k
.
lrJ(1!t1
PENGENDALIANPOPULASI ANJING UNTUK MENEKAN KASUSRABIES DI INDONESIA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pidato Pengukuhan J abatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada
Oleh: Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D.
PENGENDALIAN POPULASI ANJING UNTUK MENEKAN KASUS RABIES DI INDONESIA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada
Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal 29 September 2014 di Yogyakarta
Oleh: Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D.
B ism illah irrahman
irrah im
Yang terhormat Ketua, Sekretaris. dan Anggota Majelis Wali Amanat Ketua. Sekretaris. dan Anggota Majelis Guru Besar Ketua, Sekretaris, dan Anggota Senat Akodemik Rektor. dan Wokil Rektor Universitas Gadjah Mada Para Dosen dan Peneliti serta Civitas Akademika Universitas Gadjah Moda Para Tamu Undangan, Hadirin sekalian. dan Keluarga yang tercinta Assalamu 'alaikllm warahmatlillahi waborokatllh Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semlla Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SlIbhanahu wata 'ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga pada pagi ini, kita semua dapat bersama-sama hadir di Balai Senat Universitas Gadjah Mada untuk mengikuti Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada. Ucapan terima kasih yang sebesar-besamya saya sampaikan kepada Majelis Guru Besar yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan saya sebagai Guru Besar pada bidang Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada. Jzinkanlah pada kesempatan ini saya menyampaikan Pidato Pengukuhan Guru Besar denganjudul: PENGENDALIAN POPULASI ANJING UNTUK MENEKAN KASUS RABIES DI INDONESIA Hadirin yang saya hormati, ludul ini saya pilih dengan pertimbangan sebagai berikut: (I) kejadian rabies yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir; (2) belum adanya pengendalian kontrol populasi anjing yang tepat; (3) mengenalkan metode kontrasepsi honnonal yang mudah
2 ciaplikasikan dan bersifat reversihle; dan (4) dalam rangka memperingati Hari Rabies Sedunia yang jatuh pada tanggal 28 September. Dalam naskah pidato ini akan disampaikan secara garis besar tentang kejadian rabies di Indonesia, pengertian tentang kontrasepsi, penjelasan tentang Gonadotrophin Releasing Hormone (GnRH) dan agoilis GnRH, metode kontrasepsi honnonal dengan slmv release implant agonis GnRH dan cara aplikasinya untuk mengontrol populasi anjmg, dan harapan untuk mencapai Indonesia bebas rabies pada tahup 7020.
Hadirin yang soya muliakan,
Pendahuluan Rabies adalah penyakit dari virus yang fatal yang disebabkan oleh Lyssavirus, dari keluarga Rhabdoviridae. Dalam bahasa Yunani, ~vssa mengacu pada 'kemarahan' sementara rhabdos berarti 'batang'. Virus rabies adalah virus yang sangat neurotropik pada mamalia yang terinfcksi tennasuk hewan dan manusia. Rabies ditularkan kepada hewan lain dan manusia melalui kontak langsung dengan air liur dari hewan yang terinfeksi, misalnya gigitan, luka dan jilatan pada kulit yang luka dan selaput lendir. Setelah gejala penyakit berkembang, rabies bersifat fatal bagi hewan dan manusia (Aideros, 20 II). Kematian pada host yang terinfeksi disebabkan oleh Encephalomyelitis FenyakIt rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan, paling sering oleh anjin? (WHO, 2008). Penelitian telah menunjukkan bahwa 99% akibat kematian rabies pada manusia disebabkan oleh gigitan anjing (Hutabarat et al., 2003). Rabies dapat dicegah melalui vaksinasi, tetapi sekali terinfeksi akan muncul gejala penyakit dan terjadi kematian (WHO, 2008). .Jumlah orang yang berpotensi terinfeksi rabies di wilayah Asia Tenggara (SEA) lebih dari 1,4 miliar. Setiap tahun, 23.000-25.000 orang meninggal di wilayah Asia Tenggara akibat rabies. Angka tersebut mendekati 45% dari kematian manusia akibat rabies di seluruh
dunia. Jumlah yang tepat dari kematian
manusia tidak
3 diketahui karena tidak semua kasus rabies dilaporkan. Di Indonesia, diperkirakan kasus rabies pada manusia adalah 100 orang per tahun sementara angka kematian akibat rabies pada manusia di Indonesia diperkirakan 0,045 kematian per 100.000 (WHO, 2008). Rabies di beberapa negara telah berhasil diberantas, tetapi di negara lain tetap menjadi penyakit yang terabaikan (WIIO, 2008). Beberapa negara tidak memiliki program nasional dalam pengendalian rabies. Selain itu, meningkatnya populasi anjing yang tidak terkontrol merupakan tantangan besar dalam pengendalian kasus rabies (WHO, 2008). Salah satu cara yang paling penting dan efektif untuk pencegahan rabies pada inanusia dan hewan adalah pemantauan dan pengendalian populasi anjing (Aideros, 20 II). Bcberapa wilayah di Indonesia sudah dinyatakan bebas rabies yaitu sembi Ian provinsi antara lain Kepulauan Riau, BangkaBelitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Papua Barat, sementara provinsi lainnya masih endemis. Provinsi Bali yang dulu merupakan salah satu dacrah bebas rabies kembali dinyatakan sebagai salah satu daerah yang berbahaya menyusul ditemukannya kembali kasus di daerah tersebut. Kasus rabies yang masih terjadi di Indonesia berkaitan erat dengan jumlah populasi anjing yang tidak terkontrol, terlebih lagi dengan banyaknya anjing berkeliaran bebas yang pola reproduksi maupun kesehatannya tidak terukur dengan baik sehingga perlu adanya suatu upaya untuk mengendalikan populasi anjing agar jumlah populasi anjing terukur dan risiko zoonosis dapat diminimalisasi. Cara-cara yang kerap dijumpai untuk mengurangi populasi anjing, yaitu dengan pemusnahan (cull), dibunuh dengan injeksi barhiturate atau injeksi bahan kimia lainnya, dengan cara ditembak, dan dengan cara diracun lewat umpan. Kedua cara terakhir dianggap kurang manusiawi karena tidak mcmperhatikan isu kesejahteraan hewan (Villa et al., 2010). Kontrasepsi merupakan alternatif pilihan dalam mengontrol populasi. Saat ini, satu-satunya metode kontrasepsi yang sudah diakui adalah kastrasi (pengambilan testikel). Metode ini aman dan efektif untuk sterilisasi pennanen pada hewan jantan. Kelemahan dari metode ini adalah memerlukan anestesi, t~\silitas operasi, dan dokter hewan ahli bedah, serta hewan memerlukan perawatan pasca
4 operasi. Persyaratan-persyaratan tersebut menghambat program kontrol populasi anjing dalam jumlah besar (Pineda 1986) sehingga metode sterilisasi tanpa operasi yang efektif, murah dan mudah diaplikasikan sangat diperlukan (Pineda dan Helper, 1981). Hadirin yang saya muliakan,
Pengendalian Populasi Anjing Anjing-anjing liar menjadi ancaman serius terhadap berbagai aspek kehidupan manusia seperti kesehatan, sosial-ekonomi dan politik. Selain itu, undang-undang kesejahteraan hewan berdampak melindungi pertumbuhan populasi anjing liar tersebut, sehingga pertumbuhannya semakin tidak terkontrol. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OlE) mengakui bahwa kesehatan manusia sebagai prioritas utama tennasuk pencegahan penyakit zoonosis, terutama rabies. OlE telah menetapkan pedoman tentang bagaimana mengendalikan populasi anjing yang bebas berkeliaran dalam Terrestrial Animal Health Code Pasal 7.7. Prinsip yang ditekankan dalam pedoman ini adalah bukan hanya perlunya penerapan kaidah-kaidah kesejahteraan hewan dalam pengendalian populasi anjing, tetapi juga pentingnya upaya promosi tentang pemilik anjing yang bertanggung jawab (responsible dog mvnership) dan perubahan perilaku masyarakat (community behaviour) mengingat ekologi anjing berkaitan erat dengan kegiatan manusia. Valam pedoman tersebut, juga ditekankan pentingnya pemerintah dan pemerintah daerah setempat mcmainkan peran utama dalam mencegah dan mengendalikan rabies (OlE, 2(10). Definisi anjing liar menurut OlE adalah "setiap anjing yang tidak bcrada di bawah kontrol langsung atau bebas berkeliaran". Ada tiga jenis anjing liar, yaitu: a) anjing yang bebas berkeliaran yang punya pcmilik, tetapi tidak berada di bawah kontrol langsung; b) anjing yang bebas bcrkeliaran tanpa pemilik; dan c) anjing domcstik yang bcbas berkeliaran, yang hidupnya tidak tergantung pad a manusia dan bereproduksi dengan bebas (Aidcros, 20 II ). I
5 Mengingat pertumbuhan populasi anjing yang tidak terkontrol dan perannya dalam transmisi rabies, perlu dilakukan tindakan pengendalian populasi dengan tepat. Tindakan pengendalian dapat diterapkan berdasarkan konteks nasional, sumber daya, fasilitas. dan keadaan setempat. Sayangnya, karena kurangnya pengetahuan dan sumber serta rasa takut terhadap rabies sebagian masyarakat menggunakan metode kejam dan tidak efektif dalam mengendalikan populasi anjing seperti meracun, menyetrnm, dan menenggelamkan. Sampai saat ini, di beberapa negara, memberikan racun strychnine adalah satu-satunya cara yang tersedia dari pengendalian populasi anjing untuk pemerintah'setempat. Metode ini menyebabkan anjing mati perlahan-Iahan, kejang-kejang dan beberapa jam kemudian mati. Euthanasia anjing, ketika digunakan sendiri bukan mernpakan tindakan kontrol yang efektif. Jika digunakan euthanasia harns dilakukan secara manusiawi dan dalam kombinasi dengan langkahlangkah lain untuk tujuan mencapai kontrol jangka panjang yang efektif (Aideros, 2011). Pengendalian populasi anjing dalam kaitannya dengan pengendalian rabies terhambat oleh persoalan-persoalan budaya dan keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu, setiap upaya pengendalian harns dilakukan dengan memperhatikan praktik lokal dan kepercayaan masyarakat setempat. Misalnya, dalam upaya pengendalian populasi anjing dan rabies di Pulau Flores harns disadari bahwa pendidikan masyarakat dan penyediaan infonl1asi menjadi sama pentingnya dengan penerapan perundangan (Wendeler et aI., 1988). Hadirin yang ferhorl1lat.
Pengertian
Kontrasepsi
Mcnurut American Heritage Dictionary (2009), kontrasepsi didefinisikan sebagai "pencegahan konsepsi atau pembuahan melalui pcnggunaan bcrbagai perangkat, agen, obat-obatan, praktik seksual, dan prosedur bcdah". Ada dua pendekatan utama untuk kontrasepsi dan ini tenl1asuk pendekatan opcrasi dan nonoperasi. Karakteristik yang diinginkan untuk kontrasepsi temlasuk hilangnya fertilitas secara
6 pem1anen, kehilangan perilaku seksual, efektif pad a hewan jantan maupun betina, aman dan tidak memiliki efek samping, dan mudah diaplikasikan (Tasker, 2009). Kontrasepsi dengan prosedllr operasi. Kontrasepsi dengan pcmbedahan melibatkan operasi pengangkatan ovarium atau testis untuk menghilangkan fungsi reproduksi yang bersifat irreversible. Pada hewan betina, ovariohisterektomi dilakukan untuk pembedahan mengambil ovarium dan uterus. Ovariektomi di sisi lain mengacu pada operasi pengangkatan ovarium. Bila dibandingkan dengan ovariektomi, ovariohisterektomi secara teknis lebih rumit dan memakan waktu. Ovariahisterektomi membutuhkan sayatan yang lebih panjang dan ada risiko peningkatan trauma interoperative. Namun, pengangkatan uterus memiliki manfaat jangka panjang seperti pcncegahan pyometra dan endometritis. Pada hewan jantan, orchiektomi (kastrasi) mengacu pada operasi pengangkatan testis dan kordas permatika. Vasektomi mengacu pada eksisisegmenvas deferens untuk menghasilkan sterilitas. Kastrasi pad a hewan jantan dilakukan di bawah anestesi umum. Sayatan dibuat diskrotum dan kedua testis diambil dari kantung skrotum. Kastrasi adalah prosedur yang relatif cepat dengan risiko infeksi kecil. Vasektomi merupakan prosedur altcmatif untuk kontrasepsi. Namun hal ini tidak banyak dilakukan karena tampaknya memiliki sedikit atau tidak berpengaruh sarna sekali pad a perilaku agresif. Prosedur kontrasepsi operasi memiliki pro dan kontra baik pad a anjing jantan maupun betina. Pada anjing betina, kastrasi dapat meminimalkan kejadian mammary neoplasia yaitu jenis tumor yang paling umum. Ovariohisterektomi juga akan mencegah terjadinya penyakit reproduksi seperti tumor ovarium, kista dan pyometra karena penyakit tersebut dimediasi oleh hormon ovarium. Kastrasi pada hewan jantan mencegah terjadinya gangguan seperti neoplasia, orchitis, epididymitis dan torsi dari korda spennatika. Keuntungan lain dari kastrasi adalah perbaikan perilaku (Motdave dan Rhodes, 2013). Kontrasepsi dengan prosedllr nonoperasi. Langkah-langkah kontrasepsinon-operasi termasuk tindakan farmakologis temporer atau permanen seperti kastrasikimia pad a hewan jantan, pencegahan estrus pada hewan betina, penekanan estrus, dan pencegahan kebuntingan
7 (Wiebe dan Howard, 2009). Metodc utama untuk kontrascpsi nonoperasi adalah imuno kontrasepsi, menghambat produksi 11011110n endogen (down-regulation), injeksi intratestikuler, intraepididimal dan vasdeferens; penargetan kimia, konjugat cytotoxin dan metode mekanis. lmunokontrasepsia dalah cara untuk mengontrol reproduksi dengan memanfaatkan sistem kekebalan tubuh untuk menghambat fertilitas. Prinsipnya dengan cara menyuntikkan protein rcproduksi eksogen (antigen) akan memicu hewan untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini kemudian bertindak melawan (endogen) h0I1110n reproduksi dan protein mereka sendiri dengan menetralkan aktivitasnya sehingga proses reproduksi terhambat. H0I111onaldownregulation melibatkan penggunaan sintetis (eksogen) hormon steroid untuk menekan fertilitas dengan cara menghambat produksi hOl111on endogen (down-regulation). Kastrasi kimia adalah injeksi pada intratestikuler, intraepididymal dan intra-vas deferens. Metode ini menyebabkan sterilitas permanen pada hewan jantan muda dengan menginduksia zoo spen11ia. Penargetan kimia adalah metode menggunakan bahan kimia (industrial toxicant) yang secara khusus targetnya pada ovarium. Konjugat cytotoxin adalah racun tanaman yang memiliki efek merusak pada sel-sel kelenjar hipofisis. Akibatnya, pelepasan Luteinizing HOl111one (LH) dan Folliclestimulating hormone (FSH) terhambat. Metode mekanis kontrasepsi tel111asukhambatan mekanis dan intrauterine device. Namun, ini tidak praktis digunakan dan memiliki tingkat kegagalan yang tinggi. Teknik sterilisasi mekanik dengan menggunakan ultrasound efektif menyebabkan sterilitas pada hewanjantan tetapi harus digunakan pada tingkat yang rendah dan teknik ini memerlukan prosedur yang berulang (Tasker, 2009). HOl111onal down-regulation adalah metode kontrasepsi yang digunakan secara luas pada manusia maupun pada hewan. Fertilitas ditekan dengan menggunakan hOl111on steroidsintetik (eksogen) dengan menghambat produksi hOl111onendogen. Metode hOl111onal down-regulation meliputi penggunaan progestin sintetis dan agonis GnRH. HOl111onsteroid sintetik digunakan untuk mengontrol kondisi yang disebabkan oleh hOl111onseks steroid dan untuk mengatur masalah perilaku yang mungkin berada di bawah pengaruh testosteron
8 atau estrogen. Agonis GnRH telah dikembangkan untuk penggunaan kontrasepsi pad a anjing jantan maupun betina dan umumnya bersifat reversible. Pemberian hormon steroid eksogen berfungsi sebagai metode untuk menekan fertilitas. Umumnya, hormon seks steroid bekerja melalui beberapa mekanisme yang mencakup penekanan GnRH melalui umpan balik negatif pada tingkat otak dan hipofisis atau oleh efek langsung pad a uterus dan transpor sperma. Melalui umpan balik negatif, hormon steroid mengurangi tingkat GnRH, mengganggu fertilitas dan memiliki efek lokal pada saluran reproduksi yang secara langsung memengaruhi fertilitas (Moldave dan Rhodes, 2013). Hormon steroid sintetis hanya cocok untuk digunakan jangka pendek dan dapat diberikan secara oral maupun dengan injeksi dengan interval harian atau mingguan. Dengan mempertimbangkan faktorfaktor tersebut, penggunaan hormon steroid sebagai metode kontrasepsi untuk mengendalikan populasi anjing liar kurang tepat. Pemberian yang terus-menerus dengan dosis tertentu selama periode tertentu diperlukan untuk mencapai infertilitas. Metode tersebut tidak praktis dan berhubungan dengan efek negatif pada hewan tersebut bila digunakan dalam jangka panjang. Apabila waktu pemberian tidak teratur maka fungsi reproduksi akan pulih kembali dengan cepat. Hadirin yang saya muliakan, Pengertian GnRH Gonadotrophin Releasing Hormone ~GnRH), adalah sepuluh peptida yang disintesa pada hipotalamus dan disekresikan secara langsung ke sirkulasi darah hipofisis. GnRH secara selektif menstimulasi sel-sel gonadotrope untuk melepaskan heterodimerik gonadotropin, Luteinizing Hormone (LH), dan Follicle-Stimulating Hormone (FSH) yang kesemuanya merupakan glikoprotein yang
memiliki kesamaan subunit a dan perbedaan subunit
B.
LH dan FSH
memtliki peran untuk menstimulasi gonad untuk fungsi alat kelamin dan gametogenesis (Conn dan Crowley, 1994). GnRH merupakan golongan neuropeptida yang ditemukan dan diisolasi sebagai faktor utama dari hipotalamus yang mengontrol sekresi dari kelenjar hipofisis anterior (Schneider et al., 2006).
9 Agonis GnRH Agonis GnRH merupakan modifikasi dari GnRH alami dengan substitusi pad a rantai asam amino ke-6 dan/atau 10. Dengan adanya substitusi pada kedua rantai asam amino tersebut maka terjadi peningkatan afinitas dengan reseptor GnRH pada kelenjar hipofisis anterior. Agonis GnRH mampu bertahan lama karena dengan adanya peningkatan afinitas reseptor menimbulkan efek pencegahan degradasi oleh enzim peptidase atau enzim karboksiamid peptidase. Mekanisme kerja agonis GnRH ini tidak langsung mengeblok pelepasan FSH dan LH. Pada awal pemberi~n hormon ini, akan terjadi stimulasi awal (flare up effect) sehingga masih terjadi peningkatan sekresi FSH dan LH. Karena honnon ini dapat bertahan lama, dalam jangka waktu tertentu dari pemberian awal hormon tersebut, GnRH alami tidak mampu berikatan dengan reseptor GnRH di pituitari anterior sehingga akan terjadi penurunan sekresi FSH dan LH. Pemberian jangka panjang pad a agonis GnRH ini mampu menimbulkan penurunan sensitivitas reseptor GnRH di kelenjar pituitari anterior. Dengan demikian, sekresi honnon FSH dan LH pada kelenjar pituitari juga menurun, akibatnya hormon steroid yang berada dalam tubuh semakin sedikit. Agonis GnRH telah dikembangkan untuk digunakan pada pengobatan manusia dan tersedia sebagai obat generik peptida seperti leuprolide, nafarelin, triptorelin, deslorelin dan histerelin. Peptida ini harus diberikan melalui suntikan atau implantasi subkutan, karena jika diberikan secara oral, tidak tercerna dan tidak aktif secara biologis. Bentuk slow release implant telah dikembangkan untuk manusia yang dapat digunakan selama 3-12 bulan untuk menekan testosteron dalam pengobatan kanker prostat dan untuk menekan estrogen dalam pengobatan endometriosis. Peptida tersebut mempunyai kegunaan lain seperti pengobatan precocious puherty dan juga telah dikembangkan dalam bentuk inhalansia. Kelemahan dari penggunaan agonis GnRH untuk menekan aktivitas reproduksi pada pria dan wanita biasanya menyebabkan kenaikan awal FSH dan LH. Pada wanita, peningkatan honnon ini mungkin akan menginduksi estrus. Pada pria, peningkatan LH menyebabkan peningkatan testosteron yang mungkin tidak
10 terekspresikan secara klinis. Pada saat agonis GnRH digunakan untuk mengobati kanker prostat pada manusia, stimulasi testosteron justru akan memperburuk keadaan seperti nyeri pada tulang yang disebabkan metastasis tumor dan stimulasi pertumbuhan sel-sel tumor. Agonis GnRH tidak efektif pad a saat supresi fertilitas dibutuhkan dengan segera. Ketika penggunaan agonis dihentikan, baik dengan pengangkatan implan, mengurangi zat aktif obat, maupun dengan menghentikan pemberian injeksi harian, rentangan waktu untuk kCl11balike siklus fertilitas seperti semula tidak bisa diperkirakan. Walaupun durasi minimum atas efektivitas terapi dapat ditentukan, tetapi sulit untuk memperkirakan hilangnya efek yang dijalani selama terapi pada setiap individu percobaan. Penelitian menggunakan Norethisterone Enanthate (NETE) tclah dilakukan untuk kontrasepsi pada pria. Hipotesis kita bahwa progestin dapat menimbulkan efek kontrasepsi tidak hanya dengan l11enckangonadotropin tetapi juga efck langsung pada testis. Hasil dari pcnelitian dengan menggunakan hewan model Macaca fascicularis jantan l11enunjukkan bahwa pemberian jangka pendek NETE tidak l11el11punyaiefek langsung pada testis atau epididil11is dan tampaknya cfek kontrascpsi hanya dengan cara menekan gonadotropin (Junaidi et al.. 2005). Hadirin yang saya hormati, Agonis GnRH sebagai Agen Kontrasepsi Kontrasepsi pada hewan jantan agar dapat ditcrima olch sel11ua pihak harus l11el11enuhibeberapa persyaratan, yaitu dapat menghambat fCl1ilitas dengan menurunkan gamet yang fCl1il, I11cnekan kontrol cndokrin terhadap libido, menekan produksi sex steroid, dan tidak ada efek samping selama penggunaan maupun setelah penghentian. Untui+ hewan domestik seperti anjing, diperlukan agen antifertilitas yang aman dan kurang invasif dari gonadektol11i dan bersifat reversible khususnya untuk anjing yang akan digunakan untuk hi'eeding selanjutnya. Saat ini pilihan jenis kontrasepsi yang l11emenuhisemua kriteria tersebut sangatlah terbatas.
11
Agonis GnRH telah lama diteliti karena dcngan pemberian jangka panjang dapat menurunkan sekresi LH dan FSll dengan down regulate GnRH reseptor pada pituitari. Agonis GnRH telah diuji pada hewan jantan dari berbagai spesies tennasuk anjing laut, babi, kuda, domba, dan anjing (Inaba et aI., 1996;Trigg et aI., 2001). Variasi hasil telah dilaporkan mulai dari gangguan ringan sampai berat pada proses spennatogenesis dan penurunan ringan sampai berat dari volume testis. Kelemahan dari penelitian ini adalah masih diperlukan injeksi agonis GnRH setiap hari dalam jangka panjang. Studi pada anjing menggunakan agonis GnRH dilakukan pada tahun 1984 (Vickery et aI., 1984) dan penggunaannya masih dilanjutkan sampai sekarang. Penggunaan beberapa senyawa dengan berbagai jenis fonnulasi telah menunjukkan hasil yang efektif pada anjing (Gobello, 2007). Sementara itu, sistem pengiriman senyawa pada hewan merupakan faktor penghambat utama atas pengembangan fonnulasi agonis GnRH komersial, senyawa biokompatibel yang secara biaya efektif dan nyaman untuk digunakan telah dikembangkan, senyawa tersebut juga memberikan efek long-term release pada level agonis GnRH yang sama (Herbert dan Trigg, 2005). Oalam beberapa dekade terakhir ini, dua agonis GnRH telah disetujui sebagai kontrasepsi anjing secara meluas di Amerika Serikat. Hadirin yang saya cintai,
Superagonis GnRU Deslorelin untuk Kontrasepsi Oeslorelin merupakan analog sintesis dari GnRH yang dipercaya 10 kali lebih kuat dari senyawa yang terjadi secara alami (Padula, 2005). Oeslorelin berbeda dari GnRH alami pada urutan asam amino glisin oleh O-triptofan pada posisi 6 daripada glisin dan berakhir pada posisi 9 dengan proethylamide dari glicynamide (Goodman et aI., 2008; Wagner et aI., 2005). Oeslorelin bertindak serupa seperti GnRH dengan menstimulasi sekresi pituitari dari gonadotropin Luteinizing Hormone dan FSH, menyebabkan estrus dan ovulasi, sebagaimana stimulasi produksi reseptor GnRH pada membran sel (Larson et aI., 2012). Namun, sekresi berkelanjutan dari GnRH atau pemberian
12 kronis dari analog tersebut menstimulasi rescptor GnRH, menyebabkan down-regulation dan penurunan pelepasan hormon gonadotropin serta berkurangnya produksi dan sirkulasi dari estrogen, progesteron, dan testosteron (Larson et aI., 2012). Bentuk implan subcutan dengan ukuran 0,23 x 15,2 mm yang berisi berbagai dosis 3 mg, 6 mg, dan 12 mg Oeslorelin (0- Tryp6Pro9-des-GlyI0-LHRH ethylamide) telah diteliti kcampuhannya terhadap efek kontrasepsi pada anjing jantan (Junaidi et aI., 1997, 1998,2003,2007, 2009a, 2009b, dan 2013). Penelitian dengan implan subcutan 6 mg Oeslorelin pada anjing jantan menunjukkan adanya kenaikan LH dan testosteron (T) dengan cepat dalam 40 menit pertama, kemudian menurun secara gradual sampai tidak terdeteksi pada hari ke-20 dan berlangsung sampai 49 minggu. Kedua honnon tersebut tidak terdeteksi selama 49 minggu dan baru pada minggu ke52 kadar LH dan T kembali ke nonna!. Adanya jeda waktu 20 men it antara puncak LH dengan T masih dalam kisaran antara 15-105 menit seperti dilaporkan oleh peneliti sebelumnya (Guenzel-Apel et aI., 1994). Penghentian sekresi gonadotropin tersebut disebabkan oleh adanya down regulation pada reseptor GnRH (Junaidi et aI., 1997). Rendahnya LH mengakibatkan tidak ada stimulasi ke sel-sel Leydig dan sebagai akibatnya tidak terdeteksinya T dalam darah (Junaidi et aI., 1998), dan ini kemungkinannya akibat hilangnya reseptor LH di dalam testis (Junaidi, 2003). Turunnya plasma konsentrasi T menjelaskan penurunan secara progresif pada volume ejakulat dan penurunan motilitas dan maturitas spennatozoa. Pada anjing, T mengontrol sekresi prostat dan diperlukan untuk menjaga spennatogenesis (Gilbert dan Bosu, 1987). Pengaruh selanjutnya adalah pengecilan volume testis dan prostat yang terjadi pada minggu ke-5 setelah implantasi, sedangkan penurunan yang tajam terjadi antara minggu ke-l 0-45. Produksi ejakulat dan spennatozoa kembali pulih setelah minggu ke-60 setelah pengaruh implan habis. Munculnya nonnal spenna dalam ejakulat kurang lebih dalam 8 minggu setelah nonnalnya konsentrasi T adalah konsisten dengan lama siklus spennatogenik, yaitu 56 hari. Hal ini menunjukkan bahwa Oeslorelin bersifat reversible terbukti dengan kembalinya proses spennatogenik
13 secara normal setelah pengaruh implan habis (Junaidi et aI., 2007; Trig et aI., 2006). Untuk menguji hubungan dosis terhadap respons fungsi pituitari dan testikuler dilakukan penelitian dengan menggunakan dosis.yang berbeda, yaitu 3 mg, 6 mg, dan 12 mg superagonis GnRH, hasilnya menunjukkan bahwa hubungan dosis dengan respons tidak ditunjukkan pada derajat berat ringannya efek kontrasepsi, tetapi terhadap lamanya pengaruh kontrasepsi (Junaidi et aI., 2009a). Pengaruh paling konsisten adalah dengan dosis 6 mg yang dapat memberikan efek sterilitasnya selama I tahun dan reimplantasi akan memberikan efek yang sama, yaitu menekan fertilitas selama I tahun dan bersifat reversible (Junaidi et aI., 2009b; Junaidi et aI., 2010). Hasil pcmeriksaan histologi dan elektron mikroskopik pada testis dan prostat pada anjing yang diimplan dengan Deslorelin selama 100 hari menunjukkan tubulus seminiferus mengalami atropi dan aspennatogenik. Pada jaringan prostat menjadi atropi pada glandula epithelium dan peningkatan proporsi jaringan ikat (tissue). Pada tingkat elektron mikroskopik sel-sel sertoli dan nukleus mengecil. Nukleoli dari sel-sel Leydig atropi dan epithelium glandula prostat menunjukkan penurunan pada epithelium tinggi (ephitelial height), atropi nukleolus, dan tidak adanya sekresi granula. Sebaliknya, pada saat recovery, tampak spennatogenesis yang kembali nonnal (Junaidi et aI., 2009a). Setelah hilangnya pengaruh implan, fungsi reproduksi kembali nonnal dan gambaran histologi serta endokrin kembali ke nilai yang sama dengan kontrol (Junaidi et aI., 2003; Junaidi et aI., 2009a). Slow release implant ini juga telah diujicobakan terhadap beberapa anjing kampung di Yogyakarta dan memberikan efek yang sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Junaidi et aI., 2007; Junaidi et aI., 2009), yaitu menekan fertilitas selama satu tahun dan bersifat reversible (Junaidi et aI., 20 I0). Untuk menguji apakah injeksi eksogen GnRH dan LH dapat menstimulasi sekresi LH dan T pada anjing yang secara kronis diimplan dengan agonis GnRH, dilakukan uji tantangan pada hari ke-15, 25, 40, dan 100 setelah implantasi. Hasilnya menunjukkan bahwa respons LH dan T keduanya secara signifikan menurun pada hari ke-15 dibandingkan dengan kontrol dan tidak ada respons pada
14 hari ke-IOO. Hal ini menunjukkan bahwa implan Oeslorelin menyebabkan kehilangan daya respons pituitari terhadap GnRH eksogen dan ini kemungkinan disebabkan oleh down-regulation dari GnRH reseptor pada gonadotroph. Ada bukti paralel desensitisasi selsel Leydig, bukti paling awal pada hari ke-15 setelah implantasi dengan Oeslorelin, T respons terhadap LH sangat menurun pada hari ke-26, pada hari ke-40 tidak menimbulkan kenaikan dari T, hal ini disebabkan oleh hilangnya LH reseptor. Jadi, untuk anjing jantan, hambatan fungsi gonad dengan Deslorelin akan desensitisasi sel-sel Leydig terhadap LH dengan konsekuensi tidak terdeteksinya androgen selama treatment. Untuk hewan kesayangan, konsekuensi ini kemungkinan sangat diharapkan, khususnya untuk menurunkan tingkah laku seksual dan menurunkan agresivitas dan territorial (Junaidi et aI., 2007). Agonis GnRH Deslorelin juga terbukti efektif sebagai agen kontrasepsi pada anjing betina (Kutzler dan Wood 2006; Gobello, 2007). Sebagai contoh, pemberian implan subkutan slow-release (3, 6, atau 12 mg) pada anjing betina meningkatkan rerata durasi interval interestrus pada semua dosis yang diberikan. Implan juga menekan estrus sampai 27 bulan mas a siklus estrus pada saat implantasi. Ketika serum progesteron (P4) lebih besar dari 5 ng/ml, efek stimulasi awal menyebabkan siklus estrus 4-8 hari setelah implantasi. Enam dari 9 anjing betina yang kawin setelah masa pemulihan terapi langsung bunting (Trigg et aI., 2006). Hasil penelitian kontrasepsi pada anjing betina yang dilaporkan oleh Fontaine et al. (20 I0) di simposium internasional kontrasepsi nonbedah untuk pengendalian populasi hewan peliharaan mencakup dokumentasi pengaruh tahapan siklus estrus atas penggunaan imp Ian Deslorelin 4,7 mg. Peneliti mencatat adanya down-regulation pada 31 dari 41 hewan yang diimplan saat estrus dan disimpulkan bahwa implan Deslorelin merupakan cara yang aman dan cepat untuk mel1sterilisasi anjing betina. Diestrus tampaknya menggambarkan peri ode terbaik untuk menghindari munculnya estrus. Disarankan untuk memantau perkembangan anjing betina yang diimplan selama 30 hari sesudah pemasangan untuk melihat kembali down-regulation. Herbert dan Trigg (2005) melaporkan bahwa waktu recovery yang
15 ditunjukkan dengan kembalinya estrus sangat bervariasi. Perbedaan waktu recovery ini kemungkinan karena perbedaan ras atau karena variasi dosis yang digunakan. Penelitian mengenai penggunaan implan Oeslorelin sebagai agen kontrasepsi dan indikasi lainnya pada anjing jantan maupun anjing betina masih terus berlangsung hingga saat ini. Penelitian dengan imp Ian agonis GnRH Oeslorelin 4,7 dan 9,4 mg pada usia prepubertal atau pada umur 4 bulan, ditemukan bahwa imp Ian 4,7 mg hanya efektif kurang dari dua tahun, sedangkan dengan implan 9,4 mg efektif dalam kurun waktu 2,5 tahun pada anjing Beagles dan 3,2 tahun pada anjing ras cani.puran. Peneliti lain membandingkan efek spesifik antara kastrasi dengan bedah dan kastrasi nonbedah menggunakan imp Ian GnRH dan hasilnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua metode tersebut dalam hal konsentrasi plasma testosteron dan parameter perilaku. Dari serangkaian penelitian antara tahun 2006-2013 tersebut, menunjukkan bahwa implan Deslorelin mempunyai potensi yang tepat sebagai kontrasepsi pada anjing jantan maupun betina dan menawarkan strategi baru untuk kontrol populasi pada spesies canidae maupun wild canidae. Hadirin yang saya mliliakall, Aplikasi Klinis di Lapangan Superagonis GnRJ-l Oeslorelin telah diproduksi oleh Peptech Animal Health, Macquarie Park, Australia, dengan nama paten Suprelorin@ (imp Ian Oeslorelin). Suprelorin tersedia di Eropa dan Australia dengan sediaan 4,7 atau 9,4 mg dalam imp Ian subkutan slow release long-impact, ukurannya mirip dengan microchip 0,23 x 15,2 mm (O-Tryp6-Pro9-des-GlyI0-LHRH ethylamide) dan dikemas dalam implanter dispossible terhubung dengan jarum suntik 13G. Cara penggunaannya, implan diinjeksikan di bawah kulit. lnjeksi dilakukan dengan pemberian penenang secara minimal atau bahkan tanpa penenang sama sekali. Karena efek psikologisnya pada pasien, penanaman implan subkutan Deslorelin digunakan untuk mengontrol
16 siklus reproduksi dengan menginduksi estrus dan ovulasi atau sebagai kontrasepsi reversible pada hewan domestik dan satwa liar. Ourasi dari aktivitas implan beragam, tergantung dari dosis yang diberikan dan tergantung pada jenis spesies. Suprelorin@ telah disetujui oleh badan pengawas dan diperkenalkan di Australia serta Selandia 8aru. Peptech juga mendapatkan izin untuk penggunaan pada anjing jantan di Uni Eropa dan dipasarkan oleh Virbac. Suprelorin juga efektif untuk supresi fertilitas pada anjing betina, kucing jantan maupun betina. Suprelorin telah digunakan sebagai kontrasepsi pada beberapa spesies canidae dan felidae di kebun binatang di Amerika Serikat dan di alam liar di Afrika Selatan. Penggunaan klinis Suprelorin (Yon Heimendahl, 2010) di Eropa untuk berbagai keperluan berbeda-beda di negara yang berbeda-beda pula. Hal ini tampaknya tergantung pada sikap yang diambil mengenai operasi untuk sterilisasi pada umumnya dan jumlah hewan peliharaan tidak dikebiri dalam populasi anjing serta penggunaannya pada anjing pejantan. Oi negara seperti Inggris, sterilisasi anjing pada umur 6 bulan merupakan hal yang wajar dan rutin dilakukan, tetapi kebanyakan implan digunakan untuk anjing berusia lebih tua untuk menghindari prosedur pembedahan maupun untuk menghindari keributan yang sering terjadi antar anjing jantan. Oi negara-negara Skandinavia sterilisasi tidak dilakukan secara rutin dikarenakan melanggar kesejahteraan hewan, Suprelorin lebih sering digunakan untuk mengastrasi pejantan secara fannakologis. Implan dapat diberikan secara rutin setiap 6 atau 12 bulan sekali atau ketika ditemui pembesaran testikuler. Agonis GnRH lainnya yang disetujui di Uni Eropa adalah Gonazon™ (azagly-naraferlin), sebuah alat yang mengatur pelepasan honnon dikembangkan oleh Intervet sebelum dikonsolidasikan menjadi Intervet and Schering-Plough Animal Health (sekarang MSO atau Merck Animal Health). Gonazon disetujui penggunaannya pada anjing betina di Uni Eropa tahun 2006. Riset menunjukkan bahwa agonis tersebut efektif pada kucing betina, meskipun tidak pernah disetujui penggunaannya untuk kucing. Sayangnya Gonazon tidak dikomersialkan, sehingga tidak tersedia di pasaran.
17 Agonis GnRH juga mengakibatkan penyusutan kelenjar prostat secara signifikan (Limmanont et aI., 2011), tetapi justru merupakan keuntungan klinis bagi anjing yang mengalami hiperplasia prostat benigna, suatu kondisi yang umum menyerang anjing tua. Anjing dengan tanda-tanda klinis penyakit prostat biasanya dikastrasi untuk menyusutkan prostatnya sehingga terapi dengan agonis GnRH dapat memberi keuntungan bagi anjing yang menderita kondisi seperti ini. Hadirin yang berbahagia,
Pengendalian Rabies ke Depan Peningkatan kasus rabies di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir dan banyaknya pulau yang tadinya bebas, tetapi kemudian menjadi tertular, menurut WHO, Indonesia menjadi negara berstatus endemik menengah dari yang sebelumnya endemik rendah (Gongal and Wright, 2011). Isu ini perlu diantisipasi ke depannya mengingat rabies masih dan terus menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di banyak tempat di Indonesia. Untuk pengendalian rabies yang efektif diperlukan penerapan program pengendalian populasi anjing dan program vaksinasi yang sistematik dan terarah di lapangan. Kami menawarkan pengembangan dari program-program manajemen populasi anjing atau pengendalian populasi anjing sebe1umnya, yaitu tangkap-kebiri-Iepas (Capture-Neuture-Release/CNR), di mana khusus kebiri digunakan kontrasepsi hormonal, yaitu dengan slow release implant agonis GnRH Deslorelin. Pengendalian populasi anjing liar diperlukan untuk meminimalkan masalah-masalah sosial dengan manusia dan yang lebih penting untuk mencegah penularan rabies. Metode yang tidak manusiawi dengan cara membunuh atau meracuni bukan merupakan solusi etis dan telah terbukti gagal dalam mengendalikan populasi anjing. Metode baru dan lebih manusiawi seperti program kontrasepsi harus dilaksanakan untuk mengendalikan populasi anjing. Untuk populasi anjing dalam jumlah besar, metode kontrasepsi nonoperasi dengan imp Ian Deslorelin lebih tcpat karena prosedumya sederhana, tidak memerlukan anestesi dan perawatan pascaoperasi. Dipilih anjing
18 jantan karena mereka aktif secara seksual sepanjang tahun. Menggabungkan vaksinasi dan program kontrasepsi honnonal, seperti program CNR harus dilaksanakan untuk mengendalikan populasi anjing dan menyediakan lingkungan yang lebih baik dan lebih aman bagi manusia dan anjing. Dengan diterbitkannya Perpres No. 30 Tahun 2011 tentang pengendalian zoonosis yang multisektor dengan melibatkan 17 kementerian dan lembaga terlibat di dalamnya diharapkan pengendalian zoonosis terutama rabies dapat lebih efektif dan optimal. Berbagai upaya untuk pengendalian rabies telah ditempuh oleh Pemerintah Indonesia antara lain dengan menerbitkan buku pedoman pengendalian rabies, advokasi sosialisasi sektorllintas program terkait di tingkat daerah, pembentukan tim koordinasi rabies di setiap tingkatan, pelatihan dan sosialisasi pada petugas kesehatan, pembentukan rabies centre, penyelidikan epidemiologi dan surveilans aktif secara terpadu, workshop dan pertemuan expert pengendalian rabies, meningkatkan capacity building petugas dengan pelatihanpelatihan dan pembuatan media penyuluhan rabies, serta melakukan komunikasi, edukasi, dan membagi infonnasi kepada berbagai lapisan masyarakat. Hadirin yang saya hormati, Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Superagonis GnRH Deslorelin dalam bentuk slow release implan dapat memberikan efek sterilitas pada anjing jantan maupun betina selama I tahun dan reimplantasi akan memberikan efek yang sama, yaitu menekan fertilitas selama I tahun dan bersifat reversible. Metode ini menawarkan strategi kontrol populasi pada anjing sebagai upaya menekan kasus rabies di Indonesia. Pengendalian rabies yang efektif dan program vaksinasi yang sistematik dan terarah di lapangan merupakan program fundamental untuk eliminasi rabies. Pada akhirnya diperlukan komitmen bersama dalam pengendalian dan penanggulangan zoonosis terutama rabies di Indonesia dengan mengacu Perpres No. 30 Tahun 20 II demi tercapainya "Indonesia bebas rabies 2020".
19 Hadirin yang saya Inuliakan, Perkenankanlah saya mengakhiri pidato ini dengan mcmanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segal a rahmat, hidayah, kekuatan, dan lindungan yang telah diberikan kepada saya sckeluarga. Hanya karena rida Allah semata, saya dapat berdiri di hadapan hadirin semua untuk menyall1paikan pidato pengukuhan ini. Izinkanlah saya ll1enyebutkan berbagai pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung tclah memberi saya bekal dalam menempuh hidup, membina karier dan rumah tangga, serta ll1enjadi anggota masyarakat yang baik. Yang pertama, saya ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada almarhumah ibu saya, Hj. Muslimah dan almarhum bapak saya, H. S.A. Rosjidhie yang telah mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya dengan segala pengorbanan dan jerih payahnya, yang dengan penuh tulus ikhlas mendoakan dan memberikan restu, serta mendorong tak henti-hentinya untuk kesuksesan hidup saya sekeluarga. Kepada almarhum dan almarhumah bapak dan ibu mertua saya, Bapak H. K. Soenaryo dan lbu Hj. Mimi Sumirat, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besamya atas segal a doa dan perhatiannya. . Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Pemerintah Republik lndonesia melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mengesahkan pengangkatan saya sebagai Guru Besar mulai tahun 2009. Terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada Rektor, Wakil Rektor UGM, Ketua, Sekretaris, dan Anggota Majelis Guru Besar UGM, Ketua, Sekretaris, dan Anggota Senat Akademik UGM, tim penilai karya ilmiah saya, baik di Fakultas Kedokteran Hewan ll1aupun di Universitas Gadjah Mada yang telah menyetujui dan mengusulkan saya memangku jabatan Guru Besar. Oemikian pula terima kasih saya sampaikan kepada para staf Urusan Kepegawaian yang telah dengan tulus membantu kelancaran proses pengusulan jabatan saya. Terima kasih saya sampaikan kepada bapak ibu guru saya sejak di sekolah dasar sampai perguruan tinggi, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, yang telah ikut meletakkan dasar-dasar
20 keilmuan, kemandirian, dan kemampuan akademik saya. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada para dosen di Fakultas Kedokteran Hewan, yang telah mengantarkan saya meraih gelar Sarjana dan Profesi Ookter Hewan. Terima kasih yang dalam juga saya sampaikan kepada Kepala Bagian Reproduksi beserta semua staf ata~ kebersamaan dan kerja sama kita selama ini. Terima kasih saya ucapkan kepada Oekan Fakultas Kedokteran Hewan UGM atas bimbingan dan arahannya, Wakil Oekan I, II, dan III, para pimpinan Fakultas Kedokteran Hewan, seluruh teman sejawat dosen dan karyawan, atas kerja sama yang baik selama ini. Kepada mantan dekan dan mantan pengurus fakultas sebelumnya mulai periode 1991-2012 yang telah ban yak memberikan bimbingan selama saya berada di Fakultas Kedokteran Hewan tercinta ini, saya ucapkan banyak terima kasih. Rasa terima kasih dengan penuh sayang, saya sampaikan kepada kesepuluh saudara kandung saya beserta keluarganya yang telah dengan penuh rasa persaudaraan saling menyayangi dan saling melindungi. Kepada keluarga istri saya, tcrima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini. Semoga Allah Swt. memberikan balasan yang setimpal, amino Penghargaan dan terima kasih yang tak tcrhingga batasnya saya sampaikan kepada istri tercinta, drh. Hj. Ycti Prihyatni yang telah banyak berkorban, setia menemani saya dalam suka dan duka, selalu mendorong dan mendoakan saya dalam meniti jenjang karier. Dengan penuh cinta saya ucapkan terima kasih kepada keempat anak saya yang telah setia menemani selama saya belajar di Australia, Jerman, dan selama penugasan saya di Canberra, semoga kelak kalian juga berhasil meraih cita-cita tcrbaik kalian, amino Akhimya, perkenankanlah saya menghaturkan terima kasih yang sebesar-besamya atas perhatian dan kesabaran hadirin sekalian dalam mengikuti upacara ini. Kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya upacara ini saya ucapkan terima kasih. Semoga Allah Swt. membalas kebaikan budi Bapak/lbu/Saudara sekalian. Wassalal11u'alaiklll11vvarahmatlillahi .va harakatllh Alhamdlllillahi raMi! alamin.
21 DAFTAR PUSTAKA Aidaros H. 2011. "Monitoring and Control of Dog Populations". OlE, Animal Welfare Working Group. Anonymous. 2009. "Contraception". American Heritage DictionalY, Dictionary of'the English Language, Fourth Edition. Houghton Mifflin Company. http://www.answers.comltopic/contraception. Conn. P.M and Crowley, W.F. 1994. "Gonadotropin-Releasing Honnone and It's Analogs". NeH' Engl. J. Med. 324:93-104. Fontaine E, et al. 20 IO. "Use of GnRH Agonist Implants for Medical Prevention of Estrus ill the Bitch". Dallas, TX. Gobello C. 2007. "New GnRH Analogs in Canine Reproduction". Anim ReprodSci. JuI2007;100(1-2):1-13. Goodman LS. et 01. 2008. Goodman and Gilman '.'I Manual of Pharmacology and Therapeutics. New York. Herbert CA and Trigg TE. 2005. "Applications of GnRH in the Control of FCI1ility".Anim Reprod. Sci. Aug;88(1-2): 141-153 Junaidi, A, et al. 2009a. Morphological Study of the Effects of the GnRH Superagonist Dcslorelin on the Canine Testis and Prostate Gland. Reprod. Domest. Anim. Vol. 44 (5): 757-763. Junaidi, A., et 01. 2009b. Dose-Response Studies for Pituitary and Testicular Function in Male Dogs Treated with the GnRH Superagonist, Dcslorelin". Reprod. Reprod. Domest. Anim. Vol. 44 (5):725-734. Junaidi, A. et al. 2007. "Pituitary and Testicular Endocrine Responses to GnRH and LH in Male Dogs Treated with GnRH Agonist Implants". Reprod. Fertil. Dev. 19:891-898. Junaidi, et al. 2003. "Use of a New Drug Delivery Fonllulation of the Gonadotrophin-Releasing Honllone Analogue Deslorelin for Contraception in Male Dogs". Reprod. Fertil. Dev. 15:317-322. Junaidi, A., and Martin, G.B. 2013. Calipers and Ultrasonography for Measurement of the Volume and Mass of Testes in Dogs". Advances in Vet Sci Research, Singapore 9-10 December 2013. Junaidi, A., et al. 2005. "Norethisterone Enanthate has Neither Direct Effect on the Testis Nor on the Epididymis: A Study in Macaca fascicularis". European Journal of'Endocrinology 152:653-659.
.
22 Junaidi, A., et al. 1997. "Contraception in Dogs Using a Slow Release Implant Containing the GnRH Agonist Deslorelin". Proc. Aust. Soc. Reprod. Bioi 28:96. Junaidi, A., et al. 1998. "Reproductive Function and Pituitary Responses to GnRH in Dogs Treated with the GnRH Agonist Deslorelin". Proc. Aust. Soc. Reprod. BioI. 29:58. Limmanont C, et al. 20 II. "Effect of Finasteride and Deslorelin on Clinical Begin Prostatic Hypertrophy in Dog". Thai Journal of Veterinary Medicine. 20ll;4l(Suppl): 166-167. Moldave K., and Rhodes L. 2013. Contraception and Fertility Control in Dogs and Cats. ACC and D. Padula AM. 2005. "GnRH Analogues-Agonists and Antagonists". Anim Reprod Sci 88: 115-126. Pineda, M. H. 1986. "Contraceptive Procedures for the Male Dog". In Current Therapy in Theriogenology 2 (ed. D. A. Morrow), pp. 563-566. W.B. Saunders Company, Philadelphia. Pineda, P. H. and Hepler, D. 1. 1981. "Chemical Vasectomy in Dogs. Long Tenn Study". Theriogenology 16: 1. Pineda, M. H. 1989. "Male Reproduction". In Veterinal)i Endocrinolob'Y and Reproduction (ed. L.E. McDonald and M.H. Pineda), Lea and Febiger, Philadelphia, London. pp: 261-302. Schneider, F, et al. 2006. "Gonadotropin-Releasing Honnone (GnRH) and It's Natural Analogues: A Review". Theriogenocology 66 (2006): 691-709. Tasker L. 2009. "Non-Surgical Methods fOJ;Controlling Reproduction in Dogs and Cats". World Society for the Protection of Animals (WSPA) www.wspa-intemationa1.org (07.03.2014). Trigg T.E., et al. 2006. A Review of Advances in the Use of the GnRH Agonist Deslorelin in Control of Reproduction. Theriogenocology 66 (2006): 1507-1512. Vickery, B. H., I. M. Georgia, 1984. "Effects of an LHRH Agonist Upon
. Sexual
Function in Male Dogs". Journal of A ndro logy 5: 28-42.
Villa P.O., et al. 2010. DIE Questionnaire on Dog Population Control in 81 Countries. Von Heimendahl A. 2010. Clinical Use of Suprelorin to Control Fertility in Male Dogs. Louvain-La-Neuvc, Belgium.
23 BIODATA
Nama
Alamat kantor
Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D. Tempat, tanggallahir : Purworejo, 4 Juni 1963 196306041987031002 NIP Alamat rumah Perum Gebang Baru No.3, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta, 55281 +62 2744462115 Telepon rumah Email
[email protected];
[email protected] I. Fakultas Kedokteran Hewan, UGM, J1. Fauna No.2, Karangmalang, Y ogyakarta, 55281. 2. ASEM Education Secretariat, Kemdikbud, J1. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta, 10270.
Keluarga Istri : drh. Yeti Prihyatni Anak: I. Fadhila Dhia Malihah (Kuliah S2, CUT, Perth, W.A). 2. Shabrina Austin Ghaisana (Kuliah S I, FTI UGM). 3. Nada Khairunnisa (SMP Budi Mulia Dua, Yogyakarta) 4. Alya Mukhbita (SO Budi Mulia Dua, Yogyakarta)
Riwayat Pendidikan SI Drs. Vet.Med, dan drh. FKH UGM 1988. S3 Ph.D., Murdoch University, Perth, W.A. 1998. Post-Doc University of Queensland, Australia, 2003. Post-Doc lRM, Muenster University, Germany, 2004. Post-Doc The University of Westem Australia, 2007 dan 2008.
24 Pengalaman Kerja
1991-sekarang 2001-2008 2005-2008 2009-2013 2013-sekarang 2014-sekarang 2014-sekarang
Dosen Bagian Reproduksi FKH UGM Pemimpin Redaksi Jumal Sains, Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, UGM. Ketua Program Studi S2/S3 Sains, Veteriner, Program Pascasarjana, UGM. Atase Pendidikan dan Kebudayaan, KBRI Canberra, Australia. Panel Member ACIAR. Ketua Pengelola SlAP, FKH UGM. Direktur ASEM Education Secretariat, Kemdikbud, Jakarta.
Publikasi (Terseleksi) l. Junaidi, A and Martin, G.B. 2013. "Calipers and Ultrasonography for Measurement of the Volume and Mass of Testes in Dogs". Conference Paper, Proceeding Veterinary Science International Seminar, Singapore 2013, pp: 59-63. 2. Setyaw an EE, Cooper TG, Widiasih DA, Junaidi A, Yeung CH. 2009. "Effects of Cryoprotectant Treatments on Bovine Sperm Function and Osmolyte Content". Asian J Androl. Aug 10. 3. Widiasih D, Yeung CH, Junaidi A, Cooper TG. 2009. "Multistep and Single-Step Treatment of Human Spennatozoa with Cryoprotectants". Ferti! Steril. Jul; 92(1 );382-9. 4. Junaidi, A, Williamson, P.E, Martin, G.B, Cummins, J.M., and Trigg, T.E. 2009. "Morphological Study of the Effects of the GnRH Superagonist Deslorelin on the Canine Testis and Prostate Gland". Reprod. Domest. Anim. Vol. 44 (5): 757-763. 5. Junaidi, A, Williamson, P.E, Martin, G.B, Blackberry, M.A, Cummins, J.M. and Trigg, T.E. 2009. "Dose-Response Studies for pjtuitary and Testicular Function in Male Dogs Treated with the GnRH Superagonist, Deslorelin". Reprod. Reprod. Domest. Anim. Vol. 44 (5):725-734. 6. Junaidi, A, Williamson, P.E, Martin, G.B, Stanton, P.G, Blackberry, M.A, Cummins, J.M, and Trigg, T.E . 2007. "Pituitary
25 and Testicular Endocrine Responses to Exogcnous GonadotrophinReleasing Honnone (GnRH) and Luteinising Honnone in Male Dogs Treated with GnRH Agonist Implants". Reprod. Fertil. Dev. 19: 891-898. 7. Junaidi, A, Marc Luetjens, C, Joachim Wistuba, Axel Kamischke, Ching-Hei Yeung, Manuela Simoni and Eberhard Nieschlag. 2005. "Norethisterone Enanthate has Neither Direct Effect on the Testis Nor on the Epididymis: A Study in Adult Male Cynomolgus Monkeys (Macaca fascicularis)". European Journal of Endocrinology 152: 653-659. Buku Teks/Referensi 1. Junaidi, Aris. 2014. "Reproduksi dan Obstetri pad a Sapi". In press. 2. Junaidi, Aris. 2013. Reproduksi dan Obstetri pada Kucing. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 3. Junaidi, Aris. 2007. Handbook Obstetri Veteriner (terjemahan). Yogyakartra: Gadjah Mada University Press. 4. Junaidi, Aris, 2006. Reproduksi dan Obstetri pada Anjing. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.