Jurnal Ilmiah Teknik Industri (2013), Vol. 1 No. 2, 86 – 94
USULAN PERBAIKAN KUALITAS DENGAN PENERAPAN METODE SIX SIGMA DAN FMEA (FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS) PADA PROSES PRODUKSI ROLLER CONVEYOR MBC DI PT XYZ Lithrone Laricha¹), Rosehan2) dan Cynthia3) 1,3)
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Program Studi TeknikMesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara E-mail:
[email protected]
2)
ABSTRAK Setiap perusahaan harus mampu menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang baik, sehingga perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain dan memuaskan pelanggan. Penelitian ini dilakukan di PTXYZ, salah satu perusahaan yang memproduksi rol conveyor jenis MBC. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Six Sigma dengan DMAIC sedangkan faktor kegagalan proses dianalisis dengan menggunakan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Usulan perbaikan ditentukan berdasarkan hasil penilaian SOD dan nilai RPN dalam analisis. Berdasarkan perhitungan dari data produk cacat, nilai-nilai DPMO adalah 8634 unit dengan tingkat sigma dari 3,88 sigma. Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan fishbone diagram dan metode FMEA, diperoleh usulan perbaikan kualitas bagi perusahaan Kata kunci: Kualitas,Six Sigma, DMAIC, FMEA ABSTRACT Every company should be able to produce products that are of good quality, so that the company can compete with other companies and satisfy customers. The research was conducted in PT XYZ, one of the companies that produce roller conveyor type MBC. The method used in this research is to use Six Sigma DMAIC method factor is the failure of the process was analyzed using FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Proposed improvement are determined based on the assessment results and SOD RPN value in the analysis. Based on calculations from the data product defects, DPMO values are 8634 units with sigma sigma level of 3.88. Based on the analysis performed by using fishbone diagrams and FMEA method, obtained by the proposed improvements to the quality of the company Keywords: Quality, Six Sigma, DMAIC, FMEA
yang tidak dapat diperbaiki. Untuk mengurangi cacat produk diperlukan suatu upaya perbaikan. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2012 di PT XYZ yang berlokasi di Kapuk, Jakarta Barat, dengan fokus penelitian hanya dilakukan pada produk roller conveyor MBC ukuran 270 x 330 x Ø20 mm karena ukuran tersebut yang paling banyak diproduksi perusahaan setiap bulan serta memiliki total cacat paling besar. Data cacat produk yang digunakan dalam pengamatan adalah data historis pada bulan Januari 2012 sampai dengan September 2012. Penelitian hanya dilakukan sampai di tahap pemberian usulan (Improve). Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui jenisjenis cacat yang terjadi pada proses produksi produk roller conveyor, mengetahui proses produksi yang menghasilkan jenis cacat paling besar, mengetahui faktor-faktor yang
PENDAHULUAN Setiap industri kini berusaha dan bersaing untuk mendapatkan perhatian dan kepercayaan dari konsumen di tengah persaingan yang ketat. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui usaha peningkatan kualitas produk. PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. Perusahaan ini merakit sistem konveyor serta memproduksi saringan kawat baja (wire screen) dan roller conveyor. Salah satu kendala yang masih dihadapi perusahaan saat ini adalah masalah cacat pada proses produksi roller conveyor. Produk juga sering dikembalikan oleh konsumen karena terdapat cacat dan ketidaksesuaian warna produk dengan permintaan. Kendala tersebut mengakibatkan perusahaan harus melakukan rework dari produk yang cacat, dimana ada beberapa jenis cacat yang dapat diperbaiki dan ada jenis cacat
86
Jurnal Ilmiah Teknik Industri 1(2), 2013; 86 – 94
mempengaruhi cacat pada produk roller conveyor, mengetahui kapabilitas proses dan levelsigma dari produk roller conveyor yang cacat, serta memberikan usulan perbaikan kualitas bagi perusahaan untuk mengurangi cacat produk berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan. Manfaat dari penelitian ini bagi perusahaan adalah sebagai bahan pertimbangan dalam pengendalian kualitas produk. TINJAUAN PUSTAKA H.L. Gilmore mendefinisikan mutu sebagai suatu kondisi dimana produk sesuai dengan desain atau spesifikasi tertentu [1]. Menurut Feigenbaum (2009), TQM atau kendali mutu terpadu merupakan suatu sistem yang efektif untuk memadukan pengembangan mutu, pemeliharaan mutu, dan upaya perbaikan mutu berbagai kelompok dalam sebuah organisasi agar pemasaran, kerekayasaan, produksi, dan jasa dapat berada pada tingkatan yang paling ekonomis agar pelanggan mendapat kepuasan penuh [2]. Six Sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan persatu juta kesempatan untuk setiap transaksi produk barang dan jasa[3]. Ada lima tahap atau langkah dasar dalam menerapkan strategi Six Sigma yaitu Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC). Define adalah langkah awal dalam peningkatan kualitas dimana masalah mulai diidentifikasi. Measure merupakan aktifitas pengukuran proses sebelum, yang bertujuan untuk mengevaluasi berdasarkan goals yang telah ada. Analyze merupakan tahap dimana dilakukan identifikasi akar penyebab masalah dengan berdasarkan pada analisis data. Improve adalah tahap dimana pengujian dan implementasi dari solusi dilakukan untuk mengeliminasi penyebab masalah yang ada dan improve dari proses yang ada. Control adalah tahap terakhir yang dilakukan untuk melakukan kontrol dalam setiap kegiatan, sehingga memeperoleh hasil yang baik. Langkah perhitungan DPMO dalam Six Sigma adalah sebagai berikut[4]: 1. Unit (U), jumlah produk yang diperiksa dalam inspeksi.
2. Opportunities (OP), karakteristik kritis bagi kualitas adalah karakteristik yang berpotensi untuk cacat. 3. Defect (D), jumlah kecacatan yang terjadi dalam produksi. 4. Defect per Unit (DPU), DPU = D/U 5. Total Opportunities (TOP), TOP = U x OP 6. Defect per Opportunities (DPO), DPO = D/TOP 7. Defect per Million Opportunities (DPMO), DPMO = DPO x 1000000 8. Tingkat Sigma. Tingkat Sigma dapat dihitung dengan bantuan aplikasi software menggunakan formula sebagai berikut. [4] Tingkat Sigma = NORMSINV (1 – dpmo/1E+06) + SHIFT (1) FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) adalah metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi kegagalan, efek yang ditimbulkan pada operasi dari produk dan mengidentifikasi aksi untuk mengatasi masalah tersebut. Faktor penilaian dalam FMEA terdiri atas [5]: 1. Severity (S), merupakan kuantifikasi seberapa serius kondisi yang diakibatkan jika terjadi kegagalan. Menurut tingkat keseriusan, severity dinilai pada skala 1-10. 2. Occurance (O), merupakan tingkat kemungkinan terjadinya kegagalan. Ditunjukkan dalam skala 1-10 dari yang hampir tidak pernah terjadi (1) sampai yang paling mungkin terjadi atau sulit dihindari (10). 3. Detection (D). Menunjukkan tingkat kemungkinan penyebab kegagalan dapat lolos dari kontrol yang sudah dipasang. Level untuk detection juga dari 1-10, dimana angka 1 menunjukkan kemungkinan pasti terdeteksi, dan 10 menunjukkan kemungkinan tidak terdeteksi adalah sangat besar. 4. Risk Priority Number (RPN). Berdasarkan definisi, RPN merupakan hasil perkalian dari nilai rankingseverity, occurance,dan detection: [5] RPN = (S) X (O) X (D) (2)
87
Usulan perbaikan kualitas dengan penerapan metode six sigma dan FMEA pada proses produksi roller conveyor MBC di PT XYZ Lithrone Laricha, Rosehan dan Cynthia
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan mengikuti tahapan DMAIC dalam proses Six Sigma. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pengamatan langsung di pabrik. Penelitian diawali dengan memilih jenis produk yang akan menjadi fokus penelitian, dilanjutkan dengan pembuatan Diagram SIPOC (Supplier – Input – Process – Output –Customer). Kemudian dilakukan identifikasi Critical to Quality (CTQ) untuk mengidentifikasi karakteristik cacat yang penting dalam menentukan kualitas produk. Pengolahan data cacat produk dilakukan dengan pembuatan peta kendali yang dilanjutkan dengan analisis kapabilitas proses, perhitungan nilai DPMO, dan penentuan tingkat sigma. Penyebabpenyebab cacat dianalisis dengan menggunakan fishbone diagram, sedangkan faktor kegagalan proses dianalisis dengan menggunakan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Usulan perbaikan ditentukan berdasarkan hasil penilaian SOD dan nilai RPN dalam analisis FMEA.Tahapan-tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Usulan perbaikan kualitas dilakukan dengan menerapkan fase DMAIC dalam metode Six Sigma. Tahap Define Pada tahap pertama ini dilakukan identifikasi terhadap produk untuk memilih produk yang akan diteliti dalam usaha peningkatan kualitas. PT XYZ memproduksi dua tipe roller conveyor, yaitu tipe MBC dan tipe Medium. Berdasarkan pengamatan data produksi diperoleh bahwa produk roller conveyor MBC ukuran 270 x 330 x Ø20 mm merupakan produk yang paling banyak diproduksi setiap bulan serta memiliki total cacat paling besar, sehingga fokus penelitian akan dilakukan terhadap produk ini. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan diagram SIPOC untuk mengidentifikasi segala unsur penting dalam suatu proses produksi berupa informasiinformasi mengenai Suppliers, Inputs, Process, Outputs, dan Customers. Diagram SIPOC untuk proses produksi roller conveyor MBC di PT XYZ dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1. Tahapan Penelitian
88
Jurnal Ilmiah Teknik Industri 1(2), 2013; 86 – 94
Tahap Measure Pada tahap ini, dilakukan pengukuran terhadap proses dan mengukur kinerja dan performansi yang ada, dimulai dari penentuan Critical to Quality (CTQ) dan dilanjutkan dengan perhitungan Statistical Process Control (SPC). Penentuan CTQ bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik yang berpotensi menjadi cacat pada hasil akhir. CTQ tree untuk produk roller conveyor berkualitas tinggi dapat dilihat pada Gambar 3.
Perhitungan SPC dilakukan dengan pembuatan peta kendali untuk menganalisis apakah hasil produk roller conveyor MBC ukuran 270 x 330 x Ø20 (mm) sudah berada dalam pengendalian statistikal atau tidak. Peta kendali yang digunakan adalah peta kendali p karena data cacat yang digunakan berupa data atribut. Data yang digunakan adalah data pada bulan Januari sampai dengan September 2012. Perhitungan dengan peta kendali p dapat dilihat pada Gambar 4. Setelah menganalisis produk
Gambar 2. Diagram SIPOC
Gambar 3. CTQ Tree 89
Usulan perbaikan kualitas dengan penerapan metode six sigma dan FMEA pada proses produksi roller conveyor MBC di PT XYZ Lithrone Laricha, Rosehan dan Cynthia
menggunakan peta kendali p, kemudian dilanjutkan dengan menghitung nilai DPMO dan level sigma. P Chart of Jumlah Cacat 0.08
1
1
Proportion
0.07 UCL=0.06095
0.06
_ P=0.05180
0.05
LCL=0.04266
0.04
1 1
1
1
0.03 1
2
3
4
5 Sample
6
7
8
9
Tests performed with unequal sample sizes
Gambar 4. Peta Kendali p Pareto Chart of Jenis Cacat 2500 100 80 1500
60
1000
40
500 Jenis Cacat
20
0 pa Pi
h ca Pe a rn
Jumlah Cacat Percent Cum %
Pe r c e nt
Jumla h Ca c a t
2000
k da Ti
a W 836 38.2 38.2
S
i ua es
pa Pi
500 22.8 61.0
ok ny Pe a Be
g rin
441 20.1 81.1
e us Ho
NG an ur Uk
242 11.1 92.2
pa Pi
NG
97 4.4 96.6
As
k ko ng Be
0
74 3.4 100.0
Gambar 5. Diagram Pareto Jenis Cacat Berdasarkan peta kendali p, dapat dilihat bahwa proporsi cacat tahun 2012 pada bulan Januari, Maret, April, Mei, Juli, dan September berada di luar batas kendali karena titik proporsi cacat berada di luar batas UCL dan LCL. Ketidaknormalan ini disebabkan oleh defect yang masih terjadi dalam proses produksi. Diagram Pareto untuk jenis dan total defect yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 5. Perhitungan DPMO untuk produk roller conveyor MBC ukuran 270 x 330 x Ø20 mm adalah sebagai berikut: 1. Unit (U) Unit adalah jumlah produk (270 mm x 330 mm x Ø20 mm) yang diproduksi selama bulan Januari 2012 sampai September 2012. U = 42275
90
2. Opportunities (OP) Karakteristik kritis bagi kualitas yaitu karakteristik yang berpotensi untuk menjadi cacat. OP = 6 3. Defect (D) Jumlah produk yang cacat selama bulan Januari 2012 sampai September 2012. D = 2190 4. Defect Per Unit (DPU) DPU = D / U = 2190 / 42275 = 0,051804 5. Total Opportunities (TOP) TOP = U x OP = 42275 x 6= 253650 6. Defect Per Opportunities (DPO) DPO = D / TOP = 2190/253650 = 0,008634 7. Defect Per Million Opportunities (DPMO) DPMO = DPO x 1000000 = 0,008634 x 1000000 = 8634 unit 8. Tingkat Sigma Perhitungan konversi nilai DPMO menjadi nilai sigma = (normsinv (1000000 – DPMO)/1000000) + 1,5) = 3,88 sigma Perhitungan kapabilitas proses untuk proses produksi roller conveyor MBC ukuran 270 x 330 x Ø20 (mm) adalah sebagai berikut : 1. Cp % proporsi cacat a = 1− 100 x 2 0,45815 x100 = 1− = 0,7709 100 x 2 Berdasarkan Tabel Z = 0,74 Cp = Titik Z / 3 = 0,74 / 3 = 0,2467 Nilai Cp < 1.00 menunjukkan bahwa kapabilitas proses rendah. 2. Cpk % proporsi cacat a = 1− 100 0,45815 x100 = 0,5419 = 1− 100 Berdasarkan Tabel Z = 0,11 Cpk = Titik Z / 3= 0,11 / 3 = 0,0367 Nilai Cpk < 1 menunjukkan bahwa proses menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Tahap Analyze Pada tahap ketiga ini dilakukan identifikasi terhadap akar-akar penyebab cacat dan kegagalan pada proses pembuatan Roller Conveyor MBC ukuran 270 x 330 x Ø20 mm.
Jurnal Ilmiah Teknik Industri 1(2), 2013; 86 – 94
Proses dianalisis dengan menggunakan diagram sebab akibat (Cause and Effect Diagram), kemudian dilanjutkan dengan mencari penyebab utama dan perencanaan perbaikan dengan menggunakan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Diagram sebab akibat untuk empat jenis cacat yang paling berpengaruh dapat dilihat pada Gambar 6 sampai Gambar 9.
Gambar 8. Diagram Sebab Akibat untuk Bearing House NG
Gambar 6. Diagram Sebab Akibat untuk Pipa Pecah
Gambar 9. Diagram Sebab Akibat untuk Ukuran Pipa NG
Gambar 7. Diagram Sebab Akibat untuk Pipa Penyok Penentuan rank dari Severity (S), Occurance (O), dan Detectability (D) untuk FMEA dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan urutan rank terbesar maka diperolehlima urutan rank yang memiliki nilai RPN terbesar yang akan menjadi prioritas perbaikan dalam tahap Improve: 1. Rank 1, RPN 240. Dies mesin press yang tidak sesuai dengan ukuran pipa dapat menyebabkan cacat pada pipa. 2. Rank 2, RPN 210. Setting mal mesin cutting yang tidak pas dapat menyebabkan ukuran pemotongan berubah, sehingga ukuran hasil potong menjadi tidak sesuai.
91
Usulan perbaikan kualitas dengan penerapan metode six sigma dan FMEA pada proses produksi roller conveyor MBC di PT XYZ Lithrone Laricha, Rosehan dan Cynthia
Tabel 1. Failure Mode and Effect Analysis Fungsi Proses
Modus Kegagalan Potensial
Mata potong tumpul
Mata potong patah Cutting Ukuran berubah Material handling tidak tepat Material telah penyok
Press Housing Bearing
Press Pipa
92
O
Akibat Kegagalan Proses
S
Pemakaian sudah cukup lama
5
Ukuran pipa NG
7
Sering digunakan
6
Ukuran pipa NG
7
5
Ukuran pipa NG
7
5
Ukuran pipa NG
7
6
Ukuran pipa NG
7
Pipa bertumpuk dan terbentur
7
Pipa penyok
7
Kurang inspeksi di bagian penerimaan raw material
7
Pipa penyok
Mata potong yang sudah tumpul tidak diganti dan terus digunakan Pengaturan kecepatan mesin potong tidak tepat Setting mal tidak pas
Kontrol yang Dilakukan
D
RPN
Rank
5
175
5
2
84
13
2
70
14
3
105
10
5
210
2
Operator diberi teguran
3
147
7
7
Pelaksanaan inspeksi yang lebih detail
4
196
3
Dilakukan pemeriksaan sebelum proses Mata potong diasah / diganti dengan yang baru Diganti dengan mata potong baru Operator diawasi dan diberi pelatihan Pemeriksaan posisi mal sebelum proses
Diameter bearing dan diameter housing bearing tidak pas Settinghousing bearing di mesin tidak pas
Operator tidak bekerja sesuai instruksi
6
Housing Bearing pecah
8
Diganti dengan housing bearing yang baru
2
96
11
Mal housing bearing dan dies mesin tidak centre
7
Housing Bearing pecah
8
Dilakukan pengawasan
3
168
6
Dies tidak diganti
Ukuran diameter hampir sama
6
Pipa pecah
8
Melakukan pemeriksaan diameter pipa sebelum proses
5
240
1
4
Pipa pecah
8
Dies diganti dengan yang baru
2
64
15
8
Dilakukan pengawasan
3
192
4
2
48
16
5
120
9
5
120
9
Dies aus Setting pipa di mesin tidak tepat
Painting
Penyebab Kegagalan
Pencampuran warna salah
Tidak dilakukan maintenance berkala Mal pipa tidak centre dengan dies mesin Thiner cuci digunakan untuk campuran cat
8
Cat duco dan cat ½ duco dicampur
6
Cat duco dan cat ½ duco dicampur
6
6
Pipa pecah Cat rontok atau terkelupas Cat rontok atau terkelupas Cat rontok atau terkelupas
4
4
4
Wadah thiner cuci dan thiner campuran cat diberi label Diberi keterangan jenis cat yang sedang digunakan Diberi keterangan jenis cat yang sedang digunakan
Jurnal Ilmiah Teknik Industri 1(2), 2013; 86 – 94
Fungsi Proses
Painting (Lanjutan)
Modus Kegagalan Potensial
Cat tidak menempel
Pergesekan antar roller
Penyebab Kegagalan
O
Tidak diberi cat dasar/primer
4
Proses pencucian dengan thiner cuci tidak bersih
7
Packing beberapa roller sekaligus dalam 1 karung
8
Akibat Kegagalan Proses Cat rontok atau terkelupas Cat rontok atau terkelupas Cat rontok atau terkelupas
3. Rank 3, RPN 196 Material yang telah cacat dan lolos dalam pemeriksaan karena kurang inspeksi di bagian penerimaan raw material dapat mengakibatkan cacat berupa pipa penyok. Jika pipa yang telah penyok digunakan, maka roller tidak dapat berputar dengan seimbang. 4. Rank 4, RPN 192 Peletakan mal pipa yang tidak centre dengan dies mesin press dapat mengakibatkan pipa pecah ketika proses press berlangsung. Operator harus bekerja dengan teliti agar jenis kesalahan ini tidak sering terjadi. 5. Rank 5, RPN 175 Mata potong mesin yang tumpul karena pemakaian yang sudah cukup lama dapat mengakibatkan hasil pemotongan menjadi tidak rata atau tidak beraturan dan kasar.Jika mata potong yang tumpul tidak segera diganti dan terus digunakan, mata potong dapat patah. Oleh sebab itu, operator harus rutin memeriksa kondisi mesin dan mata potong setiap kali proses berlangsung. Tahap Improve Tahap ini merupakan tahap keempat dalam peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini akan diberikan solusi bagi masalah yang terjadi, yaitu:. 1. Penambahan rak untuk meletakkan dies mesin press dan pipa yang akan diproses di mesin press dari proses assembly. Penempatan dies dan pipa yang biasa diletakkan di atas lantai tidak efektif dan dapat mengakibatkan operator lupa untuk mengganti dan memeriksa ukuran dies
2.
3.
4.
5.
6.
S
Kontrol yang Dilakukan
D
RPN
Rank
4
Operator diberi pengawasan
3
48
17
5
140
8
3
96
12
4
4
Pemeriksaan permukaan roller sebelum dicat Sebelum packing di dalam karung, setiap roller dibungkus plastik
sebelum proses. Setelah diberi rak, pengambilan dies akan menjadi lebih mudah dan jelas karena setiap tempat penempatan dies akan diberi label keterangan ukuran diameter. Untuk posisi mal mesin potong yang tidak pas, dibuat standar setiap 5 sampai 10 kali proses pemotongan, dilakukan pemeriksaan ukuran hasil pemotongan dan pemeriksaan posisi mal. Kekencangan baut mal juga harus diperiksa. Setelah material diangkut dengan menggunakan crane dan hoist, material harus diperiksa kembali karena proses transportasi dengan menggunakan crane dan hoist yang tidak tepat dapat mengakibatkan material terbentur dan bertumpuk, sehingga menjadi penyok. Mesin press pipa dimodifikasi dengan diberi tambahan sensor cahaya yang dapat mendeteksi posisi pipa dan housing bearing di mesin press. Membuat standar untuk penggunaan mata potong mesin cutting, misalnya setiap 400– 500 kali proses pemotongan atau setiap bulan mata potong diperiksa dan diganti dengan yang baru agar mata potong tidak patah dan mesin tidak cepat rusak. Membuat jadwal untuk maintenance setiap satu atau dua bulan sekali agar mesin lebih terawat dan tahan lama. Maintenance secara rutin dilakukan untuk menghindari pengeluaran cost yang tinggi akibat kerusakan yang terjadi pada mesin.
KESIMPULAN Berdasarkan data historis pada bulan Januari sampai dengan September 2012 terdapat
93
Usulan perbaikan kualitas dengan penerapan metode six sigma dan FMEA pada proses produksi roller conveyor MBC di PT XYZ Lithrone Laricha, Rosehan dan Cynthia
enam jenis cacat pada roller conveyor MBCukuran 270 x 330 x Ø20 mm, yaitu pipa pecah, warna tidak sesuai (kesalahan warna), pipa penyok, bearing house NG, ukuran pipa NG, dan as bengkok. Proses press pipa menghasilkan jenis cacat terbesar, yaitu pipa pecah. Faktor-faktor yang mempengaruhi cacat pada produk roller conveyor berasal dari kesalahan operator dan metode. Dari perhitungan yang dilakukan pada tahap measure, diperoleh nilai DPMO sebanyak 8634 unit dengan level sigma sebesar 3,88 sigma. Untuk perhitungan kapabilitas proses diperoleh nilai Cp sebesar 0,2467 dan nilai Cpk sebesar 0,0367. Berdasarkan hasil nilai Cp dan Cpk, diperoleh bahwa kapabilitas proses masih rendah dan proses yang dilakukan saat ini belum mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang ada. Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan fishbone diagram dan metode FMEA, diperoleh usulan perbaikan kualitas bagi perusahaan, yaitu penambahan rak untuk meletakkan dies mesin press dan pipa yang akan diproses di mesin press dari proses
94
assembly, membuat standar agar setiap 5 sampai 10 kali proses pemotongan dilakukan pemeriksaan ukuran hasil pemotongan dan pemeriksaan posisi mal, serta melakukan inspeksi material setelah proses transportasi dengan menggunakan crane dan hoistagar material yang penyok karena terbentur dapat segera dideteksi. DAFTAR PUSTAKA Dorothea Wahyu., 1999, [1]. Ariani, Manajemen Kualitas, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. [2]. Feigenbaum, A.V., 2009, Kendali Mutu Terpadu, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta. [3]. Gaspersz, Vincent, 2005, Total Quality Management, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [4]. Evans, James R., dan Lindsay, William M., 2005, An Introduction to Six Sigma & Process Improvement, Thomson. [5]. Besterfield, Dale H., 2003, Total Quality Management, Third Edition, Pearson Education, New Jersey.