau dikenal dengan ahli strategi perang yang terbukti sanggup menumpas pemberontakan Labolontio pendekar mata satu yang ingin menjajah wilayah yang dipimpinnya. Dengan sekilas refleksi dan gambaran tersbut sudah bisa mengambil kesimpulan
bahwa
betapa
pentingnya
silat
tradisional
apalagi
dalam
kepemimpinan. Maka dengan itu, silat tradisional powele sangat bernilai besar dalam kepemimpinan. c. Nilai Intelektual Dan Kecerdasan Dari gagasan yang tercipta di atas menggambarkan betapa pentingnya memiliki intelektual dan kecerdasan silat tradisional powele. Yang merupakan hasil kumulatif dari pengetahuan manusia yang kemudian dikembangkan menjadi kosumsi masyarakat. Sehingga tidak dapat dihindarkan jika dalam setiap gagasan masyarakat merupakan refleksi dari pengalaman masyarakat yang baik ataupun buruk. Perilaku manusia dapat mengekspresikan dirinya dengan intelektual dan kecerdasannya, karena dalam diri manusia memiliki potensi keduanya. Silat tradisional powele dapat mengiring pemiliki silat tradisional untuk menggunakan akalnya dalam memahami posisi kebudayaan-kebudayaan lokal dalam kehidupan mereka. Sejarah sosial budaya Muna Kecamatan Bone mengenai silat tradisional powele yang menjadi motivator khasanah suatu intelektual dan kecerdasan yang tercipta atas inspirasi yang benar dengan tujuan kebaikan, sehingga dari siapa dan atau untuk siapa pun intelektuan dan kecerdasan itu akan berimplikasi pada kekayaan kebudayaan masyarakat Muna pada umumnya dan masyarakat Kecamatan Bone pada khususnya. d. Nilai Sosial Jenis silat tradisional powele ini cukup diikuti oleh generasi muda dan masyarakat pada khususnya. Keadaan demikian merupakan salah satu faktor pendukungnya yang dapat membangun budaya-budaya lokal seperti silat tradisional powele dari ruang lingkup keluarga yang kemungkinan terbentuknya kerjasama. Tentu dapat melahirkan ikatan emosional antar sesama pendukungnya
dengan tujuan yang sama, dan bermuara pada kesadaran tentang betapa pentingnya budaya-budaya lokal seperti silat tradisional powele terhadap dirinya dan generasi muda maupun masyarakat pada khususnya. Seiring dengan perkembangan zaman silat tradisional powele mulai digeser oleh budaya baru dari luar. Faktor-fakor yang menyebabkan pergeseran silat tradisional ini adalah munculnya budaya baru, gaya hidup (Life Style) dan budaya masyarakat serta perubahan kebudayaan dari lokal menuju global. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Silat tradisional powele di Kabupaten Muna Satu aspek budaya masyarakat Muna dan sangat sudah mulai berkurang dikalangan masyarakat baik masyarakat modern maupun masyarakat tradisional. Silat tradisional powele merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari budaya lokal Kabupaten Muna. Silat tradisional powele berperan membentuk apresiasi budaya lokal masyarakat, silat tradisional ini dipentaskan sebelum dan sesudah acara seperti perkawinan, khitanan, pingitan. 2. Nilai-nilai silat tradisioan powele Nilai silat tradisional powele Kabupaten Muna yang terkandung di dalamnya merupakan jati diri yang dibanggakan oleh generasinya dan merupakan salah satu kebanggaan yang nyata pada periode sekarang ini. Nilai-nilai yang terkandung di dalam silat tradisional powele pada aktivitas masyarakat Muna dapat dikelompokan menjadi beberapa aspek diantaranya adalah sebagai berikut: Nilai kehidupan beroganisasi, nilai kepemimpinan, nilai intelektual dan kecerdasan, nilai sosial. 3. faktor pergeseran silat tradisional powele Ada beberapa faktor yang mengakibatkan pergeseran silat tradisional powele diantaranya adalah munculnya budaya baru, gaya hidup (Life Style) serta budaya masyarakat dan perubahan kebudayaan masyarakat dari lokal menuju
global. Munculnya budaya baru seperti karate, taekwondo, kempo dan lainnya dapat mempengaruhi masyarakat meninabobokan generasi kabupaten muna untuk mengembangkan budaya lokalnya seperti silat tradisional powele, dengan didukung gaya hidup (Life Style) serta budaya masyarakat tren ngkomu-ngkomu dan tren kamalasi dibarengin dengan perubahan kebudayaan dari lokal menuju global yang telah merasuki generasi Muda sebagai produk intelektual, karena globalisasi membuka pentas seni bagi neokolonialisme dan imperialisme untuk menggauli masyarakat Muna meraibkan budaya lokalnya. Sehingga oleh karenanya potret kehidupan zaman dahulu dengan sekarang ini mengalami pergeseran nilai ideologis, dengan tidak disadari daerah kita telah hidup mendua. Di satu sisi ingin menjadi dirinya sendiri, namun pada sisi lain ada dorongan agar kita mengikuti kehendak atau jalan yang telah ditentukan oleh rezim neoliberal. Karena itu, dibutuhkan keberanian untuk menentukan siapa diri kita, dan ke mana daerah ini akan diarahkan. Saran Berdasarkan yang diperoleh, maka ditemukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Mengharapkan kepada pemerintah daerah untuk membukukan budaya lokal, karena hal ini sebagai langkah kongkrit pendokumentasian silat tradisional powele Kabupaten Muna, Kecamatan Bone. 2. Penelitian silat tradisional powele terus dilakukan, karena akan dikhawatirkan akan mengalami kepunahan. 3. Hasil penelitian ini harus dipublikasikan kepada masyarakat, lebih khususnya kepada generasi muda selaku penyelamat silat tradisional powele sehingga meraka paham apa fungsi budaya lokal seperti silat tradisional powele. DAFTAR RUJUKAN Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aderlaepe, dkk. 2006. Analisis Gerak Powele: Tradisi Powele Daerah Muna. Kendari: Kantor Bahasa Propinsi Sulawesi Tenggara Departemen Pendidikan Nasional. Astra, I Gede Semadi. 2004. “Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Upaya Memperkokoh Jati Diri Bangsa” (I Wayan Ardika dan Darma Putra) (ed). Politik Kebudayaan dan Identitas Etnik. Bali: Fakultas Sastra Universitas Udayana: Tidak diterbitkan Couveur, J. 2001. Sejarah dan kebudayaan kerajaan Muna. Artha wacana pres. Ibranur, Aspiar. 2012. Aku Malu Jadi Orang Muna. Jogjakarta: Indie Book Corner. Daliman, A. 2012. Metode penelitian sejarah. Yogyakarta: Ombak Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pengantar sejarah indonesia baru: sejarah pergerakan nasional. Jakarta: PT gramedia, pustaka utama. Kimi Batoa, La dkk. 1991. Sejarah kerajaan Muna. Raha: Astri. Koentjaraningrat. 1999. Manusia dan kebudayaan di indonesia. Jakarta: jambatan Martono, nanang. 2012. Sosiologi perubahan sosial. Jakarta: PT rajagrafindo persada Muharto. 2012. Wuna Barakati. Jogjakarta: Indie Book Cornel Oba, La. 2005. Muna Dalam lintasan Sejarah Prasejarah Era Revormasi. Jakarta: Sinyo M.P. .................. 2008. upacara adat karya (pingitan) sebagai tutura masyarakat Muna. Pemda Muna. Rahmat, La. 2005. Silat tradisional powele (Silat) sebagai warisan lokal masyarakat Muna. Raha: Pemda Muna. Rene Van den Berg dan Sidu, La ode. 1996. Kamus Muna-Indonesia. Edisi I Sabora, La. 1982. Beberapa aspek paham masyarakat Muna berkenaan dengan kepercayaan kepada tuhan yang maha esa. Raha: Merpati. Silahi, Ulber. 2012. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Warsito,R. 2012. Antropologi budaya. Yogyakarta: Ombak.