Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN METODE SIX SIGMA DALAM UPAYA MENCAPAI ZERO DEFECT Tantri Windarti STMIK STIKOM Surabaya Jl. Raya Kedung Baruk 98 Surabaya Email :
[email protected] ABSTRAK Dalam persaingan yang semakin ketat, perusahaan dituntut untuk memberikan produk sesuai dengan spesifikasi dan tidak cacat dalam menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. PT. XYZ adalah sebuah perusahaan yang memproduksi besi beton dengan berbagai macam ukuran diameter. Dalam pengendalian kualitas perusahaan tersebut, masih terdapat produk cacat yang melebihi batas toleransi sebesar 2% pada periode bulan Mei sampai bulan Agustus tahun 2011 yaitu 2,23% pada minggu ke-9 dan 2,53% pada minggu ke-11. Pengendalian kualitas produk dapat dilakukan dengan metode Six Sigma, yang meliputi lima tahapan analisis yaitu tahap DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control). Six Sigma merupakan alat penting bagi manajemen produksi untuk menjaga, memperbaiki, mempertahankan kualitas produk dan terutama untuk mencapai peningkatan kualitas menuju zero defect. Setelah dilakukan pengolahan data, didapat nilai DPMO sebesar 59875,89 yang dapat diartikan bahwa dari satu juta kesempatan akan terdapat 59875,89 kemungkinan produk yang dihasilkan mengalami kecacatan. Perusahaan berada pada tingkat 3,06-sigma dengan CTQ (Critical To Quality) yang paling banyak menimbulkan cacat yaitu overfill sebesar 59,22% dari total cacat 56783. Kata kunci : pengendalian kualitas, six sigma, zero defect
PENDAHULUAN Perusahaan yang menjadikan kualitas sebagai alat strategi akan mempunyai keunggulan bersaing terhadap kompetitornya dalam menguasai pasar karena tidak semua perusahaan mampu mencapai superioritas kualitas. Dalam hal ini perusahaan dituntut untuk menghasilkan produk dengan kualitas terbaik, harga rendah dan pengiriman tepat waktu. Menghasilkan kualitas yang terbaik diperlukan upaya perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement) terhadap kemampuan produk, manusia, proses dan lingkungan. Kualitas dari produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan ditentukan berdasarkan ukuran-ukuran dan karakteristik tertentu. Suatu produk dikatakan berkualitas baik apabila dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan atau dapat diterima oleh pelanggan sebagai batas spesifikasi, dan proses yang baik yang diberikan oleh produsen sebagai batas kontrol. Salah satu aktifitas dalam menciptakan kualitas agar sesuai standar adalah dengan menerapkan sistem pengendalian kualitas yang tepat, mempunyai tujuan dan tahapan yang jelas, serta memberikan inovasi dalam melakukan pencegahan dan penyelesaian masalahmasalah yang dihadapi perusahaan. Kegiatan pengendalian kualitas dapat membantu perusahaan mempertahankan dan meningkatkan kualitas produknya dengan melakukan ISBN : 978-602-97491-5-1 A-13-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
pengendalian terhadap tingkat kerusakan produk (product defect) sampai pada tingkat kerusakan nol (zero defect). PT. XYZ merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang besi beton yang sangat mengutamakan kualitas dari produk yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan adalah besi beton dengan berbagai macam ukuran diameter, yaitu mulai diameter 6 mm sampai 32 mm. Tantangan utama yang sering di hadapi PT. XYZ sehubungan dengan kualitas produksi adalah masih banyak tingkat kecacatan pada proses produksi sehingga banyak menghasilkan produk yang cacat (defect). Hal tersebut terbukti selama periode bulan Mei sampai bulan Agustus tahun 2011 ditemukannya produk cacat di atas batas toleransi sebesar 2% yaitu 2,23% pada minggu ke-9 dan 2,53% pada minggu ke-11. Untuk itu PT. XYZ membutuhkan upaya untuk memperbaiki keadaan tersebut dengan mencari timbulnya kecacatan dan mengurangi penyebab kecacatan produk. Salah satu metode yang tepat dalam upaya meningkatkan kualitas dari produk adalah dengan metode Six Sigma. Six Sigma adalah sebuah system yang fleksibel dan komprehensif untuk mengelola, mencapai, mempertahankan, serta memaksimalkan susksenya sebuah perusahaan. Six Sigma sangat mengutamakan konsumen dengan menggunakan fakta dan data untuk mendapatkan solusi-solusi yang baik. Dengan konsep Six Sigma perusahaan dapat mengharapkan 3,4 kegagalan per juta kesempatan (DPMO / Defect Per Million Opportunities) atau mengharapkan bahwa 99,99966% dari apa yang diharapkan oleh konsumen akan ada dalam produk tersebut. Metode Six Sigma ini disusun berdasarkan metodologi penyelesain masalah sederhana DMAIC, yang merupakan singkatan dari Define (merumuskan), Measure (mengukur), Analiyze (menganalisis), Improve (meningkatkan/memperbaiki), dan Control (mengendalikan), yang menggabungkan bermacam-macam perangkat statistik serta pendekatan perbaikan proses lainya. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada manajemen kuliatas dengan salah satu metode dasar Six Sigma yaitu metode DMAIC. Melalui pendekatan dan pengendalian terhadap proses yang secara langsung memantau defect yang diperoleh, Six Sigma diyakini mampu menjawab tantangan kulitas yang menjadi salah satu ukuran keberhasilan pada PT. XYZ. METODE PENELITIAN Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, data yang diperlukan adalah data atribut yang diperoleh berdasarkan pengelompokan kualitas produksi yang dapat dibedakan atas baik atau cacat produk besi beton. Data variabel dalam hal ini adalah data produksi besi beton diameter 10 mm, data produk cacat besi beton diameter 10 mm, dan data penyebab produk cacat, data yang dikumpulkan dalam hal ini adalah sebab-sebab terduga yang menyebabkan terjadinya produk cacat yaitu pada proses produksi besi beton yang terjadi selama periode bulan Mei sampai bulan Agustus tahun 2011 di PT. XYZ. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan, wawancara dan mengambil dokumen dari perusahaan. Berikut adalah gambaran PT. XYZ melakukan pengendalian kualiltas produksi dalam upaya mengendalikan tingkat kerusakan produk.
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-13-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Bahan Baku Mesin Karyawan
Hasil Produk
Pengendalian Kualitas
Kepuasan Konsumen
Produk Baik
Produk Cacat
Analisis Six Sigma : Define Measure Analyze Improve Control Hasil Analisis
Rekomendasi
Analisa Data Tahapan penelitian ini mengacu pada Gasperz untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui tahap DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Define Pada tahapan ini ditentukan proporsi defect yang menjadi penyebab paling signifikan terhadap adanya kerusakan yang merupakan sumber kegagalan produksi. Measure Tahap pengukuran, merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. 1. Pada tahap ini menetapkan karateristik kualitas dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan. Untuk menentukan karateristik kualitas (Critical to Quality) dengan membuat diagram pareto. Critical to Quality (CTQ) merupakan kunci yang sebaiknya ditetapkan berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan, yang diturunkan secara langsung dari persyaratan-persyaratan output dan pelayanan. Untuk mendapatkan diagram pareto dengan cara menghitung persentase jenis produk cacat : Jumlah Kerusakan jenis i % Kerusakan Jumlah Seluruh Kerusakan 2. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses, output atau outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja (baseline perfrmance) pada awal proyek Six Sigma. Dalam pengukuran basilline kinerja digunakan satuan pengukuran DPMO (Defect Per Million Opportunities) untuk menentukan tingkat sigma. Menghitung DPMO :
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-13-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Banyak produk yang cacat x 1.000.000 Banyak produk yang diperiksa x CTQ potensial
Tahap-tahap perhitungan Sigma dan DPMO : Langkah Tindakan 1 Proses apa yang ingin diketahui 2 Berapa banyak unit yang diproduksi 3 Berapa banyak unit yang cacat Hitung tingkat cacat berdasarkan 4 langkah 3 Tentukan CTQ penyebab produk 5 cacat Hitung peluang tingkat cacat 6 karakteristik CTQ Hitung kemungkinan cacat per 7 DPMO Konversi DPMO kedalam nilai 8 Sigma
Persamaan Langkah 3 / langkah 4 Banyaknya karakteristik CTQ Langkah 4 / langkah 5 Langkah 1.000.000
6
x
-
Analyze Mengidentifikasikan penyebab masalah kualitas dengan menggunakan 1. Analisis diagram kontrol ( P-Chart) Diagram kontrol P digunakan untuk atribut yaitu pada sifat-sifat barang yang didasarkan atas proporsi jumlah suatu kejadian atau kejadian seperti diterima atau ditolak akibat proses produksi. Diagram ini dapat disusun dengan langkah sebagai berikut : a) Pengambilan populasi atau sempel Populasi yang diambil untuk analisis P Chart adalah jumlah produk yang dihasilkan dalam kegiatan produksi di PT. XYZ pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2011 yaitu pada besi beton diameter 10 mm. b) Pemeriksaan karakteristik dengan menghitung nilai mean. Rumus mencari niali mean: np p n n : jumlah sampel np : jumlah kecacatan p : rata-rata proporsi kecacatan c) Menghitung deviasi standar (S)
S
( p p)
n d) Menentukan batas kendali terhadap pengawasan yang dilakukan dengan menetapkan nilai UCL (Upper Control Limit / batas spesifikasi atas) dan LCL (Lower Contro Limit / batas spesifikasi bawah)
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-13-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
p (1 p ) n p (1 p ) LCL p 3 n
UCL p 3
p : rata-rata proporsi kecacatan n : jumlah sampel 2. Diagram sebab – akibat Diagram sebab akibat digunakan sebagai pedoman teknis dari fungsi-fungsi operasional proses produksi untuk memaksimalkan nilai-nilai kesuksesan tingkat kualitas produk sebuah perusahaan pada waktu bersamaan dengan memperkecil risikorisiko kegagalan. Improve Menetapkan suatu rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma. Control Pada tahap ini hasil-hasil peningatan kualitas di dokumentasikan dan di sebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses di standardisasikan dan di sebar luaskan, prosedur-prosedur di dokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap Define Pada tahap ini ditentukan sasaran dan tujuan perbaikan, yang menjadi obyek penelitian adalah besi beton yang berdiameter 10 mm, karena produk tersebut adalah yang paling banyak diproduksi sesuai kebutuhan konsumen. PT. XYZ telah menetapkan spesifikasi standar kualitas guna memenuhi kepuasan pelanggan, namun dari spesifikasi standar yang telah ditetapkan tersebut masih ada hasil produksi yang mengalami kecacatan atau dengan kata lain tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan. Kondisi besi beton yang diproduksi dan diterima oleh konsumen harus bebas dari cacat (overfill, underfill, scratch, overlap). Tahap Measure a. Menentukan Critical To Quality (CTQ) Pembuatan diagram pareto untuk menentukan cacat paling dominan yang nantinya akan diidentifikasi sebagai CTQ. Hasil diagram pareto seperti pada gambar di bawah ini.
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-13-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa 83,5 % cacat yang terjadi pada produksi besi beton diameter 10 mm periode bulan Mei sampai Agustus 2011 didominasi oleh 2 jenis cacat yaitu karena overfill atau bersayap dengan persentase 49,5% dan cacat karena overlap atau bentuk berlebihan tidak sempurna sebesar 34,1% dari jumlah produksi. Selebihnya cacat terjadi dikarenakan underfill atau kempong dan scratch atau baret yang masing-masing mempunyai persentase 9,4% dan 7,1%. Jadi perbaikan dapat dilakukan dengan menfokuskan pada 2 jenis cacat terbesar yaitu overfill dan overlap. Cacat yang dominan tersebut akan dikualifikasikan sebagai CTQ sehingga harus segera dilakukan tindakan perbaikan. b. Pengukuran basilline kinerja Pengukuran basilline kinerja dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu produk dapat memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan, sebelum produk itu diserahkan kepada pelanggan. Dalam pengukuran basilline kinerja digunakan satuan pengukuran DPMO (Defect Per Million Opportunities) untuk menentukan tingkat sigma. Berikut adalah tabel nilai sigma dan DPMO dari proses pembuatan produk besi beton diameter 10 mm. Bulan
Total Produk (Ton)
Produk Cacat (Ton)
Tingkat Cacat
Banyak CTQ
Peluang Tingkat Cacat
DPMO
Nilai Sigma
I/Mei
300
1,39
0,004633333
2
0,002316667
2316,667
4,33
II/Mei
200
0,76
0,0038
2
0,0019
1900
4,39
III/Mei
300
1
0,003333333
2
0,001666667
1666,667
4,44
IV/Mei
400
1,763
0,0044075
2
0,00220375
2203,75
4,35
I/Juni
350
1,11
0,003171429
2
0,001585714
1585,714
4,45
II/Juni
350
3,2
0,009142857
2
0,004571429
4571,429
4,11
III/Juni
400
3,24
0,0081
2
0,00405
4050
4,15
IV/Juni
400
2,61
0,006525
2
0,0032625
3262,5
4,22
I/Juli
600
10,84
0,018066667
2
0,009033333
9033,333
3,86
II/Juli
400
2,44
0,0061
2
0,00305
3050
4,24
III/Juli
600
14,11
0,023516667
2
0,011758333
11758,33
3,76
IV/Juli
400
3,2
0,008
2
0,004
4000
4,15
I/Agustus
500
2,234
0,004468
2
0,002234
2234
4,34
II/Agustus
500
1,606
0,003212
2
0,001606
1606
4,45
III/Agustus
400
1,37
0,003425
2
0,0017125
1712,5
4,43
IV/Agustus
600
5,91
0,00985
2
0,004925
4925
4,08
Jumlah
6700
56,783
0,11975179
2
0,059875893
59875,89
3,06
3742,243
4,17
Rata-rata
Dari perhitungan didapatkan nilai DPMO sebesar 59875,89 dan bila dikonversikan ke dalam nilai sigma maka nilainya adalah 3,06.
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-13-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Tahap Analyze a. Membuat peta kontrol (Control Chart)
Dari diagram peta kontrol di atas terlihat bahwa proporsi produk cacat untuk tiap minggu dimulai dari bulan Mei sampai Agustus 2011 masih dalam tahap kendali kecuali pada minggu ke-3 bulan Juli 2011 atau minggu ke-11 dimana proporsi produk cacat berada di luar batas kendali tertinggi (UCL) yang berarti out of control, yaitu mencapai sebesar 2,35%. Hal tersebut menyatakan bahwa pengendalian kualitas PT. XYZ memerlukan adanya perbaikan, karena proses produksi masih mengalami penyimpangan. b. Diagram sebab akibat (Fishbone Diagram) Kategori munculnya sebab dari munculnya produk cacat adalah faktor manusia, mesin, material, metode dan lingkungan. Berikut faktor-faktor yang menyebabkan adanya masalah kualitas pada produk akhir besi beton diameter 10 mm dalam bentuk diagram sebab akibat.
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-13-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Melalui diagram sebab akibat pada gambar di atas dijelaskan bahwa terjadinya cacat disebabkan beberapa hal diantaranya adalah : Pada faktor manusia sebagai operator mesin, kurangnya ketelitian dan konsentrasi dari operator pada mesin, rendahya skill operator pada saat pengesetan mesin, kurangnya pengawasan operasional pada mesin menyebabkan terjadinya cacat. Pada faktor material disebabkan karena kurang ketatnya inspeksi dan kualitas steel billet yang kurang bagus. Faktor lingkungan, pada faktor ini suhu ruangan cenderung panas dikarenakan suhu yang dikeluarkan benda kerja sangat panas (hot working process) dan ketinggian pendingin udara kurang ideal sehingga kurang nyaman serta kurangnya kesadaran akan kebersihan. Pada faktor mesin disebabkan karena kesalahan pengesetan mesin khususnya setting rongga mesin roll dan kurang idealnya laju kecepatan benda kerja pada saat proses rolling yang tidak ideal, kurangnya perawatan sehingga menyebabkan mesin roll tidak berfungsi dengan baik, mesin aus karena pemakaian yang berkelanjutan dan perawatan berkala tidak berlangsung dengan baik maka memudahkan peralatan maupun mesin cepat aus, serta kerusakan pada mesin utama secara keseluruhan. Pada faktor metode disebabkan tidak terjalinnya komunikasi antara PPIC dengan operator produksi sehingga menjadikan rencana tidak berjalan dengan lancar, kurang paham SOP yang telah disepakati bersama, kurang telitinya pihak kontrol kualitas menyebabkan ketidak efektifan dalam hal pengawasan hasil produksi serta kurang sempurnanya sistem yang diaplikasikan antara pihak manajemen dan operator sehingga sistemnya tidak bekerja secara optimal. Tahap Improve Tahap ini merupakan tindakan perbaikan yang harus dilakukan untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma : a. Pada faktor manusia, perlu standarisasi keahlian yang dimiliki operator sesuai dengan kebutuhan dengan cara training yang memadai, diberikan arahan-arahan dalam menjalankan pekerjaan agar kecermatan dan ketelitian dalam bekerja dapat ditingkatkan baik pada waktu mulai setting sampai dengan proses produksi selesai, perlu diadakan pengawasan yang lebih ketat lagi, serta koordinasi antara pihak pengawas dan operator harus berjalan dengan baik. b. Pada faktor material, perlu dilakukan kontrol yang lebih ketat lagi agar steel billet yang masuk pada proses furnace dalam keadaan baik sehingga proses rolling juga menghasilkan produk besi beton yang baik. c. Pada faktor lingkungan, perlu adanya sirkulasi udara yang sempurna mengingat operator melakukan pekerjaan dengan benda kerja yang sangat panas agar suasana nyaman dapat tercipta pada saat bekerja serta petugas kebersihan dan operator harus selalu siaga menjaga kebersihan di tempat kerja. d. Pada faktor mesin, setiap hari perlu memberikan arahan-arahan pada saat briffing, bagian maintenance harus berjalan sesuai jadwal perawatan yang telah dibuat, dan perlu mengontrol mesin yang lebih ketat lagi. e. Pada faktor metode, perlu arahan-arahan dalam menjalankan pekerjaan agar ketelitian dalam bekerja dapat ditingkatkan serta memberikan training khusus kepada operator agar metode yang diaplikasikan dapat berjalan dengan lancar. Tahap Contol Tahap control merupakan tahap operasional yang terakhir dalam metode Six Sigma. Pada tahap itu, hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktik terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarluaskan, prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada penanggung jawab proses yang berarti ISBN : 978-602-97491-5-1 A-13-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
proyek Six Sigma berakhir pada proses itu. Pada tahap itu dibuat action plan yang dibuat untuk mengurangi variasi defect yang dapat terjadi sehingga dapat mengurangi defect sebagai berikut : 1. Melakukan perawatan mesin dan perbaikan mesin secara berkala. 2. Diadakannya pengontrolan terhadap mesin furnace, setiap akan memasukkan steel billet. 3. Melakukan pengawasan terhadap steel billet dan operator agar kualitas barang yang dihasilkan lebih baik. 4. Perlu diadakan pelatihan terhadap operator untuk meningkatkan kemampuan operator. 5. Perlu ditingkatkannya perawatan terhadap mesin agar mesin dapat berkerja secara maksimal. 6. Melakukan pencatatan dan penimbangan produk catat setiap hari dan melaporkan hasil penimbangan produk cacat berdasarkan jenis produk catat kepada supervisor. 7. Total produk cacat dicantumkan dalam daily report yang dilakukan oleh karyawan bagian finising. 8. Total produk cacat dalam periode satu bulan dicantumkan dalam laporan bulanan manajer produksi atas pertanggungjawaban manajer produksi terhadap presiden direktur. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Selama pengamatan mulai periode bulan Mei sampai bulan Agustus tahun 2011 terdapat produk cacat yaitu overfill, underfill, scratch, dan overlap. Setelah dilakukan pengolahan data, dapat diketahui adanya cacat yang dominan dan yang dikualifikasikan sebagai CTQ yaitu overfill (59,22%) dan overlap (40,78%) dengan total jumlah cacat 56783 sehingga harus segera dilakukan tindakan perbaikan. 2. Nilai DPMO untuk pembuatan produk besi beton diameter 10 mm sebesar 59875,89 dengan nilai sigma sebesar 3,06, artinya bahwa dari satu juta kesempatan yang ada, akan terdapat 59875,89 kemungkinan bahwa proses pembuatan besi beton diameter 10 mm tersebut tidak sesuai dengan keinginan pelanggan atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. 3. Berdasarkan analisis fishbone diagram, dapat diketahui bahwa faktor penyebab cacat dalam produksi berasal dari faktor manusia/operator, mesin produksi, metode kerja, material/bahan baku dan lingkungan kerja. DAFTAR PUSTAKA Ariani, D.W., 2005. Pengendalian Kualitas Statistik (Pendekatan Kuantitatif dalam Manajemen Kualitas), Andi Offset, Yogyakarta. Gasperz, Vincent, 2003. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gaspersz, Vincent. 2005. Total Quality Management. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hidayat, Anang. 2006. Strategi Six Sigma. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. Nasution, M. Nur. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Ghalia Indonesia, Jakarta. Pande, Neumann, Roland R.Cavanagh.2002. The Six Sigma Way Bagaimana GE, Motorola & Perusahaan Terkenal Lainnya Mengasah Kinerja Mereka. ANDI. Yogjakarta. ISBN : 978-602-97491-5-1 A-13-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Pete & Holpp.2002. What Is Six Sigma. ANDI. Yogjakarta. Prawirosentono, Suyadi. 2004. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu, Total Quality Management Abad 21 Studi Kasus Dan Analisis Kiat Membangun Bisnis Kompetitif Bernuansa "Market Leader". Bumi Aksara, Jakarta. Reksohadiprojo, Soekanto & Indriyo GitoSudarmo. 2000. Manajemen Produksi. Edisi keempat. BPFE. Yogjakarta. Tjiptono, Fandy. 2003. Prinsip-Prinsip Total Quality Service. ANDI. Yogjakarta.
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-13-10