PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERVAPORASI UNTUK PRODUKSI ETANOL ABSOLUT
1)
S. Widodo 1), I N. Widiasa 2), I G. Wenten 2) KPP- Bioteknologi, 2) Dept. Teknik Kimia - Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa 10, Bandung 40132 Phone: (022) 2504987-ext 1162 e-Mail:
[email protected]
Abstrak Kendala yang dihadapi dalam proses produksi etanol absolut adalah pemurnian pada kondisi azeotrop. Dewasa ini, perkembangan teknologi pervaporasi menunjukkan kinerja yang sangat atraktif untuk dehidrasi alkohol, khususnya etanol. Dalam studi ini telah dilakukan kajian mengenai pengaruh temperatur dan laju alir linier umpan, serta tekanan pada sisi permeat pada proses pervaporasi campuran etanol-air. Hasil studi menunjukkan bahwa operasi pada temperatur umpan, tekanan sisi permeat, dan laju alir linier masingmasing 75 oC, 30 mbar, dan 1,5 x 10-4 m/s, memberikan nilai fluks dan selektivitas masingmasing 0,326 L/m2.jam dan 5. Lebih lanjut, dilakukan perancangan proses untuk kapasitas 1000 L/jam produk. Untuk menghasilkan 99,5%-b etanol dari umpan 95,6 %-b, luas membran yang dibutuhkan mencapai 2.600 m2 yang terbagi dalam 11 tahap. Kata kunci: etanol absolut; fluks; pervaporasi; selektivitas
PENDAHULUAN Etanol (C2H5OH) banyak digunakan sebagai pelarut, desinfektan, bahan baku industri minuman, kimia, dan farmasi. Di beberapa negara seperti Brasil, etanol digunakan sebagai bahan bakar. Cadangan minyak bumi yang terus berkurang akan menjadikan etanol sebagai bahan bakar primadona dengan tingkat emisi sangat rendah pada masa mendatang. Aplikasi etanol sebagai bahan baku industri dan bahan bakar menghendaki kemurnian absolut (> 99,5%). Sebagian besar industri etanol menggunakan proses fermentasi molase dan menghasilkan produk 8-12%-etanol. Pemurnian menggunakan proses distilasi hanya mampu menghasilkan etanol 94,5-95% w/w karena terbentuknya kondisi azeotrop (Jonquieres, dkk., 1996). Untuk menghasilkan etanol absolut dibutuhkan proses pemurnian lanjut, seperti extractive distillation, azeotrof distillation, ion exchange resin, dan distilasi ekstraktif dengan penambahan garam. Keterbatasan teknologi tersebut adalah kebutuhan chemical agent dan konsumsi energinya yang tinggi (Rongqi, 1998). Pervaporasi merupakan salah satu aplikasi membran yang secara teoritis dapat memisahkan semua campuran uap-cair dengan berbagai konsentrasi. Akan tetapi, dalam prakteknya baru kompetitif untuk pemisahan campuran azeotrop, pemisahan campuran isomer, atau menggantikan kesetimbangan reaksi kimia (Baker, dkk., 1996; Rautenbatch, 1989). Salah satu parameter kunci dalam pervaporasi campuran azeotrop etanol-air adalah karakteristik membran. Polyvinyl alcohol merupakan material membran yang paling banyak digunakan untuk pemisahan air dari senyawa (Bruschke, 1983). Penempatan material hidrofilik di permukaan struktur polimer membran, seperti pelapisan cyclodextrin dapat dilakukan untuk meningkatkan permeabilitas komponen dalam campuran (Yamasaki, 1994). Material membran yang dapat digunakan untuk dehidrasi alkohol antara lain: SPES (Hamada, 1998), Chitosan-PAN (Watanabe, 1992), Porous Silica-Zirconia (Asaeda, 2002), dll. Keseimbangan hidrofilik–hidrofobik pada material membran dapat dikontrol dengan melakukan cross-linking, blending, dan kopolimerisasi (Nguyen, dkk.). Preparasi membran untuk pervaporasi dapat dibedakan menjadi tiga jenis (Wijmans,dkk.,1996) yaitu: (a) membran hidrofilik sintetis, (b) pemberian gugus hidrofilik pada membran hidrofobik, (c) pembentukan blok hidrofilik-hidrofilik pada membran. Keberhasilan proses juga sangat dipengaruhi oleh tahanan perpindahan massa intrinsik membran. Selain karakteristik campuran umpan dan membran itu sendiri, faktor hidrodinamika serta kondisi operasi juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pervaporasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh parameter operasi seperti temperatur umpan, tekanan sisi permeat, dan laju alir umpan terhadap kinerja pervaporasi yang ditunjukkan oleh fluks dan selektivitasnya. Hasil optimasi terhadap parameter operasi dapat dijadikan acuan dalam perancangan proses dalam skala yang lebih besar.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
F-27-1
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bahan dan peralatan yang digunakan dalam studi ini terdiri dari etanol teknis (95,06%-b), aquadest, silika gel, pompa vakum, pompa peristaltik, modul membran polyvinyl alcohol (PVA) tipe plate and frame, heat exchanger, gas chromatography, dan peralatan pendukung lain. Skema unit peralatan pervaporasi skala laboratorium ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema unit pervaporasi skala laboratorium. Kinerja pervaporasi ditunjukkan dalam nilai fluks dan selektivitasnya. Fluks merupakan nilai produktivitas membran yang dinyatakan dalam L/m2.jam. Selektivitas membran terhadap perpindahan komponen-komponen dalam campuran dinyatakan dalam besaran tak berdimensi, α (persamaan 1).
c' A α=
' c ' B = c (1 − c) cA c(1 − c ' ) cB
(1)
dimana, α adalah selektivitas membran, c dan c’ masing-masing menyatakan konsentrasi komponen yang berpindah lebih cepat (A), di dalam umpan dan di dalam permeat. Pada dehidrasi campuran azeotrop etanol-air diamati dua variabel proses, yaitu variabel tetap dan variabel berubah. Konsentrasi etanol dalam umpan dan jenis membran merupakan variabel yang ditetapkan, sedangkan variabel berubahnya adalah temperatur dan laju alir umpan, serta tekanan pada sisi permeat. Laju alir umpan divariasikan 250-1000 mL/jam untuk memberikan laju alir linier (4,5-15) x 10-5 m/s pada permukaan membran, sedangkan temperatur diamati pada rentang 30-75 oC. Tekanan sisi permeat divariasikan pada rentang 2-40 mbar. Pada kondisi operasi optimum (30 mbar, 75 oC, dan 1,5 x 10-4 m/s), dilakukan uji dehidrasi etanol multitahap. Desain dan perancangan proses untuk kapasitas 1000 L/jam didasarkan pada hasil optimasi dan pengujian multitahap. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian skala laboratorium terhadap variabel proses (temperatur umpan, tekanan pada sisi permeat, dan laju alir umpan) menunjukkan karakteristik kinerja pervaporasi untuk dehidrasi etanol. Pengujian dilakukan dalam empat tahap, yaitu: (i) variasi temperatur operasi pada laju alir linier umpan tetap 7,72 x 10-5 m/s dan tekanan sisi permeat 4 mbar; (ii) variasi tekanan sisi permeat pada laju alir dan temperatur umpan masing-masing 1,5 x 10-4 m/s dan 75 oC; (iii) memvariasikan laju alir umpan pada kondisi operasi 75oC dan 30 mbar, dan (vi) operasi multitahap pada kondisi optimum. Pengaruh Temperatur Umpan Untuk mengkaji pengaruh temperatur umpan, percobaan dilakukan dengan memvariasikan temperatur umpan dalam rentang 30-75 oC pada laju alir linier umpan 7,72 x 10-5 m/s dan tekanan sisi permeat 4 mbar. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2, semakin tinggi temperatur umpan, nilai fluks
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
F-27-2
mengalami peningkatan tetapi selektivitas proses menurun. Fenomena tersebut terjadi karena adanya efek ganda oleh temperatur terhadap gaya dorong perpindahan massa dan permeabilitas membran. Kenaikan temperatur menyebabkan peningkatan gaya dorong perpindahan massa (tekanan parsial dan potensial kimia) dan meningkatkan gerakan termal pada rantai polimer secara acak sehingga memperbesar ruang kosong dalam polimer (Dinh, dkk.,1992; Fan, dkk., 2002). Peningkatan fluks sebagai akibat dari kenaikan temperatur umpan mengikuti persamaan :
Ep J = J o exp RT
(2)
Perpindahan massa dalam pervaporasi juga mengikuti mekanisme solution-diffusion, sehingga koefisien permeabilitas komponen melalui membran merupakan gabungan koefisian solubilitas dan koefisien difusinya. Konsekuensinya adalah, nilai energi aktivasi untuk permeasi merupakan gabungan antara energi sorpsi pada membran dan energi aktivasi untuk difusi melalui membran.
∆H s S = S O exp RT E D = DO exp d RT Ep − ∆H s + Ed P = PO exp = Po exp RT RT
Solubilitas, S
Difusivitas, D
Permeabilitas, P
(3)
(4)
(5)
3.0
(L/m 2 .jam)
4.0
2.5
8 6
8
2.0
4 4 2
fluks
J x10
10 12
2.0 3.0 1.5 1.0 1.0
0.5
fluks
selektivitas
0
0 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
T (oC)
Gambar 2. Pengaruh temperatur umpan terhadap fluks dan selektivitas.
Selektivitas,
5.0
12
Selektivitas, α
J x 10 -2 (L/m2.jam)
16
-1
Peningkatan tekanan uap dan permeabilitas membran karena pengaruh temperatur menyebabkan kenaikan fluks dan penurunan selektivitas secara signifikan. Penurunan selektivitas tersebut terlihat dari konsentrasi air dalam permeat yang semakin menurun seiring kenaikan temperatur. Pengujian skala laboratorium menunjukkan bahwa pada 75 oC, tekanan 4 mbar dan laju alir linier 7.72 x 10-5 m/s, fluks (J) yang dihasilkan mencapai 0,15 L/m2.jam; dan selektivitas, α = 2,66.
selektivitas
0.0
0.0 0
5
10
15
20
25 30
35 40
45
P (mbar)
Gambar 3. Pengaruh tekanan sisi permeat terhadap fluks dan selektivitas.
Pengaruh Tekanan Sisi Permeat Perbedaan tekanan uap diantara kedua sisi membran merupakan gaya dorong terjadinya difusi komponen malalui membran. Karena pervaporasi bekerja dengan cara menurunkan tekanan pada sisi permeat, maka kenaikan tekanan uap pada sisi permeat mengakibatkan penurunan laju permeasi. Pada kondisi dimana tekanan sisi permeat sama dengan tekanan jenuh komponen yang berpermeasi, gradien aktivitasnya menjadi nol dan akan terjadi penurunan fluks secara tajam. Pada kondisi ini selektivitas proses hanya ditentukan oleh volatilitas relatif diantara komponen dalam permeat. Pengujian pengaruh tekanan sisi permeat terhadap pervaporasi pada temperatur 50 oC dan laju alir linier umpan 1,5 x 10-4 m/s menunjukkan fenomena tersebut, dimana kenaikan tekanan menyebabkan penurunan fluks dan selektivitas proses (Gambar 3). Faktor yang sangat mempengaruhi hal tersebut adalah nilai tekanan uap air yang jauh lebih rendah dibandingkan etanol sehingga peningkatan tekanan sisi permeat memberikan efek yang lebih signifikan terhadap penurunan fluks air. Hal yang berkaitan dengan fenomena
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
F-27-3
ini adalah proses evaporasi pada sisi permeat. Dalam pervaporasi, evaporasi berlangsung lebih cepat daripada pelarutan dan difusi melalui membran. Peningkatan tekanan pada sisi permeat akan menurunkan laju evaporasi sehingga gradien konsentrasi air di antara kedua sisi membran menjadi kecil. Fenomena yang berbeda terjadi pada etanol, dimana kenaikan tekanan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap fluks etanol karena tekanan uap etanol jauh lebih tinggi dibandingkan air. Pada tekanan sisi permeat yang tinggi (mendekati tekanan uap parsial air), perbedaan volatilitas komponen merupakan faktor yang menentukan proses pemisahan. Konsekuensinya adalah penurunan fluks dan konsentrasi air di permeat sebagai akibat penurunan selektivitas dan peningkatan konsentrasi etanol. Untuk menghindari fenomena tersebut, tekanan pada sisi permeat harus dipertahankan cukup rendah sehingga memungkinkan pemisahan yang efektif dan efisien dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi karena operasi pada tekanan yang sangat rendah juga meningkatkan biaya operasinya. Pengaruh Laju Alir Umpan Peningkatan laju alir umpan menyebabkan peningkatan fluks dan penurunan selektivitas proses (Gambar 4). Hal ini dapat dipahami karena secara umum peningkatan laju alir akan meningkatkan turbulensi fluida sehingga mengurangi polarisasi konsentrasi dan temperatur di permukaan membran. Dengan kata lain, operasi pada laju alir tinggi akan mengurangi tebal lapisan film. Akibatnya, nilai koefisien perpindahan massa (K = D/δ) juga meningkat. Hampir dua pertiga efisiensi proses hilang karena pengaruh polarisasi konsentrasi, sedangkan sisanya hilang karena polarisasi temperatur (Sommer, dkk., 2002). Dalam kasus ini, koefisien difusivitas merupakan fungsi konsentrasi sesuai persamaan berikut
Di = − Do ,i exp(γ i .Ci )
(6)
3.0
3.0
2.5
2.5
2.0
2.0
1.5
1.5
1.0
1.0
0.5
fluks
98.00 4 97.50
0.5
selektivitas
0.0 6
8
10
12
14
96.50 2 96.00 1 95.50
fluks
0.0 4
97.00
3
16
V x 10 -5 (m/s)
Gambar 4. Pengaruh laju alir umpan terhadap fluks dan selektivitas.
[Etanol]R (%-b)
3.5
J x10 -1 (L/m2.jam)
3.5
Selektivitas, α
J x10 -1 (L/m2.jam)
Di sisi lain, kenaikan fluks juga dibarengi dengan penurunan selektivitas pervaporasi. Fenomena tersebut terjadi karena penurunan polarisasi konsentrasi dan temperatur akan meningkatkan tekanan uap campuran sebagai gaya dorong perpindahan massa. Peningkatan tekanan uap etanol jauh lebih tinggi dibandingkan air sehingga jumlah yang berpermeasi meningkat, dengan kata lain selektivitas menurun.
[Etanol]R
0
95.00 0
1
2
3
4
Jumlah Tahap
Gambar 5. Pengaruh jumlah tahap terhadap fluks dan konsentrasi etanol produk.
Operasi Multitahap Hasil uji pengaruh parameter operasi (temperatur, tekanan, dan laju alir linier) menunjukkan bahwa pervaporasi mampu memisahkan campuran etanol-air hingga melewati titik azeotropnya. Pada penelitian ini telah dilakukan uji pervaporasi empat tahap untuk dehidrasi etanol (Gambar 5) pada temperatur umpan 75 oC, tekanan 30 mbar, dan laju alir linier umpan 1,5 x 10-4 m/s. Dalam 4 tahap proses, konsentrasi etanol meningkat dari 95,6%-b menjadi 97,69%-b. Pada kondisi tersebut, fluks yang dihasilkan berada pada rentang 0,326-0,442 L/m2.jam. Untuk aplikasi skala industri, modul membran pervaporasi biasanya disusun dalam bentuk plate and frame dengan ukuran lembaran membran 20x20 cm. Optimasi susunan modul merupakan faktor yang sangat menentukan kinerja pervaporasi sehingga diperlukan kontrol yang baik. Hasil eksperimen digunakan sebagai acuan untuk perancangan pervaporasi dalam skala industri. Parameter tersebut antara lain: nilai fluks 0,326 L/m2.jam, laju alir linier 1,5 x 10-4 m/s dan selektivitas rata-rata 5. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa untuk menghasilkan 1000 L/jam etanol absolut (>99,5%-b) dibutuhkan area membran seluas 2600 m2, yang tersusun dalam 11 stage. Skematik sistem operasi tersebut ditunjukkan dalam Gambar 6. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
F-27-4
Retentat
Retentat
Product
Membran
1
n
11
Feed Permeat Gambar 6. Skema proses multitahap untuk produksi etanol absolut. KESIMPULAN Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa pervaporasi merupakan teknologi yang sangat atraktif untuk produksi etanol absolut. Sistem operasi multitahap merupakan mode yang paling tepat untuk menghasilkan etanol 99,5%-b dari umpan 95,6%-b. Kajian lebih lanjut untuk perancangan proses yang dilakukan berdasarkan data optimasi laboratorium menunjukkan bahwa untuk kapasitas produksi 1000 L/jam etanol absolut dibutuhkan area membran 2600 m2 yang tersusun dalam 11 tahap. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Perkebunan Nusantara XI, Laboratorium Proses Hilir KPP-Bioteknologi ITB, dan Departemen Teknik Kimia ITB atas semua fasilitas yang diberikan untuk penelitian ini. DAFTAR NOTASI J, Jo D, Do S, So P, Po ∆Hs Ed Ep
Fluks, L/m2.jam; kg/m2.jam Koefisien difusivitas komponen Koefisien solubilitas komponen Permeabilitas komponen Energi pelarutan komponen Energi difusi komponen Energi permeabilitas
R T C γ i SPES PAN
Tetapan gas Temperatur operasi Konsentrasi komponen Koefisien aktivitas Komponen i Sulfonated Polyethersolfone Polyacrylonotrile
K
Koefisien difusivitas
δ
Tebal lapisan film
α
Selektivitas membran
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
F-27-5
DAFTAR PUSTAKA Asaeda, M., J. Yang, and Y. Sakou, 2002, “Porous Silica-Zirconia (50%) Membranes for Pervaporation of iso-Propyl Alcohol (IPA)/Water Mixtures”, Journal of chemical Engineering of Japan, Vol. 35, No. 4, pp. 365-371. Baker, et.al., (1996), “Solubility and Polarity for Assesing Pervaporation and Sorpsion Properties”, Journal of Membrane Science, 121, 117-133. Bruschke, H.E.A., (1983), “Multilayered Membrane and Its Use in Separating Liquid Mixtures by the Pervaporation Method”, DE Pat. 3 220 570. Dinh, S.M., et.al. (1992), “Sorption and Transport of Ethanol and Water in Poly (ethylene-co-vinyl acetate) Membranes”, Journal of Membrane Science. Fan, S.C., C.L. Li, Y.C. Wang, K.R. Lee., D.J. Liaw, and J.Y. Lai, 2002, “Application of Aromatic Polyamide Membranes for Pervaporation and Vapor Permeation”, Desalination, pp. 43-48. Hamada, T., T. Hoshikawa, and S. Tone, 1998, “Pervaporation Charasteristics of Water and 2-Propanol in Sulfonated Polyethersulfone Membranes”, Journal of Chemical Engineering of Japan, vol. 31 No.4, pp. 652-656. Nguyen, Q.T., Jie Liu, Zhou J., and Z.H. Ping, “Polyvinylalcohol-Polyvinyl pyrolodone Interpenetrating Polymer Network. Synthesis and Pervaporation Properties”, Project Report by National Natural Science Foundation of China and Fund for Visiting Scientist of Key Laboratory of Molecular Engineering of Polymer of Ministry of Education of China. Rautenbatch, R., and R. Albrecht, 1989, “The Separation Potential of Pervaporation, part 2: Process Design and Economics”, Journal of Membrane Science. Rongqi, Z. And D. Zhanting, 1998, “Extractive Distillation with Salt in Solvent”, Manuscript, Department of Chemical Engineering, Tsinghua University, Beijing. Sommer, S., Klinkhammer B., and Melin T., “Integrated System Design for Dewatering of Solvents with Microporous Silica Membranes”, Desalination, pp. 15-21. Watanabe, K. And S. Kyo, 1992, “Pervaporation Performance of Hollow Fiber Chitosan Polyacrylonitrile Composite Membrane in Dehydration of Ethanol”, Journaol of Chemical Engineering of Japan, vol. 25, No. 1 pp. 17-21. Wijmans, J.G., and R.W. Baler, (1995), “The Solution-Diffusion Model a Review”, Journal of Membrane Science, 107. Yamasaki, A., and K. Mizoguchi, 1994, “Sorption Equilibria and Diffusion Coeffisients of Ethanol and Water in PVA Membranes Containing Cyclodextrin”, Journal of Applied Polymer Science, Vol.53, No.1, pp. 1669-1674.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
F-27-6