PENGENDALIAN PERSEDIAAN SUKU CADANG MESINMESIN PABRIK DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III PKS RAMBUTAN TEBING TINGGI
TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Oleh HERWANDI SILALAHI
080423044
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI F A K U L T A S
T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat TYME, atas segala berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Tugas Sarjana di PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi dan dapat menyelesaikan laporan ini. Pelaksanaan Tugas Sarjana merupakan pengalaman yang berharga, dimana saya dapat memperoleh pelajaran yang banyak dari dunia kerja secara langsung. Tugas Sarjana ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Teknik Industri, Program Ekstensi, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini penulis mengangkat suatu permasalahan yaitu “Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-mesin Pabrik”. Penulis berupaya menyempurnakan laporan ini, namun penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna, mungkin terdapat kekurangan-kekurangan akibat kesalahan penulis, untuk itulah penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan laporan ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Universitas Sumatera Utara
Penulis
Medan, Juni 2009
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam penulisan Tugas Sarjana ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT., selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Ir. Elisabeth Ginting, MSi., selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan waktunya kepada penulis untuk menyelesaikan tugas sarjana ini. 3. Ibu Ir. Nurhayati Sembiring, MT., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
memberikan
bimbingan
dan
arahan
kepeda
penulis
dalam
penyelesaian tugas sarjana ini. 4. Bapak Rediman Silalahi, ST., selaku Manager Pabrik Kelapa Sawit PTPN III PKS Rambutan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan riset tugas sarjana pada perusahaan tesebut. 5. Bapak Seno A.P, ST., selaku asisiten pada bagian pengolahan Pabrik Kelapa Sawit yang telah banyak memberikan bimbingan selama pelaksanaan riset tugas sarjana ini. 6. Seluruh staf dan karyawan pada PTPN III PKS Rambutan yang bersedia memberikan masukan-masukan mengenai pabrik. 7. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun material dan doa, serta abang dan adik yang saya sayangi. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
8. Siska Damayanti, Amd., yang setia menemani, memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis. 9. Semua teman-teman penulis angkatan 2003 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 10. Seluruh staff Jurusan Teknik Industri Universitas Sumatera Utara. Penulis berupaya menyempurnakan laporan ini, namun penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna, mungkin terdapat kekurangan-kekurangan akibat kesalahan penulis, untuk itulah penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan laporan ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga tugas sarjana ini bermanfaat bagi kita semua.
Universitas Sumatera Utara
Penulis
Medan, Juni 2009
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR ISI
BAB
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………….. i LEMBAR PENGESAHAN……………...……………………….………. ii KATA PENGANTAR …………………………………………………… iii UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………. iv DAFTAR ISI ……………………………………………………………... vi DAFTAR TABEL ………………………………………………............... x DAFTAR GAMBAR ………………………………………………......... xi DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. xii ABSTRAK …………………………………………………….....……... xiii
I PENDAHULUAN…………………………………………….………… I-1 1.1. Latar Belakang Permasalahan ............................................................ I-1 1.2. Rumusan Permasalahan ...................................................................... I-2 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ I-3 1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................. I-3 1.5. Pembatasan Masalah ........................................................................... I-3 1.6. Asumsi Masalah .................................................................................. I-4 1.7. Sistematika Penulisan .......................................................................... I-4 II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ............................................... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ............................................................................ II-1 2.1.1. Ruang Lingkup Bidang Usaha ................................................. II-3
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB
HALAMAN 2.1.2. Lokasi Perusahaan ................................................................... II-4 2.1.3. Organisasi dan Manajemen ...................................................... II-5 2.1.4. Pembagian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab .............. II-4 2.1.5. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ....................................... II-8 2.1.6. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ............................. II-16 2.2. Proses Produksi ................................................................................ II-17 2.2.1. Standar Mutu Produk ............................................................. II-18 2.2.2. Bahan yang Digunakan .......................................................... II-19 2.3. Uraian Proses ................................................................................... II-21 2.4. Mesin dan Peralatan ......................................................................... II-33 2.5. Utilitas .............................................................................................. II-44 2.6. Safety and Fire Protection ............................................................... II-45 2.7. Waste Treatment .............................................................................. II-46
III LANDASAN TEORI .............................................................................. III-1 3.1. Pengertian dan Tujuan Pengendalian Persediaan ............................. III-1 3.2. Fungsi dan Jenis-Jenis Persediaan ………………………………… III-4 3.3. Sistem Persediaan …………………………...…………………..... III-5 3.4. Sistem Pemesanan dalam Pengendalian Persediaan ……….……… III-7 3.5. Biaya-Biaya dalam Persediaan ………………...………………….. III-9 3.6. Model-Model Persediaan ………………...………………………. III-14
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB
HALAMAN 3.7. Pengendalian Persediaan dengan Klasifikasi ABC ........................ III-16 3.7.1. Identifikasi Material Menggunakan Klasifikasi ABC …….. III-18 3.7.2. Penggunaan Klasifikasi ABC ………………..…….............. III-19 3.8. Metode Economic Order Quantity ……..…………….…..……… III-20 3.9. Terminologi Sistem Persediaan ……………………………..…… III-23 3.10. Klasifikasi Suku Cadang …………………………...…………… III-25
IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... IV-1 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... IV-1 4.2. Rancangan Penelitian ....................................................................... IV-1 4.3. Objek Penelitian …………………………………………………... IV-2 4.4. Variabel Penelitian ……………………........................................... IV-2 4.5. Jenis Penelitian ………………………………………………......... IV-2 4.6. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………………. IV-3 4.7. Pengolahan Data ……………………………………………...…… IV-5 4.8. Analisis Pemecahan Masalah …………………………...………… IV-7 4.9. Kesimpulan dan Saran ………………………………………...…... IV-8 V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ………………....... V-1 5.1. Metode Pengumpulan Data …………………………….………...... V-1 5.1.1. Data Primer …………………………………………...……... V-1
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB
HALAMAN 5.1.2. Data Skunder ………………………………………...………. V-2 5.2. Pengolahan Data ……………………..…………………...………... V-6 5.2.1. Menentukan Total Harga Suku Cadang Mesin …….......…..... V-6 5.2.2. Penentuan Material Kritis ............................................…...…. V-9 5.2.3. Data Break Down Time Mesin Kritis .................................... V-15 5.2.4. Data Pemakaian Suku Cadang Mesin Kritis Tahun 2009 ..... V-15 5.2.5. Perhitungan Jumlah Pemesanan Menggunakan Metode EOQ ………………………………………...…….. V-16 5.2.6. Reorder Point Pemesanan ………………………...……….. V-23 5.2.8. Total Biaya Persediaan ……………………………….……. V-28
VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ……...………….…………. VI-1 6.1. Analisis Klasifikasi ABC …………………………….…………… VI-1 6.2. Analisis Frekuensi Pemesanan Suku Cadang Mesin ……………… VI-2 6.3. Analisis Jumlah Pemesanan Ekonomis …................……………… VI-3 6.4. Analisis Total Biaya Persediaan ....................................................... VI-3 VII KESIMPULAN DAN SARAN …………………………...…………. VII-1 7.1. Kesimpulan ……………………………………………….……… VII-1 7.2. Saran …………………………………………………….……...... VII-2 DAFTAR PUSTAKA …………………………….….............................. xiv LAMPIRAN Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR TABEL
TABEL
HALAMAN
2.1. Susunan dan Jumlah Tenaga Kerja PTPN III PKS Rambutan.........
II-14
2.2. Jam Kerja Bagian Produksi ...……………………………………...
II-15
2.3. Jam Kerja Bagian Administrasi...………………………………….
II-15
2.4. Standar Mutu Minyak Sawit...………………………………….….
II-18
2.5. Standar Mutu Inti Sawit...…………………………….………........
II-19
5.1. Data Kebutuhan Suku Cadang Tahun 2009 ………………………….. V-3 5.2. Data Break Down Time Mesin Tahun 2008 ......................................... V-4 5.3. Total Harga Suku Cadang Mesin Tahun 2009 ……………………….. V-6 5.4. Total Harga Suku Cadang Terbesar Sampai Terkecil ………………... V-8 5.5. Klasifikasi Suku Cadang Mesin dengan Sistem ABC ……………… V-11 5.6. Kelompok Suku Cadang Kritis (Kelompok A) ................................... V-14 5.7. Data Break Down Time Suku Cadang Mesin Kritis Tahun 2008 ....... V-15 5.8. Data Pemakaian Suku Cadang Mesin Tahun 2009 ............................. V-16 6.1. Ringkasan Pengelompokkan Sistem ABC ………………………….. VI-1 6.2. Perbandingan Frekuensi Pemesanan oleh Perusahaan dengan Metode EOQ ………………………………………………………… VI-2 6.3. Perbandingan Jumlah Pemesanan oleh Perusahaan dengan Metode EOQ ………………………………………………………… VI-3 6.4. Perbandingan Total Biaya Persediaan Perusahaan per Tahun dengan Metode EOQ ………………………………………………………… VI-9 Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
HALAMAN
2.1. Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan ……………………………………………………….... II-7 2.2. Grafik Sistem Perebusan Tiga Puncak ………………………….. II-25 2.3. Blok Diagram Proses Pengolahan Kelapa Sawit (TBS) ….…….. II-32 3.1. Diagram Sistem Persediaan Q-Sistem …………………………... III-9 3.2. Grafik Biaya Pemesanan .............................................................. III-11 3.3. Grafik Biaya Peyimpanan ............................................................ III-12 3.4. Grafik Total Biaya Persediaan ……....…………………………. III-13 3.5. Pengelompokkan Barang Sistem ABC ………………………… III-18 4.1. Tahapan Proses Penelitian ………………………………………. IV-4 4.2. Blok Diagram Pengolahan Data ………………………………… IV-6 5.1. Hasil Pengelompokkan Suku Cadang Sisitem ABC ……………. V-13
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
HALAMAN
1. Data Break Down Time Mesin Tahun 2008 ……………............. L-1 2. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Suku Cadang Kritis .…………………………………………………………..... L-2 3. Surat Permohonan Tugas Sarjana ………………………………. L-3 4. Surat Permohonan Riset Tugas Sarjana untuk Perusahaan ........... L-4 5. Surat Balasan dari Perusahaan ...................................................... L-5 6. Surat Keputusan Tugas Sarjana …………………………………. L-6 7. Lembar Asistensi ........................................................................... L-7
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
ABSTRAK
PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan adalah suatu perusahaan industri yang bergerak di bidang pengolahan minyak sawit (Crude Palm Oil) dan inti sawit (Palm Kernel). Perusahaan beroperasi dengan menggunakan mesin/peralatan yang semi modern. Mesin dan peralatan memiliki suku cadang, dimana suku cadang mesin harus selalu tersedia di gudang. Persediaan suku cadang mesin di gudang dapat menimbulkan biaya penyimpanan. Semakin lama suku cadang yang disimpan akan mengakibatkan semakin besar biaya penyimpanan (biaya investasi), sebaliknya penyimpanan suku cadang yang tidak terlalu lama dapat menurunkan biaya penyimpanan, akan tetapi menyebabkan frekuensi pembelian suku cadang semakin besar yang berarti total biaya pemesanan semakin besar. Oleh sebab itu perusahaan harus melakukan pengendalian persediaan suku cadang mesin yang lebih efektif dan efesien. Kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan selama ini mampu menjamin kelancaran persediaan suku cadang mesin, sehingga tidak terjadinya kekurangan persediaan di gudang. Namun sistem pemesanan tidak tetap dan kuantitas pemesanan terlalu besar, sehingga dapat menimbulkan biaya persediaan suku cadang yang tidak optimal. Oleh sebab itu penulis ingin memberikan solusi bagaimana mendapatkan total biaya persediaan yang lebih ekonomis (optimal). Pengoptimalan biaya persediaan suku cadang mesin dilakukan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) dan Metode Lot For Lot. Penelitian dilakukan terhadap jenis suku cadang yang dinilai kritis dengan tahaptahap pengolahan sebagai berikut : (1) Mengetahui pemakaian suku cadang mesin berdasarkan break down time mesin, (2) Penentuan suku cadang kritis berdasarkan klasifikasi ABC, (2) Penentuan jumlah pemesanan ekonomis, (3) Penentuan titik pemesanan kembali, dan (4) Perhitungan total biaya persediaan yang optimum. Dari jumlah pemakaian suku cadang mesin berdasarkan break down time mesin dan penentuan suku cadang mesin berdasarkan klasifikasi ABC diperoleh 12 item suku cadang kritis dari 40 item suku cadang mesin, yaitu : Phericall roller bearing, Roller clain pitch, Left & right handed worm P/N 13, Nozzle, Press cylinder S/N 12, Bcarer ref 7 ac.ar.al, Coupling p/n 58949044, Trust miracle, Pipa steam, Bearing SKF 29326, Top screen assembly mesh 40, dan Top screen assembly mesh 30. Hasil total biaya persediaan yang diperoleh menggunakan metode LFL adalah sebesar Rp. 6.630.000, sedangkan total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp. 17.528.250. Artinya dengan menggunakan metode LFL perusahaan dapat menghemat total biaya persediaan sebesar Rp 10.898.250 atau sebesar 49,93 % dari total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi merupakan suatu industri yang berproduksi dengan menggunakan peralatan/mesin yang semi modern dalam melaksanakan kegiatan produksinya. Tersedianya bahan dan peralatan/mesin yang dibutuhkan merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjamin kelancaran proses produksi. Tanpa adanya sistem persediaan yang baik, perusahaan akan dihadapkan pada permasalahan yang dapat mengganggu kelancaran proses produksinya, maka perlu diadakan persediaan baik bahan maupun peralatan/mesin untuk memenuhi kebutuhan. Dalam suatu proses produksi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu bagaimana meningkatkan kapasitas produksi, perencanaan dan pengendalian persediaan. Persediaan suku cadang mesin berguna untuk mengganti suku cadang mesin yang mengalami kerusakan agar proses produksi tidak terhambat. Investasi persediaan suku cadang memerlukan biaya yang tinggi, akan tetapi dilain pihak suku cadang harus siap sedia di gudang untuk kelangsungan proses pelayanan dalam pemeliharaan dan perbaikan suku cadang mesin. Untuk mencapai jumlah pemesanan yang ekonomis dan total biaya persediaan yang optimal, maka perusahaan harus senantiasa menjaga ketersediaan suku cadang mesin. Hal ini terkadang tidak dilakukan perusahaan dengan perhitungan yang cermat dan kurang efisien, yaitu rata-rata penyimpanan suku Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
cadang mesin di gudang sekitar 10 sampai 11 bulan setiap tahunnya ditambah dengan terjadinya break down time mesin, sehingga dapat menimbulkan kerugian terhadap total biaya persediaan suku cadang mesin. Sistem pemesanan suku cadang mesin-mesin di PTPN III PKS Rambutan yang ada pada saat ini dilakukan dengan sistem pemesanan secara periodic setiap tahunnya. Kebijakan dalam pengendalian persediaan suku cadang mesin yang diterapkan oleh perusahaan saat ini menimbulkan biaya penyimpanan yang cukup besar. Berdasarkan data nilai barang pada tahun 2008 di PTPN III PKS Rambutan diketahui bahwa jumlah total harga 40 jenis suku cadang yang dibeli adalah sebesar Rp. 395.792.500, sedangkan nilai dari pemakaian suku cadang mesin sebesar Rp. 364.935.000. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi akumulasi nilai suku cadang sebesar Rp. 66.857.500 atau sekitar 16,89 %. Dengan biaya penyimpanan selama 11 bulan, maka biaya total persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp. 27.928.190, artinya biaya yang diserap akibat penyimpanan suku cadang yang cukup lama lebih besar. Hal ini merupakan suatu masalah yang harus dipecahkan.
1.2. Rumusan Permasalahan Adapun masalah yang ada pada PTPN III PKS Rambutan dalam hal pengendalian persediaan suku cadang mesin-mesin yaitu jumlah pemesanan suku cadang yang tidak ekonomis, sehingga apabila pemesanan dilakukan, kuantitas pemesanannya bervariasi yang mengakibatkan menumpukknya suku cadang digudang. Apabila persediaan suku cadang digudang menumpuk, maka akan Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
menimbulkan biaya investasi (biaya penyimpanan) terhadap suku cadang tersebut. Biaya investasi terhadap suku cadang mesin dapat menimbulkan biaya persediaan suku
cadang
tidak
optimal,
sehingga
masalah-masalah
tersebut
dapat
menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap perusahaan. Maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana meminimisasi biaya persediaan suku cadang mesin-mesin pabrik yang optimum berdasarkan sistem pemesanan tetap (Q sistem) dan ukuran pemesanan dengan metode Lot For Lot.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Menentukan suku cadang mesin-mesin pabrik yang dinilai paling kritis. 2. Menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis. 3. Menentukan titik pemesanan kembali (reorder point) 4. Meminimisasi biaya persediaan.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian tugas sarjana ini antara lain : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perusahaan dalam menyusun perencanaan dan pengendalian persediaan suku cadang mesin yang optimal di masa yang akan datang. 2. Menambah
informasi-informasi
secara
teoritis
tentang
hal-hal
yang
berhubungan dengan pengendalian persediaan suku cadang mesin.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Dapat membandingkan teori-teori yang diperoleh pada saat mengikuti perkuliahan dengan praktek di pabrik.
1.5. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Pemecahan masalah yang dilakukan hanya pada bagian persediaan suku cadang mesin-mesin pabrik . 2. Jumlah pemakaian suku cadang tahun 2009 berdasarkan break down time mesin tahun 2008. 3. Pembahasan hanya dilakukan terhadap suku cadang mesin-mesin yang dinilai paling kritis. 4. Pengelompokan
suku
cadang
mesin-mesin
kritis
dilakukan
dengan
menggunakan analisis klasifikasi ABC. 5. Model persediaan yang digunakan berdasarkan sifatnya adalah static deterministic inventory model, sedangkan berdasarkan kebijakan yang digunakan menggunakan fixed reorder quantity models. 6. Analisis masalah dibatasi hanya pada metode EOQ dan Lot For Lot. 7. Aspek finansial dibatasi hanya pada biaya–biaya yang berhubungan dengan masalah persediaan suku cadang mesin-mesin pabrik.
1.6. Asumsi Masalah Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1. Lead time pemesanan untuk setiap jenis suku cadang mesin diketahui dan konstan. 2. Pemesanan suku cadang mesin dilakukan tanpa adanya potongan harga. 3. Tidak adanya kekurangan persediaan (stock out cost). 4. Proses produksi dianggap cukup baik dan tidak terjadi perubahan pada mesinmesin pabrik. 5. Pola kerusakan mesin (break down) diketahui dan konstan.
I.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tugas sarjana terdiri atas tujuh bab, yaitu : BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, tujuan, perumusan masalah, pembatasan masalah, dan asumsi yang dipakai untuk menganalisa data yang ada.
BAB II
: GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Bab ini berisikan tentang sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, proses produksi, serta organisasi dan manajemen.
BAB III
: LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan secara lengkap tentang dasar teori yang dipakai dalam analisis dan pemecahan masalah yang dirumuskan untuk mencapai tujuan studi.
BAB IV
: METODOLOGI PENELITIAN
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Pada bab ini diuraikan tentang tempat dan waktu penelitian, obyek penelitian, dan tahapan proses penelitian. BAB V
: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisikan tentang data yang diambil untuk mendukung pelaksanaan studi/penelitian dan perhitungan terhadap data yang diambil untuk memperoleh variabel-variabel yang dipakai dalam menentukan analisa.
BAB VI
: ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Bab ini berisikan tentang penganalisaan variabel-variabel yang diperoleh untuk mendapatkan perhitungan dan kesimpulan yang tepat terhadap penelitian.
BAB VII
: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini memuat butir-butir penting dari hasil penganalisaan dan memberikan
saran
atau
usulan
mengenai
berbagai
hal
kemungkinan aplikasi hasil studi ini dalam dunia nyata.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan PTPN III PKS Rambutan merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha pengolahan kelapa sawit. Pada awalnya PTPN III bernama PTP V, dimana PTP V tersebut adalah perusahaan perkebunan milik swasta Belanda dengan nama NV RCMA (Rubber Culture
Mats
Chaappij
Amsterdam).
Pada
tahun
1958
perusahaan
dinasionalisasikan menjadi PPN cabang Sumatera Utara. Nasionalisasi menjadi cabang Sumatera Utara ini berdasarkan PP No. 24/1958 JO, keputusan Menteri Pertanian No. 229.1957 JO, No. 49/1958 JO dan UU No. 86/1958. Perusahaan ini melakukan aktivitas produksi selama tiga tahun. Karena terjadinya pergolakanpergolakan politik, maka dilakukan reorganisasi dalam tubuh perusahaan. Dengan PP No. 164/1961 tanggal 26 Agustus 1961 PPN cabang Sumatera Utara berubah nama menjadi PPN Sumatera Utara IV. PPN Sumatera Utara IV berproduksi selama dua tahun. Pada tanggal 20 Mei 1963 dilakukan reorganisasi dalam perusahaan. Reorganisasi ini menghasilkan perubahan nama perusahaan menjadi PPN karet V dari tahun 1963 sampai dengan 1968. Pada tanggal 19 April 1968, dengan surat keputusan Menteri Pertanian No. 55/KPT/OP/1968, PPN karet berubah menjadi PNP V, PNP V kembali berubah nama menjadi PTP V dengan dikeluarkannya PP No. 17/1971 tanggal 29 Mei 1971 dan SK Menteri Keuangan No. 258/SK/IV/1/1976 pada tanggal 19 Maret Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1976. Pada tahun 1992 dilakukan konsolidasi bersama PTP lainnya. Konsolidasi teresebut menghasilkan penggabungan perusahaan yang menggabungkan PTP III, PTP IV dan PTP V dengan seorang direksi yang berkedudukan di PTP masingmasing. Pada tahun 1996 penggabungan PTP tersebut menjadi PTP Nusantara III yang berkedudukan di Sei Skambing Medan Sumatera Utara. Sedangkan Pabrik Kelapa Sawit Rambutan dibangun pada tahun 1983 dan merupakan salah satu pabrik dari 11 PKS yang dimiliki oleh PTP Nusantara III yang terletak di Desa Paya Bagas Kecamatan Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara sekitar 85 km ke arah Tenggara Kota Medan. Tata letak PTPN III PKS Rambutan terdiri atas : 1. Tempat pengolahan kelapa sawit 2. Laboratorium 3. Instalasi 4. Pembangkit tenaga listrik 5. Bengkel 6. Tempat penyimpanan minyak sawit dan inti sawit 7. Kantor 8. Parkir 9. Perumahan staff dan karyawan 10. Kamar mandi 11. Pengolahan limbah Dalam menghadapi pasar bebas di era globalisasi sekarang ini, PTPN III PKS Rambutan telah menerapkan : Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1. Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 Sasaran Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 adalah untuk menjamin produksi yang dihasilkan sesuai dengan standar secara konsisten dan memuaskan pelanggan yang telah di audit oleh pihak external pada bulan Mei tahun 2000 (PT. TUV INTERNASIONAL INDONESIA) dan telah mendapat Sertifikat ISO 2002. 2. Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 Tujuan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 adalah mengembangkan usaha perkebunan dan industri hilir yang berwawasan lingkungan. Telah menjalani TRIAL AUDIT oleh pihak eksternal (PT Surveyor Indonesia) pada bulan Juni tahun 2000. 3. Sistem Manajemen Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja (SMK3) Tujuan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja adalah memberikan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap seluruh staff dan karyawan. Telah menjalani audit oleh pihak eksternal (PT. Sucopindo) pada bulan oktober 2000. Atas Rekomendasi PT. Sucopindo, PKS Rambutan memperoleh “SERTIFIKAT DAN BENDERA EMAS“. PTPN III PKS Rambutan juga mendapatkan “PIAGAM PENGHARGAAN ZERO ACCIDENT AWARD”
2.1.1. Ruang Lingkup Bidang Usaha PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi bergerak dalam bidang usaha pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dan inti Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
sawit (Kernel), sedangkan produk sampingannya berupa cangkang dan fiber yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar penggerak turbin untuk menghasilkan tenaga listrik dan uap yang digunakan oleh pabrik. Pengolahan yang dilakukan menggunakan prinsip pemisahan antara minyak yang terkandung dalam daging buah dengan intinya. Dalam memproduksi CPO dan kernel ini, pabrik menetapkan suatu sasaran mutu yang harus dicapai untuk menjaga kualitas dan standar mutu CPO internasional. Hasil produksi perusahaan diusahakan mencapai standar mutu minyak sawit Indonesia yang telah diperkenalan, yaitu Standard Indonesia Palm Oil I (SIPO I), SIPO II, Standard Indonesia Kernel Oil I (SIKO I), SIKO II dan telah terdaftar pada ISO 9000. Penerapan standar ini diperkirakan akan menjadi keharusan bagi perusahaan yang mengekspor produknya terutama ke luar negeri.
2.1.2. Lokasi Perusahaan PKS Rambutan terletak di Desa Paya Bagas, Kecamatan Rambutan, Kotamadya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara. PKS Rambutan berada pada 3°35 Lintang Utara dan 98°41 Bujur Timur atau berada ± 85 km arah Tenggara kota Medan. Elevasi pabrik berada pada 18 meter diatas permukaan laut. Dengan elevasi seperti ini suhu minimum dan maksimum berkisar antara 22°C - 32°C dan suhu rata-rata mencapai 27°C. PKS Rambutan mempunyai curah hujan rata-rata lima tahun terakhir 1447 mm/tahun dengan 86 hari hujan dan beriklim sedang. Unit kebun rambutan mempunyai luas area 6351,26 ha yang dibagi dua budidaya perkebunan, yaitu komoditi kelapa sawit dan komoditi karet. Luas Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
budidaya karet memiliki area 1720,78 ha, sedangkan sisanya merupakan budidaya tanaman kelapa sawit dan areal penunjang aktifitas dan kuantitas dari perkebunan kebun Rambutan. PKS Rambutan mengolah tandan buah segar yang berasal dari berbagai daerah. Daerah-daerah pemasok TBS yang diolah di PKS Rambutan adalah kebun rambutan, kebun sei induk, kebun tanah raja, kebun gunung para, kebun gunung Pamela dan pihak luar seperti koperasi dan perkebunan inti rakyat (PIR).
2.1.3. Organisasi dan Manajemen Organisasi merupakan wadah atau tempat dilakukannya segala rencana serta kebijakan-kebijakan perusahaan dalam pencapaian tujuan bersama. Organisasi harus digerakkan dengan suatu proses yang dinamika dan khas, yang disebut dengan manajemen. Struktur organisasi memberikan gambaran secara skematis tentang hubungan, kerja sama, pembagian tugas, pendelegasian wewenang serta pembatasan tanggung jawab dari orang-orang yang terdapat dalam organisasi dengan jelas. Struktur organisasi yang digunakan PTPN III PKS Rambutan adalah struktur organisasi yang berbentuk lini dan fungsional karena terlihat adanya pembidangan tugas, dimana pembagian unit-unit organisasi didasarkan pada spesialisasi tugas. Disamping itu, wewenang dari pimpinan dilimpahkan pada unit-unit organisasi di bawahnya dalam bidang-bidang tertentu secara langsung. Struktur organisasi juga ditentukan dan dipengaruhi oleh badan usaha, jenis usaha, besarnya usaha dan sistem produksi perusahaan tersebut.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Organisasi garis adalah suatu bentuk struktur organisasi dimana kekuasaan dan tanggung jawab diturunkan secara garis dari tingkat pimpinan atas kepada bawahannya. Dalam bentuk organisasi ini tidak seorang bawahan yang memiliki atasan lebih dari satu orang, jadi kesimpang siuran perintah yang diterima oleh bawahan sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi. Pada struktur organisasi garis prinsip unity of command atau kesatuan dalam komando akan terpelihara dengan baik. Atasan hanya memerintah bawahan tertentu dan bawahan akan memberikan laporan kepada atasan yang memberi perintah. Organisasi fungsional dalam struktur organisasi ini yaitu, setiap petugas memiliki fungsi yang telah ditentukan oleh pimpinan perusahaan. Jadi tugas dan tanggung jawab dalam organisasi ini dibagi menurut fungsi masing-masing. Pimpinan tiap bidang berhak memerintah kepada semua pelaksana yang menyangkut bidang kerjanya. Petugas-petugas yang setingkat mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang sama. Struktur organisasi PTPN III PKS Rambutan dapat dilihat pada gambar 2.1.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2.1.4. Pembagian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Dalam malakukan aktivitas perusahaan PTPN III PKS Rambutan membutuhkan tenaga kerja dan staffnya untuk menjalankan fungsi manajemen. Tugas, wewenang dan tanggung jawab dilakukan sesuai dengan jabatannya masing-masing. Pembagian tugas dalam organisasi didasarkan atas kualifikasi dan tanggung jawab. Pembagian tugas dan tanggung jawab dari pimpinan/staff yang bekerja di PTPN III PKS Rambutan adalah sebagai berikut : A. Manajer 1. Memimpin dan mengkoordinir masinis kepala yang ditetapkan direksi. 2. Memimpin dan mengkoordinasi tugas-tugas operasional pabrik. 3. Menilai dan mengevaluasi seluruh laporan pekerjaan pabrik, baik di bidang produksi, teknik, pengangkutan maupun administrasi. 4. Melaksanakan dan memelihara kelengkapan dalam rangka kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di lingkungan pabrik . 5. Mengatur, mengkoordinir dan menciptakan sistem administrasi dan pelaporan yang baik dibidang teknik dan pengolahan serta melakukan peningkatan kinerja pabrik. 6. Melakukan koordinasi dengan bagian terkait terutama untuk pekerjaan dibidang pengolahan produksi, teknik, administrasi dan laboratorium. 7. Melakukan pengawasan secara menyeluruh atas aset perusahaan termasuk produksi hasil olahan dan mengawasi pengolahan limbah pabrik. 8. Membuat laporan kepada direksi. 9. Membina hubungan baik dengan instansi dan masyarakat disekitar pabrik. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
10. Melakukan penilaian terhadap karyawan pada setiap akhir tahun atau periode penilaian karyawan. B. Masinis Kepala (Maskep) 1. Menjamin dan menyetujui proses pengolahan. 2. Menjamin dan menyetujui rencana pemeliharaan pabrik. 3. Menjamin bahwa kebijaksanaan mutu dimengerti , ditetapkan, dipelihara diseluruh unit pabrik. 4. Membantu manajer untuk mengidentifikasikan persyaratan-persyaratan sumber daya manusia dan menggunakan personil terlatih disetiap posisi. 5. Meninjau persyaratan kontrak yang berhubungan dengan pemeliharaan pabrik. 6. Meninjau persyaratan bahan kimia, peralatan dan pembuatan yang diusulkan oleh asisten pengolahan, asisten teknik, dan laboratorium. 7. Meninjau rencana produksi dan jadwal pemeliharaan peralatan di pabrik. 8. Mengidentidikasikan kebutuhan pemeliharaan untuk semua personil yang langsung mempengaruhi mutu. 9. Mengevaluasi kemajuan proses pengolahan dan peralatan mesin. 10. Membantu ADM dalam pembuatan dan peninjauan kontrak. C. Asisten Pengolahan 1. Menentukan sasaran mutu tahunan yang berhubungan dengan proses pengolahan. 2. Menentukan standard stok produksi sesuai rencana yang telah ditentukan oleh perusahaan. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Menjamin bahwa kebijaksanaan mutu dimengerti, diterapkan dan dipelihara oleh mandor-mandor dan pekerja pada proses pengolahan. 4. Membuat rencana pemakaian tenaga kerja, peralatan dan bahan-bahan kimia yang digunakan pada proses pengolahan sesuai ketentuan yang ada. 5. Berusaha agar proses produksi dilakukan secara efektif dan afesien untuk mencapai produktifitas yang tinggi. 6. Mengendalikan proses pengolahan dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. 7. Mengawasi barang yang dipasok pelanggan jangan sampai rusak atau hilang. 8. Melakukan pengawasan terhadap bahan baku yang diterima serta produk yang dikirim. 9. Mengawasi dan mengevaluasi kondisi persediaan produk digudang. 10. Mengendalikan
catatan
mutu
terhadap
identifikasi,
pengarsipan,
pemeliharaan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. 11. Bertanggung jawab terhadap kebersihan seluruh lingkungan pabrik. 12. Bertanggung jawab tehadap pencapaian target produksi sesuai dengan bahan baku yang diterima. 13. Menandatangani dan mengevaluasi check sheet dalam proses pengolahan. 14. Mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan untuk semua mandor di proses pengolahan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
D. Asisten Laboratorium 1. Menjamin bahwa kebijaksanaan mutu dimengerti, ditetapkan dan dipelihara diseluruh tingkat organisasi di laboratorium dan sortasi. 2. Membuat rencana pemakaian bahan-bahan serta alat yang berhubungan dengan analisa lanoratorium dan sortasi untuk disampaikan kepada kepala pengolahan setelah disetujui ADM. 3. Menjamin bahwa pemeriksaan dan pengujian pada penerimaan bahan dalam proses dan prodeuk akhir telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan catatan mutu yang telah ditetapkan. 4. Mengawasi bahwa semua dokumen mutu yang berhubungan dengan sortasi dan laboratorium telah dipelihara dengan baik. 5. Mengawasi bahwa pada identifikasi penerimaan bahan baku pada proses maupun produk akhir telah dilaksanakan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. 6. Menyetujui laporan hasil pemeriksaan dan pengujian pada penerimaan bahan baku pada awal maupun produk akhir. 7. Mengevaluasi teknik statistik yang berhubugan dengan aktifitas pengujian dan pemeriksaan di laboratorium dan sortasi. E. Asisten Teknik 1. Menerima laporan hasil perbaikan reperasi yang diborongkan kepada kontraktor. 2. Membantu maskep dan mengevaluasi reperasi yang dilakukan oleh kontraktor. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Menentukan spare part yang digunakan mesin sesuai dengan standard yang ditetapkan. 4. Menjamin bahwa kebijakan mutu dimengerti seluruh mandor dan karyawan teknik. 5. Menjamin bahwa semua aktifitas yang dilakukan o;eh pelaksana teknik sesuai dengan quality procedure yang telah diimplementasikan sampai efektif. 6. Mempersiapkan agenda pertemuan untuk tinjauan manajemen yang berhubungan dengan masalah-masalah teknik. 7. Mengajukan permintaan bahan, alat, mesin untuk kepentingan teknik sesuai dengan perencanaanyang telah dibuat. 8. Memelihara semua dokumen dan catatan mutu dibagian teknik. 9. Menjamin bahwa semua peralatan/mesin yang digunakan dalam proses telah siap dioperasikan. 10. Merencanakan semua peralatan/mesin untuk dipelihara secara rutin. 11. Menandatangani laporan pemeliharaan rutin dan break down maintenance. 12. Membuat laporan bulanan emergency maintenance. F. Asisten Tata Usaha 1. Merencanakan, mengarahkan dan mengawasi kegiatan-kegiatan bidang administrasi dan keuangan. 2. Mengkoordinir laporan bulanan dan tahunan atas anggaran kegiatan di pabrik. 3. Menyusun rancangan anggaran belanja perusahaan. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4. Menganalisa dan memberikan tindakan perbaikan terhadap administrasi pabrik. 5. Membuat laporan pertanggungjawaban kepada manager. G. Papam (Perwira Pengaman) 1. Menyusun rencana kerja dibidang keamanan. 2. Mengkoordinir petugas keamanan. 3. Melaksanakan dan mengawasi kegiatan pengamanan terhadap aset pabrik Membuat laporan pertanggungjawaban bidang keamanan kepada manager. H. Karyawan 1. Melakukan kegiatan operasional di lantai pabrik. 2. Membantu atasan dalam melakukan tugas. 3. Bertanggung jawab kepada atasan atas pekerjaan yang dipercayakan padanya.
2.1.5. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Tenaga kerja/karyawan pada suatu pabrik sangat dibutuhkan untuk mendukung kelancaran proses pengoperasian pabrik PTPT III PKS Rambutan. Perusahaan tersebut memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak 227 karyawan dan pimpinan. Susunan dan jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 2.1. Susunan dan Jumlah Tenaga Kerja PTPN III PKS Rambutan No
KETERANGAN
JUMLAH (Orang)
1
Manajer
1
2
Maskep
1
3
Asisten Tata Usaha
1
4
Asisten Teknik
2
5
Asisten Pengolahan
2
6
Asisten Laboratorium
1
7
Karyawan Pengolahan Shift I
42
8
Karyawan Pengolahan Shift II
42
9
Karyawan Laboratorium/Sortasi
33
10
Karyawan Bengkel
38
11
Karyawan Dinas Sipil
15
12
Karyawan Administrasi
17
13
Karyawan Bagian Produksi
8
14
Karyawan Bagian Keamanan/Hansip
13
Jumlah
227
Sumber : PTPN III PKS Rambutan
Jam kerja karyawan pada bagian produksi pabrik PTPT III PKS Rambutan dibagi atas dua shift, dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 2.2. Jam Kerja Bagian Produksi Shift I
Jam Kerja
07.00 – 19.00 Wib
Senin s/d Sabtu
Jam Istirahat
10.00 – 11.00 Wib dan 15.00 – 16.00 Wib
Shift II
Jam Kerja
19.00 – 07.00 Wib
Senin s/d Sabtu
Jam Istirahat
21.00 – 22.00 Wib dan 02.00 – 03.00 Wib
Sumber : PTPN III PKS Rambutan
Sedangkan untuk jam kerja karyawan pada bagian administrasi dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Jam Kerja Bagian Administrasi Senin s/d Jum’at
Sabtu
Jam Kerja
07.00 – 16.00 Wib
Jam Istirahat
12.00 - 14.00 Wib
Jam Kerja
07.00 – 16.00 Wib
Jam Istirahat
09.30 – 10.00 Wib
Sumber : PTPN III PKS Rambutan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2.1.6. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya Sistem pengupahan pada pabrik PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi adalah sebagai berikut : 1. Gaji pokok bulanan 2. Premi pengolahan, dihitung berdasarkan sawit yang diolah 3. Catu beras tiap bulan Selain pemberian gaji tetap, perusahaan juga memberikan imbalan kompensasi yang merupakan suatu bentuk balas jasa yang besarnya ditentukan berdasarkan prestasi, serta mempunyai kecenderungan untuk diberikan secara tetap, seperti pemberian bermacam-macam fasilitas kepada karyawan, pemberian tunjangan, dan pemberian insentif. Pemberian kompensasi ini merupakan pendorong utama bagi karyawan untuk lebih meningkatkan semangat dan gairah dalam bekerja. Agar kompensasi yang diberikan dapat memberikan efek positif, maka jumlah yang diberikan haruslah dapat memenuhi kebutuhan secara minimal serta sesuai dengan peraturan yang ada. Selain pemberian gaji diatas, perusahaan juga memberikan beberapa tunjangan seperti : 1. Tunjangan Kesehatan 2. Tunjangan Keluarga 3. Tunjangan pemakaman 4. Tunjangan Hari raya 5. Bonus Tahunan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Sistem pengupahan dan fasilitas yang diberikan kepada setiap karyawan dilakuka secara adil sesuai dengan prestasi kerja karyawan tersebut, agar tidak terjadi kecemburuan sosial yang mengakibatkan dampak buruk bagi karyawan dan perusahaan itu sendiri. Dengan adanya pemeberian upah dan fasilitas yang dibutuhkan oleh setiap karyawan, maka karyawan dapat bekerja dengan baik sehingga perusahaan dapat menghasilkan produksi yang baik dan berkualitas.
2.2. Proses Produksi Proses adalah cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumbersumber yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Sedangkan produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Dari uraian diatas, proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode atau teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumbar-sumber yang ada. Kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang penting disamping kacang-kacangan, jagung dan sebaginya. Minyak kelapa sawit yang digunakan berasal dari daging buah (misocrap) dan dari inti sawit (endosperm). Selain menghasilkan minyak dan inti sawit, hasil dari proses buah kelapa sawit adalah tandan buah kosong yang dapat diabukan dan digunakan sebagai pupuk kalium, cangkang yang dapat diolah menjadi arang untuk pengeras jalan di kebun, ampas dan fiber dapat digunakan untuk bahan bakar boiler. Proses produksi kelapa sawit meliputi :
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1. Penimbangan Tandan Buah Sawit (TBS) 2. Penampungan TBS Sementara 3. Perebusan 4. Penebahan 5. Pengempaan 6. Pemurnian Minyak Sawit 7. Pengolahan Biji 8. Pengeringan Inti Sawit
2.2.1. Standar Mutu Produk Agar dapat menghasilkan minyak sawit (CPO) dan inti sawit (Kernel) yang berkualitas, diperlukan batasan-batasan atau standar mutu produk. Dalam pengendalian mutu minyak sawit dipakai tiga parameter kualitas faktor, yaitu : kadar Asam Lemak Bebas (ALB), kadar air, dan kadar kotoran. Standar mutu minyak kelapa sawit umumnya dihubungkan dengan maksud dan penggunaanya. Standar mutu minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Standar Mutu Minyak Sawit NO
Parameter
Produksi (%)
Ekspor (%)
1
Asam Lemak Bebas
3,5
5,00
2
Kadar Air
0,15
0,15
3
Kadar Kotoran
0,02
0,02
Sumber : Laboratorium PKS Rambutan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Sedangkan standar mutu inti sawit dipakai enam parameter, yaitu : kadar ALB, kadar Air, kadar kotoran, inti pecah, kadar minyak, dan inti berubah warna. Standar mutu Inti sawit dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Standar Mutu Inti Sawit NO
Parameter
Produksi (%)
Ekspor (%)
1
Asam Lemak Bebas
Max 5,00
Max 5,00
2
Kadar Air
Max 7,00
Max 7,00
3
Kadar Kotoran
Max 6,00
Max 6,00
4
Inti Pecah
Max 15,0
Max 15,0
5
Kadar Minyak
Min 49,0
Min 49,0
6
Inti Berubah Warna
Max 40,0
Max 40,0
Sumber : Laboratorium PKS Rambutan
2.2.2. Bahan yang Digunakan Bahan yang digunakan dalam proses pengolahan kelapa sawit adalah bahan baku, dan bahan penolong. Bahan baku adalah bahan utama yang diperlukan dalam pembuatan produk. Bahan baku pada produk minyak kelapa sawit adalah tandan buah sawit (TBS) yang terdiri dari dura, psipera, dan tenera. Perbandingan ketiga jenis varietas buah kelapa sawit ini sebagai berikut : a. Dura Spesifikasi : Bentuk buah agak bulat Tebal pericarp 2-6 mm Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tebal cangkang 2-5 mm Percent pericarp terhadap buah, 70 % Percent inti terhadap buah, 10 % b. Pesifera Spesifikasi : Ukuran buah lebih kecil Tebal pericarp, sangat tebal Tebal cangkang, 0-0,1 mm Percent pericarp terhadap buah, 95 % Percent inti terhadap buah, 5 % c. Tenera Spesifikasi : Buah agak lonjong Tebal pericarp, 4-10 mm Tebal cangkang, 1-25 mm Percent inti terhadap buah, 5 % Kualitas maupun kuantitas minyak dan inti sawit erat hubungannya dengan umur buah. Didalam buah mentah terdapat asam lemak bebas yang rendah namun minyaknya rendah. Didalam buah yang kelewat masak terdapat minyak dalam jumlah yang banyak akan tetapi kadar asam lemak bebasnya tinggi. Secara ekomonis buah yang diinginkan untuk dipanen adalah buah yang kandungan minyaknya tinggi dan kadar asam lemak optimum. Buah masak yang demikian lazim disebut buah yang berumur enam bulan sejak polinasi. Sedangkan bahan penolong adalah bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi tetapi tidak ikut dalam pembuatan produk. Bahan peno Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
long yang digunakan oleh PTPN III PKS Rambutan adalah : 1. Steam (uap) Steam disuplai dari back preassure vessel (BPV) yaitu suatu tangki penampung uap. Uap dihasilkan dari boiler untuk memutar turbin sehingga menghasilkan tenaga listrik. 2. Air panas Air panas diperoleh dari hasil pemanasan air bersih oleh uap pada suatu tangki yang disebut hot water tanki, dari tangki ini air panas disalurkan pada setiap stasiun yang memerlukannya.
2.3. Uraian Proses Uraian proses produksi dari awal hingga akhir pengolahan kelapa sawit adalah sebagai berikut : 1. Stasiun Penerimaan Buah Stasiun penerimaan buah berfungsi untuk menerima tandan buah sawit (TBS) yang berasal dari kebun. Pada stasiun ini TBS melalui tahapan penimbangan buah dan penumpukan buah. Tandan buah sawit yang masuk ke PKS Rambutan ditimbang di jembatan timbang yang terbuat dari plat baja berbentuk segi empat. Fungsi dari jembatan timbang adalah untuk mengetahui jumlah berat tandan yang akan diolah dengan cara sebagai berikut : 1. Truk berisi TBS ditimbang dan dinyatakan sebagai bruto. 2. Setelah ditimbang TBS dibongkar di loading ramp dan truk kosong ditimbang kembali dan dinyatakan sebagai tara. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Selisih antara bruto dan tara adalah netto dan merupakan berat TBS yang diterima di pabrik. Tujuan penimbangan adalah : 1. Mengetahui rendemen yang dihasilkan minyak sawit dari TBS yang diolah. 2. Mengetahui kapasitas olah. 3. Mengetahui TBS yang masuk, sehingga diketahui input dari perusahaan.
2. Penampungan TBS sementara (Loading ramp) Setelah tandan buah sawit ditimbang, kemudian dilanjutkan ketempat penampungan TBS sementara untuk disortasi dan dimasukkan kedalam lori. Proses di loading ramp sangat bergantung pada jumlah kapasitas lori. Fungsi sortasi adalah untuk mengetahui kualitas TBS dari setiap TBS yang masuk ke PKS Rambutan dan menseleksi bahan atau TBS yang bisa diolah, dan yang tidak bisa diolah dikembalikan lagi ke kebun. Sebelum pengisian lori dilakukan, dipastikan letak posisi lori tepat pada pintu loading ramp.
3. Stasiun Perebusan (Sterilizer) TBS yang telah dimasukkan kedalam lori, selanjutnya ditarik oleh rail track yang merupakan landasan untuk bergerak yang terbuat dari baja. Rail track ini mempunyai jumlah tiga unit untuk jalannya lori. Buah ditarik menuju sterilizer untuk direbus. Pada proses perebusan ada tiga unit ketel rebusan, setiap unit diisi sebanyak delapan lori, setiap lori berisi TBS sebanyak 2,5 ton. Sistem perebusan memakai sistem tiga puncak tekanan uap atau steam dengan memakai alat kontrol Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
yang bernama Program Logical Control (PLC). Adapun tujuan dari perebusan, yaitu : 1. Memudahkan brondolan lepas dari tandan. 2. Melunakkan buah sehingga mudah diaduk. 3. Menonaktifkan enzim-enzim yang merusak mutu minyak. 4. Melekangkan inti dari cangkang. 5. Menggumpalkan zat putih telur (protein) dalam buah agar pemurnian mintak mudah dilakukan. Dalam perebusan diperlukan waktu 90 menit dengan menggunakan suhu 140ºC. Perebusan diperlukan tekanan uap atau steam sebesar 2,8 – 3,0 kg/cm. Kapasitas sterilizer dalam perebusan TBS adalah 30 ton/jam. Pada perebusan ini air yang dibuang melalui condensat pump untuk membuang udara pada buah sehingga tidak terjadi isolasi yang dapat direndam. Cara pembuangan air kondensat dalam perebusan adalah cara perebusan tiga puncak dengan menggunakan pemanasan pada tekanan kerja dilakukan tiga kali penaikan tekanan uap dan pengeluaran kondensat serta udara yang kemudian akan menuju pembuangan limbah. Proses perebusan tiga puncak antara lain : a. Daeration Yaitu pembuangan udara dengan cara memasukkan uap secara perlahan-lahan yang bertujuan untuk mendorong udara keluar, sehingga tercapai tekanan hampa dan keran udara terbuka.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
b. Maintain pack I Yaitu menaikkan tekanan dalam ketel rebusan yang bertujuan untuk mengeluarkan air dalam buah. Prosesnya sebagai berikut : - Kran pemasukan uap (in let steam) dibuka 15 menit untuk mencapai tekanan 2,3 kg/cm. - Kemudian in let steam ditutup, sedangkan outlet steam kran pembuangan kondensat dan udara dibuka dengan cepat untuk menurunkan tekanan menjadi 0,3 kg/cm. - Waktu yang dipergunakan untuk menurunkan tekanan dari 2.3 kg/cm2 menjadi 0.2 kg/cm2 adalah 3 menit, kemudian kran-kran ditutup kembali. c. Maintain pack II Yaitu memasukkan uap untuk mencapai tekanan kerja 2,7 kg/cm yang bertujuan untuk merebus dengan tekanan uap tertutup. d. Maintain pack III Memasukkan uap untuk mencapai tekanan 2,5 - 3,0 kg/cm yang bertujuan untuk membuang air kondensat. Prosesnya adalah : - Kran in let steam dibuka penuh untuk mencapai tekanan 3.0 kg/cm2. - Jumlah waktu untuk mencapai puncak tiga ( tekanan 3.0 kg/cm2 ) adalah 13 menit. - Puncak tiga ini ditahan selama 45 menit (keadaan ini disebut holding time). - Selesai masa tahan in let steam ditutup sedangkan outlet steam kran pembuangan kondensat dan pembuangan udara dibuka selama 5 menit sehingga tekanan turun menjadi 0 kg/cm2. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
- Setelah tekanan dalam perebusan turun hingga 0 kg/cm2 dan air kondensat terkuras habis, pintu pengeluran dapat dibuka dan dengan bantuan capstand lori-lori dikelurkan untuk proses lanjutan. Waktu yang dipergunakan untuk membuka pintu mengeluarkan lori adalah 5 menit. Secara grafik, sistem perebusan dengan tiga puncak dapat dilihat pada Gambar 2.2. Tekanan steam perebusan ( kg/cm2 )
45’ 3.0 2.7 2.3
0.2
Waktu perebusan 0
90’ ( menit )
Gambar 2.2. Grafik sistem perebusan tiga puncak (triple peak)
4. Stasiun Penebah (Threeser) Buah yang telah selesai direbus kemudian dikeluarkan dari sterilizer menggunakan penarik lori (capstan) dibawa ke stasiun penebah, kemudian diangkat dengan pengangkat lori (hosting crane) lalu dimasukkan ke tempat penebahan buah (threeser). Setelah buah masuk ke threseer yaitu alat untuk memisahkan antara brondolan dengan janjangan dengan cara membanting dan Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
mendorong janjangan keluar menuju empty bunch conveyor (janjangan kosong). Empty bunch conveyor berfungsi untuk membawa janjangan kosong ke empty bunch hopper atau tempat penampungan sementara janjangan kosong yang kemudian akan diangkut ke areal tanaman. Sedangkan brondolan menuju conveyor pengiriman buah (fruit transfrer conveyor). Dari fruit transfer conveyor brondolan diproses ke fruit elevator yang berfungsi untuk mengangkut brondolan dengan alat bantu timba-timba
dari
pembagi yang diarahkan ke fruit distributor conveyor yang berfungsi untuk membagi brondolan kedalam alat pencacah (digester) yang selanjutnya akan memisahkan daging buah dan biji. Digester berfungsi untuk melumatkan daging buah agar mudah diproses dan memisahkan butiran-butiran minyak dengan menggunakan suhu 80° - 90°C. Proses ini harus dalam keadaan panas agar seratserat buah atau cangkang mudah terpisah dari bijinya dan menjadi lembut, dimana jika dingin akan menjadi beku. Pada proses digester menggunakan air dengan perbandingan antara air dan buah yaitu 1: 2. Pada digester terdapat empat pasang mata pisau, tiga yang berguna untuk mengaduk dan satu pasang untuk mengeluarkan massa. Brondolan yang telah dicacah kemudian dipress menggunakan screw press yang berfungsi untuk pengepressan minyak yang terdapat pada daging buah dengan tekanan 60 kg/cm, sehingga minyak kasar keluar dari daging buah. Pada proses pengepressan brondolan menghasilkan perbandingan pengenceran antara minyak sebesar 40 %, air 40 % dan ampas 20 %. Pada proses pengepressan ini untuk mengepress minyak yang terdapat pada daging buah menggunakan alat bantu tangki air panas Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
dengan temperatur 95°C yang berasal dari menara air dengan persediaan air untuk pabrik dengan pH = 7.
5. Stasiun Pengempaan (press in station) Pengempaan adalah proses pemerasan minyak dari massa remasan dan mengusahakan agar kehilangan pada ampas remasan sekecil mungkin. Alat yang digunakan terdiri dari sebuah press cylinder yang berlubang-lubang dan didalamnya terdapat screw press yang berputar-putar berlawanan arah. Tekanan kempa diatur oleh dua buah cones yang berada pada bagian ujung pengempa yang dapat digerakkan maju-mundur secara hidrolis. Dengan tolakan pisau kempa dalam digester, massa adukan keluar dan masuk kedalam alat kempa melalui feed screw, selanjutnya dikempa oleh mesin screw. Proses pemerasan didasarkan pada prinsip kerja double screw yang berputar berlawanan arah, sehingga massa remasan ditekan dan mengeluarkan minyak kasar (crude oil). Minyak keluar dari feed screw dan main screw dan ditampung dalam talang minyak, selanjutnya dialirkan ke saringan bergetar (sand trap tank). Untuk memudahkan pemisahan dan pengaliran minyak pada feed screw dilakukan injeksi uap dan penambahan panas. Setelah minyak diperas sebagai sisanya berupa ampas dan biji yang didorong keluar dan jatuh kedalam screw conveyor untuk dibawa ke alat pemisah ampas dan biji. Proses pengempaan merupakan tahapan proses yang memisahkan proses produksi selanjutnya menjadi dua bagian, yaitu crude oil diteruskan ke proses pemurnian minyak (clarification), sedangkan ampas dan biji dibawa ke proses pengolahan biji.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
6. Stasiun Klarifikasi (Proses Pemurnian Minyak) Minyak kasar yang keluar dari proses pengempaan (Screw press) masih mengandung kotoran-kotoran, pasir, cairan dan benda kasar lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pemurnian untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan yang tidak diharapkan. Minyak dari pengadukan dan pengempaan dialirkan ke crude oil tank melalui sand trap tank yang berfungsi menangkap pasir yang terikut dengan minyak dan vibro separator yang berfungsi memisahkan kotoran berupa sabut dan kotoran lainnya yang tidak dapat lolos dari saringan/ayakan. Kemudian minyak dari crude oil tank dipompakan ke stasiun klarifikasi. Fungsi dari crude oil tank adalah : 1.
Menurunkan NOS
2.
Menambah panas
3.
Transit tank Tahapan-tahapan proses pemurnian minyak, yaitu :
a.
Vertical clarifier Tank (VCT) Vertical continue Tank adalah tangki pemisah. Minyak dalam tangki ini masih bercampur dengan sludge (lumpur, air dan kotoran lainnya). Pemisahan minyak dari sludge berdasarkan perbedaan berat jenis antar minyak dengan sludge melelui proses pengendapan. Agar pemisahan minyak dan sludge dapat berlangsung terus menerus dan sempurna, maka temperature di dalam tangkiperlu dijaga 950C dengan mengalirkan uap melalui pipa pemanas (coil). Minyak dialirkan ke oil tank dan dialirkan ke sludge tank.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
b.
Oil Tank Pure tank adalah bejana penampang minyak sebelum diolah dengan menggunakan oil purifier. Temperatur minyak tetap 900 - 950C agar minyak tetap cair sehingga mudah diproses.
c.
Oil Purifier Oil purifier adalah suatu mesin yang berfungsi memisahkan minyak dari kotoran dan air. Pemisahan minyak dari kotoran/sludge adalah berdasarkan dengan berat jenis dengan cara memberikan gaya centrifugal. Putaran alat ini 7500 per menit, kemudian minyak yang dihasilkan dipompakan ke vacum drier untuk dikeringkan, sedangkan sludge dialirkan ke fat-fit.
d.
Vacuum Dryer Vacuum dryer berfungsi mengeringkan minyak. Proses pengeringan adalah dengan cara mengabutkan minyak didalam vacum. Air akan menguap meninggalkan minyak kemudian minyak yang sudah bebas air ini dipompakan kedalam tangki timbun.
e.
Sludge Tank Sludge tank adalah bejana penampung sludge sebelum diolah menggunakan sludge separator. Temperatur sludge tetap dijaga 900 – 950C agar tetap mencair, sehingga mudah diproses.
f.
Sludge Separator Sludge sparator adalah suatu mesin yang berfungsi memisahkan minyak dari kotoran kasar dan air. Pemisahan minyak dari kotoran/sludge adalah berdasarkan perbedaan berat jenis dengan cara memberikan gaya centrifugal.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Minyak yang dihasilkan dipompakan ke vertical clarifier Tank sedangkan sludgenya dialirkan ke fat – fit. Seluruhnya sludge dari pabrik dialirkan ke fat-fit untuk mengutip minyak yang masih ada, sisanya berupa limbah yang dialirkan ke sistem penanganan limbah. Setelah minyak yang diproses menjadi murni, selanjutnya minyak murni disimpan ditempat penyimpanan sementara minyak (storage tank) sebelum dikirim.
7. Stasiun Pengolahan Biji (Kernel Plan) Adapun tahapan-tahapan dalam pengolahan biji adalah sebagai berikut : a.
Cake Breaker Conveyor Fungsi dari cake creaker conveyor adalah untuk membawa dan memecahkan gumpalan cake dari stasiun press ke depericarper. CBC merupakan konveyor berbentuk uliran terbuka untuk menghantarkan ampas kempa ke alat pemolis biji (polishing drum), sambil bongkahan ampasnya dipecah-pecah dan dikeringkan sepanjang uliran. Uliran berputar digerakkan oleh elektromotor. Pemecah
ampas
dilakukan
sambil
memberikan
pemanasan
dengan
menggunakan uap yang dimasukkan, sehingga temperatur mencapai 700C. b.
Depericarper Fungsi dari depericarper adalah untuk memisahkan fiber dengan nut dan membawa fiber menuju boiler untuk dijadikan bahan bakar.
c.
Nut Polishing Drum Fungsi dari Nut polishing drum adalah : 1. Membersihkan biji dari serabut-serabut yang masih merekat.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Membawa nut dari depericarper ke nut transport. 3. Memisahkan nut dari sampah. Nut yang keluar dari nut polishing drum dibawa ke nut silo menggunakan nut elevator.
d.
Nut Silo Fungsi dari nut silo adalah sebagai tempat penyimpanan sementara nut sebelum diolah selanjutnya. Nut silo dilengkapi dengan 3 unit pemanas yang disusun bertingkat dan dilengkapi dengan shacking grac (pengguncang) untuk mengeluatkan biji kering.
e.
Ripple Mill Fungsi dari ripple mill adalah memecah nut dengan sistem pemulas, sehingga
biji terpecah menjadi cangkang dan inti yang kemudian menuju LTDS. Ripple mill memecah biji dengan gaya sentrifugal. Biji yang masuk akan terdampar ke dinding, sehingga biji terpecah dan cangkang terlepas dari inti. f.
Kernel Grading Drum Fungsi kernel grading drum adalah menyaring nut utuh dan nut pecah yang berukuran besar yang dapat terikut ke produksi untuk diproses ulang dan mengurangi beban peralatan pada proses selanjutnya. Kernel grading drum dapat ditempatkan stelah ripple mill atau setelah LTDS.
g.
Light Tenera Dust Separation (LTDS) Fungsi LTDS adalah memisahkan cangkang, inti utuh dan inti pecah dan membawa cangkang untuk bahan bakar boiler.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
h.
Hydrocyclone Fungsi hydrocyclone adalah mengutip kembali inti yang terikut dengan cangkang, mengurangi loses inti pada cangkang dan kadar kotoran menurut berat jenisnya, yang kemudian akan menuju ke penyimpanan inti (kernel silo).
i.
Kernel Silo Fungsi kernel silo adalah mengurangi kadar air yang terkandung dalam inti produksi. Penurunan kadar air pada inti bertujuan untuk menghindari penjamuran pada saat penyimpanan. Penurunan inti harus benar-benar diawasi dengan cermat dan jangan sampai lengah.
j.
Kernel Storage Fungsi kernel storage adalah sebagai tempat penyimpanan inti sementara yang akan menuju gedung inti yang akan dikirim kepada pelanggan menggunakan truk. Proses pengolahan TBS dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
TBS
Timbangan Loading ramp Perebusan Penebah Pengempa
Pemurnian minyak
Pengolahan biji
Sand Trap Tank
Cake Breaker Conveyor
Vibro Separator
Depericarper
Crude Oil Tank
Nut Polishing Drum
VCT
Nut Silo
Oil Tank
Ripple Mill
Oil Purifier
Kernel Grading Drum
Vacum Dryer
LTDS
Storage Tank
Hydrocyclone Kernel Silo Kernel Dryer Kernel Storage
Gambar 2.3. Blok Diagram Proses Pengolahan Kelapa Sawit (TBS) Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
8. Pengeringan Inti Sawit Air merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan asam lemak bebas, pemecahan protein dan hidrolisa karbohidrat yang cukup banyak terkandung terutama dalam inti sawit yang dihasilkan dengan pemisah secara basah alat pengeringan inti yang dipakai adalah tipe rectangulair. Alat ini mengeringkan inti dengan udara panas, yaitu mengalirkan udara melalui heater yang terdiri dari spiral berisi uap panas dengan suhu 1300C (heater atas), 850C (heater sedang), dan 600C (heater bawah). Udara panas dihembuskan dan keluar dari lubang yang sudah ada, sehingga pengeringan inti setiap lapisan dapat terjadi dengan baik. Masa pengeringan tergantung dari kadar air dalam inti, yang dipengaruhi oleh sistem perebusan bua, fermentasi biji dan sistem pemisahan inti dengan cangkang.
2.4. Mesin Dan Peralatan Mesin adalah suatu peralatan yang digerakkan oleh suatu kekuatan/tenaga yang dipergunakan untuk membantu manusia dalam melakukan proses pengerjaan/produksi, sedangkan peralatan merupakan instrumen atau perkakas dari suatu mesin. Mesin dan peralatan adalah salah satu faktor utama proses produksi. Pemilihan mesin dan peralatan yang tepat akan meningkatkan produktivitas dan meminimumkan biaya produksi. Adapun spesifikasi mesin dan peralatan yang digunakan PTPN III PKS Rambutan dalam kegiatan produksi pengolahan Minyak Sawit (Crude Palm Oil) dan Inti Sawit (Palm Kernel) adalah sebagai berikut : Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1.
Sterilizer Station Spesifikasi sterilizer 8 lori adalah : Diameter
= 2.700 mm
Panjang
= 28.500 mm
Kapasitas
= 20 ton
Tekanan uap
= 0 – 3,5 kg/cm2
Temperatur uap
= 115°C – 140oC
Dibuat oleh
= Kesco
Jumlah
= 3 unit
Fungsi
= Sebagai ruangan untuk tempat perebusan buah
2. Threshing Station a. Hoisting Crane Merk
= Demag
Kapasitas
= 6,5 ton
Jumlah
= 2 unit
Fungsi
= Mengangkat buah dari dalam lori ke thresser
b. Automatic feeder Panjang
= 5860 mm
Lebar
= 3300 mm
Kapasitas
= 35 ton/jam
Power (P)
= 250 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 1,42 A
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Putaran
= 24 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Fungsi
= Menggerakkan dan mengatur kecepatan pada
mesin
polishing drum (bantingan) 3. Theresher (Mesin penebah) Diameter
= 2057 mm
Panjang
= 5029 mm
Kapasitas
= 35 ton/jam
Power (P)
= 240 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 1,36 A
Putaran
= 25 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Fungsi
= Sebagai tempat bantingan agar buah dapat terlepas dari tandannya
4. Empty Bunches Conveyor ( Konveyor Janjangan Kosong ) HORIZONTAL
INCLINED
Panjang
= 25.000 mm
20.000 mm
Garpu/timba
= 109 pcs
82 pcs
Type
= Reinold
Reinold
Pitch
= 4”
4”
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Z
= 16
16
Panjang rantai
= 46.000 mm
40.000 mm
Power (P)
= 600 Hp
400 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
220 V
Arus (I)
= 3,4 A
2,27 A
Putaran
= 10 rpm
15 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Fungsi
= Membawa janjangan kosong ke empty bunch conveyor
5. Empty Bunch Hopper (Penimbun janjangan kosong) Tinggi
= 5000 mm
Panjang
= 17500 mm
Lebar
= 10000 mm
Power (P)
= 240 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 1,36 A
Putaran
= 25 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Fungsi
= Membongkar jajangan langsung ke trailer–trailer atau truk–truk yang ditempatkan di bawah hopper
6. Fruits Elevator (Timba–timba buah) Panjang
= 3000 mm
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Kapasitas
= 35 ton/jam
Daya
= 5,5 Kw
P.Timba
= 525 mm
L.Timba
= 220 mm
Power (P)
= 150 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 0,85 A
Putaran
= 40 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Fungsi
= Mengangkat buah untuk disuplai ke fruits distributing conveyor
7. Pressing Station a. Fruits Distributing Conveyor Diameter
= 600 mm
Panjang
= 7.000 mm
Power (P)
= 200 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 1,14 A
Putaran
= 24 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Fungsi
= Membawa berondolan-berondolan menuju digester
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
8. Digester Internal diameter = 1200 mm Tinggi Conteiner = 3000 mm Isi
= 3200 ltr
Kapasitas
= 10 ton/jam
Power (P)
= 240 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 1,36 A
Putaran
= 10 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Type
= LD 3200
Jumlah
= 4 unit
Fungsi
= Melumatkan berondolan-berondolan sebelum di press
9. Twin Screw Press Panjang
= 4910 mm
Lebar
= 1478 mm
Tinggi
= 1035 mm
Kapasitas
= 10 – 12 ton/jam
Power (P)
= 600 Hp
Tegangan (V)
= 380 V
Arus (I)
= 1,97 A
Putaran
= 24 rpm
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Type
= LP 10 – 12
Jumlah
= 4 unit
Fungsi
= Memisahkan buah yang sudah lumat menjadi minyak dan cake
10. Clarification Station a. Vibrio Separator Merek
= Amcko
Diameter
= ± 1524 mm (60” )
Jumlah
= 2 unit
Power (P)
= 4,05 Hp
Tegangan (V)
= 380 V
Arus (I)
= 0,01 A
Putaran
= 1480 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Fungsi
= Memisahkan partikel-partikel besar yang ada
dalam
crude oil yang dialirkan dari sand trap tank b. Crude Oil Tank Kapasitas
= 5 m3
c. Continuous Settling Tank Kapasitas
= 90 m3
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Jumlah
= 1 unit
Diameter
= 5000 m
Fungsi
= Memisahkan minyak dari bahan lain bukan minyak
d. Sludge Tank Kapasitas
= 24 m3
Jumlah
= 1 unit
Fungsi
= Mempersiapkan cairan sisa agar lebih muda diproses kembali pada decanter
e. Oil Tank Kapasitas
= 24 m3
Jumlah
= 4 unit
Fungsi
= Menampung minyak yang berasal dari continious tank dan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam minyak
f. Sludge Drain Tank Kapasitas
= 15 m3
Panjang
= 5000 m
Lebar
= 2000 m
Tinggi
= 1500 m
Fungsi
= Menampung hasil pengutipan minyak dari sludge separator
g. Hot Well Water Tank Kapasitas
= 6 m3
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Fungsi
= Menampung kelebihan dari tangki air panas, air kondensasi dan air pendingin turbin.
h. Sludge Oil Recovery Tank Kapasitas
= 150 m3
Jumlah
= 2 unit
11. Kernel Recovery Station a. Depericarper Kapasitas
= 35 ton TBS/jam
Jumlah
= 1 unit
Power (P)
= 4 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 0,02 A
Putaran
= 1500 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Fungsi
= Memisahkan biji atau nut dari sabut/fibre dan campuran lain yang tergolong fraksi ringan
b. Cake Breaker Conveyor Diameter
= 7 00 mm
Power (P)
= 100 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 0,57 A
Putaran
= 60 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Cos Ø
= 0,8
Kapasitas
= 35 ton TBS/jam
Jumlah
= 1 unit
Fungsi
= Memecahkan gumpalan-gumpalan ampas yang keluar dari screw press dan juga untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam ampas agar memiliki persyaratan bagi bahan bakar boiler
c. Polishing Drum Diameter
= 1000 mm
Panjang
= 7900 mm
Power (P)
= 150 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 0,85 A
Putaran
= 1500 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Fungsi
= Memisahkan kernel dengan bahan lain yang bukan kernel
d. Fibre Cyclone Diameter cyclone = 2500 mm Tinggi
= 2440 mm
Kapasitas
= 35 ton/jam
Jumlah
= 1 unit
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Fungsi
= Menampung serat-serat yang terangkat akibat tekanan isap
e. Nut Conveyor Diameter
= 300 mm
Kapasitas
= 5 ton biji/jam
Power (P)
= 240 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 1,36 A
Putaran
= 25 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø Fungsi
= 0,8 = Membawa kernel menuju transport pneumatic biji
f. Pneumatic Nut Transport Kapasitas
= 5 ton biji/jam
Power (P)
= 240 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 1,36 A
Putaran
= 25 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Jumlah
= 1 unit
Fungsi
= Membawa kernel menuju nut silo
g. Nut Silo Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Kapasitas
= 30 m3
Jumlah
= 2 unit
Fungsi
= Tempat penampung nut sebelum dipecahkan
h. Ripple Mill
i.
Type
= E 450
Kapasitas
= 6 ton nut/jam
Power (P)
= 100 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 0,57 A
Putaran
= 25 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Jumlah
= 2 unit
Fungsi
= Memecahkan nut yang diperoleh dari nut silo
Cracked Mixture Conveyor Diameter
= 380 mm
Jumlah
= 2 unit
Power (P)
= 150 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 1,36 A
Putaran
= 40 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Cos Ø
= 0,8
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Fungsi j.
= Membawa inti agar dipisahkan menjadi kernel dan sheel
Kernel Pneumatic Separator Tinggi I
= 1730 mm
Diameter
= 1830 mm
Tinggi II
= 610 mm
Diameter
= 910 mm
Jumlah
= 2 unit
Fungsi
= Memisahkan cracker mixture pada LTDS, dimana sheel tenera yang halus dapat dibuang
k. Claybath Separator Panjang
= 6.000 mm
Lebar
= 2.006 mm
Spesifik grafity lumpur
= 1.11 – 1.14 kg/dm3
Jumlah
= 1 unit
Fungsi
= Memisahkan inti dengan cangkang berdasarkan pada perbedaan berat jenis.
12. Kernel Silo Dryer Kapasitas
= 40 m3
Power (P)
= 9,23 Hp
Tegangan (V)
= 220 V
Arus (I)
= 0,05 A
Putaran
= 25 rpm
Frekwensi (F)
= 50 Hz
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Putaran
= 1450 rpm
Kec. Kipas
= 2100 rpm
Cos Ø
= 0,8
Jumlah
= 2 unit
Fungsi
= Mengeringkan inti dengan jalan pemanasan dengan uap dan juga menurunkan kadar air sehingga asam lemak bebas
13. Kernel Bulk Silo Kapasitas
= 400 ton inti
Jumlah
= 1 unit
Fungsi
= Gudang penimbunan kernel yang siap untuk dipasarkan.
2.5. Utilitas Utilitas merupakan sarana pendukung yang harus dipenuhi dalam proses produksi, setiap perusahaan mempunyai peralatan baik itu yang langsung berhubungan dengan proses produksi maupun peralatan penunjang lainnya. Untuk menghasilkan produk setengah jadi ataupun produk jadi, untuk itu utilitas harus dijaga keberadannya untuk mengoptimalkan kerja. Utilitas yang terdapat pada pabrik PTPN III PKS Rambutan adalah : 1.
Bengkel Bengkel yang dimaksud adalah tempat melakukan kegiatan perbaikan mesin dan peralatan-peralatan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2.
Boiler Fungsinya untuk memanaskan air dimana uap airnya akan dialirkan ke mesin sterilizer, station clarification, threeser dan mesin-mesin lain yang membutuhkan dalam proses produksi. Jumlahnya 2 unit.
3.
Generator Setting (Genset) Berfungsi sebagai pembangkit tenaga listrik, selain dari PLN.
4.
Water Treatment (Stasiun Penjernihan Air) Water treatment adalah pengolahan air di luar ketel yang berfungsi untuk : 1. Menghilangkan unsur garam dalam air 2. Mengendapkan kotoran dalam air 3. Pengaturan pH air 4. Menghilangkan gas yang bersifat korosi 5. Menjernihkan air untuk dialirkan ke pabrik dengan cara penangkapan zat padat yang harus dibersihkan dengan sedimentasi bak dan sortasi
5.
Stasiun Pembangkit Tenaga Listrik (Power Plant) Berfungsi untuk menghidupkan mesin dan peralatan pada proses pengolahan, penerangan pabrik dan penerangan di perumahan karyawan.
2.6. Safety and Fire Protection Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan kerja, cacat dan kematian yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi dapat mengakibatkan hambatan-hambatan yang sekaligus juga merupakan kerugian secara tidak langsung seperti kerusakan mesin dan peralatan Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
kerja. Masalah keselamatan harus benar-benar diperhatikan pada saat perancangan dan bukan baru dipikirkan kemudian setelah pabrik didirikan. Namun sekalipun pabrik sudah beroperasi, perencanaan tetap penting untuk mencapai standar keselamatan kerja yang tinggi. Cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan adalah dengan menggunakan peralatan pelindung diri yang tergantung pada jenis pekerjaan di lapangan. Alatalat pelindung diri meliputi : 1.
Kaca mata untuk pekerja yang melakukan pengelasan.
2.
Pelindung telinga khusus digunakan khusus bagi pekerja yang mendapatkan kebisingan dari, generator listrik, mesin-mesin diesel, kompresor dan sebagainya.
3.
Pelindung pernapasan berupa masker khusus untuk melindungi dari pencemaran akibat gas, uap, debu dan sebagainya.
4.
Sepatu pengaman untuk melindungi pekerja dari kecelakaan yang disebabkan oleh benda berat yang menimpa kaki, benda tajam yang mungkin terinjak, lantai yang licin.
5.
Topi/helm khusus untuk melindungi kepala pekerja saat bekerja dari benda yang jatuh atau melayang dari atas.
6.
Sarung tangan khusus untuk melindungi tangan dari tusukan, sayatan, terkena benda panas, aliran listrik dan sebagainya. Untuk pengamanan arus listrik maka saklar-saklar harus ditempatkan pada
posisi yang mudah di jangkau dan tertutup, sekring-sekring harus pada panel tertutup, kabel listrik harus terpasang yang bagus agar tidak terjadi korslet antar Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
dan putuskan aliran listrik bila terjadi hal-hal yang membahayakan keselamatan pekerja.
2.7. Waste Treatment Pengolahan limbah pada pabrik terdiri dari dua proses, yaitu : 1. Proses Pengolahan Limbah Padat Limbah padat yang berasal dari proses perontokkan buah dari tandannya menghasilkan limbah berupa tamdan kosong, dimana dari pembakaran tandan kosong ampas dan cangkang akan menghasilkan abu. Cangkang mengandung kalori yang tinggi, oleh karena itu sebagian cangkang digunakan untuk bahan bakar bolier dan sebagian lagi dimanfaatkan untuk pengeras jalan. Ampas juga mengandung kalori yang cukup tinggi. Abu yang dihasilkan dikumpulkan ditempat penampungan tandan kosong, kemudian diangkut dengan truk ke kebun dan dapat digunakan untuk pupuk. 2. Proses Pengolahan Limbah Cair Limbah cair minyak sawit terdiri dari komponen-komponen antara lain karbohidrat, protein, minyak dan lemak. Dimana komponen-komponen tersebut didegradasi oleh bakteri sehingga terbentuklah metana dan CO2 yang cepat menguap. Limbah cair diolah dengan cara pengolahan atau pemurnian air industri pada Water Purifying Facilities. Setelah diolah dan dimurnikan air ini kemudian digunakan kembali untuk keperluan industri, maupun untuk keperluan konsumsi.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB III LANDASAN TEORI
3.1. Pengertian dan Tujuan Pengendalian Persediaan Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan perdagangan ataupun pabrik selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, perusahaan akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan para pelanggannya, dan terhambatnya proses produksi. Hal ini mungkin terjadi, karena tidak selamanya suku cadang tersedia pada setiap saat, yang berarti bahwa perusahaan akan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya didapat. Jadi persediaan sangat penting artinya untuk setiap perusahaan. Persediaan ini diadakan apabila keuntungan yang diharapkan dari persediaan tersebut (terjadinya kelancaran usaha) hendaknya lebih besar daripada biaya-biaya yang ditimbulkannya. Beberapa pengertian mengenai peresediaan menurut para ahli sebagai berikut : 1. Pengertian persediaan menurut William J. Stevenson adalah An inventory is a stock or store of goods. Artinya persediaan adalah suatu barang yang disimpan ataupun dijual. 1 2. Persediaan (inventory) menurut Jhon E. Biegel didefenisikan sebagai berikut :
1
William J Stevenson, Production/Operation Management (United States Of America: Homeewood, Illinois, 1986), p.467. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
“Inventory may be defined as material held in storage for later use or sale”. Artinya persediaan didefenisikan sebagai suatu material yang disimpan di gudang untuk penggunaan selanjutnya, atau untuk dijual. 2 3. Menurut Martin K. Starr defenisi persediaan sebagai berikut : “Inventory deals with the determination of optimal procedure for procuring stock of commodities to meet future demand“. Artiya persediaan berhubungan dengan penetuan prosedur yang optimal dalam pengadaan stok untuk permintaan masa yang akan datang. 3 Dari defenisi-defenisi tersebut
dapat
diambil kesimpulan
bahwa
persediaan adalah suatu prosedur pengerjaan yang optimum untuk mengadakan persediaan barang-barang untuk memenuhi permintaan masa yang akan datang. Setiap perusahaan harus dapat menentukan dan mempertahankan suatu tingkat persediaan optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran perusahaan dalam jumlah, waktu yang tepat dan biaya yang rendah. Untuk mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimal, maka perlu suatu sistem pengendalian persediaan. Sistem pengendalian persediaan dapat didefenisikan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat. Pengendalian
2
J.E. Biegel, Production Control A Quantitatif Approach (New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited, Second Edition, 1981), p. 90. 3 Martin K. Starr, Inventory Control Theory and Practice (New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited, 1981), p. 3. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
persediaan secara umum bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas optimal dalam penyediaan material. Sedangkan tujuan khusus pengendalian persediaan bagi perusahaan yaitu : 1. Menjaga supaya perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. 2. Menjaga agar pembelian dalam jumlah yang relatif sedikit dan frekuensinya yang besar dapat dihindarkan sehingga total biaya pemesanan besar. 3. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih, sehingga biaya yang timbul akibat persediaan tidak terlalu besar. 4. Mencapai penggunaan mesin yang optimal. 5. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan ataupun penjualannya. Pada dasarnya persediaan mempermudah atau memperlancar jalannya operasi
perusahaan
yang
harus
dilakukan
secara
berturut-turut
untuk
memproduksi barang secara terus menerus. Dengan adanya persediaan, produksi tidak perlu dilakukan khusus buat konsumsi, atau sebaliknya tidak perlu konsumsi didesak supaya sesuai dengan kepentingan produksi. Alasan diperlakukannnya persediaan oleh suatu perusahaan ataupun pabrik adalah karena : 1. Dibutuhkannya waktu
untuk
menyelesaikan
operasi produksi untuk
memindahkan produk dari suatu tingkat ke tingkat proses yang lain, yang disebut persediaan dalam proses dan pemindahan. 2. Alasan organisasi, untuk memungkinkan satu unit atau bagian membuat jadwal operasinya secara bebas, tidak tergantung pada yang lainya. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Persediaan merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinue diperoleh, diubah yang kemudian dijual kembali. Sebagian besar dari sumber-sumber perusahaan juga sering dikaitkan didalam persediaan yang akan digunakan dalam perusahaan atau pabrik. Nilai dari persediaan harus dicatat, digolongkan menurut sejenisnya yang kemudian dibuatkan perincian dari masing-masing barang dalam suatu periode yang bersangkutan. Pada akhir periode, pengalokasian biaya-biaya dapat dibebankan pada aktivitas yang terjadi dalam periode tersebut dan untuk aktivitas mendatang juga harus ditentukan.
3.2. Fungsi dan Jenis-Jenis Persediaan Beberapa fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan adalah sebagai berikut : 1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan. 2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik, sehingga harus dikembalikan. 3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi. 4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman, sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia dipasar. 5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas. 6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang diperlukan. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
7. Mencapai penggunaan mesin yang optimal. Sedangkan jenis-jenis persediaan adalah sebagai berikut : 1. Fluctuation stock, merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya, dan untuk mengatasi jika terjadi kesalahan/penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi, atau pengiriman barang. 2. Anticipation stock, merupakan jenis persediaan untuk menghadapi permintaan yang dapat diramalkan, misalnya pada musim permintaan tinggi, tetapi kapasitas produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan ini juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya proses produksi. 3. Lot-size inventory, merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar daripada kebutuhan pada saat itu. 4. Pipeline inventory, merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat asal ketempat dimana barang itu akan digunakan. Misalnya barang yang dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan, yang dapat memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu.
3.3. Sistem Persediaan Sistem persediaan adalah suatu mekanisme mengenai bagaimana mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan persediaan menjadi output, dimana untuk itu diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
tertentu. Mekanisme sisitem ini adalah pembuatan serangkaian kebijakan yang memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus dipesan, dan berapa banyak pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya produk jadi, barang dalam proses, komponen dan bahan baku secara optimal dalam kuantitas yang optimal dan pada waktu yang optimal. Kriteria optimal adalah minimal biaya total yang terkait dengan persediaan, yaitu biaya penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya kekurangan persediaan. Variabel keputusan dalam pengendalian persediaan tradisional dapat diklasifikasikan kedalam variabel kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, variabel keputusan pada pengendalian persediaan sistem persediaan adalah sebagai berikut : 1. Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan atau dibuat. 2. Kapan pemesanan dilakukan. 3. Berapa jumlah persediaan pengaman. 4. Bagaimana mengendalikan persediaan. Sedangkan secara kualitatif, masalah persediaan berkaitan dengan sistem pengoperasian persediaan
yang
akan
menjamin
kelancaran
pengelolaan
persediaan. Variabel keputusan sistem persediaan secara kualitatif adalah : 1. Jenis barang apa yang dimiliki. 2. Dimana barang tersebut berada. 3. Berapa jumlah barang yang dipesan. 4. Siapa saja yang menjadi pemasok masing-masing item. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Ada dua cara atau sistem yang umum dalam menentukan jumlah persediaan pada akhir suatu periode, yaitu dengan : 1. Periodic System, yaitu setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara fisik dalam menentukan jumlah persediaan akhir. 2. Perpetual system atau disebut juga book inventories yaitu sistem persediaan yang melakukan pemesanan pada saat persediaan berada pada reorder point.
3.4. Sistem Pemesanan (Order System) dalam Pengendalian Persediaan Dalam usaha menutupi kebutuhan persediaan, maka dilakukanlah kegiatan pemesanan barang. Pemesanan barang yang dibutuhkan pada saat persediaan mencapai titik tertentu (order point system), dan pemesanan yang dilakukan pada saat dimana waktu tertentu ditetapkan dicapai (order cycle system). Secara umum ada dua sistem pemesanan yang biasa dipakai, yaitu : 1. Sistem ukuran pemesanan tetap (Fixed order quantity system). Pada sistem ukuran pemesanan tetap, jumlah barang yang dipesan setiap kali pesanan jumlahnya tetap, sedangkan waktu periode pemesanan bervariasi. Sistem ukuran pemesanan tetap sering disebut dengan Q sistem. Dikatakan metode Q karena variabel keputusan adalah Q (yang menotasikan kuantitas) pesanan. Kriteria optimal adalah total biaya persediaan yang minimal. 2. Sistem pemesanan interval tetap (Fixed order interval system), atau sering disebut dengan P sistem. Pada sistem pemesanan interval tetap, jumlah barang yang dipesan bervariasi, sedangkan periode pemesanannya tetap. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Model P adalah suatu model persediaan yang variabel keputusannya adalah periode pemeriksaan persediaan (berapa hari/minggu/bulan/periode sekali pemeriksaan dilakukan pada persediaan). Dalam model ini, jumlah unit yang dipesan akan berubah-ubah tergantung sisa atau jumlah persediaan saat diperiksa. Besar kecilnya jumlah pemesanan akan berubah-ubah tergantung sisa, sementara variabel yang tetap adalah jarak waktu pemeriksaan. Pada pemecahan masalah persediaan menggunakan Q sistem. Beberapa alasan yang dijadikan dasar dalam memilih Q sistem adalah sebagai berikut : 1. Permintaan diketahui dengan pasti dan konstan selama periode persediaan. 2. Semua item yang dipesan diterima seketika, tidak bertahap. 3. Jarak waktu sejak pesan sampai pesanan datang (lead time) pasti. 4. Semua biaya diketahui dan bersifat pasti. 5. Kekurangan persediaan (stock out) tidak diizinkan. Tidak ada diskon dalam tingkat kuantitas pesanan. Sedangkan model P berfungsi dengan cara yang sangat berbeda dibandingkan model Q karena hal-hal berikut : 1. Model P tidak mempunyai titik pemesanan kembali, tetapi lebih menekankan pada target persediaan. 2. Model P tidak mempunyai nilai EOQ karena jumlah pemesanannya akan bervariasi tergantung permintaan yang sesuai dengan target persediaan. 3. Dalam model P, interval pemesanannya tetap sedangkan kuantitas pesanannya berubah-ubah.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Untuk lebih jelas, diagram sistem persediaan “Q” sistem dapat dilihat pada
Jumlah persediaan
Gambar 3.1.
Q
Tingkat persediaan
Reorder point
Q/2
Persediaan rata-rata
0 Waktu
Gambar 3.1. Diagram Sistem Persediaan Q-Sistem
3.5. Biaya-Biaya dalam Persediaan Tujuan dari manajemen persediaan adalah memiliki persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat dan dengan biaya yang rendah. Oleh karena itu, kebanyakan model-model persediaan menjadikan biaya sebagai parameter dalam mengambil keputusan. Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat persediaan. Biaya tersebut adalah biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan persediaan. Unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan adalah sebagai berikut : 1. Biaya Pembelian (Purchasing cost) Biaya pembelian dari suatu item adalah harga pembelian setiap unit item jika item tersebut berasal dari sumber-sumber eksternal, atau biaya produksi perunit bila item tersebut berasal dari internal perusahaan. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan kedalam total biaya Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
pembelian untuk periode tertentu dan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban optimal tentang berapa banyak barang yang harus dipesan. Total biaya pembelian item-item selama satu periode pengendalian persediaan dapat dirumuskan sebagai berikut : Tcp =
f
∑C Q j
j =1
dimana :
j
Tcp = Total biaya pembelian selama satu periode f = Frekwensi pembelian selama satu periode Cj = Biaya pembelian per unit pada pembelian ke-j Qj = Jumlah pemesanan setiap kali pemesanan ke-j
2. Biaya Pemesanan (Order cost) Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan barang, daru penempatan pesanan sampai tersedianya barang. Biaya pemesanan ini meliputi semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan barang tersebut, yang dapat mencakup biaya administrasi dan penempatan order, biaya ekspedisi, biaya pemilihan pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan biaya pemeriksaan barang. Biaya pemesanan tidak tergantung dari jumlah yang dipesan, tetapi tergantung dari beberapa kali pesanan dilakukan. Total biaya pemesanan selama satu periode pengendalian peresediaan dirumuskan sebagai berikut : f
Tco = ∑ A j j =1
dimana : Tco = Total Biaya Pemesanan selama satu periode Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
f = Frekwensi pembelian selama satu periode Aj = Biaya pemesanan ke-j
Annual cost
Grafik biaya pemesanan dapat dilihat pada Gambar 3.2.
D/Q x S
Order quantity Gambar 3.2. Grafik Biaya Pemesanan
3. Biaya Penyimpanan (Holding cost) Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini antara lain : 1. Biaya sewa gudang 2. Biaya administrasi pergudangan 3. Gaji pelaksana pergudangan 4. Biaya listrik 5. Biaya modal yang tertanam dalam persediaan 6. Biaya asuransi 7. Biaya kehilangan ataupun kerusakan dan penyusutan barang selama dalam penyimpanan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya penyimpanan dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai persentase dari nilai rata-rata persediaan per tahun dan dalam bentuk rupiah per tahun per unit barang. l
Tch = ∑ I t .H t t =1
dimana : Tch = Total biaya penyimpanan selama satu periode l = Panjang satu periode pengendalian persediaan It = Jumlah persediaan pada waktu ke-t Ht = Biaya penyimpanan per unit barang per satuan waktu ke-t
Annual cost
Grafik biaya penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Q/2 x H
Order quantity Gambar 3.3. Grafik Biaya Penyimpanan
4. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage cost) Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu yang diperlukan. Biaya kekurangan persediaan pada dasarnya bukan biaya nyata, melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan. Termasuk dalam biaya ini, antara lain semua biaya kesempatan Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
yang timbul karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak tersedianya bahan yang diproses, biaya administrasi tambahan, biaya tertundanya penerimaan keuntungan, bahkan biaya kehilangan pelanggan. Total biaya kekurangan persediaan selama satu periode dirumuskan sebagai
berikut : Tcs =
G
∑ Cs Z j j =1
dimana : Tcs = Total biaya kekurangan persediaan G = Frekwensi terjadinya stock out selama satu periode Cs = Biaya per unit untuk pengadaan darurat stock out ke-j Zj = Waktu pemenuhan pada stock out ke-j Hubungan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan(total biaya
Annual cost
persediaan) dapat dilihat pada Gambar 3.4.
TC =
D Q xS + x H Q 2
Q0
Order quantity
Gambar 3.4. Grafik Total Biaya Persediaan
Dari gambar diatas dengan jelas dapat diketahui bahwa semakin besar jumlah barang yang dipesan, maka ongkos penyimpanan semakin bertambah tinggi sedangkan ongkos pemesanan semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
jumlah barang yang dipesan, maka biaya pemesanan semakin besat sehingga biaya penyimpanan semakin kecil. Dengan demikian untuk memperoleh jumlah pemesanan
optimum
dan
kapan
dilakukan
pemesanan
haruslah
dicari
keseimbangan antara ongkos penyimpanan dan ongkos pemesanan.
3.6. Model-Model Persediaan Ada beberapa model dari persediaan yang dapat dilihat dari sifatnya, antara lain : 1. Model persediaan berdasarkan sifat-sifat demand, terdiri dari : a. Static deterministic inventory models, dimana demandnya diketahui dan konstan serta laju demand sama untuk tiap periodenya. b. Dynamic deterministic inventory models, dimana demandnya diketahui dan konstan, tetapi laju demand untuk tiap periode bervariasi. c. Static probabilistic inventory models, dimana demand adalah variabel random berdistribusi probabilistic tergantung pada panjang periode. Distribusi probabilistic demand sama untuk tiap periode. d. Dynamic probabilistic inventory models, model ini sama dengan model c, tetapi pada distribusi probabilistic demand yang berbeda untuk masingmasing periode. 2. Model persediaan berdasarkan jenis kebijakan yang digunakan, terdiri dari : a. Periodic-Review Policy Berdasarkan kebijakan ini, tingkat persediaan ditinjau pada interval waktu yang sama (T). T merupakan lamanya periode pengamatan. Jika pada Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
akhir dari periode T tingkat inventory lebih tinggi dari ukuran pemesanan kembali yang ditetapkan tidak ada tindakan yang perlu dilakukan. Akan tetapi, bila tingkat inventory kurang atau sama dengan reorder level, perlu dilakukan pemesanan untuk mencapai tingkat persediaan yang maksimum. b. Order-Up to R Policy Berdasarkan kebijakan ini, reorder level (r) disesuaikan dengan ukuran R. Oleh karena itu ukuran order Qi = R – Li selalu dilaksanakan diakhir periode Ti. R dan T adalah dua parameter yang hanya diperlukan pada kebijakan ini. c. Continous-Review Policy Berdasarkan kebijakan ini, tingkat persediaan dipantau terus menerus dan ukuran order selalu dilakukan jik tingkat persediaan berada pada reorder level atau dibawahnya. d. Fixed-Reorder-Quantity Policy Kebijakan ini mirip dengan kebijakan peninjauan terus menerus, tetapi pada kebijakan ini jumlah unit dikeluarkan dari persediaan sekali pada suatu waktu, sehingga tingkat persediaan dapat ditinjau ketika persediaan berada tepat pada R. Oleh karena itu ukuran pemesanan yang tetap (Q) selalu dilakukan ketika Li = R. e. Base-Stock Policy Berdasarkan kebijakan ini, kita mengatur reorder level sama dengan R, dan order dilakukan setiap terjadi penarikan dari persediaan. Oleh karena itu jumlah stok yang ada dalam persediaan dan jumlah yang dipesan harus Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
sama dengan R pada tiap waktu. Tingkat persediaan yang maksimum dianggap sebagai tingkat stok dasar (base-stock level). 4
3.7. Pengendalian Persediaan dengan Klasifikasi ABC Pengendalian persediaan dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain dengan menggunakan analisa nilai persediaan. Dalam analisa ini, persediaan dibedakan berdasarkan nilai investasi yang terpakai dalam satu periode. Biasanya persediaan dibedakan kedalam tiga kelas, yaitu kelas A, B dan C sehingga analisa ini dikenal dengan klasifikasi ABC. Klasifikasi ABC diperkenalkan oleh HF Dickie pada tahun 1940an. Klasifikasi ABC merupakan aplikasi persediaan yang menggunakan prinsip pareto. Idenya untuk
memfokuskan pengendalian
persediaan kepada item (jenis) persediaan yang bernilai tinggi (critical) daripada persediaan yang bernilai rendah (trivial). Klasifikasi ABC membagi persediaan dalam tiga kelas berdasarkan atas nilai persediaan. Dengan mengetahui kelaskelas tersebut maka dapat diketahui item persediaan tentunya yang harus mendapat perhatian lebih intensif dibanding dengan item yang lain. Yang dimaksud dengan nilai dalam klasifikasi ABC bukan harga persediaan per unit, melainkan volume persediaan dalam satu periode (biasanya satu tahun) dikalikan dengan harga per unit. Jadi nilai investasi adalah jumlah nilai seluruh item pada satu periode, atau dikenal dengan istilah volume tahun rupiah. Suatu item tertentu dikatakan lebih penting dari item yang lain karena item
4
Elsayed, E.A, Thomas O. Boucher, Analysis And Control Production System (New Jersey: Second Edition, Prentice Hall, 1994), p. 67 – 69.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
itu memiliki nilai investasi yang lebih tinggi. Konsekwensinya item itu mendapat perhatian lebih besar dibandingkan item lain yang memiliki nilai investasi yang lebih rendah. Namun tidak berarti item yang memiliki nilai investasi rendah tidak perlu diperhatikan, hanya saja pengendaliannya tidak seakurat yang memiliki nilai investasi tinggi. Kriteria masing-masing kelas dalam klasifikasi ABC adalah sebagai berikut : Kelas A : Persediaan yang memiliki nilai volume tahunan rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 80 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sedikit, hanya sekitar 20 % dari seluruh item. Persediaan yang termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi dalam pengadaannya karena berdampak biaya yang tinggi. Pemeriksaan dilakukan secara intensif. Kelas B : Persediaan dengan nilai volume tahunan rupiah yang menengah. Kelompok ini mewakili sekitar 15 % dari nilai persediaan tahunan, dan sekitar 30 % dari jumlah item. Kelas C : Barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah, yang hanya mewakili sekitar 5 % dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50 % dari jumlah item persediaan. Konsep ini menunjukkan tentang persediaan suku cadang dalam skala harga dan kontribusi barang-barang tersebut dari harga keseluruhan. Dalam penggambaran berbentuk grafik sistem koordinat, pada basis menyatakan persentase kumulatif dari item dan pada ordinat menyatakan persentase kumulatif
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
dari harga barang-barang tersebut. Pengelompokan barang berdasarkan klasifikasi ABC dapat dilihat pada Gambar 3.5.
100
Persentase kumulatif Total Harga (%)
95
80 C B
A
0
20
50
100
Persentase Kumulatif Jumlah Barang (%)
Gambar 3.5. Pengelompokan Barang Sistem ABC
3.7.1. Identifikasi Material Menggunakan Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC sering juga disebut sebagai analisis ABC yang merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material per periode waktu (harga per unit dikalikan volume penggunaan material tersebut). Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisis ABC juga dapat ditetapkan menggunakan kriteria lain, tergantung pada faktor-faktor penting apa saja yang menentukan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
material tersebut. Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan suatu material, yaitu : 1. Nilai total uang dari material 2. Biaya per unit dari material 3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material 4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk membuat material 5. Panjang dan variasi waktu tenggang dari material. 6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material. 7. Resiko penyerobotan atau pencurian material. 8. Biaya kehabisan stock atau persediaan dari material. 9. Kepekaan material terhadap perubahan desain. Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20 atau hukum pareto, dimana sekitar 80 % dari nilai total persediaan material diwakili oleh 20 % persediaan material.
3.7.2. Penggunaan Klasifikasi ABC Penggunaan klasifikasi ABC adalah untuk menetapkan : 1. Frekuensi perhitungan inventori (cycle inventory), dimana material-material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventori dibandingkan material kelas B dan kelas C. 2. Prioritas rekayasa (engineering), dimana material kelas A dan B memberikan petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu difokuskan. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Prioritas pembelian, dimana aktivitas pembelian seharusnya difokuskan pada bahan-bahan bernilai tinggi. Fokus pada material-material kelas A untuk pemasok dan negoisasi. 4. Keamanan, meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan nilai penggunaan, namun analisis ABC boleh digunakan sebagai indikator dari material-material (kelas A,B,C) yang seharusnya aman disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau pencurian. 5. Sistem pengisian kembali, dimana klasifikasi ABC akan membantu mengidentifikasikan metode pengendalian persediaan yang digunakan. 6. Keputusan investasi, karena material-material kelas A menggambarkan investasi yang lebih besar dalam persediaan, maka perlu lebih berhati-hati dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stock pengaman material kelas A dibandingkan material kelas B dan C.
3.8. Metode Economic Order Quantity Salah satu cara perhitungan yang digunakan dalam pengendalian persediaan adalah Metode Economic Order Quantity (EOQ). Metode EOQ mengandung pengertian bahwa pada waktu tercapai titik pemesanan kembali, dilakukan pemesanan sebesar EOQ. Metode EOQ merupkan sebuah perhitungan dengan rumus mengenai berapa jumlah, atau frekwensi pemesanan, atau nilai pemesanan yang paling ekonomis. Dalam hampir semua situasi yang menyangkut pengelolaan persediaan barang jadi, metode ini dapat dikatakan cocok untuk Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
digunakan. Metode EOQ dapat dilaksanakan apabila kebutuhan-kebutuhan permintaan pada masa yang akan datang memiliki jumlah yang konstan dan relatif memiliki fluktuasi perubahan yang sangat kecil. Apabila jumlah permintaan dan masa tenggang diketahui, maka dapat diasumsikan bahwa jumlah permintaan dan masa tenggang merupakan bilangan yang konstan dan diketahui. EOQ dihitung dengan menganalisis total biaya (TC). TC pada satu periode merupakan jumlah dari biaya pemesanan ditambah biaya penyimpanan selama periode tertentu. Dalam metode EOQ digunakan beberapa notasi sebagai berikut : D
= Jumlah kebutuhan barang (unit/tahun)
S
= Biaya pemesanan (rupiah/pesan)
h
= Biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang)
C
= Harga barang (rupiah/unit)
H
= h x C = biaya penyimpanan (rupiah/unit/tahun)
Q
= Jumlah pemesanan (unit/pesanan)
T
= Jarak waktu antar pesan (tahun,hari,bulan)
F
= Frekuensi pemesanan ( kali/tahun)
TC
= Biaya total persediaan (rupiah/tahun)
Cara untuk memperoleh EOQ adalah sebagai berikut : Biaya pemesanan per tahun
= Frekuensi pesanan x Biaya pesan =
Biaya penyimpanan per tahun
D xS Q
= Persediaan rata-rata x Biaya penyimpanan =
Q xH 2
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya total per tahun
= Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan
=
Q D xH xS + Q 2
EOQ terjadi jika : Biaya pemesanan = Biaya penyimpanan Maka :
Jadi :
D xS Q
=
2 DS
= HQ 2
Q2
=
Q =
Q xH 2
2 DS H 2 DS H
Q* adalah EOQ, yaitu jumlah pemesanan yang memberikan biaya total persediaan yang rendah. EOQ juga bisa diperoleh dengan membuat turunan dari fungsi total biaya (TC) terhadap Q sebagai berikut : TC =
Q D xH xS + 2 Q
dTC dQ D =− H +d( )S dQ 2 Q =
Maka :
Q=
H DS − 2 =0 2 Q
2 DS H
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3.9. Terminologi Sistem Persediaan Beberap terminologi sistem persedian adalah sebagai berikut : 1. Kebutuhan (demand) Keputusan pengadaan persediaan dibuat berdasarkan perkiraan demand masa yang akan datang. Sifat dari demand akan mempengaruhi keputusan yang akan dibuat. Laju demand adalah besarnya demand yang terjadi per satuan waktu. Sifat-sifat demand antara lain : a. Deterministic, dimana besarnya demand diketahui. b. Probabilistic, dimana besarnya demand tidak diketahui dan berbentuk suatu distribusi tertentu. c. Static, dimana laju demand untuk tiap-tiap periode sama. d. Dynamic, dimana laju demand setiap periode tidak sama. 2. Waktu Tenggang (lead time) Untuk memesan suatu barang sampai barang tersebut datang/siap dipakai diperlukan jangka waktu yang bisa bervariasi dari beberapa jam sampai beberapa bulan. Perbedaan waktu antara saat memesan sampai saat barang datang disebut waktu tenggang (lead time). Waktu tenggang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dari barang itu sendiri dan jarak pembeli dan pemasok. 3. Penggantian Persediaan (replenishment) Penggantian persediaan adalah penambahan persediaan yang ada digudang. Jumlah penggantian adalah jumlah barang yang diterima sesuai besarnya
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
order yang terjadi. Laju penggantian adalah laju penambahan persediaan dalam gudang yang mempunyai bermacam-macam pola. 4. Titik Pemesanan Ulang (reorder point) Pada saat harus diadakan pemesanan kembali sedemikian rupa, sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan tepat waktu disebut titik pemesanan ulang (reorder point). Titik pemesanan ulang menandakan pembelian harus segera dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan. Jika titik pemesanan ulang ditetapkan terlalu rendah, maka persediaan barang akan habis sebelum persediaan pengganti diterima, sehingga proses produksi dapat terganggu. Akan tetapi jika titik pemesanan ulang ditetapkan terlalu tinggi, maka persediaan baru sudah datang, sedangkan persediaan digudang masih banyak. Hal ini akan mengakibatkan pemborosan biaya dan investasi yang berlebihan. Titik pemesanan ulang dihitung dengan mengalikan tenggang waktu (lead time) dengan permintaan per hari. Jika asumsi bahwa satu tahun terdiri dari 365 hari, maka permintaan per hari adalah
D 365
. Jadi, rumus untuk titik pemesanan ulang adalah :
xL ROP = D365
5. Periode Pemesanan (scheduling period) Periode pemesanan adalah interval waktu antara pemesanan yang terjadi. Untuk sistem persediaan dengan periode pemesanan tetap, maka jumlah yang dipesan biasanya tergantung dari besarnya order level.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
6. Level Pemesanan (order level) Level pemesanan adalah besarnya persediaan sebagai patokan dalam penentuan ukuran pemesanan. 7. Persediaan Pengaman (safety stock) Persediaan pengaman berfungsi untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang, misalnya penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan barang yang dipesan. Persediaan pengaman dapat ditentukan berdasarkan persentase dari kebutuhan dari kebutuhan selama waktu tenggang. Besarnya nilai safety stock tergantung pada ketidakpastian pasokan maupun permintaan. Pada situasi normal, ketidakpastian pasokan bisa diwakili dengan standar deviasi lead time dari supplier, yaitu waktu antara perusahaan memesan sampai material atau barang diterima. Sedangkan ketidakpastian permintaan biasanya diwakili dengan standar deviasi besarnya permintaan per periode. Kalau permintaan per periode maupun lead time sama-sama konstan maka tidak diperlukannya safety stock karena permintaan selama lead time memiliki standar deviasi nol.
3.10. Ukuran Lot (Lot Sizing) Perencanaan produksi dan penyediaan bahan baku merupakan dua hal yang berkaitan. Berapa banyak bahan baku yang harus disediakan, ditentukan oleh berapa jumlah produk yang akan dibuat pada suatu periode tertentu. Metode perencanaan untuk penyediaan bahan baku ada beberapa macam. Dua di antara metode perencanaan penyiapan bahan baku adalah lot-for lot dan economic order Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
quantity. Dua metode ini dipilih karena kedua metode tersebut mempunyai karakter yang berbeda dalam penyediaan kebutuhan bahan baku (bahan baku dalam kasus ini adalah impeller pompa). Pada metode lot-for-lot penentuan jumlah sediaan bahan baku ditetapkan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan bersih satu periode tunggal. Sedangkan pada metode economic order quantity penentuan sediaan bahan baku ditetapkan berdasarkan kebutuhan yang diperkirakan (expected requirements). Dalam sistem MRP dikenal berbagai macam teknik pengukuran lot. Berdasarkan tingkatannya, teknik penentuan lot dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas 2. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas 3. Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas 4. Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas terbatas Teknik penetapan ukuran lot untuk satu tingkat dengan asumsi kapasitas tak terbatas dapat diklasifikasikan lagi kedalam empat cara, sebagai berikut : 1. Fixed Order Quantity (FOQ) 2. Lot-For-Lot (LFL) 3. Fixed Periode Requirement (FPR) 4. Economic Order Quantity (EOQ) 5. Period Order Quantity (POQ) Teknik ukuran lot FOQ dan EOQ berorientasi pada tingkat kebutuhan, sedangkan teknik ukuran LFL dan FPR merupakan teknik ukuran lot diskrit, karena hanya Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
memenuhi permintaan dengan jumlah yang sama seperti telah direncanakan dalam periode tertentu. Ukuran lot diskrit tidak akan menghasilkan sisa jumlah komponen karena teknik tersebut hanya memenuhi permintaan dengan jumlah yang sama seperti telah direncanakan. Kelemahan dari teknik ini adalah bila dimasa yang akan datang (periode mendatang) terjadi lonjakan permintaan, maka harus dilakukan perhitungan ulang. Teknik penentuan ukuran lot mana yang paling baik dan tepat bagi suatu perusahaan adalah persoalan yang sangat sulit, karena sangat tergantung pada halhal sebagai berikut : 1. Variasi dari kebutuhan, baik dari segi jumlah maupun periodenya. 2. Rentang waktu perencanaan. 3. Ukuran periodenya (minggu, bulan, dan sebagainya). 4. Perbandingan biaya pesan dan biaya simpan. Hal-hal inilah yang mempengaruhi keefektifan dan keefisienan suatu metode dibandingkan metode lainnya. Dalam prakteknya, teknik LFL seringkali menjadi pilihan. Apabila ada kesulitan yang berarti barulah teknik yang lain dipakai. Kesulitan lainnya dalam penentuan lot adalah untuk kasus struktur produk yang bertingkat banyak karena masih dalam tahap pengembangan. Sehingga bisa disimpulkan ada 2 pendekatan dalam menentukan ukuran lot, yaitu periode demi periode untuk kasus satu level dan level demi level untuk kasus multi level.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3.10.1. Fixed Order Quantity (FOQ) Dalam metode FOQ ukuran lot ditentukan secara subyektif. Berapa besarnya dapat ditentukan berdasarkan pengalaman produksi atau intuisi. Tidak ada teknik yang dapat dikemukakan untuk berapa ukuran lot ini. Kapasitas produksi selama lead time produksi dalam hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya lot. Sekali ukuran lot ditetapkan, maka lot ini akan digunakan untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Berapapun kebutuhan bersihnya, rencana pesan akan tetap sebesar lot yang telah ditentukan tersebut. Metode ini dapat ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanannya (ordering cost) sangat mahal. Besarnya jumlah mencerminkan pertimbangan faktor-faktor luar, seperti peristiwa atau kejadian yang tidak dapat dihitung dengan teknik-teknik penentuan ukuran
lot.
Beberapa
keterbatasan
kapasitas
atau
proses
yang
harus
dipertimbangkan antara lain batas waktu rusak, pengepakan, penyimpanan dan lain sebagainnya. Apabila teknik ini akan diterapkan dalam sistem MRP, maka besar jumlah pemesanannya dapat menjadi sama atau lebih besar dari kebutuhan bersih, yang terkadang diperlukan bila ada lonjakkan permintaan. Sebagai contoh ukuran lot produksi secara intuitif telah ditetapkan sebesar 100 unit, kemudian pemesanan dilakukan apabila jumlah kebutuhan bersih untuk beberapa periode yang akan datang mendekati 100. Salah satu ciri dari metode FOQ adalah ukuran lotnya selalu tetap, tetapi periode pemesanannya yang selalu berubah. Contoh penetapan ukuran lot dengan metode FOQ dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 3.1. Penetapan ukuran Lot dengan Metode FOQ Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
Kebutuhan Bersih
20
50
60
80
40
40
40
60
Jumlah Pemesanan
100
100
100
Persediaan
80
70
90
30
100 50
10
70
10
3.10.2. Economic Order Quantity (EOQ) Penetapan ukuran lot dengan metode EOQ sangat populer sekali dalam sistem persediaan tradisional. Dalam teknik ini besarnya ukuran lot adalah tetap. Penentuan lot berdasar biaya pesan dan biaya simpan, dengan rumus sebagai berikut :
EOQ =
2 DS H
Dimana dalam contoh diatas D : Jumlah Kebutuhan = 400 S : Biaya Pesan = Rp. 21.500 H : Biaya Simpan = Rp. 3000/periode Maka EOQ = 75 unit. Contoh penetapan ukuran lot dengan metode EOQ dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Penetapan ukuran Lot dengan Metode EOQ Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
Kebutuhan Bersih
20
50
60
80
40
40
40
60
Jumlah Pemesanan
75
75
75
75
75
75
Persediaan
55
20
15
50
45
60
5
10
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya simpan = 55 + 5 + 20 + 15 + 50 + 10 + 45 + 60 x Rp. 3000 = Rp 780.000 Biaya pesan
= 6 x Rp. 21.500
Biaya Total
= Rp 129.000 = Rp 909.000
Metode EOQ ini biasanya dipakai untuk horison perencanaan selama satu tahun. Metode EOQ baik digunakan bila semua data konstan dan perbandingan biaya pesan dan biaya simpan sangat besar.
3.10.3. Lot-For-Lot (LFL) Teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit. Disamping itu, teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol (0). Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan per unit sangat mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik LFL ini memiliki kemampuan yang lebih baik. Disamping itu teknik ini sering digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat set-up permanen pada proses produksinya. Pada metode lot-for-lot penentuan jumlah kebutuhan bahan baku ditetapkan berdasarkan kebutuhan bersih untuk satu periode tunggal. Komponen biaya pada metode lot-for-lot terdiri dari biaya pemesanan (atau biaya persiapan pembuatan, dalam kasus bahan baku dibuat/disiapkan sendiri di perusahaan) dan Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
biaya penyimpanan. Biaya pemesanan (atau biaya persiapan pembuatan) yang dinyatakan dalam parameter cP, merupakan besarnya biaya untuk memesan ataupun mempersiapkan pembuatan bahan baku yang dibutuhkan. Sedangkan biaya penyimpanan, yang dinyatakan dalam parameter cH, merupakan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menyimpanan bahan baku selama bahan baku tersebut belum digunakan. Biaya penyimpanan ini biasanya diperhitungkan per satuan waktu (bisa per minggu, per bulan dan sebagainya). Dua jenis biaya ini dipakai sebagai sarana untuk membandingkan metode perencanaan bahan baku yang mana yang akan dipilih. Contoh penetapan ukuran lot menggunakan metode LFL dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Penetapan ukuran Lot dengan Metode LFL Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
Kebutuhan Bersih
20
50
60
80
40
40
40
60
Jumlah Pemesanan
20
50
60
80
40
40
40
60
Persediaan
0
0
0
0
0
0
0
0
Biaya simpan = Rp 0 x Rp 3000
= Rp 0
Biaya pesan
= Rp 168.000
= Rp 8 x Rp 21.500
Biaya Total
= Rp 168.000
3.10.4. Fixed Period Requirement (FPR) Dalam metode FPR penentuan ukuran lot didasarkan pada periode waktu tertentu saja. Besarnya jumlah kebutuhan tidak berdasarkan ramalan, tetapi
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
dengan cara menjumlahkan kebutuhan bersih pada periode yang akan datang. Bila dalam metode FOQ besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap sementara selang waktu antar pesanan tidak tetap. Dalam metode FPR ini selang waktu antar pesanan dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan bersih. Untuk contoh yang sama, misalnya ditentukan periode pemesanan adalah setiap 2 periode, hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Penetapan ukuran Lot dengan Metode FPR Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
Kebutuhan Bersih
20
50
60
80
40
40
40
60
Jumlah Pemesanan
70
Persediaan
50
Biaya pesan
= Rp 21.500 x 4
140 0
80
80 0
40
100 0
60
0
= Rp 86.000
Biaya Simpan = Rp 3000 x 230
= Rp 690.000
Biaya Total
= Rp 776.000
3.10.5. Period Order Quantity (POQ) Pada metode POQ pemesanan atau pembelian dilakukan secara periodik dengan jangka waktu antar pemesanan selalu sama. Adapun prosedur dalam pengerjaan POQ adalah : 1. Hitung EOQ 2. Gunakan EOQ untuk menghitung frekuensi pemesanan per tahun (N)
N=
D EOQ
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Dimana
N : Frekuensi pemesanan per tahun D : Jumlah Kebutuhan per tahun
3. Hitung POQ POQ =
Jumlah Periode per Tahun N
Contoh : - Demand per tahun = D = 1440 - Ongkos pesan
= S = Rp 60 per order
- Cost rate of carrying 1 unit in inventory = h = 0.3 per tahun - Ongkos 1 unit -
= P = Rp 90 per unit
Jumlah minggu per tahun = 50 2 Aλ 2 × 60 × 1440 = = 80 h 0.3 × 90
EOQ =
N=
λ EOQ
=
1440 = 18 80
Maka POQ = 50/18 = 3 Contoh perhitungan lot dengan metode POQ dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Penetapan ukuran Lot dengan Metode POQ Periode 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
*
*
*
20
34
8
50
0
51
0
9
38
13
GR SR POH NR PORec PORel
62 62
101 101
60 60
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3.11. Klasifikasi Suku Cadang Pengendalia persediaan suku cadang adalah bagian dari tugas manajemen logistik dalam suatu perusahaan. Menurut penggunaanya, suku cadang dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pembagian ini sangat berguna untuk membagi kebijakan penyimpanan dan pengisian kembali. Selain itu, untuk menentukan kebijakan dalam jenis dan jumlah penyimpanannya nanti, perlu juga diketahui perbedaan jenis peralatannya dipandang dari fungsinya. Pembagian suku cadang dimaksud adalah : 1. Suku cadang habis pakai (Consumable parts) Yaitu jenis suku cadang untuk pemakaian biasa, yaitu yang akan aus dan rusak karena gesekan, tegangan, kena panas dan sebagainya. Kerusakan suku cadang jenis ini dapat terjadi sewaktu-waktu, sehingga penggantiannya dapat pula sewaktu-waktu. Oleh karena itu pengaturannya haruslah sedemikian rupa sehingga sewaktu-waktu diperlukan haruslah selalu tersedia, atau dapat diadakan dalam waktu singkat sehingga tidak mengganggu jalannya peralatan. Suku cadang jenis ini misalnya seal, v-belt, dan oil filter. 2. Suku cadang pengganti (Replacement parts) Adalah jenis suku cadang yang penggantiannya biasanya dilakukan pada waktu overhaull, yaitu pada waktu diadakan perbaikan besar-besaran. Waktu overhaull ini biasanya dapat dijadwalkan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat peralatan tersebut. Oleh karena itu, biasanya jenis suku cadang ini tidak disimpan dalam persediaan, kecuali untuk peralatan yang bersifat vital. Suku cadang jenis ini misalnya gasket, piston dan piston rings. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Suku cadang jaminan (Insurance parts) Adalah jenis suku cadang yang biasanya tidak pernah rusak, tetapi dapat rusak juga, dan apabila rusak dapat menghentikan operasi dan produksi. Suku cadang jaminan ini biasanya bentuknya besar, harga mahal, dan waktu pembuatannya lama. Contohnya cylinder head, crankshaft, dan flywheel.
3.11.1. Pengelolaan Suku Cadang Suku cadang atau material merupakan bagian pokok yang perlu diperhitungkan dalam pengaruhnya terhadap biaya perawatan. Biaya material dan suku cadang untuk perawatan biasanya berkisar antara 40 sampai 50 persen dari total investasi, termasuk adanya kerugiankerugian karena kerusakan. Dengan demikian, rata-rata perusahaan mengeluarkan sekitar 15 sampai 25 persen dari total biaya perawatan untuk suku cadang dan material. Oleh karena itu, pemakaian material atau suku cadang direalisasikan sehemat mungkin dan perlu pengontrolan dalam pengelolaannya. Pada dasarnya pengontrolan material atau suku cadang dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan usaha dan kondisi pengoperasiannya. Namun demikian perubahan dapat saja terjadi dan memerlukan pengaturan setiap waktu. Jadi setiap bagian perawatan perlu mengorgasisasian sistem penyimpanan suku cadang dan mengembangkan suatu program pengontrolan yang dibutuhkan secara khusus. Dalam
kaitan
ini,
penting
adanya
perhatian
manajemen
untuk
pengontrolan material atau suku cadang yang dibutuhkan pada pekerjaan perawatan. Usaha-usaha yang perlu ditangani dalam mengelola dan mengontrol Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
suku cadang mencakup sistem order, rencana teknik untuk mengganti atau memperbaiki, penanggulangan masalah produk yang berubah karena pengaruh material atau suku cadang, persediaan suku cadang sesuai dengan kebutuhan fasilitas yang akan menggunakannya.
3.11.2. Kontrol Suku Cadang Untuk pengelolaan suku cadang yang dikontrol dengan baik, maka perlu adanya : a. Sistem pencatatan (record system) Penyimpanan suku cadang, material, dan perlengkapan lainnya harus tercatat secara sistematis. Perlu adanya sistem penomoran dalam pembukuan yang menjelaskan deskripsi, lokasi, biaya, sumber, dan lain-lain yang menjadi pokok dalam sistem pengolahan data. b. Sistem penyimpanan Sistem penyimpanan dapat diartikan sebagai sistematika dalam penempatan, penyimpanan dan pencatatan barang, komponen, suku cadang, atau material yang disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga akan mempermudah pelayanan pengoperasiannya secara praktis dan ekonomis.
3.11.3. Fungsi Kontrol Suku Cadang a. Mengelola penyimpanan barang secara aktif, termasuk tata letak, sarana untuk penyimpanan, pemanfaatan ruang gudang, prosedur penerimaan dan pengeluaran barang, suku cadang dan lain-lain. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
b. Tanggung jawab teknis untuk keberadaan suku cadang. Termasuk metode penyimpanan, prosedur perawatan untuk mencegah kerusakan, pencegahan kehilangan. c. Sistem pengontrolan stok (persediaan suku cadang). Catatan inventarisasi, prosedur pemesanan, pengadaan barang. d. Perawatan untuk bahan-bahan khusus, dalam pengiriman barang, dalam proses pemakaian, kesiapan suku cadang dalam jumlah dan spesifikasi yang sesuai menurut kebutuhannya. e. Melindungi suku cadang dari kerugian atau kehilangan karena penyimpanan yang kurang terkontrol, dan mencegah adanya pemindahan barang tanpa diketahui.
3.11.4. Dasar-dasar Kontrol Suku Cadang Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan suku cadang adalah bahwa penyimpanan stok tidak terlalu lebih atau tidak terlalu kurang dari kebutuhan. Jumlah maksimum dan minimum penyimpanan suku cadang harus ditentukan secermat mungkin. Batas-batas tersebut dapat ditentukan berdasarkan pengalaman dan kebutuhan nyata (lihat gambar 1).
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3.12. Pengertian dan Tujuan Maintenance
3.12.1. Pengertian maintenance Maintenance merupakan suatu fungsi dalam suatu industri manufaktur yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain seperti produksi. Hal ini karena apabila kita mempunyai mesin/peralatan, maka biasanya kita selalu berusaha untuk tetap dapat mempergunakan mesin/peralatan sehingga kegiatan produksi dapat
berjalan
lancar.
Dalam usaha
untuk dapat
menggunakan
terus
mesin/peralatan agar kontinuitas produksi dapat terjamin, maka dibutuhkan kegiatan-kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang meliputi : a) Kegiatan pengecekan. b) Meminyaki (lubrication).
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
c) Perbaikan/reparasi atas kerusakan-kerusakan yang ada. d) Penyesuain/penggantian spare part atau komponen. Ada dua jenis peneurunan kemampuan mesin/peralatan yaitu : 1. Natural Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan secara alami akibat terjadi pemburukan/keausan pada fisik mesin/peralatan selama waktu pemakaian walaupun penggunaan secara benar. 2. Accelerated Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan akibat kesalahan manusia (human error) sehingga dapat mempercepat keausan mesin/peralatan karena mengakibatkan tindakan dan perlakuan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap mesin/peralatan. Dalam usaha mencegah dan berusaha untuk menghilangkan kerusakan yang timbul ketika proses produksi berjalan, dibutuhkan cara dan metode untuk mengantisipasinya dengan melakukan kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan. Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga mesi/peralatan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Jadi dengan adanya kegiatan maintenance maka mesin/peralatan dapat dipergunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama dipergunakan untuk proses produksi atau sebelum jangka waktu tertentu direncanakan tercapai. Hasil yang diharapakan dari kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan (equipment maintenance) merupakan berdasarkan dua hal sebagai berikut :
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1. Condition maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar berfungsi dengan baik sehingga komponen-komponen yang terdapat dalam mesin juga berfungsi dengan umur ekonomisnya. 2. Replecement
maintenance
yaitu
melakukan
tindakan
perbaikan
dan
penggantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal yang telah diencanakan sebelum kerusakan terjadi.
3.12.2. Tujuan maintenance Maintenance adalah kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai. Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain : 1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi. 2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu. 3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai investasi terseut.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien keseluruhannya. 5. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut. 6. Memaksimumkan ketersedian semua peralatan sistem produksi (mengurangi downtime). 7. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan.
3.12.3. Break Down Time Kerusakan
mesin/peralatan
(equipment
failur
breakdowns)
akan
mengakibatkan waktu yang terbuang sia-sia yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan akibat berkurngnya volume produksi atau kerugian material akibat produk yang dihasilkan cacat. Kerugian karena set-up dan adjustment adalah semua waktu set-up termasuk waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan mengganti uatu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuik produksi selanjutnya. Dengan kata lain total yang dibutuhkan mesin tidak berproduksi guna menganti peralatan (dies) bagi jenis produk berikutnya sampai dihasilkan produk yang sesuai untuk proses selanjutnya. Loading time adalah waktu yang tersedia (availability) per hari atau per bulan dikurang dengan waktu downtime mesin direncanakan (planned downtime). Loading time = Total availability – Planned downtime Planned downtime adalah jumlah waktu downtime mesin untuk pemeliharaan (scheduled maintenance) atau kegiatan manajemen lainnya. Operation time Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu downtime mesin (nonoperation time), dengan kata lain operation time adalah waktu operasi tesedia (availability time) setelah waktu downtime mesin keluarkan dari total availability time yang direncanakan. Downtime mesin adalah waktu proses yang seharusnya digunakan mesin aka tetapi karena adanya gangguan pada mesin/peralatan (aquipment failures) mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan. Downtime meliputi mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin/peralatan, penggantian cetakan (dies), pelaksanaan prosedur setup dan adjesment dan lain-lainnya.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang ada pada suatu perusahaan, yang disusun berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan yang ingin dicapai dengan menggunakan teori-teori pendukung dalam pemecahan masalah, dan melakukan pengumpulan data baik melalui studi literatur maupun melalui studi lapangan, melakukan pengolahan data, kemudian menganalisis pemecahan masalah sampai kepada penarikan kesimpulan dari permasalahan yang diteliti.
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PTPN III PKS Rambutan T. Tinggi. Penelitian dan pelaksanaan tugas sarjana ini berlangsung selama lima bulan yang dimulai pada tanggal 06 Pebruari 2009 sampai 31 Juli 2009.
4.2. Rancangan Penelitian Adapun metode pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada jumlah pemesanan suku cadang mesin-mesin pabrik yang ekonomis dan biaya persediaan yang minimum dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) dan metode Lot For Lot.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4.3. Objek Penelitian Objek penelitian adalah hal-hal apa saja yang menjadi titik perhatian suatu peneliti. Objek penelitian pada tugas sarjana ini adalah suku cadang mesin yang dipesan oleh perusahaan.
4.4. Variabel Penelitian Variabel penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu : 1. Variabel independen (Variabel bebas) Variabel independen adalah variabel penelitian yang mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Adapun variabel independen dalam penelitian ini adalah jumlah kebutuhan suku cadang tahun 2009, penentuan suku cadang kritis dengan menggunakan klasifikasi ABC, dan biaya-biaya yang berhubungan dengan masalah persediaan. 2. Variabel dependen (Variabel output) Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah pemesanan suku cadang yang ekonomis dan total biaya persediaan yang optimal.
4.5. Jenis Penelitian Jenis penelitian digolongkan pada tipe penelitian deskriptif analitic, yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian yang ditujukan untuk menyelidiki secara terperinci tentang pekerjaan manusia. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Penelitian ini menguraikan tentang karakteristik dari suatu keadaan dan menganalisa perbandingan tiap alternatif.
4.6. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian merupakan langkah awal dalam melakukan pennyelesaian masalah. Langkah-langkah awal yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian adalah : 1. Melakukan studi pendahuluan dengan mengetahui latar belakang masalah. 2. Merumuskan masalah dan menentukan tujuan penelitian. 3. Melakukan studi literatur berdasarkan referensi yang ada. 4. Menentukan model keputusan yang akan digunakan. 5. Merancang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laporan tugas sarjana. 6. Melakukan penelitian di pabrik. 7. Melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan pemecahan masalah. 8. Melakukan pengolahan data, yaitu membuat klasidikasi ABC untuk mencari suku cadang mesin yang kritis, menentukan pemakaian suku cadang mesin dengan mengetahui break down time mesin, menentukan jumlah kebutuhan suku cadang kritis tahun 2009, menentukan titik pemesanan kembali, dan meminimisasi total biaya persediaan. 9. Melakukan analisa terhadap hasil yang diperoleh dengan penerapan perusahaan. 10. Membuat kesimpulan dan memberikan saran terhadap perusahaan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Secara garis besar tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.1. di bawah ini.
Studi Pendahuluan Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Studi Literatur/Pustaka
Penerapan Model Keputusan
Perancangan faktor-faktor yang berpengaruh Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan Data - Jumlah pemakaian suku cadang mesin tahun 2009 - Harga suku cadang mesin tahun 2009 - Data break down time tahun 2008 - Biaya yang berhubungan dengan persediaan Pengolahan Data - Klasifikasi ABC untuk mencari suku cadang kritis - Break down time suku cadang kritis - Jumlah kebutuhan suku cadang kritis tahun 2009 - Jumlah pemesanan ekonomis - Reorder point - Total biaya persediaan Analisa Data dan Evaluasi
Kesimpulan dan Saran
Gambar 4.1. Tahapan Proses Penelitian Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4.7. Pengolahan Data Data yang diperoleh berdasarkan sumber dari perusahaan. Kemudian dilakukan pengolahan data dengan pengelompokan data mesin-mesin pabrik berdasarkan klasifikasi ABC. Setelah dilakukan pengelompokan data berdasarkan klasifikasi ABC selanjutnya data diolah menggunakan metode EOQ (Economic Order Quantity) dan metode LFL, selanjutnya dilakukan analisis data dengan membandingkan metode EOQ, LFL dengan metode yang diterapkan oleh perusahaan (POQ). Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui jumlah pemakaiaan suku cadang mesin tahun 2009 2. Mengetahui data break down time mesin tahun 2008 3. Membuat klasifikasi ABC 4. Menentukan item suku cadang mesin yang kritis 5. Menentukan pemakaian suku cadang mesin kritis tahun 2009 6. Menentukan jumlah pemesanan ekonomis dengan menggunakan rumus :
Q* =
2 DS H
7. Menentukan reorder point pemesanan dengan rumus : ROP =
DxL 52
Dimana : ROP
= Titik pemesanan ulang
D
= Tingkat kebutuhan barang per unit waktu
L
= Waktu tenggang (lead time)
52
= Asumsi satu tahun dalam minggu
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
8. Total biaya persediaan (Total annual cost) metode EOQ dengan rumus : TC =
Q D xH xS + Q 2
9. Total biaya persediaan (Total annual cost) metode LFL
10. Total biaya persediaan (Total annual cost) metode POQ Secara garis besar tahapan yang akan dilakukan dalam pengolahan data ini dapat dilihat pada gambar 4.2. di bawah ini.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Jumlah Kebutuhan suku cadang tahun 2009
Klasifikasi Sisitem ABC
Item Suku Cadang Kritis
Break down time
Jumlah pemskaian suku cadang kritis tahun 2009
Jumlah Pemesanan Ekonomis
Q* =
2 DS H
Titik Pemesanan Ulang
ROP =
DxL 52
Total Biaya Persediaan EOQ
TC =
D Q xS + xH Q 2
Total Biaya Persediaan LFL
Total Biaya Persediaan POQ
Gambar 4.2. Blok Diagram Pengolahan Data Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4.8. Analisis Pemecahan masalah Setelah melakukan pengumpulan dan pengolahan data menggunakan metode EOQ dan LFL kemudian total biaya persediaan yang diperoleh dianalisa dan diinterpretasikan untuk melihat perbandingan jumlah pemesanan, frekuensi pemesanan dan total biaya persediaan yang diperoleh dengan metode yang diterapkan oleh perusahaan.
4.9. Kesimpulan dan Saran Setelah menganalisa data, kemudian diambil kesimpulan dari hasil penelitian dan pengolahan data. Sedangkan saran adalah masukan-masukan ataupun usulan yang diberikan oleh peneliti terhadap perusahaan dalam menentukan pengendalian persediaan suku cadang yang optimal.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang digunakan dalam menentukan tingkat persediaan suku cadang yang optimal, maka data-data yang diperlukan diperoleh dengan cara : 1. Melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian. 2. Mencatat
data
dan
informasi
yang
berhubungan dengan pemecahan
masalah pada perusahaan. 3. Melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang memberi informasi yang diperlukan. 4. Membaca buku-buku dan melakukan studi literatur yang dapat membantu pemecahan masalah.
5.1.1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian secara langsung di lapangan. Adapun data-data yang diperlukan adalah : 1. Melalui wawancara Wawancara adalah dialog langsung melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden. Sumber data dari metode ini adalah responden, yaitu orang yang menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti secara lisan. Data yang diambil dengan metode ini adalah data mesin-mesin yang ada, jumlah Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
suku cadang dan biaya yang dikeluarkan oleh peusahaan dalam pembelian suku cadang mesin. 2. Melalui observasi Sumber data dari metode observasi merupakan data yang langsung diamati yang dapat digunakan sebagai indikator penilaian. Observasi tidak dapat dilakukan melalui penggunaan telepon atau surat. Observasi mengharuskan peneliti berada di objek riset.
5.1.2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber data pada objek penelitian dan dari literatur-literatur atau referensi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Dalam penelitian ini data yang diperlukan dalam pemecahan masalah adalah data skunder. Adapun data skunder yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah adalah : a. Data kebutuhan suku cadang mesin tahun 2009 b. Data waktu break down mesin tahun 2008 c. Data pemakaian suku cadang mesin tahun 2009 d. Data harga satuan terakhir dari masing-masing suku cadang mesin e. Data waktu menunggu kedatangan (lead time) suku cadang mesin f.
Biaya yang berhubungan dengan masalah persediaan
1. Data kebutuhan suku cadang mesin tahun 2009 Data kebutuhan suku cadang mesin tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 5.1. Data Kebutuhan Suku Cadang Tahun 2009 No
Nama Suku Cadang
1 Nozzle 2 Phericall roller bearing 3 Oil seal 4 Nozzle 53419-83 5 Buthing 536280-01 6 Leading off screen 7 Eriction pad 8 Screw 8341 9 Housing bearing SN 511 10 Hanger bearing c/w bronze bushing 11 Pilow bearing 12 Angular ball bearing double row 13 Sheet packing API garlock 14 Bcarer ref 7 ac.ar.al 15 Top screen assembly mesh 40 16 Top screen assembly mesh 30 17 Top screen assembly mesh 20 18 Resistance rubber gasket 19 Coupling p/n 58949044 20 Wire rope p/n 58944044 21 Roller clain pitch 22 Sproket T12 pitch 23 Mur + baut + ring plate 1” 24 Bearing SKF 22215 c/w T.bush 25 Trust miracle 26 Trust greasheld 677 HT 27 Trust greasheld 6888 HD 28 Stering arm L/H 29 Stering arm R/H 30 Bottom stering arm 31 Press cylinder S/N 12 32 Strainer S/N 33 Bearing SKF 23026 34 Bearing SKF 29326 35 Left & right handed worm P/N 13 36 Adjustine cone P/N 8 37 Elbow steam 2” 38 Kawat las 39 Pipa steam 40 Baut + mur + ring plate 2” Sumber : Kantor Tata Usaha PKS Rambutan
Satuan
Kebutuhan per Tahun
buah buah buah buah buah buah buah buah buah set buah buah lembar buah buah buah buah buah buah meter meter buah buah buah liter buah buah buah buah buah buah buah buah buah buah buah buah meter batang buah
9 5 2 10 8 1 3 9 2 5 2 2 1 8 10 10 10 6 5 38 12 2 200 2 10 2 2 5 5 2 4 2 2 2 8 2 24 20 12 25
Harga Satuan (Rp) 3.150.000 12.125.000 200.000 426.950 375.000 6.500.000 125.000 5.200 975.000 1.075.000 822.250 1.450.000 1.850.000 1.637.500 1.300.000 1.300.000 1.300.000 640.000 3.900.000 285.000 4.487.500 3.384.000 2500 1.050.000 1.811.200 1.845.100 2.765.000 550.000 524.000 515.000 5.125.000 855.000 3.300.000 6.550.000 3.775.000 585.000 32.000 34.000 1.265.500 4.500
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Data break down time mesin Break down time merupakan waktu kehilangan kesempatan mesin untuk beroperasi karena mesin tersebut rusak atau sedang diperbaiki. Data break down time mesin 2008 dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Data Break Down Time Mesin Tahun 2008 Mesin
Sterilizer
Threser
Digester
Vibro separator
Hoisting crane
Empty bunch hoper
Depericarper
Total Break Down
Periode
Time (Jam)
Januari Mei September Januari Mei September Januari Mei September Januari Mei September Januari Mei September Januari Mei September Januari Mei September
7.35 8.20 11.30 8.25 9.45 9.00 7.00 10.25 8.25 8.00 8.30 7.45 9.45 11.20 8.45 10.35 10.45 7.45 10.00 11.30 8.00
Sumber : Kantor Teknik PTPN III PKS Rambutan
3. Biaya-biaya yang berhubungan dengan persediaan suku cadang mesin-mesin adalah : 1. Biaya Pemesanan Suku Cadang Biaya pemesanan suku cadang terdiri dari : 1. Biaya transportasi (lokal)
= Rp
75.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Biaya administrasi
= Rp
35.000
3. Biaya pemeriksaan barang
= Rp
45.000
4. Biaya bongkar muat barang
= Rp
25.000
5. Biaya telepon (lokal)
= Rp
15.000
Biaya pemesanan
= Rp
195.000
2. Biaya Penyimpanan Suku Cadang Besarnya biaya penyimpanan tergantung pada jumlah barang yang disimpan di gudang. Jika suku cadang yang disimpan semakin lama, maka biaya penyimpanannya semakin besar, tetapi biaya pemesanan semakin kecil. Biaya penyimpanan suku cadang terdiri atas : 1. Holding cost, yaitu biaya yang timbul akibat adanya modal yang tertanam dalam persediaan. Besarnya biaya ini disesuaikan dengan bunga uang yaitu 6 % per tahun. 2. Insurance cost, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menjamin keselamatan barang dan pajak kekayaan. Jadi biaya penyimpanan adalah : 1. Holding cost
=
6%
2. Insurance cost
=
4%
Biaya penyimpanan
= 10 %
4. Biaya Kekurangan Persediaan Biaya kekurangan persediaan suku cadang mesin-mesin dianggap tidak ada, karena perusahaan selalu mengantisipasi kekurangan-kekurangan persediaan. Jadi biaya kekurangan persediaan adalah 0 %. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
5. Waktu ancang-ancang (Lead time = L) Waktu ancang-ancang adalah waktu antara pada saat pemesanan sampai dengan diterimanya pesanan tersebut oleh perusahaan. Lead time untuk setiap pemesanan adalah 5 minggu. Daerah pemesanan suku cadang mesin berada di kota Medan, tepatnya di kantor direksi PTPN III Jl. Sei Batang Hari. Suku cadang mesin yang di pesan berasal dari dalam maupun luar negeri, tergantung kepada jenis suku cadang yang di pesan.
5.2. Pengolahan Data Pengolahan data untuk pemecahan masalah pada tugas sarjana ini dilakukan melalui beberapa tahap. Setelah data-data yang dibutuhkan diperoleh, maka pengolahan data dilakukan berdasarkan metode yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya.
Menentukan Total Harga Suku Cadang Mesin Data suku cadang mesin yang dihasilkan adalah sebanyak 40 suku cadang.. Total harga suku cadang mesin dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Total Harga Suku Cadang Mesin Tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6
Nama Suku Cadang Nozzle Phericall roller bearing Oil seal Nozzle 53419-83 Buthing 536280-01 Leading off screen
Jlh Kebutuhan per Tahun 9 5 2 10 8 1
Harga Satuan (Rp)
Total Harga (Rp)
3.150.000 12.125.000 200.000 426.950 375.000 6.500.000
28.350.000 60.625.000 400.000 4.269.500 3.000.000 6.500.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 5.3. Total Harga Suku Cadang Mesin Tahun 2009 (Lanjutan) Jlh Kebutuhan per Tahun 7 Eriction pad 3 8 Screw 8341 9 9 Housing bearing SN 511 2 10 Hanger bearing c/w bronze bushing 5 11 Pilow bearing 2 12 Angular ball bearing double row 2 13 Sheet packing API garlock 1 14 Bcarer ref 7 ac.ar.al 8 15 Top screen assembly mesh 40 10 16 Top screen assembly mesh 30 10 17 Top screen assembly mesh 20 10 18 Resistance rubber gasket 6 19 Coupling p/n 58949044 5 20 Wire rope p/n 58944044 38 21 Roller clain pitch 12 22 Sproket T12 pitch 2 23 Mur + baut + ring plate 1” 200 24 Bearing SKF 22215 c/w T.bush 2 25 Trust miracle 10 26 Trust greasheld 677 HT 2 27 Trust greasheld 6888 HD 2 28 Stering arm L/H 5 29 Stering arm R/H 5 30 Bottom stering arm 2 31 Press cylinder S/N 12 4 32 Strainer S/N 2 33 Bearing SKF 23026 2 34 Bearing SKF 29326 2 35 Left & right handed worm P/N 8 36 Adjustine cone P/N 8 2 37 Elbow steam 2” 24 38 Kawat las 20 39 Pipa steam 12 40 Baut + mur + ring plate 2” 25 Sumber : Kantor Teknik PTPN III PKS Rambutan No
Nama Suku Cadang
Harga Satuan (Rp)
Total Harga (Rp)
125.000 5.200 975.000 1.075.000 822.250 1.450.000 1.850.000 1.637.500 1.300.000 1.300.000 1.300.000 640.000 3.900.000 285.000 4.487.500 3.384.000 2500 1.050.000 1.811.200 1.845.100 2.765.000 550.000 524.000 515.000 5.125.000 855.000 3.300.000 6.550.000 3.775.000 585.000 32.000 34.000 1.265.500 4.500
375.000 46.800 1.950.000 5.375.000 1.644.500 2.900.000 1.850.000 19.800.000 13.000.000 13.000.000 13.000.000 3.840.000 19.500.000 10.830.000 53.850.000 6.768.000 500.000 2.100.000 18.112.000 3.690.200 5.530.000 2.750.000 2.620.000 1.030.000 20.500.000 1.710.000 6.600.000 13.100.000 30.200.000 1.170.000 768.000 680.000 15.186.000 112.500
Selanjutnya total harga setiap jenis suku cadang diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil seperti pada Tabel 5.4.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 5.4. Total Harga Suku Cadang Terbesar Sampai Terkecil No
Nama Suku Cadang
1 Phericall roller bearing 2 Roller clain pitch 3 Left & right handed worm P/N 13 4 Nozzle 5 Press cylinder S/N 12 6 Bcarer ref 7 ac.ar.al 7 Coupling p/n 58949044 8 Trust miracle 9 Pipa steam 10 Bearing SKF 29326 11 Top screen assembly mesh 40 12 Top screen assembly mesh 30 13 Top screen assembly mesh 20 14 Wire rope p/n 58944044 15 Sproket T12 pitch 16 Bearing SKF 23026 17 Leading off screen 18 Trust greasheld 6888 HD 19 Hanger bearing c/w bronze bushing 20 Nozzle 53419-83 21 Resistance rubber gasket 22 Trust greasheld 677 HT 23 Buthing 536280-01 24 Angular ball bearing double row 25 Stering arm L/H 26 Stering arm R/H 27 Bearing SKF 22215 c/w T.bush 28 Housing bearing SN 511 29 Sheet packing API garlock 30 Strainer S/N 31 Pilow bearing 32 Adjustine cone P/N 8 33 Bottom stering arm 34 Elbow steam 2” 35 Kawat las 36 Mur + baut + ring plate 1” 37 Oil seal 38 Eriction pad 39 Baut + mur + ring plate 2” 40 Screw 8341 Sumber : Hasil pengolahan data
Jlh Kebutuhan per tahun 5 12 8 9 5 6 5 10 12 8 10 10 10 38 2 2 1 2 5 10 6 2 8 2 5 5 2 2 1 2 2 2 2 24 20 200 2 3 25 9
Harga Satuan (Rp) 12.125.000 4.487.500 3.775.000 3.150.000 4.100.000 3.300.000 3.900.000 1.811.200 1.265.500 1.637.500 1.300.000 1.300.000 1.300.000 285.000 3.384.000 3.300.000 6.500.000 2.765.000 1.075.000 426.95. 640.000 1.845.100 375.000 1.450.000 550.000 524.000 1.050.000 975.000 1.850.000 855.000 822.25 585.000 515.000 32.000 34.000 2.500 200.000 125.000 4.500 5.200
Total Harga (Rp) 60.625.000 53.850.000 30.200.000 28.350.000 20.500.000 19.800.000 19.500.000 18.112.000 15.186.000 13.100.000 13.000.000 13.000.000 13.000.000 10.830.000 6.768.000 6.600.000 6.500.000 5.530.000 5.375.000 4.269.500 3.840.000 3.690.200 3.000.000 2.900.000 2.750.000 2.620.000 2.100.000 1.950.000 1.850.000 1.710.000 1.644.500 1.170.000 1.030.000 768.000 680.000 500.000 400.000 375.000 112.500 46.800
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
5.2.2. Penentuan Material Kritis Pada studi ini pengelompokan suku cadang mesin menggunakan sistem ABC hanya membahas jenis suku cadang yang termasuk kelompok A saja atau kelompok suku cadang yang dinilai paling kritis. Langkah-langkah perhitungan metode pareto (klasifikasi ABC) adalah sebagai berikut : 1. Hitung total harga tiap suku cadang yang merupakan hasil perkalian antara jumlah kebutuhan suku cadang dengan harga suku cadang per satuan. 2. Urutkan total harga tiap jenis suku cadang mulai dari nilai terbesar sampai nilai terkecil. 3. Tambahkan secara kumulatif total harga tiap jenis suku cadang berdasarkan hasil urutan. 4. Konversikan kumulatif total harga menjadi persen kumulatif dengan cara membagi kumulatif total harga tiap jenis suku cadang. 5. Dari persen kumulatif total harga suku cadang dapat diketahui berapa banyak suku cadang yang termasuk dalam golongan A, B, dan C. Golongan A mempunyai persen kumulatif total harga mulai dari 0 s/d < 80 %, golongan B mulai dari 80 % s/d < 95 %, dan golongan C dari 95 % s/d 100 %. Untuk menghitung persen kumulatif harga suku cadang dari setiap kelompok ABC adalah :
% kumulatif h arg a =
kumulatif h arg a setiap suku cadang x 100 % total kumulatif h arg a suku cadang
Sebagai contoh untuk persen kumulatif harga phericall roller bearing adalah : Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
% Kumulatif h arg a =
Rp 60.625.000 x 100 % Rp 395.792.500
= 15,32 % Dengan mengikuti langkah metode pareto diatas, maka hasil perhitungan klasifikasi suku cadang mesin dengan % kumulatif harga dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Klasifikasi setiap jenis suku cadang mesin yang telah dikelompokkan berdasarkan sistem ABC dapat dilihat pada Gambar 5.1.
100
Persentase kumulatif Total Harga (%)
94,29
76,55 C B
A
0
23,25
17,54
100
Persentase Kumulatif Jumlah Barang (%)
Gambar 5.1. Pengelompokan Suku Cadang Sistem ABC
Dari Tabel 5.5 dan Gambar 5.1 diatas, maka pengelompokan item suku cadang adalah sebagai berikut : 1. Kelompok A Pengendalian lebih ditunjukkan pada Kelompok A, yaitu kelompok yang menyerap modal sangat besar dari seluruh pengeluaran untuk pengadaan suku cadang mesin selama tahun 2009. Jenis-jenis suku cadang dalam kelas ini berjumlah 23,25 % dari jumlah keseluruhan suku cadang dengan menyerap 76,75 % dari modal yang tertanam pada persediaan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Kelompok B Kelompok B menyerap 17,54 % dari modal yang tertanam pada persediaan suku cadang dan berjumlah 32,46 % dari jumlah keseluruhan suku cadang. 3. Kelompok C Meliputi jumlah suku cadang yang berada diluar kedua kelas tersebut diatas. Kelompok C menyerap modal sekitar 5,71 % dari modal yang tertanam pada persediaan suku cadang dan jumlahnya meliputi 44,29 % dari keseluruhan jenis suku cadang. Dari pengelompokan ketiga kelas tersebut, maka kelompok A merupakan item suku cadang mesin yang kritis, dimana modal yang diserap sangat besar sekitar 76,75 %. Hasil pengelompokan suku cadang yang kritis (kelompok A) dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Kelompok Suku Cadang Kritis (Kelompok A) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Suku Cadang Phericall roller bearing Roller clain Pitch Left & right handed worm P/N 13 Nozzle Press cylinder S/N 12 Bcarer ref 7 ac.ar.al Coupling p/n 58949044 Trust miracle Pipa steam Bearing SKF 29326 Top screen assembly mesh 40 Top screen assembly mesh 30
Kelompok A A A A A A A A A A A A
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
5.2.3. Data Break Down Time Mesin kritis Setelah diketahui suku cadang mesin kritis, maka data break down time mesin 2008 dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Data Break Down Time Suku Cadang Mesin kritis Tahun 2008
Mesin
Sterilizer
Threser
Jenis Suku Cadang Kritis
Januari Mei September
7.35 8.20 11.30
Left & right handed worm P/N
Januari Mei September
8.25 9.45 9.00
Januari Mei September
7.00 10.25 8.25
Januari Mei September
8.00 8.30 7.45
Januari Mei September
9.45 11.20 8.45
Press cylinder S/N 12
Januari Mei September
10.35 10.45 7.45
Bearing SKF 29326
Januari Mei September
10.00 11.30 8.00
Roller clain Pitch Bcarer ref 7 ac.ar.al
Vibro separator Phericall roller bearing Top screen assembly mesh 40 Hoisting crane
Empty hoper
bunch
Depericarper
Total Break Down Time (Jam)
Pipa steam Nozzle Trust miracle
Coupling p/n 58949044 Digester
Periode
Top screen assembly mesh 30
Sumber : Kantor Teknik PTPN III PKS Rambutan
5.2.4. Data Pemakaian Suku Cadang Mesin Tahun 2009 Setelah diketahui suku cadang mesin kritis dan break down time mesin, maka dapat diketahui data pemakaian suku cadang mesin. Data pemakaian suku cadang mesin tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 5.8. Data Pemakaian Suku Cadang Mesin Tahun 2009 Mesin
Jenis Suku Cadang Pipa steam Nozzle Trust miracle Left & right handed worm
Sterilizer
Threser
Coupling p/n 58949044
Digester
Roller clain Pitch
Vibro separator
Bcarer ref 7 ac.ar.al Phericall roller bearing
Hoisting crane
Top screen mesh 40 Top screen mesh 30
Empty hoper
bunch
Depericarper
Press cylinder S/N 12
Bearing SKF 29326
Break down (jam/periode) 7.35 8.20 11.30 8.25 9.45 9.00 7.00 10.25 8.25 8.00 8.30 7.45 9.45 11.20 8.45 10.35 10.45 7.45 10.00 11.30 8.00
Pemakaian (unit/periode) Januari
Mei
September
4 2 4 3
4 4 5 3
4 3 1 2
2
2
1
2
4
6
2
2
2
1
2
2
4
6
4
6
2
2
1
4
3
1
Sumber : Hasil pengolahan data
5.2.5. Perhitungan Jumlah Pemesanan Menggunakan Metode EOQ Pemecahan masalah dalam penulisan tugas sarjana ini adalah dengan menggunakan metode EOQ. Berikut ini perhitungan biaya persediaan suku cadang yang kritis. A. Phericall roller bearing Data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Jumlah kebutuhan phericall roller bearing dalam satu tahun (D = 5) 2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000) 3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %) 4. Harga barang per unit phericall roller bearing (C = Rp 12.125.000) Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang phericall roller bearing untuk setiap kali pesan diperoleh dengan mengunakan rumus :
Q* =
2 DS H
Q* =
2 (5) ( Rp 195.000) 10 % ( Rp 12.125.000)
= 1,27 ≈ 2 unit/pesan B. Roller Clain Pitch Data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Jumlah kebutuhan roller clain pitch dalam satu tahun (D = 12) 2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000) 3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %) 4. Harga barang per unit roller clain pitch (C = Rp 4.487.500) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang roller clain pitch untuk setiap kali pesan adalah :
Q* =
2 DS H
Q* =
2 (12) ( Rp 195.000) 10 % ( Rp 4.487.500)
= 3,22 ≈ 4 unit/pesan C. Left & right handed worm P/N 13 Data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Jumlah kebutuhan left & right handed worm P/N 13 (D = 8) Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000) 3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %) 4. Harga barang left & right handed worm P/N 13 (C = Rp 3.775.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang left & right handed worm P/N 13 untuk setiap kali pesan adalah :
Q* =
2 DS H
Q* =
2 (8) ( Rp 195.000) 10 % ( Rp 3.775.000)
= 2,87 ≈ 3 unit/pesan D. Nozzle Data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Jumlah kebutuhan nozzle per tahun (D = 9) 2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000) 3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %) 4. Harga barang per unit nozzle (C = Rp 3.750.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang nozzle untuk setiap kali pesan adalah :
Q* =
2 DS H
Q* =
2 (9) ( Rp 195.000) 10 % ( Rp 3.750.000)
= 3,06 ≈ 3 unit/pesan Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
E. Press cylinder S/N 12 Data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Jumlah kebutuhan press cylinder S/N 12 per tahun (D = 5) 2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000) 3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %) 4. Harga barang per unit press cylinder S/N 12 (C = Rp 4.100.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang press cylinder S/N 12 untuk setiap kali pesan adalah :
Q* =
2 DS H
Q* =
2 (5) ( Rp 195.000) 10 % ( Rp 4.100.000)
= 2,18 ≈ 3 unit/pesan F. Bcarer ref 7 ac.ar.al Data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Jumlah kebutuhan bcarer ref 7 ac.ar.al per tahun (D = 6) 2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000) 3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %) 4. Harga barang per unit bcarer ref 7 ac.ar.al (C = Rp 3.300.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang bcarer ref 7 ac.ar.al untuk setiap kali pesan adalah :
Q* =
2 DS H
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Q* =
2 (6) ( Rp 195.000) 10 % ( Rp 3.300.000)
= 2,67 ≈ 3 unit/pesan G. Coupling p/n 58949044 Data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Jumlah kebutuhan coupling p/n 58949044 per tahun (D = 5) 2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000) 3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %) 4. Harga barang per unit coupling p/n 58949044 (C = Rp 3.900.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang coupling p/n 58949044 untuk setiap kali pesan adalah :
Q* =
2 DS H
Q* =
2 (5) ( Rp 195.000) 10 % ( Rp 3.900.000)
= 2,24 ≈ 3 unit/pesan H. Trust miracle Data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Jumlah kebutuhan trust miracle per tahun (D = 10) 2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000) 3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %) 4. Harga barang per unit trust miracle (C = Rp 1.811.200)
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang trust miracle untuk setiap kali pesan adalah :
Q* =
2 DS H
Q* =
2 (10) ( Rp 195.000) 10 % ( Rp 1.811.200)
= 4,63 ≈ 5 unit/pesan I. Pipa steam Data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Jumlah kebutuhan pipa steam per tahun (D = 12) 2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000) 3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %) 4. Harga barang per unit pipa steam (C = Rp 1.265.500) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang pipa steam untuk setiap kali pesan adalah :
Q* =
2 DS H
Q* =
2 (12) ( Rp 195.000) 10 % ( Rp 1.265.500)
= 6,08 ≈ 6 unit/pesan J. Bearing SKF 29326 Data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Jumlah kebutuhan bearing SKF 29326 per tahun (D = 8) Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000) 3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %) 4. Harga barang per unit bearing SKF 29326 (C = Rp 1.937.500) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang pipa steam untuk setiap kali pesan adalah :
Q* =
2 DS H 2 (8) ( Rp 195.000) 10 % ( Rp 1.937.500)
Q* =
= 4,01 ≈ 4 unit/pesan K. Top screen assembly mesh 40 Data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Jumlah kebutuhan top screen assembly mesh 40 per tahun (D = 10) 2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000) 3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %) 4. Harga barang per unit top screen assembly mesh 40 (C = Rp 1.300.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang pipa steam untuk setiap kali pesan adalah :
Q* =
2 DS H
Q* =
2 (10) ( Rp 195.000) 10 % ( Rp 1.300.000)
= 5,07 ≈ 5 unit/pesan Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
L. Top screen assembly mesh 30 Data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Jumlah kebutuhan top screen assembly mesh 30 per tahun (D = 10) 2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000) 3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %) 4. Harga barang per unit top screen assembly mesh 30 (C = Rp 1.300.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang pipa steam untuk setiap kali pesan adalah :
Q* =
2 DS H
Q* =
2 (10) ( Rp 195.000) 10 % ( Rp 1.300.000)
= 5,07 ≈ 5 unit/pesan
5.2.6. Reorder Point Pemesanan Reorder point (ROP) adalah menunjukkan suatu tingkat persediaan dimana pada saat itu harus dilakukan pesanan. Rumus yang digunakan untuk mencari reorder point pemesanan untuk suku cadang kritis, dimana lead time pemesanan 5 minggu adalah : ROP =
DxL 52
Perhitungan setiap reorder point suku cadang mesin kritis adalah sebagai berikut :
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1. Reorder point phericall roller bearing adalah : ROP =
=
DxL 52 5x5 52
= 0,48 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan phericall roller bearing mencapai 1 unit, pesanan untuk phericall roller bearing yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 2 unit.
2. Reorder point roller clain pitch adalah : ROP =
=
DxL 52
12 x 5 52
= 1,15 unit ≈ 2 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan roller clain pitch mencapai 2 unit, pesanan untuk roller clain pitch yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 4 unit.
3. Reorder point left & right handed worm P/N 13 adalah : ROP =
=
DxL 52
8x5 52
= 0,76 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan left & right handed worm P/N 13 mencapai 1 unit, pesanan untuk left & right handed worm P/N 13 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4. Reorder point nozzle adalah : ROP =
DxL 52
=
9 x5 52
= 0,86 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan nozzle mencapai 1 unit, pesanan untuk nozzle yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.
5. Reorder point press cylinder S/N 12 adalah : ROP =
=
DxL 52 5x5 52
= 0,38 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan press cylinder S/N 12 mencapai 1 unit, pesanan untuk press cylinder S/N 12 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.
6. Reorder point bcarer ref 7 ac.ar.al adalah : ROP =
=
DxL 52 6x 5 52
= 0,48 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan bcarer ref 7 ac.ar.al mencapai 1 unit, pesanan untuk bcarer ref 7 ac.ar.al yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
7. Reorder point coupling p/n 58949044 adalah : ROP =
DxL 52
=
5x5 52
= 0,48 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan coupling p/n 58949044 mencapai 1 unit, pesanan untuk coupling p/n 58949044 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.
8. Reorder point trust miracle adalah : ROP =
DxL 52
=
10 x5 52
= 0,96 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan trust miracle mencapai 1 unit, pesanan untuk trust miracle yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 5 unit.
9. Reorder point pipa steam adalah : ROP =
DxL 52
=
12 x 5 52
= 1,15 unit ≈ 2 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan pipa steam mencapai 2 unit, pesanan untuk pipa steam yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 6 unit.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
10. Reorder point bearing SKF 29326 adalah : ROP =
=
DxL 52 8x 5 52
= 0,76 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan bearing SKF 29326 mencapai 1 unit, pesanan untuk bearing SKF 29326 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 4 unit.
11. Reorder point top screen assembly mesh 40 adalah : ROP =
DxL 52
=
10 x 5 52
= 0,96 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan top screen assembly mesh 40 mencapai 1 unit, pesanan untuk top screen assembly mesh 40 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 5 unit.
12. Reorder point top screen assembly mesh 30 adalah : ROP =
DxL 52
=
10 x 5 52
= 0,96 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan top screen assembly mesh 30 mencapai 1 unit, pesanan untuk top screen assembly mesh 30 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 5 unit.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
5.2.7. Total Biaya Persediaan Metode EOQ Total biaya persediaan suku cadang kritis dihitung dengan menggunakan rumus :
TC =
D Q xS + x H Q 2
1. Total biaya persediaan phericall roller bearing, 1 kali penyimpanan selama 4 Bulan, h = 3,33 % adalah : TC =
2 5 x Rp 195.000 + x (3.33 % x Rp 12.125.000) 2 2
TC = Rp 487.500 + Rp 403.763 = Rp 891.263
2. Total biaya persediaan roller clain pitch, 2 kali penyimpanan selama 8 Bulan, h = 6,67 % adalah : TC =
12 4 x Rp 195.000 + x (6.67 % x Rp 4.487.500) 4 2
TC = Rp 585.000 + Rp 598.633 = Rp 1.183.633
3. Total biaya persediaan left & right handed worm P/N 13, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan, h = 3,33 % adalah : TC =
3 8 x Rp 195.000 + x (3,33 % Rp 3.775.000) 3 2
TC = Rp 520.000 + Rp 188.561 = Rp 708.561 Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4. Total biaya persediaan nozzle, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan, h = 3,33 % adalah : TC =
9 3 x Rp 195.000 + x (3,33 % x Rp 3.750.000) 3 2
TC = Rp 585.000 + Rp 187.313 = Rp 772.313
5. Total biaya persediaan press cylinder S/N 12, 2 kali penyimpanan selama 4 bulan dan 8 bulan adalah : TC =
5 3 x Rp 195.000 + x (10 % x Rp 4.100.000) 3 2
TC = Rp 325.000 + Rp 615.000 = Rp 940.000
6. Total biaya persediaan bcarer ref 7 ac.ar.al, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan, h = 3,33 % adalah : TC =
6 3 x Rp 195.000 + x (3,33 % x Rp 3.300.000) 3 2
TC = Rp 390.000 + Rp 164.835 = Rp 554.835
7. Total biaya persediaan coupling p/n 58949044, 1 kali penyimpanan : TC =
5 3 x Rp 195.000 + x (3,33 % x Rp 3.900.000) 3 2
TC = Rp 325.000 + Rp 194.805 = Rp 519.805
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
8. Total biaya persediaan trust miracle, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan : TC =
10 5 x Rp 195.000 + x (3,33 % x Rp 1.811.200) 5 2
TC = Rp 390.000 + Rp 150.782 = Rp 540.782
9. Total biaya persediaan pipa steam, 2 kali penyimpanan selama 4 bulan dan 8 bulan adalah : TC =
12 6 x Rp 195.000 + x Rp 126.550 6 2
TC = Rp 390.000 + Rp 379.650 = Rp 769.650
10. Total biaya persediaan bearing SKF 29326 adalah, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan : TC =
8 4 x Rp 195.000 + x (3,33 % x Rp 1.637.500) 4 2
TC = Rp 390.000 + Rp 109.056 = Rp 499.056
11. Total biaya persediaan top screen assembly mesh 40, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan adalah : TC =
5 10 x Rp 195.000 + x (3,33 % x Rp 1.300.000) 5 2
TC = Rp 390.000 + Rp 108.225 = Rp 498.225
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
12. Total biaya persediaan top screen assembly mesh 30, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan adalah : TC =
10 5 x Rp 195.000 + x (3,33 % x Rp 1.300.000) 5 2
TC = Rp 390.000 + Rp 108.225 = Rp 498.225
5.2.8. Total Biaya Persediaan Metode Lot For Lot (LFL) Metode Lot For Lot adalah pembelian dilakukan sebanyak jumlah pemesanan yang diperlukan, dimana pada metode lot for lot tidak terjadi penyimpanan suku cadang mesin. Perhitungan total biaya persediaan menggunakan metode Lot For Lot adalah sebagai berikut : 1. Total biaya persediaan phericall roller bearing Biaya pesan (S) = Rp 195.000 Biaya penyimpanan (H) = 0 Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000 Total Biaya
= Rp 585.000 + 0 = Rp 585.000
2. Total biaya persediaan roller clain pitch Biaya pesan (S) = Rp 195.000 Biaya penyimpanan (H) = 0 Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000 Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Total Biaya
= Rp 585.000 + 0 = Rp 585.000
3. Total biaya persediaan left & right handed worm P/N 13 Biaya pesan (S) = Rp 195.000 Biaya penyimpanan (H) = 0 Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000 Total Biaya
= Rp 585.000 + 0 = Rp 585.000
4. Total biaya persediaan nozzle Biaya pesan (S) = Rp 195.000 Biaya penyimpanan (H) = 0 Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000 Total Biaya
= Rp 585.000 + 0 = Rp 585.000
5. Total biaya persediaan press cylinder S/N 12 Biaya pesan (S) = Rp 195.000 Biaya penyimpanan (H) = 0 Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000 Total Biaya
= Rp 585.000 + 0 = Rp 585.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
6. Total biaya persediaan bcarer ref 7 ac.ar.al Biaya pesan (S) = Rp 195.000 Biaya penyimpanan (H) = 0 Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000 Total Biaya
= Rp 585.000 + 0 = Rp 585.000
7. Total biaya persediaan coupling p/n 58949044 Biaya pesan (S) = Rp 195.000 Biaya penyimpanan (H) = 0 Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000 Total Biaya
= Rp 585.000 + 0 = Rp 585.000
8. Total biaya persediaan trust miracle Biaya pesan (S) = Rp 195.000 Biaya penyimpanan (H) = 0 Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000 Total Biaya
= Rp 585.000 + 0 = Rp 585.000
9. Total biaya persediaan pipa steam Biaya pesan (S) = Rp 195.000 Biaya penyimpanan (H) = 0 Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000 Total Biaya
= Rp 585.000 + 0 = Rp 585.000
10. Total biaya persediaan bearing SKF 29326 Biaya pesan (S) = Rp 195.000 Biaya penyimpanan (H) = 0 Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000 Total Biaya
= Rp 585.000 + 0 = Rp 585.000
11. Total biaya persediaan top screen assembly mesh 40 Biaya pesan (S) = Rp 195.000 Biaya penyimpanan (H) = 0 Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 390.000 Total Biaya
= Rp 390.000 + 0 = Rp 390.000
12. Total biaya persediaan top screen assembly mesh 30 Biaya pesan (S) = Rp 195.000 Biaya penyimpanan (H) = 0 Biaya pemesanan = 2 x Rp. 195.000 = Rp 390.000 Total Biaya
= Rp 390.000 + 0 = Rp 390.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
5.2.9. Total Biaya Persediaan Metode Period Order Quantity (POQ) Dalam hal ini perusahaan menerapkan metode POQ, dimana pembelian dilakukan secara periodik dengan jangka waktu antar pemesanan selalu sama. Perhitungan total biaya persediaan untuk setiap suku cadang mesin kritis yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah : 1. Biaya total phericall roller bearing Kebutuhan suku cadang per tahun
= 5 unit
Biaya pemesanan per tahun
= Frekuensi pesanan x Biaya pesan = 1 x Rp 195.000 = Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun
= Persediaan rata-rata x Biaya penyimpanan =
5 x (10 % x Rp 12.125.000) 2
= Rp 3.031.250 Biaya total persediaan per tahun = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan = Rp 195.000 + Rp 3.031.250 = Rp 3.226.250
2. Biaya total roller clain pitch Kebutuhan suku cadang per tahun
= 12 buah
Biaya pemesanan per tahun
= Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun
=
12 x (10 % x Rp 4.487.500) 2
= Rp 2.692.500 Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya total persediaan per tahun
= Rp 195.000 + Rp 2.692.500 = Rp 2.887.500
3. Biaya total left & right handed worm P/N 13 Kebutuhan suku cadang per tahun
= 8 buah
Biaya pemesanan per tahun
= Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun
=
8 x (10 % x Rp 3.775.000) 2
= Rp 1.510.000 Biaya total persediaan per tahun
= Rp 195.000 + Rp 1.510.000 = Rp 1.705.000
4. Biaya total nozzle Kebutuhan suku cadang per tahun
= 9 buah
Biaya pemesanan per tahun
= Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun
=
9 x (10 % x Rp 3.150.000) 2
= Rp 1.417.500 Biaya total persediaan per tahun
= Rp 195.000 + Rp 1.417.500 = Rp 1.612.500
5. Biaya total press cylinder S/N 12 Kebutuhan suku cadang per tahun
= 5 buah
Biaya pemesanan per tahun
= Rp 195.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya penyimpanan per tahun
=
5 x (10 % x Rp 4.100.000) 2
= Rp 1.025.000 Biaya total persediaan per tahun
= Rp 195.000 + Rp 1.025.000 = Rp 1.220.000
6. Biaya total bcarer ref 7 ac.ar.al Kebutuhan suku cadang per tahun
= 6 buah
Biaya pemesanan per tahun
= Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun
=
6 x (10 % x Rp 3.300.000) 2
= Rp 990.000 Biaya total persediaan per tahun
= Rp 195.000 + Rp 990.000 = Rp 1.185.000
7. Biaya total coupling p/n 58949044 Kebutuhan suku cadang per tahun
= 5 buah
Biaya pemesanan per tahun
= Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun
=
5 x (10 % x Rp 3.900.000) 2
= Rp 975.000 Biaya total persediaan per tahun
= Rp 195.000 + Rp 975.000 = Rp 1.170.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
8. Biaya total trust miracle Kebutuhan suku cadang per tahun
= 10 buah
Biaya pemesanan per tahun
= Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun
=
10 x (10 % x Rp 1.811.200) 2
= Rp 905.600 Biaya total persediaan per tahun
= Rp 195.000 + Rp 905.600 = Rp 1.100.600
9. Biaya total pipa steam Kebutuhan suku cadang per tahun
= 12 buah
Biaya pemesanan per tahun
= Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun
=
12 x (10 % x Rp 1.145.500) 2
= Rp 687.300 Biaya total persediaan per tahun
= Rp 195.000 + Rp 687.300 = Rp 882.300
10. Biaya total bearing SKF 29326 Kebutuhan suku cadang per tahun
= 8 buah
Biaya pemesanan per tahun
= Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun
=
8 x (10 % x Rp 1.637.500) 2
= Rp 655.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya total persediaan per tahun
= Rp 195.000 + Rp 655.000 = Rp 850.000
11. Biaya total top screen assembly mesh 40 Kebutuhan suku cadang per tahun
= 10 buah
Biaya pemesanan per tahun
= Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun
=
10 x (10 % x Rp 1.300.000) 2
= Rp 650.000 Biaya total persediaan per tahun
= Rp 195.000 + Rp 650.000 = Rp 845.000
12. Biaya total top screen assembly mesh 30 Kebutuhan suku cadang per tahun
= 10 buah
Biaya pemesanan per tahun
= Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun
=
10 x (10 % x Rp 1.300.000) 2
= Rp 650.000 Biaya total persediaan per tahun
= Rp 195.000 + Rp 650.000 = Rp 845.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
Seperti yang telah diuraikan pada BAB I, bahwa tujuan penelitian dalam pemecahan masalah ini adalah menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis (optimum), menentukan reorder point dan meminimisasi total biaya persediaan suku cadang mesin. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ), Lot For Lot (LFL) dan Period Order Quantity (POQ). Yang menjadi objek penelitian ini adalah suku cadang mesin yang dipesan oleh perusahaan. Dari 40 item jumlah suku cadang yang dipesan oleh perusahaan, diperoleh 12 item suku cadang yang termasuk kedalam suku cadang kritis (kelompok A), dimana cara pengelompokkannya dilakukan dengan klasifikasi ABC.
6.1. Analisis Klasifikasi ABC Setelah diperoleh total harga, persen kumulatif harga, dan persen kumulatif barang dari setiap item suku cadang mesin, selanjutnya item suku cadang mesin dikelompokkan dengan sistem ABC. Ringkasan pengelompokkan sistem ABC dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Ringkasan Pengelompokan Sistem ABC Kelompok A B C
% Harga 76,75 17,54 5,71
% Barang 23,25 32,46 44,29
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
6.2. Analisis Jumlah Pemesanan Suku Cadang Mesin Dari hasil perhitungan pada BAB V, maka dapat dibandingkan jumlah pemesanan suku cadang mesin oleh perusahaan (Metode POQ) dengan jumlah pemesanan dengan menggunakan metode EOQ dan jumlah pemesanan metode lot for lot. Perbandingan jumlah pemesanan oleh perusahaan dengan metode EOQ dan metode lot for lot dapat dilihat pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Perbandingan Jumlah Pemesanan oleh Perusahaan dengan Metode EOQ dan Lot for Lot No
Nama Suku Cadang
Perusahaan Metode POQ (kali/tahun)
Metode EOQ (kali/tahun)
Metode Lot for Lot (kali/tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Phericall roller bearing Roller clain Pitch Left & right handed worm Nozzle Press cylinder S/N 12 Bcarer ref 7 ac.ar.al Coupling p/n 58949044 Trust miracle Pipa steam Bearing SKF 29326 Top screen assembly mesh 40 Top screen assembly mesh 30
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2
Dari uraian tabel diatas, dapat dilihat bahwa perusahaan melakukan pesanan satu kali dalam setahun. Artinya dengan melakukan pemesanan suku cadang sebanyak satu kali per tahun, maka terjadi penyimpanan suku cadang yang cukup lama di gudang. Penyimpanan suku cadang di gudang dapat mengakibatkan biaya peyimpanan (biaya investasi). Sedangkan dengan menggunakan metode EOQ dan lot for lot, penyimpanan suku cadang mesin tidak terlalu lama. Dengan perbedaan jumlah pemesanan ketiga metode tersebut, metode Lot for Lot lebih ekonomis. Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
6.3. Analisis Total Biaya Persediaan Dari hasil perhitungan total biaya persediaan pada BAB V, maka dapat diketahui perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan dalam pembelian suku cadang mesin yang kritis. Perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan total biaya persediaan dengan menggunakan metode EOQ dan metode Lot for Lot dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Perbandingan Total Biaya Persediaan Perusahaan per Tahun dengan Metode EOQ dan Lot for Lot
No
Nama Suku Cadang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Phericall roller bearing Roller clain Pitch Left & right handed worm Nozzle Press cylinder S/N 12 Bcarer ref 7 ac.ar.al Coupling p/n 58949044 Trust miracle Pipa steam Bearing SKF 29326 Top screen assembly mesh 40 Top screen assembly mesh 30 TOTAL
Total Biaya Persediaan Perusahaan (Rp) 3.226.250 2.887.500 1.705.000 1.612.500 1.220.000 1.185.000 1.170.000 1.100.000 882.000 850.000 845.000 845.000 17.528.250
Total Biaya Persediaan Metode EOQ (Rp) 891.263 1.183.633 708.561 772.313 940.000 554.835 519.805 540.782 769.650 499.056 498.225 498.225 8.376.348
Total Biaya Persediaan Metode Lot for Lot (Rp) 585.000 585.000 585.000 585.000 585.000 585.000 585.000 585.000 585.000 585.000 390.000 390.000 6.630.000
Dari hasil uraian diatas diperoleh bahwa hasil pemecahan masalah dengan menggunakan metode Lot for Lot memberikan jumlah pemesanan yang ekonomis dan biaya persediaan yang optimum dibandingkan biaya yang diterapkan oleh perusahaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.3 adanya perbedaan yang signifikan antara total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam satu tahun sebesar Rp 17.528.250 dengan penerapan metode Lot for Lot sebesar Rp 6.630.000. Selisih antara kedua metode tersebut sebesar Rp 10.898.250, artinya Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
dengan penerapan metode Lot for Lot, maka perusahaan dapat menghemat total biaya persediaan sebesar Rp 10.898.250.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan data dan analisis pemecahan masalah yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pemecahan masalah dalam pengendalian persediaan suku cadang mesin pada penelitian ini menggunakan ukuran pemesanan tetap (Q sistem) dan Lot For Lot. 2. Dari 40 item suku cadang yang dipesan oleh perusahaan diperoleh 12 item suku cadang mesin yang kritis (kelompok A) berdasarkan klasifikasi ABC, yaitu : a. Phericall roller bearing b. Roller clain pitch c. Left & right handed worm P/N 13 d. Nozzle e. Press cylinder S/N 12 f.
Bcarer ref 7 ac.ar.al
g. Coupling p/n 58949044 h. Trust miracle i.
Pipa steam
j.
Bearing SKF 29326
k. Top screen assembly mesh 40 Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
l.
Top screen assembly mesh 30
3. Dengan menggunakan metode EOQ, diperoleh total biaya persediaan suku cadang mesin, yaitu sebesar Rp 8.376.348, metode LFL sebesar Rp 6.630.000. Artinya metode LFL lebih optimum. 4. Total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan tahun 2009 sebesar Rp 17.528.250, sedangkan total biaya persediaan menggunakan metode LFL sebesar Rp 6.630.000. Selisih antara kedua total biaya tersebut sebesar Rp 10.898.250, artinya dengan pengendalian persediaan menggunakan metode LFL, maka perusahaan dapat menghemat total biaya persediaan sebesar Rp 10.898.250 per tahun, atau sebesar 49,93 % dari total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan.
7.2. Saran Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, penulis mengajukan beberapa saran untuk dapat memperoleh kondisi perencanaan pengendalian suku cadang mesin yang lebih efektif dan efisien pada masa yang akan datang, antara lain : 1. Sebaiknya perusahaan melakukan perencanaan dan pengendalian persediaan dengan menggunakan metode Lot For Lot (LFL), sehingga jumlah pemesanan dan biaya persediaan yang dikeluarkan lebih optimal. 2. Dengan Penerapan metode LFL, maka tidak terjadi kekurangan/kehabisan suku cadang mesin,
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Dengan metode EOQ, biaya investasi suku cadang mesin pada perusahaan dapat digunakan untuk keperluan lainnya, sehingga biaya yang dikeluarkan perusahaan tidak terlalu boros. 4. Perhitungan pengendalian persediaan suku cadang mesin seperti yang dilakukan pada penelitian ini dapat juga digunakan untuk pengendalian persediaan bahan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR PUSTAKA
Biegel, J. E., Production Control a Quantitatif Approach, New Delhi, Prentice Hall of India Private Limited, Second Edition, 1981.
Eddy Herjanto, Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Kedua, Penerbit PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta, 1955.
Freddy Rangkuti, Manajemen Persediaan, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.
Martin K. Starr, Inventory Control Theory and Practice New Delhi, Prentice Hall of India Private Limited, 1981.
Richardus E. I, Richardus D., Manajemen Persediaan, Penerbit PT. Grasindo, Jakarta, 2003.
Sofjan Assauri, Manajemen Operasi dan Produksi, Edisi Keempat, Penerbit Lembaga Fakultas Ekonomi, UI, Jakarta, 1978.
Teguh Baroto, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.
William, J. Stevensoon, Production/Operation Management, Penerbit United States Of America Homewood, Illinois, 1986.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Lampiran-1
Tabel L-1 Data Break Down Time Suku Cadang Mesin Tahun 2009 Mesin
Sterilizer
Threser
Digester
Vibro separator
Hoisting crane
Empty bunch hoper
Depericarper
Jenis Suku Cadang Kritis Pipa steam Nozzle Trust miracle Buthing 536280-01 Leading off screen Eriction pad Left & right handed worm P/N Coupling p/n 58949044 Screw 8341 Housing bearing SN 511 Roller clain Pitch Hanger bearing c/w bronze bush Pilow bearing Angular ball bearing double row Sheet packing API garlock Bcarer ref 7 ac.ar.al Phericall roller bearing Wire rope p/n 58944044 Roller clain pitch Sproket T12 pitch Mur + baut + ring plate 1” Bearing SKF 22215 c/w T.bush Top screen assembly mesh 40 Top screen assembly mesh 30 Trust greasheld 677 HT Trust greasheld 6888 HD Stering arm L/H Stering arm R/H Bottom stering arm Press cylinder S/N 12 Adjustine cone P/N 8 Elbow steam 2” Kawat las Baut + mur + ring plate 2” Bearing SKF 29326 Oil seal Nozzle 53419-83 Buthing 536280-01 Bearing SKF 23026
Periode
Januari Mei September
Januari Mei September Januari Mei September
Januari Mei September
Januari Mei September
Januari Mei September
Januari Mei September
Total Break Down Time (Jam) 7.35 8.20 11.30 2.30 3.10 2.10 8.25 9.45 9.00 8.25 7.00 10.25 8.25 7.00 10.25 8.00 8.30 7.45 8.00 8.30 7.45 8.00 9.45 11.20 8.45 9.45 11.20 8.45 9.45 10.35 10.45 7.45 10.35 10.45 10.00 11.30 8.00 10.00 11.30
Sumber : Kantor Teknik PKS Rambutan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Lampiran-2
Tabel L-2 Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Metode EOQ No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nama Suku Cadang Phericall roller bearing Roller clain Pitch Left & right handed worm Nozzle Press cylinder S/N 12 Bcarer ref 7 ac.ar.al Coupling p/n 58949044 Trust miracle Pipa steam Bearing SKF 29326 Top screen assembly mesh 40 Top screen assembly mesh 30 Top screen assembly mesh 20 Wire rope p/n 58944044 Sproket T12 pitch Bearing SKF 23026 Leading off screen Trust greasheld 6888 HD Hanger bearing c/w bronze bushing Nozzle 53419-83 Resistance rubber gasket Trust greasheld 677 HT Buthing 536280-01 Angular ball bearing double row Stering arm L/H Stering arm R/H Bearing SKF 22215 c/w T.bush Housing bearing SN 511 Sheet packing API garlock Strainer S/N Pilow bearing Adjustine cone P/N 8 Bottom stering arm Elbow steam 2” Kawat las Mur + baut + ring plate 1” Oil seal Eriction pad Baut + mur + ring plate 2” Screw 8341 TOTAL
Total Biaya Persediaan Perusahaan (Rp) 3.226.250 2.887.500 1.705.000 1.612.500 1.220.000 1.185.000 1.170.000 1.100.000 882.000 850.000 845.000 845.000 805.200 823.650 798.560 773.000 705.240 699.560 658.320 432.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 235.210 27.928.190
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Lampiran-3
Tabel L-3 Hasil Perhitungan Frekuensi Pemesanan Suku Cadang Kritis Frekuensi No
Nama Suku Cadang
Pemesanan (kali/tahun)
1
Phericall roller bearing
5
2
Roller clain Pitch
4
3
Left & right handed worm P/N 13
3
4
Nozzle
3
5
Press cylinder S/N 12
2
6
Bcarer ref 7 ac.ar.al
2
7
Coupling p/n 58949044
3
8
Trust miracle
2
9
Pipa steam
2
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Lampiran-4
Tabel L-4 Hasil Perhitungan Interval Waktu Pemesanan Suku Cadang Kritis Interval Waktu No
Nama Suku Cadang
Pemesanan (hari)
1
Phericall roller bearing
73
2
Roller clain Pitch
91
3
Left & right handed worm P/N 13
122
4
Nozzle
122
5
Press cylinder S/N 12
183
6
Bcarer ref 7 ac.ar.al
183
7
Coupling p/n 58949044
122
8
Trust miracle
183
9
Pipa steam
183
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Lampiran-5
Tabel L-5 Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Suku Cadang Kritis Total Biaya No
Nama Suku Cadang
Persediaan (Rp/tahun)
1
Phericall roller bearing
1.581.250
2
Roller clain Pitch
1.453.125
3
Left & right handed worm P/N 13
1.086.250
4
Nozzle
1.057.500
5
Press cylinder S/N 12
902.500
6
Bcarer ref 7 ac.ar.al
885.000
7
Coupling p/n 58949044
877.500
8
Trust miracle
842.800
9
Pipa steam
733.650
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.