PENGEMBANGAN USAEA EKOWISATA DI S U A M MARGASATWA C I m P U N DAN SEKITARNYA
Vitriana Yulalita Manvitawati
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESlS DAN SUMBER WFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Usaha Ekowisata Di Suaka Margasatwa Cikepuh clan Sekitarnya adalah merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalarn teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Vitriana Yulalita Marwitawati
E051054095
ABSTRACT VITRIANA WLALITA MARWITAWATI. Ecotourism Bussiness Development a t Cikepuh Wildlife Reserve a n d It's Surrounding Area. Under the supervisions of E.K.S. HARDTI MUNTASIB and HARDJANTO. Sukabumi Regency has three nearby sites located on one shoreline south of the regency. These thee sites have various potentiais and managed rrnder different authorities. Ecotourism bussiness has not well developed due to unintegrated management of the three ecotourism sites. Thus strategy on ecotourism bussiness is needed in order to improve such bussiness. This research was conducted on May-July 2007 at Cikepuh Wildlife Reserve (CWR), Pangumbahan Beach and Ujung Genteng Bay. The research used descriptive and SWOT (Strength, Weaknesesses, Opportunities, Threats) analyses. CWR and its surrounding areas (CWRSA) have potentials such as scenery, landscape, (traditional) community activities, art and culture, which had been supported by Xrastmctures. These potentials, packed into various ecotourism programs, would produce interesting products however, there are some weaknesses such as low accesibility, lack of educated and skilled human resources to fulfill job competency, low variation of souvenirs and lack of understanding of ecotourism by the local people. Local government has not conducted any promotion optimally although one private sector had conducted promotion activities through internet albeit under budget constrains. Natural resources of the three sites are facing disturbances from natural causes, the area development and mass tourism activities. On the other hand, lack of law enforcement has contributed to the production of an unhealthy bussiness development situation. SWOT analysis resulted in position on first quadrant, while the externalinternal matrix showed the position on fifth quadrant. Therefore, the proposed strategy is using the strengths to obtain maximum opportunities. The strategy was directed to broaden the bussiness by developing products and services, while maintaining the stability of the existing condition to avoid profit decline. The main strategy should be implemented by prioriting on the use of natural resources potentials; creating variation of ecotourism packages; improving the community's active participation by developing community's activities and traditional culture, and food product; and promoting ecotourism concepts and packages to the visitors. The second priority strategy were implemented by overcoming the identified weaknesses and threats and The third priority strategy was consider threats which have the potential disturb the development of ecotourism bussiness by developing collaboration among stakeholders. Ecotourism bussiness development plan was composed in accordance to the strategies resulted from the analysis. There are two scenarios on CWRSA management, which are the current separated management and the integrated management unit. The integrated form of management resulted in efficiency of financial implementation and management. The profit of guide bussiness aspect managed by the integrated management gave 7,5 times profit higher than separated management that coordinated in one manager which makes distributions for the further development sasy, including distribution for sea turtle ecology research as a form of management profit re-investment to the nature. The
community empowerment activities, trainings, and capital support for the community could also be allocated from the profit. While In the separated management, the profit was distributed on personals doing the guide bussiness. Detail ecotourism bussiness calculation and study on the implementation measures, and further research on ecotourism and interpretation development in the areas are needed. Keywords : ecotourism, wildlife reserve, developing bussiness, strategy
VITRIANA YLJLALITA MARWITAWATI. Pengembangan Usaha Ekowisata di Suaka Margasatwa Cikepuh dan Sekitarnya. Dibimbing oleh E.K.S. HARINI MUNTASIB dan HARDJANTO. Kabupaten Sukabumi memiliki 3 lokasi yang berdekatan di satu garis pantai selatan kabupaten ini, yaitu Suaka Margasatwa (SM) Cikepuh, Pantai Pangumbahan dan Pantai Ujung Genteng. Ketiganya memiliki keunggulan potensi serta pengelolaan yang berbeda. Pengelolaan yang masih terkotak kotak menyebabkan tidak sinergisnya upaya pengembangan, sehingga justru menimbulkan ancaman terhadap sumberdaya dam yang menjadi potensinya. Pengembangan usaha ekowisata dilakukan untuk meningkatkan secara optimal dan lestari manfaat ekonomi, ekologi dan sosial. Maka perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi kondisi dan menyusun strategi pengembangan usaha ekowisata. Tujuan penelitian adalah 1) melakukan identifikasi kondisi pengusahaan ekowisata yang sudah berjalan pada saat ini dari aspek produk, sumberdaya manusia (SDM), pemasaran dan keuangan serta telaah peraturan perundangan dan 2) melakukan penyusunan rencana pengembangan usaha ekowisata. Penelitian dilaksanakan di SM Cikepuh, Pantai Pangumbahan dan Pantai Ujung Genteng selama Bulan Mei sampai dengan Juli 2007. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Sampel diperoleh dengan penarikan contoh acak (random sampling), yaitu dilakukan terhadap staf pengelola kawasan, pengusaha sarana wisata dan karyawan pengusaha sarana. Accidental sampling dilakukan kepada pengunjung, masyarakat dan masyarakat pemilii usaha pendukung. Sedangkan quota sampling dilakukan terhadap masyarakat dengan kategori terlibat langsung, terlibat tidak langsung dan tidak terlibat. Data sekunder diperoleh dari kantor pemerintahan daerah, kantor pemerintahan desa, laporan penelitian terdahulu, literatur, publikasi ilmiah dan internet. Analisis data akan dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis SWOT (Strength, Weaknesesses, Opportunities, Threats). Sintesis dilakukan untuk menyusun rencana pengembangan usaha ekowisata. SM Cikepuh dan sekitarnya mempunyai SDA yang potensial untuk dikembangkan menjadi produk ekowisata yang potensial. SDM masih sangat terbatas dan perlu peningkatan keterampilan serta pembinaan agar mampu memberikan pelayanan yang memuaskan sesuai kompetensi bidang tugasnya. Pemasaran belum dilakukan secara optimal oleh pihak pemerintah dan instansi terkait, akan tetapi dilakukan oleh pihak pemandu Ujung Genteng secara mandiri. Pengusahaan memberikan keuntungan bagi usaha penginapan, usaha transportasi lokal, pemanduan atraksi penyu, pemanduan di SM Cikepuh, dan usaha pendukung wisata laimya yang dilakukan masyarakat sekitar. Kondisi SDA masih mengalami gangguan dari aktivitas wisata maupun pembangunan yang semakin mendekati pantai peneluran. Pengunjung tertarik untuk melihat penyu bertelur, mempunyai persepsi yang baik tentang ekowisata mempunyai waktu kunjungan yang cukup lama serta banyak yang kembali berkunjung. Perlu penegasan status dan penegakan hukum penggunaan lahan di kawasan Pantai
Ujung denteng, penataan blok di SM Cikepuh, pembentukan dasar hukum pengusahaan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan. Hasil analisis SWOT mendapatkan posisi kondisi usaha ekowisata SM Cikepuh dan sekitamya adalah pada kuadran pertama, sedangkan posisi pada matrik internal ekstemal adalah kuadran kelima. Maka strategi yang perlu dilakukan adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar - besamya. Strategi ini mengarahkan untuk memperluas usaha dengan meningkatkan jenis produk serta jasa. Hal ini dibarengi menjaga stabilitzs kondisi yang sudah ada supaya tidak mengurangi keuntungan yang telah dicapai. Strategi tersebut diterapkan dengan memprioritaskan pemanfaatan potensi SDA, menciptakan variasi - variasi paket ekowisata, mengembangkan produk pangan dengan bahan baku ikan yang mudah didapat dan disukai pengunjung, aktivitas dan budaya tradisional masyarakat dan meningkatkan pemahaman untuk partisipas; aktif sebagai mitra, memperkenalkan koGep ekowisata dan paket paket nya kepada k o m d t a s pengunjung yang strategis bagi promosi. Se-bag& prioritas kedua adalah mengatasi kelemahan dan ancaman yang juga telah berhasil diidentiiikasi, mengupayakan peningkatan dukungan terhadap populasi penyu dan mengurangi gangguan akibat teknis pelaksanan wisata yang tidak tepat, meningkatkan aksesibilitas di kawasan zona pemanfaatan intensif. untuk memudahkan dan menjaring pengunjung lebih banyak, pelatihan ketrampilan SDM di berbagai bidang pelayanan, diversifikasi produk berorientasi pasar sesuai dengan potensi yang dimiliki, penataan zonasi, memperkaya variasi paket kunjungan yang tidak mengganggu kelestarian di SM Cikepuh. serta mendukung terbentuknya dasar hukum dan penataan pengembangan produk dan keprofesionalan Adapun prioritas ketiga adalah tetap memperhatikan potensi ancaman yang dapat mengganggu jalannya pengembangan usaha ekowisata yaitu dengan mengembangkan kerjasama stakeholder Berdasarkan hasil analisis tersebut maka disusunlah rencana pengembangan usaha ekowisata, sesuai dengan strategi yang perlu diterapkan. Pengelola SM Cikepuh dengan dua skenario pengelolaan utarna yaitu pengelolaan terpisah yang sarna dengan kondisi pengelolaan semula dan pengelolaan terpadu dalam satu unit pengelolaan baru. Bentuk pengelolaan terpadu temyata memberikan efisiensi pelaksanaan clan pengelolaan keuangan sehingga dari aspek keuntungan usaha pemanduan yang dihitung pada kedua altematif tersebut, pengelolaan terpadu mendapatkan hasil perhitungan keuntungan yang mencapai 7,5 kali lipat dari keuntungan pemanduan pengelolaan terpisah. Pada pengelolaan terpisah, penerimaan keuntungan tersebar pada personil pelaku usaha pemanduan. Sedangkan pada pengelolaan terpadu penerimaan terkoordinir pada satu pengelola dan mudah bagi pendistribusian untuk pengembangan pengembangan selanjutnya termasuk bagi kepentingan penelitian ekologi penyu sebagai bentuk pengembalian (re-investasi) keuntungan pengelolaan ke dam. Demikian pula pemberdayaan masyarakat sekitar, pelatihan maupun pemberian bantuan modal dapat dialokasikan dari penerimaan keuntungan. Perlu penghitungan usaha ekowisata lebih detil disertai pengkajian langkah - langkah penerapannya dan penelitim lebih lanjut mengenai pengembangan ekowisata beserta interpretasinya di kawasm ini.
-
O Hak cipta mili IPB, tahun 2007
Hak cipta dihdungi Undang -undang
I. Dilarang mengutip sebagian atau sluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber. a. pen&tipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penttlisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepeniinganyang wajar bagi IPB 2. Dilarang mengumumkan dun memperbanyak sebagian atau seluruh kaiya tulis dlam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGEMBANGAN USAHA EKOWISATA DI SUAKA MARGASATWA CIKEPUH DAN SEKITARNYA
Vitriana Yulalita Marwitawati
Tesis sebagai salah satu syarat mtuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judd Tesis
: Pengembangan Usaha Ekowisata di Suaka Margasatwa--
Cikepuh dan Sekitarnya Nama
: Vitriana Yulalita Marwitawati
NIM
: E051054095
Disetujui : Komisi Pembiibing,
Prof. Dr. 11. Hardianto, MS Anggota
Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS Ketua
Diketahui :
Ketua Program Studi Ilmu Pengetahan Kehutanan
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc. Tanggal Ujian : 19 Desember 2007
Khairil A. Notodiputro,MS Tanggal Lulus :
^i 8 JAN
"3'%fdadaL$mu a a r a n j si9a mem2ef(tiarinya kmena Z f f a 6 itu takwa %enun~utnya, itu idadok Zn4ufan3
- ufan3nya,
%fiaKasnY
itu tas&iK
a itujihbd
%en3ajarkmnaa2ada X m f i b i k a n n y a &ada
d o r m y y ~tidaktaKu itu se&XaL aKfhya, itu men&RatQn
&ri
kVa&
ZEffaL"
(aT 3Y&f&u
.,
%kG~2dm
f&u
k a y a ini aXu 2ersemdaG&
&~r~&m,
$+&S&Z&,
dagi sumi
9'9)
dm anak- anadRu
dm dukunjannya tercinta, atns~en3ertia,~en3orfianm >,
tufus s e f m a menuntu sehsuinza masa stu&ku .
yay
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulisan tesis dengan judul Pengembangan Usaha Ekowisata di SM Cikepuh dan Sekitarnya berhasil diselesaikan. Tesis merupakan salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Magister di Sekolah Pasca Sarjana, Program Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati pada Departemen Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penyusunan tesis ini dapat terlaksana atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS. selaku ketua komisi pembimbing 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS. selaku anggota komisi pembimbing 3. Bapak Ir. Ikin Zainal Mutaqin selaku Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat I tahun 2006 - 2007
4. Bapak Ir. Tubagus Unu Nitibaskara selaku Kepala Balai Besar Konservasi Jawa Barat
5. S e l d tenaga lapangan Resort SM Cikepuh, BBKSDA Jawa Barat 6. Pihak
- pihak terkait lain yang turut mendukung terselesaikannya penulisan
tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis sadar akan kerkurangan dalam penulisan ini. Saran dan kritik perbaikan sangat di harapkan guna penyempurnaan laporan ini.
Semoga
penelitian ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2008
Vitriana Yulalita Marwitawati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 30 Mei 1974 dari pasangan Margono dan Widjanti Judhaningsih. Penulis merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Penulis menikah pada tahun 1999 dengan Defi Dradjat dan dikaruniai seorang putri.
Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Malang dan menempuh pendidikan sarjana di
Universitas Brawijaya, Fakultas Perikanan.
Penulis
memilii Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan menamatkan pendidikan pada tahun 1997. Sejak tahun 1999 penulis diterima sebagai tenaga fungsional Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan pada saat ini bertugas di Balai Sumber Daya Alam Jawa Barat I di Bandung. Kesempatan menempuh jenjang pendidikan pascasarjana diperoleh dari tugas belajar dan beasiswa pendidikan pascasarjana yang diberikan oleh Departemen Kehutanan Republik Indonesia pada tahun 2006, melalui Program Magister Profesi Keanekaragaman Hayati di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Institut Pertanian Bogor.
Halaman
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................
xvi
I . PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang................................................................................................... 1 1.2. Perutnusan Masalah . . ...........................................................................................3 1.3. Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 5 1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 8 . . 1.5. Manfaat Penelltian............................................................................................. 8 9 I1. TMJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 2 Suaka Margasahva ............................................................................................ 9 2.2. Ekowisata ......................................................................................................... 11 A . Interpretasi dalam Ekowisata ...................................................................... 13 B . Sahva Sebagai Obyek Ekowisata ................................................................ 1 4 2.3. Pengembangan Ekowisata............................................................................. 1 6 2.4. Pengusahaan Ekowisata.................................................................................... 17 2.5. Aspek Penting Usaha ........................................................................................18 2.6. Produk Ekowisata..............................................................................................19 2.7. Pemasaran ........................................................................................................22 2.8. Sumberdaya Manusia (SDM) ...................................................................... 23 2.9. Permintaan (Demand) dan Penawaran (Supply) ............................................. 24 2.10. Penyu Hijau (Chelonia mydas) ........................................................................ 25 A .Bioekologi Penyu ........................................................................................ 25 B . Habitat Penyu .............................................................................................. 25 26 C.Perilaku Penyu ............................................................................................. D.Status Perlindungan ................................................................................. 27 E .Populasi Penyu ............................................................................................. 27
111. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................ 3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................................. .. A . Lokasi Peneltttan ........................................................................................... B. Waktu Penelitian .......................................................................................... 3.2. Teknik Sampling................................................................................................ A . Informan Kunci ............................................................................................. B. Masyarakat.................................................................................................... C. Pengunjung .................................................................................................... D. Pengusaha Sarana Pendukung Ekowisata .....................................................
3.3. Teknik Pengumpulan Data................................................................................. A.Aspek Kinerja usaha...................................................................................... B. Aspek Pengunjung......................................................................................... C.Aspek Kelestarian Alam................................................................................ D.Aspek Peraturan Perundangan....................................................................... ... 3.4. Tahapan Penelltian............................................................................................. A. Tahap Pemilihan Responden....................................................................... B. Tahap Pengumpulan Data............................................................................. C. Pengolahan Data dan Penyusunan Rencana Pengembangan........................ IV.KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN............................................................. 4.1. Suaka Margasatwa Cikepuh............................................................................... A. Hidrologi ........................................................................................................ B . Flora............................................................................................................... D.Ijin Masuk Kawasan ..................................................................................... 4.2. .Pantai Pangumbahan .......................................................................................... A . Kondisi Fisik Pantai Pangumbahan.............................................................. B. Sejarah Pengelolaan Pantai Pangumbahan.................................................. C.Pengelolaan Abaksi ...................................................................................... 4.3. Ujung Genteng ................................................................................................. A Letak Lokasi................................................................................................. B.Kondisi Vegetasi ......................................................................................... .. ...................................................................................................... 4.4. Aksesib~l~tas A .Aksesibilitas Pantai Citirem ........................................................................ B. Aksesibilitas Pantai Pangumbahan.............................................................. 4.5. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat............................................................... A .Jumlah Penduduk ........................................................................................ B.Pendidikan ................................................................................................... C. Mata Pencaharian........................................................................................
.
V . HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................. 5.1. Obyek Daya Tarik Wisata Alam ....................................................................... A. Obyek Daya Tarik Wisata Alam .................................................................. B. Seni Budaya.................................................................................................. C. Aktivitas tradisional Masyarakat.................................................................. 5.2. Kineria " Usaha ..................................................................................................... A. Produk .......................................................................................................... B. Jasa Sarana Wisata........................................................................................ C. Sumber Daya Manusia (SDM) Ekowisata.................................................... D. Pemasaran .................................................................................................... E . Keuangan ......................................................................................................
5.3. Kelestarian Sumberdaya Alam (SDA) ............................................................... A . Gangguan Terhadap Habitat dan Satwa....................................................... B . Gangguan Vegetasi di Hutan Tanjung Ujung Genteng ............................... C. Gangguan Pembagunan Ilegal...................................................................... 5.4. Pengunjung .......................................................................................................... A .Jumlah Pengunjung ....................................................................................... B . Segmentasi Pengunjung ................................................................................. C. Preferensi Pengunjung ................................................................................... D.Kebutuhm Pengunjung................................................................................. E .Kemampuan Membayar ................................................................................. F. Persepsi Pengunjung ..................................................................................... 5.5. Peraturan Perundangan ........................................................................................ A . Peraturan Daerah........................................................................................... B.Peraturan Perundangan Kehutanan ............................................................... 5.6. Analisis SWOT .................................................................................................. VI.PENGEMBANGAN USAHA EKO WISATA.......................................................... 6.1 Skenario Pengelolaan.......................................................................................... A . Pengeloiaan Bersama dalam Satu Unit......................................................... B . Pengelolaan Terpisah.................................................................................... 6.2. Peningkatan Keuntungan Usaha......................................................................... A .Prediksi Peningkatan Jumlah Pengunjung .................................................... B.Peningkatan Keuntungan ............................................................................. C.Keuntungan dari Program Pelepasliaran Tukik ............................................ VII . KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................... 7.1. Kesimpt~lan........................................................................................................ 7.2. Saran.................................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
DAFTAR TABEL Halaman Daftar Informan Kunci ..................................................................................... 30 Jenis data yang diperlukan dalarn penelitian ..................................................... 34 Matrik SWOT .................................................................................................... 4 0 Altematif kendaraan umum untuk mencapai Pantai Ujung Genteng................. 5 3 Jumlah Penduduk Desa Gunung Batu ................................................................ 56 Pendidikan Penduduk Desa Gunung Batu ................................................. 5 6 Mata Pencaharian Penduduk Desa Gunung Batu ...............................................5 7 Pendapat masyarakat ................................................................................... 79 Tabulasi silang antara profesi dan keterlibatan responden ............................... 8 1 Fasilitas wisata di SM Cikepuh dan sekitarnya ................................................ 8 9 Jasa pelayanan yang tersedia bagi pengunjung ................................................91 SDM penginapan .............................................................................................. 93 SDM ojek wisata .............................................................................................. 94 SDM petugas pendamping di SM Cikepuh .................................................... 96 Data promosi penginapan di Ujung Genteng................................................. 101 Data promosi yang diterima pengunjung ........................................................102 104 Data keuntungan penginapan .......................................................................... Pendapatan keuntungan ojek per bulan ............................................................105 Pendapatan Pendamping SM.Cikepuh .............................................................107 Prediksi pendapatan pegawai lapangan pangumbahan dari kunjungan ........... 107 Data perkiraan jumlah pengunjung ............................................................... 117 Data karakteristik responden pengunjung SM.Cikepuh dan sekitarnya ......... 118 Hasil tabulasi silang antara daerah asal tempat tinggal pengunjung dengan lokasi kunjungan ...................................................................................... 120 Preferensi responden pengunjung ............................................................. 121 . Tabulasi silang lokasi pengunjung dan tujuan kunjungannya ......................... 122 Tingkat lama kunjungan .................................................................................. 123 Kebutuhan Pengunjung.................................................................................... 125 Nilai Pengeluaran pengunjung......................................................................... 126 Sikap dan persepsi pengunjung ..................................................................... 127 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ....................................................... 131 Matriks External Factor Evaluation (EFE) ....................................................... 132 Matrik SWOT ((Strengths. Weakness. Opportunities. Threats)...................... 138
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran pengembangan usaha ekowisata........................................... 2 Jumlah penyu bertelur di Pantai Citirem tahun 1991-1 996.................................. 3 Jumlah Penyu Hijau yang bertelur di Pantai Pangumbahan tahun 1965 .2003.... 4 Matrik space......................................................................................................... 5 Peta lokasi penelitian ............................................................................................ . . 6 Panta~Cit~rem ....................................................................................................... 7 Jejak penyu di Pantai Pangumbahan...................................................................... 8 Peta kondisi jalan dan aksesibilitas di lokasi penelitian ........................................ 9 Peta Obyek Daya Tarik Wisata Alam SM Cikepuh dan Sekitarnya ...................... 10 Peselancar di Ombak Tujuh .................................................................................... 1 1 Pantai Batu Keris................................................................................................... 12 Matahari tenggelam di Muara Cipanarikan........................................................... 13 Kondisi dan aktifitas pengunjung di Pantai Perbatasan Pangumbahan .................. 14 Kondisi dan aktifitas pengunjung di Pantai Perbatasan Pangumbahan .................. 15 Kondisi dan aktifitas pengunjung di Pantai Muara Cibuaya -Kelapa Condong...... 16 Kondisi dan aktifitas pengunjung di Pantai Muara Cibuaya -Kelapa Condong..... 17 Kondisi dan aktifitas pengunjung di Pantai Muara Cibuaya -Kelapa Condong..... 18 Kondisi Hutan Tanjung Ujung Genteng ................................................................. 19 Aktifitas pengunjung di pantai ................................................................................ 20 Pengunjung datang dengan angkutan masal .......................................................... 2 1 Dermaga lama......................................................................................................... . .......................................................................... 22 Keindahan panorama Curug C~mtl 23 Panorama sungai dan Curug Cikaso....................................................................... 24 Panorama sungai dan Curug Cikaso....................................................................... 25 Curug Cigangsa....................................................................................................... 26 Sungai Cigangsa..................................................................................................... 27 Pintu masuk Gua Ubing ........................................................................................... 28 Obyek - obyek di dalam gua.................................................................................... 29 Obyek - obyek di dalam gua.................................................................................... 30 Curug Sodong......................................................................................................... 3 1 Cumg Ngelai ............................................................................................................ 32 Panorama . . Curug Susun ............................................................................................ 33 Sungal C~karang ....................................................................................................... 34 Muara Cikarang....................................................................................................... 35 Kesenian dalam perayaan Hari Nelayan .................................................................. 36 Perahu hias nelayan .................................................................................................. 37 Penyadap nira ........................................................................................................... 38 Proses pemasakan gula kelapa ................................................................................. 39 Hasil tangkap nelayan ..............................................................................................
40 Hasil tangkap nelayan .............................................................................................. 41 Aktifitas nelayan yang unik ..................................................................................... 42 Aktifitas nelayan yang unik..................................................................................... 43 Penyu hijau (Chelonia mydas) kembali ke laut setelah selesai bertelur.................. 44 Aktifitas pengunjung................................................................................................ 45 Tukik yang baru menetas dilepaskan kembali ke laut............................................. 46 Jalan pantai berpasir................................................................................................ 47 Jalan tanah dan pondok ............................................................................................ 48 Penginapan............................................................................................................... 49 Penginapan............................................................................................................... .. 50 Fasilitas MCK di Pantai C ~ t ~ r e.............................................................................. m 5 1 Jalan sungai.............................................................................................................. 52 Penjual ikan di TPI................................................................................................... 53 Cinderamata yang dijajakan bersama jajanan warung............................................. 54 Banir pohon besar yang hangus............................................................................... . . ................................................................ 55 Prosentase pengunjung selama penel~tran 56 Prosentase kunjungan berdasarkan lama tinggal ...................................................... 57 Tingkat lama tinggal pengunjung............................................................................ 58 Prosentase pengunjung berdasarkan jumlah kunjungan .......................................... 59 Grafik analisis SWOT.............................................................................................. 60 Matrik Internal dan Eksternal.................................................................................. 61 Keuntungan rata -rata per bulan masing - masing pelaku usaha pada tahun 2007...
BAB I PENDMLUAN
1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan provinsi dengan kondisi alam yang indah dengan berbagai tipe lansekap yang memberikan variasi potensi bagi pengembangan ekowisata.
Keberadaan kawasan konservasi di Provinsi Jawa Barat telah
memberikan dukungan terhadap keberlanjutan fungsi ekologis dan kehidupan jenis-jenis satwa langka sehingga menciptakan atraksi-atraksi ekowisata yang menjadi daya tarik unik. Salah satu kawasan konservasi yang terletak di Kabupaten Sukabumi, memiliki daya tarik ekowisata yang unik yaitu habitat bertelurnya Penyu hijau (Chelonia mydas). Kabupaten Sukabumi merniliki 3 lokasi yang berdekatan di satu garis pantai selatan kabupaten ini. Ketiga lokasi tersebut adalah Suaka Margasatwa (SM) Cikepuh, Pantai Pangumbahan dan Ujung Genteng. Ketiga lokasi tersebut memiliki keunggulan masing -masing. Ketiganya dikelola oleh pihak pengelola yang berbeda pula. SM Cikepuh yang berada dibawah pengelolaan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam
(BBKSDA) Jawa Barat I, ditetapkan sebagai suaka
margasatwa karena me~pFtkantempat hidup dan perkembangbiakan Penyu hijau
(Chelonia mydas), yang merupakan jenis satwa langka. SM Cikepuh memiliki delapan lokasi peneluran yang didarati penyu sepanjang tahun. Terjaganya habitat dan sebagai tempat berkembang biak Penyu hijau, menjadikan SM Cikepuh memiliki keunikan tersendii.
Berbagai penelitian menyebutkan intensitas
pendaratan penyu yang tinggi dan berlangsung sepanjang tahun di kawasan ini. Kondisi tersebut menjadikan atraksi ini sangat mudah ditemui pada malam hari, sehingga Penyu hijau yang langka menjadi daya tarik unggulan ekowisata yang sangat khas. Selain itu kondisi flora faunanya yang masih bagus dapat menjadi tempat mempelajari ekosistem maupun wisata minat khusus lainnya. Berbatasan dengan SM Cikepuh, terdapat Pantai Pangumbahan yang diusahakan pengunduhan telur penyunya sejak Zaman Belanda. Saat ini kontrak pengelolaan pantai ini dimiliki oleh CV. Daya Bhakti. Apabila melihti; dari
sejarahnya, Pantai Pangumbahan merupakan cikal bakal munculnya atraksi melihat penyu bertelur bagi wisatawan. Atraksi penyu di pantai ini pulalah yang telah menjadi daya tarik bagi wisatawan, terutama yang baru pertama kali datang ke kawasan ini. SM Cikepuh dan Pantai Pangumbahan telah dapat menyediakan atraksi ekowisata yang menjadi daya tarik unik di Kabupaten Sukabumi.
Sarana
prasarana pendukung wisata sudah bermunculan di Pantai Ujung Genteng, yang berdekatan dengan kedua lokasi tersebut.
Selain itu,
Ujung Genteng juga
mempunyai beberapa lokasi pantai yang mempunyai ombak yang baik bagi olahraga selancar.
Selain berbagai variasi karakteristik pantai terdapat pula
berbagai Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang indah di sekitar pantai ini, seperti sejumlah air terjun, sungai dan gua serta adanya kegiatan budaya "hari nelayan" yang diselenggarakan setiap tahun. Pantai Ujung Genteng dikelola oleh pengusaha swasta dan pemilik modal yang mengusahakan sarana wisata secara komersial. Letak ketiga kawasan ini relatif dekat dari kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Bogor.
Kondisi tersebut menjadikannya sangat strategis untuk
menjadi altematif kunjungan bagi pengunjung potensial yang berada di kota sekitarnya, maupun wisatawan mancanegara yang masuk melalui bandara udara internasional yang ada di Jakarta.
Oleh karenanya ketiga lokasi ini telah
mempunyai kekuatan untuk menarik pasar wisata dan mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang menjadi kawasan wisata unggulan di Kabupaten Sukabumi. Pengelolaan yang masih terkotak
- kotak
menyebabkan tidak serasinya
cara pandang dan tidak sinergisnya upaya pengembangan yang dilakukan masing
- masing pihak pengelola. Hal ini membuat ketiga lokasi ini kurang dapat saling memberi kekuatan dan menutupi kekurangan demi kemajuan perkembangan wisata di kawasan ini.
Kondisi alami serta fungsi ekologis yang menjadi
keunggulan dalam obyek-obyeknya seakan justru terancam oleh perkembangan wisata itu sendiri.
Berbagai kekurangan pengelolaan dan degradasi habitat
semestinya dapat diatasi dengan adanya pengelolaan dan pengembangan dengan satu visi bersama agar fungsi ekologis dapat terjaga dan sisi ekonomis bagi
pengelola maupun kesempatan berusaha bagi masyarakat sekitar dapat berkembang dengan baik dan lestari. Kesamaan pandang dan aksi terhadap pengembangan wisata di kawasan ini tentu hams juga turut menjaga sehingga tidak terjadi degradasi alam dan gangguan yang menyebabkan penyu tidak naik untuk bertelur lagi. Apabila penyu tidak naik dan bertelur lagi tentunya daya tarik ekowisata yang menjadi unggulan kawasan ini juga akan hilang. Oleh karena itu pemanfaatan secara lestari meldui ekowisata sangat potensial untuk dikembangkan, namun tentu saja dengan caracara yang baik tanpa merusak kelestarian dam. Selain ity pengunjung dapat merasa puas dengan kegiatan ekowisata yang diikutinya. Pengembangan usaha ekowisata dapat dilakukan melalui pengembangan unsur-unsur penting usaha yaitu produk, sumberdaya manusia, keuangan dan pemasaran yang sudah dimiliki saat ini. Pengembangan usaha memerlukan proses perencanaan untuk mencapai tujuannya secara efisien. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengidentifikasi kondisi saat ini, sehingga dapat memberikan masukan terlladap penyusunan rencana pengembangan usaha ekowisata di SM Cikepuh dan sekitarnya. 1.2. Perurnusan Masalah
SM Cikepuh, Pantai Pangumbahan dan Ujung Genteng merupakan satu rangkaian obyek-obyek wisata di Pantai Selatan Kabupaten Sukaburni. Ketiganya memiliki keunggulan serta memiliki potensi pasar yang baik. Namun hingga saat ini kondisi pengelolaan masih sendiri - sendiri, belum ada kesamaan pandang dan sehingga adanya kelebihan dan kekurangan tidak dapat diatasi bersama dengan sinergis, sehingga secara ekologis dan ekonomis belum terkelola dengan optimal. Pada penelitian ini ketiga lokasi tersebut diasumsikan dalam satu
unit
pengelolaan. Pengusahaan wisata di SM Cikepuh dan sekitarnya, pada saat ini belum mempunyai arah dan dilakukan secara masing-masing oleh berbagai pihak. SM Cikepuh dikelola oleh BBKSDA Jawa Barat I.
BBKSDA mngemban misi
konservasi yaitu menjamin keberadaan kelestarian dari potensi sumberdaya alam dan,ekosistem dari kemungkinan bahaya kerusakan dan penuninan kuantitas atau kualitas untuk pemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat secara
berkesinambungan. Selama ini misi konservasi sangat kuat dalam melakukan upaya perlindungan, sementara itu pemanfaatan dalam bentuk wisata terbatas belum diusahakan dengan baik dan terpadu karena berbagai hambatan. Kondisi SM Cikepuh sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat keterpaduan dengan kawasan di sekitarnya.
Keterpaduan dengan kawasan sekitar yang
mempunyai berbagai kelebihan, dapat membantu pengembangan usaha di kawasan ini secara sinergis sesuai dengan peruntukannya. Pantai Pangumbahan yang dikelola CV. Daya Bhakti, memfokuskan kegiatan usahanya kepada pengunduhan telur penyu.
Selama ini CV. Daya Bhakti tidak mengusahakan
atraksi ini sebagai kegiatan usaha wisata yang profesional.
Melihat minat
pengunjung serta sejarah munculnya atraksi melihat penyu bertelur yang sudah ada sejak Zaman Belanda, nampaknya pengembangan usaha wisata yang professional dan terpadu dapat menjadi satu kegiatan yang mempunyai nilai keuntungan tinggi.
Pengembangan usaha wisata yang terpadu dan terarah
sekaligus membantu pengembangan usaha sektor terkait di lingkungannya dengan tidak mengganggu misi pelestarian dam dan populasi penyu yang mendarat. Ujung Genteng dikelola pemerintah daerah, pengusaha swasta dan masyarakat secara terpisah. Kawasan Ujung Genteng merupakan tempat investasi berbagai bidang usaha yang terkait dengan wisata.
Wisatawan yang datang akan
menghabiskan waktu dan uang mereka untuk tinggal dan mengunjungi ODTWA yang ada. Akan tetapi, segala investasi yang telah dibangun tersebut tidak akan mendapatkan hasil yang optimal tanpa adanya upaya menjaga kualitas sumberdaya darn yang baik bagi kualitas wisata yang diharapkan pengunjung. Kerusakan ODTWA akan dengan sendirinya menjadikan Ujung Genteng tidak lagi didatangi pengunjung. Oleh karena ketiga kawasan tersebut saling berkaitan untuk memiliki satu keterpaduan yang saling mendukung suatu pengembangan usaha yang lestari, maka dibutuhkan satu arahan untuk memadukan kepentingan ekologis, ekonomis dan sosial yang dapat membawa ketiga kawasan tersebut mendapatkan suatu pengembangan usaha yang optimal dan efisien sehingga dapat berkembang bersama - sama dan saling mendukung. Pengembangan usaha wisata secara lestari melalui ekowisata sangat potensial untuk dikembangkan di kawasan ini.
Pengusahaan ekowisata
hams mampu mendorong kelestarian d a m yang
berpengaruh terhadap kualitas atraksinya sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Dengan banyaknya
pihak yang terlibat dalam
pengelolaan, maka dibutuhkan suatu acuan untuk bersama - sama mengusahakan agar ekowisata di kawasan ini berkembang dengan baik. Pengembangan usaha ekowisata yang tidak terarah dan terencana dengan baik
akan dapat
mengakibatkan tidak terkendalinya kemsakan lingkungan di kawasan obyek ekowisata. Hal ini akan menurunkan kualitas atraksi wisata yang berakibat pada ketidakpuasan wisatawan. Maka perlu disusun satu rencana pengembangan usaha ekowisata untuk menyatukan arah. Rencana pengembangan usaha ekowisata diperlukan untuk mempermudah mencapai tujuan bersama, yaitu pengembangan usaha ekowisata secara efisien sekaligus menghindari tejadinya berbagai dampak negatif. Perencanaan pengembangan yang baik berpijak pada kondisi aktual. Informasi mengenai kondisi dan permasalahan usaha ekowisata yang telah ada pada saat ini, dapat diperoleh dengan melakukan penelitian yang mencermati aspek-aspek penting usaha. Kemudian, analisis dan sintesis dilakukan untuk mengetahui posisi kondisi usaha ekowisata serta strategi dan rencana yang dapat dilakukan dalam pengembangannya. 1.3. Kerangka Pemikiran Pengusahaan wisata di SM Cikepuh dan sekitarnya, pada saat ini belum mempunyai arah dan dilakukan secara terpisah oleh berbagai pihak. SM Cikepuh dikelola oleh BBKSDA Jawa Barat I dengan misi konservasi, Pantai Pangurnbahan diielola oleh CV. Daya Bhakti yang fokus pada usaha pengunduhan telur penyu, sedangkan Ujung Genteng dikelola secara luas oleh pemerintah daerah, pengusaha sarana wisata dan masyarakat sekitar yang mengusahakan berbagai sarana penunjang wisata dan berbagai ODTWA lain.
Pengembangan usaha yang terpadu dan terarah akan menciptakan sinergitas antara masing-masing pengelola Pengembangan usaha wisata secara lestari melalui ekowisata sangat potensial untuk dikembangkan di kawasan ini. Pengusahaan ekowisata
akan
mengarahkan
kepada
kepentingan
pengusahaan
yang
menguntungkan dan lestari. Pengembangan usaha ekowisata yang terarah membutuhkan kesamaan langkah dan persepsi para pihak pengelola yang terlibat pengusahaan wisata di kawasan ini. Oleh karena itu perlu dibuat sebuah acuan rencana untuk mencapai tujuan pengembangan usaha ekowisata secara efektif dan efisien.
Rencana
pengembangan usaha ekowisata tersebut dibuat berdasarkan penelitian mengenai kondisi usaha yang telah ada pada saat ini dengan langkah : (1) Identifikasi kondisi, (2) Analisis SWOT, (3) Sintesis untuk menyusun rencana pengembangan. Infomasi mengenai kondisi dan permasalahan usaha ekowisata yang telah ada pada saat ini, dapat diperoleh dengan melakukan penelitian yang mencermati aspek-aspek penting usaha ekowisata. yaitu (1) Aspek kinerja usaha, yang diwaikan lagi menjadi unsur (a) Produk, (b) SDM, (c) pemasaran dan (d) keuangan.
Aspek penting lainnya adalah (2) aspek kondisi kelestarian
surnberdaya dam, (3) aspek pengunjung dan (4) aspek peraturan perundangan. Aspek -aspek tersebut akan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan pengelompokan kondisi yang berhasii diidentifikasi. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui posisi kondisi usaha ekowisata saat ini, serta strategi rencana pengembangan usaha ekowisata yang optimal dengan memperhatikan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki. Sintesis dilakukan untuk memberikan pembahasan atas kondisi saat ini terintegrasi dengan strategi yang didapatkan dari hasil analisis SWOT. Hasil sintesis tersebut, akan berupa rincian rencana pengembangan usaha ekowisata. Berikut adalah bagan alir kerangka pemikiran pengembangan usaha ekowisata di SM Cikepuh dan sekitarnya, disajikan pada Gambar I.
I
Ekowisata di SM Cikepuh dan sekitarnya
1
Perlu arah pengembangan dan kesarnaan persepsi para pihak pengelola agar tercapai usaha ekowisata yang lebih baik dalarn bentuk satu acuan perencanaan
1 Perlu identifikasi kondisi dan pernasalahan yyan ada sebagai dasar perencanaan
Karakteristik
Analisis Kinerja usaha
C Analisis SWOT pengembangan usaha ekowisata
I
Sintesis
4 Rencana Pengembangan Usaha Ekowisata Ganlbar 1 Kerangka pemikiran pengembangan usaha ekowisata.
I
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menyusun pengembangan usaha ekowisata di SM Cikepuh dan sekitarnya. Secara terperinci adalah : Melakukan identifikasi kondisi pengusahaan ekowisata yang sudah bejalan pa& saat ini dari aspek produk, sumberdaya manusia (SDM), pemasaran dan keuangan serta telaah peraturan perundangan yang ada sebagai penunjang pengembangan usaha, melalui pendekatan demand dan suppZy. Melakukan penyusunan rencana pengembangan usaha ekowisata
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diarapkan dapat memberikan bahan masukan dan saran terhadap pengembangan usaha ekowisata di SM Cikepuh d m sekitarnya.
BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suaka Margasatwa Menurut Undang-undang nomor 5 tahun 1990 suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 68 tahun 1998, suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konsewasinya
b. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi c. Merupakan habitat dari suatu jenis satwa migran tertentu d m atau d. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan (Ditjen PHKA 2004) Pengelolaannya dilakukan sesuai dengan fungsi kawasan yaitu : a. Sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan b. Sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya c. Untuk pemanfaatan secara lestari surnber daya alam hayati dan ekosistemnya. (Ditjen PHKA 2004) Kawasan suaka margasatwa dapat dimanfaatkan untuk keperluan : (a) penelitian dan pengembangan (b) ilmu pengetahuan, (c) pendidikan, (d) wisata alam terbatas dan (e) kegiatan penunjang budidaya. Jenis kegiatan yang dapat dilakukan sesuai dengan manfaatnya antara lain : a. Kegiatan penelitian meliputi penelitian dasar dan penelitian untuk menunjang kegiatan pemanfaatan dan budidaya; b. Kegiatan ilmu pengetahuan dan pendidikan dapat dilaksanakan dalam bentuk pengenalan dan peragaan ekosistem suaka margasatwa;
c. Kegiatan wisata alam terbatas hanya dibatasi pada kegiatan mengunjungi, meiihat dan menikmati keindahan alam dan perilaku satwa di dalam kawasan
suaka margasahva dengan persyaratan tertentu yang diatur dengan keputusan menteri d. Kegiatan penunjang budidaya dilakukan dalam bentuk pengambilan dan atau penggunaan plasma nutfah tersebut diatur oleh menteri dan dilakukan sesuai dengan peraturan pemdang-undangan yang berlaku. (Ditjen PHKA 2004) Ditjen PHPA (1996) menjelaskan bahwa dalam upaya pencapaian tujuan penetapan kawasan suaka margasatwa ditata ke dalam blok-blok pengelolaan, yaitu blok inti dan blok rimba Uraian lebih lanjut mengenai pernbagian blok
-
blok tersebut adalah sebagai berikut :
1) Blok Inti a. Dalam blok inti dapat diselenggarakan kegiatan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidian dan pengen~banganilmu pengetahuan b. Pembangunan sarana dan prasarana di blok inti hanya terbatas pada sarana dan
prasarana yang dapat mendukung kegiatan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya c. Dalam blok inti tidak dapat dilakukan kegiatan yang bersifat merubah bentang
dam.
2) Blok Rimba a. Dalam blok rimba dapat dilakukan kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, wisata terbatas, dan kegiatan yang menunjang budidaya. b. Dalam blok rimba dapat dibangun sarana prasarana pengelolaan, penelitian dan pendidikan, dan wisata secara terbatas. c. Pembangunan sarana dan prasarana seperti tersebut pada butir b. harus
rnernperhatikan gaya arsitektur daerah setempat. d. Blok rimba dapat digunakan untuk kegiatan penangkaran jenis yang berasal dari dalam kawasan. e. Dalam blok rimba dapat diselenggarakan kegiatan wisata terbatas.
f. Blok rirnba tidak dapat digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan yang bersifat merubah bentang dam.
2.2. Ekowisata Ekowisata telah menunjukkan perkembangan cepat dalam dunia pariwisata, karena ekowisata merupakan sektor yang secara cepat memenuhi kebutuhan segrnen pasar wisata dan memastikan kelestarian ekologi (Tisdell 1998). Peminat kesempatan interaksi dengan dam menunjukkan kenaikan yang tinggi. terutarna melihat kehidupan liar ,saat ini menjadi aktifitas rekreasi dam yang paling diiinati (Nwsome et al. 2002) diacu dalam (Curtin 2003). Pertumbuhan minat ini didorong kecenderungan untuk bepergian melihat kehidupan - memperkaya pengalaman termasuk pengalaman di alam dan belajar tentang d a m (Hughes 2001) diacu dalam (Curtin 2003). Pada mulanya definisi ekowisata diberikan oleh
Hector Ceballos-
Lascurian sebagai kegiatan wisata pada daerah yang yang belurn terganggu dengan obyek yang spesifk untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan dan kehidupan liar hewan dan tumbuhan serta budaya masyrakat yang terdapat di daerah tersebut.
Selanjutnya perkembangan ekowisata
memasukkan dua unsur dalam menggolongkan kegiatan wisata yang ada ke dalam jenis ekowisata
yaitu apabila pendidikan lingkungan menjadi bagian dari
kegiatan wisata dan apabila memberikan keuntungan ekonomi terhadap masyarakat lokal. Lebih jauh disebutkan bahwa perkembangan minat terhadap ekowisata antara lain dipengaruhi oleh perubahan sikap masyarakat terhadap dam, meningkatnya pendidikan dan berkembangnya lokasi ekowisata menjadi lebih mudah, murah, cepat dan aman untuk dijangkau. Menurut Tisdell (1995) Ekowisata bisa jadi merupakan satu dari penggunaan lahan yang memiliki paling sedikit dampak jika direncanakan secara hati
- hati, dapat disesuaikan dengan
keanekaragaman hayati clan dapat menyediakan penambahan ekonomi bagi konservasi. Jika menguntungkan, hal ini dapat ditambahkan sebagai dukungan politik bagi konsewasi. IUCN diacu dalam Cebalos-Lascurain (1996) mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan yang bertanggungjawab dan kunjungan ke lokasi yang relatif masih alami dengan tujuan untuk menikmati clan mengagumi keindahan alamjuga adat budaya yang ada. Mendukung konsewasi, berdarnpak lingkungan yang rendah &an memberikan keuntungan bagi sosial ekonomi masyarakat lokal.
Sedangkan menurut The (International) Ecotourism Society diacu dalam Rahardjo (2005) disebutkan bahwa Ekoturisme adalah perjalanan di kawasan alami yang melestarikan lingkungan hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Marta Honey (1999) diacu dalam Rahardjo (2005) memberikan definisi sebagai sebuah perjalanan ke sebuah kawasan yang rentan, asli, dan biasanya adalah kawasan lindung, dampak negatif ditekan seminimal mungkin, dan biasanya dilakukan dalam skala yang kecil. Perjalanan ini mendidik wisatawan, menghasilkan dana untuk
konservasi,
mendatangkan keuntungan
bagi
perkembangan ekonomi dan keuntungan penguatan secara politik bagi masyarakat lokal secara langsung dan mendukung dan menghargai bagi keragaman budaya dan hak asasi manusia. Indecon
(1996)
mendefinisikan
ekowisata
sebagai
sebagai
penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggungjawab di tempat-tempat alami dan atau daerah yang dibuat berdasarkan kaidah -kaidah alami yang mendukung upaya pelestarian lingkungan (dam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Eko-turisme sering diartikan dengan ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang benvawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi dam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan (Wikipedia 2007). The Ecotourism Society mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan dengan sengaja ke tempat-tempat a l m i untuk memahami sejarah budaya dan alam lingkungan; tidak merubah integritas ekosistem;membuka peluang ekonomi untuk konservasi sumberdaya dam dan memberi keuntungan bagi masyarakat lokal Epler Wood et al. (1991) diacu dalam Ross dan Wall (1999). Istilah ekowisata belum terdapat dalam peraturan pen~ndangan di Indonesia.
Istilah yang mendekati adalah wisata alam yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 1994. PP tersebut menjelaskan definisi wisata alam adalah suatu kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di Tarnan Nasional, Taman Hutan Raya,
Taman Wisata Alam, Taman Bum, Hutan Lindung clan hutan Produksi. Sedangkan dalam Rahardjo (2005) disebutkan, meskipun makna wisata dam dekat dengan ekoturisme, tetapi tidak terlalu melibatkan kegiatan -kegiatan atau misi-misi konservasi atau pelestarian. Selanjutnya juga disebutkan bahwa tipe wisata inilah yang ada di kawasan alamiah sebelum kawasan tersebut direncanakan sebagai kawasan ekoturisme. Rahardjo dan Siswo (2000) menyebutkan wisata alam mempunyai prinsip: 1.
Kontak dengan alam
2.
Pengalaman yang bermanfaat secara pribadi maupun sosial
3.
Wisata dam bukan mass tourism
4.
Mencari tantangan fisik dan mental
5.
Interaksi dengan masyarakat dan belajar budaya setempat
6.
Adaptive terhadap kondisi akomodasi pedesaaan
7.
Toleran terhadap ketidaknyamanan
8.
Partisispasi aktif
9.
Pengalaman lebih utama dibanding kenyamanan.
A. Interpretasi Dalam Ekowisata Ekowisata merupakan bentuk wisata alam yang memuat unsur pendidikan lingkungan hingga suatu kegiatan wisata menjadi lebih bemakna. Ekowisata memberikan kesempatan apresiasi dan partisipasi aktif wisatawan dalam kegiatan konservasi sumberdaya dam dan budaya. Black (2000) diacu dalam Muntasib (2003) menyebutkan bahwa interpretasi m e ~ p a k a nsalah satu elemen penting dalam kegiatan ekowisata yang dapat diberikan kepada pengunjung dengan menggunakan berbagai tipe media oleh pelaksanaan industri wisata atau kawasan - kawasan taman wisata dan taman nasional serta masyarakat lokal. Interpretasi merupakan jembatan antara pengunjung dengan sumberdaya yang didatanginya, sehingga dapat mengerti, memahami dan apabila mungkin bisa ikut melakukan konservasinya. Disampaikan dengan cara / seni yang menarik berbasiskan
suatu
komunikasi
(Muntasib
2003).
Apabila
pengunjung
mendapatkan interpretasi yang baik, maka akan terdorong untuk melakukan kegiatan - kegiatan wisata di dam terbuka yang mengarah kepada ha1 - ha1 yang bersifat menghargai dan memelihara nilai - nilai sumberdaya alam dan lingkungan
(Muntasib 2004). Kegiatan ekowisata melihat kehidupan liar di alam memerlukan interpretasi sebagai bagian penting dari wisata yang dapat memperkuat kesan dan kepuasan pengunjung. Hal ini sesuai dengan pendapat Curtin (2003) bahwa faktor penting dari wisata melihat paus dan juga bentuk kehidupan liar di alam lainnya dan ekowisata, adalah interpretasi dan pendidikan. Ide untuk pendidikan lingkungan bagi masyarakat luas adalah berdasarkan asumsi bahwa semakin banyak orang mengetahui perilaku dan ekosistem spesies akan bertambah keinginan mereka untuk membantu konservasinya. Sebagai perbandingan, bahwa kegiatan ekowisata dapat menjadi media yang baik bagi pendidikan lingkungan dan penyampaian informasi adalah seperti yang terjadi di Mon Repos Conservation Park (MRCP) Australia, yaitu sebesar 99% responden pengunjung
MRCP menyatakan kunjungan melihat penyu memberikan banyak informasi, sepertiga responden pengunjung menjadi peduli terhadap ancaman penyu pada kunjungan pertama dan lebih dari sepamh pengunjung menyatakan mereka mendapat tambahan informasi tentang ancaman dan 3 1% pen,gmjung menyatakan mendapatkan informasi pengetahuan tentang biologi penyu untuk pertamakalinya dalam kunjungan ke MRCP.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kunjungan ke
MRCP sangat efektif bagi p e n d i d i
lingkungan dan dampak pengetahuan
konservasi bagi pengunjung.
B. Satwa Sebagai Obyek Ekowisata Menurut Curtin (2003), kualitas keanekamgaman sumberdaya dam memiliki
peran penting dalam menarik pengunjung pada lokasi kunjungan
khusus.
Keanekaragaman termasuk fauna, flora, lansekap dan pemandangan
alam.
Hal ini berperan penting
pada peningkatan kunjungan pada lokasi
kunjungan baru dan atraksi dam yang menggunakan kealamian dam. Fauna seringkali menjadi daya tarik bagi suatu kegiatan wisata di alam, di beberapa negara beberapa satwa liar seperti Paus dan Penyu juga telah menjadi tontonan hidupan liar yang dikemas dalarn suatu program ekowisata. Tisdell and Wilson (tanpa tahun) menjelaskan bahwa kegiatan wisata dapat memberikan dampak positif sekaligus negatif pada konsewasi penyu tergantung pada perlakuan. Misalnya aktivitas wisata yang tejadi di Malaysia, pengunjung ditawari telur penyu (yang menjadi'gangguan kelestarian) atau sajian
da&g
penyu (yang jelas-jelas menghancurkan kelesta~ianpenyu).
Selain itu
cahaya lampu dari resor wisata dan kendaraan di sekitar tempat pendaratan penyu, pembangunan fasilitas wisata dan bahaya campur tangan manusia terhadap sarang penyu akan menimbulkan dampak negatif. Tisdell and Wilson (tanpa tahun) menjelaskan bahwa wisata penyu di Mon Repos Conservation Park (MRCP), memberikan perlakuan yang hati
-
hati
terhadap lingkungan, menyediakan pendidiian lingkungan tentang penyu dan didesain untuk membuat pengunjung peduli terhadap masalah konservasi yang dihadapi penyu dan memberikan informasi cara dapat membantu upaya konservasi penyu.
-
cara bagaimana pengunjung
Curtin (2003) menjelaskan bahwa
wisata melihat paus di berbagai tempat dapat membantu perkembangan apresiasi dari pentingnya konservasi laut. Hidinger (tanpa tahun) menyebutkan bahwa satwa di kawasan konservasi dapat mengalami stress karena ekowisata. Ekowisata mempunyai potensi besar menimbulkan pengaruh negatif pada satwa. seperti pengunjung menyaksikan spesies yang spektakuler seringkali pada waktu sensitive seperti masa breeding atau bersarang (Knight and Cole 1995) diacu dalam (Hidiiger tanpa tahun). Studi pendahuluan menemukan bahwa pengunjung memberikan dampak negatif pada perpindahan, pencarian mangsa, dan tingkah laku reproduksi pada felidae besar dan ursidae, perilaku bersarang penyu, dan penyebaran burung air. Lebih lanjut diuraikan bahwa kawasan konservasi dengan jumlah wisatawan yang meningkat terus, hams membangun strategi manajemen untuk meminimalisir dampak wisatawan terhadap populasi satwa, begitu konsentrasi pengunjung mengganggu kawasan. Adanya beberapa dampak negatif karena wisata di areal alami, tidak berarti areal alami tidak dapat dipakai untuk berwisata.
Bagaimanapun itu
menandakan bahwa jika wisata dan konservasi dipadukan secara efektif wisata di area alami hams dikelola atau direncanakan.
Dengan pengelolaan dan
perencanaan yang sesuai, dampak negatif dapat diminimalisir (Tisdell 1996) lebih lanjut disebutkan, bahwa pembatasan yang dapat membantu mengurangi dampak tersebut adalah : zonasi wilayah yang dapat digunakan dari kawasan dilindungi, memastikan' bahwa struktur bangunan mempunyai dampak lingkungan yang
minimal, pembatasan jumlah dan tipe wisatawan, menyediakan muatan pendidikan di lokasi yang dapat mengurangi kemsakan yang ditimbulkan pengunjung, meletakkan fasilitas wisata pada sedikit area di dalam kawasan agar dapat memberikan kedekatan dan kontak dengan alam. Sedangkan menurut pendapat MacLellan (1999); Morrison's (1995) diacu &am
Curtin (2003) bahwa dalam membuat kerangka k e j a yang
berkelanjutan untuk membangun wisata kehidupan liar di dam adalah berdasarkan tiga ha1 : (1) tidak menimbulkan gangguan terhadap kehidupan liar dan habitatnya, (2) harus dapat meningkatkan pengetahuan pengunjung terhadap apresiasi terhadap alam dan isu konservasi dan (3) harus dapat memaksimalkan keuntungan kepada masyarakat lokal.
2.3. Pengembangan Ekowisata Inskeep (1991) merumuskan bahwa terdapat tujuh komponen yang saling berhubungan dalam pengembangan suatu kawasan wisata yaitu daya tarik dan aktifitas wisata, fasilitas dan pelayanan wisata, sistem infrastruktur, sistem transportasi, elemen-elemen kelembagaan (strategi pemasaran, program promosi, sistem regulasi dll), pelestariaan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat setempat. Sedangkan Tisdell(1998) menyebutkan bahwa keberlanjutan ekowisata diperkirakan tergantung pada ekonomi, konsistensi perlindungan sumberdaya, kemampuan penerimaan sosial dan perkembangan politik. Lebih jauh dijelaskan bahwa ekowisata tidak akan berkembang bila tidak mendatangkan keuntungan bagi operator ekowisata. Kemampuan sosial/masyarakat sekitar dalam menerima wisatawan juga mempengaruhi keberlanjutan ekowisata.
Penerimaan sosial
berhubungan dengan keuntungan ekonomi yang bisa didapatkan oleh masyarakat lokal.
Penerimaan ekonomi dalam beberapa kasus ekowisata membuat
masyarakat peduli untuk melestarikan alam yang juga berarti mendukung ekowisata. Undang Undang Republik Indonesia no 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa wisata adalah kegiatan pejalanan atau sebagian dat5 kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tank wisata. Sedangkan pariwisata adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek
dan daya tarik wisata serta usaha - usaha yang terkait di bidang tersebut. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan 1 mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan lainnya. Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1994 mendefinisikan Pariwisata Alam sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan Wisata Alam termasuk pengusahaan Obyek clan Daya Tarik Wisata Alam serta usaha yang terkait di bidang tersebut.
Pengusahaan pariwisata alam adalah suatu kegiatan untuk
menyelenggarakan usaha sarana pariwisata di zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya atau taman wisata lain berdasarkan rencana pengelolaan. 2.4. Pengusahaan Ekowisata Industri wisata menciptakan peluang usaha yang sangat luas dari usaha kecil yang beroperasi di tingkat lokal hingga ke usaha besar tingkat intemasional. Industri wisata rnempertemukan wisatawan dengan produk d m jasa untuk dibeli (UNEP 2005). Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya txik wisata. Yoeti (1987) menyebutkan bahwa pariwisata dapat menciptakan permintaan yang memerlukan pasaran bagi produk atau pelayanan (good and service) yang dihasilkan oleh perusahan yang masing- masing terpisah tapi saying melengkapi. Memperhatikan pengertian ekowisata, maka selain sarana prasarana yang memudahkan ekowisatawan mencapai lokasi yang ditawarkan, penting untuk memahami kebutuhan pemenuhan unsw penting ekowisata yang tersirat. Unsur penting tersebut adalah kondisi alarni ataupun atraksi alami yang ada pada lokasi ekowisata.
Perlu dipertimbangkan faktor kealamian, karena ekowisata
menekankan kondisi alami sebagai obyek pentingnya.
Selain itu unsur
pendidikan lingkungan merupakan faktor penting lain yang ingin didapatkan oleh ekowisatawan sebagai bagian tak terpisahkan dari pengalaman wisata. unsur pendidikan lingkungan ini dapat disediakan oleh pemandu yang memiliki kompetensi yang cukup untuk mengumpulkan dan menyampaikan informasi
mengenai obyek yang terdapat di lokasi ekowisata. Unsur masyarakat sekitar merupakan faktor penting lainnya, karena ekowisata mengandung unsw kepedulian terhadap masyarakat sekitar termasuk Kepedulian ekowisatawan dapat
kondisi ekonominya.
diwujudkan dengan cara
memberikan
keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar lokasi yang dikunjungi. Oleh karena itu pengusahaan ekowisata lebii spesifik harus mendorong kelestarian alam yang mempengarulli atraksi ekowisata, mampu menyediakan informasi bermuatan pendidikan lingkungan dan memberikan peluang bagi masyarakat untuk menjadi subyek sekaligus obyek yang nyaman dan menarik uatuk d i i j u n g i ekowisatawan sehingg memberikan peluang bagi penerirnaan keuntungan finansial dari terselenggaranya ekowisata di lingkungan mereka. 2.5. Aspek Penting Usaha
Beberapa unsur penting yang perlu dicermati yaitu produk berupa barang ataupun jasa yang digunakan untuk memenuhi selera konsumen.
Selain itu
surnber daya manusia adalah unsur orang- orang yang terlibat dalam proses mengubah sumber daya menjadi produk barang dan jasa. Keuangan adalah unsur penting yang mempengaruhi nilai keuntungan dalam pengusahaan. Sedangkan pemasaran adalah suatu kegiatan yang menghasilkan proses jual beli atas produk yang telah dihasilkan. Produk yang diciptakan bagi pemenuhan kebutuhan pelanggan ternyata mempunyai tuntutan nilai, yaitu persepsi pelanggan terhadap keseimbangan antara sifat - sifat positif barang atau jasa dengan harga yang harus dibayarkan. Keseimbangan yang tidak wajar akan menghasilkan kekecewaan dan beralihnya pelanggan kepada produk saingan. Persepsi nilai pelanggan sering terkait dengan kualitas yaitu tingkat keunggulan yang memjuk pada karakteristik produk, selain itu kualitas produk juga mencakup kepuasan pelanggan (Bonne and Kurtz 2000) Sumber daya manusia (SDM) yang terarnpil dan berpengalaman mempakan unsur pengusahaan.
penting yang memberikan keunggulan penting dalam
SDM yang baik akan membantu memelihara kemampuan
kompetitif produk. Kualitas SDM dalarn usaha ekowisata akan memungkinkan
berkembangnya produk ekowisata yang memberi nilai tambah kepada pemenuhan kepuasan akan pengalaman wisata bagi pengunjung (Anoraga 1997). Aspek pemasaran merupakan hal penting dalam usaha yang berkaitan dengan kemampuan untuk menjual produk dengan memperhatikan tingkat permintaan sedemikian rupa sehingga usaha dapat mencapai sasaran yang sesuai (Anoraga 1997). Aspek pemasaran sangat erat kaitannya dengan penciptaan e kebutuhan konsumen akan produk yang dihasilkan oleh suatu usaha ( B o ~ and
Kurtz 2000) Aspek keuangan dalam kegiatan usaha memegang peranan penting, karena dalam kegiatan usaha terjadi perputaran uang untuk menghasilkan keuntungan. Anoraga (1997) menyebutkan bahwa setiap bisnis membutuhkan modal untuk memulai, mengelola, memelihara dan bertumbuh. Jika bisnis berhasil maka bisnis tersebut akan menghasilkan keuntungan.
2.6. Produk Ekowisata Menurut Kotler (1989), produk wisata adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar orang tertarik perhatiannya, ingin memilii, memanfaatkan dan mengkonsumsi untuk memenuhi keinginan dan mendapatkan kepuasan. Ciri - ciri suatu produk wisata yang b a s yang membedakannya dari produk pada umumnya adalah : 1. Produk wisata tidak dapat dipindahkan. Karena dalam penjualannya tidak mungkin produk tersebut dibawa konsumen.
Sebaliknya konsumen yang
hams dibawa ke tempat di mana produk itu di hasilkan (Suwantoro 1997) 2. Melibatkan konsumen (wisatawan) dalam proses produksinya. Bila dilihat
dari sisi pelayanan, maka sebenarnya proses produksi wisata ternyata sebagian besar melibatkan wisatawan secara langsung (Suyitno 2001). 3. Proses produksi dan konsumsi tejadi pada waktu dan tempat yang sama.
Keterlibatan wisatawan dalam proses produksi mengakibatkan tejadinya dua kegiatn yang sama, yaitu proses produksi dan konsumsi (Suyitno 2001)
4. Tidak benvujud, yaitu tidak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan. 5. Tidak dapat disimpan.
Produk wisata bukanlah suatu produk yang nyata. Pada dasarnya produk wisata meliputi 3 (tiga) unsur, yaitu dam, budaya serta buatan. Menurut Suwantoro (1997), produk wisata juga merupakan gabungan dari berbagai komponen seperti: 1. Atraksi suatu daerah tujuan wisata 2. Fasilitas yang tersedia
3. Aksesibilitas ke dan dari tujuan wisata Produk yang diciptakan bagi pemenuhan kebutuhan konsumen ternyata mempunyai tuntutan nilai, yaitu persepsi pelanggan terhadap keseimbangan antara sifat - sifat positif barang atau jasa dengan harga yang hams dibayarkan. Persepsi nilai pelanggan sering terkait dengan kualitas yaitu tingkat keunggulan yang merujuk pada karakteristik produk, selain itu kualitas produk juga mencakup kepuasan pelanggan (Bonne and Kurtz 2000). Manan (1978) berpendapat bahwa pada umumnya daeah-daerah rekreasi atau wisata tidaklah semata-mata dimaksudkan untuk tujuan komersil. Tujuan utamanya adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menggunakan waku luangnya secara bermanfaat. Nilai-nilai rekreasi pada hutan biasanya diperoleh karena kegiatan - kegiatan yang menimbulkan kepuasan baik fisik maupun mental dan spiritual seperti kegiatan berburu, menangkap ikan, jalan kaki (hiking),naik kuda, piknik, berkemah, mendaki gunung, berperahu, berenang dan kegemaran (hobi) memotret, melukis, kerajinan tangan, mempelajari alam, riset ilmiah dan lain-lain. Adapun unsur yang paling penting yang menjadi daya
tarik dari suatu daerah tujuan ekowisata menurut Sudarto (1999) adalah : 1. Kondisi alamnya, contoh : hutan hujan trcpis dan terumbu karang
2. Kondisi flora dan fauna yang unik, langka dan endemik, seperti Raflesia, Badak jawa, Komodo dan Orang utan.
3. Kondisi fenomena alarnnya seperti Gunung Krakatau dan Danau Kelimutu. 4. Kondisi Adat dan Budaya, seperti Badui, Toraja, Bali dan Sumba
Menurut Kohl (2003), pada prinsipnya produk wisata mengandung elemen dasar bempa atraksi, akses, kegiatan, pelayanan, Sumber Daya Manusia (SDM) yang telah terlatih dan promosi. Atraksi yang dimaksud tersebut dapat meliputi :
1. Estetika - geofisik seperti : Pegunungan, pemandangan, air tejun, formasi yang unik, kegiatan volcano, formasi batu-batuan atau geologi dan sebagainya.
2. Ekological-biological seperti berbagai jenis mahluk hidup, bagian-bagiannya, behaviomya dan sebagainya.
3. Sejarah
- budaya,
seperti konstruksi masyarakatnya, kehidupan budayanya,
cerita-cerita rakyat atau mitos dan sebagainya.
4. Rekreasional. Hal ini mencakup berbagai atraksi yang dibangun oleh manusia untuk tujuan entertainment, seperti museum, teater, kebun binatang, shopping mall clan sebagainya. Namun sumberdaya ini lebih disarankan untuk lokasi di luar kawasan konservasi bukan di areal kawasan konservasi Aspek kegiatan (activity) akan berhubungan langsung dengan atraksi yang akan ditawarkan. Pengunjung datang ke lokasi wisata untuk melakukan smtu kegiatan walaupun hanya sekedar untuk relaxing di tepi pantai. Selain itu aspek pelayanan dimaksudkan untuk
membantu pengunjung untuk melakukan berbagai
kegiatannya. Misalnya pelayanan terhadap transportasi, penyediaan makanan, entertaintment, penginapan, petunjuk dan interpreter. Pelayman yang baik ini juga perlu didukung dengan ketersediaan SDM yang telah terlatih. Sedangkan aspek promosi merupakan salah satu bagian kategori dari strategi pemasaran yang dapat menghubungkan antara produk wisata dengan target pasar yang ingin di capai. Sedangkan menurut Medlik diacu dalam Spillane (2000) produk wisata terdiri dari atraksi wisata di daerah tujuan.
Fasilitas yang tersedia dan
kemudahan-kemudahan pencapaian daerah tujuan, wisata dari pasar-pasar sumber wisatawan. Kadang-kadang produk wisata yang dicari oleh wisatawan dapat bempa : sinar matahari atau udara segar pegunungan saja. Basgal (2004) mengatakan bahwa wisatawan bersedia membayar suatu produk wisata dengan lebih mahal, apabila kita dapat memberikan nilai yang lebih kepada pengunjung, misalnya berupa pengalaman wisata, informasi atau cerita yang menarik clan sebagainya. Pada umumnya wisatawan atau pengunjung tidak saja hanya ingin membeli aspek pelayanan semata, tetapi mereka juga bersedia untuk membeli sesuatu yang bersifat tangible untuk dibawa pulang, misalnya
bempa souvenir, makanan lokal atau suatu literatur yang tidak perlu bersifat ilmiah tetapi menarik.
2.7. Pemasaran Pemasaran merupakan proses sosial manajerial yang dilakukan seseorang atzu kelompok untuk memperoleh apa yang mereka b u r n a n dar. hgL-im melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk
-
produk yang bernilai
dengan yang lainnya. Pengembangan usaha memerlukan strategi pemasaran yang mempakan wujud rencana yang terarah di bidang pemasaran untuk memperoleh hasil yang optimal. Strategi pemasaran terdiri atas dua faktor penting yaitu : pasar target 1 sasaran dan bauran pemasaran yaitu varibel pemasaran yang dapat dikontrol, yang dapat dikombinasikan untuk memperoleh hasil maksimal. Variabel pemasaran yang dapat dikontrol antara lain adalah produk dan distribusi yang juga dipengaruhi oleh promosi. Kotler
(1997)
menjelaskan
bahwa
promosi
mempakan
usaha
pengkomunikasian informasi dari produsen kepada konsumen sedemikian mpa agar menarik minat kons~unenuntuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan produsen atau penjual. Cooper et a1 (1999) menyatakan bahwa kelompok yang perlu dipengaruhi dalarn promosi tidak hanya kelompok yang menjadi sasaran pemasaran dan orangorang yang potensial saja, tapi juga kelompok yang berkaitan dengan kegiatan pemasaran wisata seperti agen-agen pejalanan juga kelompok pembentuk opini seperti wartawan dan penulis masalah pariwisata juga para politisi. Promosi dapat mengembangkan nilai positif dari suatu produk wisata sehingga menjadi inelastis yang berarti produk lebih dapat bertahan terhadap kenaikan harga . Heath and Wall (1992) menyebutkan bahwa tujuan dari promosi wisata adalah : 1.
Menarik turis ke kawasan wisata
2.
Menjaga nilai kawasan sebagai daerah tujuan wisata
3.
Menyampaikan infonnasi tentang kegiatan wisata yang ditawarkan
4.
Membangun unit bisnis wisata yang saling mendukung
5.
Memperbaiki informasi yang tidak tepat / tidak lengkap tentang kegiatan wisata yang ditawarkan.
Heath and Wall (1992) mengemukakan bahwa dalam mengembangkan strategi promosi wisata memerlukan langkah-langkah :
1.
Mengenali sasaran yang menjadi target
2.
Mengenali tujuan promosi
3.
Memperkirakan dana yang diperlukan untuk promosi
4.
Memperkirakan bauran promosi dengan mempertimbangkan beberapa faktor yaitu faktor produk, faktor pasar, faktor wisatawan, faktor biaya dan faktor bauran pemasaran.
2.8. Sumberdaya Manusia (SDM) Simanjuntak (1985) mendefinisikan pengertian SDM sebagai beruikut : 1.
SDM mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang diberikan pada proses produksi. SDM mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang atau jasa.
2.
SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa dan usaha tersebut. Mampu bekerja, berarti mampu melakukan kegiatan yang memiliki nilai ekonomi yaitu kegiatan tersebut menghasilkan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat.
Sedangkan menurut Rivai (2006) SDM dalam kegiatan usaha merupakan pengelola faktor- faktor produksi sekaligus merupakan bagian dari produksi lainnya dan merupakan input yang diolah perusahaan untuk menghasilan output.
Rivai (2006) menjelaskan bahwa pengembangan usaha dapat berarti memperbanyak jumlah produksi usaha sejenis yang membutuhkan penambahan jumlah SDM, akan tetapi dapat juga berupa diversifikasi produk, sehingga memerlukan penyesuaian terhadap keahlian dan keterampilan SDM yang dibutuhkan untuk produk b m tersebut. SDM adalah asset strategis, diperoleh dengan mentegrasikan manajemen
SDM dan strategi perusahaan s e e m k e s e l d a n untuk meningkatkan kemampuan kompetitif usaha. Sedangkan SDM harus mempunyai kompetensi yang mendukung kompetensi perusahaan. Kaharuddin (2003) mendefinisikan standart
kompetensi sebagai
kemampuan minimum untuk melakukan suatu pekejaan dalam lingkungan kerja tertentu.
2.9. Permintaan (Demand)dan Penawaran (Supply) Suatu kawasan dikembangkan untuk tujuan wisata menurut Gunn (1994) ditentukan oleh keseimbangan potensi sumberdaya dan jasa yang dirniliki (supply) dan permintaan atau minat pengunjung (demand). Komponen supply terdiri dari atraksi (potensi keindahan alam dan budaya serta bentuk kegiatan wisata, transportasi, pelayanan informai dan promosi . Sedangkan komponen demand terdiri dari pasar wisata (keinginan atau tujuan pengunjung dan karakteristik pengunjung. Komponen supply (penawaran) atraksi merupakan alasan terkuat untuk perjalanan wisata, bentuknya dapat berupa ekosisem tanaman langka, landmark, atau satwa. Atraksi biasanya adalah h a i l dari pengembangan dan pengeloiaan. Konsep perencanaan wisata adalah sistem hubungan interelasi antar faktor permintaan (demand) dan penawaran (supply). Faktor permintaan termasuk pengunjung domestik dan internasional serta penduduk lokal yang memanfaatkan atraksi wisata, fasilitas dan pelayanan.
Sedangkan faktor penawaran diantaranya
atraksi dan aktifitasnya, akomodasi, pelayanan dan fasilitas lain.
Atraksi wisata
termasuk atraksi dam, budaya dan pemandangan special serta aktifitas yang berhubungan dengan atraksi tersebut, akomodasi termasuk didalamnya adalah tempat pengunjung bermalam seperti hotel, motel, guest house dan type penginapan lain. Fasilitas dan pelayanan yang lain seperti operasional tour dan travel, restoran ternpat perbelanjaan, penukaran uang, bank dan fasilitas kesehatan serta pelayanan. Menurut WTO (1995) elenien lain yang berhubungan dengan faktor penawaran termasuk inffastruktur seperti transportasi (udara, air, darat), jaringan air, energi listrik telekomunikasi dan pembuangan limbah/ sampah. Elemen lainnya adalah institusi: struktur organisasi, legislasi dan regulasi, ketersediaan dana, pemasaran dan promosi.
2.10. Penyu hijau (Chefonia mydas) A. Bioekologi Penyu
Penyu termasuk ke dalarn golongan reptilian yang hampir seluruh hidupnya di lautan, penyu yang ditemukan mendarat adalah penyu betina dewasa yang bertujuan hanya untuk bertelur, sedangkan penyu jantan tak pernah ditemukan naik ke pantai. Karena sebagian besar (seluruh) hidupnya di lautan maka kegiatan pengamatan hanya bisa dilakukan pada penyu yang akan atau sedang bertelur, telur dan tukik, sehingga dalam ha1 ini mas& banyak rahasia penyu yang belum terungkap (Nuitja 1992). Penyebaran Penyu Hijau ditemukan mencapai lautan tropis dan penjelajahannya mencapai wilayah yang sangat luas. Daerah perkawinan dan makannya luas oleh sebab itu urnumnya Penyu Hijau ditemukan terdapat di wilayah utara dan selatan di daerah tropis dan subtropis, dengan suhu perairan 20' C (suhu rata-rata permukaan air di nlusim dingin (Hirth 1971 diacu dalam
Gustian 1997) lebii lanjut dijelaskan bahwa distribusi penyu dari tukik hingga menjadi penyu muda, dimulai saat setelah menetas, tukik meninggalkan pulau dan terputus informasinya, kondisi seperti ini diienal dengan nama "tahun yang hilang". Penyebaran penyu dewasa wilayahnya luas, dimulai dari lokasi pantai peneluran hingga tempat mereka mencari makan. B. Habitat Penyu Habitat mempakan tempat hidup yang dapat memenuhi kebutuhan makanan, berteduh, berkembangbiak, tidur, berlindung dan juga bermain bagi suatu mahluk hidup. Penyu laut memiliki tempat mencari makan yang berbeda dengan tempat bereproduksi dan juga bersarang. Sebagian besar dari kehidupan penyu dihabiskan di laut lepas dan hanya naik ke darat pada saat akan bertelur. Pada dasarnya penyu laut menyukai daerah perairan dangkal (subtidal) sebagai tempat mencari makan. Sedangkan pada umumnya reptilian lebih selektif dalam memilih tempat untuk bersarang. Menurut Clark (1967) diacu dalam Gustian (1997), penyu memiliki strong home instinct yang ditimbulkan dari adaptasi lingkungan sejak lahir, kebiasaan
dalam mencari makan dan perkembangan setelah dewasa akan mempengaruhi dirinya ~mtukkembali ke tempat kelahirannya.
Menurut Nuitja (1992), Chelonia mydas tergolong ke dalam herbivora @emakan twnbuhan ) yang mencari makan pada daerah - daerah dangkal dirnana alga laut masih bisa tumbuh dengan baik. Pada saat periode musim kawin penyu laut dewasa bermigrasi ke daerah sekitar pantai peneluran dan setelah melakukan kopulasi penyu jantan akan kembali ke tempat semula mencari makan, sedangkan penyu betina melakukan aktifitas di sekitar pantai peneluran. Menurut Rosalina (1986) diacu dalam Gustian (1997), Penyu hijau banyak menyukai pembuatan sarang di bawah naungan pohon pandan laut, karena perakaran pandan laut meningkatkan kelembaban, memberikan kestabilan pada pasir dan memberikan rasa aman saat penggalian lubang sarang penyu. L i p u s (1997) mengemukakan bahwa penyu mencapai tahap pematangan seksual pada usia 10 tahun. Ketika musim kawin tiba, penyu jantan dewasa dan betina dewasa akan bennigrasi merapat mendekati pantai untuk melakukan kopulasi. Penyu betina akan bergerak naik ke pantai peneluran untuk membuat sarang pada lokasi yang cocok. Setelah perkawinan dan peneluran selesai penyu akan kembali kefeeding area. C. Perilaku Penyu
Penyu bertelur lebii dari sekali dalam satu m u s h peneluran. Penyu hijau betina akan membuat beberapa sarang selama musim peneluran dengan interval waktu kurang lebih 2 minggu (Limpus 1997). Menuntt Arinal (1997) sesuai pengamatan diperoleh data bahwa penyu mendarat 3-4 kali dalam satu kali m u s h bertelur dengan interval satu sampai enam minggu rata-rata 25 hari. Sedangkan Siklus bertelur penyu adalah 1-3 tahun. Sebelas tahap perilaku penyu bertelur menurut Carr and Ogren (1960) diacu dalam Novitawati (2003) adalah sebagai berikut : 1. Menepi dan muncul dari pecahan ombak.
2. Memilih arah merayap dari ombak ke arah pantai peneluran. 3. Memilih tempat bersarang. 4. Membersihkan tempat bersarang.
5. Membuat legokan untuk badan. 6. Membuat lubang untuk bertelur.
7. Oviposissi atau peletakan telur.
8. Pengisian dan menutup lubang sarang. 9. Menutup legokan badan dan menyembunyikan sarang. 10. Memilih arah kembali ke laut. 11. Masuk ke dalam gelombang dan kembali mengarungi lautan. Menurut Nuitja (1992) Penyu hijau biasanya bertelur pada malam gelap. Penyu akan terdiam sementara pada saat muncul dari hempasan pasang (gelombang). Waktu yang diperlukan Penyu hijau untuk proses bertelur mulai sejak muncul dari laut dan kemudian kembali ke laut tidak kurang dari 2 jam. Sedangkan untuk Penyu lekang proses bertelur memerlukan kurang lebih 1,5 jam (Haryoso, 1999 diacu dalam Novitawati, 2003). D. Status Pelindungan Penyu terbukti sebagai hewan yang sangat rumit untuk dikonservasikan, terutama sehubungan dengan semakin berlangsungnya pemanfaatan. Rurnitnya pengelolaan karena berbagai sebab antara lain karena pertumbuhannya yang lambat, lambatnya usia matang kelamin, perbiakan yang tidak terjadi setiap tahum, tingkat kematian yang tinggi pada penyu muda, penyebaran tukik di laut, migrasi yang jauh antara tempat mencari makan dn tempat peneluran, kebiasaan untuk bertelur di lokasi yang sama serta ketergantunagan perbiakan terbdap suhu tertentu. Penyu hijau me~pi3kanjenis yang paling akhir masuk sebagai hewan dilindungi melalui PP no.7 tahun 1999 tanggal 27 Januari 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa. Ssedangkan ke l i i a jenis lainnya telah lebii dahuiu dilindungi oleh hukurn melalui SK Menteri Kehutanan.
Konservasi
internasional memandang bahwa semua jenis penyu langka dan telah dilindungi dalam "Red Data Book I U C N telah dicatat dalam kategori "endangered". Sedangkan CITES mencantumkan dalam Apendix I (Nuitja 1997).
E. Populasi Penyu Menuuut Gustian (1997) dalam penelitiannya gambaran kondisi struktur populasi Penyu hijau di Pantai Citirem menunjukkan kondisi struktur populasi yang terganggu pada tingkatan ukuran tertentu.
Sedangkan kondisi struktur
populasi Penyu bijau di Pantai Pangumbahan menunjukkan suatu keadaan populasi yang mengalami kemunduran. Kemunduran dan gangguan yang terjadi
pada sebaran ukuran populasi ini, sebagai akibat rendahnya populasi individu muda sehingga daya regenerasi populasi tersebut terganggu.
Data tersebut
ditampilkan pada Grafik 2 berikut.
o/1991
1992
1993
1994
1995
19%
Tahun
Gambar 2 Jurnlah penyu bertelur di Pantai Citirem tahun 1991-1996. Yudha (2004) menampilkan data Penyu hijau yang bertelur di Pantai Pangumbaban yang menunjukkan penurunan tajam antara tahun 1965 dengan tahun 1973 dan kemudian menunjukkan fluktuasi yang cenderung menurun hingga tahun 2003. Data tersebut ditampilkan pada Gambar 3 berikut.
Tahun
Gambar 3 Jumlah Penyu hijau yang bertelur di Pantai Pangumbahan tahun 1965 - 2003.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat A. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Cikepuh dan kawasan di sekitarnya yaitu Pantai Peneluran Penyu Pangumbahan dan Kawasan Wisata Pantai Ujung Genteng. B. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2007. 3.2. Teknik Sampling Penelitian ini menggunakan sampel yang diperoleh dari beberapa teknik sampling, sesuai dengan karakteristik data yang akan diambil. Prosedur penarikan contoh yang digunakan ada dua yaitu probability sampling benarikan contoh dengan berdasarkan peluang) dan non probability sampling (penarikan contoh bukan berdasarkan peluang) (Kusmayadi dan Sugiarto 2000). Penarikan contoh dengan berdasarkan peluang dilakukan kepada obyek populasi yang terdaftar. Prosedur dilakukan dengan cara penarikan contoh acak (random sampling), yaitu dilakukan terhadap staf pengelola kawasan, pengusaha sarana wisata dan karyawan pengusaha sarana. Sedangkan penarikan contoh bukan berdasarkan peluang (non probability sampling) dilakukan terhadap obyek contoh yang tidak terdaftar. Penarikan contoh dilakukan dengan cara accidental sampling dan quota sampling. Accidental sampling dilakukan kepada pengunjung, masyarakat dan masyarakat pemilik usaha pendukung.
Sedangkan quota sampling dilakukan
terhadap masyarakat dengan kategori terlibat langsung, terlibat tidak langsung dan tidak terlibat.
Jumlah sampel yang diambil menyesuaikan dengan kondisi di lokasi penelitian dengan acuan diperlukan jumlah sampel yang mewakili dari populasi yang ada. Untuk ukwan sampel yang besar, menurut pendapat Gay diacu dalam Umar (2005) dapat diambil 10% sampel dari total individu populasi yang diteliti. Sedangkan untuk ukuran populasi yang kecil (kurang dari 30) akan dilakukan
sensus (100%). Pembatasan waktu (penelitian), tempat tinggal (lokasi) dan asal merupakan ciri homogen dari suatu populasi (Singarirnbun dan Effendi 1987) Adapun teknik penentuan sampel pada tiap kelompok responden adalah sebagai berikut :
A. Informan Kunci Data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini salah satunya diperoleh dari informan kunci (key informan) yakni mereka yang berkompeten mengetahui lebih banyak atas kejadian dan peristiwa yang terjadi terhadap obyek penelitian. Selain itu dipandang mempunyai pengetahuan yang memadai tentang pengelolaan, kondisi dan peraturan perundanganya serta penerapannya di wilayah kewenangan mereka. Adapun personil yang termas.uk dalam kelompok ini adalah Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, Aparatur pemerintahan desa, Tokoh masyarakat clan pemuda desa Koordinator Konservasi Wilayah (KKW) Sukabumi sebagai wakil dari pengelola Kawasan Suaka Margasatwa Cikepuh. Informan kunci dalam penelitian ini di sajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Daftar informan kunci No. A
B. C.
D.
Informan kunci Aparatur pemerintahan derah - Kepala Dinas Kepariwisataan Kabupaten Sukabumi - Kepala Dias Perikanan Kabupaten Sukabumi - Camat - Kepala desa Pemimpin non formal - Tokoh masyarakat Pengelola SM Cikepuh -Kepala Seksi Konservasi Wilayah I1 Bogor - Kepala Satuan Kerja Suaka Margasatwa Cikepuh Masyarakat terdekat Itokoh masyarakatl pengelola ODTWA pendukung
lokasi
Pelabuhan Ratu Pelabuhan Ratu Kecamatan Ciracap Desa Gunung batu Desa Gunung Batu Bogor Dusun Jaringao Dusun terdekat dengan ODTWA pendukung
B. Masyarakat Pengambilan sampel responden dilakukan dengan quota sampling. Populasi dibagi berdasarkan kelompok berdasarkan keterlibatan terhadap kegiatan wisata. Adapun kelompok yang diambil adalah terlibat langsung, terlibat tidak
langsung dan tidak terlibat. Ketiga kelompok diambil sampel sejulah 59 orang dan dilakukan pada empat lokasi desa yaitu Dusun Cikangkung yang merupakan
lokasi terjauh dari pantai maupun hutan, Dusun Jaringao yang merupakan wilayah terdekat kunjungan menuju SM Cikepuh, Dusun Ciburial yang merupakan wilayah terdekat kunjungan menuju Pantai Pangumbahan dan Dusun Cipaku yang merupakan wilayah terdekat dengan kawasan wisata Ujung Genteng. C. Pengunjung Pengunjung diambil dengan menggunakan metode accidental sampling. Kemudian dengan perkembangan situasi di lapangan populasi pengunjung dibagi lagi berdasarkan lokasi kunjungan yaitu Ujung Genteng dan SM
Cikepuh.
Lokasi kunjungan Ujung Genteng didapatkan melalui pengunjung yang berada di penginapan - penginapan.
Sedangkan pengunjung yang tidak menginap
didapatkan dari pengunjung yang berada di Hutan Tanjung Ujung Genteng. Adapun jumlah responden yang berhasil d i i p u l k a n adalah untuk SM Cikepuh sejumlah 38 orang dan Ujung Genteng 84 orang. D. Pengusaha Sarana Pendukung Ekowisata Pengusaha sarana pendukung ekowisata yang ada di kawasan SM Ciepuh dan sekitarnya akan di ambil
dengan cara random sampling dan
accidental sampling. Adapun jenis usaha yang dipilih adalah sebagai berikut : 1. Pengelola usaha yang mempunyai peran utama di lokasi Pengelola usaha yang dipilih yaitu pengelola usaha yang berperan sangat besar dalam pelaksanaan wisata saat ini. Diambil dengan cara random sampling dengan jumlah sampel minimal 10% dari populasi yang ada. Kelompok ini dapat dilakukan random sampling karena populasinya terdaftar dalam kelompok organisasinya. Adapun pengelola usaha yang ada yaitu : Pengelola usaha penginapan Pengelola atraksi melihat penyu bertelur di Pantai Pangumbahan Pengelola SM Cikepuh Pemandu 1 ojek wisata 2. Pemilik usaha pendukung di sekitar lokasi
Pemilik usaha pendukung yang dipilih yaitu usaha masyarakat sekitar yang terkait dengan penyediaan kebutuhan pengunjung.
Diambil dengan
menggunakan accidental sampling. Metode ini dipilih karena tidak adanya data yang mencatat jumlah usaha, pemilik serta lokasi masyarakat pemilik usaha pendukung ekowisata ini. Adapun jenis usaha yang dipilih terdiri dari : Pengusaha warung Pedagang ikan di sekitar Pantai Ujung Genteng Pengusaha angkutan perahu
3.3. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan.
Untuk data sekunder diperoleh dari kantor pemerintahan daerah,
dengan topik yang terkait, kantor pemerintahan desa, laporan penelitian terdah~~lu literatur, publikasi ilmiah dan internet. Data primer dan data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi kinerja usaha, kelestarian sumberdaya dam, pengunjung dan peraturan perundangan. Adapun dalam penelitian ini data yang akan diambil pada masing masing aspek akan diuraikan sebagai berikut : A. Aspek Kinerja usaha Aspek kinerja usaha yang dimiliki oleh masing masing kawasan akan dicermati dengan meliputi unsur - unsur pentingnya sebagai berikut :
1. Produk Produk yang dijabarkan dalam pengusahaan ekowisata di sini adalah b e ~ p abarang dan jasa yang dapat ditawarkan kepada wisatawan.
Untuk
mendapatkan data tentang produk tersebut akan dilakukan inventarisir : a. Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA). Data yang diinventarisasi adalah ODTWA yang berada di dalam Kawasan SM Cikepuh dan yang berada di l u x kawasan SM Ciepuh (sekitamya). Adapun data, berupa diskripsi ODTWA yang mencakup informasi mengenai letak, luas, jenis atraksi, bentuk dan keistimewaan. b. Jasa dan Sarana wisata Data Jasa dan sarana wisata yang sudah terselenggara dilakukan dengan inventarisasi :
Akomodasi wisata Warung dan restaman Transportasi Pemandu wisata Data yang diambil bempa deskripsi jenis layanan, kapmitas dan fasilitas yang tersedia. c. Masyarakat
Masyarakat sekitar merupakan subyek sekaligus obyek dalam kegiatan ekowisata. Oleh karena itu deskripsi mengenai karaMeristik sosial ekonomi, budaya, persepsi dan dukungan masyarakat terhadap ekowisata penting untuk diketahui dalam penelitian ini.
2. Sumber Daya manusia Sumber Daya manusia (SDM) yang bergerak dalam pengusahaan produk dan jasa wisata yang sudah berjalan
akan diinventarisir untuk mengetahui
kondisinya pada masing masing kawasan. Data SDM akan di arnbil dari pegawai masing -masing pengelola kawasan dan usaha jasa sarana wisata yang ada. Data yang diambil akan bempa :jumlah, tingkat pendidiian dan keterampilan, motivasi kerja, pengetahuan tentang konservasi dan ekowisata, serta struktur organisasi pengelola masing masing usaha bila ada.
Selain itu data kualitas SDM
masyarakat bisa didapatkan dari data monograf~desa. 3. Pemasaran
Aspek pemasaran produk promosi.
dan jasa wisata yang akan diteliti adalah
Untuk itu data yang akan diambil adalah mengenai karakteristik
promosi yang telah dilakukan pengusaha serta karakteristik promosi apa yang diterima pengunjung. 4. Keuangan
Aspek keuangan yang diteliti merupakan kondisi keuangan dari usaha usaha sarana ekowisata dan pengelola atraksi yang sudah berjalan. Data yang akan dikumpulkan berupa nilai keuntungan yang dapat dihasilkan dalam usaha yang sudah berjalan.
B. Aspek Pengunjung Aspek pengunjung sebagai konsumen produk wisata akan diteliti meliputi jumlah, karakteristik asal, usia, jenis kelarnin, minat, tingkat penghasilan, nil& uang yang dikeluarkan dalam kunjungan dan persepsi. C. Aspek Kelestarian Alam Aspek kelestarian alam akan diteliti dari u n s u kondisi habitat penyu, kondisi populasi penyu, kondisi vegetasi sekitar ODTWA dan gangguan terhadap sumberdaya alam (SDA) yang terjadi. D. Aspek Peraturan Perundangan Peraturan pemndangan
yang
berkaitan
dengan
penyelenggaraan
pengusahaan ekowisata di kawasan SM Cikepuh dan sekitarnya. Adapun jenisnya mencakup Undang - undang, Peratuan Pemerintah dan Peraturan Daerah. Data ini diperoleh meialui studi dokurnen
dan wawancara dengan pengambil
kebijakan. Adapun jenis data secara rinci disajikan dalam tabel berikut : Tabel 2 Jenis data yang diperlukan dalam penelitian No
Unsur
Data
1 2 3 A. ASPEK KINERJA USAHA 1. Produk 1. ODTWA Diskripsi (Obyek Daya obyek Tarik Wisata Alam) 2. Budayal Diskripsi jenis kesenian hudaya 1 kesenian hadisional
3.
4.
Usaha sarana ptasarana wisata
Masyarakat
Diskripsi jenis dan kondisi
Diskripsi kondisi masyarakat
Indikator / detail
Sumber data dan teknik pemilihan sampel
4
5
Letak dan jarak jenis, tinggi, iuas, keindahan, view
- Jenis kesenian hadisional
- Jenis event budaya
- Literatur - Pengelola, Masyarakat terdekat (key informan)
- Verifikasi lapangan - Literatur
- Aparatur pemeriutahan desa Fey infarman)
- Jenis budaya hadisional
khas Jenis usaha, layanan, daya tampung dan keuntungan.
Data Sosial ekonomi masyarakat Persepsi masyarakat Partisipasi masyarakat
- Pengusaha swasta (hotel dan penginapan) (random sampling) - Masyarakat (jasa ojek) (random sampling) - Masyarakat (warung,nelayan, -
pedagang ikan, perahu wisata) (occidental samplinp) Data monografi desa (Literatur) Aparatur pemerintahan desa (key informan) Masyarakat (accidental sampling)
-
-
.
B. Aspek SDM 5. usaha wisata
- Jumlah - Jenis layanan
6.
pengelola kawasan
Diskripsi kompetensi
7.
masyarakat
Kualitas, persepsi dan dukungan
Pemiliik usaha sarana/iasa wisata
-
- Jumlah - Pendidikan
karvawan; staf dan tenaea harian (random sampling)
- Keterampilan - Pemahaman ekowisata - Pendidikan
Masyarakat (accidental sampling)
- Pemahaman ekowisata - Diikungan terhadap ekowisata
C. Aspek pemasaran
8.
Promosi
- Pengusaha akomodasi (random
Promosi / informasi yangdilakukan ~
Diskripsi bentuk hentuk informasi dan promosi
sampling)
- Aparatw pemerintah ( k q informan)
- Pengelola (key informan) - Pengunjung (accidental sampling) Informasi / promosi yaw . diterima pengunjung
D. Aspek keuangan 9. Keuntungan Diskri~si bentuc dan jumlah penerimaan keuntungan E.A~.S P. Penguniupz ~ ~ 10. Segmen pasar Karakteristik pengunjung
-
~
- Peneusaha - akomodasi (random
- Tiket masuk - Jasa pemandu
sampling)
- Jasa dan layanan
- Pengelola kawasan/odtwa (key informan)
- Asal
~
-Usia - Jumlah penghasilan Jumlah pengeluaran F. Aspek kelestarian Sumberdaya Alam 11. Kondisi Karakteristik habitat pantai peneluran 12. Kondisi Karakteristik Populasi popnlasi - Kondisi biofisik penyu 13. Kondisi Karakterjstik Vegetasi vegetasi di sekitar ODTWA 14. Gangguan Jenis SDA gangguan - Jenis gangguan alami, buatan Kondisi biofisik dan akibat
-
~
~
~~
- Pengunjung (acciden~alsamplirrg) - Pengusaha akomodasi (random sampling)-
- Pengelola (key informan)
- Pengelola (key informan)
- Literatur - Verifikai lapangan
-
1994 Perda Kab. Sukabnmi no 2 th 2003
Peraturan pemndangan yang terkait
pengusahaan yang dapat dilakukan - Pengelolan pendapatan Penenpan di lapangan Kesulitan yang dijumpai dan kebijakan yang diambil
-
- Literatur - Pengusaha akomodasi (random sampling)
- Aparatur pemerintah (key informan)
- Pengelola (key informan)
3.4. Tahapan penelitian Ada beberapa tahap penelitian yang akan dilakukan yaitu :
A. Tahap Pemilihan Responden Pemilihan responden untuk kelompok pengambil kebijakan, yaitu kepala pemerintah daerah (atau staf yang diberi wewenang), kepala aparatur pemerintahan desa, tokoh masyarakat dan pemuda yang sudah jelas personilnya disebut key informan (informan kunci). Untuk responden masyarakat dilakukan dengan accidental sampling, ha1 ini dilakukan karena tidak terdapat pencatatan terhadap seluruh warga desa. Desa hanya mempunyai catatan jumlah kepala keluarga saja, demikian juga dengan dusun sehingga sulit dilakukan pengambilan sampel secara random sampling.
random sampling,
responden
Responden pengusaha dilakukan dengan pengunjung dilakukan dengan accidental
sampling, pegawai pengusaha sarana dilakukan dengan random sampling.
B. Tahap Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara.
Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi
literatur dan dokumen. Pada tahap ini diharapkan diperoleh data yang terkait dengan identifrkasi permasalahan
dan
penyusunan rencana pengembangan.
Tahapan pengumpulan data untuk aspek ODTWA dilakukan dengan cara studi literatur / dokumen dan pengamatan langsung. Pengamatan adalah cara
- cara
pengumpulan data faktual dengan cara mengamati dan meneliti berbagai aspek yang sedang berlangsung.
Penilaian ODTWA dilakukan secara deskriptif.
Sedangkan untuk tahapan pengumpulan data yang terkait dengan informasi dari semua responden diperoleh melalui proses wawancara.
Pengumpulan data
melalui wawancara ini didasarkan pada alasan bahwa peneliti dapat menggali informasi selengkap mungkin, baik yang tampak maupun tersembunyi. Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya dengan si penjawab, dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara. Panduan wawancara akan merujuk pada obyek penelitian. Metode yang dipilih merupakan wawancara terstruktur dengan menetapkan panduan mengenai aspekaspek yang diperlukan dengan membatasi skope dan memperluas pertanyaan.
C. Pengolahan Data dan Penyusunan Rencana Pengembangan Pengolahan data 'lakukan
pada semua data yang diperoleh meliputi hasil
inventarisir data fisik yang didapat dari wawancara, studi pustaka dan observasi lapangan, juga data mengenai kondisi berbagai aspek usaha yang didapatkan dari wawancara. Pengolahan data tersebut melalui tahapan sebagai berikut :
1. Inventarisir Data Proses inventarisir data dilakukan untuk memudahkan proses analisa dengan mengelompokkan data ke dalam setiap aspek dan unsur yang akan diteliti, yaitu aspek kinerja usaha, kondisi kelestarian surnber daya dam, aspek pengunjung dan aspek peraturan perundangan. Semua kelompok aspek akan dianalisis melalui unsur
- unsw penting yang telah didapatkan datanya dengan
analisis diskriptif sesuai dengan kelompok data. a. Data hasil inventarisasi ODTWA Inventarisasi obyek meliputi berbagai karakteristik data geografi, fisik, biologi obyek. Data diperoleh dengan pengamatan langsung (letak lokasi, luas, diskripsi obyek kondisi laimya), wawancara dengan masyarakat sekitar maupun pengetola (jika ada) dan data dari literatur yang ada. b. Data hasil wawancara
1 . Identifikasi karakteristik responden Data karakteristik responden yang juga akan menjadi unsur penting dalam penelitian ini akan diinventarisir dan dielompokkan dalam kelompok aspek dan unsur sesuai kebutuhan data.
Misalnya peneliti akan mengelompokkan data
tersebut dalam kelompok karakteristik segmen pasar, kelompok karakteristik sosial ekonomi masyarakat, karakteristik sumberdaya manusia dan setemsnya.
2. Identifikasi kondisi Semua data yang didapat telah tercatat dalam lembar panduan wawancara. Hasil - hasil tersebut ditabulasi untuk mengelompokkan jawaban sesuai aspek dan unsur yang akan menjadi indikator dalam penelitian, untuk memudahkan analisis, karena masing -masing aspek akan menggunakan tinjauan analisis yang berbeda. Adapun proses tabulasi data adalah sebagi berikut : a. Data jawaban akan direkapitulasi dengan pengelompokkan dalam kategori unsur
-
unsur yang sama, untuk kemudian dilakukan penghitungan untuk
mendapatkan fiekwensi jawaban, sehingga dapat dilakukan penghitungan untuk menarik kesimpulan. b. Kesimpulan dari penghitungan jurnlah jawaban yang diinterpretasikan dengan bentuk prosentase, grafk, tabulasi silang dan Informasi penting lain yang diperoleh dalam wawancara
akan
pilihan dan diolah untuk memperoleh
kelompok data berdasarkan kesamaan ide.
Tabulasi diskripsi data akan
dituangkan dalam bentuk tabel yang terdiri dari kolom diskripsi data dan kelompok diskripsi data.
2. Analisis Data Analisis Data akan dilakukan dengan analisis deskriptif yaitu suatu cara yang digunakan untuk menyelidiki dan memecahkan masalah yang tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi data sampai pada kesimpulan yang didasarkan atas penelitian. Sebelumnya, tahapan analisis data dilakukan dengan cara membuat semacam daftar permasalahan dan mengelompokkan data tersebut.
Pengelompokan
bertujuan agar peneliti dapat memahami fenomena dengan lebih baik dengan cara pengelompokan, kemudian mengkonseptualisasikan objek ymg memiliki pola dan ciri yang mirip (Miles et al. 1992). Lebii lanjut dijelaskan bahwa analisa
data m e ~ p a k a nproses menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Teknik analisis data secara kualitatif yakni analisis data melalui tiga kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: a. Reduksi data yaitu dilakukan dengan pengklasifikasian data pengorganisasian data secara selektif yang mengarah pada permasalahan untuk membantu proses analisa data. b. Penyajian data adalah menyederhanakan informasi kompleks ke dalam satuan bentuk yang disederhanakan secara selektif atau konfigurasi dan mudah untuk dipahami. c. Penarikan kesimpulan yaitu penyusunan kesimpulan yaitu penyusunan kesimpulan dan pembuatan keputusan dari basil analisis sebelumnya disesuaikan dengan pernyataan penelitian.
Kelompok diskripsi data yang diperoleh akan dianalisis untuk mendapatkan identifikasi kondisi yang
akan diolah dengan menggunakan metoda analisa
deskriptif berdasarkan tinjauan masing - masing aspeknya. Sehingga diiasilkan empat jenis analisis yaitu (1) analisis kinerja usaha, (2) analisis kondisi kelestarian sumberdaya dam, (3) analisis pengunjung dan (4) analisis peraturan perundangan. Kemudian akan didapatkan empat kelompok hasil identifikasi kondisi yaitu (1) kondisi kinerja usaha, (2) kondisi kelestarian sumberdaya alam, (3) kondisi pengunjung dan (4)kondisi peraturan perundangan.
3. Analisis SWOT Pengembangan Usaha Ekowisata Hasil - hasil identilikasi kondisi mendapatkan kelompok unsur - unsur kondisi yang akan dianalisis untuk menentukan posisi kondisi saat ini clan strategi yang tepat bagi pengembangan usaha ekowisata. Analisis SWOT (Strength, Weahesesses, Opportunities, Threats) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi (Rangkuti 2001) pengembangan usaha ekowisata. Analisis ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara besamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan organisasi. Dengan demikian perencana strategi hams menganalisisi faktor
-
faktor kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman dalam kondisi yang ada saat ini. Dengan analisis ini, maka akan diasilkan
empat set kemungkinan alternatif strategis untuk membuat
rencana pengembangan usaha ekowisata yaitu: 1. Strategi SO
: strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran memanfaatkan
seluruh kekuatanj untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar - besamya 2. Stmtegi ST :strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
mengtasi ancaman
3. Strategi WO : startegi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4. Strategi WT : stmtegi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat meminimalkan
kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Strategi tersebut dapat digambarkan dalarn matrik SWOT seperti pada tabel berikut.
Tabel 3 Matrik SWOT Faktor Eksternal
Faktor Internal Kekuatan (Strengths)
Kelemahan (Weaknesses)
Peluang (Opportunities)
SO
WO
Ancaman (Threats)
ST
WT
Fomulasi strategi diperoleh dengan cara menentukan faktor strategis, eksternal (peluang dan ancaman), dan faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan). Kemudian akan dilakukan penilaian bobot, skor dan nilai tertirnbang b a d faktor - faktor internal dan eksternal. Penilaian tersebut akan dilakukan dengan membuat tabel penilaian faktor strategis internal dan faktor strategis ekstemal yang terdiri dari 5 kolom. Kolom pertama berisi uraian faktor strategi, dalam 2 kelompok besar yaitu kekuatan dan kelemahan (pada tabel faktor strategis internal dan kelompok peluang dan ancaman (pada tabel faktor strategis ekstemal). Kolom kedua merupakan penilaian bobot, kolom ke tiga ~erupakan penilaian skor, kolom ke 4 merupakan nilai tertimbang dan kolom ke lima adalah kolom keterangan. Pada setiap akhir unsur kelompok besar, nilai tersebut akan dijumlahkan dan pada setiap tabel baik internal maupun eksternal terdapat total jumlah. Adapun pengisian tabel eksternal dan internal dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Menyusun hasil pengelompokan kondisi 2. memberikan nilai bobot mulai 1 sampai 6 kemudian dikonversikan ke dalam bentuk persentase sehingga total nilai adalah 100% atau 1.
3. Penetapan skor dalam kolom 3 mulai dari 1 - 5
4. Pada kolom 4 diperoleh nilai tertimbang yang merupakan hasil perkalian bobot dengan skor. 5. Pada kolom 5 merupakan komentar atau catatan mengapa faktor tersebut
dipilih. 6 . Penjumlahan nilai tertimbang pada kolom 4 untuk memperoleh total nilai tertimbang.
Posisi kondisi usaha ekowisata saat ini, dapat difihat dari Matrik space yaitu matrik dalam kuadran yang diperoleh dengan cara penjumlahan nilai total tetimbang antara faktor internal clan ekstemal.
Posisi ini akan memberikan
petunjuk prioritas strategi apa yang sebaiknya diterapkan ke depan. Nilai total tertimbang kekuatan diberi tanda positif dan kelemahan bertanda negatif. Kekuatan dan kelemahan diletakkan pacia sumbu koordinat x, sedangkan peluang dan ancaman pada surnbu koordinat y. Matrik space disajikan pada Gambar 4.
Berbagai peluang A
Kelemahan
I_
Kekuatan
Berbagai ancaman Gambar 4 Matrik space. Keterangan : Sel 1. : Mendukung strategi yang agresif Sel2.: Mendukung strategi pengendalian dalam rangka mengatasi ancaman Sel3 : Mendukung startegi dengan orientasi putar haluan memanfaatkan peluang Sel4.: Mendukung strategi bertahan dari ancaman.
4. Sintesis
Sintesis memiliki tujuan untuk mengembangkan sistem yang baru, bukan memperbaiki sistem lama yang tidak baik sebagaimana konsep analisis (Eriyatno dan Fadjar S 2007). Lebih lanjut disebutkan bahwa sintesis dari suatu yang sudah ada melibatkan proses analisis dari material atau sistem yang telah ada tersebut clan akan digunakan sebagai pegangan untuk melaksanakan pekerjaan. Hasil Identifikasi kondisi yang telah didapat beserta hasil analisis SWOT akan diintegrasikan untuk melakukan sintesa terhadap perumusan rencana. Hasil sintesis akan menemukan unsur rencana kegiatan yang dapat disusun bagi pengembangan usaha.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi Penelitian terletak pada Pantai Selatan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Adapun letak lokasi tersebut digambarkan pada Gambar 5 berikut ini.
I
I
Sumber : BAPLAN (2001)
Gambar 5 Peta lokasi penelitian. Lokasi Penelitian terdiii dari tiga kawasan yang niempunyai kondisi mum yang khusus dan akan dijabarkan berikut ini.
4.1. Suaka Margasawa Cikepuh SM Ciepuh ditetapkan berdasarkan Swat Keputusan Menteri Pertanian Non~or: 5231 Kptst Um/1011973 tanggal 20 Oktober 1973 seluas 8.127,50 13% Kawasan hutan di SM Cikepuh merupakan ekosistem hutan hujan dataran rendah. Menurut adrninistrasi pemerintahan kawasan tersebut terletak di Desa Cibenda dan Desa Gunung Batu, Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.
Menurut posisi geografis terletak di antara 07"11'20 - 07" 20'00" LS 106 08'27
-
106' 13'59 BT. Batas - batas kawasannya adalah :
-
Sebelah Utara
: Teluk Ciletuh dan Cagar Alam Cibanteng
Sebelah Timur
: Desa Cibenda, Sungai - sungai yang bermuara di Teluk
Ciletuh dan Perkebunan Citespong/Cijaringao
-
Sebelah Selatan : Sungai Cipanarikan
-
Sebelah Barat
: Samudera Indonesia
Topografi umumnya datar dan berbukit
- bukit dengan ketinggian
mulai
dari 0 sampai dengan 250 mdpl dan mempunyai kemiringan maksimum 30%. Daerah datar terdapat di sekitar Teluk Amuran dan di sekitar Muara Sungai Cibulakan. Sedangkan daerah yang berbukit - bukit terdapat di pasir Nangka, Pasir Gunung dan Pasir Luhur dan Gunung Putri. Pantai Citirem Pantai Citirem terletak di dalam SM Cikepuh. Pantai ini merupakan pusat pengelolaan areal peneluran penyu di
SM Cikepuh.
Pantai ini didominasi
gosongan pasir putih halus dengan dominasi pasir berdiameter 0,21
- 0,25 mm.
Panjang bentang pantai yang diukur mulai dari Muara Sungai Citirem sekitar 2500 m, dengan lebar daerah peneluran *ukur dari surut terendah sekitar
- 80 m.
15
Secara geografis pantai ini terletak pada titik koordinat S 7'18'0.5" E
106" 22'4.7".
Gainbar 6 Pantai Citirem Pada kawasan SM Cikepuh ini terdapat beberapa pantai lain yang juga didarati penyu untuk bertelur, yaitu Pantai Hujungan, Cibulakan dan Cikepuh, akan tetapi yang dikelola dan dijaga secara intensif adalah Pantai Citirem.
A. Hidrologi
Pada umumnya sungai - sungai yang melalui SM Cikepuh mengalir sepanjang tahun dengan perbedaan volume antara musim hujan dan kemarau sangat mencolok. Sungai - sungai yang terdapat di kawasan ini adalah sungai Cibatununggd, Ciletuh, Cibulakan, Cibuaya, Citirem dan Sungai Cipanarikan. B. Flora Pada kawasan ini terdapat formasi litoral, pescaprae, baringtonia, hutan pantai, hutan dataran rendah dan padang rumput. Pada formasi litoral terdiri berbagai jenis ganggang laut seperti Caulerpa, Halimeda, Gracilaria Gelidium, Sargasum dan lain lain. Formasi Pescaprae tumbuhannya terdiri dari Katang katang
(Ipomoea
pescaprae),
Ischaemum
muticttm,
dan
-
Spinifex
litoralis, Canavolia sp dan lain - lain Formasi barringtonia tumbuhannya terdiri dari jenis Bayur (Pterospermum javanicum), Ketapang (Terminalia catapa), Pandan (Pandanus tectorius), Waru (Hibiscus tilieaceus), Butun (Barringtonia asiatica),
Jati
pasir
(Gttettarda
speciosa),
Nyamplung (Callophyillz~m
Pandan raja (Pandanus bidzcr), Pakis haji (Cycas rumpii), Setigi inophyllu~~z), (Phempis acydula), (Scaevola taccada), Pongammia pinnata, Banawar alas (Sophora tornentosa), Bungbulang(Premna tornentosa), Kiajag (Ardisia sp). Formasi vegetasi Hutan Dataran Rendah Haw gereng (Bambusa spinosa) Moraceae, Sterculiaceae, Lauraceae, Euphorbiaceae, Verbenaceae, Malvaceae, Myrtaceae, Waru laut (Hibiscus tiliaceus), Hampelas (Ficus sp), Kiara, (Ficus sp), Bisoro (Ficus
hispida),
Cerelang
(Heriteria
litoralis),
Laban
(Vitec
pubescens), Bungur (Lagerstromia speciosa), Kepuh (Sterculia foetida), Beurih (Sterculia campanulata), Kitambaga (Eugenia cuprea), Teureup (Altocarpus elastics), Kipahang (Pongamia
Decasperrnumfvuticosum, Binong
pinata), laut
Mara
(Macaranga
(Hernandia peltata),
tanasius), Macaranga
tonarious, Lampeni (Mallatus penicullnta), HLUU leueur (Phoeba declinata), Kibeusi
(Rhodamnia cineria),
Walikukun
(Actinopora fiagrans),
(Antidesma sp) dan Jati (Tectona grandis).
Huni
Formasi Padang Rumput
tumbuhannya jenis Polinia ciliafa,Aplenda mzctica, Rottboella sp., Cynodon dactylon, Digitariaproliferunt, Eleusine
indica, Erngrotris sp, Asorzopus
cornpresstcs,jenis rztlnpzct teki inzbristylis dun cyperus.
C. Fauna Satwa penting yang terdapat di kawasan ini adalah Penyu hijau (Chelonia
mnydas) jenis satwa lain yang juga penting untuk dipertahankan kelestariaanya Banteng (Bos javanicus), Elang (Haliastur indus), Canghegar (Gallus sp), Kutilang (Pycnonotus sp), Kapinis (Hirundapus sp), Walet (Collocalia sp, Apus
sp), Rajaudang (Alcedo sp), Cekakak (Halcyon sp), Seupah (Pericrocotus flammeus), Puter (Streptopelia bitorquata), Tekukur (Streptopelia chinensis), Srigunting (Dicrurus sp), Elang laut (Haliaeefus leucogaster), Elang ruyuMBrontok (Spizaetus cirrhatus),Rangkong (Aceros undulatus). Rusa (Cervus
unicolor), Banteng
(Bos sondaicus), Bajing
(Ratufabicolor), Lutung
(Trachypitecus auratus), Babi (Sus vittatus), Ular kobra (Naja sputatrix),Ular tanah (Angkistrodonrlzodostoma), Biawak (Varanussalvator). Menurut Harnidy (2003) banyak jenis satwa yang pada saat ini sudah jarang ditemukan, dan banyak yang populsinya menurun drastis. Bos javanicus saat ini tidak diketemukan . Biasanya jenis ini ditemukan di Blok Tegai Sabuk dan Blok Pasawahan dan juga lokasi - lokasi tegal penggembaiaan yang lainnya. pada akhir 1997 rnasih ada sekitar 50 ekor. Selain itu Rusa saat ini sudah sangat jarang ditemukan, berdasarkan hasil wawancara dan eksplorasi lapangan satwa ini masih bisa ditemukan di Blok Hujungan dan dekat Muara Sungai Cikepuh. hilangnya Banteng selain akibat perburuan ten~tamaadalah karena perusakan dan gangguan habitat yang disebabkan oleh penjarahan selama awal tahun 1999
2002.
-
Disebutkan pula infonnasi adanya masyamkat yang berburu Rusa,
Banteng, Rangkong, Raja Udang dan satwa penting lain untuk dikonsumsi maupun diperjualbelikan.
D. Ijin Masuk Kawasan Sernua pengunjung SM Cikepuh harus memiliki Swat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) yang dapat diurus dalam 1 ha15 di kantor Seksi Konservasi Wilayah I1 yang berkedudukan di Bogor. SIMAKSI dapat juga di unts di Kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat yang berkedudukan di Bandung. Pengunjung tidak dikenai biaya apapun kecuali materai senilai Rp 6.000, dalam mengurus SIMAKSI. Pondok Keja BBKSDA di Dusun Jaringao, dekat pintu masuk SM Cikepuh merupakan tempat kedudukan
kepala Resort yang tidak berwenang untuk memberikan ijin masuk kawasan. Petugas secara resmi diperbolehkan mengijinkan pengunjung masuk ke dalam kawasan apabila sudah membawa SIMAKSI yang sah.
Petugas Lapangan
mempakan petugas pengarnanan yang bertugas menjaga keutuhan flora fauna kawasan merangkap petugas pendamping pengunjung.
Peraturan dalam
SlMAKSI memang menyebutkan bahwa pengunjung wajib didampingi oleh petugas ketika memasuki kawasan konservasi. Kondisi saat ini, masih banyak masyarakat yang masuk ke dalam kawasan tanpa ijin. Mereka mempunyai kepentingan mencari kayu bakar, mencari ikan dan biota laut di pantai. Kondisi banyaknya orang yang masuk ke kawasan ini banyak menyulitkan petugas karena tidak jarang menimbulkan berbagai pelanggaran seperti pencurian kayu dan telur penyu. Bencana kebakaran juga kerap mengintai, karena kondisi SM Cikepuh yang banyak bempa savanna. pada saat musim kering alang
-
alang sangat rawan terbakar karena kekeringan.
Beberapa kali dijumpai penyebab kebakaran adalah karena kecerobohan yaitu bekas api unggun dan puntung rokok. Oleh karena itu, petugas pada umumnya h a n g menyukai adanya pengembangan pemanfaatan apabila akan semakin menyulitkan pengawasan di dalam kawasan. 4.2. Pantai Pangumbahan
A. Kondisi Fisik Pantai Pangumbahan Pantai Pangumbahan terletak di Desa Gunung Batu kecamatan Ciracap, Kabupaten DT I1 Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Batasan areal pantai peneluran ini : Bagian selatan : Pantai Batu Namprak Bagian Barat
: Samudra Indonesia
BagianUtara
: Sungai Cipanarikan yang berbatasan dengan Suaka
Margasatwa Cikepuh Bagian Timur :
Tarnbak Udang PT. Bumi Lestari Abadi dan perkebunan kelapa PT. Citespong
Panjang Pantai Pangumbahan diukur dari muara Sungai Cipanarikan sekitar 2300 m, dan lebamya sekitar 39
-
55 m yang diukur dari surut terendah.
Pantai Pangumbahan mempakan gosongan pasir putih halus yang disukai penyu
sebagai areal peneluran. Fraksi pasu Pantai Pangumbahan berkisar antara 0,s 0,2 mm tanpa adanya debu atau liat. Penyebaran £raksi pasir ini menyebar merata sampai dengan kedalaman 60 cm. Pantai mempunyai pasir halus dan kering dan selalu dijaga kebersihannya dari sampah maupun ranting
-
ranting oleh
petugasnya. Kondisi pantai bagian supratidal (wilayah bebas dari pasang surut), merupakan jalur hijau yang cukup lebat dengan lebar sekitar 30
-
80 m. Jenis
vegetasi yang tumbuh adalah type vegetasi hutan pantai. Vegetasi yang tumbuh adalah Katang - katang (Ipomoea pescaprae), Ketapang (Terminalia catapa), Pandan (paidanus tectorius), Waru (Hibiscus tilieaceus), Butun (Barringtonia
asiatica),
Jati
pasir
(Guettarda
speciosa),
Nyamplung (Callophyillum
inophyllum), Pandan raja (Pandanus bidur), (Scaevola taccada! dan, Pongammia pinnata. Areal Pantai Pangumbahan mempakan tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang dikelola oleh PT. Citespong (perkebunan kelapa), dengan luas 13 Ha, kondisi areal umumnya mempan lahan terbuka tanpa adanya penggarapan intensif, kecuali wilayah yang merupakan jalur hijau. Pemukiman masyarakat setempat yang terdekat dengan lokasi Pantai Pangumbahan &ah
penduduk Kampung Batu Namprak yang terdiri atas 75
kepala keluarga. Mata pencaharian mereka sebagian besar merupakan petani di sawah atau ladang, dan lainnya mempakan pekerja di perkebunan atau tambak dan sebagai nelayan. B. Sejarah Pengelotaan Pantai Pangumbahan Pengunduhan telur penyu di Pantai Pangumbahan sudal~berlangsung sejak masa pemerintahan kolonial Belanda (Suwelo et al. 1999 diacu dalarn Yudha 2004).
Kemudian disebutkan lebih lanjut bahwa dalam pengelolaannya Bupati
Sukabutni memberikan lisensi kepada penyewa. Hingga tahun 1979 pengelolaan Pantai Pangumbahan dilaksanakan oleh PT. Perbakti dengan areal pengelolaan 1. Pangumbahan ,dengan panjang pantai 3000 m
2. Ciujungan ,dengan panjang pantai 300 m 3. Legok Matahiang, dengan panjang pantai 400 m
4. Karang Dulang, dengan panjang pantai 500 m 5. Citirem, dengan panjang pantai 4000 m
6. Cibulakan, dengan panjang pantai 3000 m 7. Cikepuh, dengan panjang pantai 2000 m
8. Cebek, dengan panjang pantai 400 m
9. Batu Namprak, dengan panjang pantai 200 m Lebih jauh disebutkan bahwa Gubernur Jawa Barat dengan suratnya tanggal 5 Januari 1993 no.S23/50/binprod yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan tentang pengelolaan penyu dan hasil laut lainya di Sukabumi Selatan, mengusulkan penataan kawasan pangumbahan dan cikepuh atas zona - zona, yaitu zona konservasi penuh, zona diusahakan dan zona hunian.
Gambar 7 Jejak penyu di Pantai Pangumbahan Mulai Januari 1981 wilayah yang dikelola oleh PT. Perbakti hanya wilayah Pangumbahan saja, sedangkan kedelapan lokasi lainnya ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa Cikepuh berada di bawah pengelolaan Sub Seksi KSDA Sukabumi, BKSDA Jawa Barat, Dirjen PHKA Departemen Kehutanan.
Selanjutnya mulai tanggal 26 Januari 1989 pengelolaan Pantai
Pangumbahan dilirnpahkan kepada perusahaan CV. Daya Bhakti. Sedangkan hak pengelolaan Pantai Pangumbahan didapatkan dari Guberrlur Dati I Propinsi Jawa Barat. Perjanjian kerjasa~nayang berakhir tahun 2003 tersebut, diperpanjang kembali pada tahun 2002 dengan masa pengelolaan 10 tahun (Yudha 2004).
C. Pengelolaan Atraksi Diektur CV. Daya Bhakti dalam wawancara menyatakan tidak mengijinkan adanya kunjungan wisata melihat penyu karena khawatir terjadinya stres pada hewan tersebut yang mengakibatkan penyu tidak mau bertelur lagi di Pantai Pangurnbahan yang menjadi tempat usaha pelnungutan telur penyu tersebut. Pihak Manajemen di lapangan, dengan mempertimbangkan banyaknya jumlah peminat yang datang ke pantai ini untuk melihat penyu bertelur telah mengambil langkah kebijaksanaan untuk mengijinkan kunjungan dengan beberapa persyaratan. Pengunjung pun dikenai pungutan karcis masuk yang digunakan sebagai sumber pemasukan untuk menambah kesejahteram pegawai. 4.3. Ujung Genteng
Daerah Ujung Genteng merupakan nama pesisir, yang merupakan bagian dari Desa Gunung B a t - dan masuk ke dalam Dusun Cipaku. Daerah ini sudah sejak lama dikenal selain sebagai sentra produksi perikanan laut, juga banyak dikunjtmgi oleh masyarakat karena keindahan dan keasrian dam pantainya. Pada hari - hari libur tidak kurang dari 100 wisatawan lokal maupun luar daerah yang berkunjung untuk menikmati keindahan panorama pantai serta agrowisata kawasan nelayan dengan hasil tangkapmya yang dilelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) @TRP 2003). A. Letak Lokasi
Ujung Genteng terletak antara S7'22'22.5" S7'22'24.6 El06 '24'03.0".
E 106'24'17.7''
dan
Letaknya di sebelah Selatan Pantai SM Cikepuh,
dan Pantai Pangurnbahan. dengan jarak kurang lebih 2 - 3 km dari penginapan penginapan di Pantai Muara Cibuaya dan Kelapa Condong. Genteng berjarak
-
Pantai Ujung
* 200 km dari kota Jakarta dengan waktu tempuh 5 - 6 Jam
(Suryadi 2006). Pantai Ujung Genteng mempunyai panjang yang mencapai 6 Km. Berbagai tempat menarik dapat dilihat sepanjang pantainya. Diantaranya adalah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang menjual berbagai ikan, kepiting, lobster dan cumi hasil tangkapan nelayan Ujung Genteng. Hutan Tanjung Ujung Genteng yang berpohon rindang, dermaea nelayan tradisional tempat perahu
-
perahu
nelayan mendarat, dermaga lama peninggalan Zaman Belanda dan Pantai Kelapa
Condong hingga Muara Cibuaya yang mempakan kawasan tempat penginapan
-
penginapan dan vila yang menyenangkan, karena langsung menghadap ke pantai yang indah.
B. Kondisi Vegetasi 1. Hutan Tanjung Ujung Genteng
(BKSDA Jawa Barat I 2007)
menyebutkan kawasan ini mempakan
daerah yang masih bervegetasi baik dan masih memp~myaipohon - pohon yang berdiameter besar. Vegetasi pantai yang dijumpai adalah Kopo, Sasawoan, Kokosan hutan, Cangkudu, Kicalung, Pandan, Kilalayu, Caringin, Sawo kecik, Kiara beas, Butun, Kipahang, Kuciat, Ketapang, Blendung, Waru, Muncang laut, Kikoneng, Manggu, Kiendog, Kileungsir, Lame dan Hampelas. Adapun fauna yang terdapat pada kawasan ini temtama adalah jenis aves. Adapun biawak banyak dijumpai bekas jejaknya. Jenis burung yang nampak di kawasan ini adalah Cekakak sungai (Halcyon chloris) Kuntui (Egreta sacra),
bubulcus ibis, Camar (Sterna sp), Calidris alba, Tringa (Tringa nebzrlaria), Gajahan (Numenius arquata) dan Elang laut (Haliaeetus leucogaster).
-
2. Pantai Perbatasan Pangumbahan Kelapa Condong
Vegetasi di kawasan ini kebanyakan menyemak dan h a n g bisa dijadikan peneduh kecuali yang terletak dekat pemukiman atau penginapan yang dipelihara hingga besar. Kebanyakan vegetasi di kawasan ini berupa tumbuhan semak serta jenis Katang katang (Ipomoea pescaprae), Ketapang (Terminalia catapa), Pandan
(Pandanus tectorius), Waru (Hibiscus tiliaceus), dan Pace (Morinda citrifolia). Pada beberapa bagian pantai yang berbatu - batu sering dijurnpai gerombolan burung pantai yang sedang mencari makan jenis yang sering dijumpai adalah Kuniul (Egreta sacra), Bubulcus ibis, Camar (Sterna sp), Trinil (Calidris
alba), Tringa nebularia, clan Gajahan (Numenius arquata). Jenis burung pantai ini tampaknya sudah terbiasa dengan kendaraan lalu lalang di jalan pantai yang berjarak kurang lebih 30 m dari tempat mereka hinggap bergerombol. Tetapi bila ada yang mendekat melewati jarak tersebut, gerombolan burung tersebut akan waspada dan segera terbang begitu merasa tidak aman.
4.4. Aksesibilitas
SM Cikepuh, Pantai Pangumbahan dan Ujung Genteng berada pada lokasi yang berdekatan, pada satu garis pantai selatan Kabupaten Sukabumi. Lokasi ini berjarak kurang lebih 200 km dari Jakarta, jarak dari Kota Bandung kurang lebih 230 km, jarak dari Kota Bogor kurang lebih 195 km. Adapun terdapat beberapa atematif untuk mencapai lokasi yaitu dengan menggunakan transportasi umum dan transportasi pribadi. Transportasi umum untuk menuju
SM Cikepuh dapat dilakukan dengan sekali naik mobil colt ataupun bis mini jurusan Lembursitu (Sukabumi) - Cikangkung. Adapun waktu tempuh adalah 8 jam dengan tarif Rp 20.000
- Rp 25.000 . Pengunjung
SM Cikepuh yang sudah
mengetahui kendaraan langsung ini biasanya naik kendaraan urnurn maupun sewa menuju Terminal Lembursitu, untuk kemudian melanjutkan dengan perjdanan langsung. Tenninal pemberhentian kendaraan ini di Desa Ciangkung berada tepat di samping pondok kerja BKSDA yang berada kurang lebih 5 krn dari pintu masuk SM Cikepuh. Pengunjung Ujung Genteng mencapai lokasi dengan menggunakan jalur kendaraan umum lain yang hams berganti beberapa kali yaitu seperti di jelaskan pada Tabel 4. Tabel 4 Altematif kendaraan umurn untuk mencapai Pantai Ujung Genteng No. 1.
Kota asal Jakarta
Urutan terminal pergantian kendaraan
Cibadak
Surade
Bogor 2. 3.
Bandung Pelabuhan Ratu
Tujuan Ujmg
Sukabumi Kiara Dua
Surade Jampang Kulon
Genteng Surade
Kendaraan pribadi juga melalui jalur yang sama seperti tertera pada tabel 4. Untuk kendaraan dari Kota Jakarta dan Bogor dapat melalui persimpangan
Cibadak untuk mencapai Surade. Sedangkan kendaraan dari Bandung lebih dekat memilih jalan ke arah Sukabumi dan melewati persimpangan ke arah Terminal Lembursitu dan menuju Surade. Jarak antara Terminal Cikangkung dan Ujung Genteng adalah sekitar 3 krn. Jalan penghubungnya sangat NS& terdiri atas jalan aspal, jalan makadam,
jalan tanah dan jalan berpasir. Kondisi jalan desa yang berupa jalan makadam
dan jalan tanah sangat tidak nyarnan terutarna pada saat hujan. Setelah mencapai pa&,
masih hams melewati jalan pasir yang sering mcmbuat kendaraan roda
empat yang tidak hapal jalan selip dan juga hams melalui beberapa sungai kecil yang pada saat musim hujan maupun pada saat pasang tinggi tergenang air laut. Terdapat beberapa jembatan semi permanen yang terbuat dari batang kelapa. yang hanya dapat dilalui kendaraan roda dua. Aksesibilitas dipengaruhi tidak hanya oleh jarak tapi juga kualitas transportasi . Jalan yang jelek, track yang kasar dapat menambah waktu tempuh dan menimbulkan problem kunjungan. Kondisi jalan ymg buruk dan kualitas kendaraan yang rendah akan mengurangi minat pengunjung usia tua. Akan tetapi di sisi lain kondisi tersebut dapat menjadikan lokasi tersebut menarik bagi petualang dan kelompok backpacker yang menyukai tempat yang tidak biasa dan sulit untuk dijangkau (UNEP 2005). Berikut peta kondisi jalan dan aksesibilitas disajikan pada Gambar 8.
A. Aksesibilitas Pantai Citirem Pantai Citirem dapat dicapai dengan berjalan kaki sejauh 7 km dari Pos BBKSDA, ataupun dapat ditempuh dengan ojek hingga pintu masuk kawasan dan dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 2 Km.
Petugas patroli biasa
melakukan patroli dengan menggunakan sepeda motor. Kondisi jalan masuk ke dalam kawasan berupa jalan setapak, yang sebagian besar ditumbuhi alang - alang
dan semak yang cukup rapat dan menyulitkan dalam perjalanan menggunakan sepeda motor.
Persimpangan - persimpangan jalan setapak di dalam hutan
seringkali membingungkan. Kondisi vegetasi yang dilalui bervariasi dari kawasan terbuka diturnbuhi semak dan alang-alang, serta kawasan bervegetasi rapat. Pada umumnya kawasan yang dilalui dalam perjalanan menuju Pantai Citirem tidak cukup lebat, menurut petugas, areal ini merupakan kawasan bekas perambahan yang sedang direhabilitasi kembali.
LEGENDA
I I/
Obyek Daya Tarik Wisata Alam Pantai
0
Bangunanpenting
UTARA
& .
Pintu masuk SM. Cikepuh Obyek Daya Tarik Alam Pendukung
-
Pantai Muara Cibuaya Kelapa Condong
8
Perbatasan Pantai Pangumbahan
I
Sumber :BAPLAN (2001) dan pengecekan lapangan
Gambar 8 Peta kondisi jalan dan aksesibilitas di lokasi penelitian.
Perjalanan menuju Pantai Citirem melewati 3 sungai kecil clan 1 sungai besar. yaitu Sungai Cikopo, Solokan bokor, Batu tarengtong dan Citirem. Pada
saat musim kemarau, sungai - sungai ini dapat dilalui dengan mudah. Akan tetapi pada saat musim hujan, Sungai Citirem akan terisi setinggi dada orang dewasa. Saat ini tidak terdapat sarana untuk menyeberang seperti perahu ataupun jembatan. B. Aksesibilitas Pantai Pangumbahan Pantai Pangumbahan dapat ditempuh dengan ojek sejauh 3 km dari Pantai Ujung Genteng, tempat para pengunjung menginap. Jalan yang dilalui merupakan jalan pantai berpasir yang melewati beberapa sungai kecil. Kendaraan roda empat pengunjung yang belurn terbiasa melalui jalan ini seringkali mengalami kesulitan karena selip. Pada m u s h hujan, sungai - sungai kecil yang harus dilalui tersebut tergenang air cukup tinggi sehingga tidak dapat dilalui.
Terdapat beberapa
jembatan darurat yang hanya dapat dilalui oleh motor. Setelah melalui jalan berpasir sejauh 2 km, jalan berganti dengan jalan desa berupa jalan tanah yang melalui areal tidak berpenduduk dan tidak berpenerangan jalan. Pengunjung yang baru pertarnakali ke pantai ini akan kesulitan mengenali jalan apabila tidak membawa penunjuk jalan.
4.5 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Gunung Batu merupakan desa terdekat dari kawasan SM Cikepuh , Pangumbahan maupun Ujung Genteng. Berikut adalah kondisi sosial ekonomi berdasarkan monografi desa terbaru. A. Jumlah Penduduk
Jurnlah penduduk Desa Gunung Batu adalah 12.442 jiwa yang terdiri 6.256 jiwa. laki - laki dan 6.186 jiwa, perempuan 16,72%, penduduk berumur 5 -
9 tahun merupakan kelompok terbanyak, sedangkan kelompok umur 50
- 54 th
adalah kelompok yang paling sedikit. Data tersebut disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah penduduk Desa Gunung Batu Kelompok Umur 0-4 5-9 10- 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 > 55
Jumlah
Laki - laki
Perempuan
496 480 605 620 547 570 508 480 435 387 281 371 5.780
jumlah jiwa
956 961 637 619 623 447 442 434 442 399 345 357 6.662
Berdasarkan usia produktif, yaitu 15
-
prosentase
1452 1441 1242 1239 1170 1017 950 914 877 786 626 728 12.442
11,67 11,58 9,98 9,96 9,40 8,17 7,64 7,35 7,05 6,32 5,03 5,85 100
55 tahun merupakan kelompok
umur yang paling banyak di Desa Gunung Batu. Hal ini sesuai dengan laporan data BPS Kabupaten Sukabumi tahun 2003 bahwa jumlah penduduk usia poduktif yang paling banyak. B. Pendidikan Penduduk Desa Gunung Batu pada umumnya berpendidikan tamat SD (51,83%) dan hanya sebagian kecil berpendidikan tamat SLTP dan tamat SLTA
serta Perguruan Tinggi. Tabel 6 memuat tingkat pendidikan penduduk Desa Gunung Batu. Tabel 6 Pendidian penduduk Desa Gunung Batu Pendidikan Belum Tamat Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Perguruan T i g g i
Jumlah Jiwa
(%)
1.284 3.618 5.865 310 230 8
11.35 31;98 51,83 2,74 2,03 0,07
Berdasarkan data tersebut menggambarkan bahwa kualitas penduduk Desa Gunung Batu secara urnum masih sangat rendah clan tidak mempunyai keterampilan khusus sehingga sangat sulit untuk mengembangkan potensi dan pembangunan di lingkungannya.
C. Mata Pencaharian Mata pencahaiian paling dominan adatah bertani, buruh perkebunan dan bumh tani serta nelayan. Data monograf~ desa menyebutkan jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan dan perkebunan hanya 6 orang dan 1 orang. Pada kenyataannya masyarakat banyak yang bermatapencaharian tersebut sebagai buruh. Sulimya mencari altematif penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup, menyebabkan masyarakat melakukan pemungutan sumberdaya yang mudah didapat. yaitu ikan, kerang, udang dan telur penyu. Berikut adalah tabel yang menyajikan data tentang mata pencaharian penduduk. Tabel 7 Mata pencaharian penduduk Desa Gunung Batu Mata Pencaharian Petani Peladang Buruh perkebunan Petemak Nelayan Pengrajin PNS ABRI Pensiunan Buruh Tani Sopir Pedagang Lain - lain
Jumlah (jiwa) 1.218 785 1.025 1 318 6 32 1 25 750 25 85 518
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan usaha ekowisata di SM Cikepuh dan sekitarnya, yang mencakup Pantai Pangurnbahan dan Ujung Genteng memerlukan suatu identifikasi kondisi dan permasalahan yang ada.
Identifikasi permasalahan
dilakukan dengan melihat potensi supply clan demand serta mencermati kinerja usaha yang telah berjalan di kawasan ini.
5.1. Obyek Daya Tarik Wisata Alam Pada lokasi penelitian berhasil diinventarisir berbagai Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA), seni budaya dan aktivitas masyarakat yang semuanya betpotensi untuk menjadi supply dalam pengembangan usaha ekowisata. Berikut gambar Letak lokasi ODTWA yang merupakan bagian dari produk, disajikan pada Garnbar 9. A. Obyek Daya Tar& Wisata Alam
Adapun ODTWA yang ditawarkan menjadi paket - paket adalah ODTWA yang berada pada garis pantai lokasi maupun ODTWA pendukung yaitu yang berada agak jauh dalam batasan dapat ditempuh dalam perjalanan satu hari dari dan ke Pantai Ujung Genteng tempat pengunjung menginap (hingga radius 25
km). Adapun ODTWA tersebut disajikan pada Gambm 9. a. Obyek Daya Tarik Wisata Alam Pantai 1. Ombak Tujuh
Ombak Tujuh berada pada koordinat S 0T16'37.0" E 106O22'33.8". Pantai ini mempunyai karakteristik ombak yang baik bagi olahraga selancar air
(berselancar). Pantai Ombak Tujuh merupakan pantai sepanjang kurang lebih 200 m yang berpasir putih. Pada pantai tersebut, terdapat Muara Sungai Cibuaya 2. Untuk mencapai kawasan ini diperlukan waktu perjaianan 45 menit dari pintu
masuk SM Cikepuh. Perjalanan ditempuh dengan sepeda motor dengan melewati jalur yang cukup berat, karena jalan setapak yang sudah tertutup ilalang. Menurut petugas kondisi jalan seperti ini memang dibiarkan agar tidak banyak pengunjung gelap yang dengan mudah masuk ke dalam kawasan.
PETA OBYEK D A W TARlK W lSATA A W M SM.GIKEPUH DAN SEKITARNW
I
Obyek Day8 Tarik Wisata Alam Pantai
I
Obyek Daya Tarik Wisata Alam Pendukung
UTARA
Pintu masuk SM. Cikepuh
0
0 0 A
Bangunan penting Perbatasan Pantai Pangumbahan Pantai Muara Cibuaya - Kelapa Condong
Sumber :BAPLAN (2001) dan pengecekan lapangan
Ganbar 9 Peta Obyek Daya Tarik Wisata Alam SM Ciepuh dan sekitarnya.
Gambar 10 Peselancar di Ombak Tujuh. Ombak Tujuh dimuat dalam situs internet komunitas peselancar, sebagai salah satu lokasi selancar yang baik di Jawa Barat. Situs ini memuat iklim, arah angin, dan kondisi ombaknya oleh karena itu, situs ini selalu dipantau oleh komunitas peselancar di dunia yang sedang berburu kondisi ombak yang baik bagi aktivitas selancar.
2. Batu Keris Pantai Batu keris terletak berdekatan dengan Pantai Ombak Tujuh. Tepatnya pada koordinat S 7°16'37.0"E 106O22'33.8". Kondisi fisik pantai ini bempa hamparan batu karang hitam yang seolah mengalir dari lelehan lava yang kemudian membeku tiba- tiba karena terkena air laut. Bentukan batuan ini unik dan memiliki luasan yang besar. Deburan ombak terasa kuat di pantai ini, karena ombak yang pecah menghantam karang. Hal ini berbeda dengan situasi di sisi lain pantai yang landai dan berpasir putih. Menunrt dokumen Dinas Pertambangan tanpa tahun disebutkan bahwa terkait dengan pembentukan Cagar Alam Geologi Jawa Barat dijelaskan kawasan Ciletuh hingga Muara Cibuaya di Kabupaten Sukabumi mempakan kawasan yang mempunyai keistimewaan geologist. Kawasan Ciletuh mempakan kawasan yang memperlihatkan terjadinya pendampingan dua zona yang disusun oleh batuan berasal dari lempeng samudera dan lempeng benua, sehingga kawasan Ciletuh merupakan tempat yang menarik, karena pada satu tempat tersingkap dua penggalan kerak burni yang sangat berbeda sifatnya. Seiain Batu Keris, bagian -
bagian pantai lain di kawasan SM Cikepuh hingga Ujung Genteng memang banyak yang mempunyai variasi bentukan batu karang dan mempunyai karang flat di sepanjang pantainya.
Gambar 11 Pantai Batu Keris. 3. Muara Cipanarikan
Muara Cipanarikan berada di perbatasan SM Cikepuh dan Pantai Pangumbahan. Kawasan ini tepatnya berada pada koordiiat S 7'19'1 1.6" E106'
23'24.7".
Muara Cipanarikan mempunyai tipe vegetasi yang unik dan
berdampingan dengan bukit pasir. Kawasan ini merupakan lokasi yang sangat indah untuk menikmati pemandangan matahari terbenam.
Gambar 12 Matahari tenggelam di Muara Cipanarikan.
4. Perbatasan Pantai Pangumbahan Perbatasan Pantai Pangumbahan terletak pada koordinat S7°20'08.3" E 106°24'03.6". Lokasi ini mempunyai kondisi ombak yang sesuai bagi oiahraga selancar.
Pengunjung mancanegara yang mempunyai tujuan berselancar
kebanyakan mendatangi pantai lokasi ini untuk melakukan selancar di siang hari hingga matahari terbenam. Menurut para peselancar, kebanyakan peselancar yang datang di kawasan ini adalah pemula sedangkan peselancar yang sudah senior akan mencari tantangan di Ombak Tujuh.
Gambar 13,14 Kondisi dan aktivitas pengunjung di Pantai Perbatasan Pangumbahan. 5. Pantai Muara Cibuaya - Kelapa Condong
Merupakan kawasan pantai Ujung Genteng sepanjang kira-kira 2 km yang tidak dilalui akses jalan propinsi yang mulus. Jalan ke areal ini dimulai dengan jalan makadam, jalan tanah dan jalan pasir yang kadang- kadang sulit dilalui. Pantai di kawasan ini cenderung gersang karena tidak terdapat pepohonan rindang. kebanyakan vegetasi berupa pandan dan turnbuhan semak. Wisatawan lokal umumnya tidak suka ke pantai ini karena relatif panas dan terik. Pada sekelompok areal pantai ini terdapat kawasan warung remang-remang, tempat bilyard yang berdampingan dengan pondok - pondok makan. Beberapa ratus meter terpisah dari kawasan tersebut, dapat dijurnpai kelompok bangunan penginapan kelompok pertama yang langsung berhadapan dengan pantai.
Berdekatan dengan kelompok penginapan pertama beberapa pondok nelayan dan dermaga tradisional nelayan. terdapat pula sebuah masjid kecil.
Kemudian
berjarak beberapa ratus meter lagi yang dipisahkan dengan jalan pasir yang relatif sulit dilalui, terletak kelompok penginapan kedua. kelompok penginapan kedua ini dapat dicapai dengan lebih mudah melalui jalan alternatif melewati desa. Kelompok penginapan ini juga menghadap langsung ke laut.
Kelapa Condong. Berjarak beberapa ratus meter dari kelompok penginapan kedua ini, terdapat beberapa penginapan dan vila atau rumah penduduk yang disewakan di Muara Sungai Cibuaya.kawasan pantai ini juga masih dengan kondisi yang sarna yaitu jarang tumbuhan peneduh. Pada umurnnya yang tertarik ke kawasan ini adalah pemancing, wisatawan asing yang ber selancar dengan parasut maupun layar dan wisatawan yang berjalan jalan dari penginapan di Kelapa Condong diwaktu sore hari.
Beberapa ratus meter dari Pantai Muara Cibuaya dapat
dijumpai Pantai Pangumbahan.
Pada perbatasan Muara Cibuaya dan Pantai
Pangumbahan terdapat beberapa penginapan. 6. Hutan Tanjung Ujung Genteng
Kawasan ini mempunyai sebuah tanjung yang masih ditumbuhi vegetasi yang cukup baik. Posisi geografis tanjung ini adalah S 07'22'25,l" 24'15.6".
Hasil
pengukuran peta kawasan
E 106'
dan pengamatan lapangan
memperkirakan panjang pantai tanjung ini adalah f. 2,5 km. Kondisi fisik kawasan ini berupa hutan sekunder yang ter1eta.k di bagian ujung tanjung.
Pada pintu masuk kawasan ini terdapat satu papan yang
menyebutkan daerah tersebut sebagai daerah latihan militer. Jalan masuk ke
dalam kawasan selebar 3 m. membelah hutan sepanjang *250 m. Pada jalan utarna tersebut terdapat beberapa percabangan yang menuju ke arah pantai tempat pengunjung menikmati kegiatan rekreasi pantai di kawasan ini. Kondisi pasir pantai, putih dan bertekstur kasar dan mengandung pecahan koral dan kerang.. kemiringan pantai berkisar antara 10 -20°, dengan lebar pantai berkisar 12-18 m. Pada garis surut terendah pantai, terdapat karang flat hingga sejauh 200 m dari pantai.
Gambar 18 Kondisi Hutan Tanjung Ujung Genteng. Kawasan ini relatif kurang tertata rapi. Pintu masuk hanya ditandai oleh sebuah palang tua dan papan narna kawasan yang sudah lapuk. Pada pintu masuk kawasan tampak sampah plastik yang bertumpuk. Kawasan pada umumnya masih bervegetasi baik dan rindang. Pengunjung lokal yang bertujuan piknik menyukai areal ini.
Akan tetapi pengunjung banyak mengeluhkan kondisi
penataan dan kebersihan di kawasan pantai yang seringkali menirnbulkan kesan kumuh. Pengunjung yang sudah membayar retribusi mengeluhkan fasilitas dan pelayanan yang kwang memadai dan tidak sesuai dengan uang yang telah mereka bayarkan. Menurut informasi dari pihak Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, status lahan yang belum jelas juga menyebabkan kesulitan dalam penataan sarana dan fasilitas wisata di kawasan ini. Pada Hari Sabtu dan Minggu, kawasan ini ramai dikunjungi wisatawan yang datang dari daerah - daerah di Kabupaten Sukabumi seperti Jampang Kulon dan Surade. Ada pula pengunjung yang datang dari Cianjw dan Kota Sukabumi bahkan dari Jakarta. Pengunjung yang datang ke kawasan ini datang dengan kendaranaan pribadi berupa motor, mobil dan angkutan masal berupa angkot
carteran, pickup dan truck. Aktivitas rekreasi pengunjung pada umumnya adalah duduk - duduk sambil memasak nasi (ngeliwet) dengan perapian dan membakar ikan yang dibeli dari TPI Ujung Genteng, bermain di pantai dan makan-makan.
Gambar 19 Aktivitas pengunjung di pantai.
Gambar 20 Pengunjung datang dengan angkutan masal.
7.Dermaga Lama Merupakan sebuah bangunan bersejarah yang dibangun pada zaman penjajahan Belanda. Terletak pada S7'22'24.6
dan El06
O
24'03.0".
Berupa
bangunan dari batu yang sangat besar bedcuran lebar 10 m dengan panjang 200 m. Sayang pada saat ini batu
- batuan penyusun dermaga ini telah mulai rusak
dan hilang sehingga tinggal sisa-sisanya saja.
Tempat ini masih didatangi
pengunjung yang datang dan bermain-main di pantai. Umumnya pengunjung datang sore hari karena pantainya yang relatif gersang dan tidak bervegetasi sehingga panas pada siang hari.
Gambar 21 Dermaga lama.
b. Obyek Daya Tarik Alam Pendukung 1. Curug Ciruti
Curug Ciruti berada di Desa Cikangkung. S7°19'36.0"dan El06 O 29'30.9".
Tepatnya pada koordinat
Kondisi jalan menuju Curug Ciruti melewati
jalan -jalan kampung, yang bercabang-cabang. Lokasinya cukup sulit dijumpai karena setiap dusun tampaknya mengenal curug ini dengan nama yang berbeda, sehingga menyulitkan pengunjung yang bertanya mencari arah yang menuju ke sana. Curug ini belum dikelola, sehingga pengunjung bebas masuk. Kendaraan pengunjung dapat dititipkan di rumah penduduk terdekat maupun penambangan batu yang terdapat di jalan masuk. Belum ada aktivitas berdagat~g ataupun fasilitas parkir yang dikelola penduduk. Menurut penduduk, pada hari libur seringkali ada pengunjung yang datang berombongan ke curug ini, akan tetapi kunjungan tidak selalu rutin.
Gambar 22 Keindahan panorama Curug Ciruti.
Curug Ciruti berada di sebuah lembah yang cukup terjal. Pengunjung hams melalui areal sawah temsering yang cukup membingungkan karena tidak terdapat petunjuk arah.
Panorama Curug Ciruti sangat indah dan alami. Mempunyai ketinggian kurang lebii 60 m dan lebar 8 m. Curug di lengkapi dengan bongkahan batu dam besar serta lembah hijau dan areal persawahan terasering yang mengelilingi cwg. 2. Sungai dan Cumg Cikaso
Sungai clan Curug C i a s o terlatak di Dusun Ciniti sekitar 12 km dari SM Cikepuh dan sekitamya. Tepatnya terletak pada S7°21'39.1"dan E106' 37'05.4". Mempunyai satu keunikan tersendiri karena letaknya di tepi Sungai Cikaso yang indah clan alami. Pengunjung dapat sampai ke lokasi curug dengan naik perahu menyusuri sungai maupun berjalan kaki sejauh 100 m.
L . L Gambar 23, 24 Panorama Sungai dan Curug Cikaso.
Sungai Cikaso inempunyai lebar kurang lebih 50 m. Airnya hijau dan jemih, dikelilingi areal tepi sungai yang hijau. Sungai ini menjadi salah satu sarana transportasi masyarakat dari dusun
- dusun di
sepanjang aliran sungai.
nampak perahu lalu lalang membawa hasil hutan, hewan temak dan h a i l produksi gula kelapa masyarakat. Curug Cikaso mempunyai ketinggian 70 m dan terdiri dari tiga aliran air.
Formasi batuannya sedemikian rupa ditwnbuhi lumut-
lumutan. Kubangan air dibawahnya sangat dalam sehingga tidak disarankan untuk berenang dan mandi
-
mandi. Aliran aimya mengalir ke sungai kecil
berbatu yang bemuara ke Sungai Cikaso. C m g ini berada di sebelah timur sehingga pada pagi hari matahari bersinar dari arah belakang curug sehingga
h a n g baik untuk fotografi. Kondisi terbaik untuk fotografi adalah pada saat sore hari. Curug Cikaso sudah mempunyai kondisi jalan yang baik untuk dilalui. Sudah banyak masyarakat mengetahui dan memberikan petunjuk jalan ke arah curug ini.
Sudah banyak pula masyarakat yang berdagang menyediakan
kebutuhan pengunjung, dan jasa seperti jasa perahu dan penitipan kendaraan. Curug Cikaso sendii telab dikelola oleh organisnsi pemuda desa yang menamakan diri KETARA. Mereka menarik retribusi sebesar Rp 2000 per orang dan melakukan penjagaan bergiliran di areal tersebut. Meskipun demikian belum
terdapat fasilitas apapun di lokasi ini. Menurut ketua kelompok pemuda ini, mereka sedang mengusahakan terbentuknya badan hukum dan mencari sponsor kerjasama yang mau menanamkan modal bagi pembangunan fasilitas wisata di areal ini.
3. Sungai dan Curug Cigangsa
Doc. Petrus Sluyadi
Gambar 25 Curug Cigangsa.
Ganlbar 26 Sungai Cigangsa.
Sungai Cigangsa memiliki areal bendungan yang dibangun pada Zaman Belanda. Areal ini memiliki areal berbatu cadas yang sangat luas. Dari pintu air bendungm ini, air mengalir ke sungai cigangsa. Pada saat air surut tampak formasi batuan sungai yang membentuk lembah yang unik . Sungai Cigangsa
dengan pemandangan
batuan penyusunnya
yang
indah terletak
pada
S7°21'07.1"dan E106O 32'02.0". Curug
Cigangsa berada
pada
S7°19'35.3"dan
E106'
32'35.3".
Pengunjung mendatangi Curug Cigangsa dari posisi puncaknya dan melihat lembah dengan kedalaman 70 m. Pada saat debit air cukup besar, curug ini akan terlihat indah bila dilihat dari sisi curug. Pemandangan ini dapat dinikmati dengan terlebih dahulu menumi tebing. Lebar curug ini kurang lebih 30 m, didominasi oleh batuan hitam.
Kondisi curug yang curam tersebut cukup
berbahaya karena tanpa pengaman. Sungai clan Curug Cigangsa belum dikelola. Masyarakat yang tinggal di dekat curug, menyediakan tempat parkir di halaman rumah mereka. Kondisi jalan menuju curug sudah cukup baik dan banyak dikenal masyarakat karena sering kedatangan pengunjung. 4. Gua Ubing
Gua ini memiliki beberapa nama yaitu Gua Kolotok, Gua Sungging dan menurut penjaganya bernama Gua Ubing berasal dari nama pemilik pertamanya Bapak W i g . Terletak pada posisi geografis S7°21'36.8" dan E106°34'43.7" di
kaki Gunung Sungging. Sebelum mencapai gua pengunjung hams mendatangi rumah kuncen yaitu Bapak Entab. Rumah beliau cukup sulit dicapai karena melalui jalan desa dan pemukiman penduduk
yang padat dan banyak
persimpangan. Akan tetapi penduduk sudah banyak mengetahui keberadaan gua tersebut sehingga berinisiatif mengantarkan dengan imbalan jasa seikhlasnya.
Gambar 27 Pintu masuk Gua Ubing.
Gua Wing berada di bawah tanah, terletak dibawah lahan milik masyarakat seluas 16 Ha. Juru kunci mewarisi tangyngjawab pemeliharaan dan pemanduan secara txrun tern-.
Sebelum masuk gua, juru kunci melakukan
doa di sebuah pondok yang terdapat sebelum pintu masuk. Gua ini masih sangat alami dan bersih dari aksi pengemsakan. Pintu gua diberi pintu besi oleh juru kunci, untuk menjaga dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Kondisi gua sangat indah dengan berbagai stalaktit dan stalagmit dan lorong-lorong alaminya. Terdapat pula satu m g a n aula berlangit - langit rendah yang menurut juru kunci pemah dapat memuat hingga ratusan pengunjung.
Pada aula ini terdapat
semacam altar. Juru kunci menceritakan para leluhur clan penunggu gua serta menyebutkan satu persatu seolah menyapa mereka di aula beraltar ini. Sepanjang perjalanan juru kunci sebagai pemandu fasih menceritakan obyek-obyek dalam
gua yang bempa bentukan batuan yang menyempai mangan, menyempai bentukan tertentu seperti batu buaya dan wajah seseorang di dinding gua. Adapula sebuah obyek bempa stalaktit yang membujur vertikal di sebuah lorong yang sempit. Pengunjung diajak untuk berinteraksi aktif dengan aktivitas melalui batu tersebut dan berdoa di dalam ruangan sempit di baliknya. Menurutnya apabila dapat melewati stalaktit yang disebut "batu muter
"
tersebut dengan
mudah melalui arah yang berbeda dengan ketika masuk, doa kita akan di ijabah oleh Yang Maha Kuasa.
Gambar 28,29 Obyek - obyek di dalam gua. Perjalanan dalam gua berlangsung 2,5 jam. menyenangkan. Dengan penerangan menunjukkan bekas
-
Perjalanan sangat
lampu petromak juru
ktinci juga
bekas pengunjung yang pemah bemsaha memsak gua,
kebanyakan dari mereka mengalami hal- hal mistik dan menderita sakit. Adapun juru kunci telah berusaha sedemikian rupa untuk menginformasikan perlunya pengunjung untuk menjaga kebersihan di dalam gua. Tetapi apabila pengunjung terlalu banyak, pemandu akan kewalahan mengawasi sehingga masih terjadi aksi corat coret di dimding gua Pemandu selalu merawat gua tersebut dan menghilangkan kembali bekas-bekas pengerusakan sebisa mungkin. Pemandu bertindak dengan cermat dan hati-hati sepanjang perjalanan hingga kembali ke nunahnya sehingga pengunjung merasa aman. Hubungan dengan pengunjung demikian akrab dan kekeluargaan. Adapun imbalan bagi juru kunci tidak di tentukan, tergantung keikhlasan.
5. Curug Cikanteh Curug Cikanteh berada paling jauh dari lokasi SM Cikepuh dan sekitarnya, yaitu sekitar 25 km. Terdapat jalan lebii singkat sejauh 10 km, tetapi kondisi jalannya sangat jelek. Curug Cikanteh berada pa& Dusun Cikanteh. Curug ini cukup dikenal keindahannya dan banyak didatangi pengunjung. Curug Cikanteh terdiri dari 4 Curug yaitu Curug Sodong, Curug Ngelai, Curug Ate1 clan Curug Catur. Diantara ke empat curug tersebut Curug Sodong dan Curug Ngelai yang paling banyak dikunjungi karena keindahannya.
Curug Ngelai dari jauh sudah nampak
mengucur dari ketinggian tebiig hijau yang berdiri memanjang. Ketinggian Curug tersebut mencapai 300 m dan tidak terhalangi naungan sehingga dapat dilihat dari jauh. Untuk mencapai curug tersebut pengunjung harus memarkir kendaraan di sebuah halaman warung terdekat. Perjalanan harus dilanjutkan berjalan kaki menyeberangi sungai, melewati ladang dan tegalan untuk mencapai curug.
Bagi pengunjung yang baru pertama kali berkunjung akan kesulitan
mencapai lokasi curug karena tidak terdapat petunjuk arah dan jalan yang bercabang
-
cabang. Ada inisiatif pemuda desa maupun ojek setempat yang
menawarkan untuk mengantarkan pengunjung hingga ke curug.
Pada posisi
geogmfis S7°11'15.0"dan El06 O 29'47.4", sebelurn memasuki areal hutan, tiga curug nampak yaitu Curug Sodong, Curug Ngelai dan Curug Catur. Menurut pemandu, Curug Sodong pemah diusahakan oleh pemuda desa. Lokasi ini pemah ramai dan kendaraan roda dua dapat parkir hingga dekat ke curug. Tetapi setelah
adanya kejadian orang tenggelam di curug ini, pengunjung men-
clan kondisi
tidak t e r m s lagi hingga sekarang. Saat ini kadang - kadang banyak pengunjung, akan tetapi kebanyakan sudah membawa penunjuk jalan dari tempat masingmasing. Curug Sodong terletak pada posisi S7°11'07.0"dan E106O 29'53.6". Curug ini mempunyai ketinggian 30 m dengan lebar 8 m dan debit air yang cukup deras. Kubangan airnya dalam dan tidak terdapat sungai maupun bongkahan batu besar. Terdapat vegetasi pohon buah dan pohon bambu di sekitar curug yang memberikan nuansa teduh dan segar.
Gambar 30 Curug Sodong. Perjalanan dilanjutkan dengan kondisi jalan mendaki dan menyeberangi sungai berbatu menuju Curug Ngelai. Curug Ngelai berada pada posisi S7°11'04.28"dan E106°30'04.9".
Mempunyai tebing yang curam dan tinggi dengan komposisi
batuan yang membentuk dua susunan air terjun.
Gambar 31 C m g Ngelai. 6. Curug Susun C m g Susun dapat diliat dari tepi jalan antara Kiara Dua dan Ujung Genteng.
letaknya dekat pal KM 12
S7'1 1'13.1ndan El06 '36'53.6".
tepatnya dapat dilihat dari posisi
Curug ini terdapat di
lembah. Panorama
terbaik dapat dilihat dari jarak kurang lebih 200 m. Ketinggian c m g diperkirakan total 20 m dengan bentuk bertingkat-tingkat.
L.
Doc.Pems Sluyadi
2
Gambar 32 Panorama Curug Susun.
7. Sungai dan Muara Cikarang
Gambar 33 Sungai Ciarang.
Gambar 34 Muara Cikarang.
Sungai Cikarang yang ditandai dengan adanya Jembatan Cikarang yang bejarak sekitar 8 km dari lokasi SM Cikepuh dan sekitarnya. Sungai Cikarang memiliki air yang jernih kehijauan. Terdapat perkampungan penduduk di tepi sungai ini. Penduduk memiliki perahu yang biasa digunakan untuk menangkap ikan hias di sungai. Menurut penduduk, pada masa tahun 1997 -1999 banyak pengunjung menyewa perahu untuk menyusuri sungai hingga muara sungai yang merupakan areal Hotel Amanda Ratu.
Areal Muara Cikarang memiliki
pemandangan yang indah clan memiliki pulau kecil menyerupai Tanah Lot Bali. Pada saat ini manajemen Hotel Amanda Ratu non aktif, sehingga pengunjung jarang yang memanfaatkan rekreasi berperahu ini.
B. Seni Budaya Masyarakat Nelayan di pantai selatan Pulau Jawa masih mempercayai kekuatan spiritual yang menguasai Laut Selatan sebagai sosok Ratu Nyai Roro Kidul. Demikian pula masyarakat nelayan Pantai Selatan Kabupaten Sukabumi yang masih memelihara tradisi nadran. Tradisi ini merupakan suatu ungkapan terimakasih sekaligus permohonan diberikan rejeki dari lautan (Wiria 2004). Lebih jauh dijelaskan bahwa tradisi ini sudah berjaian hingga ratusan tahun. Pelaksanaannya dilakukan pada kelompok - kelompok nelayan di beberapa kawasan pantai dengan nuansa perayaan yang seragam. Pada saat ini upacara
nadran ini dikemas dalam satu keramaian yang dinamakan Hari Nelayan. Salah satu kawasan tempat dilangsungkannya upacara ini adalah Ujung Genteng. Keramaian ini seperti keramaian masyarakat tradisional pada umumnya yaitu
prosesi keramaian yang dimeriahkan dengan panggung hiburan. Puncak acara hari nelayan ini menurut Wiria (2004), dilaksanakan suatu pawai iring-iringan yang menggiring pula para pejabat daerah menuju pesisir pantai. Dahulu, dalam iring iringan tersebut selalu ada hidangan yang dibawa dengan menggunakan tandu. Hidangan tersebut berupa kemenyan dupa, berbagai jenis makanan dan kepala kerbau.
Pasti ada juga seorang putri sebagai sebuah refleksi dari
keberadaan Nyai Roro Kidul dalam iring-iringan tersebut. Pada puncak acara hidangan dalam tandu ini akan dibawa ke tengah laut dengan perahu dan dilarung ke laut sebagai sesaji.
Gambar 35 Kesenian dalam perayaan Hari Nelayan.
Gambar 36 Perahu hias nelayan.
Saat ini ritual yang berbau mistis ini menurut Wiria (2004) sudah kehilangan'roh'. Meskipun Upacara ini tetap diadakan, unsur - unsur kemenyan, dupa, dan kepala kerbau kini telah diganti dengan hal yang lebii sederhana seperti bentuk melarung tukik maupun bibit ikan ke laut. menghadirkan Putri, dayang
Bentuk kesenian yamg
- dayang dan pengawalnya serta tokoh Ki Lengser
yang bertindak sebagai penunjuk jalan masih bejalan hingga kini. C. Aktivitas Tradisional Masyarakat Aktivitas masyarakat setempat yang dapat dijadikan daya tarik dalam produk wisata bagi pengunjung antara lain adalah 1. Masyarakat Penyadap Nira
Aktivitas menyadap nira kelapa dilakukan oleh masyarakat pendatang. Mereka membeli hak pengelolaan blok perkebunan kelapa secara berkelompok.
Bentuk pembayaran hak pengelolaan ini adalah hasil produksi gula kelapa sebanyak 1 kg per pohon per bulan yang disetorkan kepada PT. Perkebunan Citespong. Hasil penyadapan nira akan dikurnpulkan oleh penyadap dan diiasak menjadi gula kelapa. Para penyadap nira membuat gubug tempat tinggal di dalarn areal perkebunan kelapa. Aktivitas penyadapan nira dan pengolahan gula kelapa dapat menjadi atraksi unik yang disukai pengunjung. Pada kunjungan ke SM Cikepuh, areal perkebunan ini sering dilalui dan dikunjungi. Dernikian pula pengunjung Ujung Genteng dapat berkunjung pada pengolah gula kelapa di areal perkebunan PT. Citespong yang berlokasi di sekitar Hotel Amanda Ratu. Biasanya pengunjung kemudian tertarik untuk membeli hasil produksi gula kelapa tersebut. Terdapat kendala dalam proses jual beli yang dilakukan pengunjung. Yaitu tidak semua pengolah gula kelapa bisa dengan bebas menjual gula kelapanya kepada konsurnen yang datang, karena terikat oleh juragan. Juragan biasanya memberikan pinjaman modal produksi. Yang hams dibayar dengan hasil gula kelapa dengan harga lebih rendah.
Oleh karena itu pengolah tidak
diperkenankan menjual langsung kepada pengunjung yang datang.
Gambar 37 Penyadap nim.
Gambar 38 Proses pemasakan gula kelapa.
2. Masyarakat Petani
Aktivitas pertanian sebenarnya tidak terlalu jauh dari kawasan pantai. Hanya sekitar 300 m dari Muara Cibuaya sudah dapat dijumpai areal persawahan
yang hijau.
Selain bertanam padi terdapat juga areal kebun - kebun buah
semangka
Selain itu, terdapat juga aktivitas petemakan desa yang khas seperti
~enggembalaanbebek maupun kambing. Selama pejalanan pengunjung, menuju dan pulang dari kawasan pantai, lansekap terasering sawah dengan gubuk kecilnya seringkali menjadi pemandangan yang menarik untuk berfoto. Menurut Rahardjo
(2005), baik tipe ekosistem alami maupun buatan, keduanya memiliki potensi untuk dikemas sebagai point interest. Semakin beragam dan semakin unik tipe ekosistem yang ada maka akan semakin beragam paket wisata yang bisa dikembangkan..
3. Masyarakat Nelayan Rahardjo (2005) menyebutkan bahwa tradisi yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya dam merupakan salah satu hal yang diinventarisasi sebagai potensi obyek ekowisata. Kawasan Pantai Ujung Genteng memiliki berbagai aktivitas nelayan yang cukup beranekaragam. Dapat dijumpai kelompok masyarakat nelayan yang sedang membuat jaring di teras rumah mereka. Tidak jarang pula mereka sedang membuat peralatan tangkap yang tidak biasa misalnya alat penangkap lobster, rawai, lampu karbit dan lain
-
lain. kegiatan mereka
tergantung musim dan kondisi permodalan. Apabila beruntung pengunjung &pat mengikuti proses mengangkat jaring ikan belanak yang ditebar dipinggir pantai. Apabila hasilnya banyak, pengunjung dapat membelinya untuk dibakar dan dimakan ditempat sambil duduk
- duduk
di pantai.
Pada sore hari, perahu
nelayan turun melaut dan baru kembali keesokan harinya
Jika beruntung,
pengunjung dapat ikut serta menarik atau mendorong perahu tersebut. Apabila hasil tangkapan berupa ikan konsumsi ataupun lobster, pengunjung dapat membelinya. Demikian juga ikan hasil pancing maupun tombak. Berdasarkan hasil wawancara, ada juga pengunjung yang sangat ingin mengikuti aktivitas nelayan pencari ikan hias yang mencari ikan di tepi pantai. Mereka bejalan pada malam hari sambil membawa lampu dan serok. Pada pantai sepanjang batu namprak hingga Ujung Genteng terdapat karang flat yang membentuk kolarn kolam kecil. Pada kolam - kolam kecil tersebut sering terdapat ikan hias yang terbawa ombak dan terjebak di dalamnya. Pengunjung tersebut membayar biaya
operasional nelayan tersebut sambil mengikuti dan mendengarkan cerita serta melihat jenis-jenis ikan hias yang mereka dapatkan.
Gambar 39,40 Hasil tangkap nelayan.
I
Gambar 41,42 Aktivitas nelayan yang unik.
- Persepsi Masyarakat Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, didapatkan jumlah responden 59 orang, yang terdiri dari responden laki-laki 78% dan perempuan 22%. Kebanyakan kaum perempuan tinggal di m a h dan kurang terbuka terhadap pendatang. Apabila dilakukan wawancara kaum wanita ini sering sekali sulit mengemukakan pendapat dan didominasi oleh pendapat kaum laki Responden terbanyak adalah usia 26
-
-
laki.
50 tahun, yaitu sebanyak 71,2%..
Responden yang diwawancarai berasal dan bertempat tinggal dari empat dusun di
desa Gunung Batu yaitu Cijaringao, Cipaku, Ciburial dan Gunung Batu. Adapun pekeijaan utama mereka adalah 30,5% pedagang, pegawai, 15,3% usaha transportasi lokal seperti ojek dan supir, sisanya adalah nelayan, petani dan penyadap nira. Tingkat pendidikan terbesar adalah SMP 32,2%, SMA 23,7% dan sisanya SD, tidak sekolah dan perguruan tinggi. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, didapatkan hasil berupa pendapat masyarakat mengenai kelestarian hutan dan ekowisata sebagaimana diuraikan dalam Tabel 8 berikut. Tabel 8 Pendapat masyarakat No.
Pendapat masyarakat
1 Kelestarian Hutan Setuju Setuju tapi merusak Tidak setuju
4
Jdah N = 59
%
24 26 9
40,7 44,l 15,3
10
2 Istilah ekowisata Pernah mendengar Belum pernah mendengar
49
16,9 83,l
3 Merasa mendapatkan manfaat positif dari ekowisata Mendapatkan manfaat Tidak mendapat manfaat
42 17
71,2 28,s
50 9 0
84,7 15,3 0,o
Dukungan terhadap pengembangan ekowisata Mendukung Biasa saja Tidak mendukung
Dari 59 responden masyarakat, didapatkan 40,7% menyatakan setuju untuk turut melestarikan hutan serta tidak melakukan hal-hal yang memsak hutan. Mereka menyatakan bahwa hutan sangat penting peranannya dalam penyediaan sumber air bagi pertanian serta menjadi sarang bagi nyamuk malaria yang menjadi penyakit endemik di daerah ini. Menurut mereka, ha1 ini dibuktikan dengan kejadian pada tahun 1980an ketika terjadi kerusakan hutan, penyakit malaria mewabah dengan sangat banyak korban meninggal dunia. Adapun 44,1% responden digolongkan ke dalam kategori setuju tapi merusak karena mereka setuju terhadap pelestarian hutan akan tetapi diindikasikan masih melakukan
pelanggaran - pelanggaran seperti melakukan penebangan pohon, mengkonsumsi telur penyu, membuang sampah di dalam hutan, membikin api sembarangan dan kurang bertanggungjawab terhadap kerusakan yang tejadi akibat kedatangan ke dalam hutan. Sedangkan 15,3% dari responden menyatakan tidak setuju terhadap pelestarian karena umumnya berpendapat bahwa hutan merupakan rnilik masyarakat yang dapat dimanfaatkan tanpa dihalang-hdangi. Umumnya mereka mengeluhkan berbagai aturan yang membatasi dan menghdangi masyarakat untuk mencari penghidupan di hutan maupun pantai dalam kawasan SM Cikepuh. Sementara itu untuk Istilah "ekowisata", sejumlah 16,9% responden menyatakan pemah mendengar istilah ekowisata dan tampaknya cenderung memahaminya sebagai wisata di dam.
Sementara 83,1% menyatakan belum
pernah mendengar istilah tersebut. Beberapa diskusi dengan masyarakat, dapat menyimpulkan bahwa masyarakat belurn memahami status kawasan SM Ciepuh dan ekowisata, sehingga belum tahu bagaimana mereka bisa terlibat dalam pengembangan usaha ekowisata.
Menurut Rahardjo (2005), bahwa perlu
diyakinkan dari awal bahwa ekoturisme tidak menawarkan pekejaan baru yang glamour, hanya bisa merekrut sedikit orang dan beberapa peluang tersebut hanya merupakan pekejaan paruh waktu dan hanya menjadi suplemen dari kegiatan masyarakat yang telah ada saat ini. Sebesar 71,2% dari responden masyarakat menyatakan mendapatkan manfaat positif dari kedatangan pengunjung ke dalam kawasan SM Cikepuh dan ke Pantai Ujung Genteng sementara 28,8% tidak mendapatkan manfaat positif. Manfaat positif tersebut dapat bersifat materi dan non materi.
Beberapa
responden menyatakan bahwa mendapatkan manfaat positif dari pengunjung yang datang karena sumbangan dari penginapan dan vila di pantai yang disalurkan kepada pendidikan madrasah dan tsanawiah di desa tersebut sehingga anak-anak bersekolah gratis. Adapula sumbangan tersebut yang disalurkan bagi kegiatan pemuda. Sebagian lagi menyatakan mendapatkan keuntungan dari lakunya usaha penjualan barang kebutuhan yang diperlukan pengunjung. Kemauan masyarakat untuk mendukung pengembangan ekowisata adalah penting. Rahardjo (2005) menyatakan bahwa dalam pengembangan ekowisata, masyarakat lokal merupakan pelaku, dengan demikian kehendak nlasyarakat
untuk menerima kehadiran orang luar dengan berbagai latar belakang yang berbeda addah penting.
Karena adakalanya masyarakat tidak menghendaki
wilayah tempat tinggalnya menjadi lokasi aktivitas orang luar. Tabel 9 Tabuiasi silang antara profesi dan keterlibatan responden Profesi Petanilkebun % % dari total Penyadap Nira Yo % dari total Pegawai % % dari total
Transuortasi Yo % dari total Pedagang % % dari total
Nelavan % dari total
Total
terlibat langsung 0
Keterlibatm tidak terlibat langsung 0
1 50.0 4.8 7 38.9 33.3 4 44.4 19.0 8 44.4 38.1 1
0 1 5.6 5.6 3 33.3 16.7 8 44.4 44.4 6
4.8 21
33.3 18
Total tidak terlibat 4 100.0 20.0 1 50.0 5.0 10 55.6 50.0 2 22.2 10.0
11.1 10.0 1
4 100.0 6.8 2 100.0 3.4 18 100.0 30.5 9 100.0 15.3 18 100.0 30.5 8
5.0 20
13.6 59
2
Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa dari keseluruhan profesi, petani ternyata
100% tidak terlibat. Peranan mereka menggarap lahan pertanian dan perkebunan, selama ini tidak mendapat peluang untuk terlibat dalarn kegiatan wisata clan ekowisata.
Penyediaan bahan pangan pada umumnya masih diambil dari
pedagang di kota terdekat yaitu Surade.
Profesi penyadap nira sebagian
berkesempatan untuk terlibat langsung, misalnya menerima kunjungan dari peserta ekowisata yang berkunjung di SM Cikepuh maupun Ujung Genteng. Menurut informasi dari internet, kunjungan kepada penyadap nira ini juga menjadi obyek wisata yang ditawarkan di Ujung Genteng.
Biasanya rombongan
pengunjung yang berkunjung di Ujung Genteng akan dibawa ke Perkebunan kelapa PT. Citespong dekat Hotel Amanda Ratu. Sedangkan Pengunjung SM Cikepuh akan melewati dan berkunjung pada kelompok penyadap nira di Blok
Citiis. Responden yang berprofesi sebagai pegawai (pegawai CV. Daya Bhakti, tenaga pengamanan masyarakat swakarsa BBKSDA, pegawai pengelola penginapan) 38,9% terlibat, 5,6% terlibat tidak langsung dan 55,6% (pegawai kelurahan, Dinas Perikanan, guru) tidak terlibat. Warga yang mempunyai profesi sebagai pekerja di bidang transportasi lokal seperti ojek, angkot, perahu 44.4% terlibat langsung. 33.3% terlibat tidak langsung dan 22.2% tidak terlibat. Profesi pedagang mempunyai 44.4% terlibat langsung, 44.4% terlibat tidak langsung dan 11.1% tidak terlibat.
Nelayan 12.5% terlibat langsung, 75% terlibat tidak
langsung dan 12.5.% tidak terlibat. Nelayan dimungkinkan berperan sebagai penyedia ikan yang menjadi bahan makanan bagi pengunjung. Tetapi tidak selalu pemilik penginapan atau pembeli berkesempatan untuk membeli langsung dari nelayan. Nelayan menjual ikannya ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Kadang kadang pada kesempatan tertentu dapat saja pengunjung yang menjumpai nelayan yang baru mendarat atau pulang memancing, dapat langsung membeli ikan. Mereka dapat pula memesan ikan dan istri nelayan tersebut dapat memasakkannya dengan imbalan tertentu. Tidak semua ikan yang dihasilkan nelayan di Ujung Genteng diionsumsi oleh pengunjung, apabila produksi berlebih ikan akan diirimkan ke daerah lain. Oleb sebab itu, ada juga sebagian kecil nelayan yang tidak terlibat kegiatan wisata.
5.2. Kinerja Usaha Telaah kinerja usaha yang telah berjalan di lokasi penelitian dilakukan dengan mencermati aspek - aspek penting usaha sebagai berikut : A. Produk
Produk wisata adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar, agar dapat menarik perhatian pengunjung untuk datang dan mendapatkan kepuasan yang ditawarkan. Saat ini sudah terdapat beberapa jenis produk yang sudah ditawarkan kepada pengunjung di SM Cikepuh dan sekitarnya :
1. Atraksi Penyu Bertelur Atraksi ini hanya dapat dinikmati oleh pengunjung pada malam hari. Lokasi atraksi adalah di Pantai Pangumbahan dan Pantai Citirem SM Cikepuh. Penguijung akan diajak melihat aktivitas penyu yang naik ke pantai untuk bertelur. Akan tetapi karena penyu sangat peka terhadap gangguan, maka petugas
akan meminta pengunjung untuk menunggu di pantai dan memberi tanda pada saat penyu dapat dilihat /didekati pengunjung. Hal ini disebabkan karena apabila penyu merasakan kehadiran mahluk lain maupun gangguan pada saat naik ke pantai hingga sebelum bertelur, ia akan kembali ke laut tanpa bertelur. Tetapi apabila pengunjung mendekati penyu saat sudah memulai proses bertelur, ia tetap akan melanjutkan aktivitas bertelur dan kemudian menutup lubang telurnya dan kembali ke laut. a. Pantai Pangnmbahan
A W i melihat penyu di Pantai Pangumbahan dapat disaksikan dengan membayar tiket masuk minimal sebesar Rp 30.000 per rombongan. Apabila rombongan terdiri lebih dari 6 orang, maka tambahan per orang Rp 5.000. Untuk biaya perjalanan, dari dan ke penginapan adalah sebesar Rp 35.000 per ojek. Adapun pelayanan yang diberikan pengojek adalah menjemput pengunjung di penginapan pada pukul 19.30 (atau sesuai waktu yang disepakati), mengantarkan ke Pantai Pangumbahan hingga pengunjung selesai melihat atraksi penyu dan mengantar pulang kembali. Setelah membaca peraturan, mengisi buku tamu dan membayar tiket masuk, pengunjung diminta menunggu di pantai, sementara petugas akan melakukan patroli di pos masing-masing di sepanjang pantai pengunduhan telur penyu ini. Apabila ada penyu yang naik, petugas akan saling memberi kode kepada pemandu dengan menggunakan lampu senter. Pemandu akan mengajak pengunjung untuk mendekati lokasi tersebut clan kembali menunggu. Apabila pengunjung tidak lebih dari 5 orang, pemandu dan petugas mengijinkan pengunjung untuk mendekati penyu saat proses bertelur. Akan tetapi bila lebih dari 5 orang, petugas dan pemandu baru akan mengijinkan pengunjung mendekati penyu pada saat selesai bertelur. Hal ini dilakukan dengan alasan menghindari stress pada penyu. Atraksi penyu tidak dapat ditentukan waktunya karena sangat tergantung pada naiknya penyu secara alarni. adakalanya penyu naik tidak terlalu malam sehingga pengunjung tidak perlu menunggu terlalu lama, namun adakalanya baru ada yang naik pada waktu larut malarn atau bahkan tidak ada yang naik sama sekali sehingga pengunjung hams menunggu lama atau pulang tanpa melihat
atraksi yang di tunggu. Pihak pengelola tidak dapat memberikan jaminan akan ada atau tidaknya penyu yang naik. Sebaliknya apabila pengunjung belurn puas dengan melihat 1 ekor penyu, tidak dibatasi untuk melihat penyu yang naik berikutnya.
Gambar 43 Penyu hijau (Chelonia mydas) kembali ke laut setelah selesai bertelur.
Gambar 44 Aktivitas pengunjung.
Aktivitas pengunjung addah menonton penyu yang melakukan tahapan
-
tahapan proses bertelurnya hingga kembali ke laut. Biasanya pengunjung akan memotret penyu dan memanfaatkan kesempatan menyentuh penyu. Tidak jarang, pengunjung berpose diatas punggung penyu yang sedang bejalan menuju pantai.
Ketentuan
- ketentuan mengunjungi Pantai Pangumbahan adalah sebagai
berikut :
1. Dilarang mengganggu Penyu. 2. Dilarang menyalakan baterailblitz foto saat penyu betelur. 3. Pengambilan gambar dilakukan setelah penyu bertelur dengan terlebih dulu mendapat izin dari petugas. 4. Dilarang jalan-jalan di pantai pada waktu ada penyu yang naik sebab bila
melihat gerakan penyu a k a kembali lagi ke laut. 5. Hanya diperbolehkan melihat bila penyu sudah bertelur.
6. Sewaktu meliat penyu selamanya harus didampingi para petugas.
7. Dilarang tinggal di pantai.
8. Pengunjung tidak diperkenankan berkemah di pantai. 9. Pengunjung diwajibkan membayar dana kesejahteraan sebesar Rp 30.000 per rombongan, maksirnal6 orang apabila lebih maka dikenai Rp 5.000 per orang. 10. Setiap pengnjung diwajibkan mengisi buku tamu.
b. Pantai Citirem
Atraksi melihat penyu di Pantai Citirem hanya dapat d i i a t i pengunjung yang bermalam di pantai ini, mengingat lokasi yang cukup jauh dan hanya dapat ditempuh pada siang hari. Pengunjung yang kebanyakan mahasiswa ini akan ikut berpatoli dengan petugas di sepanjang pantai dalam kelompok
-
kelompok. Petugas akan memandu tentang apa yang harus dilakukan apabila menjumpai penyu. Pengunjung yang ingin meliat atraksi penyu ini tidak diienai biaya untuk masuk ke kawasan SM Cikepuh, akan tetapi harus mengurus SIMAKSI. Pengunjung dapat menginap di pondok kerja dan bangunan penetasan
tukik yang digunakan oleh petugas jaga dengan fasilitas seadanya. Untuk kepeluan konsumsi pengunjung dapat memasak bersama petugas ataupun membayar jasa tukang masak. Adapun bahan makanan dibeli dan dibawa dari desa terdekat. Apabila pengunjung dalam jumlah banyak bisa juga memesan nasi bungkus dari warung makan di Desa Jaringao dengan diantar sampai lokasi menginap. Pengunjung SM Cikepuh hams didampingi petugas. Hal ini beralasan selain karena tidak mengetahui jalan, masuk ke- dalam kawasan juga beresiko
terhadap gangguan dam serta alasan pengamanan.
Selain itu seringkali
pengunjung membutuhkan informasi mengenai obyek yang diminati misalnya flora maupun fauna.
Maka petugas pendamping haruslah mempunyai
pengetahuan akan obyek tersebut. Maka banyak dari petugas yang dipilih adalah yang mempunyai pengetahuan pengenal pohon maupun paham tentang lokasilokasi satwa yang ingin dilihat pengunjung.
Tidak ada tarif untuk petugas
pendamping, akan tetapi umumnya pengunjung memberikan sekedar uang jasa kepada mereka sebesar Rp15.000 hingga Rp 50.000 per orang per hari. Terdapat kendala dalam mencapai lokasi menginap yaitu terdapat sungai yang pada saat musirn hujan cukup dalam sehingga untuk melaluinya pengunjung harus berbasah-basah melalui sungai. Selain itu kondisi pondok tempat menginap tidaklah memadai apaiagi bila pengunjung yang menginap datang berombongan. Umumnya pengunjung yang berniat datang ke lokasi ini adalah kelompok mahasiswa clan pecinta alam yang sudah siap dengan kondisi keterbatasan fasilitas.
2. Atraksi Melepas Tukik CV. Daya Bhakti sebagai pengelola Pantai Pangumbahan maupun BBKSDA sebagai pengelola Pantai Citirem menetaskan telur penyu yang terkumpul. BKSDA menetaskan 100% telur yang berhasil dikurnpulkan. Apabila pengunjung datang pada saat tukik menetas, maka pengunjung dapat melepaskan tukik-tukik tersebut tanpa dipungut bayaran. CV. Daya Bakti menetaskan 50% telur penyu bagi upaya pelestarian. Tukik yang menetas umumnya dipelihara selama 1-3 bulan, dan dilepaskan pada acara - acara seremonial yang dihadiri pejabat. Tukik - tukik tersebut dipelihara dalam bak dan diberi makan dengan teratur. Apabila ada wisatawan yang ingin melepaskan tukii dapat dilakukan dengan tarif Rp 5000 bagi kesejahteraan pegawai. Menurut keterangan pegawai CV. Daya Bakti, pernah ada wisatawan asing yang melepaskan 10 ekor tukik dan menyumbang Rp 100.000. Atraksi ini belum dipromosikan dengan baik karena terbentur pada ketersediaan tukik. Pihak BBKSDA akan melepaskan tukii begitu menetas karena tidak mempunyai bak pemeliharaan. Sedangkan CV. Daya Bhakti tidak mempunyai persediaan khusus bagi pengunjung.
Garnbar 45 Tukik yang baru menetas dilepaskan kembali ke laut.
Atraksi ini memiliki potensi yang menguntungkan apabila dilihat dari harga tukik yang dapat dilepaskan. Telur penyu mempunyai harga Rp 2000 apabila dijual kepada agen. Apabila dijual kepada konsumen di kota sebagai telur rebus siap konsumsi sudah mencapai harga Rp 3.500 (Yudha 2004). Dengan masa penetasan berkisar 40 hari tukik yang menetas dapat dijual kepada pengunjung yang datang, untuk dilepaskan kembali ke dam, dengan harga lebih tinggi yaitu Rp 5.000 per ekor. 3. Pengarnatan Flora Fauna SM Cikepuh
SM Cikepuh sudah biasa menjadi tempat kunjungan bagi kegiatan penelitian flora dan fauna yang terdapat dalam kawasan ini.
Umumnya
pengunjung yang mendatangi tempat ini datang secara individu maupun rombongan untuk mengamati jenis ataupun ekosistem tertentu.
Kunjungan
semacam ini memerlukan pendamping yang memiliki kemampuan dan pengetahuan mengenai obyek yang diminati pengunjung. Selama ini kegiatan ini belum diiemas secara lebih menarik dan mudah diakses oleh pengunjung. Umumnya hanya kalangan tertentu yaitu akademisi dan lembaga ilmiah yang telah melakukan kunjungan - kunjungan ke kawasan ini. Aktivitas kunjungan ke dalam kawasan SM Cikepuh tidak dikenai biaya. Adapun pelayanan yang dapat diberikan adalah fasilitas kerja pengamanan petugas seperti pondok kerja dan jalan patroli yang dapat dimanfaatkan, serta tenaga pendamping. Adapun semua biaya operasional menjadi tanggungan pengunjung. 4. Kunjungan ke Obyek Daya Tank Wisata Alarn
Iviempakan kunjungan ke lokasi pendukung.
-
lokasi ODTWA pantai maupun
Pada saat ini organisasi ojek adalah pihak yang paling aktif
mempromosikan produk- produk kunjungan ke ODTWA.
Biasanya para
pengojek akan mendatangi tamu di penginapan sesaat setelah kedatangan tamu. Mereka biasanya akan menawarkan beberapa altematif kunjungan dengan menceritakan situasi, keindahan dan keunikan serta negosiasi harga jasa mengantarkan pengunjung ke obyek tersebut.
Pelayanan yang diterima
pengunjung adalah jasa mengantarkan hingga pulang kembali dengan waktu lama kunjtmgan bebas. Tarif kunjungan bervariasi tergantung jauh dekat obyek, berkisar antara Rp 20.000 hingga Rp 170.000. Konsumsi maupun tiket mas& (apabila ada) menjadi tanggungan pengguna jasa.
Ada beberapa kendala apabila pengunjung berminat mengunjungi ODTWA yang jauh karena beberapa kendaraan ojek tidak dilengkapi surat-swat kendaraan lengkap, biasanya pengojek demikian akan mengalihkan perninat kepada pengojek lain.
Banyak dari pengojek tidak dapat berbahasa inggris
sehingga tidak percaya diri mengantar Pengunjung mancanegara. 5. Paket Kunjungan ke Beberapa Obyek dan Aktivitas Masyarakat
Merupakan gabungan dari kunjungan ke beberapa obyek maupun aktivitas masyarakat yang dikemas dalam paket 1-2 hari.
Paket semacam ini di
kembangkan oleh pemandu wisata yang membuat paket dengan variasi kunjungan baru setiap tahun. Pihak kelompok ojeg dan staf penginapan sudah mulai meniru, dengan membuat paket - paket sederhana yang ditawarkan sebagai paket sehari. Beberapa penginapan mempunyai agen di kota lain yang menawarkan paket kunjungan ke ODTWA kepada pengunjung yang memesan penginapan dari agen. Penginapan tersebut biasanya telah mempunyai staf yang dapat mengantar tamu ke obyek - obyek kunjungan yang ditawarkan.
B. Jasa Sarana Wisata 1. Fasilitas
Fasilitas wisata yang tersedia bagi pengunjung di SM Cikepuh dan sekitarnya disajikan pada tabel 10. Tabel 10 Fasilitas wisata di SM Cikepuh dan sekitarnya No. 1.
2.
3.
Fasilitas SM Cikeouh - ~ o n d o kkej a Jaringao
Kondisi
Keterangan
baik
-
kurang memadai
dapat dimanfaatkan pengunjung. dapat dimanfaatkan ~engunjung Yang menginap di Citirem
Pondok kerja dan Bangunan penetasan Tukik - MCKdansumur - Jalan setapak Pantai Pangumbahan - Pondokkerja Ujung Genteng - Penginapan - Jalanaspal - Jalan tanah dan jalan pantai
kurang terawat ditumbuhi semak baik
dapat dimanfaatkan Yang mahasiswa penelitian
baik baik kurang memadai
telah banyak dimanfaatkan oleh pengunjung Ujung Genteng
Adapun gambar fasilitas - fasilitas tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar 46 Jalan pantai berpasir.
Gambar 47 Jalan tanah dan pondok.
I
Doc. P e w Suryadi
Doc. Petrus Suryadi
Gambar 48 Penginapan.
Gambar 49 Penginapan
Gambar 50 Fasilitas MCK di Pantai Citirem.
Gambar 51 Jalan melewati sungai.
2. Jasa Pelayanan
Terdapat beberapa jasa pelayanan yang dapat dimanfaatkan pengunjung untuk mempermudah aktivitas kunjungan, yaitu jasa pemandu, interpreter dan
ojek. Jasa pelayanan yang tersedia bagi pengunjung SM Cikepuh dan sekitarnya disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Jasa pelayanan yang tersedia bagi pengunjung
No. Jasa 1. SM Cikepuh - Pemandu 2. Pantai Pangumbahan - Pemandu 3. Ujung rjenteng - Ojek
-
- Pemandu
Pelayanan Sebagai penunjuk jalan, pengenal flora dan fatma kawasan yang di amati oleh pengunjung Sebagai pemberi penjelasan kepada pengunjung mengenai penyu dan atraksi yang disajikan. P e m j u k jalan sekz&gus menyediakaxi jasa sarana transportasi bagi pengunjung. Aktif melakukan survey menemukan lokasi kunjungan baru yang menarik, membuat trend, mempromosikan dan memandu pengunjung.
Pada umumnya dari hasil wawancara, pemandu SM Cikepuh bertugas mendampingi pengunjung sesuai dengan kebutuhan pengtmjung. Pada umumnya mereka memiliki pengetahuan lebih mengenai jenis-jenis flora dan fauna. Pemandu &an memberikan penjelasan mengenai obyek
- obyek yang diminati
pengunjung dan menjawab pertanyaan pengunjung seputar obyek dan kondisi lapangan. Tetapi adakalanya pemandu bersikap pasif dan baru memberikan penjelasan apabila ditanya. Pemandu di Pantai Pangumbahan melakukan interaksi aktif dengan pengunjung. Pemandu bercerita tentang kehidupan penyu dan kelestariannya. Akan tetapi pemandu masih sering menunjukkan sikap tidak konservatif karena juga bercerita tentang pengalaman makan telur penyu dan daging penyu. Hal ini bertentangan dengan pengetahuan yang disampaikan mengenai kerentanan, dan menurunnya populasi penyu. Pada saat pengunjung diijinkan melihat penyu, pemandu bahkan mendorong perilaku wisatawan untuk melakukan aksi-aksi yang mengganggu penyu yaitu duduk dan berpose di punggung penyu. Kenyataan tersebut cukup mengganggu pengunjung yang memiliki perhatian terhadap satwa. Kelompok pengojek pada unlurnnya berpotensi untuk menjadi penunjuk jalan sekaligus pemandu.
Akan tetapi pada umumnya mereka tidak semua
mampu bersikap aktif dan menceritakan hal - ha1 yang menarik tentang obyek. Kebanyakan dari mereka bersikap pasif dan baru bercerita pada saat ditanya. Terdapat satu orang pemandu di Pantai Ujung Genteng, yang melakukan pemanduan karena merasa senang melakukannya. Pemandu ini hanya melakukan pemanduan pada hari - hari libur saja karena sehari - hari bekerja di bidang lain. Pemandu aktif melakukan survey obyek - obyek baru dan dengan membuat
kombiiasi gabungan beberapa obyek sebaga trend wisata ke kawasan ini. Trend baru selalu berganti setiap tahun dengan tujuan untuk mempopulerkan obyek
-
obyek temuan baru pada khususnya dan kunjungan ke Ujung Genteng pada umumnya. Menurutnya interpretasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan, biasanya bila ada pengunjung yang bertanya, baru akan dijelaskan mengenai obyek yang
dikunjungi. Kaharuddin (2003) menyatakan bahwa Ekowisata yang memiliki prinsip dasar edukasi terhadap obyek sehingga wisatawan memiliki kesadaran terhadap kelestarian obyek di samping pengalaman pengetahuan dan kesenangan. Oleh karena itu, pemandu haruslah orang yang mampu memberikan penjelasan kepada wistawan akan suatu atraksi. C. Sumber Daya Manusia (SDM) Ekowisata Kondisi SDM selain diketahui dari pendidikan masyarakat desa yang tersedia dari data monografi desa, juga didapatkan dari data SDM dari beberapa pengelola kawasan yang seringkali terkait dengan kegiatan ekowisata:
1. Pengelola dan staf penginapan 2. Pegawai CV. Daya Bhakti 3.Pegawai BKSDA Resort SM Cikepuh 4. Kelompok usaha transportasi Ojek Wisata (OPOW)
1. SDM Pengelola dau Staf Penginapan Penginapan umumnya memberikan pelayanan akomodasi, kenyamanan tinggal dan konsumsi.
Kualitas SDM didasarkan pada pendidikan, pelatihan
tentang pariwisata maupun perhotelan dan kemampuan berbahasa Inggris. Dari 8 penginapan yang diwawancarai didapatkan data pegawai sebagai berikut
Tabel 12 SDM penginapan No.
Jumlah
SD
1 A 2 B
2 4
1 1
C
3
4 D
6 2 2 1
1 1
21
6 28,.6
3
Kode
5 E 6 F 7 G
Jumlah Prosentase
100,O
SMP
SMA
PT
1
2 2 4
DIKLAT -
1
1 1
-
1 1
1 10
47,6
2 9,5
2 9,s
0
Pasif
Aktif
1 1 0
1 1
4
2
0 0 0
1
6 28,6
5 23,s
Prosentase pegawai yang mempunyai pendidikan SMP adalah yang terbesar yaitu 47,6%, diikuti SD 28,6%. Umumnya pada tahun 1980-an memang belum ada SMP yang dibangun di desa ini sehingga kebanyakan anak berpendidikan SMP. Masing - masing hanya 2 orang 9,5% yang berpendidikan SMA dan perguman tinggi (Dl dan D3 Pariwisata). Dari 8 pengelola penginapan yang berhasil diwawancarai, didapatkan data bahwa kebanyakan penginapan mempunyai 1 orang pengelola saja
dengan
pendidikan SD, SMP dan SMA. Ada 1 buah penginapan yang memiliki pengelola dengan tingkat pendidikan Dl Pariwisata dan 1 penginapan pemiliknya mempunyai pendidikan D3 Pariwisata, 2 penginapan tersebut mempunyai pegawai 4 dan 6 orang yang bertugas mengurusi kebersihan, makanan, dan keamanan. Sedangkan yang lain umumnya 1 orang pengelola yang biasanya menyertakan istrinya untuk tugas memasak apabila sedang banyak pengunjung. Mereka mempekerjakan pegawai yang diambil dari desa secara kondisional apabila diperlukan misalnya untuk tugas mencuci, belanja, mencuci piring dan tugas lainnya. Sebanyak 28,6% dari pegawai mampu berbahasa inggris secara pasif dan 23,8% mampu bebahasa inggris secara aktif. Sedangkan sisanya tidak dapat berbahasa inggris. Menurut hasil wawancara dengan pengunjung, meskipun dibawah 50% masih terdapat keluhan atas pelayanan jasa pada penginapan. Umumnya keluhan mengenai
kurangnya variasi menu makanan, kurang nyamannya fasilitas di
kamar penginapan maupun peralatan makan serta kurang nyamannya bangunan Untuk itu perlu dilakukan suatu pelatihan pelayanan untuk
penginapan.
mernenuhi standar kompetensi pelayanan penginapan di kawasan ini untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pengunjung yang memadai. Kaharuddin (2003) mendefinisikan standart
kompetensi sebagai kernampuan minimum untuk
melakukan suatu pekerjaan dalam lingkungan kerja tertentu.
2. SDM Jasa Transportasi Ojek Wisata Ojek di Ujung Genteng pada umumnya memberikan pelayanan transportasi yang murah dan fleksibel, sekaligus interpreter objek. Kualitas SDM didasarkan pada pendidiian formal, pengetahuan obyek tujuan dan kemampuan berbahasa inggris. Tabel 13 SDM ojek wisata Kode Pengetahuan No. Responden 20 Obyek
Prosentase
100
SD
Pendidikan SMP SMA
80.0
10.0
10.0
B. Inggris Aktif Pasif
10.0
50.0
Dari 10 orang responden ojek, 80% merniliki pendidikan SD sementara SMP 10% dan SMA 10%. lokasinya.
Sernentara pengetahuan tentang obyek 100% mengetahui
Sernentara kemampuan berbahasa inggris pasif adalah 50% dm
keman~puanberbahasa inggris aktif adalah 10%. Kernampuan berbahasa inggris ini mempengaruhi rasa percaya d i i pengojek untuk rnengantarkan pengunjung mancanegara.
Apabila tidak disertai dengan teman yang mampu berbahasa
inggris mereka tidak berani rnengantarkan.
Pemandu m e ~ p a k a n seseorang yang mempunyai keahlian dan pengetahuan khusus terhadap obyek yang bisa berasal dari masyarakat sekitar yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang panjang tentang kawasan wisata tersebut. (Kaharuddin 2003). Selanjutnya disebutkan bahwa pemandu berbeda dengan penunjuk jalan yang hanya sebagai penunjuk dalam satu perjalanan. Salah satu upaya pengembangan usaha ekowisata sebailcnya adalah meningkatkan kemampuan penunjuk jalan yang sudah ada untuk dapat memberikan pelayanan yang bemutu karena ekowisata dapat dipahami sebagai suatu upaya untuk mengumpulkan pengalaman (Kaharuddin 2003). Lebih lanjut disebutkan bahwa peran interpreter atau pemandu dalam ekowisata memiliki peran strategis yang dapat memberikan pencerahan kepada wisatawan sehingga tercipta suatu image yang baik terhadap obyek wisata. Dengan memberikan pemahaman terhadap proses dan dinamikanya yang terdapat di suatu obyek wisata akan mendekatkan manusia dengan lingkungannya. Menurut Curtin (2003) faktor penting dari wisata melihat paus dan juga bentuk kehidupan liar di alam lainnya dan ekowisata, adalah interpretasi dan pendidikan.
Ide untuk pendidikan
lingkungan bagi masyarakat luas adalah berdasarkan asumsi bahwa semakin banyak orang mengetahui perilaku dan ekosistem spesies akan bertambah keinginan mereka untuk membantu konse~asinya.
3. SDM Petugas Pendamping di SM Cikepuh Petugas pendanping di SM Cikepuh umumnya dituntut pengetahuannya akan lokasi, situasi kawasan dan pengenalan flora fauna yang seringkali menjadi tujuan dan minat pengunjung.
Selain itu pemahaman situasi lapangan yang
seringkali berkaitan dengan keamanan kawasan dan bahaya alam yang dapat mengancam keselarnatan pengunjung sangat diperlukan. Oleh karena itu kualitas SDM didasarkan kepada pengalaman atau lama kerja dan p e n d i d i formal serta pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti. SDM SM Cikepuh umumnya merupakan petugas keamanan yang juga berfungsi ganda menjadi pendamping bagi pengunjung. Umumnya keterampilan yang dibutuhkan dalam mendampingi pengunjung adalah pengenalan flora-fauna, serta pengenalan tempat dan lokasi yang ada di dalam areal SM Cikepuh. Menurut hasil wawancara 5 petugas, 80% berpendidikan SD dan SMP. Semua
petugas mempunyai tugas pokok pengamanan. Mereka tidak pemah mendapatkan pengetahuan ekowisata maupun teknik melakukan pendampingan pengunjung. Pada umurnnya mereka belajar sendiri dari pengalaman. lama kerja responden dari
5 petugas yang diwawancarai adalah 60% 26-30 tahun, 20% 2'0-25 tahun dan 20% kurang dari 20 tahun. Petugas yang berstatus TPHL kebanyakan berasal dari penduduk setempat yang diangkat menjadi pegawai BBKSDA. Berikut addah data SDM yang didapatkan. Selama ini belum terbuka peluang bagi masyarakat umum untuk dapat menjadi pemandu di dalam kawasan, sehingga usaha pemanduan ini belum bisa dilakukan masyarakat sekitar kawasan. Tabel 14 SDM petugas pendamping di SM Cikepuh No.
Kode Responden
2630th
1 A 2 B 3 C
-
4 D 5 E
1
2025th 1
-
-
TPHL* TPHL POLHUT** TPHL TPHL
1
-
-
1 3
Pendidikan
Diklat Ekowisata
SMP
-
SD SMA
-
a 0 th
1
Jumlah
Status Pegawai
Lama Kej a
1
SMP SD
1
Prosentase 60 20 20 *TPHL= Tenaaa Pengaman Hutan Laiunya Terdapat beberapa pengunjung yang menyatakan kurang puas terhadap pelayanan, ha1 ini disebabkan kadangkala pendamping kurang menguasai bidang yang diminati pengunjung, sehingga kurang bisa memberikan masukan terhadap pengamatan mereka. Untuk itu diperlukan kemampuan interpretasi terhadap obyek oleh petugas sebagai sebuah bentuk pelayanan kepada pengunjung. Interpretasi yang merupakan jembatan antara surnberdaya alam, wisata dengan pengunjung yang datang akan menjadikan kunjungan wisatawan menjadi bermakna. Pengunjung selain bersenang - senang dan menikmati keindahan alam dari tempat yang dikunjunginya, juga mendapatkan pengetahuan, pengertian dan pemahaman tentang kawasan ity baik flora, fauna, sejarah, budaya, geologi dan sebagainya ( Muntasib 2004). Kaharuddin (2003) menyebutkan bahwa masyarakat dapat menjadi pemandu karena memiliki pengalaman yang panjang dalam pengelolaan
0 0
sumberdaya dam dan melihat fenomena pada obyek bersangkutan. Maka agar dapat dilakukan sebuah kegiatan yang baik perlu dilakukan p e m b i i bagaimana cara memandu serta apa pemandu.
- apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab seorang
Pembinaan dan penambahan ilmu pengetahuan tentang teknik
memandu sangat penting bagi peningkatan kualitas pemanduan, disamping tambahan ilmu pengetahuan teknis tentang bidang
-
bidang khusus yang
diperlukan. Sebagai perbandingan, bahwa kegiatan ekowisata dapat menjadi media yang baik bagi p e n d i d i i lingkungan dan penyampaian informasi adalah seperti yang terjadi di Mon Repos Conservation Park (MRCP) Australia. Sebesar 99% responden pengunjung MRCP menyatakan kunjungan melihat penyu memberikan banyak informasi, sepertiga responden pengunjung menjadi peduli terhadap ancaman penyu pada kunjungan pertama dan lebii dari separuh pengunjung menyatakan mereka mendapat tambahan informasi tentang ancaman dan 31% pengunjung menyatakan mendapatkan informasi pengetahuan tentang biologi penyu untuk pertamakalinya dalam kunjungan ke MRCP.
I-la1 tersebut
menunjukkan bahwa kunjungan ke MRCP sangat efektif bagi pendidikan lingkungan dan darnpak pengetahuan konsewasi bagi pengunjung. 4. SDM Pemandu Atraksi di Pantai Pangumbahan
SDM lapangan Pantai Pangumbahan berjumlah 12 orang dan berstatus pegawai harian lepas. Mereka semua berpendidikan SD, 8 orang bekerja mulai
tahun 1984 dan 3 orang bekerja sejak tahun 1993. di antara mereka ada satu di yang dapat berkomunikasi dalam bahasa inggris. Pengetahuan mereka tentang penyu pada umumnya sangat baik.
Hal ini dimungkmkan karena seringnya
kunjungan peneliti, mahasiswa dan tenaga ahli yang mensosialisasikan pengetahuan ini kepada mereka. SDM
lapangan
Pantai
Pangurnbahan mempunyai
pemantauan pengundullan, penetasan dan pengepakan telur.
tugas
utama
Pada saat
mendampingi pengunjung, mereka mampu untuk berinteraksi dan berkomunikasi menceritakan kehidupan dan proses reproduksi penyu. Terdapat beberapa pengunjung yang menyesalkan sikap petugas yang tidak melarang bahkan mendorong perlakuan-perlakuan yang mengganggu penyu.
pel&
usaha wisata, dan promosi yang diterima oleh pengunjung yang sudah
datang di SM Cikepuh dan sekitarnya.
1. Promosi yang dilakukan a. SM Cikepuh BBKSDA Jawa Barat memiliki website yang memuat data-data semua kawasan konsewasinya termasuk SM Cikepuh. Website tersebut memuat status kawasan, serta potensi flora - faunanya.
Meskipun memptmyai fungsi
pemanfaatan sebagai wisata terbatas, SM Cikepuh hanya dapat dikunjungi dengan persyaratan ijin khusus. Peminat informasi dan kunjungan dapat menanyakan informasi kunjungan ke kantor BBKSDA Jawa Barat melalui telepon. b. Pantai Pangumbahan
Pantai Pangumbahan tidak pernah mempromosikan kegiatan wisata karena peruntukan utamanya yang bukan untuk wisata. Keberadaan atraksi penyu di Pantai Pangumbahan justru dipromosikan oleh pihak penginapan, agen wisata, pemandu wisata dan ojek sebagai daya tarik untuk menawarkan fasilitas d m jasa wisata yang dirniliki. e. Pantai Ujung Genteng
Pemerintah Daerah
Kabupaten Sukabumi saat ini telah melakukan
promosi obyek - obyek wisata melalui pusat informasi, leaflet, booklet dan CD. Pantai Pangumbahan juga telah menjadi salah satu titik lokasi yang dipromosikan sebagai tujuan wisata karena keberadaan penyunya. Akan tetapi kawasan pantai selatan ini belum dipromosikan sebagai satu kawasan wisata andalan. Tampaknya pemerintah daerah masih menitikberatkan kawasan ini sebagai sentra produksi perikanan termasuk pemungutan telur penyunya.
Pihak Dinas Perikanan
Kabupaten Sukabumi beranggapan apabila kawasan ini berkembang bagi ekowisata yang menitikberatkan kepada atraksi penyu, maka populasi penyu akan terganggu dan semakin menurun sehingga akan berakibat pada semakin menurunnya produksi telur penyu. D i a s Pariwisata Kabupaten Sukabumi, masih mengandalkan obyek pantai lain seperti Pelabuhan Ratu dan Minajaya. Meskipun pada awal Mei 2007 Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi telah meresmikan dan mengoperasikan Gerbang Wisata Ujung Gen~engbeserta pemungutan tiket sebesar Rp 2.000 per orang, serta
tarif bagi kendaraan bermotor, akan tetapi belum ada penataan, fasilitas maupun program pengembangan apapun yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata di kawasan tersebut.
Menurut Dinas Pariwisata
Pembukaan gerbang tersebut memang
merupakan langkah awal dari pembangunan wisata yang mereka lakukan di Ujung Genteng. Nantinya mereka akan melakukan penataan seperti pembangunan pusat informasi clan promosi kawasan Pantai Ujung Genteng. Lebih lanjut disebutkan bahwa salah satu kendala dilakukannya pembangunan di kawasan ini, adalah status lahan yang masih belum ditetapkan peruntukannya oleh pemerintah daerah. Saat ini,sebagian besar tanah di kawasan Ujung Genteng masih diiaim sebagai daerah cadangan militer TNI AU. Promosi Ujung Genteng justru dipelopori oleh seorang pecinta fotografi yang membuat satu website dengan foto - foto potensi keindahan alam pantai dan ODTWA lain di Ujung Genteng, lengkap dengan informasi penginapan, harga dan aksesibilitasnya Tokoh ini, menyatakan mendapat kepuasan tersendiri dengan semakin banyaknya orang yang mengetahui keberadaan Pantai Ujung Genteng dan berkunjung ke sana. Tokoh tersebut aktif melakukan survey obyek - obyek pendukung yang dapat dikunjungi oleh pengunjung Ujung Genteng. Menurutnya survey obyek barn ini penting dilakukan karena popularitas Pantai Ujung Genteng yang dulu hanya mengandalkan atraksi penyu suatu saat akan surut karena kondisi populasi penyu yang semakin berkurang.
Sejak tahun 2001 mulai
mempromosikan Ujung Genteng melalui website yang pada saat itu gratis, pada tahun pertama. Mulai tahun 2004 tokoh tersebut mulai membuat paket - paket wisata yang menjadi trend kunjungan dan berganti setiap tahun, dan mulai melakukan pemanduan untuk mempopulerkan lokasi - lokasi temuannya. Pada Saat ini, pihak yang merasa sangat berkepentingan akan promosi Ujung Genteng adalah penginapan, karena kedatangan pengunjung yang memanfaatkan fasilitas penginapan tentunya akan menambah penghasilan mereka. Berikut ini Tabel 15 menampilkan data promosi penginapan di Ujung Genteng.
Tabel 15 Data promosi penginapan di Ujung Genteng - -
Kode No. Penginapan 1. A
2.
3.
B
C
Pelayanan Pondok, makan
Agen
Internet
1
1
Pondok, Kamar standar, Kamar AC, Restoran Kamar, pondok Kamar, makan
4.
D
5.
E
Kamar, makan
6.
F
Kamar, makan
7.
G
8.
--
Promosi
Pondokjas a masak Rumah H dengan 2 kamar,iasa masak Jumlah Prosentase
1
1
1 1
Ojek& pemandu
Lokasi penginapan yang pertama dicapai pengunjung,mempunyai agen promosi di Bogor 1
1
1
1
1
1
1
1 2
25%
8 100%
Keterangan
Memiliki restoran yang selalu siap, sudah banyak pelanggan, fasilitas paling lengkap. Ada kerjasama dengan pemandu dan ojek. Tidak melakukan promosi aktif, sudah dikenal wisatawan mancanegra dari buku dan majalah suwing Mempunyai group agen promosi wisata selancar di Bali dan Australia Tidak melakukan promosi &if, harga jauh lebih murah, dengan lokasi yang berbatasan dengan Pantai Pangumbahan, sehingga sangat dekat dengan lokasi selancar (status tanah ilegal) Pengunjung tidak perlu biaya lagi untuk mencapai tempat selancar. Menjalin hubungan dengan Ojek dan travel mengantar wisatawan ke yang penginapannya. lokasi yang berbatasan dengan Pantai Pangumbahan, sangat dekat dengan lokasi selancar (status tanall ilegal). Pengunjung tidak perlu biaya lagi untuk mencapai tempat selancar. Terletak di Muara Cibuaya, tidak melakukan promosi aktif Terletak di ~emukiman~endudukdekat Muara cibuiya, relatif h k y a terisi pada saat benar - benar ramai
4 50%
Dari 8 Responden Penginapan yang diwawancarai, 100% dipromosikan melalui Internet. Semua penginapan yang ada di Ujung Genteng telah didata baik garnbar, lokasi, alamat, nomor telepon dan standart harga yang ditampilkan dalarn website Ujung Genteng.
Website tersebut sebenarnya bukanlah inisiatif dari
pemilik penginapan, melainkan mumi inisiatif dan biaya dari seorang pecinta fotografi di Ujung Genteng yang kemudian bergerak di bidang pemanduan. Selain promosi melalui internet 25% penginapan menyatakan mempunyai agen
promosi di kota lain bahkan 1 penginapan merupakan bagian dari g u p agen perjalanan wisata selancar yang memiliki pewakilan di Bali dan Australia Sementara itu 50% menjalin hubungan kerjasarna dengan ojek dan pemandu yang aktif menunjukkan lokasi pengiiapan pada tamu yang datang.
2. Promosi yang diterima pengunjung Data promosi yang diterima pengunjung didapatkan dari 122 responden. Adapun data promosi tersebut dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Data promosi yang diterima pengunjung No. 1.
2.
3.
Data Promosi yang Didapat Responden Sumber promosi Teman/senior/ saudara = Agen = Bukul r n a j a l w Internet Pemandu Kawasan yang diketahui a Ujung Genteng Pantai Pangumbahan SM Cikepuh Obyek yang dipromosikan Penyu = Pantai Kealamian Pengetahuan Pengalaman Petualangan Hutan Berselancar
-
Jumlah
Yo
Total
4
3,01
100
95 71 52
43,58 32,57 23,85
100 100 100
71 94 29
21,39 8,73
100 100 100
24
7,23
100
28,31
Sumber promosi yang didapat oleh responden pengunjung, yang terbanyak adalah informasi dari teman, saudara maupun senior yang sudah pemah berkunjung ke kawasan ini yaitu sebesar 69,92%. Kemudian diikuti ole11 buku majalah, televisi. sebesar 14,29% dan Internet 12,03%. informasi yang di dapatkan dari agen dar~pemandu.
Sisanya merupakan
Kawasan yang paling banyak diketahui pengunjung adalah Ujung Genteng sebesar 43,58%, kemudian Pantai Pangumbahan 32,57%dan SM Cikepuh sebesar
23,85%. Sedangkan obyek menarik yang didengar responden pengunjung terbanyak adalah pantai 28,31% menyusul kemudian penyu sebesar 21,39% dan sisanya adalah pengalaman, petualangan, kealamian, pengetahuan, hutan dan berselancar.
E. Keuangan Aspek keuangan dalam kegiatan usaha memegang peranan penting, karena dalam kegiatan usaha terjadi perputaran uang untuk menghasilkan keuntungan. Aspek keuangan dalam penelitian dibatasi pada aspek keuntungan saja. Faktor keuntungan bagi operator ekowisata akan menjadi faktor penentu keberlanjutan suatu usaha ekowisata. Keuntungan yang didapat membuat suatu jenis usaha tern berlanjut bahkan membuat bermunculannya usaha - usaha baru yang menginginkan mendapatkan keuntungan yang sama
Tisdell (1998)
menyebutkan bahwa bahwa ekowisata tidak akan berkembang bila tidak mendatangkan keuntungan. Dalam penelitian ini aspek keuntungan diteliti dari usaha penginapan, ojek, pendamping di SM Cikepuh clan Pegawai Pangumbahan. Keuntungan yang didapat membuat suatu jenis usaha terns berlanjut bahkan membuat bermunculannya usaha - usaha baru yang menginginkan mendapatkan keuntungan yang sama Keuntungan diihitung berdasarkan prediisi rata - rata jumlah pengunjung dan uang jasa yang diberikan, serta jumlah personil.
1. Usaha Penginapan
Dari 8 penginapan yang diwawancarai menyebutkan keuntungan sebagai berikut : Tabel 17 Data keuntungan penginapan No.
Kode Responden
1. A 2. B
3. C 4.
5. 6. 7. 8.
D E F G H
Total jumlah Keuntungan rata-rata
Keuntungan per tahun (Rp) 50.000.000 100.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 65.000.000 5.000.000 3.000.000 373.000.000 46.625.000
Keterangan kapasitas clan fasilitas lebih banyak
lokasi dekat tempat berselancar hanya 1 bungalow rumah penduduk yang disewakan masing-masing penginapan pertahun
Apabila melihat dari besamya keuntungan rata - rata pengusahaan penginapan tentunya mendorong timbulnya usaha
-
usaha masyarakat untuk
menciptakan usaha sejenis. Hal yang menjadi kendala adalah perlunya modal yang cukup tinggi dalam membeli tanahllahan, mendirikan bangunan, mengurus ijin serta membayar pajak usaha. Usaha dengan modal besar semacam ini hanya mampu dilakukan pernilik modal yang kebanyakan adalah orang kota. Sementara masyarakat setempat kebanyakan mempakan penjaga yang diserahi tugas mengelola penginapan tersebut. Beberapa masyarakat menyewakan bangunan rumah tinggal mereka yang berada relatif dekat pantai. Apabila ada pengunjung yang menyewa nunah mereka, maka penghuni akan pindah ke nunah saudaranya. Beberapa masyarakat sengaja mendirikan rumah panggung di pantai (di kawasan ini masih banyak pembangunan rumah - rumah masyarakat tanpa legalitas lahan) dengan maksud untuk disewakan kepada pengunjung. Adapula kecenderungan pendirian bangunan penginapan dengan kapasitas yang cukup besar di atas tanah illegal. Pendirian bangunan yang memerlukan dana besar biasanya dibiayai oleh pemilik modal dari kota dengan pengelola dari masyarakat sekitar dengan bagi hasil. Masyarakat yang mengelola penginapan semacam i t - , berdalih bahwa hasil keuntungan penginapan sebagian besar mereka sumbangkan untuk kepentingan
b, Perahu Wisata. Perahu nelayan pada saat pengunjung ramai seringkali disewa sebagai perahu wisata untuk ke Pantai Cikepuh, memancing di laut ataupun mengantarkan pengunjung berselancar di Ombak Tujuh. Nelayan menetapkan harga Rp 200.000 hingga Rp 500.000 diluar biaya operasional dan bensin. Harga sekaligus keuntungan bersih mereka tersebut, merupakan harga sewa perahu dan pengemudinya selama sehari.
Menurut mereka, usaha menyewakan perahu
tersebut lebih menguntungkan karena hasilnya pasti dan tidak memerlukan tenaga menangkap ikan serta modal alat penangkap ikan.
Nelayan tidak khusus
menyewakan perahunya akan tetapi pada saat ada yang menyewa mereka lebih memilih untuk mengantarkan wisatawan daripada melaut karena lebih menguntungkan. Menurut mereka pada saat lebaran peminat perahu wisata meningkat tajam hingga perahu yang ada tidak mencukupi jumlah permintaan. Umumnya nelayan melaut pada malam hari sehingga pada siang hari perahu dapat disewakan kepada pengunjung.
3. Keuntungan Pemanduan
Baik di SM Ciepuh, Pantai Pangumbahan maupun Ujung Genteng telah terdapat jenis usaha pemanduan. a, Penghasilan Pendamping Kunjungan di SM Cikepuh SM Cikepuh merupakan kawasan konservasi yang menghamskan pengunjungnya untuk membawa pendamping. mempunyai tujuan untuk mempelajari flora
Kebanyakan pengunjung
fauna datang berkelompok dan
berupa kunjungan lebih dari 1 hari. Pendamping bertugas menunjukkan jalan serta menjadi tuan rumah yang memberikan informasi dan memudahkan jalannya kegiatan.
Jumlah pendamping yang dibutuhkan tidak dibatasi meladcan
tergantung kebutuhan pengunjung. Petugas pendampingan tidak menetapkan tarif khusus, akan tetapi berdasarkan kesukarelaan pengunjung saja. petugas pendamping umurnnya adalah sebagai berikut
Pendapatan
Tabel 19 Pendapatan petugas pendamping SM Cikepuh No. 1 2 3 4 5
Kode Responden
Rata-rata jnmlah hari per tahun
Rata-rata pendapatan per hari
5 5 3 3 4
A
B C
D E
Pendapatan per tahun
25.000 25,000 25.000 25.000 25.000
125.000 125.000 75.000 75.000 100.000
Total pendapatan Rata-rata pendapatan per orang per tahun
500.000 100.000
Pengunjung SM Ciepuh tidak menentu, dalam satu bulan bisa tidak ada
- kadang ada dan datang dalam kelompok besar.
sarna sekali, kadang
Jurnlah
pendamping yang dibutuhkan juga tidak tentu, biasanya tergantung besarnya kelompok. Oleh karena itu, dari 10 petugas yang ada dalam setahun hanya ~ 2 hingga 3 hari. Oleh mendampingi 1 atau dua kali dengan lama w a k t ~antara
karena itu pendapatan dari pendampingan terbilang kecil dan tidak menentu. Sedangkan
dalam
pendampingan
umurnnya
pekerjaan
mereka
cukup
membutuhkan tenaga fisik yang besar. b, Pendapatan Pemandu Pantai Pangumbahan
Pantai Pangumbahan menetapkan tarif Rp 30.000 per kelompok pengunjung yang ingin melihat penyu. Apabila dalam 1 kelompok pengunjung berjurnlah lebih dari 6 orang maka dikenai tarif Rp 5.000 per orang. Jumlah pengunjung tidak tentu kadang pengunjung datang dalam kelompok kecil atau kelompok besar.
Adapun pengunjung kebanyakan datang di akhir minggu.
Prediisi Pendapatan 12 orang pegawai lapangan Pantai Pangumbahan adalah sebagai berikut Tabel 2 0 Prediksi pendapatan pegawai lapangan pangumbahan dari kunjungan Rata-rata jurnlah Pengunjung per bulan
Rata-rata jumlah Kelompok
Rata-rata jumlah orang dalam 1 kelompok
176
29
5
Prediksi keuntungan per orang (perbulan)
Prediksi keuntungan per hulan 1.040.000 86.666
Kegiatan pemanduan atraksi penyu memberikan keuntungan bagi kesejahteraan pegawai lapangan Pantai Pangumbahan. Oleh karena itu, meskipun kegiatan ini bukanlah kegiatan resmi akan tetapi terns berlanjut memenuhi kebutuhan pengunjung. c, Keuntungan Pemanduan Ujung Genteng
Saat ini baru satu orang yang aktif melakukan pemanduan secara profesional di Ujung Genteng. Kegiatan pemanduan ini dilakukan sejak tahun
2004. Pemandu aktif melakukan survey untuk mendapatkan lokasi - lokasi baru yang men&
serta melakukan promosi melalui website dan mempopulerkan
trend kunjungan baru setiap tahun. Menurut pelaku pemanduan yang berasal dari Kota Bogor ini, hasil finansial yang didapatkan dari pemanduan tamu selalu habis untuk biaya promosi melalui website dan biaya operasional survey lokasi baru. Akan tetapi menurutnya keuntungan non material yang didapatkan bernpa kepuasan, hubungan baik dan kepercayaan dengan berbagai pihak penginapan, ojek dan masyarakat. Hal ini terbukti juga dengan langkanya pihak yang tertarik untuk menggeluti bidang pemanduan ini. Jurnlah pemandu dari tahun ke tahun tidak bertarnbah, karena hasil pemanduan yang dirasa h a n g menguntungkan. Usaha ini tens berjalan hingga kini dikarenakan perasaan suka dan hoby serta kepuasan yang didapatkan dari kegiatan tersebut. 4. Keuntungan Penjualan ikan
Ikan merupakan suatu produk khas pantai yang selalu dicari pengunjung dalam kunjungan mereka ke kawasan ini. Terdapat beberapa jenis pedagang ikan yang melayani kebutuhan ikan pengunjung. a. Pedagang ikau di TPI TPI merupakan satu Unit Pelaksana Teknis D i a s Perikanan Daerah yang melaksanakan penimbangan dan pelelangan ikan yang mendarat di pelabuhan terdekat. Ikan - ikan di TPI akan segera didistribusikan kepada konsumen baik di kawasan terdekat maupun daerah lain yang membutuhknn pasokan ikan. TPI Ujung Genteng saat ini sedang membangun 10 kios ikan higienis untuk menyediakan kebutuhan wisata belanja ikan yang menjadi salah satu kegiatan favorit bagi pengunjung, terutarna yang berkunjung dalam 1 hari. Pengunjung biasanya membeli ikan untuk dibakar dan dikonsumsi langsung di pantai. Selain
itu TPI juga menyediakan kebutuhan ikan bagi warung ikan bakar dan penginapan yang menyediakan kebutuhan makanan bagi pelanggan mereka. Jenis -jenis ikan yang dijual dan banyak diminati pengunjung adalah jenis kakap, kerapu, layur, udang, kepiting dan lobster. total penjualan ikan rata rata dalam 1 hari pada saat sepi mencapai 1,5 kwintal sedangkan pada saat ramai dapat mencapai 6 kwintal bahkan pada saat puncak lebaran dalam 1 hari dapat terjual 1 ton ikan. Keuntungan kotor pedagang ikan di TPI pada saat sepi mencapai Rp 1-2 juta per hari sedangkan pada saat ramai mencapai Rp 8 - 15juta perhari.
Gambar 52 Penjual ikan di TPI. Keuntungan pedagang ikan cukup besar akan tetapi harus memiliki modal yang besar sehingga dapat menampung ikan
-
ikan dari nelayan dengan
pembayaran kontan dan segera mendistribusikan ke pasar yang membutuhkan ikan ini. Stok ikan yang dijual di TPI Ujung Genteng merupakan persediaan bagi kebutuhan pengunjung maupun masyarakat sekitar Ujung Genteng.
b. Nelayan Pada kesempatan tertentu pengunjung dapat membeli langsung ikan yang d i i n a t i kepada nelayan yang baru mendarat. Apabila pengunjung berada di Pantai Muara Cibuaya, terdapat sekelompok kecil keluarga nelayan yang menangkap ikan dengan berbagai alat dan cara. Kadang
-
kadang, anggota
kelwga nelayan tersebut melaut semalam dan pulang membawa ikan, lobster atau cumi - curni. Kadang - kadang mereka sekedar memasang jaring gill net di pantai dan mendapatkan ikan belanak berukuran cukup besar. Kadang - kadang
adapula pemuda dari kelompok nelayan tersebut yang memancing atau mencari ikan dengan senapan tombak dan berhasil mendapatkan ikan yang besar. Hasil melaut tersebut kadang-kadang ditawarkan kepada pengunjung yang sudah cukup akrab dengan mereka dan istri nelayan tersebut dapat membantu mengolah ikan tersebut secam sederhana dengan peralatan serta bahan yang ada. Kondisi seperti
ini tidak dapat dipesan karena sangat tergantung pada hasil yang mereka dapatkan dari laut. Hasil ikan sangat tidak stabil karena tergantung kondisi ombak dan musim. Nelayan sendiri tidak berminat untuk menyimpan stok bagi pengunjung Karena tidak mempunyai peralatan yang memadai. Mereka lebih memilih untuk segera menjual ke TPI. Kegiatan yang sangat potensial ini jarang sekali dapat dipromosikan karena ketersediaan ikan yang terbatas dan tidak menentu. Kelompok nelayan di Pantai Kelapa Condong, mempunyai armada perahu yang lebii banyak.
Lokasi perumahan mereka berdekatan dengan penginapan.
Menurut mereka pada saat musim ikan sedang bagus, mereka menjajakan ikan bagi pengunjung yang datang dengan jasa pengolahannya. Tetapi hal ini hanya dilakukan pada saat pengunjung benar- benar ramai. Menurut istri nelayan selain mendapatkan keuntungan dari penjualan ikan, mereka mendapatkan keuntungan atas jasa memasak dan keuntungan pembelian bahan memasak yang diambil dari warungnya seperti bumbu, minyak goreng, kecap, saos dan lain-lain. Keuntungan yang didapat dari pembelian ikan, dapat memberikan keuntungan Rp 10.000 hingga Rp 20.000 tergantung jenis ikan dan jumlah yang dibeli. Pada saat ramai keluarga nelayan dapat menjual hingga 5 ekor ikan dalam 1 hari. 5, Penjualan Cinderamata
Penjualan cinderamata di kawasan pantai SM Cikepuh dan sekitarnya masih sangat sediit. Apabila ada, hanya berupa kerang-kerangan kuwuk clan terumbu karang mati ataupun cangkang kima. Menurut pedagang kebanyakan pembeli adalah pengunjung lokal.
Keuntungan penjualan kerang ini adalah
100.000 per 10 kg yang habis dalam 1 bulan. Hingga saat ini hanya ada dua warung yang menjual kerang - kerangan tersebut.
Gambar 53 Cinderamata yang dijajakan bersama jajanan warung. Lamanya waktu perputaran modal tersebut disebabkan karena produk cinderamata yang ditawarkan memang kurang menarik serta tidak memberikan nilai tambah ataupun ciri khas tersendiri terhadap bentuk kerang tersebut.
Kawasan ini
mempunyi potensi bahan dasar berupa kerang-kerangan serta sabut kelapa yang berlimpah yang dapat dimanfaatkan untuk kerajinan tangan. Hanya untuk itu dibutuhkan ketrampilan dan kreatifitas yang dapat membuat pengunjung lebih tertarik untuk membeli cinderamata tersebut.
6. Wamng masyarakat Warung masyarakat umumnya menjual kebutuhan makanan kecil clan kebutuhan bagi pengunjung maupun masyarakat sekitar, seperti bahan makanan, keperluan sehari - hari dan bensin. Warung - warung yang berdekatan dengan pantai umumnya juga menyediakan kopi, rnie instant dan rokok bagi keperluan pemancing. Ada pula warung yang menyediakan kebutuhan makanan seperti bakso, ikan bakar dan warung nasi bagi pengunjung. Keuntungan kotor pemilik warung kecil penjual makanan kecil, mie instant berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp 100.000 per hari sedangkan warung
bakso mendapatkan keuntungan kotor 300.000 saat ramai dan 50.000 saat sepi. Warung kelontong besar yang melayani kebutuhan pengunjung dan penginapan mendapat keuntungan Rp 300.000 per hari dan Rp 1.000.000 pada hari ramai. Pertumbuhan warung besar tidak banyak karena tentu saja membutuhkan modal besar. Kebanyakan Pemilik warung mendapatkan modal berdagang setelah beberapa tahun bekerja sebagai TKI.
Baik warung besar dan warung kecil
menyatakan keuntungan mereka cukup menjanjikan untuk terus menekuni dan mengembangkan usahanya. Menurut beberapa pedagang komoditi yang sangat laku dan banyak timbul pesaing adalah penjualan bensin. Memang kawasan ini sangat jauh dari pengecer bahan bakar resmi. Porn bensin terdekat satu - satunya b e d di Surade yang berjarak 20 krn. Sedangkan kebutuhan bensin sangat tinggi mengingat tingginya penggunaan kendaraan bennotor di kawasan ini.
5.3, Keiestarian Sumberdaya Alam (SDA) Kelestarian SDA merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ekowisata.
Karena ekowisata ditejemahkan sebagai sebuah
perjalanan yang bertanggungjawab ke tempat-tempat alami, maka perlu diketahui bagaimana kondisi kelestarian sumberdaya yang ada untuk menggali kesadaran
akan kondisi yang sebenamya. Menurut Curtin (2003), kualitas keanekaragaman sumberdaya darn memiliki peran penting dalam menarik pengunjung pada lokasi kunjungan khusus.
Keanekaragaman termasuk fauna, flora, lansekap dan
pemandangan dam. Hal ini berperan penting pada peningkatan kunjungan pada lokasi kunjungan baru dan atraksi dam yang menggunakan kealarnian dam. Sedangkan Lowman (2004) berpendapat bahwa kegiatan ekowisata yang sejalan dengan kegiatan riset, rnempunyai potensi dampak positif yang berarti bagi konservasi. Akan tetapi pertanyaan terhadap kelestarian, belum dapat terjawab karena merupakan dampak jangka panjang yang belurn dapat terukur.
A, Gangguan Terhadap Habitat dan Satwa Kondisi habitat penyu baik di Pantai Citirem maupun Pantai Pangumbahan baik dan sesuai sebagai habitat peneluran penyu. Demikian pula kondisi sepanjang pantai hingga Ujung Genteng yang merupakan daerah sunlber makanan saat ini masih relatif bersih dan memiliki keanekaragamanjenis alga dan rumput laut yang menjadi makanan bagi penyu (Herdiawan 2003; Asri 1998). Aktivitas kunjungan untuk melihat atraksi penyu bertelur di kedua pantai tersebut tidak menjadikan kondisi vegetasi rnaupun kondisi fisik pantai berubah. Menurut petugas baik di Pantai Citirem maupun Pantai Pangumbahan, penyu merupakan hewan yang sangat peka terhadap cahaya. Apabila pada saat hendak bertelur, penyu melihat cahaya lampu maupun rnerasakm kehadiran rnahluk lain di pantai yang dirasakan mengancam, penyu sering kali diketahui
mengurungkan niatnya untuk bertelur dan kembali ke laut. Pada saat memilih lokasi bertelur, penyu kadang juga mengurungkan niatnya apabila menemukan ranting dan kotoran yang menghalangi aktivitas penggalian sarangnya dan mencari lokasi lain yang bersih. Tidak jarang penyu yang sudah berpindahpindah menggali lubang peneluran kembali ke laut tanpa bertelur. Berdasarkan pengalaman tersebut, petugas menerapkan aturan bagi pengunjung untuk tidak menyalakan api maupun lampu senter di pantai. Selain itu apabila melihat penyu yang sedang mulai naik ke pantai, agar tidak mendekati
dan melihat dari jauh. Petugas yang sudah terbiasa mengenali aktivitas ini akan mengawasi dan memberitahukan waktu saat penyu sudah mulai bertelur. Apabila pada saat bertelur penyu ditonton orang banyak tidak akan terpengaruh dm tetap melanjutkan aktivitasnya : yaitu menutup lubang, membuat sarang tiruan dan kembali ke laut. Menurut petugas juga, bahwa penyu kembali lebih dari sekali dalam satu masa peneluran. Menurut mereka apabila pada peneluran pertama penyu ditonton pengunjung, tidak membuat penyu tersebut tidak kembali lagi ke pantai yang sama. Hal tersebut tampak jelas pada saat sering diadakan praktek pemasangan tagging oleh mahasiswa. Menurut petugas bahkan ada penyu yang hingga 9 kali mendarat pada saat masa bertelur. Hidiger (tanpa tahun) menyebutkan bahwa satwa di kawasan konservasi dapat mengalami stress karena ekowisata. Ekowisata mempunyai potensi besar menimbulkan pengaruh negatif pada satwa. seperti pengunjung menyaksiian spesies yang spektakuler seringkali pada waktu sensitive seperti masa breeding atau bersarang (Knight and Cole 1995) diacu dalam (Hidinger tanpa tahun) Studi pendahuluan menemukan bahwa pengunjung memberikan dampak negatif pada perpindahan, pencarian mangsa, dan tingkah laku reproduksi pada felidae besar dan ursidae, perilaku bersarang penyu, dan penyebaran burung air. Lebih lanjut diuraikan bahwa kawasan konservasi dengan jumlah wisatawan yang meningkat terus, hams membangun strategi manajemen untuk meminimalisir dampak wisatawan terhadap populasi satwa, begitu konsentrasi pengunjung mengganggu kawasan. Sebaiknya dalam kunjungan dilakukan pembatasan jumlah pengunjung serta penerapan aturan yang bertujuan mencegah terjadinya gangguan terhadap penyu secara langsung. Yaitu memberikan pengetahuan tentang ha1 - ha1 yang
menggangggu, memberikan contoh perlakuan yang baik dan mencegah terjadinya
tindakan fisik pengunjung yang menyakiti atau mengganggu penyu. Pembatasan pengunjung yang dapat dipandu oleh seorang interpreter dimaksudkan agar penjelasan yang disampaikan dapat ditangkap dengan efektif oleh pengunjung, gangguan dapat dikendaliikan, keramaian dapat dicegah dan diharapkan dapat memberikan kesan kunjungan yang lebih bermakna. B. Gangguan Vegetasi di Hutan Tanjung Ujung Genteng Aktivitas pengunjung di kawasan ini cukup banyak menimbulkan bekas bekas kerusakan pada vegetasi, terutama adalah aktivitas membakar ikan yang dilakukan pengunjung. Pengunjung seringkali membuat perapian di banir-banir pohon besar, sehingga banyak banir pohon besar yang ada di pantai hangus. Bila dibiarkan, lama kelamaan pohon yang rusak akarnya tersebut akan mati karena intensitas kegiatan pengunjung yang terus menerus. Selain itu pengunjung juga banyak yang memotong ranting-dan pohon kecil untuk bahan bakar aktivitas ini. Meskipun ada pengunjung yang membawa kayu bakar sendiri, tetapi ha1 ini sangat jarang dilakukan.
Adapun gambar vegetasi yang terganggu disajikan
berikut ini.
Gambar 54 Banir pohon besar yang hangus. Wisata di kawasan hutan ini memang cenderung mengarah kepada wisata masal.
Sebaiknya kawasan ini dikonsentrasikan untuk menerima peminat
kunjungan masal dengan memberikan penataan dan pemberian fasilitas wisata agar kegiatan pengunjung terarah dan tidak memberikan dampak kerusakan SDA. Misalnya dengan memberikan fasilitas parkir, toilet, mushola, akses jalan yang memadai, papan - papan petunjuk, papan larangan dan tungku - tungku permanen yang dapat digunakan pengunjung. Larangan menebang ranting dan pohon dapat
diimbangi dengan penyediaan arang bakar yang dapat dibeli di warung - wanmg terdekat. Muatan p e n d i d i i dapat diberikan di kawasan ini dengan memberikan papan
-
papan interpretasi yang menarik tentang vegetasi, fauna, bangunan
penting dan ekosistem hutan pantai. C. Gangguan Pembangunan Ilegal Areal Pantai Perbatasan Pangumbahan - Kelapa Condong kebanyakan sudah terpengaruh pemukiman penduduk bahkan pada beberapa bagian pemukiman dan vila ada yang menempati daerah green belt pantai dan dibangun secara permanen. Pada areal ini banyak d i d i i a n bangunan liar baik penduduk maupun pemilik modal dari kota.
Bangunan tersebut banyak dimanfaatkan
sebagai vila yang dapat disewa oleh pengunjung. Bangunan milik orang kota biasanya dikelola oleh penduduk setempat. Lokasi berdiinya bangunan beberapa penginapan illegal dekat sekali dengan Pantai Pangumbahan. Kawasan ini dekat sekali dengan lokasi yang mempunyai ombak yang baik untuk selancar, sehingga disukai oleh pengunjung mancanegara dan dinilai menguntungkan bagi pemilik. Namun keberadaan hunian di daerah tersebut menyebabkan semakin dekatnya sumber cahaya yang mengganggu penyu. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena satwa ini sangat peka terhadap cahaya. Selain itu wisatawan seringkali tidak mengerti situasi ini dan dikeluhkan pengelola Pantai Pangumbahan seringkali didapati berjalan jalan di pantai dan memasuki areal Pantai Pangumbahan di waktu malam bahkan kadang membuat sumber atau api unggun. berulangkali
- sumber cahaya seperti senter
Kondisi ini merepotkan petugas jaga pantai yang hams
menginformasikan
larangan
dan
batas
kawasan
Pantai
Pangumbahan. Kawasan pantai ini sebaiknya mulai dilakukan penegakan hukum atas kepemilikan tanah serta ijin pendirian bangunan yang menyalahi atwan. Kecenderungan mulai banyaknya bagunan masyarakat dan pengusaha yang mendekati pantai peneluran, selain membuat persaingan usaha tidak sehat juga lebih jauh mengancam kelestarian penyu. Pemerintah daerah juga perlu kehati hatian dalam melaksanakan pembangunan dan penyediaan infrastruktur di kawasan pantai ini. Jaian permanen yang berada di tepi pantai memungkinkan semakin banyaknya kendaraan yang lalu lalang dan cahaya lampu penerangan
sampai ke pantai peneluran. Idi-as*
semacam ini sebaiknya diletakkan jauh
dari pantai ataupun diatur untuk melewati jalan memeutar melewati perkampungan penduduk. Adapaun kondisi jalan dan penujuk arah sngat penting untuk memudahkan pengunjung mencapai lokasi - lokasi menarik ataupun yang porensial untuk dikembangkan. 5.4. Pengunjung Pengunjung merupakan orang-orang yang datang untuk berwisata baik menginap maupun tidak. Pengunjung terbagi menjadi dua yaitu pengunjung di SM Cikepuh clan pengunjung di Pantai Ujung Genteng. Sedangkan pengunjung di Pantai Pangumbahan merupakan bagian dari pengunjung yang menginap di penginapan
- penginapan di Pantai Ujumg Genteng.
Pengunjung Pantai Ujung
Genteng umumnya terbagi lagi menjadi pengunjung yang tidak menginap (biasanya merupakan pengunjung domestik yang terkonsentrasi di Hutan Tanjung Ujung Genteng), pengunjung domestik yang meiginap dan pengunjung mancanegara. A. Jumlah Pengunjung
Data jumlah pengunjung SM Cikepuh dan sekitarnya cukup sulit didapatkan karena tidak ada pencatatan khusus untuk kawasan ini. Data yang tercatat di Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi hanya mencatat keseluruhan pengunjung Kabupaten Sukabumi. Gerbang penarikan retribusi Ujung Genteng yang beroperasi mulai awal Mei 2007 belum dapat mencatat jumlah pengunjung secara lengkap. Hal ini dapat disebabkan gerbang tersebut beroperasi hanya pada siang hari dan pada akhir minggu, sementara banyak pengunjung yang menginap, sampai di kawasan ini pada malam hari. Adapun data pengunjung di SM Cikepuh juga sulit didapatkan, karena tidak ada pencatatan jumlah pengunjung. SIMAKSI hanya menyebutkan nama ketua rombongan, asal dan tujuan. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas, didapatkan informasi bahwa pengunjung yang datang ke kawasan dengan maksud wisata murni sangat jarang.
Apabila ada, mereka datang secara sembunyi -
sembunyi dan melalui jalan masuk yang tidak dijaga petugas, maupun lewat laut. Kunjungan resmi biasanya merupakan kunjungan intitusi il~niahtertentu untuk melakukan eksplorasi dan survey. Akan tetapi dalam wawancara kepada peserta
kunjungan, umumnya mereka berminat ikut dalam kegiatan semacam ini dengan niat sambil benvisata di dam. Adapula diantara mereka yang benar
-
benar
berniat wisata saja, datang bersama rombongan eksplorasi. Antara Bulan Mei hingga Juli 2007 terdapat 2 rombongan masing - masing berjumlah 60 orang dan
14 orang.
Menurut informasi petugas, dalam tahun
-
tahun sebelurnnya
kunjungan juga tidak tetap. Tidak selalu ada kunjungan dalam 1 bulan. Apabila ada, jumlahnya tidak tentu kadang perseorangan (penelitian) atau rombongan 10-
60 orang untuk kegiatan praktek, eksplorasi atau semacamnya. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kepada pengelola 8 penginapan mengenai jumlah pengunjung selama 3 bulan, ditambah hasil pengamatan jumlah pengunjung yang tidak menginap di Hutan Tanjung Ujung Genteng, serta informasi petugas SM Cikepuh maka perkiraan jumlah pengunjung selama penelitian serta prediksi jumlah pengunjung tahun 2007 adalah sebagai berikut. Tabel 21 Data perkiraan jurnlah pengunjung Pen ynjung
Pengunjung yang menginap Pengunjung tidak menginap Pengunjung SM Cikepuh Jumlah Total pengunjung
*Dalam Negeri
** Luar Negeri
Jumlah penynjung Mei - Juli 2007 LN** DN* 129
842
0
1.440
0
74 2.485
Prediksi jumlah penynjung Tahun 2007 LN** DN*
Keterangan
=Data pengunjung yang menginap didapatkan dari wawancara 0 5.760 pengeiola penginapan *Pengunjung dalam negeri mempakan rata - rata kunjungan perbulan 0 74 dikalikan 12, sedangkan pengunjung 9.460 luar negeri merupakan rata- rata kunjungan per bulan dikaiikan 6 (dalam 1 tahun hanya berkunjung dalam 6 bulan). Pengunjung SM Cikepuh hingga pertengahan Bulan Desember tidak ada laporan kunjungan terbam.
258
3.368
Adapun prosentase pengunjung digambarkan dalam diagram sebagai berikut :
Pengunjung mncanegara 5%
Gambar 55 Prosentase pengunjung selama penelitian.
B. Segmentasi Pengunjung Karakteristik pengunjung yang dibahas dalam penelitian ini meliputi data pribadi pengunjung. Pembahasan karakteristik pengunjung tersebut didasarkan pada hasil pengolahan data wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Adapun hasil analisis distribusi frekuensi karakteristik pengunjung didapatkan
dari 122 responden adalah sebagai berikut: Tabel 22 Data karakteristik responden pengunjung SM Cikepuh dan sekitarnya No.
1.
2.
3.
Data Pribadi Responden
Jumlah
-
-
Umur (tahun) : 4 5
-
>50
Jenis kelamin Laki -laki Perempuan Tempat tinggal Jakarta = Bandung Bogor Cianjur Sukabumi dan Kab Sukabumi Desa Gunung Batu Luar Negeri
YO
6
4,92
4
3,28
86 36
70,49 29,Sl
29 3 25 1 32 1 31
23,77 2,46 20,49 0,82 26,23 0,82 25,41
2 4.
4
Pendidikan SD SMP SMA D3 S1 S2
=
5.
3
Lainnya Penghasilan =
-
> Rp3.000.000
Lain -lain
4 7 64 11 14 11 11
3,28 5,74 52,46 9,02 Ii,48 9,02 9,02
42 21 24 19 16
34,43 17,2 1 19,67 15,57 13,11
Pengolahan data wawancara pengunjung yang dilakukan di SM Cikepuh dan sekitarnya menunjukkan data bahwa pengwjung dengan jenis kelamin laki -
laki lebih banyak yaitu 70,49% sementara perempuan sebanyak 29,51%. Sementara golongan usia terbanyak adalah 16-25 tahun sebesar 50,82% sedangkan usia 25 - 50 tahun sebanyak 40,98%.
Sementara sisanya adalah
golongan usia di bawah 15 tahun dan di atas 50 tahun. Asal pengunjung terbesar adalah dari Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi sebesar 26,23% diikuti pengunjung luar negeri sebesar 25,41% diikuti kemudian dengan pengunjung dari Jakarta 23,77 % clan Bogor 20,49%.
Sisanya merupakan pengunjung dari
Bandung, Cianjur dan desa sekitar. Pendidikan
pengunjung terbesar
adalah
SMA
(dm
mahasiswa
didalanmya) yaitu sebesar 52,46%, diikuti oleh S1 sebesar 11,48% dan sisanya D3, S2, SD, SMP dan laimya. Berdasarkan kondisi sosial ekonomi pengunjung yang datang ke kawasan ini, adalah dengan penghasilan ataupun uang saku h a n g dari Rp 500.000 per bulan sebesar 34,43 % dan diikuti dengan penghasilan Rp 1 juta hingga Rp 3 juta sebesar 19,67 %. Berikut tabdasi silang antara daerah asal tempat tinggal pengunjung dengan lokasi kunjungan disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Hasil tabulasi silang antara daerah asal tempat tinggal pengunjung dengan lokasi kunjungan Asal I Daerah tempat tinggal Pengunjung Pengunjung Desa Luar Bogor Ciaujur Sukabumi sekitar Negeri Jakarta Bandung SM Cikepuh Jumlah 15 0 18 0 5 0 0
% dari totai Ujw Genteng Jumlah
51,72 14
3
7
% dari total
48,28 29
100,OO 3
28,OO 25
Total
38
15,63
-
-
31,15
I
27
i
31
84
100,OO 1
84,38 32
100,OO 1
100,OO 31
68,85 122
72,OO
Dengan menggunakan tabulasi silang antara data daerah asal tempat tinggal pengunjung dengan lokasi kunjungan didapatkan bahwa pengunjung yang datang ke SM Cikepuh datang dari tiga daerah yaitu Bogor 47,37%, Jakarta, Jakarta 39,47% dan Sukabumi 13,16%. Sedangkan di Ujung Genteng pengunjung terbesar adalah pengunjung mancanegara 36,90%, Sukabumi 32,14% dan Jakarta 16,67 % sedangkan sisanya dari Bogor, Bandung, Cianjur dan desa sekitar.
Hasil tabulasi silang
menunjukkan bahwa pengunjung SM Ciepuh berasal dari 3 kota yang terdapat perguruan tinggi. Pengunjung ke kawasan ini memang didominasi mahasiswa. C. Preferensi Pengunjung Pengunjung mempunyai tujuan dan minat yang bermacam - macam dari hasil wawancara didapatkan prosentase preferensi pengunjung. Data tersebut, ditampilkan pada Tabel 24 berikut :
Total
Tabel 25 Tabulasi silang lokasi pengunjung dan tujuan kunjungannya Pengunjung SM Cikepuh
mancing piknik 0
0
7 11.9 100.0
i3
% % dari total
domes ti^ Yo % dari total
Ujung Genteng mancanegara
22.0 100.0
Yo % dari total
Total
7
13
santai 6 15.8 14.6 34 57.6 82.9 1 3.1 2.4 41
fotografi suwei surfing 0
5 8.5 100.0
5
32 84.2 100.0 0
0
0
32
31 96.9 100.0 31
Pengunjung SM Cikepuh 84.2% mempunyai tujuan utama untuk survey dalam ha1 ini melakukan kegiatan eksplorasi, monitoring, penelitian dan kegiatan praktek lapangan yang terkait dengan SDA di SM Cikepuh. Sedangkan sebanyak 15,8% menyatakan bertujuan utama untuk santai atau benvisata, Sedangkan
pengunjung yang diwawancarai di Ujung Genteng mempunyai tujuan kunjungan yang lebih bervariasi yaitu 39,0% santai, 22% bertujuan p M , 11,9% tujuan mancing dan dinas, sisanya, fotografi, kunjungi keluarga dan bisnis
Adapun
wisatawan rnancanegara 96,9% bertujuan untuk selancar dan sisanya ingin bersantai. Minat pengunjung yang datang ke kawasan SM Ciepuh dan sekitarnya, untuk melihat penyu
adalah sebesar 56,56%, sedangkan sisanya tidak ingin
melihat. Sernentara minat mengunjungi dan melihat obyek daya tarik dam yang lain adalah 30,33% sementara sisanya menyatakan tidak ingin berkunjung. Hal ini temyata dipengaruhi oleh lama kunjungan dan jumlah kunjungan. Pengunjung yang hanya berkunjung 1 hari dan tidak menginap, kebanyakan kesulitan untuk melihat atraksi ini karena hanya dapat dilihat pada malam hari.
Sedangkan
Pengunjung yang sudah pemah melihat atraksi ini pada kunjungan pertamanya kebanyakan tidak berminat untuk melihat lagi dan lebih tertarik untuk melihat obyek lain yang belum meteka lihat. Lama kunjungan terbesar adalah 4 hari hingga 2 minggu sebesar 46,61% diikuti oleh 2-3 hari kunjungan sebesar 25,42 % dan 1 hari kunjungan sebesar
Total 38 100.0 29.5 59 100.0 45.7 32 100.0 24.8 129
20,34%. Sisanya adalah kunjumgan 2 minggu hingga lebii dari 1 bulan. Prosentase tersebut disajikan pada gambar sebagai berikut.
Gambar 57 Prosentase kunjungan berdasarkan lama tinggal. Adapun perincian pengunjung dengan tingkat lama kunjungan di lokasi penelitian adalah sebagai berikut. Tabel 26 Tingkat lama kunjungan Pengunjung Waktu Kunjungan
l hari 2-3 hari 4 hari-2 minggu >2 minggu -1 bulan >I bulan *DalamNegeri **Luar Negeri
SM Cikepuh DN* LN** 0 0 3 0 34 0 1 0 0 0
Ujung Genteng DN LN 24 0 25 2 3 18 0 6 0 2
Adapun data menunjukkan bahwa lama kunjungan terbanyak di SM Cikepuh adalah 4 hari
- 2 minggu.
Sedangkan di Ujung Genteng, pengunjung
dalam negeri tertinggi adalah yang berkunjung selama 2-3 hari, diikuti lama kunjungan 1 hari. Sementara pengunjung mancanegara (luar negeri) memiliki lama kunjungan tertinggi 4 hari - 1 bulan. Hal tersebut digambarkan pada grafik dalam gambar berikut.
Lokasi Kunjungan
Garnbar 57 Tingkat lama tinggal pengunjung. Sedangkan bagi 55,74% pengunjung, datang ke kawasan ini m e ~ p a k a n kunjungan pertarna sedangkan sisanya sebesar 44,26% merupakan kunjungan kedua dan berikutnya. Hal ini rnengindikasikan lebih dari separuh pengunjung rnerasa puas pada kunjungan pertamanya dan kernbali dalam kunjungan kedua
dan berikutnya. Prosentase kunjungan disajikan dalam gambar berikut.
Kunjungan kedua dan berikutnya,
Kunjungan pertam
Gambar 58 Prosentase pengunjung berdasarkan jumlah kunjungan.
D. Kebutuhan Pengunjung Berdasarkan wawancara responden pengunjung, dapat disimpulkan beberapa kebutuhan utama pengunjung adalah sebagai benkut : Tabel 27 Kebutuhan Pengunjung No. Data Kebutuhan Responden 1.
2.
3.
Jum!aE
S/c
Total Yo
-
Tmsportasi Umum = Mobil sewa Motor = Mobil Pribadi Jalan kaki Agen Akomodasi = Penginapan = Rumah ~enduduk = Berkemah Kebutuhan yang dibeli di lokasi Makanan = Produk khas = lkan = Pemandu Cindemnata warung kopi
23
21,70
100
87 11 30 63 15 5
41,23 5,21 14,22 29,86 7,11 2,37
100 100 100 100 100 100
Data kebutuhan responden menunjukkan bahwa alat transportasi terbanyak yang digunakan pengunjung adalah transportasi umum sebesar 31,65% diikuti dengan mobil sewa sebesar 28,78% kemudian motor dan mobil pribadi sebesar 16,55 % sisanya adalah kendaraan agen dan bejalan kaki. Akomodasi yang terbanyak digunakan responden pengunjung adalah penginapan sebesar 61,32%, diikuti oleh berkemah 21,7%, kemudian pondok keja BKSDA dan rumah penduduk. Akomodasi berkemah dan pondok kerja digunakan oleh pengunjung penginapan.
SM Cikepuh karena lokasi memang jauh dari
Sedanagkan pengunjung Ujung Genteng baik domestik maupun
mancanegara lebii menyukai menginap di penginapan. Adapun kebutuhan pengunjung yang dibeli di lokasi adalah makanan 41,23%, pemandu 29,86% dan ikan 14,22%. Kebutuhan lainnya adalah produk khas bempa gula kelapa dan cinderamata, makanan kecil dan kopi bagi para
pemancing. Makanan merupakan kebutuhan pokok yang dapat dikembangkan sebagai satu pengkayaan produk ekowisata melalui pengembangan menu makanan maupun jajanan khas.
Demikian pula dengan ikan yang mudah
didapatkan di kawasan ini, cukup tinggi diminati pengunjung dan dapat menjadi bahan pengkayaan bagi produk pangan sehingga dapat menjadi daya tarik pengmjung.
Pemandu merupakan jasa yang cuitup banyak d i b u w a n
pengunjung di kawasan ini.
Adapun produk khas dan cinderamata dapat
dikembangkan dengan lebih kreatif sehingga dapat meningkatkan minat pengunjung untuk mengkonsumsinya. Pengunjung hanya dapat membeli produk yang ada, karena tidak tersedia pilihan.
E. Kemampnan Membayar Untuk menilai kemarnpuan membayar pengunjung, maka dilakukan wawancara untuk mengetahui jumlah biaya yang telah diieluarkan responden pengunjung untuk melakukan kunjungan ke kawasan pantai SM Ciepuh dan sekitarnya Adapun hasil yang didapatkan adalah sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 28. Tabel 28 Nilai pengeluaran pengunjung Pengunjung
No.
Pengeluaran (Rp) rata-rata
Domestik
tertinggi
terendah
Tidak menginap
66.625
430.000
5.000
Menginap
736.071
2.500.000
150.000
Menginap
134.794
500.000
50.000
Menginap
3.503.141
24.250.000
280.000
1. Ujung
Genteng 2. SM
Cikepuh
mancanegara Domestik
Masing - masing lokasi ternyata memiliki peminat kunjungan dengan kemampuan membayar yang berbeda - beda.
Pengunjung Ujung Genteng yang tidak
menginap mempunyai variasi pengeluaran antara Rp 5.000 hingga Rp 430.000 per orang per sekali kunjungan, dengan rata-rata Rp 66.625. Sedangkan pengunjung Ujung Genteng yang menginap mempunyai variasi pengeluaran antara Rp150.000 hingga Rp 2.500.000 per orang per sekali kunjungan, dengan rata-rata Rp 736.071. Pengunjung SM Cikepuh mempunyai variasi pengeluaran antara
Rp 50.000 hingga Rp 500.000 per orang per sekdi kunjungan. dengan rata-rata Rp 134.794. Pengunjung mancanegara mempunyai variasi pengeluaran antara Rp 24.250.000 hingga Rp 280.000 per orang per sekali kunjungan. dengan ratarata Rp 3.503.141.
F. Persepsi Pengunjung Persepsi pengunjung terhadap pentingnya keiestarian aiam dan ekowisata tercermin dari pendapat dan sikap individu dari hasil wawancara dan pengamatan terhadap perilaku pengunjung didapatkan data sebagai berikut Tabel 29 Sikap dan persepsi pengunjung No. Pendapat responden pengunjung 1 Sikap terhadap kelestarian alam baik kurang 2 Istilah ekowisata pemah mendengar tidak pemah mendengar 3 Arti ekowisata Wisata alam Wisata yang memberikan keuntungan bagi masyarakat Wisata yang dilakukan sambil mempelajari sesuatu Wisata yang bertangyngjawab terhadap alam dm sosial 4 Bagaimana dampak ekowisata positif Negatif positif dan negatif (tergantung pengelolaan) Tidak tahu
Jumlah n = 122
%
Total
99 23
81,l 18,9
100 100
84 38
68,9 31,l
100 100
65 39 38
100 100
2
53,3 32,O 31,l 1,6
100
63 18 12 29
51,6 14,8 9,8 23,s
100 100 100 100
Sikap terhadap pelestarian alam 81,1% pengunjung baik
100
dan 18,9%
berpendapat bahwa pelestarian alam penting, akan tetapi melakukan tindakan yang mengganggu kelestarian. Tindakan tersebut misalnya membuang sampah sembarangan, membakar ikan pada banir pohon, menebang pohon kecil sembarangan untuk membakar ikan dan menyatakan setuju untuk mengkonsurnsi Wawancara mengenai pengetahuan pengunjung tentang ekowisata menghasilkan sebesar 68,9% menyatakan tidak pemah mendengar istilah tersebut dan sisanya menyatakan tidak pemah mendengar. Sebesar 53,3% pengunjung
yang pemah mendengar istilah tersebut mengartikan sebagai wisata dam, 32% mengartikan sebagai wisata yang memberikan keuntungan bagi masyarakat, 31,1% mengartikan sebagai wisata yang dilakukan sambil mempelajari sesuatu
dan 1,6% mengartikan sebagai wisata yang bertanggungjawab terhadap darn dan sosial. Serneniara 5i,6% pengwijung berpendapat bahwa ekowisata akan berdampak positif, 14,8% berpendapat berdampak negatif, 9,8% berpendapat berdampak positif sekaligus negatif (tergantung penerapan dan pengelolaan) dan sisanya menyatakan tidak tahu. 5.5. Peraturan Perundangan
A. Peraturan Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi memiliki Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 2 tahun 2003 Tentang Ijin Usaha Kepariwisataan. Peraturan ini mengatur tentang jenis
-
jenis usaha kepariwisataan, tata cara
pengurusan, jangka waktu perijinan serta besarnya tarif retribusi yang harus dibayarkan sebagai pemasukan daerah.
Pemasukan daerah ini tentunya
dimaksudkan untuk digunakan pemerintah sebagai biaya pembangunan sarana prasarana umum yang akan memperlancar perputaran ekonomi daerah. Pada lokasi penelitian, terdapat beberapa jenis usaha kepariwisataan yang tercantum dalam peraturan ini. Jenis usaha tersebut adalah pondok wisata, villa sewaan, w m g nasi, warung bakso dan penyewaan perahu. Ada pula beberapa kegiatan usaha yang telah berjalan di pantai ini tetapi belum diatur dalam peraturan daerah tersebut misalnya jasa Ojek wisata dan usaha pengamatan atraksi alami satwa (penyu bertelur). Atraksi alami penyu bertelw memang bukan merupakan kegiatan yang diusahakan oleh CV. Daya Bhakti sebagai pihak pengeloia Pantai Pangumbahan. Pengusahaan wisata ini merupakan usaha sampingan yang diambil oleh pihak manajemen lapangan, sebagai alternatif tambahan penghasilan (kesejahteraan) bagi pegawai lapangannya. Hal ini menyebabkan pengembangan usaha dan atraksi tidak dilakukan secara seriiis, melainkan hanya sekedar melayani tamu yang sudah datang di lokasi tersebut.
Beberapa penginapan berdiri di atas lahan tanpa kepemilikan yang sah, serta melanggar aturan peruntukan lahan karena berdii di atas kawasan green belt yang seharusnya tidak boleh didirikan bangunan.
Berdirinya penginapan di
daerah ini, lebih disukai pengunjung karena lebih dekat dengan tempat selancar. Pengunjung yang tinggal di penginapan ini, tidak perlu membayar ongkos transportasi Iagi. Adapun harga sewa di penginapan iiiegal tersebut iebih murah, karena tidak membayar pajak. Kondisi ini menimbulkan keresahan beberapa pemilik penginapan lain yang merasa pelanggannya banyak yang beralih pilihan. Keberadaan ojek wisata belum diatur dalam peraturan ijin usaha. Tarif yang mereka tetapkan sangat tinggi dan dikeluhkan oleh para penguqjung yang merasa keberatan. Selain itu keuntungan mereka yang sangat tinggi membuat kecemburuan bagi pengusaha penginapan dan pengelola Pantai Pangumbahan. B. Peraturan Perundangan Kehutanan
Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam pasal 24 menyebutkan bahwa Kawasan Suaka Margasatwa dapat dimanfaatkan untuk keperluan wisata dam terbatas. Sedangkan pasal 27 menyebutkan bahwa wisata alam terbatas sebagaimana dimaksud dalam pasal24 adalah terbatas pada kegiatan mengunjungi, melihat dan menikrnati keindahan dan perilaku satwa di dalam kawasan Suaka Margasatwa dan persyaraan tertentu tersebut diatur dengan keputusan menteri. Sedangkan menurut Ditjen PHPA (1996) bahwa dalam upaya pencapaian tujuan penetapan kawasan, SM ditata ke dalam blok-blok pengelolaan yaitu blok inti dan blok rimba. Blok rimba dapat diselenggarakan kegiatan wisata terbatas. Pada kedua blok tersebut dapat dibangtin sarana prasarana sesuai dengan peruntukannya. SM Cikepuh belum dilakukan penataan blok-blok pengelolaan tersebut, sehingga belum mengakomodii kebutuhan pemanfaatan wisata terbatas p untuk dikembangkan di kawasan ini. yang c u k ~ ~potensial Peraturan Pemerintah 18 tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, pada Bab 11. tentang Pengusahaan Pariwisata Alam
Pasal 3
menyebutkan bahwa pengusahaan pariwisata dam meliputi usaha akomodasi, makanan dan minuman, sarana wisata tirta, angkutan wisata, cinderamata d m
sarana wisata budaya. Peraturan pemerintah ini sedang dilakukan revisi untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Sesuai dengan perkembangan draft revisi yang ada saat ini bahwa jenis usaha pengusahaan pariwisata dam adalah berupa jasa pariwisata dam dan sarana, prasarana pariwisata dam. Hal tersebut
akan dapat mewadahi berkembangnya produk jasa pariwisata dam yang dapat diseienggarakau adalah meliputi perjalanan wisata aiam berupa tmporiasi ice dalam dan ke luar kawasan, pembuatan paket - paket wisata seperti kegiatan arung jeram, wisata religi, jasa pemanduan pariwisata dam, pendidikan ekowisata dan penyediaan informasi. Sedangkan usaha pengusahaan sarana pariwisata dam adalah meliputi penyediaan akomodasi, rumah makan, cinderamata, persewaan alat dan perlengkapan wisata dam. Akan tetapi peraturan pemerintah tersebut tidak mengatur tentang pengusahaan pariwisata darn di dalam kawasan SM Hal ini memberikan makna bahwa pengusahaan pariwisata dam di kawasan SM belum dapat dilakukan oleh pihak ketigadengan masa kontrak yang mengikat. Akan tetapi peluang untuk dapat melakukan kegiatan wisata terbatas di kawasan ini masih terbuka dengan memperhatikan blok - blok pengelolaannya.
5.6. Analisis SWOT Hasil - h a i l identifikasi kondisi mendapatkan kelompok unsur-unsur kondisi yang akan dianalisis untuk menentukan posisi kondisi saat ini dan strategi yang tepat bagi pengembangan usaha ekowisata. Analisis SWOT (Strength, Weaknesesses, Opportunities, Threats) adalah identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi (Rangkuti 2001) pengembangan wisata. Pada penelitian ini, unit analisis adalah pengusahaan ekowisata sehingga segala faktor yang berasal dari kondisi teridentifikasi yang terkait dengan pengusahaan digolongkan sebagai faktor intemal. Sedangkan kondisi yang tidak dapat dikendalikan dalam pengusahaan ekowisata adalah tergolong faktor ekstemal. Untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai faktor
-
faktor intemal yang merupakan kekuatan dan kelemahan, serta faktor-faktor ekstemal yang merupakan peluang dan ancaman (lingkungan ekstemal) dapat dilihat pada Tabel 30 berikut :
Tabel 30 Ma& No.
Internal Factor Evaluation (IFE)
Faktor- faktor Internal
Bobot
Rating
Nilai Skor
Keterangan
Absolu t
Nilai Bobot
2 Potensi Sumberdaya alam yang menonjol. a. Lansekap. b. Flora. c. Fauna. d. Keunikan dam. Panorama Alam yang menarik a. Kealamian kondisi alam. b. Variasi pandmgan sekitar objek. c. Kebersihan bagian pantai. d. Terdapat ODTWA lain yang dapat memperkaya potensi wisata sebagai produk pendukung. Kebudayaan lokal dan aktifitas masyadat, berpotensi menjadi obyek kuniungan. Sudah terdapat s m a Wisata yang dapat diianfaatkan sesuai dengan kebutuhan kunjungan. Sndah tersedia jasa wisata seperti transportasi lokal penunjuk jalan d m guide yang dapat diianfaatkan pengunjung. Sudah terdapat produk produk ekowisata.
3 5
4 0.0735
4
5 0.2941
6 Terdapat obyek yang unik dim fauna langka.
5
0.0735
4
0.2941
Kd-teristik pemandangan punya banyak variasi
P i a k pemandu wisata Ujung Genteng melakukan survey d m promosi lokasi - lokasi menarik atas inisiatif pribadi, dengan media internet. Jumlah
Kode Kekuatan (Strengths) -
1 S1.
52.
S3. S4.
S5.
S6. S7.
-
5
0.0735
4
0.2941
Merupakan obyek unik
3
0.0441
3
0.1324
4
0.0588
3
0.1765
5
0.0735
4
0.2941
4
0.0588
3
0.1765
Memudahkan pen-mjung menikmati wisata Memudahkan pengunjung dan menarnbah kesan wisata Memudahkan pengunjung m e n h a t i wisaka. Meberikan informasi dan daya tarik bagi calon pengunjung.
25
1.6618
31
0.4559
Kelemahan (Weakness) W1.
Populasi penyu menurun, sebingga kadang tidak dapat dijumpai.
5
0.0735
1
0.0735
W2.
Aksesibilitas jalan di dalam kawasan yang menghubungkan obyek tidak memadai. Masih kurangnya minat dm heatifitas produksi kerajinan dm cindemmata baik dari masyarakat lokal maupun penysaha. Kurangnya profesionalisme pelayanan dengan peningkatan kemampuan SDM sesuai k-mpetensi bidang dan pelayanan yang dituntut dalam tugasnya.
3
0.0441
2
0.0882
3
0.044 1
3
0.1324
Mengurangi keuntungan yang bisa didapatkan.
5
0.0735
2
0.1471
Mengurangi kepuasan.
W3.
W4.
Dapat menimbulkan kekecewaan pengunjung Mengwangi kenyamanan,
1 W5.
2 homosi dengan bentuk dan media yang efektif, belum dilakukan secara optimal oleb pihak pengelola.
3 5
4 0.0735
2
5 0.1471
6 Mengurangi pangsa pasar yang &pat diih.
W6.
Wisata di SM Cikepuh belum berorientasi pasar, cendemng berorientasi Sumber Daya Alam saja. Belum ada kejelasan pembagian mang dan zonasi bagi pengembangan usaha dm investasi pembangunan sarana prasarana di &lam kawasan. Terdapat keterbatasan jumlah petugas dalam pengawasan dan pengamanan kawasan yang menyulitkan pemantauan dalam meniatur kunj"ngan wisatawan CV. Daya Bbakti Pengelola Pantai ~an~umbahan belum mempunyai dasar bukum bagi pengembangan ekowisata penyu sebingga belum ada minat unluk mengembangkan secara professional. Jumlah
4
0.0588
3
0.1765
5
0.0735
3
0.2206
Kurang memanfaatkan potensi yang dapat memberikan keuntungan ~ u r a n gefisien.
2
0.0294
3
0.0882
Pelayanan kurang
5
0.0735
2
0.1471
Kurang mendorone
37
0.5441
21
1.2206
68
1.0000
46
2.8824
W7.
W8.
W9.
Jumlah Total
Tabel 3 1. Matriks External Factor Evaluation (EFE) No.
Faktor- faktor Internal
Kode
Bobot Absolut
Nilai Bobot
Rating
Nilai Skor
Peluang (Opportunities) 01.
Pengunjung mempunyai minat yang tinggi untuk menyaksikan atraksi penyu bertelur
4
0.0635
3
0.1905
Kennikan obyek masih menjadi daya tank utama.
02.
Pengunjung banyak yang mendengar informasi promosi dari teman, banynk yang berkunjung kembali lagi dan menginap cukup lama.
5
0.0794
4
0.3 175
Tigkat kepuasan tinggi.
03.
Pengunjung menyukai produk laut yang mudall didapatkan di kawasan ini.
3
0.0476
3
0.1429
Potensi bagi pengkayaan produk.
Pengunjung dengan berbagai tingkat kemampuan finansial yang berbeda mempunyai kesukaan dalam mengunjungi lokasi - lokasi pantai yang spesifik dan memilib jasa dan sarana wisata yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka.
2
0.0317
3
0.0952
Variasi kebutuhan memungkinkan difersitikasi produk.
04.
1 05.
3 4
4 0.0635
4
5 0.2540
6 Memberikan dukungan.
5
0.0794
4
0.3175
4
0.0635
3
0.1905
Memberikan duknngan. Memberikan peran strategis bagi masyarakat.
27
0.4286
24
1.5079
Ancaman (Threats) T1. Aksesibilitas jaian dari kota - kota hesar di sekitamya k m g bagus.
2
0.0364
2
0.0727
T2.
Masyarakat belum memahami bentuk - bentuk keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata. Mobiiitas masyarakat yang rendah dan kurang beatifitas.
4
0.0727
2
0.1455
3
0.0545
3
0.1 636
Terdapat gangguan SDA Hutan Tanjung Ujung Genteng dari pencurian kayu bakar dan aktivitas pengunjung. Kumngnya penegakan hukum menghambat produktivitas dan daya saing pengusaha serta mendorong pelanggaran baru yang memberikan ancaman terhadap kelestarian penyu.
4
0.0727
2
0.1455
4
0.0727
2
0.1455
Menimbulkan persaingan tidak sehat, memberikan ganggum terhadap kelestarian penyu.
06. 07.
T3. T5.
T6.
2 Pengunjung mempunyai persepsi yang baik terhadap kelestarian liigkungan dan terhadap pengembangan ekowisata. Masyarakat sekitar mendukung pengembangan ekowisata. Ekowisata dapat menambah nilai ekonomi dan penghasilan masyarakat sekitar. Jumlah
Mengancam turunnya minat pnynjung untuk datang. Pemahaman peran yang salah dapat mengancam kclestarian SDA. Kecembuman terhadap pelaku usaha dari luar. Akan menirnbulkan ketidak lestarian kunjungan dan SDA.
T7.
Peraturan kunjungan di SM Cikepuh belum mengakomodi kebutuban kunjungan ke lokasi minat khusus.
4
0.0727
2
0.1455
Menghambat minat kunjungan potensial.
T8.
Ketidakjelasan status lahan membuat lahan tidak dapat diusahakan secara optimal bagi pendapatan daemh.
5
0.0909
3
0.2727
T9.
Belum ada aturan bagi pengusahaan jasa transportasi wisata lokal.
2
0.0364
4
0.1455
Menghambat penataan untuk peningkatan kualitas wisata Permainan harga, menimbulkan ketidaknyamanan
Jumlah
28
0.5091
20
1.2364
Jumlah Total
55
0.9377
44
2.7443
Untuk mengetahui strategi yang hams dilakukan untuk mengembangkan usaha ekowisata maka perlu dibuat grafik analisis SWOT. Bedasarkan Tabel EFE dan IFE dapat dihitung sebagai berikut :
- 1,2206 = 0.4412 1,5079 - 1,2364 = 0,2715
Kekuatan (Strengths) - Kelemahan (Weaknesses)
= 1,661 8
Peluang (Opportunities) - Ancaman (Threats)
=
Peluang (Opportunities) Kuadran I1 Kuadran I Srategi stabilisasi Strategi agresif 0,2715 -------------
/ ; Kelemahan (Weaknesses)
0.4412
Kuadran I11 Strategi bertahan
Kekuatan (Strengths)
Kuadran IV Strategi diversifikasi
Ancaman (Threats) Gambar 59 Grafik analisis SWOT . Hasil
Grafik
analisis
SWOT
menggambarkan
bahwa
untuk
mengembangkan usaha ekowisata di SM Cikepuh dan sekitarnya perlu dilakukan strategi agresif atau stratgi SO. Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar - besarnya.
TOTAL SKOR IFE Rata - rata
Kuat
I Pertumbuban Konsentrasi melalui integrasi vertikat
Tiggi
1.O
2.0
3.0
4.0
Lemah
I1 Pertumbuhan Konsentrasi melalui integrasi horizontal
I11 Peuciutan Turn arouud
3.O
TOTAL SKOR EFE
IV
v
VI
Stabilitas Hati hati
Pertumbuhan Konsenbasi melalui integrasi horizontal Stabititas Tak ada pembahan profit strategi
Penciutan Divestmen
VII Pertumbuhan Diversifikasi konsentrik
VIII Pertumbuhau Diversifikasi konglomerat
-
Sedang
2.0
Rendah
U: Likuidasi Bangkmt
1.0 Garnbar 60 Matrik Intemal dan Eksternal Strategi yang diperlukan mtuk mengembangkan usaha ekowisata di SM Cikepuh dan sekitarnya dapat pula diketahui dengan menggunakan matrik internal ekstemal. Nilai matrik internal (IFE) yang diperoleh adalah sebesar 2,8824 artinya untuk pengembangan usaha ekowisata memiliki faktor internal yang tergolong rata - rata. Sedangkan faktor eksternal (EFE) mempunyai nilai 2,7443 yang tergolong sedang. Apabila masing - masing total skor dipetakan pada matrik, maka posisi usaha ekowisata yang ada saat ini adalah pada kotak kuadran V (kelima). Hal ini mengindikasikan bahwa strategi yang diperlukan adalah
strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal, serta mempertahankm stabilitas dan kunturgan dengan cara menurunkan harga, mengernbangkan produk bam, meningkatkan kualitas, atau meningkatkan akses ke pasar yang lebih luas
(Rangkuti 2001). Strategi ini mengarahkan untuk memperluas usaha dengan meningkatkan jenis produk serta jasa. Hal ini dibarengi menjaga stabilitas kondisi yang sudah ada supaya tidak mengurangi keuntungan yang telah dicapai. Adapun strategi tersebut merupakan bagian dari strategi yang disusun ddam matrik 32 yaitu alternatif strategi S - 0 (Strength -Opportunities). Faktor - faktor strategi tersebut sebagsi priorit& simtegi perkma adalah sebagai berikut : 1. Memanfaatkan potensi SDA,panorama, budaya dan tradisional masyarakat
sebagai paket
-
paket atraksi menarik untuk menjaring pengunjung lebih
banyak. 2. Menciptakan variasi - variasi paket ekowisata yang dapat menjadi pilihan
dalam mengisi waktu kunjungan yang cukup panjang. 3. Memanfaatkan secara optimal sarana dan jasa wisata yang sudah tersedia agar
dapat memenuhi kebutuhan kunjungan dengan menambah fasilitas dan layanan yang kreatif yang disukai pengunjung.
4. Mengembangkan
produk pangan dengan bahan baku ikan yang mudah
didapat dan disukai pengunjung , aktivitas dan budaya tradisional masyarakat clan meningkatkan pemahaman untuk partisipasi aktif sebagai mitra. 5. Memperkenalkan konsep ekowisata dan paket - paket nya kepada komunitas
pengunjung yang strategis bagi promosi. Sebagai prioritas kedua adalah mengatasi kelemahan dan ancaman yang juga telah berhasil diidentifikasi, yaitu sebagai berikut : 1.Mengupayakan peningkatan dukungan terhadap populasi penyu
dan
mengurangi gangguan akibat teknis pelaksanan wisata yang tidak tepat. 2. Meningkatkan aksesibilitas di kawasan zona pemanfaatan intensif. untuk
memudahkan dan menjaring pengunjung lebih banyak.
3. Perlunya pelatihan ketrampilan SDM di berbagai bidang pelayanan untuk meningkatkan kepuasan pengunjung. 4. Perlunya pengembangan, diversifikasi produk berorientasi pasar sesuai dengan
potensi yang dimiliki.
5. Perlunya penataan zonasi, memperkaya variasi paket kunjungan yang tidak mengganggu kelestarian di SM Cikepuh. Penataan zonasi akan memudahkan pengawasan oleh petugas.
6. mendukung terbentuknya dasar hukum dan penataan pengembangan produk dan keprofesionalan. Adapun prioritas ketiga adalah tetap memperhatikan potensi ancaman yang dapat mengganggu jalannya pengembangan usaha ekowisata yaitu :
1. Mengembangkan
kerjasama stakeholder untuk memberikan pemahaman
ekowisa'a kepada berbagai kdwgan, meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengurangi gangguan SDA di Hutan Tanjung Ujung Genteng. 2. Melibatkan kerjasama masyarakat, pengusaha penginapan dan transportasi, pemerintah daerah untuk mengatasi
gangguan pembangunan illegal yang
mengancam kelestarian penyu.
3. Perlunya pelimpahan kewenangan kepada satuan tugas di lapangan untuk dapat memberi ijin kunjungan berdasarkan kriteria khusus yang sesuai dengan peraturan. Semua strategi tersebut hams ditegrasikan secara terpadu dalam penyusunan rencana pengembangan ekowisata di SM Ciepuh dan sekitarnya. Adapun faktor
- faktor strategi yang dapat disusun berdasarkan faktor - faktor
internal dan ekstemal yang telah teridentifikasi, berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan usaha ekowisata dengan menggunakan matrik SWOT dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32 Matrik SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) Slrenglh - S wmhe,-S - w
I
1. Potensi Sumbcrdaya alnm yang menonjol. 2. Panorama Alam yang menarik 3. Kebudayaan lokal dan aktivitas masyaraknt, berpotensi menjadi obyek kunjungan. 4. Sudah terdmat sarana wisata vane danat dimanfaatkk sesuai dengan ' kerb&an kunjungan. 5. Sudah tenedia jasa wisata yang dapat dimanfnntkan pengunjung 6. Sudah terdanat moduk oroduk ekowisata. 7. Pihak wisaia Ujung Genteng melakukan survey dan promosi lokasi lokasi menarik afns inisiatif pribadi, dengan
-
media internet.
I
1 Pengunjung mernpunyal mlna ymg llnggl untul mcnyks~kanu l s pcnyu ~ benclur 2 Pcngunjung banyak yang mendengar 1nfom3sz pmrnosi dari ternan, bmyak yang berkunjung kembali lagi dan menginep cukup lama. 3. Pengunjung menyukai produk laut yang mudah didapnlkan di kawasan ini. 4. Pengunjung memiliki berbagai tingkat kemmpum fmmsial memilih lokasi, jasa dnn smna wisata yang muai dengm kemampum mereka 5. Pengunjung mcmpunyai penepsi yang baik temadap kelestvian lingkungan dan pengembangan ekowisata. 6. Masyarakat sekitar mendukung pengembangan ekowisata. 7. Ekowisata dapat menambah nilai ekonomi dan penghasilan masyaraknl sekitar.
1. Memanfhlkan potensi SI,S2,S3 sebagai paket - pakct ah-akii menarik unNk mcnjaring pengunjung lebii banyak. 2. M e n c i p t h variasi variasi paket ekowisata yang dapat menjadi pilihan dalam mcngisi waktu kurjungan yang cukup panjang SI,S2,S3,02. 3. Memanfaalkan secara optimal S4,SS agar dapat memenuhi kebutuhan kunjungan dengan menambah fasilitas dan layman yang lrreatif y m g disukai pengunjung 4. Mengembangkan produk pangan 03, aktivitas dan kcbudayaan eadisional masvarakat S3 dan rneninekalkan peiahamm untuk pMisipasi aktif kbagai mitra 05,06,07. 5. Memperkmalkan konsep ekowisata d m paket - pakd nya kepada komunitas pengunjung y m g s m g i s bagi promosi 01, 02.05.
-
I
smlegi S-T
I
1
1. Akscsibilitas jdan dari kota - kota besar di rck~tamvakumnxbanus. 2. ~ a s y a r k a beluk t n&ahami bentuk bentuk kcfcrlibatan dalam ekowisata 3. Mobilitar masyaraknl yang rendah dan k m g k~eatifitas. 4. Terdapat ganggum SDA H u m Tanjung Ujung Gentmg dari pencurian kayu bakar dan aktivitas pengunjung. 5. Kurangnya penegakm hukum menghambat produktivitas dan dnya saing pcngusaho sertn mendorong pelanggaran baru yaflg memberikan aneaman terhadap kelcstanan mnw. 6. 'Pc&unm kMungan di SM Cikepuh belum mcngakomodir kebuhlhan kunjungan kc lokasi minat khusus. 7. Ketidakjelasan status lahm membuat lahm tidak dopat diusahakm secnrn optimal bagi pendapatan daerah. 8. Bclum ads ahtran bagi pengusahm jnm
-
mncmnaci rvicntr Inkat
1. Meningkalkan kerjasama stake holder untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat T2 untuk memberikan dukungan melalui pelibatan dan pengembangan kcbudayaan lokal dan aktivitas msyarakat sebagai atraksi S3,S6. 3. Meneembanelen keriasama stakeholder u n ~ krnmg&mgi gan&an SDA di ilrnm Tmjung Ujung GentrngT4 4. Mcningkalkan kerjasamn unruk mmgnmi gangguan pembangunan TS yang mengancam kelestarian penyu. 5. Melibnlkan keriasamn masvarakat pengurahn penginapan d m unnsporwsi, prrncnntxh &rah untul; mcngnu,i r n x n l J ~ ymglerkn~l11,'l'S.T7 dan I S . 6. Perlunya pelimpahan kewenangan kepada saNM tunas di lwanen untuk danat
1. Populasi penyu menurun, sehmgga kadang tidak dapat dijumpai. 2. Teknis pelaksanann ekowisata masih memberikan gangguan terhadap sslwa. 3. Aksesibilitas jalan di dalam kawasan yang menghubungkan obyek tidak mcmadai. 4. Kurangnya produksi kemjjinan dan cinderamma 5. Kuranpya pmfesionalisme pelayanan SDM. 6. Pengelola belum mcl&ukan pmmosi dengan optimal. 7. Wisata di SM Cikepuh b e l m berorientasi pas% 8. Belum a& kejelasm zonmi . 9. Terdapat keterbmaran jumlah petugas. 10. CV. Daya Bhakti belum mempunyni dasar hukum bagi pengembangan ekowisata penyu. stratcgi W O I. Mengupaykan peningkatan dukungan terhadap W1 dan mengarangi W2. 2. Meningka&an W3 di kawasan mna pemanfaatan intensif. unNk memudahkan d m menjaring pengunjung lebih banyak. 3. Mengurangi W4 dengan mendomng orodultsi keraiinan cindrarnata d m bengo~ahanmakkan khas 03,04,08. 4. Perlunya pelatihan kebsmpilan SDM W5 untuk meningkatkm k e p w a n pengunjung. 5. Perlunya pengembangan, divenifihi pmduk bcrorientasi pasar scsuai dengan potensi yang dirniliki W7,01,05. 6. Perlunya penatnan zonasi, memperkaya varissi paket Lunjungan yang tidak mengganggu kelcstarian di S M Cikepuh W8,W9. Penntnan zonasi akan memudahkan pengawasan 01th petugas W9. 7. Perlunya dasar hukun dan penataan pengembangan produk dan kepmfesiondm w5,W1o,ol,02. shategi W-T 1. Meningkalkan kejasama pmmosi unNk menarik pcngunjung 2. M e l W a n peningkatan pemahaman ekowisata kcpada masyarakat dan pelatihan kelerampilm bagi masyarakat 3. Melakukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat dm pengusaha untuk memclihara kelestvim alam dan mcnghimdari k e ~ s a k a n yang mengancam kelestarian penyu. 4. Meningkatkan infomasi dan sarana recta oenataan linzkkem. 5. ~emberikan- peratihan ketenmpilan dan pcngendan konsep ekowisata kepada berbagai kalangan masyarakat. 6. Meningkalkan kejasamn stakeholder bagi oeneanan masalnh di lanannan T5.n. . . T8. 7. ~c;dukung penatnan zonasi dan pcngaturan kunjungnn 8. Mendorong penetapan legalitas bagi pmguraharm ckowisata pen)u dcmi meningkatkan profesionalisrne.
.
-
BAB VI PENGEMBANGAN USAHA EKOWISATA Pada dasarnya pengembangan usaha ekowisata di suatu tempat dimaksudkan untuk dapat meningkatkan keuntungan ekonomi, memastikan kelestarian ekologi dan memberikan keuntungan ekonomi terhadap masyarakat lokal. Adapun kepuasan pengunjung dalam berwisata harus tetap diperhatikan. Pengembangan usaha dapat berbentuk peningkatan kualitas aspek - aspek usaha
dari produk yang telah ada (Pearce 1989) diacu dalam (Page and Dowling 2002) menyebutkan bahwa perencana memformulasikan rencana penggunaan lahan untuk lokasi
-
iokasi
spesifik ekowisata h a m sejalan dengan peraturan penggunaan lahan yang ditetapkan pemerintah daerah.
Sehingga semua elemen supply yaitu atraksi,
transportasi, akomodasi dan pelayanan yang diperlukan dapat dibangun secara harmonis dan seimbang antar berbagai sektor dalam kualitas, kapasitas dan model yang sesuai meskipun fungsi berbeda. Sedangkan menurut pendapat MacLellan (1999); Momson's (1995) diacu dalam Curtin (2003) bahwa dalam membuat kerangka keja yang berkelanjutan untuk membangun wisata kehidupan liar di dam adalah berdasarkan tiga hal : (1) tidak menimbulkan gangguan terhadap kehidupan liar dan habitatnya, (2) harus dapat meningkatkan pengetahuan pengunjung terhadap apresiasi terhadap alam clan isu konservasi dan (3) harus dapat memaksimalkan keuntungan kepada masyarakat lokal. Penyusunan pengembangan ekowisata di SM Cikepuh dan sekitamya menitikberatkan kepada penataan kawasan, ekowisata penyu dan wisata pendukung. Selain itu sesuai hasil i d e n t i f h i kondisi dan analisis SWOT, maka perlu dilakukan pengembangan usaha dengan memperhatikan prioritas strategi
-
strategi yang telah dipilih. 6.1. Skenario Pengelolaan
Pengelolaan wilayah SM Cikepuh dan sekitamya di wilayah Pantai Selatan Kabupaten Sukabumi ini pada saat ini memang mempunyai pengelolaan dengan misi dan pihak yang berbeda. Akan tetapi ketiganya dapat bekerjasama untuk kepentingan pengembangan ekowisata sehingga misi ketiga pengelola dapat
tercapai. Misi konservasi yang di emban pengelola SM Ciepuh tercapai dengan dukungan stake holdei.
Misi pemerintah daerah tercapai dengan tidak
menurunnya jurnlah populasi penyu dan meningkatnya keuntungan Pendapatan Daerah Kabupaten Sukzhtlmi, yaitu melalui pengusahaan atraksi ekowisata penyu
di Pantai Pangumbahan. Misi pengusaha swasta serta masyarakat sekitar sebagai pengeioia sarana wisata dan usaha jasa pendukung di Ujung Genteng tercapai, yaitu dengan tetap datan,;nya pengunjung di kawasan ini karena daya tarik yang unik. Adapun bentuk pi-ngelolaan ketiga kawasan ini dapat dibentuk dalarn satu unit maupun tetap dalam unit terpisah seperti sebelumnya. Adapun penjabaran kedua bentuk pengelolaa;~tersebut adalah sebagai berikut. A. Pengelolaan Bersam:i Dalam Satu Unit
Ide pengelolaan i.!xlam satu unit, mempakan bentuk pengelolaan dengan menyatukan semua baginn lokasi dan kerjasama pengelola dengan membentuk suatu badan pengelola b
: yang ~ mempunyai kewenangan mengatur pengelolaan
pengembangan usaha ekowisata di unit tersebut. Bentuk kolaborasi ini tentu saja mempunyai misi meninz!,.ztkan usaha ekowisata dengan efisien 1. Aspek Kawasan
Berkaitan dengan kepentingan pengembangan usaha ekowisata yang tidak terlepas dari upaya koiiservasi SDA, peningkatan ekonomi dan kepuasan pengunjung, maka dalam penyusunan rencana pengembangan perlu diperhatikan aspek pembagian kawn,,.m ke dalam zona
-
zona pengelolaan.
Menurut
MacKinnon et al (1990) kebanyakan kawasan yang dilindungi akan dibagi ke dalam berbagai zona unt\i!r tujuan pemanfaatan yang berbeda. Ini dapat berkisar mulai dari pengembangnn pariwisata intensif, zona rekreasi yang tersebar, sampai ke zona produksi surnl. ::,Says yang terkendali, atau zona perlindungan mutlak. Praktek pengelolaan yang berbeda,' yang diizinkan atau dilarang dalam setiap zona, perlu diinci. Peny.:iuran aspek kawasan ini juga sangat penting mengingat bahwa selain pantai - pmtai di dalam kawasan SM Cikepuh serta Pantai Pangumbahan yang b c r d a di luar kawasan konservasi mempakan daerah peneluran bagi satwa i'r:;ryu hijau yang dilindungi, daerah litoral Pantai SM Cikepuh hingga Ujung ( icnteng mempakan daerah penting tempat penyu dewasa mencari makan.
Sehi,:gya berdasarkan keterkaitan daerah - daerah di luar
kawasan konservasi tersebut sebagai ekosistem essensial bagi Penyu hijay maka perlu dikembangkan suatu kerjasama antar pengelola wilayah untuk menjamin kelestarian SDA sekaligus kelestarian usaha ekowisata yang berlangsung di lokasi ini. Adapun zona pengelolaan yang direncanakan adalah sebagai berikut :
-.Zona aiarni (dengan pemanfaatan rendah)
-. Zona suaka (tidak ada pemanfaatan oleh pengunjung) -.Zona pemanfaatan intensif (dilengkapi dengan berbagai fasilitas)
-
Adapun Uraian terhadap masing masing zona di jelaskan pada bagian berikut. a. Zona alami Merupakan zona yang meliputi beberapa lokasi pendaratan penyu dan lokasi
-
lokasi alami menarik di sebagian kawasan SM Cikepuh dan Pantai
Pangumbahan. Pada zona ini, diijinkan adanya kunjungan ekowisata dengan penataan program dan pengelolaan pengunjung yang tidak mengganggu sumberdaya. b. Zona suaka Merupakan mna yang meliputi sebagian besar SM Ciepuh yang tidak diperkenankan pemanfaatan oleh pengunjung, kecuali bagi keperluan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
c. Zona pemanfaatan intensif Merupakan zona yang meliputi derah Pantai Perbatasan Pangumbahan hingga Hutan Tanjung Ujung Genteng. Kawasan ini dapat dimanfaatkan untuk berbagzi aktifitas kunjungan wisata dan dapat didirikan berbagai fasilitas dengan tetap memperhatikan lokasi sarana dan efek gangguannya terhadap SDA dan populasi penyu, seperti penempatan lampu dan fasilitas jalan yang memungkinkan bertambahnya lampu kendaraan di kawasan pantai. 2. Aspek Lembaga Pengelola
Unit Pengelolaan merupakan satu unit baru yang membutuhkan satu kelembagaan baru yang disepakati bersama. Anggotanya berasal dari semua stake holder yang ada dan mengelola unit dengan tetap memperhatikan aspek kepentingan anggota untuk mendukung misi pengembangan usaha ekowisata.
Alternatif membuat satu unit pengelolaan dengan lembaga pengelolanya bertujuan untuk efisiensi program dan pelaksanaan yang diseragamkan di ketiga lokasi. 3. Pengembangan Program Ekowisata
Unit pengelola, melakukan langkah
-
langkah pengembangan usaha ekowisata
sesuai dengan hasil identifikasi dan pernilihan strategi. Sesuai dengan prioritas periama strategi kedua, prioritas kedua strategi keempat dan kelima maka program
- program ekowisata dapat dikembangkan dengan menyesuaikan dengan potensi SDA yang ada di masing - masing lokasi. Program ekowisata melihat penyu bertelur, harus dilakukan penataan dan pembenahan dari berbagai aspek kinerja dan pelaksanaannya Pengembangan program
- program ekowisata yang nlasih
berkaitan dengan penyu dapat dikembangkan di zona alarni. Program ekowisata penyu dapat dikembangkan menjadi beberapa program sebagai bentuk diversiiikasi produk, yang dapat menampung potensi pengunjung yang datang. Selain itu potensi SDA lain masih dapat dikembangkan sebagai pendukung untuk memperkaya altematif dan variasi produk yang dapat dikonsumsi pengunjung yang datang ke kawasan ini, serta untuk memecah konsentrasi kepadatan pengunjung pada program ekowisata penyu. a. Ekowisata Penyu Penyu sebagai obyek ekowisata unik yang menjadi daya tarik potensial hams menjadi perhatian dalam penataan kawasan karena memiliki kerentanan yang tinggi. Lokasi
- lokasi pendaratan penyu yang saat ini telah menyediakan
atraksi penyu bertelur yaitu Pantai Pangumbahan dan Pantai Citirem perlu melakukan penataan kembali, terutama menghilangkan praktek wisata yang mengganggu penyu secara langsung. Pengembangan ekowisata dengan obyek utama penyu dapat berdampak positif maupun negatif, tergantung dari pengelolaan serta pelaksanaan ekowisata. Tisdell and Wilson (tanpa tahun) menjelaskan bahwa kegiatan wisata dapat memberikan dampak positif sekaligus negatif pada konservasi penyu tergantung pada perlakuan. Misalnya aktivitas wisata yang terjadi di Malaysia, pengunjung ditawari telw penyu (yang menjadi gangguan kelestarian) atau sajian daging penyu (yang jelas-jelas menghancurkan kelestarian penyu).
Selain itu cahaya lampu dari resor wisata dan kendaraan di
sekitar tempat pendaratan penyu, pembangunan rasilitas wisata dan bahaya
campur tangan manusia terhadap sarang penyu akan menimbulkan dampak negatif.
Konsekuensinya, aktivitas wisata harus dikendalikan agar tidak
berdampak negatif terhadap populasi penyu. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan dengan tetap memperhatikan ekologi penyu, yaitu dengan langkah- langkah sebagai berikut :
1. Pengembangan SDM Ekowisata
-
Sesuai dengan prioritas kedua strategi pertama dan ketiga, pengelola perlu meningkatkan kualitas dan ketrampilan pelayanan wisata bagi SDMnya. Sesuai dengan perannya yang berkaitan langsung dengan atraksi yang memungkinkan terjadinya interaksi antara pengunjung dengan penyu sebagai obyek, maka selain pemberian pengetahuan tentang bioekologi dan pentingnya menjaga kelestarian satwa tersebut, perlu pula dilakukan pembinaan intensif mengenai cara - cara pemanduan dan sikap pemanduan yang baik. Sikap pemandu yang baik dalam memperlakukan obyek akan memperkuat kesan pengunjung dan kesesuaian antara pengetahuan dan contoh yang mereka dapatkan sehingga akan menimbulkan kesadaran akan bagaimanana semestinya menghargai keberadaan satwa langka tersebut. Sebagai pembanding, adalah wisata melihat paus di Kaikoura yang menggunakan pemandu berkualitas. Mereka biasanya lulusan dari ilmu kelautan atau biologi yang bertugas untuk menyampaikan informasi dan pendapat berkualitas. (Curtin 2003).
Tisdell and Wilson (tanpa tahun)
menjelaskan bahwa wisata penyu di Mon Repos Conservtion Park (MRCP), memberikan perlakuan yang hati - hati terhadap lingkungan, menyediakan pendidikan lingkungan tentang penyu dan didesain untuk membuat pengunjung peduli terhadap masalah konservasi yang dihadapi penyu dan memberikan informasi cara - cara bagaimana pengunjung dapat membantu upaya konservasi penyu.
-
Sebagai upaya untuk menghindari kelenlahan kedua, yaitu timbulnya gangguan aktivitas pengunjung terhadap penyu maka perlu dilakukan penataan dalarn pelaksanaan produk yaitu pembatasan jumlah peserta rombongan yang dapat dilayani saat atraksi.
Meskipun belum ada
ketentuari jumlah pengunjung yang dapat dilayani oleh pemandu, akan
tetapi menurut pengalaman beberapa orang pemandy kegiatan interpretasi
akan efektif dengan diikuti maksimal 10 orang peserta. Maka sebaiknya untuk melihat atraksi ini, dibatasi 10 orang untuk satu pemandu dengan melakukan sistem pesan.
Pembatasan jumlah ini, selain dapat
meningkatkan efektifitas penyampaian interpretasi obyek oleh pemandu, memudahkan pengawasan atas perilaku pengunjung, juga meminimalisir kemungkinan penyu mengalami stress.
Meskipun Tisdell and Wilson
(tanpa tahun) menyebutkan bahwa di Mon Repos Conservation Park, (MRCP) seekor penyu betina yang sedang bertelur dapat ditonton oleh rata
- rata 70 orang pengunjung.
Sedangkan di Kaikora, 50 pengunjung dapat
menonton paus dalam 1 perahu. 2. Penataan Pelaksanaan Ekowisata Penyu
Pengembangan ekowisata penyu akan menjadi suatu kegiatan wisata yang eksklusif dan sangat memperhatikan gangguan yang timbul terhadap satwa oleh karena itu dapat diberlakukan pengetatan aturan kunjungan oleh pengelola, yaitu :
-
Alat penerangan. Pengunjung dilarang membawa alat penerangan apapun. alat penerangan hanya dibawa pemandu d m digunakan sewaktu - waktu pada saat dirasa aman.
-
Kamera dengan segala bentuknya, yang mempunyai efek blits dibatasi atau bahkan dilarang, akan tetapi sebagai gantinya pengunjung bisa mendapatkan gambar penyu dengan kualitas yang baik sebagai souvenir yang disediakan pengelola.
-
Tidak diijinkan memegang apalagi menaiki penyu.
-
Tidak diijinkan tinggal / berkemah di pantai pendaratan penyu. Kunjungan ekowisata yang eksklusive, dapat dijual mahal. Untuk itu
perlu diberikan jaminan bagi pejumpaan satwa tersebut. pengelola perlu menggalang suatu pendekatan
-
Oleh karena itu
pendekatan ilmiah dengan
melakukan penelitian - penelitian ekologi penyu, selain dalam rangka meningkatkan upaya konsewasinya juga meningkatkan pengetahuan ekologi guna menjamin perjumpaan satwa dari prediksi waktu maupun tanda - tanda dam. Adapun sebagai suatu jaminan kualitas ekowisata dapat diciptakan alternatif pengembalian uang sebagai garansi. Sebagai pembanding di MRCP, tiket masuk
diberlakukan bagi pengunjung, baik penyu dapat terlihat ataupun tidak. Pengunjung yang tidak menjumpai penyu mengalami kekecewaan, dan dalam penelitian
pada kasus MRCP disarankan untuk memberikan kompensasi
pengembalian separuh dari uang tiket, pemberian tiket gratis maupun potongan harga pada kedatangan berikutnya, seperti yang dilakukan beberapa operator wisata melihat paus pada peianggannya (Tisdell and Wilson tanpa tahun). b. Pengembangan Program Ekowisata Pendukung Berbasis Penyu Sesuai prioritas pertama
strategi kedua
dan kelima
dilakukan
pengembangan program ekowisata pendukung berbasiskan penyu dapat dikembangkan di zona alami. Hal ini dikembangkan juga untuk menampung jurnlah pengunjung yang tidak tertampung dalam kuota produk atraksi melihat penyu bertelur. Dapat dikembangkan berbagai variasi produk lain sesuai potensi kawasan ini yaitu memanfaatkan kekuatan pertama hingga keenam, serta memanfaatkan peluang ketiga hingga ketujuh. Progam
- program yang dapat
dikembangkan tersebut addah : a.
Program sarang asuh Merupakan program pengamatan sarang alami tempat pengeraman telur penyu. Pada saat tukik akan menetas secara alami maka pengunjung yang terlibat dalam program ini dapat diajak melihat proses menetasnya tukik secara alami dan melepaskannya ke laut.
b.
Paket ekowisata melepaskan tukik Atraksi melepaskan tukik
-
tukik yang baru menetas secara alami dari
sarangnya dapat dilakukan pada waktu - waktu yang sesuai. c.
Paket ekowisata melihat jejak penyu Merupakan atraksi melihat jejak penyu disertai penjelasan mengenai kondisi ekosistem yang disukai penyu. Atraksi ini dilakukan pada pagi atau sore hari sehingga pengunjung dapat lebih memperhatikan kondisi sekitar pantai.
d.
Paket ekowisata melihat ekosistem dan makanan penyu Aktivitas wisata ini dilakukan di pantai dengan memperhatikan flora dan fauna litoral yang terkait dengan kehidupan penyu.
c. Pengembangan Program Ekowisata Pendukung Berbasis SDA Masih sebagai penerapan prioritas pertama strategi kedua yaitu menciptakan variasi paket kunjungan, maka kegiatan ekowisata pendukung merupakan kegiatan ekowisata yang dapat dikembangkan di kawasan ini sesuai dengan potensi SDAnya masing-masing. Meskipun tidak berbasiskan penyu, namun kegiatan ekowisata ini memperkaya pilian produk yang dapat dipilii pengunjung yang sudah datang ke kawasan ini.
Variasi produk dapat
dikembangkan sesuai potensi kawasan ini dengan memanfaatkan kekuatan pertama bingga keenam, serta memanfaatkan peluang ketiga hingga ketujuh.
-
Program program yang dapat dikembangkan tersebut adalah :
1. Program di Zona Suaka
-
Program pengamatan flora fauna Kegiatan pengamatan flora tertentu, flora yang bemilai penting bagi kehidupan satwa di SM dm pengamatan jejak satwa. Untuk pelaksanaan program dapat dibuat jalur - jalur pengamatan bagi pengunjung.
-
Program pengamatan ekosistem sungai Pengamatan ekosistem sungai dapat dipilih pada sungai - sungai yang dangkal dengan mengamati flora faunanya.
Ada beberapa sungai di dalam SM
Cikepuh yang pemah dijadikan tempat pelepasliaran Buaya muara
(Crocodilus porosus) ha1 tersebut dapat menjadi obyek yang menarik pula untuk di amati dan diinterpretasikan.
2. Program di Zona Alami
-
Program wisata selancar Program wisata selancar dapat dilakukan pada lokasi spesifik yaihi Ombak tujuh.
-
Program wisata geologi Program wisata ini dapat dilakukan dengan mendatangi areal mempunyai keunikan batuan.
-
areal yang
Interpretasi mengenai kondisi serta
pengetahuan geologi akan sangat menarik dilakukan sambil mcngunjungi lokasi - lokasi dengan penampakan gejala alam yang khusus ini.
3. Program di Zona Pemanfatan Intensif
-
Wisata selancar Program ini banyak diminati pengunjung mancanegara, akan tetapi dapat diadaptasi untuk diperkenalkan kepada wisatawan lokal dengan paket-paket pengenalan selancar.
-
Wisata memancing Program ini dapat dikembangkan sebagi suatu sarana promosi dengan menyelenggarakan perlombaan-perlombaan mancing.
-
Wisata susur pantai Program susm pantai sangat menarik untuk melewati kawasan pantai yang indah dan bervariasi. Diperlukan penataan program yang menggabungkan antara pengetahuan alam dan aktivitas nelayan yang dapat dipadukan menjadi bahan intrpretasi yang menarik selama perjalanan.
-
Wisata kampung nelayan dan mengikuti aktivitas nelayan Program ini memerlukan interaksi dengan penduduk yang mempunyai kegiatan khusus sebagai nelayan. Untuk itu perlu disusun suatu paket yang berisi aktivitas pembuatan alat tangkap tertenty disertai keterlibatan pengunjung untuk menggunakannya serta dapat digabungkan dengan aktivitas pengolahan hasil laut tertentu yang dapat dicicipi oleh pengunjung.
-
Wisata fotografi Program ini sangat fleksibel dapat dilakukan dengan berbagai obyek yang menarik dengan berbagai perpaduan potensi alam, masyarakat dan kesenian yang melimpah di kawasan ini.
B. Pengelolaan Terpisah Pengelolaan Terpisah, mempakan bentuk pengelolaan lama, akan tetapi tentu
saja untuk melaksanakan pengembangan usaha ekowisata yang
menguntungkan bagi misi ketiga pihak hams ada satu kerjasama dan komunikasi untuk dapat mencapai visi dan penlahaman yang sama sehingga dapat saling bekerjasama secara efisien. Pengelolaan ekowisata dapat dilakukan dengan penguatan kerjasama para pihak. Hal ini dapat dilakukm dengan pembentukan forum komunikasi pengelola dan para pihak terkait.
Teknis pelaksanaannya dapat dengan melakukan
pertemuan dan komunikasi mtin untuk saling bertukat informasi dan membahas pemecahan masalah - masalah yang timbul. Pengelolaan yang terpisah, sangat memungkinkan terjadinya ketidak efisienan karena masing
- masing pengelola
harus mengembangkan program dan sarana prasarana yang sebenarnya bisa dilakukan untuk bersama. Berikut adalah aspek penting yang harus dipikirkan pengelola cii masing - masing iokasi.
1. Aspek Kawasan Kawasan masih berada pada pengelolaan asal dengan menyesuaikan program program pengembangan usaha ekowisata secara bersama dan menerapkan di kawasan masing
- masing
sesuai potensi dan SDA serta SDM
masing - masing. a. SM Cikepuh 1. Penataan Blok
Sesuai dengan kondisi yang telah teridentifikasi untuk mengatasi kelemahan ketujuh dan kedelapan serta sesuai dengan prioritas kedua strategi keenam aspek kawasan yang perlu dicermati dalam pengembangan usaha ekowisata terutama adalah kawasan SM Ciepuh yang belum mempunyai pembagian blok untuk mengakomodii kepentingan pemanfaatan wisata terbatas. Penataan blok ini perlu dilakukan demi efisiensi dan kejelasan lokasi yang dapat diusahakan dalam pengembangan program
- program
ekowisata. Sesuai Ditjen
PHPA (1996) maka penataan disarankan dengan membentuk
blok-blok
pengelolaan, yaitu blok inti dan blok rimba. Pada blok inti dapat diselenggarakan kegiatan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Sedangkan pada blok rimba dapat dilakukan kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, wisata terbatas, dan kegiatan yang menunjang budidaya. 2. Pengembangan Sarana Prasarana
Pengembangan sarana dan prasarana dilakukan untuk mengatasi kelemahan yaitu dengan meningkatkan pelayanan demi kepuasan pengunjung. Sarana prasarana yang dibangun harus menyesuaikan dengan penataan blok, mempertimbangkan kondisi SDA dan meminimalisir dampak pembangunan terhadap SDA.
a. Prasarana jalan dan menyeberang sungai Sesuai prioritas kedua strategi kedua perlu dilakukan peningkatan aksesibilitas untuk mencapai obyek
- obyek menarik, maupun lokasi program - program
ekowisata di dalam kawasan.
Penataan jalan ke lokasi program, perlu
dilakukan dengan memperhatikan lokasi serta kondisi SDA. Untuk menyeberangi sungai, diperlukan sarana perahu maupun rakit yang dapat digunakan pengunjung dengan aman. b. Pembangunan pusat informasi Sebagai upaya untuk menghindari kelemahan kedua, prioritas pertama strategi kelima prioritas kedua strateg pertama yaitu terjadinya gangguan SDA akibat aktivitas pengunjung, sekaligus sebagai upaya peningkatan pelayanan dan sebagai variasi pengkayaan produk maka perlu dibangun sarana penyampaian media informasi. Pusat informasi merupakan berisi foto - foto dan alat peraga yang dapat dijelaskan kepada pengunjung sebelum pengunjung memasuki kawasan. Pusat informasi dapat menjadi tempat untuk menjelaskan peraturan kunjungan di dalam kawasan. c. Pengadaan sarana menginap yang memadai
Pengunjung yang mengikuti paket program ekowisata yang lebih dari sehari, tentu saja memerlukan sarana menginap yang memadai. Selain itu diperlukan pula fasilitas air bersih dan MCK. Sarana tempat tinggal tersebut perlu perlu dibangun sesuai dengan kondisi alami dengan pemeliharaan yang memadai, pada lokasi yang sesuai dengan peruntukannya. 2. Pengembangan SDM Ekowisata
Sesuai dengan prioritas kedua strategi keempat, maka perlu dilakukan pelatihan mengenai wisata dan ekowisata bagi tenaga pendamping SM Cikepuh. Hal ini perlu dilakukan mengingat latar belakang pendidikan petugas yang tidak pemah mendapatkan pengetahuan mengenai teknik pemanduan. Untuk itu perlu dilakukan penambahan pengetahuan serta pembinaan sikap dan pemahaman, agar dapat melakukan tugas pemanduan dengan baik sesuai dengan perkembangan pengusahaan kawasan ini. Penyusunan program interpretasi bagi paket ekowisata baru, dibarengi dengan pelatihan materi
-
- paket
materi interpretasi SM
Cikepuh kepada personil
- personil pemandu agar dapat menyajikan pelayanan
yang baik bagi pengunjung.
3. Pengembangan Program Ekowisata Sebagai penerapan bagian prioritas pertama strategi kedua dan prioritas kedua strategi kelima yaitu meningkatkan variasi paket kunjungan, sekaligus mengatasi kelemahan ketujuh, maka perlu dikembangkan pengkayaan produk dengan memperhatikan potensi dalam SM Cikepuh sehingga lebih berorientasi pasar dan dapat ditawarkan kepada pasar yang lebih luas.
Adapun program
-
program yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut. a.
Pengamatan penyu Program pengamatan penyu memfokuskan kepada aktivitas pengamatan perilaku penyu yang naik dan bertelur.
Pelibatan pengunjung dapat
dilakukan dengan aktivitas pemasangan tagging, pengamatan secara berkala, serta pencatatan jumlah telur clan pemantauan perkembangan telur yang menetas. Rangkaian informasi tersebut dapat dijual sebagai paket kepada pengunjung, sekaligus membantu pendataan populasi penyu di pantai ini. b.
Program sarang asuh Mempakan program pengamatan sarang tempat pengeraman telur penyu. Pada saat tukik akan menetas secara alami maka pengunjung yang terlibat dalam program ini dapat diajak melihat proses menetasnya tukik secara alami
dan melepaskannya ke laut. c.
Program pengamatan flora fauna Kegiatan pengamatan flora tertentu, flora yang bernilai penting bagi kehidupan satwa di SM dan pengamatan jejak satwa. Untuk pelaksanaan program dapat dibuat jalw - jalur pengamatan bagi pengunjung.
d.
Program pengamatan ekosistem sungai Pengarnatan ekosistem sungai dapat dipilih pada sungai
-
sungai yang
dangkal dengan mengamati flora faunanya. Ada beberapa sungai di dalam SM Cikepuh yang pernah dijadikan tempat pelepasliaran Buaya muara (Crocodilus porosus) ha1 tersebut dapat menjadi obyek yang menarik pula
untuk di amati dan diintcrpretasikan.
e.
Program wisata selancar Program wisata selancar dapat dilakukan pada lokasi spesifik yaitu Ombak tujuh. perlu diberikan akses dengan tetap mempertimbangkan segi pendidikan lingkungan dan penghargaan terhadap alam.
Apabila dianggap
beresiko, maka dapat ditetapkan peraturan larangan untuk menginap.
f.
Program wisata geologi Program wisata ini dapat dilakukan dengan mendatangi areal mempunyai keunikan batuan.
Interpretasi
- areal yang
mengenai kondisi
serta
pengetahuan geologi akan sangat menarik dilakukan sambil mengunjungi lokasi - lokasi dengan penampakan gejala alam yang khusus ini. 4. Pengembangan Promosi dan Kemudahan Perijinan
Sesuai prioritas pertama strategi kelima, perlu dilakukannya kerjasama promosi secara lebii aktif dan mencakup kalangan yang
lebii luas dengan
informasi - informasi yang memadai mengenai paket - paket yang ditawarkan serta informasi tata cara melakukan kunjungan agar wisatawan merasa nyaman dan lancar. Hal ini perlu dilakukan untuk mengenalkan dan menjaring pasar yang selama ini tidak mengetahui keberadaan SM Ciepuh dan pemanfaatan yang mungkin dinikmati oleh pengunjung. Kewenangan pengurusan ijin masuk kawasan sebaiknya dilimpahkan kepada unit terdekat agar memudahkan kunjungan dan pengawasan. b. Pantai Pangumbahan Pantai Pangumbahan dikelola oleh CV. Daya Bhakti, dengan ijin yang didapatkan dari Gubernur Dati I Propinsi Jawa Barat. Pantai ini sesuai dengan kontrak kerja, dikelola sebagai zona pengusahaan SDA yang dalam ha1 ini adalah pengunduhan telur penyu. 1. Penetapan Status Pengusahaan Ekowisata
Sesuai dengan prioritas kedua strategi ketujuh, diperlukan penetapan status pengusahaan ekowisata yang memanfaatkan obyek wisata penyu. Selama ini atraksi ini dilakukan sebagai suatu usaha sampingan tanpa ada pengusahaan serius. Hal ini tidak mendorong peningkatan profesionalisme SDM dan upaya agar aktivitas wisata tetap lestari. Pengembangan yang serius akan membuka keseinpatan untuk peningkatan kualitas pelayanan yang mencakup pengetahuan
pemandu, serta pengelolaan obyek dan program - program yang sesuai potensi
dan kondisi ekologis kawasan. Pemahaman pengelolaan ekowisata yang baik tentunya akan menimbulkan sikap dan perlakuan terhadap obyek sesuai dengan kebutuhan ekologisnya sehingga tidak menimbulkan gangguan bagi kelestarian obyek itu sendiri.
2. Pengembangan SDM Ekowisata Sesuai dengan prioritas kedua strategi keempat, pengelola Pantai Pangumbahan perlu meningkatkan ketrampilan pelayanan wisata bagi SDMnya. Sesuai dengan perannya yang berkaitan langsung dengan atraksi yang memungkinkan terjadinya interaksi antara pengunjung dengan penyu sebagai obyek, maka selain pemberian pengetahuan tentang bioekologi dan pentingnya menjaga kelestarian satwa tersebut, perlu pula dilakukan pembinaan intensif mengenai cara - cara pemanduan dan sikap pemanduan yang baik.
Sikap
pemandu yang baik dalam memperlakukan obyek akan memperkuat kesan pengunjung dan kesesuaian antara pengetahuan dan contoh yang mereka dapatkan sehingga akan menimbulkan kesadaran akan bagaimanana semestinya menghargai keberadaan satwa langka tersebut. Sebagai upaya untuk menghilangkan kelemahan kedua, yaitu timbulnya gangguan aktivitas pengunjung terhadap penyu maka perlu dilakukan penataan dalam pelaksanaan produk yaitu pembatasan jumlah peserta rombongan yang dapat dilayani saat atraksi. Meskipun belum a& ketentuan jumlah pengunjung yang dapat dilayani oleh pemandu, &an tetapi menurut pengalaman beberapa orang pemandu, kegiatan interpretasi akan efektif dengan diikuti maksimal 10 orang peserta. Maka sebaiknya untuk melihat atraksi ini, dibatasi 10 orang dengan melakukan sistem pesan
Pembatasan jumlah ini, selain dapat
meningkatkan efektifitas penyampaian
interpretasi obyek oleh pemandu,
memudahkan pengawasan atas perilaku pengunjung, juga meminimalisir kemungkinan penyu mengalami stress.
3. Pengembangan Program Ekowisata Sebagai penerapan bagian dari prioritas pertama strategi kedua yaitu meningkatkan variasi paket kunjungan, serta untuk menampung jumlah pengurjung yang tidak tertampung dalam kuota produk atraksi melihat penyu
bertelur, maka perlu dikembangkan pengkayaan produk dengan memperhatikan potensi.
Dapat diiembangkan berbagai variasi produk lain sesuai potensi
kawasan ini yaitu memanfaatkan kekuatan pertama hingga keenam, serta memanfaatkan peluang kelima hingga ketujuh. Adapun program ekowisata yang dapat dikembangkan untuk menampung rninat pengunjung di dalam kawasan Pantai Pangumbahan, selain airaksi melihat penyu bertelur
adalah sebagai
berikut. a. paket ekowisata melepaskan tukik Atraksi melepaskan tukik
- tukik
yang baru menetas secara alami dari
sarangnya dapat dilakukan pada waktu - waktu yang sesuai. b. paket ekowisata melihat jejak penyu Merupakan atraksi melihat jejak penyu disertai penjelasan mengenai kondisi ekosistem yang disukai penyu. Atraksi ini dilakukan pada pagi atau sore hari sehingga pengunjung dapat lebih memperhatikan kondisi sekitar pantai. c. paket ekowisata melihat ekosistem dan makanan penyu Aktivitas wisata ini dilakukan di pantai dengan memperhatikan flora dan fauna litoral yang terkait dengan kehidupan penyu. 4. Pengembangan Sarana Prasarana
Pengembangan sarana prasarana perlu dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung, dengan memperhatikan penataan dan lokasi yang tidak menimbulkan gangguan terhadap kepekaan satwa ini.
-
Penataan akses jalan Sesuai strategi pertarna, perlu dilakukan peningkatan akses jalan menuju lokasi Pantai Pangumbahan.
-
Pembangunan Pusat Informasi Sarana ini merupakan bentuk peningkatan pelayanan terhadap pengunjung sekaligus tambahan obyek ekowisata yang dapat memberikan informasi secara lengkap dan menarik mengenai penyu. Pusat informasi berisi foto foto dan alat peraga yang dapat dijelaskan kepada pengunjung sebelum pengunjung memasuki kawasan pantai untuk mengikuti program ekowisata yang dikembangkan di kawasan ini. Selain itu Pusat informasi
merupakan pengembangan obyek kunjungan yang lebih fleksibel menerirna pengunjung untuk menyampaikan segala sesuatu informasi tentang penyu.
Pusat informasi dapat pula menyajikan film 1 video
mengenai aktivitas penyu, sehingga pengunjung yang datang pada siang hari dapat melihat atraksi dari film tersebut.
c. Ujung Genteng Kawasan pantai ini cukup luas dan terdiri dari beberapa bagian pantai yang dapat dikembangkan secara terpadu dengan kekayaan karakteristik pantainya yang dapat memperkaya variasi pilihan aktivitas wisata bagi pengunjung.
1. Pengembangan Sarana Prasarana A. Prasarana jalan Secara umum kawasan ini perlu mengembangkan strategi pertama yaitu peningkatan aksesibilitas menuju lokasi
- lokasi spesifik yang menarik bagi
knnjungan . Peningkatan sara.na aksesilbilitas ini diantaranya adalah membuat jalan alternatif melalui desa dengan saran jalan yang nyaman untuk dilalui.
Hal ini untuk menghindar lalulintas yang semakin padat di daerah pantai yang menimbulkan banyak gangguan terhadap habitat penyu yang sangat peka terhadap cahaya. Jalan - jalan ini sebaiknya dilengkapi dengan petunjuk jalan dan sarana penerangan agar nyaman dilalui.
B. Sentra kerajinan cinderamata Sesuai dengan strategi kedua, maka perlu digiatkan pelatihan keterampilan dan bantuan modal agar masyarakat tertarik untuk mengembangkan kerajinan tangan khas yang dapat dijual kepada pengunjung sebagai cinderamata khas. Akan lebih menarik apabila pengembangan dan penjualan dipusatkan pada satu kampung yang berdekatan dengan pantai dan akomodasi pengunjung. C. Sentra penjualan jajanan khas Sesuai dengan strategi kedua, perlu pula digiatkan tempat penjualan jajanan dan makanan khas berballan baku produk laut maupun pertanian yang dapat dijadikan salah satu pusat kunjungan tambahan yang menarik di kawasan ini. Adapun beberapa bagian pantai ini memerlukan beberapa karakteristik khusus pada pengembangannya adalah sebagai berikut
a. Hutan Tanjung Ujung Genteng Kawasan Hutan Tanjung Ujung Genteng yang sudah demikian familiar bagi masyarakat Kabupaten Sukabumi sebagai tempat piknik dapat dikembangkan untuk menampung kebutuhan bagi wisata massal. Untuk itu diperlukan beberapa penataan sehingga meminimalisir dampak kunjungan terhadap kerusakan vegetasi dan ekosistem. Beberapa bentuk pendekatan permintaan (Demand Approach) yang sesuai dapat diterapkan di kawasan tersebut.
Selain itu kawasan ini
menghadapi ancaman kerusakan sumberdaya akibat aktivitas kunjungan maupun penjarahan kayu yang disebabkan belum adanya kejelasan kewenangan pengelolaan.
1. Penetapan Status Kawasan Menghmdari ancaman ketiga dan peningkatan pelayanan kepada pengunjung, perlu dibentuk suatu kesepakatan para pihak dalam penataan lahan di kawasan ini, sehingga dapat dilakukan penataan yang sesuai dengan peruntukannya serta memberikan ruang dan kesempatan yang jelas bagi pengunjung yang khususnya sudah diwajibkan membayar retribusi untuk memasuki kawasan Ujung Genteng.
Penataan sekaligus akan memperjelas
kewenangan pihak pengelola untuk melakukan pelarangan penggunaan vegetasi didalam kawasan ini untuk keperluan - keperluan ilegal yang dapat mengganggu kelestarian dan f h g s i peruntukan lahan yang ditetapkan bersama. 2. Pengembangan Sarana Prasarana
Wisata massal yang dialokasikan pada kawasan ini, memerlukan penataan dan penambahan sarana- prasarana bagi kenyamanan pengunjung dan keindahan serta kelestarian alarnnya. Adapun sarana prasarana yang perlu dibangun adalah sebagai berikut : a. Tempat sampah dan pengelolaan sampah Lokasi ini sangat membutuhkan tempat sampah di tempat konsentrasi pengunjung.
-
tempat
Hal ini penting karena pengunjung datang dalam
rombongan dan bertujuan untuk piknik. Umumnya mereka membawa perbekalan dan makanan minuman kemasan.
Apabila tidak tersedia tempat sampah,
pengunjung cenderung tidak mempunyai kesadaran untuk membawa kembali sampah mereka dan mengotori pantai. Selain itu perlu juga pengelolaan sampah
serta pengaturan personil tenaga kebersihan agar lokasi ini selalu bersih dan rapi. Sampah perlu dikelola agar tidak bertumpuk di satu lokasi yang mengganggu pemandangan. Sementara ini masih banyak sampah yang bertumpuk justxu di puntu masuk lokasi ini. b. Perbaikan dan penambahan fasilitas Apabila lokasi ini dikembangkan bagi kegiatan wisata massal maka perlu dilakukan penataan serta penambahan fasilitas penunjang agar pengunjung merasa Fasilitas yang perlu ditambahkan adalah lokasi parkir, toilet
nyaman.
umum,bangku - bangku taman, tungku-tun& pembakaran ikan dan papan -papan informasi, penunjuk arah dan pintu masuk. c. Tungku pembakaran ikan Areal hutan ini telah menjadi tempat piknik dengan aktivitas utama memasak nasi dan membakar ikan, untuk itu perlu adanya penataan dan penambahan fasilitas khusus berupa tun&
yang berfungsi sebagai penghalang
api dari gangguan angin selama proses pembakaran. Tungku - tungku ini harus tersedia di beberapa lokasi pantai yang potensial sebagai tempat berkelompoknya pengunjung. Adanya tungku- tungku yang siap pakai tersebut diarapkan dapat menghilangkan kebiasaan pengunjung menggunakan banir-banir pohon yang akan mengganggu kelestarian. selain itu perlu juga disediakan arang ataupun sabut kelapa sebagai altematif bahan bakar kayu yang dikhawatirkan dapat diarnbil pengunjung dari pohon di dalam areal hutan tanjung Ujung Genteng. d. Penataan Perlu dilakukan penataan bagi areal -areal yang disediakan untuk piknik dan aktivitas pengunjung, dengan pengaturan agar areal vegetasi tidak terganggu oleh aktivitas pengunjung. Vegetasi di kawasan ini merupakan faktor dam yang disukai pengunjung yaitu sebagai peneduh. Perlu ditanamkan kesadaran bagi pengunjung untuk menyadari pentingnya fungsi vegetasi baik secara ekologi maupun kenyamanan benvisata yang sedang dilakukan sehingga ikut menjaga kelestarian alam dalam kunjungannya. Sarana penunjuang yang dapat diberikan adalah pemagaran serta pemberian papan informasi.
b. Kawasan Pantai Perbatasan Pangumbahan, Muara Cibuaya
- Kelapa
Condong Kawasan ini dapat diiembangkan sebagai lokasi kegiatan wisata alam yang tetap memperhatikan kealamian alamnya. Wilayah ini memberikan ruang bagi para peselancar, para pemancing, para fotografer, para pengunjung lokal dan asing yang menyukai keindahan alami dengan menikmati atraksi dam seperti keindahan matahari terbenam, selancar di pantai yang bersih dan tidak terlalu ramai, memancing tanpa gangguan terlalu banyak orang lalu lalang. Kawasan ini dapat dilengkapi sarana prasarana wisata untuk memberikan kenyamanan bagi pengunjung, akan tetapi tetap memperhatikan kealamian baik dari segi bahan maupun arsitektur, juga memperhatikan letak bangunan serta gangguan dan sumber cahaya yang mungkin dapat ditimbulkan terhadap pantai peneluran penyu. 1. Penegakan Hukum
Sebagai upaya untuk menghindari ancaman kelima dan kelemahan pertama, sekaligus penerapan prioritas kedua strategi pertama maka kawasan ini memerlukan ketegasan penegakan hukum dalam pendirian bangunan dengan peruntukan lahan yang sesuai. Lemahnya penegakan hukurn terhadap pelanggar akan mendorong munculnya pelanggar- pelanggar baru yang mendirikan bangunan di sepanjang pantai mendekati habitat penyu tanpa memperhatikan aspek kelestarian alam yang terganggu.
2. Pengembangan Program Ekowisata Sebagai penempan bagian dari strategi kelima yaitu meningkatkan variasi paket kunjungan, maka perlu diiembangkan pengkayaan produk dengan memperhatikan potensi kawasan. Beberapa program ekowisata menarik dapat dikembangkan dikawasan ini dengan memanfaatkan kekuatan pertama hingga enam dan memanfaatkan peluang ketiga hingga kedelapan. a. Wisata selancar Program ini banyak diminati pengunjung mancanegara, akan tetapi dapat diadaptasi untuk diperkenalkan kepada wisatawan lokal dengan paketpaket pengenalan selancar.
b. Wisata memancing Program ini dapat dikembangkan sebagi suatu sarana promosi dengan menyelenggarakan perlombaan-perlombaan mancing. d. Wisata susur pantai Program susur pantai sangat menarik untuk melewati kawasan pantai yang indah clan be~ariasi. Diperlukan penataan program yang menggabungkan antara pengetahuan dam dan aktivitas nelayan yang dapat dipadukan menjadi bahan intrpretasi yang menarik selama perjalanan. e. Wisata kampung nelayan dan mengikuti aktivitas nelayan Program ini memerlukan interaksi dengan penduduk yang mempunyai kegiatan khusus sebagai nelayan. Untuk itu perlu disusun suatu paket yang berisi aktivitas pembuatan alat tangkap tertentu, disertai keterlibatan pengunjung untuk menggunakannya serta dapat digabungkan dengan aktivitas pengolahan hasil laut tertentu yang dapat dicicipi oleh pengunjung. f. Wisata fotografi Program ini sangat fleksibel dapat dilakukan dengan berbagai obyek yang menarik dengan berbagai perpaduan potensi dam, masyarakat dan kesenian yang melimpah di kawasan ini.
3. Pengembangan Masyarakat Sekitar Sesuai prioritas pertama strategi keempat serta menghindari ancaman kedua, masyarakat sebagai salah satu unsur penting dalam ekowisata hams turut diberdayakan agar dapat terlibat dalam kapasitasnya dalam pengembangan usaha ekowisata di kawasan ini. Seperti yang terjadi di MRCP, bahwa Ekowisata dapat membantu umtuk mendukung solidaritas lingkungan. di MRCP, sukarelawan lokal membantu petugas Queensland Park dengan berbagai cara, seperti membantu pemungutan tiket masuk,
mengoperasikan toko cinderamata,
membantu mengendalikan gangguan suara keramaian, memimpin kelompok pengamat dan mengumpulkan data - data ilmiah tentang penyu. Dengan demikian partisipasi tersebut dapat membantu membangun dukungan masyarakat setempat terhadap konservasi penyu clan menekan biaya operasional penyelenggaraan kunjungan (Tisdell and Wilson tanpa tahun).
a. Perlu dilakukan pengembangan potensi SDM masyarakat lokal. Hal ini dapat diiakukan
dengan
pengembangan
kerjasama
stake
holder
dalam
mensosialisasikan kemungkinan pemahaman ekowisata sehingga di masa yang akan datang, masyarakat dapat mempunyai visi yang sama apabila mempunyai kesempatan terlibat dalam pengembangan usaha ekowisata di kawasan ini.. Salah satu cara adalah dengan memberikan muatan lokal wisata dan ekowisata pada generasi muda melalui mata pelajaran di sekolah mereka. Untuk jangka panjang, perlu pula dipikirkan adanya pengembangan usulan salah satu tokoh masyarakat untuk mendirikan semacam Sekolah Menengah Kejuruan yang membidangi wisata dan ekowisata agar lebih lanjut dapat dicetak tenaga- tenaga kerja yang lebih paham akan seluk beluk ekowisata clan teknis pelayanan agar dapat memperbaiki kondisi SDM dan kualitas pelayanan yang sudah ada. b. Perlu juga dikembangkan pelatihan bagi tenaga - tenaga pelayanan jasa yang sudah ada mengenai keterampilan dan kemampuan teknis sesuai kompetensi tugasnya.
c. Bagi masyarakat, perlu dilakukan pelatihan sadar wisata sehingga masyarakat dapat lebih nnnpunyai sikap yang menyenangkan kepada pengunjung serta mengembangkan sikap menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal dan tempat kerjanya sehingga nyaman dilihat dan dikunjungi. d. Masyarakat setempat perlu juga diberikan pelatihan keterampilan pembuatan kerajinan - kerajnan tangan yang dapat dikembangkan menjadi cinderamata. Pelatihan semacam ini dapat di sertai dengan bantuan modal atau pinjaman modal serta bantuan pemasaran atas hasil- hasil kerajinan mereka dalam satu sentra kerajinan clan cinderamata e. Perlu pengembangan kesenian daerah yang dapat memperkaya perayaan tradisional nelayan yang sudah ada, sehingga ragam kesenian dan budaya dapat terasa lebih kental tidak tergusur oleh kesenian modem yang terkesan lebih instant dan mwah. Dapat pula dikembangkan semacam keramaian yang
unik untuk memperingati dimulainya musim penyu bertelur untuk menarik pengunjung. Hal ini seperti yang dilakukan di MRCP, sebuah festival telah
dimulai sejak tahun 1999 untuk memperingati mulainya musim penyu setiap pertengahan bulan November (Tisdell and Wilson tanpa tahun).
6.2. Peningkatan Keuntungan Usaha Curtin (2003) menjelaskan bahwa di banyak tempat, penghitungan keuntungan melihzt paus meojadi pendapafm p e n h g bagi masyarakat, dengan menciptakan lapangan kerja clan peluang usaha.
Selain itu dapat membantu
perkembangan apresiasi dari pentingnya konservasi laut. Wisata melihat paus juga memberikan rasa kebanggaan dan jati din bagi masyarakat. Hoyt (2001) diacu dalam Curtin (2003) menyebutkan bahwa pertumbuhan pasar peminat melihat paus mengalami peningkatan pesat dengan rata - rata 12,1% per tahun selama 1990an dan meningkat menjadi 13,6% dari 1994 hingga 1998 (lebih besar daripada peningkatan wisatawan dunia yaitu 3-4% per tahun). Operator wisata dan wisata m e l i i t paus mengalami peningkatan ekonorni yang berarti, dari US$ 14juta (1981) menjadi US$300 juta (1991) dan US$ 1 rnilyar (1998). Pendapatan daerah Bundaberg terkait dengan kehadiran penyu di Mon Repos Conservation Park (MRCP) adalah sekitar 0,8 juta $ Australia per tahun. Apabila konsemasi penyu berjalan baik, dengan multiplier efek maka keuntungan daerah akan dapat bertambah besar (Tisdell and Wilson tanpa tahun). Uraian mengenai keuagan memberikan gambaran bahwa terdapat sektor usaha yang mempunyai perolehan keuntungan cukup besar di SM Cikepuh dan sekitarnya. Penginapan sebagai sebuah unit pelayanan akomodasi mendapatkan keuntungan rata - rata terbesar yaitu Rp 3.885.416 per bulan.
Sedangkan pelaku
usaha perseorangan mendapatkan keuntungan seperti disajikan pada Gambar 66. Keuntungan terbesar didapatkan pengusaha transportasi lokal yaitu pengojek, Selama ini penghasilan pelaku usaha ojek mendominasi tingginya pendapatan karena penguasaan wilayah dan ketergantungan pengunjung terhadap transportasi lokal beroda dua. Praktek monopoli ini disebabkan kondisi jalan yang tidak memadai bagi kendaraan roda empat, terutama pada musim hujan dan minimnya informasi penunjuk arah dan informasi lokasi - lokasi ODTWA baik di sepanjang pantai maupun ODTWA pendukung.
Garnbar 66 Keuntungan rata - rata per bulan masing - masing pelaku usaha pada tahun 2007 Pemandu di Pantai Pangumbahan dan pemandu di SM Cikepuh memiliki penghasilan yang relatif kecil.
Kondisi ini disebabkan rendahnya tingkat
kunjungan ke SM. Cikepuh dan rendahnya variasi produk yang dapat ditawarkan. Baik pemandu di SM Cikepuh maupun Pantai Pangumbahan dapat meningkat dengan dilakukannya diversifikasi produk, promosi, kemudahan kunjungan dan peningkatan kualitas SDM.
A. Prediksi Peningkatan Jumlah Pengunjung Jumlah prediksi pengunjung SM Cikepuh dan sekitarnya pada tahun 2007 adalah
9.460 orang.
Dari literatur didapatkan informasi bahwa jumlah
pengunjung kawasan Ujung Genteng pada tahun 2006 adalah (BPLHD 2006).
6.266 orang
Dengan asumsi pengunjung SM Cikepuh sama (tidak ada
peningkatan) maka ditambahkan jumlah yang sama terhadap data tersebut dan didapatkan bahwa jumlah pengunjung tahun 2006 adalah 6.340 orang. Sesuai dengan rumus perhitungan jumlah wisatawan yang akan datang (Fandeli 2002) didapatkan perhitungan sebagai berikut :
Y,
yo(1+ r)'
=
Keterangan rumus :
Y,,,
=
Yo
=jumlah
r
= angka pertumbuhan
t
= waktu prediksi yang akan datang
jumlah wisatawan pada waktu mendatang tn wisatawan pada saat awal %
diketahui :
Y2rn7 = 9.460 orang Y 2 ~ 6= 6.340 orang t
=
1 tahun
perhitungan : 9.460
=
6.340 (1+ r)'
1,4921
=
(l+r)'
r
=
0,4921
Dengan mengetahui angka pertumbuhan
(r adalah 0,4921) maka dapat
diperkimkan jumlah pengunjung pada 3 tahun mendatang sebagai berikut : diketahui :
Y2007
=
t
=3tahun
I
= 0,492 1
9.460 Orang
perhitungan : Y,
Y201o
= yo(l+r)3 =
Y Z O(1 O ~+ 0,4921)
= 9.460
(1,4921)
= 3 1.426
Setelah jangka waktu 3 tahun, maka akan didapatkan pengunjung yang mencapai 31.426 orang pengunjung.
Setelah jangka waktu tersebut, diharapkan
pengembangan - pengembangan sesuai rencana pengembangan dapat tercapai. Apabila diasumsikan bahwa jumlah tersebut akan terbagi merata di ketiga lokasi,
maka masing
-
masing lokasi akan mempunyai kesempatan untuk melayani
10.475 orang.
B. Peningkatan Keuntungan Peningkatan keuntungan usaha ekowisata sebenarnya meliputi berbagai jenis usaha yang ada dalam mata rantai industri wisata yang ada di kawasan ini. Dengan dua scenario pengelolaan, akan coba dibandingkan pendapatan keuntungan yang berdasarkan pada usaha pemanduan.
1. Peningkatan Keuntungan Pada Pengelolaan Terpisah Pada penelitian ini keuntungan yang dihitung, adalah peningkatan keuntungan pelaku usaha pemandu yang ada di ketiga kawasan. Hal ini dihitung berdasarkan modifikasi peningkatan jumlah pengunjun, pengembangan program dan sistem serta standart pendapatan dan biaya yang berlaku pada saat penelitian berlangsung. Maka keuntungan pelaku usaha pemanduan harus diitung pada masing-masing unit pengelola. a. Peningkatan Pendapatan Pemandu SM Cikepuh
SM Cikepuh memiliki 6 rencana program yang akan dikembangkan bagi pengunjungnya.
Dengan jumlah pengunjung 10.475 orang dalam setahun,
diasumsikan akan datang dengan kuantitas yang sama tiap minggunya, sehingga didapatkan bahwa jumlah pengunjung per minggu adalah : Jumlah pengunjung per minggu
= 10.475 : 52 minggu dalam
setahun
= 20 1 orang per minggu
Jumlah pengunjung 201 orang per minggu mempunyai peluang untuk diserap dalam 6 rencana progam, sehingga tiap program akan mampu menyerap jumlah pengunjung sebagai berikut : Jumlah pengunjung tiap program yang disiapkan
=
201 : 6
= 34 orang
Maka masing
- masing program mempunyai kesempatan untuk menampung 34
orang pengunjung. Apabila 1 orang pemandu program maksimal hanya dapat mendampingi 10 orang penglnjung, maka setiap pemandu program mempunyai
kesempatan untuk mendampingi 4 kelompok per minggu, dengan asumsi kelompok tidak datang dalam satu hari dan datang dengan sistem pesan. Maka minimal dibutuhkan 6 orang pemandu program per minggu. Adapun jumlah penghasilan yang akan didapatkan bagi masing - masing pemandu adalah sebagai berikut : Jumlah pengunjung per program antara 8 - 9 orang, dengan uang jasa rata -rata Rp 25.000 per kelompok. maka penghasilan seorang pemandu dalam 1 minggu dapat mencapai antara Rp 100.000. Maka penghasilan pemandu SM Cikepuh mencapai Rp 400.000 per orang per bulan. Potensi keuntungan total yang didapatkan 6 orang pemandu per tahun adalah : Potensi keuntungan =jumlah pemandu x rata - rata pendapatan =6
orang x Rp 400.000
= Rp 2.400.000 per bulan = Rp 28.800.000
per tahun
b. Peningkatan Pendapatan Pemandu Pantai Pangumbahan
Pantai Pangumbahan
memiliki 4 rencana program yang akan
diiembangkan bagi pengunjungnya. Dengan jumlah pengunjung 10.475 orang dalam setahun, diasumsikan akan datang dengan kuantitas yang sama tiap minggunya, sehingga didapatkan bahwa jumlah pengunjung per minggu adalah : Jumlah pengunjung per minggu
= 10.475 : 52 minggu dalam setahun = 201 orang per minggu
Jumlah pengunjung 201 orang per minggu mempunyai peluang untuk diserap dalam 4 rencana program, sehingga tiap program akan mampu menyerap jumlah pengunjung sebagai berikut : Jumlah pengunjung tiap program yang disiapkan
=
201 :4
= 50 orang per minggu
per program Maka masing - rnasing program mempunyai kesempatan untuk menampung 50 orang pengunjung.
Apabila 1 orang pemandu maksimal hanya dapat
mendampingi 10 orang pengunjung, maka bila tersedia minimal 1 pemandu per
program, 1 orang pemandu dapat memandu 5 kelompok pengunjung yang tidak datang pada hari yang bersamaan. Jumlah tenaga lapangan CV. Daya Bhakti adalah 12 orang, sedangkan tentu tidak semua dapat diaktifkan untuk kegiatan ekowisata karena tenaga tersebut diperlukan juga bagi kegiatan pokok CV. Daya Bhakti tersebut. Maka diperlukan penambahan tenaga pemandu. Adapun jumlah penghasilan yang akan didapatkan bagi masing - masing pemandu adalah : Jumlah pengunjung per program adalah 10 orang, dengan uang jasa Rp 5.000 per orang maka penghasilan seorang pemandu dalam 1 minggu dapat mencapai Rp 250.000.
Maka penghasilan pemandu Pantai Pangurnbahan mencapai Rp
250.000 per orang per bulan. Adapun potensi penghasilan pemanduan total dalam setahun adalah : Potensi penghasilan total pemanduan = Rp.250.000 = Rp
/ program / minggu x 4 program
1.OOO.OOO / minggu
= Rp 4.000.000
1 bulan
= Rp 48.000.000
/ tahun
c. Peningkatan Keuntungan Pemandu Ujung Genteng Keuntungan pemandu wisata professional di Ujung Genteng selama ini adalah no1 karena impas dengan usaha survey lokasi - lokasi b m yang menarik serta untuk biaya promosi. Sebagai contoh bahwa di Ujung Genteng dapat dikembangkan dua program wisata dan ekowisata (yang membutuhkan keterlibatan pemandu.
Adapun dapat pula dikembangkan berbagai paket
kunjungan ke berbagai ODTWA dan aktifitas masyarakat sesuai kebutuhan wisatawan. Sebagai gambaran, bahwa pengunjung yang membutuhkan pemanduan yang datang ke kawasan ini pada tahun 2010 adalah sejumlah 201 orang per minggu, sementara 1 orang pemandu efektif untuk 10 orang pengunjung, maka dibutuhkan 20 paket ekowisata beserta pemandunya. Apabila 1 paket ekowisata memberikan keuntungan Rp. 100.000 kepada pemandu, maka keuntungan akan dapat dihitung tergantung pada lama tinggal pengunjung dan jumlah paket ekowisata yang ingin dikonsumsi selama kunjungan. Adapun apabila kelompok
pengunjung rata
- rata
diasurnsikan mengkomumsi 1 paket ekowisata perhari,
maka akan didapatkan keuntungan 100.000 per hari per pemandu. Apabiia satu pemandu mampu memandu 3 kelompok pengunjung dalam seminggu, dibutuhkan sedikitnya 7 orang pemandu pada tahun 2010. Adapun prediksi perhitungan pendapatan pemandu perbulan adalah sebagai berikut : Diketahui :
Jumlah pemandu
: 7 orang
keuntungan pemandu
: Rp 100.000 per keiompok pengunjung
kemampuan memandu : 3 kelompok per minggu Perkiraan pengeluaran dalarn setahun (saat penelitian ini menjadi beban pengeluaran pemandu Ujung Genteng) : Biaya Survey
: Rp 7.000.000 per tahun
Biaya promosi
: Rp 7.000.000 per tahun
Apabila dibagi rata, beban masing masing pemandu adalah : Rp 2.000.000 Perhitungan keuntungan masing - masing pemandu : pendapatan pemandu per bulan
=3
kelompok / minggu x 4 x Rp 100.000
= Rp
1.200.000 / bulan
pendapatan pemandu per tahun = Rp 1.200.000 x 12 bulan Keuntungan pemandu pertahun
= Rp
14.400.000 / tahun
= Rp
14.400.000 - Rp 2.000.000
= Rp
12.400.000 per tahun
d. Keuntungan Usaha Pemanduan dengan pengelolaan terpisah
Total keuntungan pemanduan di ketiga lokasi adalah sebagai berikut : Pemandu Ujung Genteng
= Rp
12.400.000 per tahun
Pemandu Pantai Pangumbahan
= Rp
48.000.000 per tahun
Pemandu SM Cikepuh
= Rp
28.800.000 per tahun
Total
=
Rp 89.200.000 per tahun
2. Peningkatan Keuntungan dengan Pengelolaan Bersama Dalam Satu Unit
Pengelolaan bersama dalam satu unit memungkinkan pembuatan program bersama dengan penyeragaman pengaturan dan standard yang sama di ketiga lokasi. Pengefektifan program dan SDM dapat dilakukan di ketiga lokasi dengan penyesuaian - penyesuaian teknis. Berdasarkan asumsi
bahwa jumlah
pengunjung dengan angka
pertumbuhan 0,4921, pada tahun 2010 akan mengalami peningkatan jumlah dan diperkirakan mencapai 3 1.426 orang pengunjung per tahun ataupun 604 orang perminggu. Pengelola mempunyai kesempatan untuk mengembangkan berbagai program yang siap dikonsumsi oleb pengunjung yang datang kelokasi. Apabila ketiga lokasi mempunyai daya tarik unik masing - masing sesuai potensi dengan promosi dan kemudahan mencapai lokasi, maka pengunjung mempunyai kesempatan untuk terdistribusi merata di ketiga lokasi yang dikembangkan. Maka ketiga lokasi mempunyai kesempatan untuk mengembangkan beberapa skenario untuk mendapatkan peningkatan pengembangan usaha sesuai dengan upaya dan pegembangan yang dilakukan. Apabila pengembangan tidak dilakukan secara berimbang di ketiga lokasi, maka pengunjung akan terkonsentrasi pada satu lokasi saja, yaitu yang paling mudah dicapai ataupun yang paling dikenal melalui media promosi.
Sementara itu potensi ODTWA yang tidak dapat dikembangkan
menjadi produk - produk potensial tidak diusahakan secara optimal sehingga tidak dapat menghasilkan keuntungan. Pengunjung juga akan memperpendek waktu kunjungan dan mengalihkan kunjungan ke lokasi wisata lain yang lebih menarik. Pengembangan program ekowisata yang telah dilakukan mempunyai rincian sebagai berikut : 1. Ekowisata Penyu
Pada program ini dilakukan kuota pengunjung dengan penyediaan 5 orang pemandu untuk menarnpung maksimal 50 orang pengunjung dalam sehari di dua lokasi. 2. Pengembangan Program Ekowisata Pendukung berbasis Penyu, terdapat empat program yang dapat menampung pengunjung.
3. Pengembangan Program Ekowisata Pendukung berbasis Penyu, dua program di zona suaka, satu program di zona alami, tiga program di zona pemanfaatan intensif yang membutuhkan pemandu. Apabila pengunjung berjumlah 604 orang perminggu,sedangkan diperkirakan 60 orang dapat ditarnpung dalam program ekowisata penyu (sebagai atraksi utama) perhari, maka dibutuhkan minimal 2 orang pemandu atraksi penyu bertelur dengan kemampun mendampingi 3 kelompok per minggu dengan waktu kunjungan yang tidak bersamaan. Bila diasumsikan pengunjung banyak datang pada akhir minggu (sabtu, minggu) maka diasumsikan 120 orang dapat ditarnpung dalam program ini, maka sisanya sejumlah 484 orang harus dialihkan pada program yang lain. Ada 10 program pendukung baik di zona alami, zona suaka maupun di zona pemanfaatan intensif. Apabila diasumsikan 1 program dapat menampung 10 orang, berarti dibutuhkan minimal 48 program yang dapat diikuti 484 pengunjung perminggu. oleh karena itu 10 program minimal mempunyai masing - masing 1 pemandu, yang mampu memandu 5 kelornpok dalam 1 minggu agar dapat menampung 484 konsumen potensial. Dari jumlah tersebut dapat di simpulkm bahwa kebutuhan pemandu adalah 12 orang. Piiak pengelola dapat memperhitungkan kebutuhan biaya yang harus dikeluarkan untuk menggaji 12 orang pemandu tersebut. Apabila gaji pokok masing
- masing pemandu yang
akan dipekerjakan melayani pengunjung adalah sesuai dengan standar upah minimum Provinsi Jawa Barat (Hardi 2007) yaitu sebesar Rp 568.193 per bulan
per orang, maka biaya yang dibutuhkan untuk tenaga kerja adalah Rp. 6.818.316. Apabila ditetapkan harga tiket ekowisata penyu adalah Rp. 50.000 per orang (menurut Tisdell and Wilson (tanpa tahun) harga tiket melihat penyu bertelur di MRCP bagi pengunjung dewasa adalah AS$ 10 pada m u s h pengunjung pada penelitian tahun 1999/2000), dan harga tiket program ekowisata lain yang tersedia rata - rata adalah Rp 20.000. Maka dapat dihitung pendapatan pengelola secara keselumhan adalah sebagai berikut Diketahui : Jumlah pengunjung perminggu : 604 orang Jumlah pengunjung yang dapat ditarnpung dalam ekowisata penyu : 120 orang
Jumlah pengunjung yang dapat mengkonsumsi 10 program pendukung lain :484 orang Harga tiket ekowisata penyu Rp 50.000 per orang Harga tiket program ekowisata lain Rp 20.000 per orang Perhitungan : Pendapatan pengelola = (120 x Rp 50.000) + (484 x Rp 20.000) = Rp
15.680.000 per minggu
= Rp
62.720.000 per bulan
Apabila dikurangi dengan gaji pokok yang hams dibayarkan kepada 12 orang pegawai yang bertindak sebagai pemandu adalah sebagai berikut Diketahui : Jumlah pegawai : 12 orang a
Gaji pokok (sesuai UhIR) :Rp 568.193 per orang per bulan
Perhitungan : Pengeluaran pengelola
= Rp = Rp
568.193 x 12 6.818.316 per bulan
Keuntungan pengelola yang dapat diarnbil dari penjualan program ekowisata adalah sebagai berikut :
-
= Rp 62.720.000 Rp 6.818.316 = Rp
55.901.684 per bulan
= Rp 670.820.208
per tahun
Potensi keuntungan pengelolaan satu unit temyata mendapatkan keuntungan hingga 750 % atau 7,5 kali lipat keuntungan dari pengelolaan terpisah. Adapun keuntungan pada pengelolaan terpisah tersebar pada masing
-
masing pelaku, sedangkan pengelola terpadu dapat mengkoordii terkumpulnya dana dan mengefektifkan pengeluaran - pengeluaran biaya bersama. selain itu akan lebih mudah bagi pengelola terpadu untuk mengalokasikan dana bagi pengeluaran - pengeluran lain yang dianggap penting bagi pengelolaan bersama yaitu promosi, peningkatan kineja, pelatihan masyarakat sekitar, pembangunan sarana prasarana wisata, penelitian dan pengembangan untuk memajukan ekowisata maupun ekologi satwa obyek ekowisata, mendatangkan tenaga ahli clan sebagainya.
Sedangkan pengeluaran
-
pengeluaran tersebut tidak perlu lagi
dikeluarkan secara pribadi ataupun dikeluarkan dari anggaran pengelola yang dapat digunakan bagi kegiatan inti masing - masing pengelola. C . Keuntungan dari Program Pelepasliaran Tukik
Adapun potensi penghasilan lain yang dapat dihasilkan dari pelepasliaran
tukik, dengan asumsi
dari 50 orang yang mengkonsumsi program ini,
membutuhkan minimal 10 ekor tukik untuk dilepaskan oleh 1 orang pengunjung, maka dalam 1 rninggu diperlukan tukik sebanyak : Tukik yang dibutuhkan
= 50 pengunjung x
10 ekor tukik
= 500 ekor tukik
Dengan asumsi bahwa harga 1 telur adalah Rp 2000, sedangkan harga 1 ekor tukik yang akan dilepaskan adalah Rp 5000, rnaka didapatkan keuntungan sebagai berikut : Keuntungan perminggu
= 500 tukik x = Rp
keuntungan per tukik (Rp 3000)
1.500.000
Maka keuntungan dari pelepasliaran tnkik adalah Rp 1.500.000 perminggu, atau Rp 78.000.000 per tahun.
BAB W KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan 1. Usaha ekowisata pada ketiga lokasi yaitu SM Cikepuh, Pantai Pangumbahan
dan Ujung Genteng mempunyai produk mempunyai ekowisata penyu
-
produk yaitu, SM Cikepuh
dan pengamatan flora fauna,
Pantai
Pangumbahan mempunyai ekowisata penyu clan Ujung Genteng mempunyai ekowisata kunjungan ke ODTWA pantai maupun pendukung serta aktivitas tradisional dan budaya masyarakat sekitar. SDM masih sangat terbatas dan perlu peningkatan keterampilan serta pembinaan agar mampu memberikan pelayanan yang memuaskan sesuai kompetensi bidang tugasnya. Pemasaran belum dilakukan secara optimal oleh pihak pemerintah d m instansi terkait, akan tetapi dilakukan oleh pihak pernandu Ujung Genteng secara mandiri. Pengusahaan memberikan keuntungan bagi usaha penginapan, usaha transportasi lokal, pemanduan atraksi penyu, pemanduan di SM Cikepuh, clan usaha pendukung wisata lainnya yang dilakukan masyarakat sekitar. Kondisi SDA masih mengalami gangguan dari aktivitas wisata maupun pembangunan yang semakin mendekati pantai peneluran. Pengunjung tertarik untuk melihat penyu bertelur, mempunyai persepsi yang baik tentang ekowisata mempunyai waktu kunjungan yang cukup lama serta banyak yang kembali berkunjung. Perlu penegasan status dan penegakan hukum penggunaan lahan di kawasan Pantai Ujung Genteng, penataan blok di SM Cikepuh, pembentukan dasar hukum pengusahaan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan. 2.
Hasil analisis SWOT mendapatkan strategi yang h a m digunakan adalah strategi agresif yaitu menggunakan kekuatan untuk ~nemanfaatkanpeluang sebesar
- besarnya.
Strategi mengarahkan untuk memperluas usaha dengan
meningkatkan jenis produk serta jasa.
Strategi tersebut diterapkan dengan
memprioritaskan Memanfaatkan potensi SDA, menciptakan variasi - variasi paket ekowisata, mernanfaatkan secara optimal sarana dan jasa wisata, mengembangkan
produk pangan, aktivitas
dan budaya
tradisional
masyamkat dan meningkatkan pemahaman untuk partisipasi aktif sebagai mitra.
Prioritas kedua adaiah mengatasi kelemahan dan ancarnan yaitu
mengupayakan peningkatan dukungan terhadap populasi penyu dan mengurangi gangguan, meningkatkan aksesibilitas di kawasan zona pemanfaatan intensif, mendukung terbentuknya dasar hukum dan penataan pengembangan produk dan keprofesionalan.
Prioritas ketiga adalah tetap
memperhatikan potensi ancaman dengan mengembangkan
kerjasama
stakeholder.
3. Terdapat dua alternatif skenario pengelolaan dalam pengembangan usaha ekowisata di kawasan pantai ini, yaitu pengelolaan terpisah dan pengelolaan terpadu. Pengelolaan terpadu mempakan pembentukan unit pengelola baru yang mengatur pengusahaan di ketiga lokasi. Sedangkan pengelolaan terpisah menyerahkan pengelolaan kepada masing - masing pengelola asal dengan meningkatkan koordinasi. Pengelolaan terpadu memerlukan satu penataan aspek kawasan yang menitikberatkan kepada aspek keterpaduan wilayah sebagai ekosistem essensial penyu yang secara ekologis tidak dapat dipisahkan. Pengembangan usaha ekowisata membagi kawasan menjadi zona suaka, zonz alami dan zona pemanfaatan intensif. 4. Pengelolaan terpadu, memiliki tingkat keuntungan jauh lebih besar dari
pengelolaan terpisah.
Pada pengelolaan terpisah, penerimaan keuntungan
tersebar pada personil pelaku usaha pemanduan. Sedangkan pada pengelolaan terpadu penerimaan terkoordinir pada satu pengelola dan mudah bagi pendistribusian untuk pengembangan
- pengembangan selanjutnya termasuk
bagi kepentingan penelitian ekologi penyu sebagai bentuk pengembalian (reinvestasi) keuntungan pengelolaan ke a l m . Demikian p d a pemberdayaan
masyarakat sekitar, pelatihan maupun pemberian bantuan modal dapat dialokasikan dari penerimaan keuntungan. 7.2. Saran 1. Penghitungan usaha ekowisata perlu dilakukan dengan lebih detil disertai
pengkajian langkah - langkah penerapannya. 2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan ekowisata beserta
interpretasinya di kawasan ini.
DAFTAR PUSTAKA Anoraga P. 1997. Manajemen Bisnis. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Atinal I. 1997. Pengelolaan Penyu di Taman Nasional Meru Betiri. Di dalam : Rusila YN, Lubis IR, Abdullah A. Prosiding Workshop Penelitian dun Pengelolaan Penyli di Indonesia; Jember, November 1996. Bogor. PHKA Environment Australia Wetlands Internasional Indonesia Programe. hlm 151 - 156. Asri MW. 1998. Komposisi dan Kelimpahan Rumput Laut pada Batuan karang di wilayah pesisir Ujung Genteng Sukabumi Selatan [Skripsi]. Bogor: Fakutas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Basgal M. 2004. Ecology and The Tourist Marketplace. Duke University. http://www.Dukemagazine.duke.edu/alddm12/ecology.html. [6 November 20071. [BKSDA] Balai Konsewasi Sumber Daya Alam Jawa Barat I. 2007. Ekosistem Essensial Kabupaten Sukabumi. Bandung.: BKSDA Jawa Barat I.
. tanpa tahun.
Kawasan Seksi Konservasi Wilayah II Bogor. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Bamt I. http://www.bksdajbl .dephut.go.id. [ Juni 20061
Boone EL, Kurtz DL. 2000. Pengantar Bisnis Jilid I . Penerbit Erlangga. Jakarta [BPLHD] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat. 2006. Penyusunan Masterplan Ekowisata KEH4TZ di Kabuuaten Sukabumi. Bandung : B P L H Provinsi ~ Jawa Barat. Cebalos-Lascurain H. 1996. Tourism, Ecotourism and Protected Areas :The State Of Nature - Based Tourism Around The World And Guidelines For Its Development. IUCN, Gland, Switzerland, and Cambridge, UK. Cooper C, Fletcher J, Gilbert D, Wanhill S. 1999. Tourism Principles and Practice. Ed ke-2. Longman.London. Curtin S. 2003. Whale-Watching in Kaikoura : Sustainable Destination Development? Journal of Ecotourisrn Vol 2, No. 3. www.multilinguai -matters.net. [6 November 20071.
Direktorat Jenderal [PHPA] Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1996. Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kmvasan Pelestarian Alam, Taman Buru dun Hutan Lindung. Jakarta: Ditjen PHPA, Departemen Kehutanan.
Direktorat Jenderal PHKA] Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2004. Peraturan Perundang Undangan Bidang Pgrlindungan Hutan dun Konservasi Alam. Jakarta: Direktorat Jenderal PHKA, Departemen Kehutanan. [DTRP] Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Jawa Barat. 2003. Peningkatan Kinerja Pengendalian Tata Ruang Kawasan Leuweung Sancang di Kabupaten Garur dan Kawasan Cikepuh di Knbupaten Sukabumi. Bandung: DTRP Provinsi Jawa Barat. Eriyatno, Sofyar F. 2007. Riset Kebijakan Metode Penelitian untuk Pascasarjana. IPB Press. Bogor. Fandeli C. 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. UGM. Yogyakarta. Fennel D.A. 1999. Ecotourism an Introduction. New York : Routledge. Gunn CA. 1994. Tourism Planning :Basics Concepts Eases. Ed ke-3. Taylor and Francis. Washington DC. Gustian P. 1997. Analisis Struktur Populasi Penyu Hijau (Chelonia Mydas L.) Betina Dewasa di Pantai Peneluran Pangurnbahan dan Citirem Daerah Tingkat I1 Sukabumi [Skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakdtas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Hamidy Z. 2003. Perubahan Penutupan lahan, Komposisi, dan Keanekaragaman Jenis di Suaka Margasatwa Ciepuh pada Periode Tahun 1989 sampai Tahun 2001 [Skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Hardi EP. 2007. Upah Minimum Jawa Barat 2008 Rp 568.193. Indonesian Bussines. 12 Desember 2007. http://blog-indonesianbusiness.blogspot.com/.[8 Januari 20081 Heath E, Wall G. 1992. Marketing Tourism Destinations :A Strategic Planning Approach. New York : John Wiley and Sons Inc. Herdiawan I. 2003. Analisis Habitat Penyu Hijau (Chelonia my&, Linneaus) di Pantai Pangumbahan Kabupaten Sukabumi [Tesis]. Bogor.: Program Pasca Sajana, lnstitut Pertanian Bogor. Hidinger LA. tanpa tahun. Measuring the Impact of Ecototcrism on Animal Population :A Case Study of Tikal National Park, Guatemala. http ://environment. yale.edu/documents. [ 6 November 20071.
Humsona R. 1998. Respon Warga Desa Tehadap Industri Pariwisata: Studi di Sekitar Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang Jawa Tengah [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Indecon. 1996. H a d Simposium Ekowisata. Gadog. Bogor. l991. Tourism Planning : An Integrated and Sustainable hskeep E. Development Approach. New York :Van Nostrand Reinhold. Kaharuddin. 2003. Posisi Interpretasi dalam ekowisata. Di dalam : Muntasib Harini EKS, Rachmawati E. Prosiding Pengembangan Interpretasi dalam ekowisata; Bogor, 9 Desember 2003. Bogor. Studio Relcreasi Alam Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. hlm 70 - 74. Kohl. 2003. Ekotourism Industry. RARE. USA Kotler P. 1989. Manajemen Pemasaran Analisis dun Pengendalian. Wasana J penejemah. Penerbit Airlangga. Jakarta.
. 1997. Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanann Implementasi dun kontrol JiIid 2. Prehalindo. Jakarta. KotSer P., Andreasen A. 1995. Shategi Pemasaran Untuk Organisasi Nirlaba. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kusmayadi, Sugiarto E. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta L i p u s CJ. 1997. Populasi Penyu di Asia Tenggara dan Wilayah Pasifik Barat: Penyebaran dan Statusnya. Di dalam : Prosiding Workshop Penelitian dun Pengelolaan Penyzc di Indonesia; Jember, November 1996. Bogor. PHKA Environment Australia Wetlands Internasional Indonesia Programe. hlm 41 - 73. Lowman M. 2004. Ecotourism and Its Impact on Forest Conservation. www. actionbios-science.org /environment/ lowman. html. [6 November 20071. Manan S. 1978. Masalah Pembinaan Kelestarian Ekosisfem Hutan. Perum Perhutani. Jakarta. MacKinnon J, MacKinnon K, Child G, Thorsell J. 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Miles BM, Huberman AM. 1992. Analisis Data Kualitatif B u h Sumber Tentang Metode Metode Baru. UI Press. Jakarta. Muntasib EKSH. 2003. Pengembangan Interpretasi untuk Ekowisata di Kawasan Konservasi (Hutan). Makalah Seminar Ekowisata sebagai alternatif Pemanfaatan Hutan Lestari, P e h n Ilmiah Kehutanan Nasional 2003 di Fakultas Kehutanan IPB tanggal 4 September 2003.
. 2004. Interpretasi Wisata Alam. Malcalah Pelatihan Peningkatan Kemampuan Sumberdaya Manusia Pengelola dan Penyelenggara Pariwisata Alam I1 (PKSDM P3A - 11) tanggal 29 - 13 Desember 2004. Murniastuti WI. 1998. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Konservasi Penyu Hijau di Pangurnbahan [Skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Novitawati I. 2003. Kajian Potensi Habitat Peneluran Penyu di Pantai Taman Wisata Alam Sukawayana, Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Nuitja INS. 1992. Biologi dan Ekologi Pelestarian Penyu Lauf. IPB Press. Bogor.
. 1997. Konservasi dan Pengembangan Penyu di Indonesia. Di dalam : Rusila YN, Lubis IR, Abdullah A. Prosiding Workshop Penelitian dan Pengelolaan Penyu di Indonesia; Jember, November 1996. Bogor. PHKA Environment Australia Wetlands Internasional Indonesia Programe. hlm 29 - 40. Page SG, Dowling RK. 2002. Ecotourism. Pearson Education Limited.Edinburgh gate. Harlow. Rahardjo B. 2005. Ekoturisme Berbasis Masyarakat dan Pengelolun Sumberdaya Alam. Pustaka Latin. Bogor. Raharjo TS. 2000. Konsep Dasar Pengembagan Wisata Alam di Zona Pemanfaatan TN. Bali Barat. Lokakarya Pengembangan Ekoturisme Taman Nasional. Direktorat PHKA. Cisarua Bogor. Rangkuti F. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
PT.
Rivai V. 2006. Manajemen Sumberdaya Manusia untuk Perusahaan. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
PT.
Ross S, Wall G. 1999. Ecotourism Toward Congruence Between Theory and Practice. Tourism Management. Great Britain. Elsevier Science Ltd.
Simanjuntak PJ. 1985. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Singarimbun M, Effendi S. 1987. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta. Spillane JJ. 2000. Perencanaan Pemasaran Pariwisata. Makalah. Departemen Kehutanan dan Fakultas Kehut=an UGM. Yogjakarta. Sudarto G. 1999. Ekowisata Wahana Pelestarian Alum Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan dun Pemberdayaan Masyarakat. Yayasan Kalpataru Bahari bekerjasama dengan KEHATI. Bekasi. Suwantoro G. 1997. Dasar - Dasar Pariwisata. Andi. Jogjakarta Suyitno. 2001. Perencanaan Wisata. Kanisius. Yogyakarta. Suryadi P. 2006. Ujung Genteng Beach. www.geocities.com/ujunggenteng/Front. htm - 9k. [15 Maret 20071. Tisdell C. 1996. Ecotourism, Economics and The Environment : Observations From China. Journal of Travel Research, 34 (4), pp 11-19.
. 1998. Ecotourism: Aspects Of Its Sustainability and Compatibility With Conservation, Social and Other Objectives. Australian Journal of Hospitality Management, 5 (2). pp 11-21.
. 1995. Investment in Ecotourism : Assessing its Economics. Tourism Economics, l(4) pp.375-87. Tisdell C, Wilson C. (tanpa tahun). Tourism and The Conservation of Sea Turtles : an Australian Case Study. Tourism Economics, The Environment and Development Analysis and Policy, pp. 356 - 368. Toman RL. 2003. Strategi Bisnis Meningkatkan Daya Jual Pada Situasi Sulit. PT. Elex Komputindo dan Media Bisnis Indonesia. Jakarta. Umar H. 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi dun Tesis Bisnis. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. [UNEP] United Nations Environment Programe. 2005. Forging Links Between ProtectedAreas and The Tourism Sector. UNEP. France. Watkinson R. 2002. Frogs or Cassowaries : Cooperative Marketing With The Tourism Industry. Journal of Ecotozirism Vol 1, No. 2, 3. www.multilingua1 -matters.net. [ 6 November 20071. Wikipedia. 2007. Ekowisata. htt~://id.wikipedia.ordWekreasi [3 April 20071.
W i a SD. 29 Mei 2004. Tradisi Nadran Berubah Jadi Syukuran Nelayan. Pikiran Rakyat : 11 (kolom 6-8) [WTO] World Tourism Organisation. 1995. National and Regional Tourism Planning. USA and Canada. Yoeti HOA. 1987. Perencanaan dun Pengembangan Pariwisata. PT. Pradnya Pararnita. Jakarta. Yudha S. 2004. Evaluasi Pengelolaan Pengunduhan Telur Penyu di Pantai Pangumbahan dan Tataniaga Produknya di Wilayah Sukabumi Jawa Barat [Skipsi]. Bogor: Departemen Konservasi S~unberdayaHutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.