PENGENDALIAN KUALITAS KERAMIK DENGAN PENDEKATAN DESIGN OF EXPERIMENT EPOKSI UNTUK JENIS CACAT PINHOLE (Studi kasus pada PT. American Standard Indonesia) Meriastuti Ginting ST, MT1 Arleen Wirjawan2 ABSTRACT Ceramics produced by PT ASI that not conforming to the standard need rework process. This type of nonconformities is pinhole. The pinhole itself has two phases of epoxy, Base Filler Composition and Thin Top Coat.The research determines the factors of epoxy’s influence the epoxy and the best combination factors for the epoxy drying. By the method of Design of Experiment, regression, and correlationthe main factor for the epoxy drying in Base Filler Composition phase is the temperature at 26ºC with the best combination of resin and hardener 1:0.8. Meanwhile the main factors for the epoxy dryng in Thin Top Coat phase are ratios of comparition of Resin hardener and sedimentation time. There are three option for the best combination, 26oC temperature with composition resin and hardener 1:0.5, 26oC temperature with one hour sedimentation time and composition resin hardener 1:0.5 with one hour sedimentation time.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT American Standard Indonesia adalah perusahaan yang memproduksi produk–produk untuk kamar mandi. Bagi PT American Standard menjaga kualitas yang tinggi adalah komitmen yang harus selalu direalisasikan. Kualitas mempunyai peran yang sangat penting untuk membuat konsumen puas. Kekurangan atau ketidaksesuaian pada produk yang dihasilkan akan menyebabkan kerugian secara langsung. Selain itu juga, nama besar perusahaan dipertaruhkan apabila produk yang dihasilkan ternyata tidak sesuai dan konsumen menjadi kecewa. Masalah yang dihadapi PT American Standard saat ini adalah masih adanya kecacatan atau ketidaksesuaian produk dengan standar yang ditetapkan . Produk yang cacat akan dirework atau direject jika melebihi standar cacat yang ditentukan. Rework produk dikelompokkan menjadi beberapa jenis seperti patching, epoksi, dan lain–lain tergantung jenis cacat. Salah satu jenis cacat yang sering terjadi adalah pinhole. Cara mengatasi jenis cacat ini adalah dengan epoksi dengan dua tahapan yaitu Base Filler Composition dan Thin Top Coat. PT American Standard sudah melakukan eksperimen terhadap komposisi dan faktor yang berpengaruh pada kedua tahap epoksi, namun belum mendapatkan waktu pengeringan optimal kedua tahap tersebut. Oleh karena itu, untuk mendapatkan waktu pengeringan optimal kedua tahap epoksi tersebut, dilakukan design eksperimen dan perhitungan–perhitungan statistik serta penggunaan teknik pengendalian kualitas.
1 2
Dosen Fakultas Teknik Industri UKRIDA Mahasiswi Teknik Industri UKRIDA
1.2. Identifikasi Masalah Masalah utama yang akan diteliti untuk optimasi waktu pengeringan kedua tahap epoksi adalah : 1. Perbandingan kandungan resin dan hardener (berhubungan langsung dengan kekerasan dan waktu pengeringan) 2. Temperatur ruang 3. Waktu pengendapan kedua tahap sebelum diaplikasikan ke produk rework 1.3. Batasan Masalah Dengan pertimbangan waktu, tenaga dan biaya serta supaya penelitian menjadi jelas dan terarah maka masalah yang diteliti dibatasi sebagai berikut : 1. Penelitian hanya untuk rework produk cacat jenis pinhole dengan epoksi 2. Jenis bahan epoksi dirahasiakan 3. Untuk data penelitian pendahuluan digunakan data historis perusahaan pada bulan November 2007 – Januari 2008 4. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2008 – Maret 2008 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian pada epoksi adalah: 1. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi epoksi 2. Mengetahui kombinasi epoksi yang optimal 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Design of Experiment Metode Design of Experiment pertama kali dikembangkan pada tahun 1920 oleh Sir Ronald A. Fisher. Design of Experiment banyak digunakan dalam berbagai sektor industri, yang digunakan di dalam pengembangan dan optimalisasi pada proses DOE adalah pendekatan sistematik untuk menginvestigasi suatu sistem atau proses. DOE merupakan metode terstruktur, yang digunakan untuk menentukan hubungan antara faktor – fakor berbeda yang mempengaruhi dalam proses dan keluaran dari proses tersebut. DOE penting sebagai salah satu cara untuk memaksimalkan perolehan informasi. DOE bisa digunakan untuk mencari konfigurasi terbaik dari faktor – faktor yang ada untuk meminimalisasi variansi.Dalam percobaan faktorial, memungkinkan pengaruh tiap faktor, secara sendiri – sendiri maupun bersamaan, diuji secara terpisah dengan menggunakan analisa variansi yang biasa. Atas dasar jumlah faktor yang diteliti, rancangan percobaan dapat dipilih menjadi : 1. Rancangan non faktorial, jika yang diteliti hanya satu faktor penelitian 2. Rancangan faktorial, jika yang diteliti terdiri dari beberapa faktor penelitian. Membuat sebuah desain berarti dengan cermat memilih eksperimen dengan nilai yang kecil yang dapat diteliti dalam kondisi yang terkendali. Empat langkah untuk membuat desain adalah : 1. Tentukan obyek yang akan diteliti 2. Tentukan variabel yang akan dikontrol pada eksperimen (variabel desain atau variabel bebas) dan level yang akan digunakan. 3. Tentukan variabel yang akan diukur untuk menentukan hasil (variabel respon atau variabel bebas) dan memeriksa keakuratannya.
4. Di atas dari desain standar yang dapat digunakan, pilih salah satu yang sesuai dengan obyek yang diteliti, jumlah variabel desain dan keakuratan dalam pengukuran, dan memiliki biaya yang tak masuk akal. Matriks orthogonal array yang digunakan, ditentukan berdasarkan banyak faktor dan level yang digunakan. Ketentuannya adalah level faktor. Bila faktor yang digunakan 2 dan masing – masing memiliki 3 level, maka matriks yang digunakan 32 , yaitu ada 9 percobaan. Dalam pembuatan desain eksperimen dapat diperbanyak seara otomatis setelah ditentukan obyek yang diteliti, variabel desain yang digunakan, dan banyaknya eksperimen yang dapat dilakukan. Unit yang dieksperimenkan adalah unit yang dapat menyebabkan heterogenitas menuju kesalahan eksperimen. Dengan melakukan randomisasi maka dapat menghilangkan efek bias yang dapat dihasilkan oleh penetapan yang sistematik. Block digunakan untuk membuat unti yang dieksperimenkan menjadi homogen. Faktor level dirandom di dalam block dengan tujuan untuk mengurangi kesalahan pada eksperimen. Di dalam membuat desain DOE, penulis menggunakan bantuan program Minitab 15. Langkah – langkah dalam penggunaan Minitab 15 untuk pembuatan DOE dapat dilihat pada lampiran. 2.2. Korelasi Korelasi, juga disebut koefisien korelasi, adalah nilai yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan linier antara dua peubah acak (random variable). Salah satu jenis korelasi yang paling populer adalah koefisien korelasi momenproduk Pearson, yang diperoleh dengan membagi kovarians kedua variabel dengan perkalian simpangan bakunya. Meski memiliki nama Pearson, metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Korelasi juga merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antar dua variabel (atau lebih). Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positip (+) atau negatip (-), sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi. Hubungan dua variabel dinyatakan positip jika nilai dari suatu variabel ditingkatkan maka akan meningkatkan nilai variabel lainnya, sebaliknya jika nilai variabel tersebut diturunkan maka akan menurunkan nilai variabel yang lain. Sebaliknya, hubungan dua variabel dinyatakan negatip jika nilai suatu variabel ditingkatkan maka akan menurunkan nilai variabel lainnya, sebaliknya jika nilai variabel tersebut diturunkan maka akan menaikkan nilai variabel yang lain. Kuatnya hubungan antar variabel dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi. Koefisien korelasi memiliki rentang nilai antara -1 sampai 1. Jika hubungan antara kedua variabel memiliki nilai korelasi -1 atau 1 berarti kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang sempurna, demikian juga sebaliknya jika hubungan antara kedua variabel itu memiliki nilai korelasi 0 berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Koefisien korelasi linier (Pearson product moment correlation coefficient) antara dua variabel dapat dicari dengan persamaan berikut:
Untuk dapat memberikan penafsiran terkadap koefisien korelasi yang didapat, maka dapat berpedoman pada tabel 1.1. berikut Tabel 2.1 Tabel Korelasi dan Tingkat Hubungannya Interval Koefisien 0,00 - 0,199 0,20 - 0,399 0,40 - 0,599 0,60 - 0,799 0,80 - 1,000
Tingkat Hubungan sangat rendah rendah sedang kuat sangat kuat
2.3. Regresi Linier Regresi linier adalah studi ketergantungan satu variabel tak bebas pada satu atau lebih variabel lain yang menjelaskan dengan tujuan untuk menaksir atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata populasi variabel tak bebas, dalam pengambilan sampel berulang dari variabel yang menjelaskan (explanatory variable). Tujuan dari regresi adalah: 1. Mengestimasi nilai rata-rata variabel tak bebas dan nilai rata-rata variabel bebas 2. Menguji hipotesis mengenai sifat alamiah ketergantungan (sesuai teori ekonomi) 3. Memprediksi atau meramalkan nilai rata-rata variabel tak bebas dan nilai ratarata variabel bebas tertentu Regresi linier sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Persamaan umum dari regresi linier sederhana adalah:
Keterangan: Y= variabel dependen yang diprediksikan a = konstanta b = koefisien regresi X terhadap Y X = variabel independen yang mempunyai nilai tertentu Koefisien regresi (b) akan bernilai positip apabila nilai X berbanding lurus terhadap nilay Y, sebaliknya b akan bernilai negatip apabila nilai X berbanding terbalik terhadap nilai Y. Nilai a dan b dapat dicari dengan persamaan berikut:
Sedangkan untuk regresi linier berganda, persamaan regresi linier berganda melibatkan lebih dari satu variabel bebas. Persamaannya adalah sebagai berikut : Y = β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + ... + β k X k
Keterangan : Y = variabel terikat Xi = variabel bebas ( i = 1, 2, 3, …, k) β0 = intersep βi = koefisien regresi ( i = 1, 2, 3, …, k) 2.4. ANOVA ANOVA atau distribusi F ditemukan oleh R.A. Fisher pada awal tahun 1920 dan berguna bagi para periset untuk menguji hipotesis mengenai suatu parameter dari beberapa populasi. ANOVA sering disebut juga Fisher’s ANOVA atau Fisher’s analysis of variance. Analisis variansi adalah pengujiaan rataan suatu populasi. Tujuan dari analisis varians adalah untuk menemukan variabel independen dalam penelitian dan menentukan bagaimana mereka berinteraksi dan mempengaruhi tanggapan atau perlakuan. Bentuk kurva distribusi F sangat ditentukan oleh nilai derajat kebebasan vi dan v2. Jika v1 dan v2 bernilai kecil, kurva F menceng ke kanan. Makin besar nilai v1 dan v2 bentuk kurva mendekati distribusi normal yang simetris. Untuk menentukan nilai F terlebih dahulu harus diketahui nilai v1 dan v2 serta nilai α yaitu suatu probabilitas bahwa variabel F mengambil nilai atau lebih besar dari F sebagai berikut: P(F≥Fα(v1,v2)) = α Pada penggunaannya, ada beberapa tipe dari ANOVA berdasarkan jumlah perlakuan dan caranya digunakan pada eksperimen: 1. One Way ANOVA digunakan untuk menguji perbedaan diantara dua atau lebih kelompok yang independen 2. One – way ANOVA untuk pengukuran berulang digunakan ketika subyek penelitian diukur secara berulang, yang berarti subyek yang sama digunakan untuk setiap perlakuan. 3. Faktorial ANOVA digunakan ketika peneliti ingin mempelajari efek dari 2 atau lebih variabel perlakuan. Tipe yang biasa digunakan pada faktorial ANOVA adalah desain 2x2, dimana ada sua variabel bebas dan setiap variabel memiliki dua level. 4. Ketika ingin menguji dua atau lebih grup bebas untuk perhitungan berulang dapat digunakan mixed-design ANOVA faktorial, dimana satu faktor bebas dan yang lainnya pengukuran berulang. 5. Multivariate analysis of variance (MANOVA) digunakan ketika ada lebih dari satu variabel terkait. Dalam pengujian one – way ANOVA, langkah – langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Menentukan hipotesis awal H0 : µ1= µ2 = µ3=......µn H1 : tidak semua rata – rata sama. 2. Menghitung total variansi. Total variasi dibagi menjadi dua yaitu SSA (merupakan variasi antar group) dan SSW (merupakan variasi dalam group). SST = SSA + SSW
3. Menghitung rata – rata dari SSA dan SSW yaitu MSA (Mean Square Among) dan MSW (Mean Square Within) SSA MSA = c −1 SSW MSW = n−c Keterangan : c merupakan jumlah group. n merupakan jumlah data. 4. Selanjutnya adalah menghitung nilai F hitung yang akan dibadingkan dengan nilai F pada tabel. MSA F hitung = MSW 5. Lalu mencari nilai F pada tabel, yaitu mencari nilai df1 dan df2 df1 = c-1 df2 = n-c 6. Jika F hitung > F (df1, df2) maka tolak H0 demikian sebaliknya terima H0. Kegunaan ANOVA yaitu : 1. Mengendalikan 1 atau lebih variabel independen ¾ Disebut dgn faktor (atau variabel treatment) ¾ Tiap faktor mengandung 2 atau lebih level (kategori / klasifikasi) 2. Mengamati efek pada variabel dependen ¾ Merespon level pada variabel independen 3. Perencanaan Eksperimen: perencanaan dengan menggunakan uji hipotesis 3. METODOLOGI PENELITIAN Design of Experiment digunakan untuk menentukan kombinasi terbaik dari suatu faktor dan level yang mempengaruhi suatu produk. Pembuatan Design of Experiment ini didasarkan pada faktor – faktor dan level – level yang sudah diuji sebelumnya. Tahapan – tahapannya adalah : 3.1. Penentuan Variabel Tak Bebas Berdasarkan hasil penelitian awal sebelumya yang dilakukan, variabel tak bebas yang ingin dicapai adalah waktu untuk pengeringan epoksi (untuk kedua tahap epoksi, baik base filler maupun Thin Top Coat), karena waktu pengeringan yang cukup lama merupakan permasalahan utama dalam melakukan proses epoksi ini. 3.2. Penentuan Variabel Bebas Pada penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah temperatur, perbandingan kandungan antara resin dan hardener, dan waktu pengendapan sebelum diaplikasikan pada cacat. Pada penelitian awal didapatkan faktor – faktor tersebut sebagai faktor yang menentukan di dalam waktu pengeringan epoksi ini. Ketiga variabel bebas ini digunakan pada kedua tahap epoksi ini, baik untuk base filler maupun untuk Thin Top Coat.
3.3. Penentuan Level Masing – masing Faktor Level untuk masing – masing faktor pada base filler maupun Thin Top Coat terdiri dari 3 level, karena berdasarkan penelitian awal didapatkan bahwa pada rentang tersebut hasil epoksi maksimal, proses pengeringan juga maksimal, dan hasil epoksi menempel dengan baik pada produk cacat, tetapi dalam rentang level belum ditemukan waktu pengeringan yang maksimal. Level – level tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1. dan tabel 4.2. berikut ini. Tabel 3.1. Faktor – faktor dan masing – masing level yang digunakan pada Base Filler Composition Level Faktor Level 1 Level 2 Level 3 Temperatur 26º C 30 º C 35º C Perbandingan kandungan 1 : 0.75 1 : 0.8 1 : 0.85 Resin : Hardener Waktu pengendapan 0 jam 1 jam 2 jam Tabel 3.2. Faktor – faktor dan masing – masing level yang digunakan pada Thin Top Coat Level Faktor Level 1 Level 2 Level 3 Temperatur 26º C 30 º C 35º C Perbandingan kandungan 1 : 0.5 1 : 0.57 1 : 0.6 Resin : Hardener Waktu pengendapan 0 jam 1 jam 2 jam 3.4. Pemilihan Orthogonal Array Orthogonal array merupakan table matriks untuk menentukan jumlah percobaan. Penentuan matriks orthogonal array yang akan digunakan berdasarkan perhitungan berikut: 1. Jumlah faktor yang diamati = 3 faktor 2. Jumlah level masing – masing faktor = 3 level 3. Orthogonal array yang digunakan adalah 33 = 27 percobaan. Jumlah percobaan yang harus dilakukan adalah 27 buah. Untuk mendapatkan hasil yang signifikan, dilakukan replikasi sebanyak 2 kali. Penentuan replikasi didasarkan pada keterbatasan waktu dan biaya serta hasil penelitian yang ingin dicapai, sehingga percobaan yang dilakukan 54 buah. Tabel 4.3. dan Tabel 4.4. menunjukkan kombinasi percobaan yang dilakukan, yang dirandom agar tidak bias dengan bantuan program Minitab 15. StdOrder menunjukkan randomisasi yang dilakukan. Kolom temperatur, kandungan, dan pengendapan merupakan ketiga faktor yang akan diteliti dan setiap angka pada kolom faktor merupakan level ditentukan. 4. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Berdasarkan kombinasi yang telah ditentukan dari tabel 3.1 dan 3.2. di atas, maka dapat dimasukkan level–level sesuai dengan faktor–faktor dan hasil diperileh seperti pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.1. Hasil Percobaan yang Dilakukan pada Base Filler Composition StdOrder 27 28 3 7 4 12 14 1 40 2 9 29 54 11 19 21 48 34 46 22 51 6 15 17 36 32 31 41 18 47 49 53 45 30 20 8 13 10 5 35 52 44 43 16 26 25 33
RunOrder 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
PtType 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Blocks 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Temperatur 35 26 26 26 26 30 30 26 30 26 26 26 35 30 35 35 35 26 35 35 35 26 30 30 26 26 26 30 30 35 35 35 30 26 35 26 30 30 26 26 35 30 30 30 35 35 26
Kandungan 0.85 0.8 0.8 0.85 0.75 0.8 0.75 0.8 0.75 0.8 0.85 0.8 0.85 0.8 0.8 0.8 0.8 0.85 0.8 0.75 0.75 0.75 0.75 0.85 0.85 0.75 0.75 0.75 0.85 0.8 0.75 0.85 0.85 0.8 0.8 0.85 0.75 0.8 0.75 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.75
Pengendapan 2 0 2 0 0 2 1 0 0 1 2 1 2 1 0 2 2 0 0 0 2 2 2 1 2 1 0 1 2 1 0 1 2 2 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 2
Waktu 4.75 8.92 8.92 7.67 8.67 6.67 6 9 6.17 8.67 8.34 8.75 4.92 6.25 5.34 5.34 5.75 7.92 5.5 5.5 4.92 8.42 6.42 6.17 8.25 8.5 7.58 6.42 6.42 5.5 5.5 5.17 6.17 8.67 5.34 8.34 6.25 6.25 8.58 8.34 5.17 6 6.17 6.34 5.42 4.92 8.17
Tabel 4.1. Hasil Percobaan yang Dilakukan pada Base Filler Composition (lanjutan) StdOrder 39 23 38 42 24 50 37
RunOrder 48 49 50 51 52 53 54
PtType 1 1 1 1 1 1 1
Blocks 1 1 1 1 1 1 1
Temperatur 30 35 30 30 35 35 30
Kandungan 0.8 0.75 0.8 0.75 0.75 0.75 0.8
Pengendapan 2 1 1 2 2 1 0
Waktu 6.42 5.5 6.67 6.5 6.25 6.08 6.17
Tabel 4.2. Hasil Percobaan yang Dilakukan pada Thin Top Coat StdOrder 37 30 49 50 33 35 2 7 48 54 3 11 39 1 28 53 20 26 13 15 46 12 43 5 25 47 45 6 51 19 32 27 44 36 42 34
RunOrder 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
PtType 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Blocks 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Temperatur 30 26 35 35 26 26 26 26 35 35 26 30 30 26 26 35 35 35 30 30 35 30 30 26 35 35 30 26 35 35 26 35 30 26 30 26
Kandungan 0.5 0.5 0.57 0.57 0.57 0.6 0.5 0.6 0.5 0.6 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.6 0.5 0.6 0.57 0.57 0.5 0.5 0.6 0.57 0.6 0.5 0.6 0.57 0.57 0.5 0.57 0.6 0.6 0.6 0.57 0.6
Pengendapan 0 2 0 1 2 1 1 0 2 2 2 1 2 0 0 1 1 1 0 2 0 2 0 1 0 1 2 2 2 0 1 2 1 2 2 0
Waktu 1.83 2.25 1.67 1.67 2.17 1.67 2.42 1.34 2.25 1.92 2.34 2 2.17 2 1.83 1.83 2.17 1.92 1.58 1.92 1.92 2.34 1.58 2 1.67 2.17 1.83 2.34 1.92 1.75 1.92 1.92 1.58 2 2 1.42
Tabel 4.2. Hasil Percobaan yang Dilakukan pada Thin Top Coat(lanjutan) StdOrder 10 38 41 21 14 22 31 40 17 24 9 16 52 23 8 29 4 18
RunOrder 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
PtType 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Blocks 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Temperatur 30 30 30 35 30 35 26 30 30 35 26 30 35 35 26 26 26 30
Kandungan 0.5 0.5 0.57 0.5 0.57 0.57 0.57 0.57 0.6 0.57 0.6 0.6 0.6 0.57 0.6 0.5 0.57 0.6
Pengendapan 0 1 1 2 1 0 0 0 1 2 2 0 0 1 1 1 0 2
5. PEMBAHASAN Results for: DATA UNTUK FAKTORIAL BASE FILLER.MTW General Linear Model: C8 versus Temperatur, Kandungan, Pengendapan Factor Temperatur Kandungan Pengendapan
Type fixed fixed fixed
Levels 3 3 3
Values 26, 30, 35 0.75, 0.80, 0.85 0, 1, 2
Analysis of Variance for C8, using Adjusted SS for Tests Source Temperatur Kandungan Pengendapan Temperatur*Kandungan Temperatur*Pengendapan Kandungan*Pengendapan Temperatur*Kandungan*Pengendapan Error Total
S = 0.286621
Term Constant Temperatur 26 30 Kandungan 0.75 0.80 Pengendapan 0
R-Sq = 97.64%
DF 2 2 2 4 4 4 8 27 53
Seq SS 87.8836 1.6725 0.2286 0.9475 0.2333 0.1165 0.6027 2.2181 93.9027
Adj SS 87.8836 1.6725 0.2286 0.9475 0.2333 0.1165 0.6027 2.2181
Adj MS 43.9418 0.8362 0.1143 0.2369 0.0583 0.0291 0.0753 0.0822
F 534.89 10.18 1.39 2.88 0.71 0.35 0.92
R-Sq(adj) = 95.36%
Coef 6.70444
SE Coef 0.03900
T 171.89
P 0.000
1.72389 -0.40111
0.05516 0.05516
31.25 -7.27
0.000 0.000
0.04167 0.19167
0.05516 0.05516
0.76 3.47
0.457 0.002
-0.09111
0.05516
-1.65
0.110
P 0.000 0.001 0.266 0.041 0.592 0.839 0.518
Waktu 1.92 2.08 1.67 2.17 1.92 1.58 1.42 1.42 1.67 2.08 1.75 1.42 1.67 1.67 1.75 2.42 1.67 1.67
1 Temperatur*Kandungan 26 0.75 26 0.80 30 0.75 30 0.80 Temperatur*Pengendapan 26 0 26 1 30 0 30 1 Kandungan*Pengendapan 0.75 0 0.75 1 0.80 0 0.80 1 Temperatur*Kandungan*Pengendapan 26 0.75 0 26 0.75 1 26 0.80 0 26 0.80 1 30 0.75 0 30 0.75 1 30 0.80 0 30 0.80 1
0.05667
0.05516
1.03
0.313
-0.15000 0.20167 -0.05167 -0.09000
0.07801 0.07801 0.07801 0.07801
-1.92 2.59 -0.66 -1.15
0.065 0.015 0.513 0.259
-0.04389 0.04500 0.01278 -0.10833
0.07801 0.07801 0.07801 0.07801
-0.56 0.58 0.16 -1.39
0.578 0.569 0.871 0.176
-0.04333 0.04389 0.05833 -0.08944
0.07801 0.07801 0.07801 0.07801
-0.56 0.56 0.75 -1.15
0.583 0.578 0.461 0.262
-0.0167 0.0744 0.2150 -0.1239 0.0383 -0.0756 -0.1750 0.1961
0.1103 0.1103 0.1103 0.1103 0.1103 0.1103 0.1103 0.1103
-0.15 0.67 1.95 -1.12 0.35 -0.68 -1.59 1.78
0.881 0.506 0.062 0.271 0.731 0.499 0.124 0.087
Unusual Observations for C8 Obs 5 21 27 52
C8 8.67000 4.92000 7.58000 6.25000
Fit 8.12500 5.58500 8.12500 5.58500
SE Fit 0.20267 0.20267 0.20267 0.20267
Residual 0.54500 -0.66500 -0.54500 0.66500
St Resid 2.69 -3.28 -2.69 3.28
R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Results for: DATA UNTUK THIN TOP COAT.MTW General Linear Model: Waktu versus Temperatur, Kandungan, Pengendapan Factor Temperatur Kandungan Pengendapan
Type fixed fixed fixed
Levels 3 3 3
Values 26, 30, 35 0.50, 0.57, 0.60 0, 1, 2
Analysis of Variance for Waktu, using Adjusted SS for Tests Source Temperatur Kandungan Pengendapan Temperatur*Kandungan Temperatur*Pengendapan Kandungan*Pengendapan Temperatur*Kandungan*Pengendapan Error Total
S = 0.0947120
Term Constant Temperatur 26 30 Kandungan 0.50 0.57
R-Sq = 94.06%
DF 2 2 2 4 4 4 8 27 53
Seq SS 0.12689 1.63638 1.55089 0.19864 0.11283 0.10114 0.10817 0.24220 4.07715
Adj SS 0.12689 1.63638 1.55089 0.19864 0.11283 0.10114 0.10817 0.24220
Adj MS 0.06345 0.81819 0.77545 0.04966 0.02821 0.02529 0.01352 0.00897
F 7.07 91.21 86.45 5.54 3.14 2.82 1.51
R-Sq(adj) = 88.34%
Coef 1.87519
SE Coef 0.01289
T 145.49
P 0.000
0.05315 -0.06407
0.01823 0.01823
2.92 -3.52
0.007 0.002
0.23759 -0.06296
0.01823 0.01823
13.03 -3.45
0.000 0.002
P 0.003 0.000 0.000 0.002 0.030 0.045 0.201
Pengendapan 0 1 Temperatur*Kandungan 26 0.50 26 0.57 30 0.50 30 0.57 Temperatur*Pengendapan 26 0 26 1 30 0 30 1 Kandungan*Pengendapan 0.50 0 0.50 1 0.57 0 0.57 1 Temperatur*Kandungan*Pengendapan 26 0.50 0 26 0.50 1 26 0.57 0 26 0.57 1 30 0.50 0 30 0.50 1 30 0.57 0 30 0.57 1
-0.22574 0.04315
0.01823 0.01823
-12.38 2.37
0.000 0.025
0.04407 0.05463 0.00796 0.00352
0.02578 0.02578 0.02578 0.02578
1.71 2.12 0.31 0.14
0.099 0.043 0.760 0.892
-0.08926 0.05852 0.03963 -0.03426
0.02578 0.02578 0.02578 0.02578
-3.46 2.27 1.54 -1.33
0.002 0.031 0.136 0.195
-0.01204 0.05407 -0.02981 -0.04704
0.02578 0.02578 0.02578 0.02578
-0.47 2.10 -1.16 -1.82
0.644 0.045 0.258 0.079
0.03204 0.05426 -0.03019 -0.01463 0.01648 -0.07963 -0.03574 0.08148
0.03645 0.03645 0.03645 0.03645 0.03645 0.03645 0.03645 0.03645
0.88 1.49 -0.83 -0.40 0.45 -2.18 -0.98 2.24
0.387 0.148 0.415 0.691 0.655 0.038 0.336 0.034
Faktor yang berpengaruh pada waktu pengeringan epoksi Base Filler Composition adalah temperatur. Nilai p untuk temperatur pada Base Filler Composition adalah 0,000. Nilai ini lebih kecil dari nilai α (0,000<0,05) berarti temperatur berpengaruh secara signifikan terhadap waktu pengeringan epoksi Base Filler Composition. Korelasi antara waktu pengeringan dengan temperatur pada Base Filler Composition adalah -0.928, sangat kuat, berbanding terbalik, dan berpengaruh secara signifikan. Persamaan regresi linier yang optimal untuk waktu pengeringan epoksi pada tahap Base Filler Composition adalah: Y = 16,8 - 0.332 x1 Waktu pengeringan optimal tahap base filler adalah kombinasi temperatur 26ºC dengan perbandingan resin : hardener 1:0,8 dengan nilai p adalah 0,015. Nilai ini lebih kecil dari α (0,015<0,05) berarti temperatur pada 26 ºC dan perbandingan kandungan resin: hardener 1:0,8 berpengaruh secara signifikan. Faktor–faktor yang berpengaruh untuk Thin Top Coat adalah kombinasi antara perbandingan kandungan dan waktu pengendapan. Nilai p untuk perbandingan kandungan dan waktu pengendapan adalah 0,045. Nilai ini lebih kecil dari nilai α (0,045<0,05) berarti perbandingan kandungan dan waktu pengendapan berpengaruh secara signifikan terhadap waktu pengeringan pada Thin Top Coat. Korelasi antara waktu pengeringan dengan perbandingan kandungan pada Thin Top Coat adalah -0,633, sangat kuat, berbanding terbalik, dan berpengaruh secara signifikan sedangkan korelasi antara waktu pengeringan dengan waktu pengendapan pada Thin Top Coat adalah 0,607 sangat kuat, berbanding lurus, dan berpengaruh secara signifikan. Persamaan regresi linier yang optimal waktu pengeringan epoksi pada tahap Thin Top Coat adalah: Y = 3,98 – 4.15 x2 + 0,204 x3 Waktu pengeringan optimal tahap Thin Top Coat adalah: 1. Kombinasi temperatur 26ºC dengan perbandingan resin : hardener 1:0,57 dengan nilai p = 0,043 lebih kecil dari α (0,043<0,05) berarti temperatur pada 26ºC dan perbandingan kandungan 0,57 berpengaruh secara signifikan.
2. Kombinasi temperatur 26ºC dengan waktu pengendapan selama 1 jam dengan nilai p = 0,031 lebih kecil dari α (0,031<0,05) berarti temperatur pada 26 ºC dan waktu pengendapan 1 jam berpengaruh secara signifikan. 3. Kombinasi waktu pengendapan 1 jam dengan perbandingan resin : hardener 1:0,5 dengan nilai p = 0,045 lebih kecil dari α (0,045<0,05) berarti perbandingan kandungan 0,5 dan waktu pengendapan 1 jam berpengaruh secara signifikan. 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : a. Faktor yang berpengaruh pada epoksi tahap Base Filler Composition adalah temperatur, dengan kombinasi terbaik pada temperatur 26ºC dengan perbandingan resin dan hardener 1:0,8 b. Faktor yang berpengaruh pada epoksi tahap Thin Top Coat, adalah perbandingan kandungan dan waktu pengendapan, dengan kombinasi terbaik terdiri dari 3 pilihan yaitu : 1. Temperatur 26ºC dengan perbandingan resin : hardener 1:0,57 2. Temperatur 26ºC dengan waktu pengendapan 1 jam 3. Waktu pengendapan 1 jam dengan perbandingan resin : hardener 1:0,5 Saran Beberapa saran yang dapat dikemukakan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan sewaktu melakukan pencampuran epoksi adalah: 1. Resin dan hardener yang akan dicampur terlebih dahulu harus ditimbang dengan akurat untuk menghasilkan epoksi yang optimal 2. Memperhatikan waktu pengeringan epoksi, sehingga tidak ada campuran epoksi yang terbuang karena terlebih dahulu kering sebelum diaplikasikan ke produk cacat tersebut. 3. Pada tahap base filler maupun Thin Top Coat perlu ditambahkan stain warna yang sesuai dengan warna produk, sehingga hasil epoksi tidak terlihat sama sekali.