ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET BIDANG MIKROBIOLOGI HUTAN
PENGEMBANGAN TEKNIK BUDIDAYA DAN PENINGKATAN KUALITAS GAHARU BERBASIS MIKORIZA DAN Fusarium
OLEH:
ERDY SANTOSO KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI BOGOR, 6 SEPTEMBER 2016 1
ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET BIDANG MIKROBIOLOGI HUTAN
PENGEMBANGAN TEKNIK BUDIDAYA DAN PENINGKATAN KUALITAS GAHARU BERBASIS MIKORIZA DAN Fusarium
OLEH:
ERDY SANTOSO KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI BOGOR, 6 SEPTEMBER 2016
@ 2016 @ 2015Badan BadanPenelitian, Penelitian,Pengembangan Pengembangandan danInovasi Inovasi Kementerian Lingkungan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kehutanan Kementerian Hidup dan Katalog Dalam Katalog Dalam Terbitan Terbitan (KDT) (KDT)
PENGEMBANGAN TEKNIK BUDIDAYA DAN PENINGKATAN KUALITAS GAHARU BERBASIS STRATEGI PEMULIAAN UNTUK KEMANDIRIAN BENIH UNGGUL MIKORIZA DAN Fusarium TANAMAN HUTAN ERDY SANTOSO Budi Leksono vii hlm. + 63 hlm.; 14,8 x 21 cm
v hlm. + 67 hlm.; 14,8 x 21 cm
ISSBN: 978-979-8452-73-4
ISBN: 999-999-9999-99-9 1. Teknologi Pemanfaatan Fungi 2. Pengembangan Gaharu 1. Strategi pemuliaan 2. Benih unggul 3. Tanaman hutan
3. Peningkatan
Diterbitkan oleh:
Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jln. Gunung Batu No. 5 Bogor. Telp. : 0251 - 8631238 Fax. : 0251 - 7520005 E-mail :
[email protected]
BIODATA RINGKAS
Erdy Santoso, lahir di Kediri, Jawa Timur, tanggal 17 November 1951, adalah anak pertama dari Bapak Soebandi dan Ibu Soeerli. Menikah dengan Merry Maryati dan dikaruniai dikaruniai tiga orang anak yaitu Gelly Merdianto, S.Kom., Riza Andianto, S.T, dan Miko Yulianto S.Kom. Berdasarkan Keput usan Presiden Republik Indonesia Nomor 94/ M Tahun 2009 tanggal 16 September 2009 yang bersangkutan diangkat sebagai Peneliti Utama terhitung mulai tanggal 1 November 2008. Menamatkan Sekolah Dasar PSKD III di Jakarta, tahun 1963; Sekolah Menengah Pertama Kanisius II di Jakarta, tahun 1966; Sekolah Menengah Atas Budhaya di Jakarta, tahun 1970. Memperoleh gelar Sarjana Biologi dari Universitas Padjajaran Bandung, tahun 1979; memperoleh gelar Magister Sains Penyakit Hutan dari Institut Pertanian Bogor, tahun 1987; dan memperoleh gelar Doktor bidang Penyakit Tanaman dari Institut Pertanian Bogor, tahun 1997. Mengikuti pelatihan yang terkait dengan bidang kompetensinya, yaitu: Study of Forest Fitopatology, Australia tahun 1996. Jabatan fungsional peneliti diawali sebagai Ajun Peneliti Muda tahun 1988, Ajun Peneliti Madya tahun 1992, Peneliti Muda tahun 1996, Peneliti Madya tahun 2000, Ahli Peneliti Muda tahun 2004, Peneliti Utama Gol. IV/d tahun 2008
iii
dan memperoleh jabatan Peneliti Utama Gol IV/e bidang Mikrobiologi Hutan tahun 2014. Menghasilkan 107 karya tulis ilmiah yang ditulis sendiri maupun penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, prosiding, dan makalah yang diterbitkan, dan 17 di antaranya dalam bahasa Inggris serta Paten Produksi Gaharu Buatan No. ID. P0031630 tahun 2012. Ikut serta dalam kegiatan ilmiah dan pembinaan kader ilmiah, diantaranya sebagai pembimbing dan penguji Skripsi (S1) pada Universitas Padjajaran, Institut Pertanian Bogor, Universitas Jenderal Soedirman, dan Universitas Airlangga; sebagai pembimbing dan penguji thesis (S2) pada Universitas Indonesia dan Institut Pertanian Bogor; dan sebagai pembimbing dan penguji Disertasi (S3) pada Universitas Padjajaran, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Andalas Padang. Anggota Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PERMI) (2000–sekarang), dan Anggota Asosiasi Mikoriza Indonesia (AMI) (1995–sekarang). Penerima tanda penghargaan: Satyalancana Karya Satya X tahun (1993), Satyalancana Karya Satya XX tahun (2004), dan Satyalancana Karya Satya XXX tahun (2015) dari Presiden Republik Indonesia; 102 Inovasi Indonesia “Sudah Gaharu Berlipat Ganda Pula – Industrializing Gaharu” (2010); 103 Inovasi Indonesia “Tukang Tanam Renik Tahan Banting (Tough Microcopic Gardener)” dan “Si Kecil yang Perkasa (The Mighty Minions)” (2011); 19 Karya Anak Bangsa (2014) dari Kementerian Riset dan Teknologi dan Peneliti Berprestasi menjadi Inventor pada Paten No. ID. P0031630 “Produksi Gaharu Buatan” (2014).
iv
DAFTAR ISI BIODATA RINGKAS............................................................. iii DAFTAR ISI............................................................................. v PRAKATA PENGUKUHAN................................................. vii I. PENDAHULUAN............................................................. 1 II. FUNGI HUTAN POTENSIAL......................................... 5 A. Fungi Simbiosis............................................................ 5 B. Fungi Patogen untuk produksi gaharu......................... 7 III. TEKNIK PEMANFAATAN FUNGI............................... 10 A. Teknik Pembibitan Gaharu......................................... 10 B. Teknik Inokulasi Isolat Fusarium untuk produksi gaharu......................................................................... 13 IV. PENGEMBANGAN TEKNIK BUDIDAYA DAN PENINGKATAN KUALITAS GAHARU......................... 16 A. Pengembangan Tanaman Inang Gaharu untuk Rehabilitasi Lahan Kritis............................................ 16 B. Pengembangan Teknologi Budidaya Tanaman Inang Gaharu........................................................................ 17 C. Keberhasilan Pengembangan Tanaman Gaharu ........ 18 D. Pengembangan Multiproduk...................................... 20 V. KESIMPULAN............................................................... 22 VI. PENUTUP....................................................................... 23 UCAPAN TERIMA KASIH.................................................. 24 DAFTAR PUSTAKA.............................................................. 26 LAMPIRAN............................................................................ 36 DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH.......................................... 39 DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................ 56 v
PRAKATA PENGUKUHAN
Bismillahirohmanirrrohim Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Majelis Pengukuhan Profesor Riset yang mulia dan hadirin yang saya hormati, Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. Tuhan YME, Yang Maha Berkuasa atas alam dan hidup ini. Atas rahmat, hidayah, dan karunia, serta izin-Nya lah pada kesempatan ini kita bisa berkumpul dan bertemu di tempat yang insya Allah diberkahi ini, semua ada dalam keadaan sehat walafiat dalam lindungan-Nya. Pada kesempatan yang berbahagia ini pula, dengan segala kerendahan hati, izinkan saya menyampaikan orasi ilmiah dengan judul: “PENGEMBANGAN TEKNIK BUDIDAYA DAN PENINGKATAN KUALITAS GAHARU BERBASIS MIKORIZA DAN Fusarium”
vii
I. PENDAHULUAN Sidang Majelis yang mulia dan Hadirin yang saya hormati. Pembangunan dan pengelolaan kawasan hutan Indonesia masih terkendala dengan masih terjadinya degradasi hutan. Permasalahan ini mencakup aspek sosial ekonomi masyarakat desa hutan sejumlah 48,8 juta jiwa dan 10,2 juta jiwa diantaranya tergolong miskin 1 . Luas lahan kritis di Indonesia sampai dengan tahun 2012 adalah 27.294.842 ha dengan tingkat kritis seluas 22.025.580 ha dan sangat kritis seluas 5.269.260 ha 2. Kondisi kritis ini dalam lima tahun baru dapat teratasi seluas 9,7%. Melihat kenyataan ini, pemerintah telah meluncurkan program pengembangan hutan kemasyarakatan, hutan rakyat dan hutan desa. Hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat berperan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan dan berdampak positif pada sosial ekonomi masyarakat 1,2 . Untuk itu, telah dibangun pula kebun bibit rakyat di setiap provinsi yang sampai tahun 2012 sudah mencapai 10.053 unit dengan produksi 230-300 juta bibit per tahun2 diantaranya bibit gaharu dengan harga Rp.10.000 – Rp. 35.000 per bibit. Keberhasilan restorasi atau rehabilitasi lahan kritis dipengaruhi oleh kualitas bibit dan ketahanan bibit di lapangan3,4. Oleh sebab itu, teknologi pembibitan gaharu diperlukan untuk menghasilkan bibit yang cepat tumbuh dan tahan terhadap lingkungan ekstrim seperti di lahan kritis, lahan bekas tambang atau pada tanah masam4. Teknologi peningkatan kualitas bibit untuk ditanam di lahan kritis dapat melalui pengembangan pemanfaatan fungi mikoriza, yaitu fungi yang bersimbiosis dengan akar tanaman5.
1
Aplikasi teknologi ini dilakukan pada proses pembibitan, dimana benih diinfeksikan dengan fungi mikoriza yang sesuai dengan jenis tanaman sehingga peran fungi dalam pertumbuhan bibit tersebut dapat optimal6. Penggunaan fungi mikoriza sebagai pemicu pertumbuhan bibit dan tanaman di lapangan terbukti sangat menguntungkan7. Selain dapat memproduksi bibit tanaman hutan berkualitas, penggunaan fungi mikoriza juga berimplikasi pada peningkatan produktivitas hutan tanaman, rehabilitasi lahan, dan restorasi ekosistem. Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKM) dan Hutan Desa (HD) tetap memerlukan bibit yang berkualitas. Nilai strategis teknologi ini dalam pembangunan ekonomi kreatif bidang kehutanan dapat dirasakan melalui penggunaan mikoriza pada bibit dan budidaya tanaman inang gaharu7. Pemanfaatan teknologi fungi mikoriza dalam pembuatan bibit berkualitas mempunyai prospek untuk pengembangan usaha, diantaranya kebun bibit tanaman hutan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan usaha masyarakat8. Secara umum, alur pikir yang disampaikan dalam pemanfaatan fungi adalah melalui (i) pengembangan teknologi pemanfaatan fungi simbiosis khususnya mikoriza dan (ii) fungi patogen pembentuk gaharu (Lampiran 1). Agar pohon inang menghasilkan gaharu, maka pohon harus diinokulasi dengan fungi patogen yang sudah terseleksi dan diproses dalam bentuk isolat, melalui pembuatan lubang pada batang pohon. Gaharu digolongkan ke dalam hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang belakangan ini menjadi hasil hutan unggulan9,10. Teknologi fungi ini memecahkan masalah lambatnya pembentukan gaharu secara alami dan tidak selalu terbentuk gaharu pada kondisi alami.Pada umumnya terbentuknya gaharu karena adanya fungi patogen11. 2
Ekosistem hutan alam Indonesia memiliki potensi 26 jenis pohon penghasil gaharu alam yang terhubung didalamnya oleh fungi simbiosis dan fungi pathogen pembentuk gaharu. Gaharu alam adalah sumber bibit yang dapat dibudidayakan melalui teknologi pemanfaatan fungi simbiosis (mikoriza) dan fungi patogen (Fusarium). Pemanfaatan kedua fungi tersebut telah menghasilkan pertumbuhan bibit gaharu budidaya yang lebih baik dan isolat Fusarium, yang efektif untuk diinokulasikan kedalam pohon guna merangsang pembentukan gaharu. Pengembangan budidaya pohon dan gaharunya akan berperan penting dalam mendukung pelestarian pohon gaharu alam yang telah dilindungi, memperluas penanaman gaharu budidaya dan menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat desa hutan (Lampiran 1). Penelitian bioinduksi pohon gaharu dimulai tahun 2004 namun baru pada tahun 2010 penelitian diintensifkan setelah ditetapkannya prioritas penelitian gaharu dalam Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025 dengan surat keputusan Menteri Kehutanan No. SK.163/Menhut– II/2009 tanggal3 April 2009. Roadmap tersebut mengamanatkan agar penelitian ditujukan untuk mencari teknologi tepat guna HHBK unggulan, yang selama ini didominasi oleh hasil resin dan minyak atsiri, antara lain melalui teknologi pengembangan isolat fungi patogen, budidaya pohon, teknik pemanenan, model pengelolaan lestari HHBK unggulan, serta analisis finansial dan pasar12. Masyarakat Indonesia telah memanfaatkan gaharu sejak lama terutama masyarakat suku pedalaman di Sumatera dan Kalimantan 9,13 sehingga gaharu mempunyai nilai sosio kultural yang tinggi. Kebutuhan gaharu dunia adalah 4500 ton/tahun, dan Indonesia menguasai hampir 70% pasar gaharu Internasional. 3
Secara ekonomi produk gaharu budidaya memberikan andil bagi ekonomi masyarakat Indonesia, karena kebutuhan gaharu dunia semakin meningkat sementara gaharu alam dibatasi dengan kuota 695 ton per tahun. Gaharu dapat dijual dalam bentuk gubal, minyak gaharu, industri parfum, dupa (hio), obat nyamuk dekoratif/artistik dan lain-lain. Selama ini, gaharu dipanen dari jenis pohon Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. dihutan alam9,13 dan tidak ada yang mengetahui secara pasti berapa umur gaharu yang terbentuk13,14,15. Namun, pengamatan penelitian secara cermat terhadap aspek biologi agen-agen pembentuk gaharu telah berhasil menemukan jenis fungi patogen dengan daya infeksi yang dapat memicu proses pembentukan gaharu pada pohon inang. Inovasi teknologi terus berkembang hingga tujuan dan peranan teknologi menjadi luas. Peranan tersebut tidak sekedar meningkatkan hasil gaharu budidaya secara ekonomis atau pengembangan industri berbasis gaharu, tetapi telah menjadi bagian strategi konservasi jenis inang gaharu di hutan alam agar tidak terjadi penurunan populasi yang menuju pada kepunahan, sebagai mana yang dikhawatirkan oleh CITES dengan masuknya Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. dalam daftar Appendix II10,13. Gaharu budidaya tidak dibatasi oleh kuota namun menurut SNI kualitasnya baru sampai sekelas kemedangan. Gaharu hasil inokulasi umur 1-3 tahun minimal dapat dihargai Rp 1.000.000 - Rp 3.000.000/ kg atau maksimal dapat mencapai US$ 300-500/kg11.
4
II. FUNGI HUTAN POTENSIAL A. Fungi Simbiosis Sidang majelis dan hadirin yang saya hormati Fungi simbiosis penting yang berperan dalam pertumbuhan dan produktivitas hutan adalah fungi mikoriza. Mikoriza merupakan bentuk simbiosis fungi dengan akar tanaman yang saling menguntungkan5. Keuntungan yang optimal terjadi bila terdapat kesesuaian antara jenis fungi dengan jenis tanaman3 atau kolaborasi antara beberapa fungi atau fungi dengan bakteri 16. Pengembangan tumbuhan hutan berupa hutan tanaman industri atau untuk rehabilitasi lahan membutuhkan bibit yang berkualitas dengan perlakuan mikoriza17. Sebagai contoh, fungi ektomikoriza jenis Pisolhitus arrhizus, ordo Schlerodermatales sesuai dan dapat bersimbiosis dengan akar tumbuhan Eucalyptus pellita18. Jenis mikoriza dari fungi ordo Schlerodermatales umumnya dapat bersimbiosis dengan pohon hutan tropika atau temperate sehingga dapat bernilai ekonomis5,19. Peran mikoriza sangat penting bagi bibit tanaman pohon yang digunakan untuk merehabilitasi lahan bekas tambang 17,20,21 dengan tanah masam dan lahan tambang batu gamping 20 . Contohnya fungi endomikoriza jenis Glomus dapat bersimbiosis dengan tumbuhan Eucalyptus cajuput, Acacia mangium dan Acacia auriculiformis dilahan kritis bekas tambang batu bara 21,22 . Demikian pula halnya dengan fungi Acaulospora yang bersimbiosis dengan tumbuhan A.mangium18,21. Jenis vegetasi Cyperus dan Imperata cylindrica juga terinfeksi fungi Glomus dan dapat menjadi sumber mikoriza bagi kawasan bekas tambang dengan 5
lahan kritis miskin unsur hara22. Jenis Shorea glandiflora di lahan bekas tambang batu bara memiliki hubungan simbiosis dengan Glomus clarum yang mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan diameter4,5,21. Selanjutnya, tumbuhan hutan rawa gambut, Alstonia scholaris, Callophylum hosei, Dyera polyphylum, Plorarium alternifolium dan Shorea balangeran bersimbiosis dengan fungi mikoriza Glomus clarum, Gigaspora decipiens21,23,24, atau Entrospora. Glomus clarum juga dapat bersimbiosis dengan Aquilaria crassna, yang merupakan pohon inang gaharu23. Sidang majelis yang mulia dan hadirin yang saya hormati P e m a k a i a n m i k o r i z a pada bibit t a n a m a n d a p a t meningkatkan tinggi dan diameter pohon hutan 3,5,24 . Hal ini disebabkan kemampuan simbiosis mikoriza yang dapat meningkatkan penyerapan unsur makro N, P, K sehingga berpengaruh pada peningkatan berat kering atau biomassa tanaman 5 , 2 0 , 2 1 . Glomus aggregatum diketahui dapat meningkatkan tinggi, diameter dan berat kering bibit A. scholaris 93-95% dan meningkat 2700% dengan penambahan pupuk slow release. Fungi Mycoriza Arbuscular (FMA) dapat meningkatkan pertumbuhan Khaya ivorensis sebanyak tiga hingga empat kali bila dibandingkan dengan kontrol25. Meningkatkan serapan N mencapai 2000%, P dan K berturut-turut sebesar 2700% dan 2450%26. Glomus aggregatum meningkatkan tinggi dan diameter Khaya anthoteca di lahan bekas tambang batu gamping setelah enam bulan tanam dengan tingkat infeksi akar sebesar 74,17%20. Pada tanaman jati, pengaruhnya dapat meningkatkan tinggi sebesar 283% dan diameter batang sebesar 315% dengan infeksi akar sebesar 41,5%20,27. Mikoriza dapat menggantikan 50% kebutuhan fosfat, 40% nitrogen dan 25% kalium tanaman21. 6
Perlakuan mikoriza Glomus clarum, Enterosphora, Gigaspora decipien pada bibit tumbuhan inang gaharu Aquilaria microcarpa dapat meningkatkan tinggi sebesar 42-104%, diameter batang sebesar 41-100%, serapan unsur P sebesar 290-517% dan N sebesar 295-499% setelah 25 minggu pembibitan 7,28,29. Perlakuan mikoriza juga dapat diterapkan pada tumbuhan hutan rawa23,30. Perlakuan endomikoriza pada inang gaharu Aquilaria dan Gyrinops dapat meningkatkan daya hidup sampai 100% bila ditanam di lahan kritis atau bekas tambang batu bara21. Bibit pohon gaharu yang ditanam di lahan bekas tambang atau lahan kritis dengan perlakuan mikoriza dapat menghasilkan kualitas gaharu lebih baik31. Pengembangan teknologi pemanfaatan ektomikoriza diproses melalui pemisahan spora pada tubuh buah fungi yang dikoleksi dari habitatnya, selanjutnya dicampur dengan tanah liat yang dihaluskan, dan dipres dengan mesin hingga berbentuk tablet. Tablet mikoriza digunakan untuk menginfeksi akar bibit tanaman sehingga dapat memproduksi bibit dan menghasilkan bibit yang berkualitas dengan daya hidup tinggi32,33. Tubuh buah Pisolitus dan Scleroderma sebagai sumber tablet mikoriza dapat ditemukan di bawah tegakan Diptorecarpaceae, sedangkan di bawah tegakan Pinus terdapat Pisolitus arhizus34,35. Teknologi mikoriza juga telah diterapkan dalam pengembangan bibit tanaman gaharu berkualitas28. B. Fungi Patogen untuk produksi gaharu Pada umumnya fungi patogen dikenal sebagai fungi penyebab penyakit pada tanaman. Tanaman yang terinfeksi fungi patogen ini memberikan reaksi dengan membentuk senyawa kimia tertentu, seperti resin pada pohon gaharu11.
7
Pembentukan resin gaharu pada jaringan kayu pohon inang adalah hasil proses fisiologi pohon setelah terinfeksi fungi patogen 36. Pada tahun 1984, mulai dilakukan uji coba Fusarium solani pada tumbuhan Aquilaria dan Gyrinops 9 , serta Acremonium, Cladosporium, dan Fusarium xylaroides pada tanaman yang sama 37,38 . Pada tahun 2004 ditemukan kesesuaian fungi Fusarium dengan A.microcarpa dan Gyrinops yang diketahui lebih efektif dalam proses pembentukan gaharu35. Hasil eksplorasi fungi patogen yang diisolasi dari pohon penghasil gaharu alam dari berbagai provinsi didapat 80 isolat Fusarium spp. dan 21 isolat Fusarium spp telah dicoba14,39. Isolat tersebut dapat dibedakan berdasarkan diameter koloni, miselium dan warna pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Warna juga menunjukkan tampilan yang bervariasi yaitu putih, kuning muda, coklat muda, ungu, merah muda dan krem. Perbedaan lain dapat dilihat berdasarkan jumlah septamakrokonidia (2-7 septa) dengan bentuk konidiofor simpel sampai bercabang, serta bentuk bidang elips, oval dan lonjong (Lampiran 2). F. solani telah dikembangkan menjadi isolat fungi yang digunakan untuk menginfeksi pohon inang gaharu. Dari 21 isolat yang diuji lapang didapat isolat yang efektif menginduksi pohon A. microcarpa, yaitu isolat dari Jambi (Ga-9), Padang (Ga-10), Gorontalo (Ga-11), dan Kalimantan Barat (Ga-17) (Lampiran 3) dengan morfologi sebagaimana Tabel pada Lampiran 2. Isolat Gorontalo (Ga-11) dalam waktu dua bulan setelah inokulasi pada pohon inang menunjukkan indikasi telah terjadi pembentukan gaharu sepanjang rata-rata 4,13 cm37,40,41.
8
Keberhasilan teknologi gaharu ditentukan oleh aroma yang terbentuk pada jenis pohon inang penghasil gaharu42 sesuai dengan SNI 7631: 2011. Mutu gaharu ditentukan oleh warna, bobot dan aroma yang termasuk dalam kelas gubal, kemedangan dan serbuk gaharu. Mutu terbaik gubal menurut SNI adalah berwarna hitam mengkilat, bobot tenggelam dan wangi lembut. Kelas kemedangan berwarna coklat kehitaman dengan bobot melayang dan bau wangi, sedangkan serbuk terbaik adalah berwarna hitam kecoklatan dengan aroma wangi. Kelas gaharu budidaya masih dalam taraf kemedangan. Kualitas dan wangi juga dipengaruhi oleh jenis isolat fungi patogen pemicu proses pembentukan gaharu dengan teknik pelukaan dan cara penularan fungi patogen44, lingkungan pohon, termasuk adanya serangan hama45. Kegagalan proses pembentukan dan kualitas aroma gaharu yang dihasilkan mengakibatkan rendahnya nilai jual. Hal ini sering terjadi karena kekurangtahuan masyarakat dalam memilih bibit, jenis inang, kondisi tanah, dan jenis inokulan serta pelaksanaan inokulasi yang tidak tepat pada pohon penghasil gaharu 14,36,46,47. Temuan teknologi penggunaan fungi untuk gaharu budidaya telah disosialisasikan secara luas sehingga meningkatkan keinginan masyarakat untuk mengadopsi teknologi tersebut untuk tujuan komersial. Sekaligus untuk konservasi ex-situ tumbuhan inang gaharu sebagai tumbuhan langka 48, bernilai ekonomi tinggi HHBK dan mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif masyarakat desa hutan49,50.
9
III. TEKNIK PEMANFAATAN FUNGI M a s y a r a k a t desa hutan dan pedagang, telah lama mengenal dan memanfaatkan gaharu alam sebagai sumber kegiatan ekonomi 4,13,50 . Namun sejak tahun 1994, potensi gaharu alam mulai menurun dan digolongkan sebagai tumbuhan langka yang menuju kepunahan 51 . Disisi lain, sebaran pohon penghasil gaharu cukup luas yang mencakup seluruh wilayah Indonesia 52 . Menurunnya potensi tersebut terlihat dari kuota panen gaharu alam yang berkurang ratarata 20,9% per tahun sejak tahun 1995–2003 53 . Penurunan jumlah kuota, peningkatan jumlah permintaan pasar, dan statusnya sebagai jenis pohon yang dilindungi tersebut akan lebih mendorong upaya pengembangan teknologi budidaya dan percepatan pembentukan gaharu 4 0 . Pengembangan teknologi gaharu dilakukan mulai dari (i) silvikultur pohon inang54 menyangkut teknik perbanyakan atau benih28,54,55,56 hingga penanaman, (ii) penyeleksian dan pengembangbiakan fungi mikoriza potensial sebagai pemacu pertumbuhan pohon gaharu dan fungi patogen sebagai pemicu pembentukan gaharu 42 , (iii) teknik inokulasi35 dan (iv) monitoring hasil inokulasi57. Produksi inokulan gaharu dilakukan melalui inokulasi isolat Fusarium solani ke dalam 600 ml medium PDA cair dalam botol ukuran satu liter yang kemudian digoyang selama 10 hari sebagai proses fermentasi. Setelah itu inokulan sudah siap untuk diinokulasikan pada batang pohon penghasil gaharu42.
Bapak, Ibu dan Sidang Majelis yang saya hormati A. Teknik Pembibitan Gaharu Permintaan pasar ekspor gaharu ke Singapura yang lebih dari 62.000 ton dalam kurun waktu 1999-200542,51 akan memacu upaya eksplorasi inang gaharu alam untuk mengetahui potensi 10
sumber bibit gaharu berkualitas penunjang budidaya56,58. Pohon penghasil gaharu di Indonesia tergolong dalam tiga famili: Thymelacaceae, Euphorbiaceae dan Fabaceae. Indonesia memiliki sedikitnya 26 jenis inang gaharu dari 33 jenis yang ada di Asia dan tersebar di Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Halmahera, Bangka dan Papua. Jenis pohon inang yang banyak dikenal dan dibudidayakan adalah Aquilaria crassna, A.beccariana, A. cumingiana, A. malaccensis, A. microcarpa, A. filaria dan Gyrinops versteegii52 dari family Thymelacea. Di habitat alam, tegakan gaharu berasosiasi paling kurang dengan 13 jenis pohon, seperti Alstonia angustifolia, Pometia pinnata, Cananga odorata, Ganophyllum falcatum, dan Artocarpus elasticus59. Anakan pohon penghasil gaharu ditemukan pula di kebun karet dan kebun sawit31,54. Penyebaran bijinya secara alami melalui satwa liar seperti tupai, tikus, atau burung42. Ketersediaan bibit alam yang berkualitas menjadi bagian penting dalam pelestarian in-situ atau sebagai sumber bibit alam untuk dibudidayakan secara ex-situ. Biji tumbuhan inang gaharu yang dikoleksi dari pohonnya akan cepat berkecambah sehingga tidak dapat disimpan lama. Morfologi batang, daun, bunga dan buah tumbuhan inang gaharu yang umum dibudidayakan adalah jenis A. malaccensis (Lampiran 5) yang dapat dijadikan untuk pengenalan jenis di lapangan52. Perlakuan untuk mempercepat pertumbuhan dan daya hidup dilakukan dengan menginokulasi bibit yang berasal dari biji dengan mikoriza7 Glomus clarum dan Enterospora23, pemberian hormon, pemupukan dan pemilihan media yang dipakai 55,56 . Persemaian A.malaccensis dilakukan dengan menggunakan biji yang jatuh dari pohon induk dan dapat tumbuh hingga 83%, sedangkan dari buah masak yang dipanen hanya berhasil tumbuh 70%54,55. 11
Persentase tumbuh tertinggi dicapai bila bibit disemai pada media tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1. Walaupun benih yang tumbuh alami cukup tinggi jumlahnya, namun penurunan populasi lebih dari 70% dapat terjadi akibat persaingan hara56. Selanjutnya, pertumbuhan bibit dapat optimal dan mencapai umur siap tanam lebih cepat apabila media tanam menggunakan campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1 atau campuran tanah, kompos dan pasir dengan perbandingan 1:1:1 yang ditambahkan dengan 2 g pupuk NPK56. Selain itu pembibitan gaharu juga telah dicobakan melalui perbanyakan stek. Cara ini dapat menyediakan kebutuhan b i b i t d a l a m jumlah banyak dalam waktu singkat 6 0 . Keberhasilan pembibitan juga dipengaruhi oleh komposisi media. Misalnya keberhasilan tumbuh bibit stek sebesar 69% pada media cocopeat dan sekam dengan perbandingan 1:1 61 . Pertumbuhan terbaik diperoleh bila di dalam media ditambah 10 ppm Rooton F 55. Sementara itu, perbanyakan tunas bibit gaharu melalui kultur jaringan rata-rata dapat menumbuhkan 5,7 tunas dalam waktu 12 minggu 6 2 . Penerapan teknik silvikultur dan kultur jaringan tersebut akan menghasilkan keseragaman genetik pohon sehingga dapat mempertahankan kualitas pohon inang gaharu. Bapak, Ibu dan Hadirin yang saya hormati Teknologi penggunaan mikoriza dalam pembibitan gaharu diketahui sangat mendukung pertumbuhan dan kesehatan gaharu di lapangan. Mikoriza FMA diketahui efektif mengolonisasi akar bibit Aquilaria malaccensis setelah 7 minggu29. Inokulasi FMA Enterospora sp. lebih efektif meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter batang, berat kering dan daya hidup semai Aquilaria. Penggunaan fungi mikoriza Enterospora dan Glomus 12
spp. dapat meningkatkan tinggi dan diameter A.crassna sebesar 8-6%, sedangkan pada A. malaccensis dapat meningkatkan tinggi bibit lebih baik 59% dan diameter 69% lebih besar, dengan daya hidup mencapai 100%. Di lapangan, Glomus clarum lebih sesuai berasosiasi dengan A. becariana29dan dapat meningkatkan serapan N dan P7,21. Penggunaan mikoriza dapat menurunkan penggunaan pupuk kimia di persemaian ataupun di lapangan dan dapat memacu pertumbuhan pohon inang gaharu di lapangan, termasuk yang ditanam pada tanah masam21,63. B. Teknik Inokulasi Isolat Fusarium untuk produksi gaharu Terbentuknya gaharu budidaya pada pohon inang dipicu oleh faktor biotik dan abiotik serta teknik pelukaan batang. Bahan kimia, asam jasmonat, oli, gula merah dapat memicu pembentukan gaharu pada bagian pohon yang dilukai41, namun hasilnya tidak dapat menyebar ke bagian pohon lain. Inokulan Fusarium awalnya dibuat dalam bentuk padat menggunakan media serbuk gergaji, dengan keberhasilan hanya 40%. Teknik ini memerlukan lubang pelukaan yang besar. Akibatnya air hujan mudah masuk, yang menjadi penyebab pohon menjadi busuk. Mulai tahun 2004, didapat inokulan cair yang dapat diinokulasikan kedalam lubang pelukaan kecil. Teknik ini berfungsi mencegah masuknya air ke dalam lubang, sehingga mengurangi pembusukan batang, serta mengurangi penggunaan inokulan dengan hasil lebih efektif mencapai 100%42. Sebaliknya, gaharu hasil proses infeksi fungi patogen memiliki mekanisme pembentukan gaharu yang dapat menyebar ke seluruh bagian batang hingga cabang-cabangnya36,64. Infeksi fungi patogen isolat Fusarium spp40 terutama Ga-9, Ga-10, Ga- 11, dan Ga-17 pada pohon inang gaharu lebih cepat dan efektif menginduksi terjadinya
13
metabolit sekunder dalam jaringan pohon inang sehingga lebih cepat membentuk gaharu budidaya dengan kualitas lebih baik 65 . Oleh sebab itu, teknologi ini adalah teknologi tepat guna dalam pembangunan ekonomi kreatif untuk dikembangkan di masyarakat desa hutan. Pelukaan pohon inang dapat dilakukan dengan melubangi pohon pada jarak tertentu, dan kedalaman tidak melebihi 1/3 diameter batang. Selanjutnya, dilakukan penyuntikkan inokulan ke dalam lubang pelukaan tersebut. Semakin besar lubang, semakin banyak pula konsentrasi inokulan yang dapat disuntikkan pada pohon inang gaharu 38 . Pola lubang dibuat terbuka dengan tujuan untuk memberikan aerasi bagi fungi yang diinokulasikan. Reaksi yang cepat memperlihatkan perubahan warna pada bagian batang dan ranting yang diinokulasikan, yaitu dari warna putih menjadi coklat sampai hitam. Isolat Fusarium yang diinokulasikan melalui inang pohon yang telah dibor akan berkembang dalam bentuk hifa myselium di dalam jaringan pohon dan menghasilkan metabolik sekunder komponen gaharu, dan proses ini sudah dapat dilihat setelah dua bulan inokulasi 65 . Terbentuknya gaharu dapat diketahui dengan gelombang suara ultrasonik sehingga tidak perlu melukai pohon 66 . Inovasi lanjutan, satu tahun pohon penghasil gaharu sebelum ditebang, kulit luar dikelupaskan sampai cabang kemudian dioles dengan inokulan Fusarium. Setelah satu tahun, warna batang dan cabang akan berubah menjadi hitam semua, kemudian baru pohon ditebang. Gaharu adalah senyawa fytoalecsin sebagai hasil dari mekanisme pertahanan pohon terhadap infeksi patogen, atau sebagai proses metabolik sekunder 36,46. Metabolik sekunder merupakan respons tumbuhan inang gaharu terhadap infeksi, kondisi fisiologis, ataupun situasi ekstrim. Fytoalecsin sebagai 14
metabolik sekunder adalah senyawa aktif anti mikroba dalam tumbuhan sehingga daya tahan tumbuhan inang sangat menentukan proses pembentukan gaharu. Diharapkan, infeksi fungi patogen akan lebih kuat sehingga terjadi metabolik sekunder yang menghasilkan gaharu lebih baik (Lampiran 4). Hasil inokulasi setelah satu tahun dengan jarak lubang inokulasi 5 cm pada arah horizontal dan 20 cm pada arah vertikal menunjukkan terjadinya akumulasi kimia sekunder. Hasil ini mengindikasikan pembentukan resin gaharu yang cukup tinggi pada jarak suntik 5 cm, yaitu dengan terbentuknya 22 senyawa organik sebagai komponen aromatik konstituen gaharu 36,47 . Komponen kimia organik dengan karakteristik odoran penting, dihasilkan dari gaharu hasil inokulasi Fusarium solani pada tumbuhan Aquilaria microcarpa adalah ambrettolide, ambrox, valerolactone, malitol, indol, isolongifolene, cadinene, dumarysin, azulene, dan limone. Komponen tersebut menentukan aroma dan kualitas gaharu36,46. Inokulan campuran Fusarium dan Acremonium ternyata lebih cepat dan lebih efektif dalam merangsang pembentukan komponen pembentuk gaharu dan pembentukan aroma gaharu38,67. Komponen kimia pembentuk aroma gaharu sudah teridentifikasi berjumlah 36 senyawa, dan analisis komponen kimia gaharu yang berasal dari Indonesia sudah dilakukan sejak 1983 68 . Unsur dominan dengan struktur kimia komponen gaharu, diantaranya kusunol (2,9%) jinkohol eremol (3,7%) dan jinkohol (5,2%) agarospirol (7,2%), Jinkohol II (5,6%) 68. Hasil penelitian komponen kimia pohon gaharu budidaya berdiameter 5 dan 20 cm dari Bahorok, Kalimantan Tengah, Mentawai dan Maluku, menunjukkan bahwa secara keseluruhan diketahui terdapat 150 komponen kimia gaharu inokulasi Fusarium terhadap A. microcarpa42. 15
IV. PENGEMBANGAN TEKNIK BUDIDAYA DAN PENINGKATAN KUALITAS GAHARU Sidang Majelis yang mulia dan Bapak/Ibu Hadirin yang saya hormati Masyarakat di sentra penghasil gaharu telah menanam dan menginokulasi pohon penghasil gaharu dengan inokulan berkualitas hasil pengembangan Pusat Litbang Hutan. Penggunaan teknologi biosintesis gaharu akan berdampak luas dalam pengelolaan dan pemanfaatan HHBK, pelestarian biodiversitas, rehabilitasi lahan kritis, peningkatan sosial ekonomi, dan perkembangan industri berbasis gaharu. A. Pengembangan Tanaman Inang Gaharu untuk Rehabilitasi Lahan Kritis Berdasarkan data statistik kehutanan, hutan yang terdegradasi di Indonesia pada tahun 2014 seluas 27,3 juta ha dan 5,3 juta ha di antaranya kondisinya sangat kritis2. Upaya melakukan rehabilitasi lahan kritis tersebut telah dilakukan, salah satunya dengan menanam pohon penghasil gaharu. Pohon penghasil gaharu yang tumbuh di lahan kritis bekas tambang di Pulau Bangka dapat menghasilkan gaharu yang lebih berkualitas 31,69. Program rehabilitasi lahan kritis berbasis gaharu dianggap sangat potensial, yaitu melalui bibit bermikoriza yang ditanam dalam bentuk pengelolaan kawasan HTI atau HTR dengan pola agroforestry, atau pola perkebunan campuran sebagai model pengelolaan lestari HHBK 50 . Pemanfaatan mikoriza dan bakteri penambat nitrogen sudah terbukti dapat meningkatkan kualitas bibit pohon gaharu di lahan kritis bekas tambang dengan pH rendah 21,63 . Untuk itu, peraturan yang mendukung kemudahan masyarakat dalam mengusahakan lahan hutan, terutama lahan 16
kritis perlu dikaji secara seksama. Selain itu, kegiatan ini dapat menjadi bagian penting dalam program rehabilitasi lahan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 10 dengan melibatkan masyarakat, seperti Program International Timber Trade Organitation (ITTO) yang bertujuan untuk mendukung program penanaman gaharu masyarakat10,70. B. Pengembangan Teknologi Budidaya Tanaman Inang Gaharu Teknologi budidaya gaharu menggunakan inokulan cair telah diadopsi oleh masyarakat sejak tahun 2004 11 . Dari hasil sosialisasi budidaya gaharu telah terbentuk k e l o m p o k masyarakat di dua puluh provinsi, dengan jumlah tanaman sekitar 3,25 juta batang 10 . Sebanyak 45% lokasi ditanami dengan jenis A. malaccensis, 43% dengan G. verstegii, 8% dengan A. microcarpa, dan 4% lokasi lainnya ditanami jenis yang terdiri dari A. subintegra, A. crassna, dan A. filaria. Sebagian dari tanaman tersebut sudah diinokulasi dengan inokulan Fusarium solani strain Gorontalo (Ga-11)10. Penerapan teknologi fungi mempunyai prospek besar dalam pengembangan gaharu dan menyerap tenaga kerja bagi masyarakat di sekitar desa hutan yang mencapai ± 48,8 juta jiwa dan 10,2 juta jiwa diantaranya tergolong miskin 1 . Pembibitan gaharu dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat 53 , apabila dikembangkan dalam bentuk Kebun Bibit Rakyat (KBR). Bapak Ibu Peserta Sidang dan Majelis Profesor Riset yang saya hormati Penanaman pohon penghasil gaharu dapat menjadi usaha yang menguntungkan. Namun demikian, masyarakat juga mulai merasakan kekhawatiran dengan adanya aturan yang 17
dianggap kurang mendukung usaha budidaya gaharu. Kondisi tersebut cukup beralasan mengingat jenis tumbuhan penghasil gaharu tergolong sebagai jenis yang dilindungi atau jenis yang termasuk dalam Appendix II CITES39,50,71, serta peraturan yang menetapkan kuotanya belum membedakan antara jenis hasil panen gaharu dari alam atau hasil budidaya. Selain itu, belum ada kelembagaan yang dapat mengatur pasar gaharu yang berpihak pada masyarakat, yaitu membeli gaharu masyarakat dengan harga pantas menurut kualitas gaharu yang sebenarnya. Kebijakan pengembangan gaharu budidaya dapat dilakukan dengan berbagai pola kegiatan seperti pola Izin Usaha Pengusahaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR), yang mana perorangan dapat mengelola lahan penanaman seluas 15 ha dan koperasi dapat mengelola 700 ha1. Kegiatan HTR ini mencakup lahan pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. Penanaman pohon penghasil gaharu ini serupa dengan pola HTI. Pada umur inokulasi tiga tahun telah terbentuk gaharu dengan kualitas minimal yaitu kemedangan. Pohon dapat ditebang, kemudian diproses dengan cara pemisahan bagian pohon yang sudah mengandung gaharu dan kayu inti pohon. Selanjutnya, hasil serpihan kayu dapat pula disuling untuk mendapatkan minyak gaharu sebagai produk HHBK, serta proses lanjutan produk berbasis gaharu yang menunjang industri hilir. C. Keberhasilan Pengembangan Tanaman Gaharu Sidang Majelis yang mulia dan Hadirin yang terhormat Penanaman pohon penghasil gaharu di Indonesia telah mencapai lebih dari 3,25 juta pohon dan sebagian di antaranya sudah diinokulasi dengan inokulum Fusarium solani 10.
18
Uji-coba pemanenan gaharu budidaya dari tanaman A. malaccensis yang berdiameter 15 cm di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, diperoleh hasil sebanyak 4,5 kg gaharu kelas kemedangan seharga US$200 per kg, sedangkan pohon gaharu alam berdiameter 40 cm setelah 18 bulan diinokulasi menghasilkan 13 kg gaharu dengan nilai US$500 per kg71. Usaha budidaya gaharu dimulai dari pembibitan masyarakat yang memproduksi bibit penghasil gaharu dan menjualnya dengan harga Rp.10.000 - 20.000 per bibit. Selain bibit, inokulan juga menjadi sumber bisnis bagi pedagang, karena harga inokulum sintetik berkisar antara Rp1-2 juta untuk menginokulasi satu pohon42,60. Oleh karena itu, pengembangan bioinokulan unggul menjadi penting dan tantangan bagi peneliti Badan Litbang dan Inovasi untuk memacu produksi gaharu budidaya masyarakat dengan biaya murah72. Hasil pengembangan teknologi gaharu tersebut telah dipatenkan dengan judul Produksi Gaharu Buatan hak paten No. ID POO31630 sehingga gaharu budidaya yang diusahakan masyarakat menggunakan inokulan dari Pusat Litbang Hutan dapat terlindungi dari kemungkinan klaim pihak lain, termasuk hasil turunannya71. Sidang Majelis yang mulia Biaya budidaya gaharu dapat dihitung sejak dari penyediaan bibit sampai penanaman dan perawatan. Satu hektar tanaman pohon gaharu dengan jarak tanam 3x3 m memerlukan biaya sekitar Rp.12.245.000. Apabila tanaman yang diinokulasi terinfeksi 60%, maka nilai NPVnya adalah Rp.1.456.171.314 dengan IRR sebesar 59% dan B/C sebesar 14,08. Apabila tanaman yang diinokulasi pada kondisi terinfeksi 80% nilai NPVnya adalah Rp.1.885.200.190 dengan IRR sebesar 66% dan B/C sebesar 18,5.
19
Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa usaha gaharu budidaya diketahui menguntungkan secara signifikan pada tingkat suku bunga 13%8. Budidaya gaharu merupakan salah satu kegiatan usaha yang bermanfaat dalam penyerapan tenaga kerja, serta menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk melestarikan pohon inang gaharu alam dan lingkungannya. Untuk mencapai kuota Indonesia sebanyak 270 ton per tahun, kegiatan panen gaharu akan mempekerjakan sekitar 56.000-68.000 orang49. Tenaga kerja yang tercurah pada proses gaharu budidaya akan mengalihkan masyarakat pencari gaharu alam ke pekerjaan menanam gaharu budidaya sehingga gaharu alam dapat terkonservasi untuk peningkatan populasi dan pemanfaatan lestari di masa depan. Budidaya gaharu juga dapat mengatasi dampak lingkungan akibat penebangan pohon gaharu alam atau memberikan sumbangan kegiatan restorasi ekosistem lahan terdegradasi. D. Pengembangan Multiproduk Pengembangan pohon inang gaharu dapat berfungsi sebagai Multi Purpose Tree Species (MPTS) karena hampir semua bagian pohon, termasuk daun dapat digunakan sebagai komoditas industri. Produk yang dihasilkan berupa teh gaharu, parfum, suvenir (seperti gelang dan tasbih), minyak gaharu, bahan obat-obatan, kosmetika, dan sabun 10,14,71. Namun demikian, industri pengolahan produk gaharu tersebut masih terbatas sehingga berpeluang untuk dikembangkan lebih besar sebagai ekonomi kreatif. Dalam rangka meningkatkan nilai tambah gaharu sebagai HHBK, beberapa hal yang masih dibutuhkan antara lain mencari fungi atau mikroba patogen yang lebih efektif untuk menghasilkan gaharu pada pohon inang, pengembangan 20
teknologi bioinduksi, SDM dan kelembagaan. Bantuan pemerintah dalam membangun aspek tersebut, serta didukung dengan ketersediaan bahan baku oleh masyarakat akan sangat menentukan untuk dapat memenuhi permintaan pasar 58. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat untuk menanam pohon penghasil gaharu10 dan ketersediaan lahan kritis yang kelas lahannya tidak dapat digunakan sebagai lahan pertanian2, memberikan peluang dalam pengembangan tanaman gaharu yang akan menjamin ketersediaan bahan baku industri berbasis gaharu untuk meningkatkan pendapatan negara.............................................
21
V. KESIMPULAN Teknik budidaya tanaman inang menggunakan mikoriza telah berhasil mengubah lahan kritis menjadi lahan yang lebih produktif. Pengembangan teknologi inokulasi berhasil meningkatkan produksi gaharu. Seperti terlihat dari meningkatnya penanaman gaharu di 20 provinsi,dengan jumlah tanaman sekitar 3,25 juta pohon dan masyarakat di beberapa daerah sudah memanen hasil gaharu hasil inokulan dari Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi. Jenis-jenis Aquilaria dan Gyrinops merupakan pohon inang gaharu potensial yang banyak tersebar di Indonesia. Penggunaan fungi mikoriza Entherospora dan Glomus spp. meningkatkan tinggi dan diameter pohon inang gaharu. Didapatkan galur Fusarium sebagai inokulan unggul yang efektif menginduksi terbentuknya metabolit sekunder dalam jaringan pohon inang, yang menyebabkan produksi gaharu budidaya menjadi lebih mudah dengan hasil yang berkualitas. Informasi kesesuaian habitat, sebaran jenis, sifat fisik dan kimia tanah sangat penting dan bermanfaat untuk memperoleh kesesuaian tanaman dan pertumbuhan gaharu yang lebih baik. Teknologi produksi gaharu adalah teknologi tepat guna karena semua bagian pohon inang gaharu dapat dimanfaatkan. Seperti daun untuk pembuatan teh gaharu, kayu menghasilkan gaharu dan minyak. Keberhasilan pengembangan gaharu akan mempertahankan Indonesia sebagai penghasil dan pengekspor produk-produk gaharu terbesar di dunia dan mampu menyerap tenaga kerja yang banyak.
22
VI. PENUTUP Pengembangan teknik budidaya dan peningkatan kualitas gaharu terbukti telah mengangkat HHBK. Gaharu menjadi fokus bisnis untuk membangun ekonomi kreatif. Gaharu dan turunannya berpotensi sebagai bahan baku multi produk yang bernilai ekonomi tinggi, seperti bahan baku parfum, kosmetik, obat-obatan dan pangan (minuman) yang dikembangkan melalui penelitian inovatif dalam era pembangunan lima tahun ke depan sebagai program ekonomi kreatif. Pengembangan gaharu budidaya seharusnya dimasukkan dalam program nasional rehabilitasi lahan dan pemberdayaan masyarakat, melalui skema HKM atau IUPHHK- HTR perorangan atau kelembagaan yang bersifat koperasi. Masyarakat perlu didorong untuk membudidayakan gaharu sebagai jenis yang termasuk dalam Appendix II CITES guna pelestarian gaharu alam. Salah satu dukungan kebijakan ini adalah terdapatnya peraturan yang mendukung kegiatan budidaya pohon inang gaharu, bioinduksi gaharu, pemanenan hasil, dan pemasaran produk gaharu sebagai kelompok komoditas nonkuota. Saat ini, gaharu budidaya sudah mencapai kualitas kemedangan dengan warna coklat kehitaman, berbau wangi dan telah sesuai dengan SNI7631. Namun kualitas gaharu tersebut perlu ditingkatkan melalui peningkatan umur inokulasi, serta memasukkan senyawa kromon sebagai penentu kualitas, yang diatur melalui penerapan SNI yang berbeda.
23
UCAPAN TERIMA KASIH Saya bersyukur kepada Allah SWT atas karunia dan kesempatan untuk mengembangkan ilmu di bidang mikrobiologi, dan untuk semua yang telah saya capai ini, saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak-Ibu Guru dan Dosen serta Guru Besar. Ungkapan terima kasih kami sampaikan kepada Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo; Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc.; Kepala LIPI selaku Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset, Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnain; Sekretaris Majelis Pengukuhan Profesor Riset, Prof. Dr. Enny Sudarmonowati; Anggota Majelis Pengukuhan Profesor Riset, Prof. Dr. Gustam Pari; Prof. Dr. I Made Sudiana, Prof. Dr. Suyanto Pawiroharsono; dan Kepala Pusbindiklat Peneliti-LIPI, Prof. Dr. Dwi Eny Djoko Setyono, M.Sc. Ungkapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Ahli Peneliti Utama Ibu Ir. Mieke Suharti, yang mengawali penelitian tentang gaharu di Indonesia dan kepada Bapak Ir. Adi Susmianto,M.Sc. yang sebelumnya adalah Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi yang mendukung program penelitian gaharu. Keberhasilan penyelenggara orasi ilmiah ini tentu tidak terlepas dari dukungan dan peran multipihak. Oleh sebab itu, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala Badan, Sekretaris Badan, Kepala Puslitbang Hutan, Badan Litbang dan Inovasi, serta TP2I Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hasil pencermatan dan penilaian Tim Penilai Naskah Orasi Ilmiah LIPI telah menghantarkan saya untuk menyampaikan pidato ilmiah Profesor Riset. Demikian pula kepada Peneliti senior, ucapan terimakasih disampaikan khususnya kepada Prof. Riset Dr. M. Bismark, MS.
24
dan Dr. Maman Turjaman, DEA. yang memberikan masukan dalam penulisan naskah orasi ini, serta Kelompok Peneliti dan Teknisi Litkayasa Mikrobiologi Hutan, Pusat Litbang Hutan. Hadirin yang mulia Saya dan keluarga juga menyampaikan rasa terima kasih dan rasa cinta kepada kedua orang tua (alm), apa yang disampaikan hari ini merupakan ajaran dan doa mulia beliau kepada kami. Demikian pula kepada adik-adik yang telah memberikan semangat kebersamaan. Rasa terima kasih terutama disampaikan kepada istri tercinta, Merry Maryati, yang selama saya berkarier dalam penelitian telah banyak memberikan pengorbanan, inspirasi dan dorongan. Tak luput, terima kasih dan salam sayang disampaikan kepada anakanak: Gelly Merdianto, S.Kom., Riza Andianto, ST. dan Miko Yulianto, S.Kom. yang menjadi sumber penyemangat dalam tugas. Akhir kata, saya mohon maaf atas berbagai kekurangan dan kekhilafan dalam tutur kata yang tidak disengaja atau tidak berkenan di hati Bapak dan Ibu hadirin yangberbahagia. Wabillahi taufik walhidayah, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
25
DAFTAR PUSTAKA 1. Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Jakarta; 2013. 2. St at ist i k Ke me nt e r ia n Kehut a n a n. Ke me nt e r ia n Kehutanan. Jakarta; 2014. 3. Santoso, E. Hubungan antara Intensitas Perkembangan Mikoriza dengan Pertumbuhan Bibit Dipterocarpacea. Buletin Penelitian Hutan. 1989; No 516: 7-34. 4. Santoso, E., M. Turjaman dan R.S.B. Irianto. Aplikasi Mikoriza untuk Meningkatkan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi. Dalam Prosiding Konser vasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan . Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. 2006 ; Bogor. 5. Santoso, E. Pengaruh Mikoriza terhadap Diameter Batang dan Bobot Kering Anakan Dipetrocarpacea. Buletin Penelitian Hutan. 1988; No 504:11-21. 6. Santoso, E. Pengaruh Beberapa Fungi Mikoriza terhadap Penyerapan Unsur Hara pada Lima Jenis Dipterocarpacea. Buletin Penelitian Hutan. 1991; No 532:11- 18. 7. Santoso, E. A.W. Gunawan dan M. Turjaman. Kolonisasi Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Bibit Tanaman Penghasil Gaharu Aquilaria microcarpa Baill. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2007; Vol. 4, No 5 : 12-19. 8. Subiakto, A. Kajian Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Gaharu. dalam Rekam Jejak Gaharu Inokulasi. ed 2. Bogor FORDA Press; 2014. 26
9. Siran, S.A. Gaharu Bioinduksi: Komoditi Elit Masa Depan Sektor Kehutanan dalam Rekam Jejak Gaharu Inokulasi. ed 2. Bogor FORDA Press; 2014. 10. Santoso. E. A. Hidayat, Badiah, W. Wardani, P. Rahayu, D. T. Rosit dan M. Turjaman. 2014. Pengelolaan Budidaya Pohon Penghasil Gaharu di Indonesia. Jakarta; Ditjen PHKA; 2014. 11. Rahayu, G. Status Penelitian dan Pengembangan Gaharu di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Gaharu I, IPB. 2009; Bogor. 12. Santoso, E., M. Turjaman dan S.A. Siran. Tek nik Budidaya dan Rekayasa Produksi Gahr u. Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025. Badan Litbang Kehutanan. 2010; Bogor. 13. Susmianto, A., dan E. Santoso. Ketika Gaharu Menjadi Booming. Dalam Rekam Jejak Gaharu Inokulasi. ed 2. Bogor: FORDA Press. 2014; 3-14. 14. Santoso, E. Teknologi Bioinduksi Gaharu. dalam Rekam Jejak Gaharu Inokulasi Teknologi. Bogor: Forda Press; 2013: 33-66 15. Sitepu, I.R., E. Santoso, S.A. Siran dan M. Turjaman. Fragrant Wood Gaharu: When The Wild Can No Longer Provide. ITTO PD425/06 Rev.1 (I) Production and Utilization Technology for Sustainable Development of Eaglewood (Gaharu) in Indonesia. Bogor: ITTO; 2011. 16. Sitepu, I.R., Y. Hashidoko, Aryanto, M. Turjaman, S. Taharu, S.S. Miftahuliyah, and E. Santoso. Sintesis on Functioned Bacterial of Indonesian Tropical Forest Plant for Biorehabilitation of Degraded Lands. J. For. Res. 2008; 5 (1) : 21-36. 27
17. S a nt o s o , E ., M . Tu r ja m a n d a n T.W. Yuwati. P rospek Apl i k a si Tek nolog i M i k roba Si mbiot i k untuk Mempercepat Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi. Dalam Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam. 2005; Bogor. 18. Turjaman, M. dan E. Santoso. Efektivitas Tablet, Kapsul dan Suspensi spora Pisolithus arrhizus Cendawan Ektomikoriza pada Semai Eucalyptus pellita. Buletin Penelitian Hutan. 2001 No 629: 17-26. 19. Santoso, E. Hubungan Intensitas Cahaya terhadap Perkembangan Mikoriza pada Anakan Shorea spp. Buletin Penelitian Hutan. 1991; No 535: 1-10. 20. Darwo, Y.S. dan E. Santoso. Aplikasi Endomikoriza, Pupuk Kompos dan Asam Humat dalam Meningkatkan Pertumbuhan Khaya Anthoteca DX. Pada Lahan Pasca Penambangan Batu Gamping di Cileungsi Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2006; 3(2): 195207. 21. Turjaman, M., E. Santoso, I.R. Sitepu, K. Tawaraya, E. Purnomo, R. Tambunan dan M. Osaki. Mycorrhizal Fungi Increased Early Growth of Tropical Tree Seedling in Adverse Soil, Journal of Forestry Research. 2009; 6(1): 1-84. 22. Widyati, E., I. Mansur, C. Sukmana, I. Anas dan E. Santoso. Pemanfaatan Sludge Industry Kertas sebagai Agen Pembenah Tanah pada Lahan Bekas Tambang Batubara. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2005; 2(2): 127-134.
28
23. Tu r jaman, M., E. Santoso, Y. Tamai, M. Osak i and K. Tawaraya. Effect of Arbuscular Mycor rizal ColonizatioNon Early Growth and Nutrient Content of Two Peat Swamp Forest Tree Species Seedlings. Journal of Forestry Research. 2006; 3(1): 19-30. 24. Pratiwi, E. Santoso, A. Subiakto dan M. Turjaman. Beberapa Informasi Teknologi Terapan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi. Dalam Bunga Rampai Konser vasi Tanah dan Air. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta. 2007; 1-13. 25. Santoso, E., R.S.B. Irianto dan M. Turjaman. Aplication of Vesicular Arbuscular Mychor rhizal to Promote Khaya ivorensis Seedling Growth. Buletin Penelitian Hutan. 2003; No 636:27-31. 26. Irianto, R.S.B. The effect of Arbuscular Mycorrhizal Fungi and Slow release fertilizer on the growth of Alstonia scholaris seedlings in the nursery. J. For. Res. 2009; 6 (2) : 139- 147. 27. Irianto, R.S.B. and E. Santoso. Effect of Arbuscular Mychirriza Fungi Inoculation on Teak (Tectona grandis Linn.) at Cikampek, West Java. Journal of Forestry Research. 2005; 2(2):69-74. 28. Turjaman, M. I.R. Sitepu, R.S.B.Irianto, S. Santoso, Aryanto, A. Yani, Najmullah dan E. Santoso. Penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Empat Jenis Aquilaria. Info Hutan. 2010; Vol. 7(2):165-173. 29. Santoso, E. Hubungan antara Intensitas Perkembangan Mikoriza dengan Pertumbuhan Bibit Dipterocarpacea. Buletin Penelitian Hutan. 1995; No 571:27-34. 29
30. Turjaman, M., Y. Tamai, I.R. Sitepu, E. Santoso, M. Osaki dan K. Tawaraya. Improvement of Early Growth Of Two Tropical Peat-Swamp Forest Tree Species Ploiarium alternifolium and Calophyllum hosei by Two Arbuscular Mycorrhizal Fungi Under Greenhouse Conditions, New Forest International Journal on Biology, Biotechnology and Management of Afforestation and Reforestation. 2008 ;Vol.36:23-39. 31. Pratiwi, E. Santoso dan Maman Turjaman. Karakteristik Habitat Pohon Penghasil Gahar u di Beberapa Hutan Tanaman di Jawa Barat. Info Hutan. 2010; Vol.7(2): 129-139. 32. Turjaman, M., Y. Tamai, H. Segah, S.H. Limin, J.Y. Cha, M. Osaki, and K. Tawaraya. Inoculation with the ectomycorrizal fungi Pisolithus arhizus and Scleroderma sp. improve early growth of Shorea pinanga nursery seedlings. New Forest. 2005; 30:67-73. 33. Turjaman. M. dan E . Santoso. Efektivitas tablet, kapsul, dan suspense spora Pisolitus arhizus cendawan ektomikoriza pada semai Eucalyptus pellita. Bul. Pen. Hutan. 2001; 629:17-30. 34. Turjaman, M., R.S.B. Irianto, E. Santoso. Tek nik Inokulasi dan Produksi massal Cendawan Ektomikoriza. Info Hutan. 2002; No 152. 35. Novriyanti, E., E. Santoso, I.R.Sitepu dan M. Turjaman. Kajian Kimia Gaharu Hasil inokulasi Fusarium sp. pada Aquilaria microcarpa. Info Hutan. 2010; Vol. 7(2): 175- 188. 36. Yunita, L. Efektivitas Acremonium dan Metil Jasmonat dalam Peningkatan untuk Gahar u asal Aquilaria microcarpa. Thesis: FMIPA IPB. 2009; 16pp. 30
37. Rahayu, G., E. Santoso dan E. Wulandari. Efektivitas dan Interaksi antara Acremonium sp. dan Fusarium sp. dalam Pembentukan Gubal Gahar u pada Aquilaria microcarpa Baill. Info Hutan. 2010; Vol. 7(2): 155-164. 38. Santoso, E., R.S.B. Irianto, M. Turjaman, I.R. Sitepu, S. Santosa, Najmulah, A. Yani dan Aryanto. Teknologi Induksi Pohon Penghasil Gaharu. Info Hutan. 2010; Vol. 7(2), Hal.: 107-228. 39. Santoso, E. Teknologi Bioinduksi Jamur Pembentuk Gaharu, Bagian Dari Buku Rekam Jejak Gaharu Inokulasi Teknologi Badan Litbang Kehutanan. Forda Press. 2013. 40. Agustini, L., D. Wahyuno dan E. Santoso. Keanekaragaman Jenis Jamur yang Potensial. Dalam Pembentukan Gaharu dari Batang Aquilaria spp. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2006; Vol. 3, No 5; 555-564. 41. Novriyanti, E. dan E. Santoso. The Role of Phenolics in Agar Wood Formation of Aquilaria crassna Piere ex Lecomte and Aquilaria microcarpa Baill Trees, Journal of Forestry Research. 2011; 8(2): 91-171. 42. Santoso, E. Valuasi Tek nologi Gaharu Budidaya, Bismark, M, M. Turjaman dan P. Setio, eds. PP 167. Forda Press. Bogor. 2015. 43. Santoso, E. Teknik Produksi Gaharu dengan Induksi Fungi Pembent u k Gahar u. Prosiding Kehutanan Mendukung Pembangunan Regional. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi, Bogor. 2007. 44. Irianto, R.S.B., E. Santoso, M. Turjaman. Hama pada Tanaman Penghasil Gaharu. Dalam Pengembangan 31
Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Bogor, Puskonser. 2010; 151-156. 45. Santoso, E., L. Agustini., Irnayuli R.S. dan M. Turjaman. Efektifitas Pembentukan Gaharu dan Komposisi Senyawa Resin Gaharu pada Aquilaria spp. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2007; 4(6): 543-560. 46. Siburian, R.H.S. Proses Pembentukan Gahar u A. microcarpa. Rekam Jejak Gaharu Inokulasi. FORDA Press. 2014; (ed.2): 123-134. 47. Rahmanto, B. dan E. Suryanto. Pengenalan Jenis Pohon penghasil Gaharu. Rekam Jejak Gaharu Inokulasi. FORDA Press. 2014; (ed.2): 69-72. 48. Suharti, S. Perhitungan Biaya Inokulasi Gaharu. Dalam Rekam Jejak Gaharu Inokulasi Teknologi Badan Litbang Kehutanan. FORDA Press.2014;(ed.2): 249-273. 49. Mucharromah. Pengembangan Gaharu di Bengkulu. Dalam Rekam jejak Gaharu Inokulasi. FORDA Press. 2014; (ed.2): 275-295. 50. Suharti, S. Peluang Bisnis Gaharu Bersama Masyarakat. Dalam Rekam Jejak Gaharu Inokulasi Badan Litbang Kehutanan. FORDA Press. 2014; (ed.2): 227-247. 51. Siran, S.A. Perkembangan Pemanfaatan Gaharu. dalam Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu, Puskonser. 2011; 1-29. 52. Susilo, A., T. Kalima, dan E. Santoso. Status Taksonomi dan Populasi jenis-jenis Aquilaria dan Gyrinops. International Tropical Timber Organization (ITTO)CITES, Indonesia. 2014. 32
53. Suharti, S. Prospek Pengusahaan Gaharu Melalui Pola Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Info Hutan. 2010; VII (2): 141-154. 54. Subiakto, A. Budidaya Gaharu dengan Silvikultur Intensif. Rekam Jejak Gaharu Inokulasi. FORDA Press. 2014; (ed.2): 79-88. 55. Sumarna. Y. Pengaruh Kondisi Kemasan Benih dan Jenis Media Terhadap Pertumbuhan Semai Tanaman penghasil gaharu Jenis karas (Aquilaria malaccensis). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2008; 5(2): 129- 135. 56. Sumarna, Y. Pengaruh Jenis media dan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Pohon Pengasil Gaharu jenis Karas (A. malaccensis). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2008 ; 5(2): 193-199. 57. Novriyanti, E. dan E. Santoso. The Role of Phenolics in Agarwood Formation of Aquilaria cressna Pierre ex Lecomte and Aquilaria microcarpa Baill. Trees. Journal of Forestry Research. 2011; 8(2): 101-113. 58. Sitepu, I. R. dan E. Santoso. Seleksi Bakteri Penambat Nitrogen Asal Hutan Tanaman Acacia dan Lahan Bekas Tambang. Buletin Penelitian Hutan. 2003; No 636: 11-26 59. Siburian, H.S.R., U.J. Siregar, I.Z. Siregar, E. Santoso dan I. Wahyudi. Identification of Anatomical Characteristics of Aquilaria microcarpa in ITS Interaction with Fusarium solani Biotropical the Southeast Asian Journal of Tropical Biology. 2013; 20(2): 104-111.
33
60. Karlinasari, L, N. Indahjuan, N T. Kudumo, E. Santoso, M. Turjaman and D. Nandika. Sonic and Ultrasonic Waves in Agarwood Trees (Aquilaria microcarpa) Inoculated with Fusarium solani; J. Trop.For.Sci. 2015; 27 (3) 51-356. 61. Turjaman, M., E. Santoso and K. Tawaraya. Arbuscular Mycorrhizal Fungi Increased Plant Growth and Nutrient Concentrations of Milkwood Tropical Tree Species Alstonia scholaris Under Greenhouse. Journal of Forestry Research. 2007; 4(2): 61-72. 62. Burfield, T. Agarwood chemistry. www.corpwatch.org. 63. Mucharromah. 2011. Pengembangan Gaharu di Sumatera. Dalam S.A. Siran dan M. Turjaman editor; Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu. Puskonser. 2005; 35-52. 64. Setyawati, T. Potensi dan Kondisi Regenerasi Alam Gaharu (A. malaccencis) di Provinsi Lampung dan Bengkulu, Sumatera. Dalam S.A. Siran dan M. Turjaman editor; Pengembangan Teknologi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Bogor Puskonser 2011; 213236. 65. Subiakto, A., E. Santoso dan M. Turjaman. Uji Produksi Bibit Tanaman Gaharu secara Generatif dan Vegetatif. Dalam S.A. Siran dan M. Turjaman editor; Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Bogor Puskonser 2010; 115-122. 66. Subiakto, A., E. Santoso dan M. Turjaman. Uji Produksi Bibit Tanaman Penghasil Gaharu secara Generatif dan Vegetatif, Info Hutan. 2010; VII(2): 107-228.
34
67. Yelnititis. Perbanyakan Tunas Gyrinops verstegii (Gilg.) Pomke. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 2014; 8(2): 108120. 68. Sitepu. I.R., Y. Hashidoko, E. Santoso and Satoshi. Growth Promoting Properties of Bacterial Isolated from Dipterocarp Plants of Acid Low Land Tropical Real Forest in Central Kalimantan, Indonesia. J. For. Res. 2009; 6(2) : 96-118. 69. Turjaman, M. Industri Hulu-Hilir Gaharu. dalam Rekam Jejak Gaharu Inokulasi. FORDA Press. 2014; ed.2: 185215. 70. Turjaman, M., I.R. Sitepu, R.S.B. Irianto dan E. Santoso. Aplikasi Tek nologi Biorehabilitasi Fungsi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Mempercepat Keberhasilan Revegetasi di Lahan Bekas Tambang. Prosiding IPTEK untuk Kesejahteraan Masyarakat Belitung. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. 2009. 71. Turjaman, M. dan E. Santoso. Status Kemajuan Riset Budidaya dan Teknologi Inokulasi Gaharu di Asia. dalam Prosiding Seminar Nasional Peranan Hasil Litbang Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi, Bogor. 2012. 72. Suharti, S., Pratiwi, E. Santoso and M. Turjaman. Feasibility Study of Business in Agarwood Inoculation at Different Stem Diameters and Inoculation Periods. Journal of Forestry Research. 2011; 8(2): 114-129.
35
usaha, seperti masyarakat yang mengembangkan kebun bibit tanaman hutan dapat meningkatkan pendapatannya8. Secara umum, alur pikir yang disampaikan dalam pemanfaatan fungi adalah melalui (i) pengembangan teknologi LAMPIRAN pemanfaatan fungi simbiosis khususnya mikoriza dan (ii) fungi patogen pembentuk gaharu (Fusarium sp.), yang dapat dilihat Lampiran 1. Hubungan simbiosis pada diagram berikut pemanfaatan (Gambar 1).fungi Agar pohon dan inang menghasilkan patogen gaharu, dalam maka pohon harus diinokulasi teknologi budidaya pohondengan fungi patogen yang sudah terseleksi dan diproses dalam bentuk gaharu isolat, dengan inang cara pohon dibor. Eksplorasi & identifikasi Fungi simbiosis dan F ungi patogen
Eksplorasi & identifikasi pohon dan b ibit inang
Ekosistem hutan alam
Fungi Mikoriza d an Fungi Patogen
Potensi pohon gaharu alam
Pohon inang pembentukan
Teknologi budidaya pohon inang dan gaharu budidaya
Teknologi dan aplikasi Endomikoriza dan Ektomikoriza
Pelestarian gaharu alam
Teknologi Isolat Fusarium dan Inokulasi
Gaharu budidaya
Sumber ekonomi
Lampiran 2. Tabel Keanekargaman karakter galur Fusarium spp. yang efektif pembentuk gaharu
Gambar 1. Hubungan pemanfaatan fungi simbiosis dan patogen dalam teknologi pemanfaatannya dalam budidaya pohon inang gaharu untuk mendukung 39 ekonomi kreatif.
4
Karakter Morfologi
No
Galur
Warna koloni di PDA
Makronidia
Mikronidia
KelimJumlah Konidiotor Septa pahan Putih, krem, 5 Simpel Sedikit coklat muda
Bentuk
1
Ga-9 (Jambi)
2
Ga-10 (Padang)
Putih
3
Bercabang Banyak
Elips bersekat
3
Ga-11 (Gorontalo)
Putih kecoklatan
4
Bercabang Banyak
Elips
4
Ga-17 (Kaliman-tan Barat)
Putih krem
5
Bercabang Sedikit
Elips
36
Elips bersekat
dan warna pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Warna juga menunjukkan tampilan yang bervariasi yaitu putih, kuning muda, coklat muda, ungu, merah muda dan krem. Perbedaan lain dapat dilihat berdasarkan jumlah septa makrokonidia (2-7 septa) dengan bentuk konidiofor simpel sampai bercabang, serta bentuk bidang elips, oval dan murni lonjong (Gambar Penemuan Lampiran 3. Gambar Biakan pada media 2). PDA (A) jenis dan strain solani telah dikembangkan menjadi isolat danF. morfologi miselium empat strain Fusarium fungi yang digunakan untuk pembentuk menginfeksigaharu pohon (B) inang gaharu. solani efektif
A
Ga-‐9
B
Ga-‐9
Lampiran 4. Gambar Pohon penghasil gaharu yang telah Gambar 2. Biakan murni pada media PDA (A) dan morfologi diinokulasi dan proses pembentukan resin miselium empat strain Fusarium solani efektif pembentuk gaharu dalam jaringan pembentuk gaharu (B)
Pengembangan strain Fusarium sebagai isolat pembentuk gaharu budidaya [dari 21 strain yang diujicobakan] mendapatkan empat strain yang efektif dalam menginduksi pohon A microcarpa, yaitu isolat strain Jambi (Ga-9), Padang 8 | FUNGI HUTAN POTENSIAL Batang pohon penghasil gaharu yang diinokulasi melalui pelubangan dengan bor
Miselium fungi pembentuk gaharu yang terinfeksi dalam jaringan kayu
Kandungan resin pembentu gaharu dalam jaringan kayu
37
Lampiran 5. Gambar Biologi Aquilaria malaccensis Lamk.
38
DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH A. Buku 1.
Santoso. E. 2015. Valuasi Teknologi Gaharu budidaya. FORDA Press.
B. Bagian dari Buku 2.
Pratiwi, E. Santoso, A. Subiakto dan M. Turjaman. Beberapa Informasi Teknologi Terapan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi. Dalam Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air. Puskonser. Bogor. 2007.
3.
Subiakto, A., E. Santoso dan M. Turjaman. Uji Produksi Bibit Tanaman Gaharu secara Generatif dan Vegetatif. Dalam Siran S.A. dan M. Turjaman, editor, Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Bogor; Puskonser. 2010.
4.
Turjaman, M., I.R. Sitepu, R.S.B. Irianto, S. Santosa, Aryanto, A. Yani, Najmullah dan E. Santoso. Penggunaan Fungi Arbuskula pada Empat Jenis Aquilaria. Dalam Siran S.A. dan M. Turjaman, editor, Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Bogor, Puskonser. 2010.
5.
Irianto, R.S.B., E. Santoso, M. Turjaman. Hama pada Tanaman Penghasil Gaharu. Dalam Siran S.A. dan M. Turjaman, editor, Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Bogor, Puskonser. 2010.
6.
Susmianto, A. dan E. Santoso. Ketika gaharu menjadi “Booming”. Dalam Rekam Jejak Gaharu Inokulasi. Bogor, Foda Press. 2013. 39
7.
Santoso, E. Teknologi Bioinduksi Jamur Pembentuk Gaharu. Dalam Buku Rekam Jejak Gaharu Inokulasi. Bogor, Forda Press. 2013.
8.
Santoso, E. Teknologi Bioinduksi Gaharu. Dalam Rekam Jejak Gaharu Inokulasi. Bogor, Forda Press. 2013.
C. Jurnal Internasional 9.
Barry K.M, R.S.B. Irianto, E. Santoso, M. Turjaman, E. Widyati, C. L. Mohammed. Incidence of heartrot in harvest-age Acacia mangium in Indonesia, using a rapid survey method. Forest Ecology and Management. 2004; 190: 273-280.
10. Sitepu I. R, Aryanto, N. Ogita, M. Osaki, E. Santoso, S. Tahara, dan Y. Hasidoko. Screening of rhizobacteria from dipterocarp seedling and saplings for the promotion of early growth of Shorea selanica. Tropical the japan society of tropical ecology. 2007; 16(3) : 195-205. 11. Turjaman, M., Y. Tamai, I.R. Sitepu, E. Santoso, M. Osaki dan K. Tawaraya. Improvement of Early Growth Of Two Tropical Peat-Swamp Forest Tree Species Ploiarium Alternifolium and Calophyllum Hosei by Two Arbuscular Mycorrhizal Fungi Under Greenhouse Conditions. New Forest International Journal. 2008; 36(1) : 115-120. 12. Turjaman, M., E. Santoso, A. Susanto, S. Gaman, S.H. Limin, Y. Tamai, M. Osaki, dan K. Tawaraya. Ectomycorrhizal Fungi Promote Growth of Shorea balarengan in Degraded Peat Swamp Forest. Wetland Ecology and Management. 2011; 19(4): 165-172.
40
13. Agustini, L., L. Efiyanti, S.A. Faulina dan E. Santoso. Isolation and Characterization of Cellulase and Xylanase-Producing Microbes Isolated from Tropical Forest in Java and Sumatra. International Journal of Enviroment and Bioenergy. 2012; 3(3) : 107-112. 14. Siburian, H.S. Rima, U.J. Siregar, I. Z. Siregar, E. Santoso dan I. Wahyudi. Identification of Anatomical Characteristics of Aquilaria microcarpa in ITS Interaction with Fusarium solani Biotropical the Southeast Asian Journal of Tropical Biology. 2013; 20(2):104-111. 15. Alamsyah, F, E. Farda HUsin, E. Santoso, D. Prima Putra and Syamsuardi. Effects of Indigenous FagaceaeInhabitting Ectomycorrhizal Fungi Schleroderma spp., on Growth of Lithocarpus urceolaris Seedling in Greenhouse Studies. Pakistan Journal of Biol. Sci. 2015; 10 (3): 135-140. 16. Karlinasari, L, N. Indahjuan, N T. Kudumo, E. Santoso, M. Turjaman and D. Nandika. Sonic and Ultrasonic Waves in Agarwood Trees (Aquilaria microcarpa) Inoculated with Fusarium solani ; J. Trop.For.Sci. 2015; 27 (3): 51-356. D. Jurnal Nasional 17. Suharti, M., C. Anwar dan E. Santoso. Penyakit Layu pada Tusam (Pinus merkusii Jung et de Vriese) di Daerah Aek Nauli, Sumatera Utara. Laporan Lembaga Penelitian Hutan. 1981; No 376 : 5-11 18. Suharti, M. dan E. Santoso. Percobaan Pengendalian Penyakit Karat pada Anakan Acacia auriculiformis 41
A.Cunn. dengan Fungisida Terraclor Super X dan Orthocide 50 WP. Laporan Lembaga Penelitian Hutan. 1984; No 437 : 7-14 19. Santoso, E. dan M. Suharti. Studi Morfologis dan Anatomis Cendawan Karat yang Menyerang Tanaman Acacia auriculiformis A.Cunn. Laporan Lembaga Penelitian Hutan. 1984; 441 : 11-17. 20. Santoso, E. dan A. S. Mukhtar. Komposisi dan Nilai Biologi Tumbuhan Bawah pada Kompleks Hutan Pinus Merkusii Galur Tapanuli di Cagar Alam Dolok Sibualibuali, Sumatera Utara. Buletin Penelitian Hutan. 1985; No 466:46-55 : 9-16. 21. Suharti, M. dan E. Santoso. Kemungkinan Penggunaan Daun Mikania sebagai Pupuk Hijau. Buletin Penelitian Hutan. 1985; No 467:1-11. 22. Suharti, M. dan E. Santoso. Pengaruh Foxtail terhadap Kualitas Runjung dan Benih Pinus merkusii. Buletin Penelitian Hutan. 1986; No 477:7-14. 23. Santoso, E. Hubungan antara Panjang dan Kedalaman Akar Anakan Dipetrocarpaceae dengan Kelas Penularan Jamur Mikoriza di Hutan Lindung Bukit Suligi, Propinsi Riau, Sumatera. Buletin Penelitian Hutan. 1987; No 488:18-27. 24. Santoso, E. Pengaruh Ekstrak Alang-alang (Imperata cylindrical (L) Beauv terhadap Perkecambahan Pinus merkusii dan Acacia auriculiformis. Buletin Penelitian Hutan. 1987; No 490 :1-12.
42
25. Mukhtar, A. S. dan E. Santoso. Beberapa Aspek Ekologi Pinus merkusii Galur Kerinci di Cagar Alam Bukit Tapan, Kerinci, Jambi. Buletin Penelitian Hutan. 1987; No 489:819. 26. Suharti, M., E. Santoso dan M. Nazif. Sebaran Anakan Acacia Arabica Willd. di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Buletin Penelitian Hutan. 1987; No 490:24-32. 27. Suharti, M. dan E. Santoso. Hubungan antar Faktor Ketinggian Tempat, Curah Hujan, Umur Tanaman dan Intensitas Fox-Tail pada Tegakan Pinus merkusii di Jawa. Buletin Penelitian Hutan. 1988; No 494:21-30. 28. Santoso, E. Pengaruh Mikoriza terhadap Diameter Batang dan Bobot Kering Anakan Dipetrocarpacea. Buletin Penelitian Hutan. 1988; No 504:11-21. 29. S u h a r t i , M. dan E. S a n t o s o . A n a l i s a B i a y a Pengendalian Acacia arabica di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Buletin Penelitian Hutan. 1989; No 505:1-8. 30. Suharti, M. dan E. Santoso. Penyakit Kanker Batang pada Eucalyptus urophylla di Areal Hutan PT. Arara Abadi Perawang, Riau. Buletin Penelitian Hutan. 1989; No 509:37-45. 31. Santoso, E., S. Hadi, R. Soeseno dan O. Koswara. Akumulasi Unsur Mikro oleh Lima Jenis Dipterocarpacea yang diinokulasi dengan beberapa fungi mikoriza. Buletin Penelitian Hutan. 1989; No 514:11-17. 32. S a n t o s o , E . H u b u n g a n a n t a r a I n t e n s i t a s Perkembangan Mikoriza dengan Pertumbuhan Bibit 43
Dipterocarpacea. Buletin Penelitian Hutan. 1989; No 516:27-34. 33. Santoso, E. dan M. Suharti. Prospek Pemberantasan Penyakit Bakteri dengan Menggunakan Antibiotika. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 1989; Vol. V(2):24-26. 34. Suharti, M. dan E. Santoso. Pertahanan Biokemis Tumbuhan dalam Usaha Pertahanan terhadap Infeksi Pathogen. Jurnal Litbang Kehutanan. 1990; Vol. VI(2):1316. 35. Santoso, E. Pengaruh Beberapa Fungi Mikoriza terhadap Penyerapan Unsur Hara pada Lima Jenis Dipterocarpacea. Buletin Penelitian Hutan. 1991; No 532:11-18. 36. Santoso, E. Hubungan Intensitas Cahaya terhadap Perkembangan Mikoriza pada Anakan Shorea spp. Buletin Penelitian Hutan. 1991; No 535:1-10. 37. Suharti, M., E. Santoso dan A. Wibowo. Sebaran, Tingkat Serangan dan Teknik Pengendalian Penyakit Bercak Daun pada Eucalyptus spp. Buletin Penelitian Hutan. 1991; No 545:29-43. 38. Santoso, E. Peranan Mikoriza dalam Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Jurnal Litbang Kehutanan. 1992; Vol. VII(1):9-14 39. Suharti, M. dan E. Santoso. Penyakit Kanker Batang pada Eucalyptus urophylla di Areal Hutan PT. Arara Abadi Perawang, Riau. Buletin Penelitian Hutan. 1995; No 571:37-45. 44
40. S a n t o s o , E . H u b u n g a n a n t a r a I n t e n s i t a s Perkembangan Mikoriza dengan Pertumbuhan Bibit Dipterocarpacea. Buletin Penelitian Hutan. 1995; No 571:27-34. 41. Santoso, E., S. Hadi, R. Soeseno dan O. Koswara. Akumulasi Unsur Mikro oleh Lima Jenis Dipterocarpacea yang diinokulasi dengan Beberapa Fungi Mikoriza. Buletin Penelitian Hutan. 1995; No 593:11-17. 42. Bismark, M., E. Santoso, D. Mulyadi dan Rahardyan N.A. Analisis Mutu Lingkungan Vegetasi di Hutan Bekas Tebangan Kawasan Hak Pengusahaan Hutan. Studi kasus di areal HPH PT. Hayam Wuruk, Mamuju, Sulawesi Selatan. Buletin Penelitian Kehutanan. 1997; 2(4):48-59. 43. Turjaman, M. dan E. Santoso. Efetivitas Tablet, Kapsul dan Suspensi spora Pisolithus arrhizus Cendawan Ektomikoriza pada Semai Eucalyptus pellita. Buletin Penelitian Hutan. 2001; No 629:17-26. 44. Anggraeni, I. dan E. Santoso. Penyakit Karat Puru pada Sengon (Paraserianthes falcataria) di Pulau Seram. Buletin Penelitian Hutan. 2003; No 636:1-9. 45. Sitepu, I. R. dan E. Santoso. Seleksi Bakteri Penambat Nitrogen Asal Hutan Tanaman Acacia dan Lahan Bekas Tambang. Buletin Penelitian Hutan. 2003; No 636:11-26 46. Santoso, E., R.S.B. Irianto dan M. Turjaman. Aplication of Vesicular Arbuscular Mychorrhizal to Promote Khaya ivorensis Seedling Growth. Buletin Penelitian Hutan. 2003; No 636:27-31.
45
47. Santoso, E. dan M. Turjaman. Tipe-tipe Struktur ektomikoriza Shorea selanica, S.stenoptera, S.pinanga and S.palembanica (Dipterocarpacea) di Hutan Penelitian Haurbentes, Jawa Barat. Buletin Penelitian Hutan. 2003; No 636:33-37. 48. Santoso, E., Y.I.Nurfarida dan I.R.Sitepu. Penyakit Karat pada Acacia mangium Willd. Buletin Penelitian Hutan. 2003; No 636:39-48. 49. Anggraeni, I., dan E. Santoso. Identifikasi dan Patogenitas Penyakit Akar Pala Acacia mangium Wild. Buletin. Buletin Penelitian Hutan. 2004; 5-11. 50. Widya, E., I. Mansur, C. Sukmana, I. Anas dan E. Santoso. Pemanfaatan Sludge Industry Kertas sebagai Agen Pembenah Tanah pada Lahan Bekas Tambang Batubara. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2005; Vol. 2(2):127-134. 51. Widyawati, E., I. Mansur, C. Kusmana, I. Anas dan E. Santoso. Keanekaragaman hayati dan efektivitas cendawan mikoriza arbuskula (CMA) pada tambang batubara. Jurnal penelitian hutan dan Konservasi Alam. 2005; vol.2, No 3 : 65-72. 52. Irianto, R.S.B. and E. Santoso. Effect of Arbuscular Mychirriza Fungi Inoculation on Teak (Tectona grandis Linn.) at Cikampek, West Java. Journal of Forestry Research. 2005; Vol. 2(2). 2005:69-74. 53. Turjaman, M., E. Santoso, Y. Tamai, M. Osaki and K. Tawaraya. Effect of Arbuscular Mycorrizal ColonizatioNon Early Growth and Nutrient Content of 46
Two Peat Swamp Forest Tree Species Seedlings. Journal of Forestry Research. 2006; Vol. 3(1), 2006:19-30. 54. Turjaman, M., E. Santoso, dan Y. Sumarna. Arbuscular Mycorhizal Fungi increased early growth of gaharu wood of Aquilaria, of Aquilaria malaccensis and crassna under green house condition. Mycorrhiza. 2006; 16: 459-464. 55. Darwo, Y.S. dan E. Santoso. Aplikasi Endomikoriza, Pupuk Kompos dan Asam Humat dalam Meningkatkan Pertumbuhan Khaya Anthoteca DX. Pada Lahan Pasca Penambangan Batu Gamping di Cileungsi Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2006; 3(2) : 4553. 56. A g u s t i n i , L . , D. Wahyuno d a n E. S a n t o s o . Keanekaragaman Jenis Jamur yang Potensial dalam Pembentukan Gaharu dari Batang Aquilaria spp.. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2006; 3(5): 36-43. 57. Santoso, E., L. Agustini., Irnayuli R.S. dan M. Turjaman. Efektifitas Pembentukan Gaharu dan Komposisi Senyawa Resin Gaharu pada Aquilaria spp. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2007; 4, (6): 72-81. 58. Santoso, E., A.W. Gunawan dan M. Turjaman. Kolonisasi Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Bibit Tanaman Penghasil Gaharu Aquilaria microcarpa Baill. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2007; 4, (5) : 65-71. 59. Pudjiharta, A., E. Santoso dan M. Turjaman. Reklamasi Lahan Terdegradasi dengan Revegetasi pada Bekas Tambang Bahan Baku Semen. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2007; 4 (3) : 56-62. 47
60. Sitepu, I. R., E. Santoso, M. Turjaman, R.S.B. Irianto, Najmulah dan Aryanto. Penggunaan Jamur Pelapuk untuk Mendegradasi Kayu Hasil Ilegal Logging di Kawasan Taman Nasional. Sebangau Wana Tropika. Puskonser. 2007; Vol. 2, No 2. 61. Turjaman, M., E. Santoso and K. Tawaraya. Arbuscular Mycorrhizal Fungi Increased Plant Growth and Nutrient Concentrations of Milkwood Tropical Tree Species Alstonia scholaris Under Greenhouse. Journal of Forestry Research. 2007; 4(2),:61-72. 62. Komaryati, S. dan E. Santoso. Pemanfaatan Limbah Padat Industri Pulp dan Kertas Sebagai Pupuk Organik Pada Tumbuhan Anakan Shorea mesisopterik, Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 2009; Vol.27, No 1 Hal. 1-95. 63. Komaryati, S. dan E. Santoso. Pemanfaatan Limbah Padat Industri Pulp dan Kertas Sebagai “Carrier” Ektomikoriza, Buletin Hasil Hutan. 2009; 15, (2) : 63150. 64. Turjaman, M., E. Santoso, I.R. Sitepu, K. Tawaraya, E. Purnomo, R. Tambunan dan M. Osaki. Mycorrhizal Fungi Increased Early Growth of Tropical Tree Seedling in Adverse Soil, Journal of Forestry Research. 2009; 6(1): 1-84. 65. Subiakto, A., E. Santoso dan M. Turjaman. Uji Produksi Bibit Tanaman Penghasil Gaharu secara Generatif dan Vegetatif, Info Hutan. 2010; VII, No 2, :107-228. 66. P r a t i w i , E. S a n t o s o d a n M a m a n Tu r j a m a n . Karakteristik Habitat Pohon Penghasil Gaharu di 48
Beberapa Hutan Tanaman di Jawa Barat. Info Hutan. 2010; VII (2) :129-139. 67. Rahayu, G., E. Santoso dan E. Wulandari. Efektivitas dan Interaksi antara Acremonium sp. dan Fusarium sp. dalam Pembentukan Gubal Gaharu pada Aquilaria microcarpa Baill. Info Hutan. 2010; VII (2) :155-164. 68. Turjaman, M., I.R. Sitepu, R.S.B.Irianto, S. Santoso, Aryanto, A. Yani, Najmullah dan E. Santoso. Penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Empat Jenis Aquilaria. Info Hutan. 2010; Vol. VII(2), 2010:165-173. 69. Novriyanti, E., E. Santoso, I.R. Sitepu dan M. Turjaman. Kajian Kimia Gaharu Hasil inokulasi Fusarium sp. pada Aquilaria microcarpa. Info Hutan. 2010; VII (2) :175-188. 70. Santoso, E., R.S.B. Irianto, M. Turjaman, I.R. Sitepu, S. Santosa, Najmulah, A. Yani dan Aryanto. Teknologi Induksi Pohon Penghasil Gaharu, Info Hutan. 2010; VII, No 2,: 107-228. 71. Novriyanti, E., dan E. Santoso. The Role of Phenolics in Agarwood Formation of Aquilaria cressna Pierre ex Lecomte and Aquilaria microcarpa Baill. Trees. Journal of Forestry Research. 2011; 8(2) :101-113. 72. Suharti, S., Pratiwi, E. Santoso and M. Turjaman. Feasibility Study of Business in Agarwood Inoculation at Different Stem Diameters and Inoculation Periods. Journal of Forestry Research. 2011; 8(2) :114-129. 73. Komaryati, S. dan E. Santoso. Arang dan Cuka Kayu: Produk HHBK untuk Stimulan Pertumbuhan
49
Mengkudu (Morinda citrifolia), Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 2011; 29, 2 : 115-119. 74. Agustini, L., R.S.B. Irianto, M. Turjaman dan E. Santoso. Isolat dan Karakterisasi Enzimatis Mikroba LigNoselulolitik di Tiga Tipe Ekosistem Taman Nasional. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2011; 8, (2) : 109-210. 75. Novriyanti, E. dan E. Santoso. The Role of Phenolics in Agar Wood Formation of Aquilaria crassna Piere ex Lecomte and Aquilaria microcarpa Baill Trees, Journal of Forestry Research. 2011; 8, (2) : 91-101. 76. Suharti, S., Pratiwi, E. Santoso dan M. Turjaman. Feasibility Study of Business in Agarwood Inoculation at Different Stem Diameters and Inoculation Periods, Journal of Forestry Research. 2011; 8, (2) : 75-82. 77. Suprapti, S., E. Santoso, Djarwanto dan M. Turjaman. Pemanfaatan Kompos Kulit Kayu Mangium untuk Media Pertumbuhan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Bibit Acacia mangium Willd. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 2012; 30, (2) : 87-99. 78. Pratiwi, E. Santoso dan M. Turjaman. Penentuan Dosis Bahan Pembenah (Ameliorant) untuk Perbaikan Tanah dari Tailing Pasir Kuarsa. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2012; 9 (2) : 101-197. 79. Santoso, E. Kajian Efektifitas Mikroba Simbiotik dalam Mendukung Pertumbuhan Covercrops pada Lahan Bekas Tambang Timah, Laporan Hasil Penelitian Tahun 2012, Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air Pendukung Pengelolaan DAS, Puskonser. 2012. 50
E. Prosiding Internasional 80. Hadi, S., S. T. Nuhamera dan E. Santoso. Lisease Problems Issociated with the Large Scale Establishment of Tumber Estates in Indonesia. The IUFRES symposium on impact of diseased and insect pest in Tropical Forest, Peachi.India. 1993; 129-138. 81. Sitepu, I.R., E. Santoso, S. Tahara, M. Turjaman, N. Osaki, dan Y. Hasuduca. Proposal approach for peatland rehabilitation using enriched bacteria inoculated seedling : case study on dipterocarps, proceedings of the international workshop on human the mantion of tropical peatland under global environmental change, Desember Bogor. 2004; 157-168. 82. Karlinasari, L., N. Indahsuary, H.T. Kusuma, E. Santoso, dan D. Nandika. Evaluation of Agarwood (Aquilaria mocrocarpa) Trees Using Ultrasonic Wave Propagation. Proceedings 18th International Nondestructive Testing and Evaluation of Wood symposium. United State Department of Agriculture Forest Service. 2013; 175-186. F. Prosiding Nasional 83. Santoso, E. Pembentukan Gaharu dengan Cara inokulasi. Makalah diskusi hasil penelitian dalam rangka menunjang pemanfaatan hutan yang lestari. Balitbanghut. Bogor. 1996. 84. Bismark, M., M. Turjaman dan E. Santoso. Model Areal Konservasi dan Pengelolaannya di Kawasan Hutan Tanaman Industry. Prosiding diskusi hasil penelitian
51
dalam menunjang pemanfaatan hutan yang lestari. Pusat Litbang dan Konservasi Alam. Bogor. 1996. 85. Bismark, M., E. Santoso, M. Turjaman dan J. Iskandar. Analisis Nilai Mutu Lingkungan Hutan Tanaman Industry (studi kasus di areal HTI PT. Sarana Agro Mandiri, Jambi). Prosiding diskusi hasil-hasil penelitian penerapan hasil Litbang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Bogor. 1997; 87-95. 86. Santoso, E. Prospek dan Permasalahan Ektomikoriza pada Tanaman Pinus dan Eucalyptus. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I: Pemanfaatan Cendawan Mikoriza sebagai Agen Bioteknologi Ramah Lingkungan dan Meningkatkan Produktivitas Lahan di Bidang Kehutanan, Perkebunan, dan Pertanian di Era Millennium Baru, Bogor. 1999; 110-116. 87. Turjaman, M., E. Mildranaya, R.S.B. Irianto, E. Santoso. Teknik Deteksi Cepat untuk Pengamatan Struktur Anatomi Ektomikoriza. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I : Pemanfaatan Cendawan Mikoriza sebagai Agen Bioteknologi Ramah Lingkungan dalam Meningkatkan Produktivitas Lahan di Bidang Kehutanan, Perkebunan, dan Pertanian di Era Millennium Baru, Bogor. 1999; 317-322. 88. Santoso, E., M. Turjaman dan T.W. Yuwati. Prospek Aplikasi Teknologi Mikroba Simbiotik untuk Mempercepat Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasai. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Palembang. 2005; 1-14. 89. Santoso, E. R.S.B. Irianto dan M. Turjaman. Prospek Aplikasi Teknologi Mikroba Simbiotik untuk Mempercepat Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi. 52
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Acacia mangium, Bogor. 2005; 73-86. 90. Santoso, E., Pratiwi, A. Subiakto, M. Turjaman dan G. Pari. Paket Teknologi Terapan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi. Prosiding Gelar Teknologi Pemanfaatan IPTEK, Purwerejo. 2007; 1-12. 91. Santoso, E. Aplikasi Mikoriza untuk Meningkatkan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian, Padang. 2007; 72-80. 92. Santoso, E. Teknik Produksi Gaharu dengan Induksi Fungi Pembentuk Gaharu. Prosiding Hasil Penelitian Litbang Kehutanan Mendukung Pembangunan Kehutanan Regional Makassar. 2007; 93-100. 93. Santoso, E. Teknik Inokulasi Gaharu. Prosiding Gelar Teknologi Hasil-hasil Penelitian : IPTEK untuk Kesejahteraan Masyarakat Belitung. Tanjung Pandan. 2009; 81-88. 94. Pratiwi, E. Santoso, A. Subiakto dan M. Turjaman. Beberapa Input Teknologi Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi dan Upaya Penerapannya, Prosiding Teknologi Hasil-Hasil Penelitian, Tanjung Pandan, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. 2009; 125139. 95. Turjaman, M., I.R. Sitepu, R.S.B. Irianto dan E. Santoso. Aplikasi Teknologi Biorehabilitasi Fungsi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Mempercepat Keberhasilan Revegetasi di Lahan Bekas Tambang. Prosiding Teknologi Hasil-Hasil Penelitian. IPTEK untuk Kesejahteraan 53
Masyarakat Belitung. Tanjung Pandan, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. 2009. 96. Turjaman, M. dan E. Santoso. Status Kemajuan Riset Budidaya dan Teknologi Inokulasi Gaharu di Asia. Prosiding Seminar Nasional Peranan Hasil Litbang Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan. Mataram. 2012; 82-93. G. Info Tehnis 97. Natawiria, Djatnika., Mieke Suharti dan E. Santoso. Teknik Pengenalan Penyakit Hutan Tanaman Industri. Informasi Teknis Penelitian Hutan. 1989; No 3. 98. Turjaman, M., R.S.B. Irianto, E. Santoso. Teknik Inokulasi dan Produksi massal Cendawan Ektomikoriza. Info Hutan. 2002; No 152. 99. Turjaman, M., R.S.B. Irianto dan E. Santoso. Mikrobiologi Hutan : Aplikasi Teknologi Ektomikoriza dalam Pembangunan Hutan Tanaman. Paket TekNologi P3H & KA. 2003; 19-34. 100. Santoso, E., M. Turjaman dan S. A. Siran. Teknik Budidaya dan Rekayasa Produksi Gaharu. 2010; 45-55. 101. Santoso, E., R.S.B Irianto, M. Turjaman dkk. Teknologi Induksi Pohon Penghasil Gaharu. Dalam Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. 2010; 81-92. 102. Sitepu, I.R., E. Santoso, S.A. Siran dan M. Turjaman. Fragrant Wood Gaharu: When The Wild Can No Longer
54
Provide. ITTO PD425/06 Rev.1 (I) Production and Utilization technology for Sustainable Development of Eaglewood (Gaharu) in Indonesia. Ministry of Forestry Indonesia, International Tropical Timber Organization. 2011; 32-43. 103. Santoso, E. Alih Teknologi Inokulasi Gaharu, Laporan Hasil Penelitian Tahun 2012, Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air Pendukung Pengelolaan DAS. 2012. 104. Santoso, E. Pemeliharaan Plot Konservasi dan Rehabilitasi Pohon Penghasil Gaharu, Laporan Hasil Penelitian Tahun 2012, Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air Pendukung Pengelolaan DAS, Puskonser. 2012. 105. Susilo, A., T. Kalima, E. Santoso. Panduan Lapangan, Pengenalan Jenis Pohon Penghasil Gaharu Aquilaria spp. di Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, International Tropical Timber Organization (ITTO). CITES Indonesia. 2014. 106. Susilo, A., T. Kalima, dan E. Santoso. Status Taksonomi dan Populasi jenis-jenis Aquilaria dan Gyrinops. International Tropical Timber Organization (ITTO)CITES, Indonesia. 2014. 107. Susilo, A., T. Kalima, dan E. Santoso. Panduan Lapangan: Pengenalan Jenis Pohon Penghasil Gaharu Gyrinops spp. di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. International Timber Organization (ITTO)-CITES. Indonesia. 2014.
55
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I.
DATA PRIBADI
Nama Lengkap
: Dr. Erdy Santoso, MS
Tempat/Tanggal Lahir
: Kediri, 17 November 1951
Anak ke
: 1 (satu)
Nama Ayah Kandung
: Soebandi
Nama Ibu Kandung
: Soeerli
Nama Istri
: Merry Maryati
Jumlah Anak
: 3 (tiga)
Nama Anak
: 1. Gelly Merdianto, S.Kom., 2. Riza Andianto, ST., 3. Miko Yulianto, S.Kom.
Nama Instansi
: Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Judul Orasi
: Teknologi Pemanfaatan Fungi untuk Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Gaharu
Bidang Kepakaran
: Mikrobiologi Hutan
No. SK Pangkat Terakhir : Kep Pres No.115/K Tahun 2014 No. PAK Peneliti Utama : No.0332/D.1/III/2014 Gol. IV/e dan tanggal Tanggal 28 Maret 2014 (disahkan Kepala LIPI)
56
II.
RIWAYAT PENDIDIKAN
1963 : Sekolah Dasar PSKD III Jakarta 1966 : Sekolah Menengah Pertama Kanisius II Jakarta 1970 : Sekolah Menengah Atas Budhaya Jakarta 1979 : Sarjana Biologi FIPA Universitas Padjajaran Bandung 1987 : Magister Sains Penyakit Hutan, Pasca Sarjana, IPB Bogor 1997 : Doktor, Penyakit Hutan Pasca Sarjana, IPB Bogor III. RIWAYAT PEKERJAAN A. Jabatan Fungsional 1-12-1988 : Ajun Peneliti Muda 1-11-1992 : Ajun Peneliti Madya 1-5-1996 : Peneliti Muda 1-4-2000 : Peneliti Madya 1-4-2004 : Ahli Peneliti Muda 1-11-2008 : Ahli Peneliti Madya 1-4-2014 : Peneliti Utama B. Kepangkatan 1-4-1981 : Tenaga Harian BPH 31-5-1983 : Penata Muda (III/a) 30-10-1986 : Penata Muda Tk I (III/b) 11-4-1990 : Penata (III/c) 57
23-6-1995 : Penata Tk I (III/d) 27-1-1998 : Pembina (IV/a) 10-8-2001 : Pembina Tk I (IV/b) 5-9-2005
: Pembina Utama Muda (IV/c)
31-8-2008 : Pembina Utama Madya (IV/d) 1-12-2014 : Pembina Utama (IV/e) IV. KEIKUTSERTAAN SEBAGAI PEMBICARA DALAM KEGIATAN ILMIAH 1996 : Diskusi Hasil Penelitian dalam Menunjang Pemanfaatan Hutan yang Lestari. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Cisarua 11-12 Maret 1996. 1997 : Diskusi Hasil Penelitian Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, 20-21 Maret 1992. 1999 : Seminar Mikoriza I. 15-16 November 1999. 1999 : Kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi 16-18 September 1999. 2000 : Ekspose Hasil-hasil Penelitian Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam 7 Maret 2000. 2000 : The Regional Workshop Development of Nitrogen Fixing Symbiotiks and Forestry 11-15 Oktober 2000. 2001 : Presentasi Hasil-hasil Penelitian dan Pengembangan Hutan 4 September 2001. 2001 : Ekspose Hasil-hasil Penelitian BTR. Palembang, 12 November 2001.
58
2002 : Workshop Mikoriza dalam Meningkatkan Produktivitas Lahan dibidang Kehutanan Perkebunan dan Pertanian di Era Milenium Baru 13-14 September 2002. 2003 : Diskusi Hasil-hasil Penelitian dan Pengembangan Cendawan 2004 : Asia-Pasific Forest Invasive Species Network. “Development of an Asia-Pasific. Strategy for Eucalyptus Rust”. 19-21 Oktober 2004. Bangkok Thailand. 2004 : The International Workshop in Human Divention of Tropical Peatland Under Global Environmental Change. 8-9 Desember 2004. Bogor Indonesia. 2004 : Ekspose penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Palembang, 15 Desember 2004. 2005 : Ekspose Penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam . 15 Desember 2005. 2007 : International Symposium and Workshop in Tropical Peatland. 27-31 Agustus 2007. 2007 : Ekspose Hasil-hasil Penelitian dan Stake Holder Balai Penelitian Kehutanan Makasar 13-15 November 2007. 2007 : Seminar dan Kongres Nasional MKTI VI. “Konservasi Tanah dan Air sebagai Solusi dalam Menghadapi Perubahan Iklim. 17-18 Desember 2007. 2008 : Seminar dan Workshop Reklamasi dan Pengelolaan Kawasan Pasca Penutupan Tambang. 22 Mei 2008; Bogor. 2008 : Seminar Air Asam Tambang di Indonesia ke 3, dan Seminar Reklamasi Lahan Bekas Tambang di Indonesia. 1-2 Juli 2008. 59
2009 : Seminar Nasional I Gaharu menuju Produksi Gaharu secara Lestari di Indonesia. 12 November 2009; Bogor. 2010 : Gelar Teknologi. “Aplikasi IPTEK Gaharu untuk Kesejahteraan Masyarakat”. 13-14 Juli 2010. ENDE 2010 : Association for Tropical Biology and Conservation. 1923 Juli 2010 Bali, Indonesia. 2010 : Gelar Teknologi Hasil-hasil Penelitian, Pusat LItbang Hutan dan Konservasi Alam. 12-13 Oktober 2010. 2010 : Workshop. Pengembangan Teknologi Budidaya Gaharu Berbasis pada Pemberdayaan Masyarakat. 28 Maret 2010; Depok Jawa Barat. 2011 : International Cooperative Biodiversity Groups. Indonesia and Discovery of Health and Energy Solutions. 25-27 Juli 2011; Cibinong. 2012 : Workshop Nasional Pengelolaan Hutan Lestari dalam Mekanisme CITES. Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati. 29 Oktober 2012-1 November 2012. V.
EDITOR MAJALAH/PROSIDING
1. Anggota Dewan Redaksi Warta Sylva Tropika, Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan pada Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam (1998-2001). 2. Anggota Dewan Redaksi Buletin Penelitian Hutan dan Informasi Hutan pada Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam (2000-2001). 3. Anggota Dewan Redaksi Info Hutan pada Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam (2001). 60
4. Anggota Dewan Redaksi Buletin dan Informasi Teknis Tembesu (2002). 5. Anggota Dewan Redaksi Jurnal Penelitian Tanaman (2004). 6. Anggota Dewan Redaksi Jurnal Lingkup Badan Litbang Kehutanan (2004) 7. Anggota Tim Penyunting Prosiding Gelar Teknolgi Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam (2007). 8. Editor “In-Situ and Ex-Situ Conservation of Aquilaria and Gyrinops – A Review” Center for Conservation and Rehabilitation Research and Development in Cooperation with International Tropical Timber Organization (ITTO)– CITES (2014). VI. PEMBINAAN KADER ILMIAH 1994 – 1998 : Membimbing skripsi S1 dan S3 mahasiswa Universitas Padjadjaran Bandung. 1996 – sekarang : Membimbing mahasiswa S1, S2, S3 Institut Pertanian Bogor. 1999 – 2002 : Membimbing mahasiswa S1 Universitas Nusa Bangsa Bogor. Membimbing mahasiswa S1 Universitas Nasional Jakarta 2001 : Membimbing mahasiswa S1 Universitas Winamurti Bandung. 2002 : Membimbing mahasiswa S1 Universitas Soedirman Purwekerto. 2002 – 2003 : Membimbing mahasiswa S1 Universitas Airlangga Surabaya.
61
2002 – sekarang : Membimbing mahasiswa Pakuan Bogor 2008 – 2009 : Membimbing mahasiswa Indonesia Jakarta 2010 – 2011 : Membimbing mahasiswa Pancasila Jakarta 2011 – 2016 : Membimbing mahasiswa Andalas, Padang.
S1 Universitas S2 Universitas S1 Universitas S3 Universitas
VII. ANGGOTA DI ORGANISASI PROFESI ANGGOTA ORGANISASI PROFESI 2000 – sekarang : Anggota Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PERMI) 1995 – sekarang : Anggota Asosiasi Mikoriza Indonesia (AMI) ANGGOTA TIM 2001
: Anggota Tim Pakar Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam 2002 : Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Pengkajian Proposal Kegiatan Penelitian Badan Litbang Kehutanan 2003 - 2005 : Anggota Tim Pengkaji Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam 2007 : Anggota Tim Pengkaji Inovasi Teknologi dalam rangka mendukung gerakan nasional rehabilitasi Hutan dan Lahan
62
VIII. RIWAYAT PENGHARGAAN ILMIAH DAN PENGEMBANGAN IPTEK 1993 : Satya Lencana Karya Satya 10 Tahun 2004 : Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun 2010 : 102 Inovasi Indonesia “Sudah Gaharu Berlipat Ganda Pula – Industrializing Gaharu”. 2010 : Sertifikat Paten No. ID. P0031630 “Produksi Gaharu Buatan”. 2011 : 103 Inovasi Indonesia “Tukang Tanam Renik Tahan Banting (Tough Microcopic Gardener)”. 2011 : 103 Inovasi Indonesia “Si Kecil yang Perkasa (The Mighty Minions)”. 2014 : 19 Karya Anak Bangsa, Kemenristek. 2014 : Peneliti Berprestasi menjadi Inventor pada Paten 2015 : Satya Lencana Karya Satya 30 Tahun. 2016 : Surat Pencatatan Ciptaan No. 077843
63
Gambar 5. Biologi Aquilaria malaccensis Lamk.
Pembibitan gaharu telah dicobakan melalui perbanya stek. Cara ini dapat menyediakan kebutuhan bibit dalam jum 65 Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi 9 789798 452734 pembib . Keberhasilan banyak untuk waktu singkat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jln. Gunung Batukomposisi No. 5 Bogor. dipengaruhi media. Seperti keberhasilan tumbuh Telp. : 0251 - 8631238 sebesar pada media cocopeat dan sekam den Fax. : 69% 0251 - 7520005 E-mail :
[email protected] perbandingan 1:166. Pertumbuhan terbaik diperoleh bila dalam media ditambah 10 ppm Rooton F55. Sementara perbanyakan tunas bibit gaharu melalui kultur jaringan rataISBN 978-979-8452-73-4