103
PENGENDALIAN DAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK KAWAT BAJA DENGAN METODE APLIKASI SIX SIGMA (DMAIC) DAN KAIZEN (5W+1H) PADA DIVISI WIRE ROD MILL (Studi Kasus: PT. KRAKATAU STEEL Tbk) Much. Djunaidi1), Viditwo Ashari Suryadamawan 2) Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos I Pabelan, Surakarta. *Email:
[email protected] ,
[email protected] PT. Krakatau Steel berdiri sejak tanggal 31 Agustus 1970 dengan adanya Surat Keputusan dari Pemerintah Indonesia pada waktu itu oleh Indonesian Goverment Regulation (IGR) dengan P.P.No. 35 tahun 1970 yang berisi tentang penindak lanjutan proyek besi baja dan di sahkan oleh Tan Hong Kie di Jakarta. Disini penulis mencoba untuk meneliti lebih lanjut terkait dengan permasalahan kecacatan produk di pabrik Wire Rod Mill PT. Krakatau Steel yang menyebabkan produk reject, dengan menggunakan metode aplikasi six sigma (DMAIC) dan Kaizen (5W+1H). Hasil dari perhitungannya adalah prosentase penyebab cacat yang terjadi pada pabrik batang kawat baja(WRM) adalah CCT0(Couble) dengan prosentase cacat 86%, CCT2(Creep Speed) dengan Prosentase cacat 4%, CCT6 (Other Deft) dengan Prosentase cacat 2%, CCT7 (Scrappy) dengan Prosentase cacat 2%, CCT5 (Laps) dengan Prosentase cacat 2%, CCT1 (Kusut) dengan Prosentase cacat 2%, CCT4 (Roll Mark) dengan Prosentase cacat 1%, CCT8 (Over Fill) dengan Prosentase cacat 1%, CCT9 (Jeber) 0% dengan Prosentase cacat 0%, CCT3 (Coil Banyak Potong) dengan Prosentase cacat 0%, CCT10 (Under Fill) dengan Prosentase cacat 0%. Dari hasil prosentase diatas, maka didapatlah cacat jenis Couble yang memiliki prosentase cacat terbesar yaitu sebesar 86%. Diketahui DPMO 859,7514618 ton, dan level sigma pada pabrik batang kawat baja PT Krakatau Steel sebesar 4,634835862 . Jumlah tersebut sudah masuk kedelam rata-rata sigma perusahaan di USA yaitu sebesar 4 (tahun 2002). Kata Kunci: Six Sigma, Kaizen, DMAIC, 5W+1H
1.
PENDAHULUAN
Setiap proses produksi tidak dapat dipungkiri akan ada kemunculan kecacatan produk, sama halnya yang terjadi pada PT. Krakatau Steel. Kecacatan yang terjadi bukan mutlak kesalahan operator atau karyawan yang bertugas, namun bisa juga disebabkan daripada material atau bahan yang digunakan dalam proses produksi, serta dari penggunaan mesin yang digunakan selama proses produksi. Ada beberapa jenis cacat pada setiap baja kawat yang diproduksi oleh pabrik Wire Rod Mill PT. Krakatau Steel Cilegon, yang ke semuanya itu disebabkan oleh banyak hal. Dari hal inilah yang mendasari penelitian ini dilaksanakan, mengapa hal ini bisa terjadi, serta bagaimana pengaruhnya terhadap proses produksi, produk. Disini penulis mencoba untuk meneliti lebih
104
lanjut terkait dengan permasalahan kecacatan produk pada pabrik Wire Rod Mill PT. Krakatau Steel yang menyebabkan produk reject. Pada makalah ini juga akan membahas cara mengukur level sigma yang ada pada pabrik kawat baja (Wire Rod Mill) PT. Krakatau Steel, mencari penyebeb cacat pada kawat baja dan memberikan solusi dari masalah kecacatan yang terjadi pada pabrik kawat baja tersebut. 2.
METODOLOGI
Kualitas adalah faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang atau hasil itu dimaksudkan atau dibutuhkan (Assouri, 1969). Kualitas merupakan kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan (Turner, 2003). Kualitas adalah konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk, baik barang maupun jasa yang dihasilkan agar
dapat
memenuhi
kebutuhan
yang
telah
dispesifikasikan,
guna
meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal (Gaspersz, 2003). Pengertian pengendalian kualitas adalah aktifitas pengendalian proses untuk mengukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkan dengan spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai, apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dengan standarnya. Tujuan dari pengendalian kualitas adalah untuk mengendalikan kualitas produk atau jasa yang dapat memuaskan konsumen. Six sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi produk baik barang maupun jasa. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Six Sigma juga dapat dianggap sebagai terobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa dan sebagai pengendalian proses industri yang berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses (process capability).
105
Tabel 1. Definisi Six Sigma 6
= Filosofi
6
= Kapabilitas Proses
6
= Standar Deviasi
Management 1. Melihat proses dari
1. Pengukuran statistik dari
1. Simbol dari bahasa
sudut pandang
kemampuan proses
yunani yang
pelanggan
memenuhi
menyatakan nilai
pelanggan/Critical to
simpangan baku
Quality (CTQ)
dari nilai tengah.
2. Perbaikan berkelanjutan 3. Meciptakan budaya
2. Proses 6 sigma adalah
kualitas di setiap
proses yang
aktifitas
menghasilkan 3,4 Defect
4. Memberikan kepuasan kepada pelanggan
per Million Opportunity (DPMO) yaitu rasio cacat dibandingkan dengan peluang jumlah kemungkinan cacat yang terjadi
Konsep Deming yang kemudian lebih dikenal dengan konsep Kaizen secara luas baru diperkenalkan oleh Masaaki Imai dalam bukunya “Kaizen: The Key to Japan’s Competitive Success” (1986). Kesimpulan Europe-Japan Centre tentang Kaizen Jepang mengungkapkan bahwa : “Kaizen mengatakan kepada kita bahwa hanya dengn secara terus menerus tetap sadar dan membuat beratus-ratus ribu peningkatan kecil, maka dimungkinkan untuk menghasilkn barang dan jasa yang mutunya otentik sehingga memuaskan pelanggan. Cara paling mudah mencapainya adalah dengan keikutsertaan, motivasi dan peningkatan terus menerus dari masingmasing dan semua karyawan dalam organisasi. Keikutsertaan staf tergantung pada komintmen manajemen senior, strategi yang jelas dan ketabahan – karena kaizen bukan jalan pintas melainkan proses yang berjalan secara terus menerus untuk menciptakan hasil yang diinginkan”. Pada tahap pengumpulan data pada makalah ini, diperoleh data mengenai informasi jumlah defect produk kawat baja pada PT krakatau steel khususnya pada pabrik Wire Rod Mill(WRM) atau pabrik Pembuatan Kawat Baja dari data harian bulan Januari 2013 sampai dengan Agustus 2013. Dari hasil pengolahan
106
data tersebut, data akan diolah menggunakan metode DMAIC (define, measure, analyze, improve, dan control) untuk pengendalian kualitas berdasarkan pada konsep Six Sigma dan melakukan perbaikan dengan menggunakan metode 5W+1H berdasarkan pada konsep Kaizen.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengendalian Kualitas Dengan Six Sigma (DMAIC) 1.
Define (mendefinisikan) Tahap define (mendefinisikan) merupakan tahap pertama dalam proses Six
Sigma, tahap ini bertujuan untuk mengetahui proses mana yang memiliki pengaruh besar terhadap terjadinya cacat produk kawat baja pada pabrik WRM. Tabel 2. Tabel Prosentase Cacat Kode
Defect
Jumlah
%
%
(ton)
Cacat
Kumulatif
CCT0
Couble (ton)
CCT2
Creep Speed (ton)
23,49
3,59%
89,31%
CCT6
Oher Deft (ton)
13,79
2,11%
91,42%
CCT7
Scrappy (ton)
13,57
2,07%
93,50%
CCT5
Laps (ton)
12,54
1,92%
95,41%
CCT1
Kusut (ton)
12,38
1,89%
97,31%
CCT4
Roll Mark (ton)
8,04
1,23%
98,54%
CCT8
Over Fill (ton)
6,81
1,04%
99,58%
CCT9
Jeber (ton)
1,15
0,18%
99,75%
CCT3
Coil Banyak Potong (ton)
0,92
0,14%
99,89%
0,71
0,11%
100,00%
654,07
100%
CCT10 Under Fill (ton) Jumlah
560,69 85,72%
85,72%
Dari tabel prosentase diatas, maka dapat dibuat diagram pareto untuk mengetahui jenis cacat yang yang paling sering terjadi. Diagram tersebut sebagai berikut:
107
Gambar 1. Pareto Chart Dari diagram pareto diatas dapat diurutkan prosentase jenis cacat yang paling sering terjadi sampai dengan prosentase jenis cacat yang jarang sekali terjadi. Maka jenis cacat yang sering terjadi adalah CCT0 (couble) dengan prosentase cacat 86%, CCT2 (creep speed) dengan prosentase cacat 4%, CCT6 (other deft) dengan prosentase cacat 2%, CCT7 (scrappy) dengan prosentase cacat 2%, CCT5 (laps) dengan prosentase cacat 2%, CCT1 (kusut) dengan prosentase cacat 2%, CCT4 (roll mark) dengan prosentase cacat 1%, CCT8 (over fill) dengan prosentase cacat 1%, CCT9 (jeber) 0% dengan prosentase cacat 0%, CCT3 (coil banyak potong) dengan prosentase cacat 0%, CCT10 (under fill) dengan prosentase cacat 0%. Dari hasil prosentase diatas, maka didapatlah cacat jenis couble yang memiliki prosentase cacat terbesar yaitu sebesar 86%, maka dari itu cacat tersebut dapat diprioritaskan agar dilakukan perbaikan. 2.
Measure (mengukur) Measure (mengukur) adalah langkah yang kedua dalam tahapan
operasional pada program peningkatan kualitas Six Sigma. 1)
Menentukan karakteristik kualitas kunci dalam hal ini adalah Critical to Quality (CTQ).
2)
Menentukan baseline kinerja Untuk menentukan baseline kinerja perlu menentukan DPMO (Defect per Million Opportunity) dengan menggunakan perhitungan manual, sehingga
108
akan didapatkan level sigma yang ada pada divisi WRM. Berikut perhitungannya :
a. Jumlah produk yang diinspeksi (U) = 76076,7651 ton
b. Jumlah produk yang cacat (D) = 654,0711ton c. Defect per Tonase (DPT) =
=
= 0,008597515 ton
d. Defect per Opportunities (DPO) =
=
e.
= 0,000859751 ton Defect per million opportunities (DPMO)
= DPO x 1000000 = 0,0471894 x 1000000 = 859,7514618 ton
f.
Sigma = dengan menggunakan ms. Excel = normsinv((1000000 – DMPO)/1000000)+1,5 = normsinv((1000000 – 859,7514618) /1000000)+1,5 = 4,634835862
Dari hasil perhitungan diatas, diketahui level sigma pada pabrik batang kawat baja PT Krakatau Steel sebesar 4,634835862
. Jumlah tersebut sudah
masuk kedelam rata-rata sigma perusahaan di USA yaitu sebesar 4
(tahun
2002). Namun pabrik batang kawat baja PT Krakatau Steel perlu menaikan level Sigmanya manjadi 5
dan 6
sehingga mencapai level sempurna suatu
perusahaan, sehingga yeild mencapai target. 3)
Analyze (menganalisis) Data yang dikumpulkan di fase measure dianalisa dan diselidiki akar
permasalahan yang menjadi penyebabnya di tahap ini. Hal ini dilakukan untuk menemukan penyebab masalah dan penyebab terjadinya defect. Untuk menemukan penyebab masalah dalam hal ini adalah cacat perlu dianalisa dengan fishbone diagram (ishikawa) sebagai berikut :
109
Gambar 2. Fishbone Diagram
4)
Improve (Memperbaiki) Setelah diketahui penyebab dari masalah yang terjadi dalam hal ini adalah
cacat, maka tahap selanjutnya melakukan perbaikan untuk mengurangi masalah yang terjadi. Pada tahap ini perlu dilakukan analisa pada faktor penyebab cacat produk, dilihat dari diagram sebab akibat pada tahap analyze maka dilakukan perbaikan pada faktor penyebab cacat, perbaikannya adalah seperti berikut: Tabel 3. Tabel Perbaikan Faktor
Penyebab
Pemecahan Masalah
Tidak adanya papan Peringatan/Panduan untuk
Dibuatkan Papan Panduan SOP
SOP Tidak adanya penjadwalan pergantian Roll Metode
Membuat penjadwalan preventive maintanance pada Roll Perlu mengadakan pelatihan
Kurang koordinasi
kerjasama antar pekerja dan penanggung jawab
Ketika terjadi kecacatan, mesin tetap berproduksi Manusia
Kurang pengalaman
Menghentikan produksi ketika terjadi kececatan dan mencari penyebab cacatnya Memasang Papan panduan SOP
110
(karyawan baru) sehingga tidak tahu ketika terjadi cacat Roll harus diganti Kurang berkompeten
Harus ada pengecekkan oleh
sehingga tidak mengganti Roll
penanggung jawab
Tidak berkonsentrasi karena
Memperbaiki lingkungan kerja
lelah, yang disebabkan
agar menjadi nyaman
lingkungan panas
Material
Kualitasnya kurang karena
Mengeliminasi material yang
Bahan baku Keropos
keropos
Bentuk tidak sesuai karena
Mengeliminasi material yang
Bahan baku bengkok
bengkok
Calon kawat menempel pada Roll dikarenakan Roll sudah
Mengganti Roll ketika Roll sudah mulaimenghitam
Menghitam
Melakukan penjadwalan
Mesin rusak karena Kurang
mesin
Mesin rusak karena Mesin sudah tua
5)
preventive maintanance pada
perawatan
Mesin
Melakukan Peremajaan mesin
Mesin rusak karena Terbakar
Memotong calon kawat sebelum
ketika terjadi couble
menyentuh mesin selanjutnya
Control (mengendalikan) Sebagai bagian dari pendekatan Six Sigma, perlu adanya pengawasan
untuk meyakinkan bahwa hasil yang diiginkan sedang dalam proses pencapaian. Maka pada tahap pengendalian ini harus dilakukan sebagai berikut : 1.
Pengawasan terhadap pengaruh hasil dari tahap improve yang diterapkan dalam kurun waktu tertentu untuk dapat melihat pengaruhnya terhadap kualitas produk yang dihasilkan.
2.
Hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan.
3.
Praktek-praktek
terbaik
yang
sukses
distandarisasikan dan disebarluaskan.
dalam
meningkatkan
proses
111
4.
Prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman standar kerja dan di pasang pada titik strategis yang mudah terbaca sehingga para pekerja selalu mengikuti standar yang sudah ditetapkan dalam bekerja
5.
Perlu tanggung jawab tinggi dari semua elemen yang bertugas, dengan ini diperlukan pula peraturan-peraturan yang ketat sehingga setiap orang berpedoman pada standar-standar yang sudah ditetapkan perusahaan.
Usulan Implementasi Perbaikan Dalam mengimplementasikan suatu perbaikan untuk meningkatkan kualitas produk dalam hal ini kawat baja pada divisi Wire Rod Mill PT. Krakatau Steel, perlu dibuat master plan tahap-tahap perbaikan tersebut seperti gambar 3.
Gambar 3. Usulan Implementasi Perbaikan Dari gambar Master Plan Usulan Implementasi Perbaikan diatas, perusahan perlu melakukan perbaikan pada beberapa faktor penyebab cacat seperti metode, manusia, material, mesin. Divisi Wire Rod Mill PT Krakatau Steel juga perlu melakukan persiapan apa saja yang diperlukan agar perbaikan dapat dijalankan, dan setelah persiapan selesai maka dapat dilanjutkan dengan mengimplementasikan usulan perbaikan tersebut, setelah implementasi sudah dijalankan perusahaan perlu melakukan pengawasan ada atau tidaknya kekurangan dan memperbaikinya, dan pada akhirnya perusahaan terus
112
melakukan perbaikan agar level kualiatas produk sampai pada level yang sempurna.
4.
KESIMPULAN
Pada penelitian yang dilakukan di pabrik batang kawat baja (WRM) PT Krakatau Steel dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Prosentase penyebab cacat yang terjadi pada pabrik batang kawat baja (WRM) adalah CCT0 (couble) dengan prosentase cacat 86%, CCT2 (creep speed) dengan prosentase cacat 4%, CCT6 (other defect) dengan prosentase cacat 2%, CCT7 (scrappy) dengan prosentase cacat 2%, CCT5 (laps)
dengan prosentase cacat 2%, CCT1 (kusut) dengan prosentase
cacat 2%, CCT4 (roll mark) dengan prosentase cacat 1%, CCT8 (over fill) dengan prosentase cacat 1%, CCT9 (jeber) 0% dengan prosentase cacat 0%, CCT3 (coil banyak potong) dengan prosentase cacat 0%, CCT10 (under fill) dengan prosentase cacat 0%. Dari hasil prosentase diatas, maka didapatlah cacat jenis couble yang memiliki prosentase cacat terbesar yaitu sebesar 86%. 2.
Diketahui DPMO 859,7514618 ton, dan level sigma pada pabrik batang kawat baja PT Krakatau Steel sebesar 4,634835862
. Jumlah tersebut
sudah masuk ke dalam rata-rata sigma perusahaan di USA yaitu sebesar 4 (tahun 2002). 3.
Faktor kecacatan produk adalah tidak adanya papan peringatan/ panduan untuk SOP, tidak adanya penjadwalan pergantian Roll, kurang koordinasi, mesin tetap berproduksi meskipun terjadi kecacatan, kurang pengalaman (karyawan baru) sehingga tidak tahu ketika terjadi cacat roll harus diganti kurang berkompeten sehingga tidak mengganti roll, tidak berkonsentrasi karena lelah yang disebabkan lingkungan panas, kualitasnya kurang karena bahan baku keropos, bentuk tidak sesuai karena bahan baku bengkok, calon kawat menempel pada roll dikarenakan roll sudah menghitam, mesin rusak karena kurang perawatan, mesin rusak karena sudah tua, mesin rusak karena terbakar ketika terjadi couble.
4.
Faktor untuk mengurangi kecacatan adalah mengadakan pelatihan, mesin yang
dirawat,
membuat
pengawasan pada material.
metode
yang
terkoordinasi,
melakukan
113
5.
Usulan pengendalian dan perbaikan kualitas berdasarkan alat-alat implementasi dari kaizen perlu diadakan pengawasan dan kontrol yang lebih ketat, perlu adanya komitmen dari manajemen puncak semua pihak yang terkait dengan perusahaan untuk melakukan pengendalian dan perbaikan kualitas agar perusahaan dapat meningkatkan level perusahaan ketingkat level yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA
Assouri, Sofjan, 1996. Manajemen Produk dan Operasi, Edisi Keempat. Penerbit FEUI, Jakarta. Gaspersz, Vincent., 2003. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas, Penerbit PT. Gramedia Pustaka utama, Jakarta. Imai, Masaaki, 2001. Kaizen (Ky’zen): Kunci sukses Jepang Dalam Persaingan, (Alih Bahasa: Dra. Mariani Gandamiharja). Penerbit PT Pustaka Binaman Presindo, Jakarta Kato, Isao & Smalley, Art. 2011, Toyota Kaizen Method, Penerbit PT. Gradien Mediatama, Yogyakarta. Turner, Wayne C. 2003. Pengantar Teknik dan Sistem Industri. Penerbit PT. Guna Widya. Jakarta.