Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 PENGEMBANGAN PROGRAM KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA Oleh ; Rina Marlina ABSTRAK Mahasiswa tingkat pertama ternyata memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Masalah penyesuaian diri ini juga terjadi pada Mahasiswa kebidanan UNSIKA, sehingga dilakukan penelitian pada Mahasiswa Kebidanan UNSIKA, terutama pada mahasiswa tingkat pertama. Perilaku yang terjadi pada beberapa mahasiswa yang memiliki tingkat penyesuaian diri yang masih rendah sangat berpengaruh pada keharmonisan interaksi dengan lingkungan asrama dan perkuliahan sehingga berpengaruh juga pada prestasi akademik . Maka dilakukan penelitian yang bisa meningkatkan penyesuaian diri mahasiswa berasrama dengan konseling kelompok. Tujuan peneltian ini adalah untuk mengetahui keefektifan konseling kelompok dalam meningkatkan penyesuaian diri mahasiswa kebidanan UNSIKA tingkat pertama. Sedangkan manfaatnya adalah melalui kegiatan konseling kelompok mahasiswa dapat berlatih mengubah perilaku menjadi lebih baik dalam penyesuaian diri, sehingga dapat lebih maksimal dalam bidang akademis. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Action Reseach. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa kebidanan UNSIKA tingkat pertama. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dimana yang menjadi sampel penelitian ini adalah mahasiswa yang memiliki perilaku penyesuaian diri rendah. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan skala psikologi. Sedangkan metode analisis data untuk mengetahui keefektifan layanan konseling kelompok dalam meningkatkan perilaku penyesuaian diri mahasiswa adalah Uji t-test. Sebelum memperoleh layanan konseling kelompok, perilaku penyesuaian diri mahasiswa termasuk dalam kriteria sangat rendah pada aspek pengangan masalah dan kemampuan dalam memilih alternative keputusan. Setelah memperoleh tindakan konseling kelompok perilaku yang diperlihatkan oleh mahasiswa mengalami perubahan dalam berinteraksi dalam lingkungan perkuliahan dan asrama, didukung dengan hasil t-test (uji beda) yang dilakukan peneliti, menunjukkan hasil yang signifikan. Berdasarkan hasil tersebut maka konseling kelompok direkomendasikan sebagai salah satu tehnik yang seyogianya digunakan untuk membantu mahasiswa dalam membantu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan perkuliahan atau asrama. Dan dapat dijadikan sebagai masukan untuk Pihak Universitas bahwa bimbingan dan konseling untuk mahasiswa juga sangat diperlukan untuk pengembangan mahasiswa, sehingga bisa di buat disetiap fakultas. PENDAHULUAN Penyesuaian diri merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia, apalagi pada saat individu memasuki bangku perkuliahan. Permasalahan mahasiswa baru saat memasuki masa perkuliahan berpariasi, mulai dari permasalahan yang sifatnya pribadi, permasalahan akademik ataupun permasalahan relasi interpersonal. Seorang mahasiswa baru harus menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya mulai dari materi perkuliah, proses belajar, teman baru, jadwal perkuliahan atau aturan- aturan yang berlaku sampai pada masalah tempat tingggal atau asrama. Dalam menghadapi semua permasalahan ini ada mahasiswa yang mampu menyesuaikan diri dengan mudah ada juga yang mengalami kesulitan. Hasil penelitian Prof. Dr. Mareyke Maritje Wagae Tairas MBA Ma pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unair menunjukkan, mereka butuh waktu enam bulan untuk beradaptasi. Lingkungan baru merupakan sebuah stimulus bagi seseorang yang terkadang mampu menjadi penyebab terjadinya kecemasan. Begitu pula halnya dengan mahasiswa yang baru mengenal lingkungan perguruan tinggi, dimana lingkungan ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan SMA. Untuk menghadapi lingkungan baru ini mahasiswa
1
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 membutuhkan kepercayaan dan keyakinan tentang kemampuan diri sendiri (self efficacy), sehingga dengan modal tersebut seseorang dapat beraktifitas dalam menjalankan tugas-tugas di perguruan tinggi. IDENTIFIKASI MASALAH Dalam era globalisasi saat ini, seorang siswa dalam memilih pendidikan lanjut tanpa didasari oleh pemilihan karier yang tepat, hal ini dipengaruhi banyak faktor, selain faktor eksternal seperti terpaksa, disuruh orang tua, mencari kampus yang dekat, terbawa teman, coba-coba dan lain lain, hal ini akhirnya mempengaruhi penyesuai diri dalam perkuliahan dan berdampak pada prestasi akademik. Karena didasari oleh banyak factor maka saat menghadapi permasalahan di tahun pertama perkuliahan pun, mahasiswa menyikapinya dengan cara yang berbeda. Ada yang berusaha untuk menyelesaikan permasalahan, kurangnya motivasi, menarik diri, tingkat kecemasan yang tinggi, sehingga mempengaruhi penyesuai diri dalam lingkungan barunya.. Menurut Alelxander A. Schneirders (1964 : 51 ) dalam Syamsu (2008 :28), penyesuaian diri adalah suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku dimana individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan didalam dirinya, mengatasi ketegangan dan frustasi dan menyelesaikan konflik. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keselarasan tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan dimana dia berada. Program bimbingan konseling kelompok dan langkah-langkah pendidikan dan pelatihan yang tepat akan mengantar individu pada penyesuaian dengan lingkungan pendidikan yang baru ( akademi kebidanan ). Sebaliknya, saat konseling dilakukan dengan cara yang kurang tepat dapat menyebabkan kesalahan dalam penyesuaian diri. Identifikasi masalah : 1. Adanya perbedaan profil penyesuain diri di kalangan mahasiswa tingkat pertama. 2. Upaya yang dilakukan oleh pihak prodi untuk menangani permasalahan selain ditangani oleh pembimbing akademik 3. Merumuskan program konseling kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan penyesuain diri. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah profil prilaku penyesuaian diri mahasiswa tingkat pertama? 2. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perbedaan peyesuaian diri mahasiswa? 3. Bagaimana rumusan program konseling kelompok untuk mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa ? 4. Bagaimana efektifitas konseling kelompok dalam penyesuaian diri mahasiswa? Tujuan Penelitian 1. Membuat program konseling kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri mahasiswa. 2. Mengujicobakan program konseling kelompok yang sesuai dengan peningkatan penyesuain diri. Manfaat Penelitian 1. Membantu permasalahan penyesuaian diri terutama mahasiswa baru di akademi kebidanan UNSIKA sehingga dapat menghasilkan prestasi yang lebih baik . 2. Membangun pribadi mahasiswa menjadi lebih baik
Kerangka Berpikir Pengertian Penyesuaian Diri Tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali
2
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment. Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Penyesuaian diri merupakan proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, yaitu individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri dan tuntutan dari lingkungan (Schneiders dalam Pramadi, 1996:334). Penyesuaian diri dapat diperoleh melalui proses belajar memahami, mengerti dan berusaha melakukan apa yang diinginkan individu maupun lingkungannya. Individu yang mampu menyesuaikan diri dengan baik akan mampu mencari sisi positif dari hal baru yang dimilikinya, kreatif dalam mengolah kondisi serta mampu mngendalikan diri, sikap dan perilakunya. Adanya hal-hal tersebut membuat individu akan lebih mudah diterima oleh lingkungan. Winkel (2004: 238) mengemukakan gejala-gejala yang dapat memberikan indikasi mengenai kesulitan dalam penyesuaian diri, antara lain: perilaku membangkang, mudah tersinggung, suka membolos, suka menyinggung perasaan orang lain dan suka berbohong.. Penyesuaian diri yang normal menurut Schneiders memiliki karakteristik sebagai berikut (Schneiders, 1964 : 274-276). 1. Absence of excessive emotionality (terhindar dari ekspresi emosi yang berlebih, merugikan atau tidak mampu mengontrol diri). 2. Absence of psychologycal mechanisme ( terhindar dari mekanisme-mekanisme psikologis , seperti rasionalisasi, agresi, kompemsasi dan sebgainya.) 3. Absence of the sense of personal frustation (terhindar dari perasaan frustasi atau perasaan kecewakarena tidak terpenuhinya kebutuhan ) 4. Rational deliberation and self-direction (meniliki pertimbangan rasional, yaitu mampu memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang matang dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil. 5. Ability to learn (mampu belajar, mampu mengembangkan dirinya, khususnya yang berkaitan dengan upaya memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah.) 6. Utilization of past experience mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, bercermin kemasa lalu baik yang terkait dengan keberhasilan maupun kegagalan untuk mengembangka kualitas hidup yang lebih baik.) 7. Realistic, objective attitude (sikap objektif dan realistik; mampu menerima kenyataan yang dihadapi secara wajar; mampu menghindar, merespon situasi atau masalah secara rasional, tidak didasari oleh prasangka buruk.) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Penyesuaian diri dipengaruhi oleh banyak faktor, secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri remaja menurut Hariyadi, dkk (1995:110) dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1) Faktor internal a) Faktor motif,. b) Faktor konsep diri idividu, c) Faktor persepsi d) Faktor sikap e) Faktor intelegensi dan minat, intelegensi merupakan modal untuk menalar. f) Faktor kepribadian 2) Faktor eksternal a) Faktor keluarga terutama pola asuh orang tua.
3
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 b) Faktor kondisi sekolah. c) Faktor kelompok sebaya. d) Faktor prasangka sosial. e) Faktor hukum dan norma sosial. konseling kelompok 1. Pengertian Konseling Kelompok Konseling kelompok (group counseling) merupakan salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik (feedback) dan pengalaman belajar. 2. Beberapa Pendekatan Kelompok 1. Psikoterapi Kelompok 2. Konseling Kelompok 3. Kelompok Latihan dan Pengembangan 4. Diskusi Kelompok Terfokus 5. Self-help 3. Tujuan Konseling Kelompok Konseling kelompok berfokus pada usaha membantu klien dalam melangkah melakukan perubahan dengan menaruh perhatian pada perkembangan dan penyesuaian sehari-hari, misalnya modifikasi tingkah laku, pengembangan keterampilan hubungan personal, nilai, sikap atau membuat keputusan karier (Gibson dan Mitchell, 1981). Tujuan konseling kelompok pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan teoritis dan tujuan operasional. Tujuan teoritis berkaitan dengan tujuan yang secara umum dicapai melalui proses konseling, sedangkan tujuan operasional disesuaikan dengan harapan klien dan masalah yang dihadapi klien, kemudian dirumusakn secara bersama-sama antara klien dengan konselor (Pietrofesa dkk., 1978). 4. Manfaat dan Keterbatasan Konseling Kelompok Wiener mengatakan bahwa interaksi kelompok memiliki pengaruh positif untuk kehidupan individual karena kelompok dapat dijadikan sebagai media terapeutik. Menurutnya interaksi kelompok dapat meningkatkan pemahaman diri dan baik untuk perubahan tingkah laku individual. Selain itu terdapat berbagai keuntungan memanfaatkan kelompok sebagai proses belajar dan upaya membantu klien dalam pemecahan masalahnya antara lain: 1. Efisien. Konselor dapat menyediakan layanan untuk klien dalam jumlah yang banyak. 2. Konseling kelompok menyediakan konteks interpersonal sosial. 3. Klien memiliki kesempatan untuk mempraktekkan tingkah laku yang baru. 4. Memungkinkan klien untuk menempatkan permasalahan mereka dalam perspektif dan untuk memahami bagaimana persamaan dan perbedaannya satu sama lain. 5. Klien membentuk sistem yang mendukung untuk satu sama lain. 6. Klien dapat mempelajari kemampuan komunikasi interpersonal. 7. Klien diberi kesempatan untuk memberikan bantuan sebanding dengan ia menerima bantuan. Menurut Nandang Rusmana ((2009 : 15) Salah satu metode atau teknik bimbingan kelompok dapat diorientasikan pada aktivitas-aktivitas yang terstruktur, terencana dan terukur baik dalam hal durasi, materi dan resikonya. Metode atau teknik yang melibatkan aktivitas semacam ini disebut latihan (exercise). Teknik ini mencakup berbagai teknik lain dalam bimbingan kelompok seperti diskusi, simulasi dan sosiodrama. Jenis latihan menurut Nandang Rusmana (2009 : 16) bisa dalam bentuk menulis (Written), Gerakan (movement), lingkaran (round), Dyad dan Triad, Creative Props, Art and Crafts (seni dan kerajinan tangan), fantasi, Umpan Balik, Trust (kepercayaan), Experimental, Dilema Moral, Keputusan Kelompok, (touching) sentuhan. Dalam Nandang Rusmana (2009 : 53) Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien.
4
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut Assertive adaptive, Bermain peran (Sosiodrama), Self Modeling atau Diri sebagai Model, Imitasi, Reinforcement, Social modeling, Life Models (Model dari kehidupan nyata), Home work assigments, Latihan assertive Dari beberapa teknik di atas akan digunakan beberapa teknik dalam kegiatan konseling kelompok dalam upaya meningkatkan penyesuaian diri, oleh sebab itu akan dipilih beberapa teknik yang sekiranya memenuhi standar yang dapat membantu meningkatkan penyesuaian diri mahasiswa, dari kriteria di atas dapat diperoleh beberapa teknik yang bisa digunakan antara lain : a. Teknik pemberian informasi b. Diskusi kelompok c. Teknik pemecahan masalah (problem solving) e. Permainan simulasi (simulation games) f. Self Modeling atau Diri sebagai Model g. Social modeling h. Life Models (Model dari kehidupan nyata) i. Home work assigments j. Menulis (written) k. Art and Craft (seni dan kerajinan tangan) l. Umpan Balik m. Kepercayaan (trust) n. Keputusan Kolomok
METODE PENELITIAN Peneliti menggunakan metode Action research dalam bentuk kolaborasi (Collaborative Action Research). Populasi penelitian adalah mahasiswa Kebidanan UNSIKA semester 1 Penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang saling berhubungan secara procedural, yakni perencanaan/planning, tindakan/acting, pengamatan/observing, dan refleksi /reflecting (Lewin dalam Depdikbud,1999). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai satu siklus. Antara siklus pertama dengan siklus-siklus selanjutnya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Pelaksanaan penelitian dengan 3 siklus, dalam setiap siklus terdapat tahapan-tahapan pelaksanaannya, adapun tahapan tersebut adalah sebagai berikut: Observasi Awal Pelaksanaan observasi awal bertujuan untuk memperoleh informasi tentang permasalahan yang dihadapi mahasiswa yang mengalami masalah penyesuaian diri. Dilakukan dengan mengamati secara langsung perilaku mahasiswa dalam keseharian nya, wawancara dengan pembimbing akademik, pengelola asrama, dan mendiskusikannya dengan kesiswaan. 1. Tahap refleksi 2. Tahap Penyusunan Rencana Tindakan 3. Tahap Pelaksanaan Tindakan 4. Pelaksanaan Evaluasi Pengumpulan Data Data yang mendukung pelaksanaan penelitian ini, yang terdiri dari data kualitatif dan data kuantitatif, yaitu: a. Hasil tes awal dan tes akhir yang diberikan kepada mahasiswa (instrumen Penyesuaian Diri) b. Hasil observasi terhadap perilaku keseharian mahasiswa. c. Wawancara dengan Pembimbing akademik dan pengelola asrama. d. Daftar Alat Ungkap Masalah Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Alat Ungkap Masalah dan instrument Penyesuaian Diri.
5
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011
ASPEK Kemampuan emosi
Angket Penyesuaian Diri INDIKATOR POSITIF mengelola a. Mampu menahan Emosi b. Dapat menunjukan kasih 1,5,6,7,8,77, sayang 78,80
Terhindar dari a. Mampu bertindak tegas mekanisme psikologis b. Tidak menghindar dari 9,14, 54,56 permasalahan Terhindar dari Frustrasi
a. Mampu memecahkan dan mengatasi berbagai 25,28 hambatan
Kemampuan a. Mampu mengambil memecahkan masalah keputusan tanpa konflik 30,31,37,59 dengan cara yang tepat b. Dapat memilih alternatif keputusan dengan baik Kemampuan mengembangkan diri
a. Mampu masalah b. Mampu masalah
Kemampuan memanfaatkan pengalaman masa lalu
a. Mampu belajar dari kegagalan 46,53,62,73 b. Bertanggung jawab
NEGATIF 2,3,4,19 27
10,11,12,13 15, 74,76
16,17,20,21, 22,24,26,49
29,33,34,35
menangani 38,40,41, mengatasi 43,48
39,42,44, 47
51,60,61,63 64,69,71
Mampu berpikir realistik
a. Mampu menerima kenyataan 23,36,50,52, 18,32, 55, b. Mampu mengadakan 57,67,68,70, 58, 65, 66, hubungan dengan orang 75 72,79 lain c.Partisipasi dalam kegiatan Pengujian validias yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Packages Social Sciencesce) versi 17.0. Hasil pengujian menunjukan bahwa dari 80 butir pernyataan instrumen yang diujicobakan, sebanyak 53 dinyatakan valid dengan ketentuan p-value < 0,05. Sejumlah 27 dinyatakan unvalid sehingga tidak dipakai. b. Pedoman Wawancara, Observasi dan Studi Dokumentasi Hasil Pengolahan Data Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kuantitatif dan kualitatif. Teknik analisis data kuantitatif yang digunakan adalah uji t (t-test). Uji t (t-test) digunakan untuk melihat perbedaan hasil pre dan post test yang diberikan pada mahasiswa. Proses analisis data memerlukan suatu penafsiran (intervensi) terhadap data yang berasal dari berbagai sumber. Penyesuaian diri m ahasisw a Kebidanan Tk.Pertam a tahun ajaran 2009-2010
Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
6
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Dari hasil perhitungan ini, maka yang diberikan konseling kelompok adalah mahsiswa yang memiliki tingkat penyesuaian diri yang rendah. Mam pu menahan emosi Tidak m enghindar dari perm asalahan 14%
16%
17% 18% 11%
8%
16%
Mam pu mem cahkan dan menyeles aikan masalah Dapat memilih alternatif keputusan dengan baik Mam pu menangani mas lah Mam pu belajar dari kegagalan Menerima kenyataan
Dari tujuh aspek penyesuain diri yang rendah, aspek kemampuan memilih alternative keputusan dengan baik dan kemampuan menangani masalah adalah yang paling rendah, hal ini terjadi karena berbagai aspek terutama habit, pola asuh dan lingkungan social ekonomi, sehingga disaat tuntutan mahasiswa untuk mandiri terutama di lingkungan perkuliahan berasrama maka mahasiswa tersebut memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri, dari hasil tes maka dibuat program untuk mengembangkan pribadi mahasiswa untuk meningkatkan penyesuaian dirinya. PROGRAM KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA Tujuan Permasalahan Metode No Indikator &Teknik 1 a. Mampu menahan 1. Konseli dapat Mengungkapkan Written Emosi melakukan perilaku masalah emosi ( Listing yang lebih baik masing-masing exercise), b. Dapat menunjukan dalam mengelola peserta dan kasih sayang emosi membuat 2. Pentingnya komitment untuk mengendalikan mengubah emosi. perilaku tersebut 3. Meningkatkan rasa kasih sayang 2 a. Tidak menghindar 1.Mengetahui / 1. Persepsi Written dari permasalahan menyadari bahwa gambar (sumber (Response cara orang Freedman Exercises), b. Mampu bertindak memandang mengenai teori Problem solving tegas berbeda-beda. persepsi dan 2. Mendapatkan atribusi) pemahaman bahwa 2. Kasus konsep setiap orang boleh diri negatif berbeda pendapat, dan tidak menentang orang yang berbeda pendapat 3. Dapat berpikir lebih realistis dan berindak tegas. 3 a. Mampu 1. Peserta mampu 1. Memberi Talk about the memecahkan dan memandang orang Apresiasi pada member mengatasi berbagai lain dari sisi Orang lain hambatan kelebihannya yang 2. Mensikapi secara psikologis permasalahan diri
7
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011
4
a. Mampu mengambil keputusan tanpa konflik b. Dapat memilih alternatif keputusan dengan baik
5
6
a. Mampu menangani masalah b. Mampu mengatasi masalah
akan memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan mentalnya. 2. Peserta menyadari beberapa perilaku dirinya yang dianggap biasa, ternyata oleh orang lain dianggap luar biasa, dan hal ini akan memberkan pengaruh terhadap kepercayaan dirinya 1. Memotivasi peserta dalam menentukan pilihan hidupnya. 2. Setiap pilihan memiliki resiko 3. Keterampilan dalam membuat keputusan Pilihan apa yang pernah dilakukan dan yang paling berat? 1. Mengapa saat mengambil keputusan menjadi sulit 2. apa saja yang harus disiapkan saat pengambilan keputusan 1. Mengajarkan bahwa dalam hidup ini banyak prioritas dan nilai-nilai 2. Diperlukan keterampilan untuk memilih sesuatu hal yang memang dapat mengoptimalkan potensi diri.
dan orang lain
Pilihan Hidup
”Apa yang paling penting dalam hidupmu” Tugas yang diberikan: 1. Potensi diri yang dimiliki 2. Hal Terbesar yang diinginkan 3. Pernahkan salah dalalam membaut keputusan memilih a. Mampu belajar dari 1. Memberikan “Tenggelam atau kegagalan kesadaran bahwa Terapung”
8
Social Larning (Diberikan perilaku baru, diharapkan dng cara imitasi, observasi dan menyesuaikan diri dengan model yag dibuat) Roleplay.
Home work Assigment Konseli diberikan tugas untuk melatih, membiasakan diri akan nilai tertentu yang menuntut perilaku yang diharapkan
Art and crafts
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 b. Bertanggung jawab
7
a. Mampu menerima kenyataan b. Mampu mengadakan hubungan dengan orang lain c. Partisipasi dalam kegiatan
sikap sebenarnya bisa di ubah sesuai dengan apa yang dinginkan, 2. Diharapkan adanya keterampilan dalam mengelola pemasalahan.
Tugas yg diberikan : 1. Sikap apa saja yang mendukung penyesuaian diri menjadi lebih baik? 2. Sikap apa saja yang bisa mempengaruhi penyesuaian diri menjadi terhambat? 1. Dilakukan untuk “Eksplorasi Games memahami Koran Bekas”, Trust, pentingnya The Longest Tie Keputusan tim/kelompok kelompok 2. Pentingnya komunikasi dalam suatu kelompok 3. meningkatkan kreativitas
Analisa Pada setiap siklus peneliti merancang tujuan yang telah ditentukan, dimana konseling Kelompok dibagi dalam empat sesi, diberikan Konseling kelompok sesi awal (forming), konseling sesi transisi (storming & norming), dan sesi ketiga di berikan konseling kelompok sesi kerja. Setelah ketiga sesi dilewati maka untuk mengakhiri kegiatan peneliti memberikan konseling kelompok sesi terminasi (adjourning). Pada siklus pertama menunjukkan kurangnya motivasi anggota kelompok dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, mereka cenderung berdiam diri. Mahasiswa masih bersikap ragu ragu untuk mengungkapkan pendapat dalam forum diskusi kecil, terlihat setiap anggota kelompok melihat anggota kelompok lainnya. Siklus ke 2 ini mahasiswa sudah mulai mengenal anggota kelompoknya, Pada siklus ke 2 peneliti memberikan kegiatan yang bisa mempererat kekuatan dalam tim, pentingnya komunikasi antar anggota kelompok dan sikap toleransi antar anggota kelompok. tiap anggota sangat semangat dan berlomba dan mulai mampu mengekspesikan apa yang dirasakan dalam kegiatan kelompok. Kegiatan siklus 3 ini menekankan pada tujuan untuk mengeluarkan masalah-masalah yang memang dirasakan oleh tiap anggota kelompok yang berhubungan dengan penyesuaian diri baik di kampus dalam bidang akademik ataupun dalam relasi interpersonal dalam lingkungan asrama. Dari hasil observasi dan post test bahwa mahasiswa yang memiliki tingkat penyesuaian diri yang rendah tersebut menunjukkan perubahan sikap dalam kesehariannya, seperti semakin bersemangat dalam menyelesaikan tugas, mulai membuka diri dan berani menyampaikan pendapatnya. Sikap tertutup, berdiam diri, selalu ingin menang sendiri dan termenung sudah tidak terlihat lagi pada perilaku mereka. Kesimpulan - Kemampuan Penyesuan diri yang dimiliki oleh mahasiswa berada pada tingkat yang berbeda-beda, - Indikator penyesuaian diri yang dikembangkan untuk mahasiswa meliputi mengendalikan emosi, bertindak tegas, tidak menghndar dari permasalahan, mampu memecahkan dan mengatasi berbagai hambatan, mampu mengambil keputusan tanpa konplik, mampu belajar dari kegagalan, bertanggung
9
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 jawab, mampu menerima kenyataan, mampu mengadakan hubungan dengan orang lain dan kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan. - Factor penyebab penyesuaian diri yang rendah tersebut dipengaruhi oleh kondisi fisik, psikologis, dan social/ lingkungan. - Program konseling kelompok yang diberikan untuk meningkatkan penyesuaian diri mahasiswa sudah efektif untuk dilaksanakan - Hasil penelitian menunjukkan bahwa konseling kelompok dapat membantu mahasiswa mengeksplor perasaan-perasaan cemas, takut, dan membantu meningkatkan motivasi.. Rekomendasi Selain pendekatan konseling kelompok yang digunakan, perlu juga didukung dengan upaya lain berupa menyeluruh melalui intervensi psikososial yang berbasis comunitas, sekaligus pengembangan diri secara kolektif. Upaya ini sangat penting mengingat penyesuaian diri yang rendah yang dialami oleh mahasiswa tergantung oleh social support, terutama family support, yaitu orang tua yang mempunyai pengaruh dan hubungan dekat dengan mahasiswa. Dengan terciptanya lingkungan asrama dan perkuliahan yang sehat maka akan memungkinkan penyesuaian diri dapat secara optimal . DAFTAR PUSTAKA Creswell, W. John, Educational Research, Pearson International Edition, New Jersey. Dayakisni, Tri, Hudaniah, 2009, Psikologi Sosial, Umm Pess, Malang Gerungan, W.A, DR, Dipl.Psych, 2008, Psikologi Sosial, Refika Aditama, Bandung. Goleman, D. (2000). Emotional Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Hackney, Harold, Sherry Cormier, 19 , The Profesional Counselor a process guide to helping, Pearson, New Jersey, Columbus, Ohio. Hurlock, E. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga Press Rusmana, Nandang. (2009). Konseling Kelompok Bagi Anak Berpengalaman Traumatis. Bandung; Rizqi Press. Rusmana, Nandang. (2009). Permainan (Games & Play). Bandung; Rizqi Press. Stringger, Ernest. T. (2007). Action Research. USA; Sage Publications, inc. Sugiono, Prof, 2008, Metode Penelitian Pendidikan, pendekatan Kuantitatif , kualitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung. Suherman, DR, M.Pd, dkk, 2007, Konsep dan aplikasi Bimbingan dan Konseling, FIP – UPI, Bandung. Surya Moh, Prof, DR, H, Psikologi Konseling, Maestro, Bandung Yaqien, M.F. Abi, 2005, Anak Cerdas dengan Bermain, Lintas Media, Jombang. Yusuf Syamsu, LN, Prof, 2005, Landasan Bimbingan dan Konseling, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Yusuf Syamsu, LN, Prof, 2008, Mental Hygiene. Terapi psikospiritual untuk hidup sehat berkualitas, Maestro, Bandung
10
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 DAS SEIN DAN DAS SOLLEN DALAM SISTEM UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA (UUPA) DI INDONESIA Bambang Widiyantoro ; Evi Rumata Parapat A. Latar Belakang Pada umumnya dikatakan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah membentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Tetapi, di luar rumusan yang populer dan biasanya disebut sebagai tujuan bangsa itu, tujuan negara Indonesia secara definitif tertuang di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang meliputi, pertama, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat, ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan negara tersebut harus diraih oleh negara sebagai organisasi tertinggi bangsa Indonesia yang penyelenggaraannya didasarkan pada lima dasar negara (Pancasila) yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila ini dapat juga memandu politik hukum nasional dalam berbagai bidang yakni, sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi landasan politik hukum yang berbasis moral agama, sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab” menjadi landasan politik hukum yang menghargai dan melindungi hak-hak asasi manusia yang nondiskriminatif, sila “Persatuan Indonesia” menjadi landasan politik hukum untuk mempersatukan seluruh unsur bangsa dengan berbagai ikatan primordialnya masing-masing, sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan” menjadi landasan politik hukum yang meletakkan kekuasaan di bawah kekuasaan rakyat (demokratis), dan sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menjadi landasan politik hukum dalam hidup bermasyarakat yang berkeadilan sosial sehingga mereka yang lemah secara sosial dan ekonomis tidak ditindas oleh mereka yang kuat secara sewenang-wenang. Sejak orde baru yang memanglimakan ekonomi, kemiskinan kaum petani meningkat. Pemanglimaan ekonomi telah membawa pelaksanaan politik hukum pertanahan ke luar dari politik hukum agraria, baik yang terdapat di dalam konstitusi maupun yang diatur di dalam UU No. 5 Tahun 1960 (dikenal dgn UUPA) itu sendiri. UUD 1945, sebagaimana terlihat pada pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi dan air kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Sejalan dengan bunyi pasal tersebut sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) UUPA “Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.” Dari latar belakang filosofis tersebut, maka dalam politik hukum agraria jika digali dari UUD 1945 dan UUPA, sekurang-kurangnya terdapat dua hal yang saling terkait. Pertama, bumi, air dan kekayaan alam dikuasai (dalam arti diatur dengan sebaik-baiknya) oleh negara. Kedua, penguasaan oleh negara ditujukan untuk membangun kemakmuran rakyat. Kemudian di dalam UUPA itu sendiri ditemukan beberapa politik hukum seperti pengakuan atas hak-hak adat. Hak menguasai negara dalam hal ini dapat berpotensi melakukan pencabutan hak atas tanah secara sewenang-wenang untuk kepentingan umum, padahal setiap orang mempunyai hal milik, tetapi dalam keadaan khusus (untuk kepentingan umum) maka hak milik itu bisa diambil oleh negara dengan cara sewenang-wenang. Pelaksanaan untuk mengalahkan hak individu dari kepentingan umum itu menggunakan “hak menguasai” oleh negara, dengan demikian letak populisme UUPA yang berbasis pada kepentingan rakyat bersama sebagai tekanan tanpa boleh menghilangkan hak-hak individu begitu saja. Persoalan yang sering muncul adalah bergesernya penggunaan hak menguasai yang berintikan “mengatur” dalam kerangka populisme menjadi “memiliki” dalam rangka pragmatisme untuk melaksanakan program pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan sehingga
11
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 UUPA yang seharusnya berorientasi pada populisme justru beralih kepada kapitalisme-liberalismeindividualisme yang mana tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur yang dianut oleh bangsa Indonesia. Perubahan politik hukum agraria dalam UUPA yang semula sesuai dengan nilai-nilai koletivitas masyarakat Indonesia telah bergeser kepada nilai-nilai individualistis-liberalis-kapitalis. Hal ini disebabkan karena pengaruh globalisasi dengan ditandai oleh industrialisasi yang bertendensi individualis-liberalis-kapitalis, yang mana program pembangunan yang berorientasi untuk kemakmuran rakyat justru menindas dan memarjinalisasi rakyat. Perubahan kebijakan yang diambil tersebut jika dicermati berkaitan dengan cara berpikir penguasa (aktor) yang mana minus orientasi terhadap rakyat dengan mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok tertentu (pemilik modal) sehingga mengorbankan tujuan kemakmuran bersama. B.
Permasalahan Rumusan masalah yang ingin diangkat dalam penulisan ini adalah : 1. Mengapa penerapan terhadap asas fungsi sosial dalam UUPA tidak mencerminkan keadilan substantif? 2. Bagaimana perumusan UUPA kedepannya dalam menghadapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat demi terwujudnya keadilan substantif?
C. Pembahasan 1. Penerapan asas fungsi sosial dalam UUPA yang tidak mencerminkan keadilan substantif. Menurut Satjipto Rahardjo, perubahan sosial secara umum menampakkan diri dalam bentuk perubahan yang menimbulkan akibat-akibat sosial. Akibat sosial ini akan memungkinkan untuk terjadi perubahan dalam bentuk, susunan serta hubungan yang berbeda dari yang semula ada. Di sini terjadi pergeseran dalam pola hubungan di antara individu dengan individu atau antar kelompok dalam masyarakat, atau unsur-unsur dalam suatu sistem.1 Sejak munculnya hukum modern, seluruh tatanan sosial yang ada mengalami perubahan luar biasa. Kemunculan hukum modern tidak terlepas dari munculnya negara modern.2 Proses pembentukan negara modern merupakan bagain dari sejarah “defernsiasi” kelembagaan, yang menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi utama dalam masyarakat itu tampak ke depan sepanjang berlangsungnya proses tersebut. Dari situ akan terlihat terjadinya pengorganisasian masyarakat yang semakin meningkat, melalui berbagai elaborasi dari fungsi-fungsi tersebut. Munculnya sistem hukum modern menurut Satjipto Rahardjo merupakan respon terhadap sistem produksi ekonomi baru (kapitalis), karena sistem yang lama sudah tidak bisa lagi melayani perkembangan-perkembangan dari dampak bekerjanya sistem ekonomi kapitalis tersebut. Dengan demikian tidak dapat disangkal bahwa sistem hukum modern merupakan konstruksi yang berasal dari tatanan sosial masyarakat Eropa Barat semasa berkembangnya kapitalisme pada abad ke-19.3 Perubahan penerapan fungsi sosial dalam UUPA berkaitan dengan kebijakan atau politik hukum yang diambil oleh pemerintah, dimana pengaruh pilihan kepentingan dan pilihan nilai sosial yang dijadikan landasan kebijakan pemerintah telah bergeser dari kebijakan yang beorientasi pada perwujudan kemakmuran bersama masyarakat (kolektif) menjadi pilihan kepentingan sekelompok orang secara liberal. Politik hukum agraria di dalam UUPA sejatinya sudah sesuai dengan dasar dan tujuan negara sebagaimana terkandung dalam UUD 1945. Namun, pilihan kepentingan pemerintah dalam implementasi telah membawa ke luar pengelolaan agraria dari nilai filosofi dan politik hukum yang mendasarinya. Pilihan nilai pada kemakmuran sekelompok orang yang kuat 1
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 123. Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum “Mengingat , Mengumpulkan dan Membuka Kembali”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008), hlm. 146. 2
3
FX. Adji Samekto, Justice Not For All “Kritik terhadap Hukum Modern dalam Perspektif Studi Hukum Kritis”, (Yogyakarta: Genta Press, 2008), hlm. 40.
12
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 secara ekonomis (pemodal) melalui liberalisasi ekonomi telah menggeser watak populisme UUPA. Keharusan membangun kemakmuran rakyat (pemerataan) dikalahkan oleh program pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan. Dan dalam pilihan nilai kepentingan yang seperti itu, ketentuan UU yang seharusnya ditaati banyak yang ditorpedo karena kebutuhan pragmatis.4 Pasal 6 UUPA menyebutkan “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Pasal tersebut memuat pernyataan penting mengenai hak-hak atas tanah dan merumuskan secara singkat sifat kebersamaan atau kemasyarakatan hak-hak atas tanah menurut konsepsi yang mendasari hukum tanah nasional. Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, dinamika perubahan fungsi sosial disini diartikan sebagai perubahan dari apa yang secara ideologik dikehendaki dalam UUPA ke fungsi lain di luar ideologik (praksis) yang tidak dikehendaki, dimana terjadi kesenjangan antara das sollen (yang dihukumkan) dengan das sein (yang senyatanya). Jika kita merefleksikan pada kebijakan pembangunan nasional yang bertujuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi sehingga pembangunan industri ditempatkan sebagai prioritas utama. Pembangunan nsional yang ditandai dengan pembangunan industri (industrialisasi) yang berkembang pesat diikuti oleh kebutuhan industri akan tanah yakni dalam bentuk pembebasan tanah warga (rakyat). Berkaitan dengan hal tersebut fungsi sosial hak milik atas tanah yang semula diorientasikan oleh pembangunan untuk mencapai kemakmuran bersama sebagaimana diamanatkan dalam UUPA, akan tetapi dalam implementasi aktual justru bergeser menjadi pembangunan yang berorientasi kepada kepentingan individu/ pemilik modal (kapitalis) sehingga memarjinalisasi hak-hak pemilik tanah melalui pencabutan dan pembebasan tanah dan tujuan yang jauh lebih besar sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (kesejahteraan rakyat). Fungsi sosial hak milik atas tanah mengalami perubahan sehingga implementasinya berbeda dengan yang dihukumkan/ diidealkan, oleh karena itulah telah terjadi perubahan hukum dalam arti sosiologis. Apabila kita mencermati UUPA tampak beberapa hal yang dapat dipandang sebagai fungsi sosial hak milik atas tanah, yakni sebagai berikut: a. Penggunaan tanah harus sesuai dengan keadaan tanahnya, sifat dan tujuan pemberian haknya sehingga menurut UUPA tanah yang ditelantarkan adalah bertentangan dengan fungsi sosial. b. Penggunaan tanah harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan oleh pemerintah. c. Jika kepentingan umum menghendaki didesaknya kepentingan individu sehingga mengalami kerugian maka kepadanya harus diberikan penggantian kerugian. d. Tanah bukan barang komoditi perdagangan sehingga tidak dibenarkan menjadikan tanah sebagai objek spekulasi. Meskipun fungsi sosial hak milik atas tanah dalam rumusan teks normatif-postivistiknya tidak berubah, akan tetapi dalam aktualitasnya banyak ditemui bahwa pembangunan berbagai industri mempunyai implikasi tersendiri terhadap eksistensi fungsi sosial yang diidealkan. Fungsi sosial hak milik atas tanah yang abstrak dirumuskan dalam UUPA berubah mengikuti karakteristik industrialisasi.5 Sejalan dengan hal tersebut hak menguasai oleh negara (dikuasai oleh negara) yang semula diartikan sebagai “mengatur” kemudian bergeser menjadi seperti memilki arti secara mutlak. Negara terjebak ke dalam kesewenang-wenangan dalam mengambil tanah rakyat untuk keperluan pembangunan atas nama kepentingan umum. Ini terjadi karena tuntutan pembangunan atas ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan telah mengubah pilihan kepentingan dan nilai sosial, yakni dari kemakmuran bersama menjadi kemakmuran sekelompok orang dan dari nilai sosial prismatik menjadi nilai sosial patembayan.
4
Faisal, Menerobos Positivisme Hukum, (Yogyakarta, Rangkang-Education, 2010), hlm. 51. Yusriyadi, Industrialisasi dan Perubahan Fungsi Sosial Hak Milik atas Tanah, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hlm. 32.
5
13
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Program pembangunan di masa modern justru mereduksi segala sendi-sendi kehidupan masyarakat, yang mana menurut Fritjof Capra bahwa masyarakat harus menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang dianut oleh globalisasi dalam berbagai segi-segi kehidupan mereka. Penyesuaian nilai-nilai globalisasi terhadap masyarakat cenderung dipaksakan oleh penguasa sehingga merubah nilai-nilai kearifan lokal yang dianut oleh masyarakat tersebut. Watak model pembangunan yang diinginkan oleh pemerintah tersebut dipengaruhi oleh cara-cara berpikir manusia itu sendiri melalui penekanan pada syaraf-syaraf psikologis sosial dengan menganalisis kesadaran dan kondisi jiwa aktor (pemerintah) tersebut, yang dapat diuraikan melalui teori behaviorisme bahwa manusia tidak dipengaruhi oleh bawaan lahir (kecerdasan, emosional, ketahanan tubuh, penyakit bawaan, genetik), akan tetapi faktor yang lebih penting untuk mengetahui sikap tindak manusia dan yang mempengaruhi serta membentuk tingkah laku manusia ialah kebiasaan yang terus menerus dilakukannya sebagai respons terhadap lingkungannya baik stimulus yang berasal dari internal maupun eksternal.6 Kebijakan atau pilihan politik hukum (ius constituendum) yang diambil oleh pemerintah tersebut dapat diamati melalui berbagai variabel-variabel dalam teori behaviourisme yang mendorong pemerintah melakukan tindakan kesewenang-wenangan tersebut adalah sebagai berikut:7 a. Kaidah mengenai akibat. b. Kaidah mengenai penyesuaian. c. Kaidah mengenai akibat relatif. d. Kaidah menahan kepuasan. e. Kaidah rasa frustrasi. Kaidah mengenai akibat (the law of the effect) berkaitan dengan tingkah laku penguasa (aktor) yang akan selalu mengulangi tindakannya jika diberikan satu pilihan yang menguntungkan dirinya. Kaidah mengenai penyesuaian dimana pemerintah dalam menjalankan kebijakan di bidang UUPA tersebut seringkali bertendensi mengedepankan keuntungan sendiri karena dihadapakan pada suatu keadaan atau kondisi yang berasal dari luar (pemilik modal), dimana pemilik modal memberikan berupa keuntungan pribadi kepada penguasa tersebut. Kaidah mengenai akibat relatif menjadi variabel yang mendorong manusia/aktor/pemerintah dalam menjalankan fungsi sosial yang terkandung di dalam UUPA justru melakukan berbagai penyimpangan-penyimpangan yang sebagaimana diamanatkan dalam UUPA karena watak manusia (penguasa) yang cenderung melakukan sesuatu yang menguntungkan ketimbang yang kurang menguntungkan dalam situasi pilihan dan dilakukan berulang-ulang, sehingga kebijakan yang diambil oleh penguasa tersebut berpengaruh dalam tindakan nyatanya yang lebih berorientasi pada kepentingan dirinya sendiri atau kelompok tertentu ketimbang kepentingan masyarakat demi kemakmuran bersama. Kaidah menahan kepuasan (derivation-satisfaction proposition) dimana menekankan pada hal untuk meminimalisir kepuasan, justru bertolak belakang dengan sikap penguasa yang tidak pernah puas untuk memenuhi kepentingan pribadinya ketimbang kepentingan rakyat. Kaidah rasa frustrasi-agresi (aggression-frustation proposition) menekankan pada sikap amarah yang bersifat emosional dan memicu perilaku agresif, yakni penguasa dalam menjalankan kebijakannya sering melakukan penyimpang terhadap tujuan bersama karena penguasa tersebut merasakan tidak diberikan penghargaan atas pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari. Selain hal-hal yang tersebut diatas, faktor-faktor lain yang menentukan perilaku dari penguasa yang tercermin dalam kebijakannya yakni watak manusia sejak lahir, watak manusia yang terjadi alamiah, dan watak manusia yang terbentuk tidak secara alami.
6 7
Munir Fuady, Teori-Teori dalam Sosiologi Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 243. Anthony Giddens dan Jonathan Turner, Social Theory Today, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 85.
14
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Menurut teori interaksionisme simbolis, mengamati secara dekat dengan menganalisis tentang interaksi timbal balik antara manusia dengan masyrakat dalam pergaulan masyarakat sehari-hari, yang memakai simbol-simbol (seperti dengan memakai bahasa atau isyarat), dan dengan penekanannya kepada peranan bahasa dalam membentuk pikiran (mind) dan masyrakat (society), di mana dari interaksi masyarakat tersebut dapat ditarik arti tertentu tentang bentukbentuk yang mendasari (underlying forms) interaksi masyarakat itu sendiri. Penerapan teori tersebut dapat terlihat dari kebijakan hukum atau politik hukum (ius constituendum) yang diambil oleh penguasa dalam program pembangunan yang terlegitimasi oleh fungsi sosial, impelementasi fungsi sosial hak milik atas tanah dalam UUPA mengalami kesenjangan dalam aktualisasinya, dimana fungsi sosial yang sudah diidealkan dalam UUPA seharusnya bertendensi untuk kesejahteraan masyarakat, akan tetapi justru dalam implementasinya mengalami kesenjangan dengan berpihak kepada kepentingan individualistis. 2. Perumusan UUPA kedepannya dalam menghadapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat demi terwujudnya keadilan substantif. Menurut Satjipto Rahardjo dalam Hukum Progresif bahwa Hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Jadi manusialah yang merupakan penentu dan dipahami dalam hal ini manusia pada dasarnya adalah baik. Prinsip tersebut ingin menggeser landasan teori dari faktor hukum ke faktor manusia. Konsekuensinya hukum bukanlah merupakan sesuatu yang mutlak dan final tetapi selalu dalam proses manjadi (law as process, law in the making) yakni menuju kualitas kesempurnaan dalam arti menjadi hukum yang berkeadilan, hukum yang mampu mewujudkan kesejahteraan atau hukum yang peduli terhadap rakyat.8 Sebagaimana diidealkan dalam hukum positif (ius constitutum) bahwa kebijakan pertanahan harus bersumber pada pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sehingga penggunaan tanah harus untuk kesejahteraan rakyat. Sebaliknya penggunaan tanah yang tidak mendatangkan kemakmuran rakyat secara moral bertentangan dengan UUD 1945. Pembaruan hukum agraria tidak harus diartikan sebagai mengganti hokum agraria. Pembedahan filosofi dan dasar politik hukum memperlihatkan bahwa UUPA sekarang ada pada dasarnya bagus dan tetap responsif. Permasalahan terletak pada pergeseran pelaksanaan UUPA yang mana mereduksi nilai filosofi, nilai kepentingan dan nilai sosial. Pembuatan pelaksanaan yang terkait dengan UUPA sangat lamban dan banyak hukum sektoral yang bertabrakan secara horizontal. Pembaruan hukum agraria harus memantapkan dan menguatkan kembali politik hukum yang mendasari dan dimuat dalam UUPA, yakni populisme yang berpihak pada kepentingan rakyat. Selanjutnya yang mutlak diperlukan adalah sinkronisasi dasar-dasar pengaturan berbagai sektor agraria ke dalam satu UUPA yang akan diamandemen atau diperbaharui. Dengan demikian, upaya pembaruan harus menguatkan beberapa pasal yang bersifat filosofis dengan politik hukumnya serta menambahkan pasal-pasal baru yang dapat memayungi atau memberi dasar politik hukum bagi sektor-sektor agararia di luar tanah.9 Secara lebih jelas dapat dikemukakan bahwa agenda pembaruan atau amandemen atas UUPA perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:10 a. Memperkuat UU dengan pasal-pasal yang menguatkan pilihan nilai kemakmuran bersama (populisme) dan hukum prismatik. b. Sinkronisasi sektor-sektor agrarian dengan membuat satu UU payung atau menyempurnakan UUPA agar bisa menjadi UU payung. Di sini perlu dimasukkan politik hukum dan prinsipprinsip dasar pengaturan sektor-sektor agraria selain tanah sesuai dengan filosofi dan politik hukum yang terkandung di dalam pasal 33 UUD 1945.
8
Satjipto Rahardjo, Satjipto Rahardjo dan Hukum Progresif, (Jakarta: Epistema Institute, 2011), hlm. 254. Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 118. 10 Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2010), hlm. 262. 9
15
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 c. Menyusun berbagai UU sektoral di bidang agraria secara simultan agar ada jaminan konsistensi dengan UU payung sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas. Langkah ini dilakukan sekaligus dengan merevisi berbagai UU yang sudah ada untuk disesuaikan dengan politik hukum yang tercantum di dalam UU payung. Termasuk juga dalam agenda ini adalah penyempurnaan dan pengintegrasian UU No. 20 Tahun 1961 dengan Perpres No. 36 Tahun 2005 ke dalam satu UU tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. d. Penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana dituntut oleh UUPA agar tidak banyak muncul berbagai peraturan kebijaksanaan (pseudo wetgeving) seperti yang selama ini selalu terjadi. e. Desentralisasi administrasi pertanahan merupakan hal yang penting karena selain ia sejalan dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah selama ini masalah pertanahan banyak ditimbulkan juga oleh administrasi yang selalu birokratis. f. Penegasan jaminan atau kepastian hukum atas tanah-tanah masyarakat hukum adat (hak ulayat) yang meliputi subjek hukum, batas-batas, larangan pengalihan, sertifikasi dan lainlain. Selain itu pergulatan yang terjadi antara masyarakat Indonesia yang bercirikan semangat kolektif (gotong-royong) dengan nilai-nilai asing yang bercirikan individualis-kapitalis harus dijadikan sebagai potensi bagi masyarakat Indonesia untuk menghadapi segala perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, dimana dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan hukum, maka hukum harus bersifat responsif sebagaimana dinyatakan oleh Philip Nonet dan Philip Selznick yakni suatu institusi yang responsi mempertahankan secara kuat hal-hal yang esensial bagi integritasnya sambil tetap memperhatikan keberadaan kekuatan-kekuatan baru di dalam lingkungannya.11 Konsep hukum prismatik menjadi pilihan dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat di Indonesia yang senantiasa terbuka terhadap segala perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, dalam konteks kehidupan kontemporer masyarakat Indonesia saat ini terdapat dua nilai sosial yang hidup dan mempengaruhi warga masyarakat, yakni nilai sosial paguyuban yang menekankan pada kepentingan bersama dan nilai sosial patembayan yang menekankan pada kepentingan dan kebebasan individu. Terkait dengan hal tersebut identifikasi kombinasi nilai sosial yang perlu dipertimbangkan adalah kombinasi antara pembentukan nilai kepentingan, yaitu antara individualisme dan kolektivisme. Politik hukum (kebijakan hukum) akan dipengaruhi oleh watak hukum suatu negara dan akan sangat ditentukan oleh pilihan nilai kepentingan, yakni apakah mementingkan kemakmuran atas perseorangan ataukah akan mementingkan kemakmuran pada banyak orang. Sesungguhnya basis pemikiran yang bersifat prismatik juga telah tercermin dalam Pasal 4 Ketetapan MPR No. IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang mana ditegaskan sebagi berikut:12 a. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. c. Menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasikan keanekaragaman hukum dan unifikasi hukum. d. Menyejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. e. Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi masyarakat. f. Mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan gender dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya agraria /sumber daya alam. 11 12
Philip Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsif, (Bandung: Nusa Media, 2010), hlm. 87. Suteki, Rekonstruksi Politik Hukum Hak Atas Air Pro-Rakyat, (Semarang: Surya Pena Gemilang, 2010), hlm. 75.
16
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 g. Memelihara keberlanjutan yang dapat memberikan manfaat optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang dengan tetap memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan. h. Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi budaya setempat. i. Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar sektor pembangunan dan antar daerah dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. j. Mengakui, menghormati dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam. k. Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota dan desa atau yang setingkat), masyarakat dan individu. l. Melaksanakan desentralisasi berupaya pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat berkaitan dengan m. Alokasi dan pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam. Politik Hukum Agraria yang akan diambil oleh pemerintah (penguasa) tentu tidak hanya tergantung kepada pelaksanaan nilai-nilai normatif yang terkandung dalam peraturan formal tapi juga ditentukan oleh perilaku dari pemerintah agar dalam implementasi terhadap UUPA senantiasa mengedepankan kepada hati nurani (moral) demi terwujudnya keadilan untuk kesejahteraan bersama. D. Kesimpulan 1. Globalisasi yang melanda perekonomian Indonesia telah mengubah paradigma pembangunan ekonomi Indonesia yang telah dicita-citakan dalam Konstitusi. Kemunculan arus globalisasi telah mengubah kebijakan/politik hukum (Ius Constituendum) yang sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi (Ius Constitutum). Arus globalisasi yang ditandai dengan industrialisasi dalam bidang ekonomi telah membawa perubahan yang sangat signifikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, hal ini dapat terlihat dari adanya pengaruh yang sangat reduktif terhadap nilai-nilai ideal yang terkandung dalam UUPA. Pengaruh tersebut berimplikasi pada bergesernya politik hukum agraria yang semula melandasi kepada prinsip kolektivis yang menekankan kepada kepentingan bersama akan tetapi dalam impelementasinya justru mengalami pergeseran menjadi individualistis (kapitalis) yang menekankan pada kepentingan pribadi (kelompok). 2. Fungsi sosial atas tanah yang diamanatkan dalam UUPA sejatinya bermaksud ingin menciptakan kesejahteraan/kemakmuran bersama rakyat Indonesia, akan tetapi hal ini justru hanya sebatas norma ideal yang terkandung dalam UUPA karena dalam aktualisasinya pemerintah justru telah mereduksi fungsi sosial atas tanah tersebut menjadi fungsi individualis yang menguntungkan pribadi. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh watak dari subjek pemerintah yang hanya mengandalkan rasionalisasi semata tanpa melandasi kepada hati nurani yang mengabaikan rasa keadilan masyarakat. 3. Oleh karena itu, UUPA yang sejatinya sudah memiliki landasan filosofis yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia (kolektivis, gotong-royong) perlu mengoptimalkan segala nilai-nilai yang ada dalam menghadapi segala perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat menjadi sebuah nilai yang responsif sehingga melahirkan konsepsi hukum yang bersifat monodualisme/prismatik. Konsepsi hukum prismatik sangat diperlukan agar UUPA senantiasa mampu menghadapi segala tantangan globalisasi di masa depan dengan tetap berpegang kepada nilai-nilai fundamental (jiwa) bangsa Indonesia demi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
17
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 E.
Saran 1. Perubahan fungsi sosial tanah yang diamantkan dalam UUPA sangat dipengaruhi oleh konfigurasi politik dari penguasa yang menekankan kepada kepentingan pribadi sehingga mengabaikan kepentingan dan kesejateraan bersama. Penekanan politik hukum kepada nilai kepentingan individu justru menimbulkan kesenjangan yang sangat jauh dari tujuan fungsi sosial dr UUPA itu sendiri yakni kesejahteraan bersama. Oleh karena itu watak pribadi yang dimiliki oleh penguasa dalam menjalankan peraturan tersebut hendaklah senantiasa berpedoman pada hati nurani (moral) agar mampu mencapai cita-cita ideal yang terkandung dalam UUPA yakni keadilan dan kesejahteraan bersama. 2. Rekonstruksi politik hukum yang terkandung dalam UUPA dalam menghadapi perubahanperubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat haruslah bersifat responsif dengan mempertahankan hal-hal yang esensial terhadap integritasnya sambil memperhatikan segala kekuatan-kekuatan baru dalam lingkungannya agar tercipta suatu nilai yang prismatik dalam konsepsi monodualisme yang terkandung dalam UUPA.
F.
Daftar Pustaka Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010). Anthony Giddens dan Jonathan Turner, Social Theory Today, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008). Faisal, Menerobos Positivisme Hukum, (Yogyakarta, Rangkang-Education, 2010). FX. Adji Samekto, Justice Not For All “Kritik terhadap Hukum Modern dalam Perspektif Studi Hukum Kritis”, (Yogyakarta: Genta Press, 2008). Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2010). Munir Fuady, Teori-Teori dalam Sosiologi Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011). Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum “Mengingat , Mengumpulkan dan Membuka Kembali”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008). Philip Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsif, (Bandung: Nusa Media, 2010). Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000). --------------------, Satjipto Rahardjo dan Hukum Progresif, (Jakarta: Epistema Institute, 2011). Suteki, Rekonstruksi Politik Hukum Hak Atas Air Pro-Rakyat, (Semarang: Surya Pena Gemilang, 2010). Yusriyadi, Industrialisasi dan Perubahan Fungsi Sosial Hak Milik atas Tanah, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010).
18
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 PEMANFAATAN CROTALARIA RETUSA (L.) DAN “KASCING” SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK SAYURAN SELADA (Lactuca Sativa) Oleh : H. Briljan Sudjana Agroteknolgi Fakultas Pertanian Unsika ABSTRACT The purpose of the experiment was to study the effect of Crotalaria retusa (L) and casting on Lactuca sativa (lectuce). The field experiment in Karawang International Industrial City (KIIC) was arranged in a Factorial Randomized Block Design with two factors. The first factor was dosage of Crotalaria retusa (L) consisted of three levels:0, 3.5, and 7 tons per hectare. The second factors was dosage of casting with three levels: 0, 3.5, and 7 tons per hectare. All of those organic matters were apllied two weeks before planting. The results showed that the organic matters increased leaves dry weight, yield, and total of leaves of Lactuca sativa.The combination of 3.5 tons of Crotalaria retusa (L.) and 3.5 tons of casting has given the highest results on the two parameters ealier mentioned. And, on dosage of 7.5 tons of the both organic treated are best for total leaves Key words: Organic matters, Crotalaria retusa (L), casting, Lactuca sativa PENDAHULUAN Crotalaria retusa (L.) dan “kascing” (bekas cacing, yaitu kotoran yang keluar hasil fermentasi cacing) cukup banyak tersedia di alam.. Kedua sumber bahan organik tersebut dapat menyuburkan tanah. Namun, anugerah alam ini masih terabaikan sehingga manfaatnya belum dimaksimalkan masyarakat maupun petani. Crotalaria retusa (L) atau orok-orok sering dianggap sebagai tanaman pengganggu atau gulma karena mudah tumbuh secara liar termasuk pada lahan yang sedang digarap. Petani memanfaatkan tanaman tersebut sebagai pakan ternak atau sebagai pagar halaman; padahal dapat pula dimanfaat sebagai pupuk hijau. Sebagai pupuk, Crotalaria dapat menambah ketersediaan hara nitrogen tanah yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman yang dibudidayakan. Keunggulan tanaman tersebut adalah mampu memfiksasi N bebas dari udara dengan bakteri penambat N sehingga kadar N yang terkandung didalam tanah relatif menjadi tinggi. Crotalaria mempunyai kandungan N yang tinggi yaitu 3,01% N (Rachman, 2002) dan bagian tanaman ini cukup lunak (sukulen) sehingga cocok digunakan sebagai pupuk hijau. Selain penghasil unsur nitrogen, Crotalaria juga penghasil biomassa (Isroi, 2010). Kascing adalah kotoran hasil fermentasi cacing tanah yang mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan dapat langsung dipergunakan. Unsur hara yang terkandung didalam kascing tergolong lengkap baik hara makro maupun mikro dan tersedia dalam bentuk yang mudah diserap oleh tanaman (Atiyeh dkk., 2000). Cacing memakan bahan organik mati sisa tanaman. Bahan organik dan tanah halus yang dimakan kemudian dikeluarkan sebagai kotoran hasil ekskresi, terjadi proses fermentasi dan dekomposisi bahan organik didalam perut cacing, yang berupa agregat-agregat berbentuk granular dan banyak mengandung unsur hara yang siap tersedia bagi tanaman. Selada (Lactuca sativa L.) adalah salah satu komoditas sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat karena cita rasanya dan banyak mengandung gizi. Sejak awal tahun 1990-an, permintaan produksi selada di dalam negeri cenderung terus meningkat terutama dari pasar swalayan, restoran, dan hotel berbintang yang sering dikunjungi oleh orang luar negeri. Namun, antara produksi dan permintaan masih terjadi kesenggangan. Salah satu kendala peningkatan produksi adalah faktor lingkunagn untuk pertumbuhan tanaman. Pada umumnya selada tumbuh dan dibudidayakan di dataran tinggi pada kelembaban, suhu, dan curah hujan yang optimal. Sehingga untuk memenuhi permintaan, Indonesia mengimpornya dari beberapa negara produsen yang beriklim sub-tropis.
19
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Identifikasi Masalah 1. Apakah pemberian kascing dan kompos Crotalaria retusa L berpengaruh terhadap hasil tanaman selada (Lactuca sativa L)? 2. Kombinasi dosis kascing dan kompos Crotalaria retusa L mana yang baik terhadap hasil tanaman selada hijau (Lactuca sativa L)? Kerangka Pemikiran Peningkatan produksi selada harus dilakukan, yakni sebagai upaya memperkecil peluang impor. Salah satu cara meningkatkan hasil produksi selada adalah dengan memperhatikan tindakan yang diterapkan pada kegiatan budidaya. Segala upaya tindakan yang diberikan pada tanaman selada bertujuan untuk dapat memberikan produksi daun yang maksimal. Tanaman diharapkan mampu melakukan proses pertumbuhan dengan baik sehingga hasil produksi pun menjadi baik. Bagian dari tanaman yang paling dimanfaatkan adalah daun yang merupakan tempat penyimpanan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Keberadaan selada dalam setiap hidangan restauran, hotel dan meja makan menjadikan tanaman ini penting untuk diperhatikan prospek pengembangannya. Kendala pada habitat selada telah terpecahkan akibat munculnya varietas selada yang tahan di daerah panas sehingga di Indonesia dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi. Hal terpenting adalah memperhatikan pemilihan varietas yang cocok dengan lingkungan (ekologi) setempat . Varietas benih “x-rapid” adalah varietas yang dapat beradaptasi pada lingkungan suhu yang panas sehingga termasuk sebagai varietas selada heat tolerance. Kascing mengandung hampir semua unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Keberadaannyapun dapat langsung tersedia dan dimanfaatkan sebagai pupuk. Pengaplikasian kascing sebanyak 3,5 ton per hektar (Hamidah, 2010) sangat cocok dilakukan pada tanah yang memiliki ketersediaan C-Organik rendah seperti pada umumnya tanah-tanah Inceptisol Karawang karena pada dosis tersebut dapat menjadikan rasio C/N menjadi rendah dan pH tanh mendekat rata-rata 6,8. Parnihadi (2009) kascing dapat membantu mengembalikan kesuburan tanah karena di dalam kascing terdapat banyak mikroorganisme dan karbon organik (C organik) yang mendorong perkembangan ekosistem dan rantai makanan tanah. Karbon organik dalam kascing menjadi sumber energi bagi biota tanah. Kandungan nutrisi, ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dan mikroorganisme dalam kascing bersama-sama meningkatkan ketersediaan dan daya kerja nutrisi yang terkandung di dalamnya. Komposisi kascing juga meliputi berbagai zat yang esensial bagi tanaman. Zat ini dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil tetapi bila tidak tersedia dapat mengganggu perkembangan dan produksi tanaman yang diusahakan. Kascing menyediakan nutrisi bagi tanaman dalam waktu yang relatif lebih lama (longivity) karena nutrisi dilepas secara berangsur oleh mikroba atau bakteri yang terkandung di dalamnya. Penggunaan Crotalaria sebagai pupuk hijau sangat efektif untuk menyuburkan tanaman. Sebagai bahan organik, Crotalaria berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah antara lain dapat memperbaiki struktur tanah, sumber hara N, P, K dan unsur mikro, menambahkan kemampuan tanah untuk menahan air dan unsur hara, meningkatkan KTK tanah, serta sumber energi bagi mikroorganisme tanah, dan tidak menimbulkan polusi lingkungan. Crotalaria sebagai penghasil pupuk hijau termasuk golongan leguminoceae sehingga berkemampuan untuk menaikkan Nitrogen tanah yang diikat secara simbiotik (Soepardi, 1983). Kenaikkan Nitrogen organik dalam tanah berarti kenaikkan kesuburan dan juga kemungkinan meningkatkan humus. Penggunaan Crotalaria tersebut juga dilakukan sebagai bentuk memaksimalkan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Terlebih, Crotalaria merupakan tanaman yang mudah didapat sehingga penggunaan pupuk anorganik dapat dikurangi. Selain itu, unsur hara dalam tanah tidak mudah hilang dan tanah tetap terjaga kesuburannya.
20
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 HIPOTESIS Dari uraian tersebut diatas, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut : 1. Pemberian kascing dan kompos Crotalaria retusa L berpengaruh nyata terhadap segar dan kering tanaman selada (Lactuca sativa L) 2. Terdapat salah satu kombinasi dosis kascing dan kompos Crotalaria yang berpengaruh paling baik terhadap hasil tanaman selada (Lactuca sativa L). BAHAN dan METODE Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Karawang International Industrial City (KIIC) dengan jenis tanah Inceptisol. Tanaman yang digunakan berupa selada varietas “x-rapid”. Selada terlebih dahulu kecambahkan selama 2 minggu sebelum dipindahkan ke lahan penelitian. Bahan yang diuji yaitu Crotalaria retus (L.) yang terlebih dahulu dikomposkan selama 2 minggu dengan cara sebagai berikut: bahan hijauan ditambah EM10 sampai cukup lembab. Bahan kompos tersebut dimasukkan kedalam gentong.Bahan “kascing” diperoleh langsung dari peternak cacing yang terlebih dahulu telah tersedia dan disiapkan sebagai kascing. Penelitian eksperimen dilakukan dengan mempergunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial terdiri dari dua faktor yaitu Crotalaria.dan kascing. Kombinasi perlakuan sebanyak 9 (sembilan) perlakuan tersebut dilakukan pengulangan sebanyak 3 (tiga) kali.. Adapun kedua faktor tersebut adalah : Faktor1 adalah pemberian Crotalaria dengan taraf sebagai berikut : 1. Crotalaria (C0) = 0 gr/petak (tanpa Crotalaria sebagai kontrol) 2. Crotalaria (C1) = 350 gr/petak (setara dengan 3,5 ton/ha) 3. Crotalaria (C2) = 700 gr/petak (setara dengan 7 ton/ha) Faktor 2 adalah pemberian kascing dengan taraf sebagai berikut : 1. Kascing (K0) = 0 gr/petak (tanpa kascing sebagai kontrol) 2. Kascing (K1) = 350 gr/petak (setara dengan 3,5 ton/ha) 3. Kascing (K2) = 700 gr/petak (setara dengan 7 ton/ha) Semua data pengamatan dan data analisis diuji dengan analisis ragam dan diteruskan dengan uji jarak berganda Duncan. Parameter yang diamati meliputi berat segar, berat kering daun dan jumlah daun. HASIL dan PEMBAHASAN Berat Kering Tanaman Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa sumber dan dosis pupuk organik berpengaruh nyata secara interaktif terhadap berat kering tanaman selada. Berat kering meningkat seiring dengan meningkatnya dosis pemberian pupuk organik dan peningkatan ini berbeda-beda antara sumber pupuk organik (Tabel 1.) Tabel 1. Pengaruh Crotalaria retusa L dan kascing terhadap berat kering selada (Lactuca sativya .L) C0 C1 C2 32.80 A 68.80 B 100.53 C K0 a a b 90.67 A 71.73 A 119.47 B K1 b a b 81.47 A 76.53 A 112.40 A K2 b a b Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.
21
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Berat kering tertinggi dihasilkan oleh tanaman C1K1 (Crotalaria 350 gram dan kascing 350 gram). Sementara hasil terendah pada berat kering tanaman selada dihasilkan oleh tanaman yang tidak diberi Crotalaria dan kascing. Penambahan berat kering akibat penambahan kedua bahan organik tersebut mempunyai arti telah terjadi penambatan unsur nitrogen yang berasal dari Crotalaria yang kemudian diserap tanaman sehingga proses fotosintesa berjalan dengan baik. Peningkatan berat kering telah pula mencerminkan peningkatan nutrisi tanaman pada daun yang dikonsumsi meningkat. Ini berarti bahwa peningkatan nutrisi yang terkandung didalam daun sangat bermanfaat bagi manusia. Berat kering tanaman selada secara nyata dipengaruhi oleh sumber dan dosis pupuk organik yang diberikan. Hal ini berarti sumber dan dosis pupuk organik yang digunakan telah dapat menyediakan unsure hara bagi tanaman, disamping terbentuknya kondisi lingkungan yang lebih baik, sehingga hara yang diserap akar meningkat yang berkorelasi positif dengan berat kering tanaman. Hasil produksi utama selada adalah daun, maka semakin tinggi nutrisi yang dikandung oleh daun selada maka akan semakin baik dikonsumsi untuk tubuh, dan tanaman menyerap nutrisi dalam bentuk terlarut (Mashur, 2001). Cacing tanah mengubah nutrisi yang belum terlarut menjadi terlarut dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam alat pencernaannya dan terkandung dalam kascing sehingga nutrisi tersedia bagi tanaman dan dapat diserap oleh akar tanaman. Berat Segar Tanaman Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa sumber dan dosis pupuk organik secara interaktif berpengaruh nyata terhadap berat segar tanaman selada umur 35 hari setelah tanam (Tabel 2.) Tabel 2. Pengaruh pemberian Crotalaria retusa L dan kascing terhadap hasil berat segar tanaman selada (Lactuca sativa L)
K0 K1 K2
C0 670.70 A a 1838.03 B c 1309.60 A b
C1 1172.87 B a 2082.67 C c 1606.50 A b
C2 1753.10 C a 1635.43 A a 1913.93 B a
Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %. Kascing merupakan pupuk organik berperanan terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas sangat erat dengan ketersediaan air tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kondisi air yang tersedia akan lebih mudah diserap tanaman dan secara otomatis kadar air pada tanaman tersebut akan mengalami peningkatan sehingga berat segar pada tanaman menjadi bertambah. Jumlah Daun Tanaman Pada perlakuan K2 ( kascing 700 gr) dan C2 (crotalaria 700 gr) memberikan hasil tertinggi tanaman pada umur 35 hst.
22
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Tabel 3.
K0 K1 K2
Pengaruh pemberian (Lactuca sativa L) C0 C1 45.33 A 62.00 B a a 70.67 A 82.33 A b b 72.33 A 65.33 A b a
Crotalaria retusa L dan kascing terhadap jumlah daun tanaman selada C2 78.33 C a 72.33 A a 87.00 B b
Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %. Nitrogen merupakan unsur hara makro yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Nitrogen yang dihasilkan oleh kascing dan kompos Crotalaria telah mampu memberikan pengaruh interaksi yang mengakibatkan peningkatan pada jumlah daun. Unsur hara yang sudah dalam kondisi tersedia diserap oleh tanaman untuk proses pertumbuhan yang secara otomatis meningkatkan laju fotosintesis dan proses pertumbuhan vegetatif tanaman sehingga jumlah daun pada tanaman selada (Lactuca sativa L) mengalami peningkatan. KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan 1. Crotalaria retusa dan kascing adalah bahan organik yang dapat meningkatkan berat kering, berat segar, dan jumlah daun tanaman selada. 2. Kombinasi Crotalaria 350 gram dan kascing 350 gram (K1C1) memberikan nilai berat kering dan berat segar daun tertinggi. Saran Pemanfaatan Crotalaria dan kascing diduga akan lebih terlihat pengaruhnya bagi tanaman yang menghasilkan biji, misal tanaman pangan sebagai akhir dari pertumbuhan. Jadi, penelitian kearah yang dimaksud perlu dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Atiyeh, R.M., J. Dominguez, S. Subler, and C.A. Edwards. 2000. Changes in biochemical properties of cow manure during processing by wearthworm (Eisenia andrei) and the effects on seedling growth. Pedobiologia 44 :709-7724. Isroi.2010. Species Description Crotalaria retusa L., www.fao.org/WAICENT/ FAOINFO/ AGRICULT/AGP/agpc/Gbase/data/Pf0004.75.HTM 11k.pp.2. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011. Hamidah, Mamur. (http:/hamidahmamur.wordpress.com/perihal/kascing-sebagai-pupuk-organik/) Diakses pada tanggal 12 Februari 2010. Mashur. 2001. Vermikompos (kompos cacing tanah). Dikutip dari : http:// kascing.com/ article/ mashur. 29 April 2008. 1 halaman. Parnihadi.2009. Manfaat Kascing. http:/parnihadikascing.blogspot.com/2009/11/ Manfaat-kascing.html. Diakses pada tanggal 5 Maret 2011. Soepardi, G. 1983. Pupuk Hijau Hemat Cermat. http:/www.pupuk-hijau-hemat-cermat.html diakses pada tanggal 5 April 2011.
23
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 ANALISIS KINERJA SAHAM JANGKA PANJANG PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK JAKARTA Oleh : Eva Maria S ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan bukti empiris tentang terjadinya fenomena underpricing dan underperformance pada perusahaan yang melakukan initial public offering di Indonesia. Dalam penelitian ini terdapat 75 perusahaan yang melakukan initial public offering dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003. Setelah dilakukan pemilihan sample berdasarkan metode purposive sampling, terdapat 68 sampel perusahaan\ yang masuk dalam penelitian ini. Hasil dari pengujian one sample t test menunjukan bahwa dalam jangka pendek terdapat mean excess return yang positif. Penelitian ini konsisten dengan penelitian di beberapa negara. Dalam jangka panjang kinerja saham terlihat underperform. Hasil dari uji paired sample t test menunjukan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kinerja jangka panjang dan jangka pendek pada perusahaan yang melakukan IPO, dan hasil dari pengujian independent sample t test menunjukan tidak ada perbedaan abnormal return berdasarkan ukuran perusahaan pada perusahaan yang melakukan initial public offering. Kata kunci : Initial Public Offering, Performance, Underpricing, Underperformed.
Latar Belakang Pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana yang diarahkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengarahan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional. Sebagai salah satu elemen ekonomi, maka aspek untuk memperoleh keuntungan yang optimal adalah tujuan yang menjiwai pasar modal sebagai lembaga jual beli efek (Kamarudin, 1996). Harga saham pada penawaran perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dengan penjamin emisi efek. Sebagai pihak yang membutuhkan dana, emiten menginginkan harga perdana yang tinggi. Sebaliknya, underwriter sebagai penjamin emisi berusaha untuk meminimalkan resiko yang ditanggungnya. Emiten adalah pendatang baru yang belum mengetahui seperti apa keadaan pasar sebenarnya. Kondisi asimetri informasi inilah yang menyebabkan terjadinya underpricing, dimana underwriter merupakan pihak yang memiliki kelebihan informasi dan menggunakan ketidaktahuan emiten untuk memperkecil resiko (Husnan, 1991). Underpricing adalah penentuan harga saham dipasar perdana lebih rendah daripada harga dipasar sekunder untuk saham yang sama. Harga saham yang underpriced akan memberikan initial return yang positif bagi investor segera setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa. Underpricing merupakan fenomena yang menarik karena dialami oleh sebagian besar pasar modal di dunia (Indarti, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Aggarwal (1993) menyatakan bahwa kinerja IPO dalam jangka pendek menunjukan terjadinya underpricing, tetapi dalam jangka panjang terjadi return yang negatif. Prastiwi dan kusuma (2001) meneliti tentang kinerja surat berharga setelah IPO di indonesia pada periode 19941997 yang menunjukan penurunan kinerja dalam jangka panjang. Kesenjangan informasi antara perusahaan dengan calon investor pada saat IPO mempertinggi probabilitas bagi perusahaan untuk menetukan manajemen laba dan tidak terdeteksi oleh pasar. Aharoney et al (1993) membuktikan bahwa tingkat manajemen laba saat IPO pada perusahaan kecil relatif lebih tinggi dari padaperusahaan yang besar. Hal ini disebabkan adanya katerbatasan informasi yang tersedia pada perusahaan kecil yang
24
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 melakukan IPO daripada perusahaan besar karena sebelum IPO perusahaan besar sudah dikenal publik. Friedlan (1994) melakukan penelitian terhadap manajemen laba dengan menghitung rata-rata discreationary accrual. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata discreationary accrual lebih tinggi menjelang IPO. Hal yang sama juga ditemukan oleh Teoh, et al.(1998) yang menyatakan bahwa discreationary accrual di seputar IPO lebih tinggi untuk perusahaan yang sedang melakukan IPO daripada perusahaan yang tidak sedang melakukan IPO (non issuer). Persyaratan utama untuk melakukan go public adalah mendapatkan pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Seluruh informasi mengenai perusahaan harus disampaikan kepada Bapepam dan berbagai dokumen perusahaan akan diperiksa. Selain pernyataan efektif dari Bapepam, perusahaan yang bermaksud mencatatkan sahamnya di Bursa Efek harus memenuhi persyaratanpersyaratan yang ditetapkan oleh Bursa Efek tersebut. Penetapan harga saham perdana pada IPO atau saat go public sangat sulit, karena tidak ada harga pasar sebelumnya yang dapat diobservasi untuk dipakai sebagai penetapan penawaran. Selain itu kebanyakan dari perusahaan yang akan go public mempunyai sedikit atau malahan tidak ada pengalaman terhadap penetapan harga ini. Sebenarnya sebuah perusahaan yang ingin go public harus berhubungan dengan underwriter atau penjamin emisi. Di sini terjadi penentuan harga saham yang ditetapkan bersama antara perusahaan (emiten) bersama pihak penjamin (underwriter). Surat Keputusan (SK) Ketua Bapepam No. Kep 01/PM/1988 pasal 11 menyatakan penjamin emisi (underwriter) ikut berperan dalam penetapan harga saham di pasar perdana. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah dalam jangka panjang kinerja saham mengalami underperformance dan apakah ada perbedaan tingkat underperform antara perusahaan besar dan perusahaan kecil pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Jakarta. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris bahwa jangka panjang kinerja saham mengalami underperformance dan untuk membuktikan adanya perbedaan tingkat underperform antara perusahaan besar dan perusahaan kecil pada perusahaan yang melakukan IPO di Pasar Modal Indonesia. Hipotesis H1: Dalam jangka panjang kinerja – kinerja saham perusahaan IPO di pasar modal Indonesia mengalami underperformance. H2: Terdapat perbedaan tingkat underperform antara perusahaan besar dan perusahaan kecil yang melakukan IPO di Pasar Modal Indonesia. Tinjauan Pustaka Pasar Modal Indonesia Pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana yang diarahkan, untuk meningkatkan partisispasi masyarakat dalam pengerahan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional. Definisi secara luas dari pasar modal adalah kebutuhan sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di bidang keuangan serta surat-surat kertas berharga/klaim jangka panjang dan jangka pendek, primer dan yang tidak langsung. Peranan pasar modal pada suatu negara dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu: 1. Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual untuk menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjual-belikan. Ditinjau dari segi lain, pasar modal memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi sehingga kedua belah pihak dapat melakukan transaksi tanpa melalui tatap muka. 2. Pasar modal memberi kesempatan kepada para pemodal untuk menentukan hasil (return) yang diharapkan. Keadaan tersebut akan mendorong perusahaan untuk memenuhi keinginan para pemodal.
25
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Tingkat kepuasan hasil yang diharapkan akan menentukan bagaimana pemodal menanam dananya dalam surat berharga atau sekuritas dan tingkat harga sekuritas di pasar modal mencerminkan kondisi perusahaan. 3. Pasar modal memberikan kesempatan kepada para investor untuk menjual kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya. Dengan beroperasinya pasar modal para investor dapat melikuidasi surat berharga yang dimiliki tersebut pada setiap saat. 4. Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian. Masyarakat yang berpenghasilan kecil mempunyai kesempatan untuk mempertimbangkan alternatif cara penggunaan uang mereka. 5. Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga. Bagi para pemodal keputusan investasi harus didasarkan pada tersedianya informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Initial Public Offering Initial Public Offering (IPO) merupakan penawaran saham perusahaan untuk pertama kalinya (Jogiyanto, 2003), dan dilaksanakan dipasar primer, selanjutnya saham-saham tersebut akan diperjualbelikan di pasar bursa efek atau disebut pasar sekunder. Gambar 1. Proses Initial Public Offering
E M I T E N
Professional dan lembaga pendukung pasar modal
BAPEPAM
PASAR PERDANA
Sumber : Jakarta Stock Exchange, Fact Book 1996 (dalam Harianto, 1998: 44) Keterangan : 1. Professional dan lembaga pendukung pasar modal membantu emiten menyiapkan dokumen penawaran publik. 2. Emiten menyerahkan pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM. 3. Pernyataan pendaftaran dinyatakan efektif oleh BAPEPAM. 4. Emiten dan lembaga profesional pendukung melakukan penawaran publik di pasar modal. Keputusan untuk going public atau tetap menjadi perusahaan privat merupakan keputusan yang harus dipikirkan masak-masak. Jika perusahaan memutuskan untuk going public dan melemparkan sahamnya ke publik (initial public offering), isu utama yang muncul adalah tipe saham apa yang akan dikeluarkan, berapa harga yang harus ditawarkan untuk selembar sahamnya, dan kapan waktu pelaksanaan yang tepat. Umumnya perusahaan menyerahkan permasalahan yang berhubungan dengan IPO ke banker investasi yang mempunyai keahlian dalam penjualan sekuritas. Penjualan saham baru perusahaan yang melibatkan banker investasi ini dijual dipasar pimer. Perusahaan melakukan going public karena adanya keinginan untuk menaikan modal perusahaan serta menciptakan suatu pasar publik dimana yang berkepentingan bisa mengkonversi saham sebagai kekayaan mereka kedalam bentuk tunai dengan segera pada suatu ketika dimasa depan. Sedangakan pertimbangan non financial adalah untuk meningkatkan publikasi yang memainkan peran pelengkap bagi kebanyakan perusahaan Proses pembelian sekuritas oleh banker investasi yang nantinya akan dijual kembali ke publik disebut dengan underwriting.
26
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Banker investasi yang melakukan underwriting ini disebut underwriter. Underwriter merupakan anggota pasar modal, yang di Bursa Efek Jakarta (BEJ) disebut securities house. Banker investasi membeli sekuritas dengan harga yang sudah disetujui dan menanggung risiko kegagalan atau kerugian menjualnya kembali ke publik. Banker investasi mengambil keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual saham yang disebut spread (Jogiyanto, 2003). Manajemen Laba Menurut Healy dan Wahlen (1999), salah satu motivasi yang mendasarinya manajemen laba pada suatu perusahaan adalah adanya motivasi pasar modal, motivasi ini banyak disebabkan oleh adanya anggapan umum bahwa angka-angka akuntansi khususnya laba merupakan salah satu sumber informasi penting yang digunakan oleh investor dalam menilai harga saham. Karena alasan ini maka tidak heran ada sebagian manajer yang berusaha untuk membuat laporan keuangan perusahaannya terlihat baik dengan maksud untuk mempengaruhi kinerja harga saham dalam jangka pendek. Tingkat Keuntungan (Return) Tinic (1998) mencatat bahwa saham-saham IPO memberikan abnormal return positif yang tinggi dalam jangka pendek pasca IPO. Yang dimaksud dengan jangka pendek tersebut adalah waktu dari pembelian saham di pasar perdana sampai dengan periode awal saham-saham IPO tersebut diperdagangkan di pasar sekunder. Sebagian besar peneliti menyimpulkan bahwa kinerja saham IPO memberikan return positif apabila dilakukan pada penawaran perdana dan menjual kembali pada awal perdagangan dipasar sekunder, karena harga saham pada penawaran perdana dibawah harga intrinsiknya (underpriced). Firm Size (Ukuran Perusahaan) Dipasar riil ada beberapa cara untuk mengelompokan perusahaanperusahaan. Ada pengelompokan yang didasarkan pada jenis industri, ukuran perusahaan dan lain-lain. Pengelompokan perusahaan berdasarkan ukuran perusahaan, yaitu perusahaan besar dan kecil dapat dilihat dari berbagai cara antara lain dengan market value (kapitalisasi pasar) dimana kapitalisasi ini diperoleh dengan cara mengalikan jumlah saham beredar dengan harga saham pada akhir tahun sebelumnya atau berdasarkan pada total asetnya (Machfoedz, 1994). Salah satu faktor fundamental dari perusahaan adalah besarnya total aset, faktor ukuran perusahaan ini turut menggambarkan kemungkinan kemampuan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.
Metode Penelitian Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan IPO pada periode Januari 2000 sampai dengan Desember 2003. Tahun terakhir pengamatan adalah 2003 karena untuk keperluan penelitian ini dibutuhkan laporan keuangan dua tahun sebelum dan dua tahun setelah IPO. Jika tahun pengamatan adalah 2003 maka data laporan keuangan yang dibutuhkan adalah tahun 2001, 2002, 2004, dan 2005. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu pemilihan sampel secara tidak acak yang disesuaikan dengan tujuan atau target tertentu, seperti: 1. memiliki laporan keuangan dua tahun sebelum dan sesudah IPO. 2. harga saham pada saat penawaran perdana diketahui. 3.data harga saham bulanan dan indeks harga saham gabungan (IHSG) pada saat penutupan diketahui.
27
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Sumber Data Metode pengumpulan data dicari melalui berbagai sumber baik majalah ataupun melalui jaringan internet mengenai masalah yang akan diteliti. Data ini merupakan data-data yang termasuk dalam kriteria sampel dari awal tahun 2000 sampai akhir tahun 2005 juga melalui berbagai literatur akademik dan bukubuku yang menunjang sebagai dasar acuan.
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Tabel 3.1 Data Perusahaan IPO tahun 2000 sampai dengan 2003 NAMA PERUSAHAAN Tanggal NO NAMA PERUSAHAAN Listing PT Alfa Retailindo Tbk PT Trimegah Securities Tbk PT Tunas Baru Lampung Tbk. PT Dharma Samudra Fishing Indu PT Surya Intrindo Makmur Tbk. PT Bank Mega Tbk. PT Asiaplast Industries Tbk. PT Bank Central Asia Tbk PT Panin Securities Tbk. PT Fortune Mate Indonesia Tbk. PT Summitplast Tbk PT Bank Buana Tbk. PT Jaka Arta Graha PT Bank Artha Niaga Kencana Tb PT Rimo Catur Lestari Tbk. PT Dyvlacom Intrabumi Tbk PT Gowa Makassar Tourism Dev. PT Adhi Candra Automotive P Tb PT Tempo Inti Media Tbk. PT Bank Nusantara Parahyanga PT Plastpack Prima Industri Tb PT Indofarma Tbk. PT Bhakti Capital Indonesia Tb PT Delta Dunia Petroindo Tbk PT Wahana Phonix Mandiri Tbk. PT Kimia Farma Tbk. PT Danasupra Era Pasific Tbk. PT Asia Kapitalindo Securities PT Bank Eksekutif Internasiona PT Arwana Citramulia Tbk PT Lapindo Packaging Tbk. PT Betonjaya Manunggal Tbk. PT Lamicitra Nusantara Tbk. PT Metamedia Technologies Tbk
18/01/2000 31/01/2000 14/02/2000 24/03/2000 28/03/2000 17/04/2000 26/04/2000 31/05/2000 31/05/2000 30/06/2000 03/07/2000 28/07/2000 02/08/2000 02/11/2000 10/11/2000 14/12/2000 14/12/2000 15/12/2000 08/01/2001 10/01/2001 16/03/2001 17/04/2001 11/06/2001 15/06/2001 22/06/2001 04/07/2001 06/07/2001 13/07/2001 13/07/2001 17/07/2001 17/07/2001 18/07/2001 18/07/2001 18/07/2001
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
28
PT Akbar Indo Makmur Stimec Tb PT Karka Yasa Profilia Tbk. PT Pyridam Farma Tbk. PT Roda Panggon Harapan Tbk PT Centrin Online Tbk PT Infoasia Teknologi Global T PT Central Korporindo Tbk. PT Limas Centric Indonesia Tbk PT Fortune Indonesia Tbk. PT Anta Express Tour & Travel PT Fishindo Kusuma Sejahtera T PT Cipta Panelutama Tbk. PT Abdi Bangsa Tbk. PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk. PT Anugrah Tambak Perkasindo T PT United Capital Indonesia Tb PT Sugi Samapersada Tbk. PT Kresna Graha Sekurindo Tbk PT Apexindo Pratama Duta Tbk PT Bank Bumiputera Indonesia T PT Surya Citra Media Tbk PT Gema Grahasarana Tbk. PT Inti Indah Karya Plasindo T PT Arthavest Tbk. PT Bank Kesawan Tbk. PT Trust Finance Indonesia Tbk PT Pacific Capital Tbk PT Tambang Batubara Bukit Asam PT Arona Binasejati Tbk. PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk PT Bank Mandiri Tbk PT Bank Rakyat Indonesia Tbk PT Perusahaan Gas Negara Tb PT Asuransi Jasa Tania Tbk.
Tanggal Listing 20/07/2001 20/07/2001 16/10/2001 22/10/2001 01/11/2001 15/11/2001 21/11/2001 28/12/2001 17/01/2002 18/01/2002 18/01/2002 20/03/2002 03/04/2002 16/04/2002 17/04/2002 18/04/2002 19/06/2002 28/06/2002 10/07/2002 15/07/2002 16/07/2002 12/08/2002 14/10/2002 05/11/2002 21/11/2002 28/11/2002 20/12/2002 23/12/2002 30/04/2003 09/07/2003 14/07/2003 10/11/2003 15/12/2003 29/12/2003
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Model Penelitian Model penelitian yang digunakan yaitu teknik analisis yang digunakan untuk pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini dengan menggunakan one sample t test. Pengujian ini digunakan untuk membuktikan dugaan bahwa dalam jangka panjang telah terjadi underperform pada perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia dan paired sample t-test sehingga didapat perbedaan yang signifikan untuk membuktikan adanya indikasi manajemen laba. Teknik ini digunakan untuk menguji apakah dua sampel yang berpasangan mempunyai rata-rata yang secara nyata berbeda. Sampel berpasangan (paired sample) adalah sebuah sampel dengan subyek yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda (Santoso, 2001). Pada hipotesis kedua menggunakan uji t dengan independent sample t test sebagai alat analisis untuk mengetahui adanya perbedaan kinerja saham perusahaan besar dan kecil yang melakukan IPO di Pasar Modal Indonesia, uji ini dilakukan untuk menguji antara dua sampel yang independent. Pengujian normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan kolmogorov-smirnov. Data terdistribusi normal apabila nilai kolmogorov-smirnov hitung < kolmogorov-smirnov tabel
Variabel Penelitian Dalam penelitian ini abnormal return digunakan sebagai alat ukur kinerja saham baik periode jangka pendek (3 bulan) ataupun jangka panjang (24 bulan) berdasarkan harga perdana. Adapun langkahlangkahnya sebagai berikut: a. menghitung return saham setiap periode Pit Rit = ⎯⎯⎯ - 1 Pio Keterangan: Rit = Return Saham Pit = Harga saham pada saat t Pi0 = Harga saham saat penawaran
b. menghitung return pasar setiap periode Pmt Rmt = ⎯⎯⎯ - 1 Pm0 Keterangan: Rmt = Return indeks pasar Pmt = Nilai indeks pasar pada saat t Pm0 = Nilai indeks pasar saat penawaran c. penyimpulan kriteria kinerja saham dengan ketentuan: (1 + Rit) MAARit = ⎯⎯⎯⎯⎯ - 1 x 100% (1 + Rmt) - return abnormal > 0, kinerja outperformed - return abnormal< 0, kinerja underperform
29
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Untuk menginterpretasikan total return secara kelompok (group) setiap periode, dihitung wealth relative (WR) sebagai pengukur kinerja. Rumus yang digunakan adalah :
1+(1/n) ∑ WR = 1+(1/N) ∑
Kriteria pengukuran yang digunakan adalah : - WR > 1, menunjukkan kinerja yang outperformed - WR < 1, menunjukkan kinerja yang underperformed d. Ukuran Perusahaan perusahaan-perusahaan sampel termasuk dalalm perusahaan besar dan kecil selama periode 2000 sampai 2003. adapun ukuran perusahaan (size) sampel didasarkan pada total asetnya.
Hasil Penelitian Deskriptif Statistik Berdasarkan table deskriptif statistik untuk hipotesis pertama dapat diketahui besarnya nilai ratarata, standar deviasi, standar error, nilai maksimum dan nilai minimum pada periode Jangka Pendek. Nilai mean pada periode Jangka Pendek (3 bulan) sebesar 67,82 menunjukkan bahwa apabila investor membeli saham pada penawaran perdana dan menyimpan selama 3 bulan, maka ia akan mendapatkan ratarata abnormal return sebesar 67,82%. Tabel 1 Mean, Deviasi Standar, Standar Error, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum AR Periode N Mean Standar Standar Error Nilai Nilai (Bulan) Deviasi Maksimum Minimum 1 68 68,82 112,64 13,66 481,5 -77,8 2 68 68,89 112,58 13,65 481,5 -77,8 3 68 67,82 115,98 14,06 518 -78 4 68 66,33 108,22 13,12 423,3 -78,7 5 68 59,24 104,10 12,62 416,9 -80,4 6 68 -16,96 64,06 77,69 176,5 -97,9 Standar deviasi pada periode 3 bulan menunjukkan besarnya resiko yang harus ditanggung oleh investor pada penawaran perdana dan menyimpannya selama 3 bulan, yaitu sebesar 115,98 %, standar eror menunjukkan penyimpangan Abnormal Return dari rata-ratanya, semakin besar nilai standar error maka semakin besar penyimpangan Abnormal Return dari rata-ratanya. Nilai maksimum pada periode 3 bulan menunjukkan angka 518. Berarti bahwa Abnormal Return tertinggi yang dapat dicapai oleh investor yang membeli saham pada penawaran perdana dan menyimpannya selama 3 bulan adalah 518%. Nilai minimum pada periode 3 bulan sebesar -78 menunjukkan bahwa kerugian terbesar mungkin ditanggung oleh investor yang membeli saham pada penawaran perdana dan menyimpannya selama 3 bulan adalah 78%. Kinerja Jangka Pendek dan Jangka Panjang. Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah dalam jangka panjang kinerja saham di pasar modal Indonesia mengalami underperform (terdapat penurunan kinerja yang diukur dengan abnormal return). Untuk menguji hipotesis tersebut terlebih dahulu menggunakan uji statistik one sample t-test. Uji ini digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan rata-rata dari satu sample.
30
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Tabel 2 Kinerja saham setelah IPO Standar Deviasi T-Hitung
Periode N MEAN WR Sig (Bulan) 1 68 68,82 112,64 5,038 1,93 0,000 2 68 68,89 112,58 5,046 1,64 0,000 3 68 67,82 115,8 4,822 1,69 0,000 6 68 66,33 108,22 5,054 1,60 0,000 12 68 59,24 10,10 4,693 1,99 0,000 24 68 -16,96 64,06 -2,184 -3,23 0,032 Sumber : Data sekunder diolah Dari uji statistik dapat diketahui bahwa rata-rata Abnormal Return dari 68 perusahaan dalam Jangka Pendek (3 bulan) adalah positif 67,82. Sedangkan Jangka Panjang (24 Bulan) adalah negative (16,96) . Dalam Jangka Pendek pada bulan ketiga rata-rata Abnormal Return mencapai 67,82% dan mengalami penurunan pada periode jangka panjang, rata-rata abnormal return menjadi negative (16,96%). Nilai Wealth Relative menunjukkan besarnya rata-rata Abnormal Return secara kelompok dari 68 perusahaan yang melakukan IPO. Dari perhitungan Wealth Relative untuk periode 24 bulan menunjukkan angka -3,23 yang berarti bahwa kinerja saham jangka panjang Underperform, karena nilai WR < 1. Berdasarkan uji t diperoleh hasil bahwa kinerja jangka panjang underperformed. Hal ini dapat dilihat pada nilai t hitung (-4,822) lebih kecil daripada t tabel (-2,000) dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa kinerja saham jangka panjang mengalami underperformed didukung oleh fakta empiris.
Perbedaan Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang. Untuk membuktikan adanya indikasi manajemen laba, maka ada perbedaan yang signifikan antara kinerja saham jangka pendek dan jangka panjang pada perusahaan yang IPO di Indonesia dengan menggunakan uji statistik paired sample test. Uji tersebut digunakan untuk menguji perbedaan antara rata-rata abnormal return jangka pendek (3 bulan) dan rata-rata abnormal return jangka panjang (24 bulan). Hasil pengujian dengan paired sample t-test terhadap 68 perusahaan. Tabel 3 Perbedaan kinerja saham 3 Bulan 24 Bulan T - Hitung Sig Mean (%) 67,82 -16,96 6,011 0,000 Standar Deviasi 64,05 116,32 N 68 68 Sumber : Data sekunder yang diolah Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui perbedaan rata-rata dan standar deviasi antara kinerja jangka pendek (3 bulan) dan kinerja jangka panjang (24 bulan). Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai signifikansi adalah 0,000. Ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja jangka pendek (3 bulan) dan kinerja jangka panjang (24 bulan). Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang pada surat berharga yang dibeli pada harga perdana. Dengan demikian terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang pada perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia. Perbedaan Kinerja Berdasarkan Firm Size Untuk hipotesis ke dua perbedaan firm size dibedakan atas ukuran total asset diperoleh 22 sampel untuk perusahaan besar dan 22 perusahaan kecil, berdasarkan hasil uji dengan mengunakan independent sample t test terdapat ringkasan grup statistic dari sample, untuk abnormal return dalam jangka panjang
31
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 24 bulan untuk perusahaan besar mempunyai rata-rata AR –0,1758 yang tidak jauh berbeda dengan perusahaan yang mempunyai size kecil yaitu -0,1743 sedangkan untuk kinerja jangka pendek AR 3 bulan pada perusahaan besar terdapat rata-rata 0,5192 yang tidak jauh berbeda dengan kinerja jangka panjang sebesar 0,9186.
Perusahaan AR 3 BLN kecil besar AR 24 BLN kecil besar
N 22 22 22 22
Table 4 Kinerja dan Ukuran Perusahaan Mean Standar Deviasi 0,9186 1,32888 0,5192 1,30596 -0,1743 0,75419 -0,1758 0,57593
Standar Error 0,28332 0,27843 0,16079 0,12279
a. Kinerja Jangka Pendek (Abnormal Return 3 bulan) Terlihat bahwa F hitung untuk kinerja jangka pendek adalah 0,530 dengan probabilitas 0,470 oleh karena probabilitas > 0,05 maka hipotesis kedua yang menyatakan ada perbedaan kinerja pada perusahaan besar dan perusahaan kecil ditolak. b. Kinerja Jangka Panjang (Abnormal return 24 bulan) Terlihat bahwa F hitung untuk abnormal return jangka panjang adalah 1,492 dengan probabilitas 0,029 karena probabilitas > 0.05 maka hipotesis yang diajukan tidak terbukti yaitu tidak terdapat perbedaan rata-rata kinerja antara perusahaan besar dan perusahaan kecil. Kesimpulan 1. Jumlah perusahaan yang melakukan IPO pada periode 2000 sampai dengan 2003 sebanyak 75 perusahaan. Setelah dilakukan pemilihan sampel dengan teknik purposive sampling, diperoleh sampel sebanyak 68 perusahaan yang dianalisis dalam penelitian ini. 2. Hasil analisis dengan metode one-sample t-test didapat perbedaan pada periode Jangka Pendek (3 bulan) rata-rata abnormal return sebesar 67,82 dan standar deviasi 115,98 dengan kinerja saham jangka panjang dimana terdapat rata-rata abnormal return sebesar -16,96 dengan standar deviasi 64,06 bahwa ada fenomena underpricing dalam jangka pendek. Dengan metode one-sample t-test terhadap kinerja saham jangka panjang menunjukan bahwa kinerja saham jangka panjang mengalami underperformed. Hal itu terbukti dari nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel (-2,184 < -2,000) signifikansi kurang dari 0,05. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini didukung oleh fakta empiris. 3. Hasil analisis dengan metode paired sample t-test terhadap kinerja jangka pendek (3 bulan) dan jangka panjang (24 bulan) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kinerja saham jangka pendek dan jangka panjang pada perusahaan yang IPO di Indonesia. Hal itu terbukti dari nilai t hitung (6,011) > t tabel (2,000) serta nilai signifikansi = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja jangka pendek positip dan pada jangka panjang adalah negatif. 4. Kinerja jangka panjang yang underperformed (mengalami penurunan) disebabkan karena sebagian besar perusahaan memang memiliki kinerja buruk yang tercermin pada nilai return abnormal yang negatif. Hasil ini memperkuat dugaan bahwa perusahaan yang melakukan IPO di Pasar Modal Indonesia melakukan manajemen laba. 5. Perbedaan signifikan antara kinerja jangka pendek dan jangka panjang disebabkan karena fenomena underpricing dalam jangka pendek dan penurunan kinerja sebagian besar perusahaan dalam jangka panjang serta kondisi perekonomian negara kita yang masih dalam recovery dimana dipengaruhi antara lain oleh inflasi, mahal murahnya harga saham dan perilaku investor. 6 Penilaian tentang size firm didapat masing-masing 22 sampel untuk perusahaan besar dan kecil, dilihat dari uji F tidak ada perbedaan kinerja rata-rata yang tercermin dari nilai abnormal return pada
32
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Berdasarkan hasil uji dengan mengunakan independent sample t test terdapat ringkasan grup statistik dari sample, untuk abnormal return dalam jangka panjang 24 bulan untuk perusahaan besar mempunyai rata-rata AR –0,1758 yang tidak jauh berbeda dengan perusahaan yang mempunyai size kecil yaitu -0, 1743 sedangkan untuk kinerja jangka pendek AR 3 bulan pada perusahaan besar terdapat rata-rata 0,5192 yang tidak jauh berbeda dengan kinerja jangka panjang sebesar 0,9186. Keterbatasan 1. Periode pengamatan yang relatif pendek (3 tahun), yaitu periode 2000 sampai dengan 2003 sehingga diperoleh sampel dalam jumlah yang relatif kecil sehingga tidak bisa digeneralisir dalam hal pengukuran perusahaan. 2. Dalam peneliltian ini digunakan data harga saham dan indeks harga saham gabungan (IHSG) bulanan saat penutupan (closing price), sehingga tidak mencerminkan nilai abnormal return yang sebenarnya. 3. Penelitian ini tidak membuktikan lebih jauh tentang adanya dugaan manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang akan melakukan IPO di Pasar Modal Indonesia. 4. Penggolongan ukuran perusahaan tidak membuktikan adanya perbedaan kinerja perusahaan yang melakukan IPO di Pasar Modal Indonesia.
Saran 1. Sebaiknya peneliti yang akan datang menggunakan data harga saham dan indeks harga saham gabungan (IHSG) harian sesuai dengan tanggal IPO dan dicari periode pengamatan yang tingkat inflasinya tidak terlalu tinggi untuk menghindari dampak negatif yang mungkin ada dari hasil penelitian ini. 2. Sebaiknya peneliti selanjutnya juga membuktikan kemungkinan adanya kecenderungan perusahaan melakukan manajemen laba (earning management) sebelum melakukan IPO dengan metode lain yang berdampak pada kinerja jangka panjang. 3. Sebaiknya penggolongan ukuran perusahaan tidak hanya diukur dengan besarnya total asset sehingga penelitian selanjutnya perlu dikembangkan dengan variable ukuran lain seperti nilai pasar ekuitas dan total penjual.
Daftar Pustaka Ahmad, Kamarudin, (1996), Dasar-dasar Manajemen Investasi, Rineka Cipta, Jakarta. Aggarwal, et al. (1993), The After Market of Initial Public Offerings in Latin America, Financial Management, (hal 42-53). Aharoney, Joseph, Chan-Jane, Lin, Martin Ploeb. (1993), Initial Public Offerings, Accounting Choices, and Earning Management, Contemporary Accounting Research, (hal 61-81). Banz, Rolf W. (1981), The Relationship Between Return and Market Value of Common Stock, Journal of Financial Economics, pp 3-18. Friedlan, JM, (1994) Accounting Choice of Issuer of Initial Public Offering, Contemporary Accounting Research (hal 1-31). Gumanti, Tatang Ary, (2003), Motivasi Dibalik Earning Management, Usahawan No. 12 Th XXXII, Desember. Husnan, S, (1991), Pasar Modal Indonesia Efisienkah? Pengamatan selama tahun 1990 “ Manajemen dan Usahawan Indonesia”. Tahun XX No. 6. Hariyanto, (1998), Perangkat dan Teknik Analisa Investasi di Pasar Modal Indonesia, PT. BEJ, Jakarta. Healy, p dan Wahlen JM, (1999), A Review of The Earning Management Literature and its Implication for Standard Setting, Accounting Horizons, (hal 365-383).
33
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Herrera,MJ and Lockwood. (1994), The Size Effect The Mexican Stock Market, Journal of Banking and Finance. Pp. 621-632. Indarti, MG Kentris, Kartika, Andi, Yohanes, (2004), Analisis Perbedaan Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang Pada Perusahaan Yang Melakukan IPO di Pasar Modal Indonesia, Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol 11 No 1 Maret (hal 86-94). Ibbotson, R.G, Sinderlar,J. L , Ritter, J. R. (1988), Initial Public Offering. Journal of Applied Corporate Finance, no. 2. Ibbotson, R.G. (1975), Price Perfomance of Common Stock New Issues. Journal of Financial Economics, no.2. Jain, Kini (1994), The Post Issues Operating Performance of Initial Public Opaerating Firms, Journal of Finance XLIX (5) Jogiyanto, (2003), Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi 3, BPFE, Yogyakarta. Manurung, A Hamyas, Supriyono, Gatot, (2006), Hubungan Antara Imbal Hasil IPO dan Faktorfaktor Ynang Mempengaruhi Kinerja IPO di BEJ, Usahawan, No, 3 Th XXXV, Maret. Manurung, A Hadler, Permana, P Nala(2005), Gejala Overreaction pada Saham dalam Perhitungan Indeks LQ 45, Usahawan No. 09 Th XXXIV, September. Machfoedz, Mas’ud (1994), Financial Ratio Analysis and Prediction of Earning Changes in Indonesia, KELOLA no 7/III/1994, p 114-137. Prastiwi dan Kusuma, (2001), analisis Kinerja Surat Berharga Setelah Penawaran Perdana (IPO) di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, vol 16 no.2 (hal 177-187). Susilo, Dwi, Djiwanto, Teguh, Jaryono, (2004), Dampak Publikasi Laporan Keuangan Terhadap Perilaku Return Saham di BEJ, SMART Vol 2 No 2 Mei (hal 97-110). Saiful,(2002), Manajemen Laba dan IPO di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi V September Sunariyah, (2003), Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi 3, UPP AMP YKPN. Singgih, Santoso, (2001), Mengolah Data Statistik Secara Profesional, PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Tandelilin, (2001), Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, BPFE, Yogyakarta. Tinic, S. M. (1988), Anatomy of Initial Public Offering of Common Stock. Journal of Finance, no.43. Teoh et al, (1998), Earning Management and The Under Performance of Seasoned Equity Offering, Journal of Financial Economics, no 50.
34
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 PENGEMBANGAN MODEL KONSERVASI LAHAN DAN SUMBERDAYA AIR DALAM RANGKA PENGENTASAN KEMISKINAN Oleh : Muharam Ringkasan Tantangan terbesar dalam menyelenggarakan ketahanan pangan adalah degradasi lahan dan lingkungan akibat ulah manusia dan gangguan alam. Akibat hal ini telah terjadi peningkatan lahan kritis di Indonesia, yang berakibat pada semakin meningkatnya kemiskinan khususnya di daerah-daerah lahan kritis. Pemerintah telah mencoba mengupayakan rehabilitasi lahan-lahan kritis dengan berbagai program rehabilitasi hutan, tanah, dan air. Keberhasilan program-program tersebut belum maksimal karena pendekatan pelaksanaan kegiatannya lebih dominan pada kegiatan penanganan hutan, tanah, dan air secara teknis, belum menyeluruh dengan melibatkan masyarakat miskin di sekitar hutan. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan model konservasi lahan yang sekaligus juga bisa mengentaskan kemiskinan. Model tersebut adalah model konservasi yang mengaplikasikan kegiatan konservasi lahan dengan pembangunan fasilitas konservasi, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan. Implementasi kegiatan tersebut adalah dengan penanaman lahan kritis milik Negara yang digarap oleh masyarakat miskin dengan bantuan modal dan pemberdayaan masyarakat dari Pemerintah. Tanaman yang ditanam meliputi tanaman konservasi seperti kayu-kayuan dan tanaman sela seperti sayur-sayuran dan palawija, serta bantuan ternak sebagai sumber ekonomi masyarakat miskin dan sumber pupuk bagi lahan kritis. _________________________________________ *) Dosen Konservasi Tanah dan Air Faperta UNSIKA
Pendahuluan Tantangan pembangunan pertanian di masa mendatang adalah penyediaan pangan bagi penduduk, yang lebih dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Menurut UU Pangan Nomor 7 tahuan 1996 pasal 1 ayat 17, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau. Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh ulah manusia maupun gangguan alam, semakin meningkat. Lahan subur untuk pertanian banyak beralih fungsi menjadi lahan non pertanian. Sebagai akibatnya kegiatan-kegiatan budidaya pertanian bergeser ke lahan-lahan kritis di sekitar DAS yang memerlukan input tinggi dan mahal untuk menghasilkan produk pangan per satuan luas. Akibat pengelolaan yang tidak tepat, lahan kritis di Indonesia meningkat setiap tahun. Pada tahun 2007 menurut Departemen Kehutanan luas lahan kritis di pulau-pulau besar di Indonesia total 22.125.578,50 ha; agak kritis 41.954.362,28; sangat kritis 40.403.103,01 ha. Sedangkan di pulau Jawa ( 6 provinsi) luas lahan kritisnya adalah 994.788,57 ha; agak kritisnya 2.054.262,03 ; sangat kritisnya 1.121.315,09 ha, atau rata-rata 3,97% dari luas lahan-lahan kitis di Indonesia Meluasnya lahan kritis di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal antara lain: 1. Tekanan jumlah penduduk yang terus meningkat 2. Perluasan areal pertanian yang tidak sesuai, 3. Perladangan berpindah 4. Padang penggembalaan yang berlebihan 5. Pengelolaan hutan yang tidak baik 6. Pembakaran yang tidak terkendali
35
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Permasalahan utama yang dihadapi pada lahan kritis ini secara teknis adalah lahan mudah tererosi, tanah bereaksi masam, dan miskin unsur hara sehingga Tingkat produktivitasnya rendah. Ciri utama lahan kritis adalah gundul, berkesan gersang, dan bahkan muncul batu-batuan di permukaan tanah, topografi lahan pada umumnya berbukit atau berlereng curam (Hakim et al., 1991). Pada umumnya, kondisi penduduk yang tinggal di daerah tersebut relatif miskin, populasi padat, luas lahan kecil, kesempatan kerja terbatas dan lingkungan yang terdegradasi. Oleh karena itu perlu diterapkan sistem pertanian berkelanjutan atau model konservasi dengan melibatkan penduduk dan kelembagaan. Dampak lebih lanjut dari banyaknya lahan kritis dalam suatu wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah memunculkan permasalahan – permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya air di wilayah bawahnya. Permasalahan – permasalahan tersebut di antaranya adalah : 1. Berkurangnya suplai air untuk wilayah hilir 2. Bahaya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau 3. Erosi dan sedimentasi di badan – badan air 4. Pencemaran air minum dan air sungai 5. Keterbatasan pangan di wilayah hulu sehingga meningkatkan kemiskinan di wilayahnya 6. Keterbatasan energy Penanganan masalah lahan kritis atau konservasi lahan secara parsial yang telah ditempuh selama ini ternyata tidak mampu mengatasi masalah yang kompleks dan juga tidak efisien ditinjau dari segi biaya. Pendekatan parsial seperti hanya untuk mengatasi masalah produktivitas tanaman saja, ternyata tidak berhasil, kegiatan seperti ini adalah ciri suatu kegitan yang hanya berbasis komoditas. Untuk itu, penanganan harus diubah dengan strategi pelaksanaan kegiatan pengembangan konservasi lahan dan air melalui pendekatan holistik dengan fokus sumberdaya. Hal ini maka diperlukan terobosan dengan mengembangkan program konservasi lahan dan sumberdaya air secara menyeluruh terkait dengan program-program pemerintah, yang ditujukan dalam rangka pengentasan kemiskinan masyarakat yang ada di sekitar lahan-lahan kritis atau lahan- lahan sekitar hutan dengan mengadopsi kearifan lokal yang menjadi sumber pertanian berkelanjutan sekarang ini. Sistemnya adalah dengan mencoba mengembangkan model konservasi lahan dan sumberdaya air yang cocok untuk wilayahnya. Sistem ini merupakan sistem usahatani konservasi dengan penataan usahatani yang stabil berdasarkan daya dukung lahan yang didasarkan atas tanggapannya terhadap faktorfaktor fisik, biologi, dan sosial ekonomis serta berlandaskan sasaran dan tujuan rumah tangga petani miskin dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia. Profil Pengelolaan Konservasi Lahan dan Sumberdaya Air di Daerah 1. Permasalahan – Permasalahan Dalam Pengembangan Konservasi Lahan dan SDA Permasalahan – permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan konservasi lahan dan sumberdaya air di daerah pada umumnya adalah : 1. Tingginya tingkat perusakan lingkungan karena adanya kebakaran hutan dan lahan, kerusakan tanah untuk produksi biomasa, telah menurunkan daya dukung lingkungan dan mengancam keseimbangan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS), 2. Tingginya kerusakan kawasan lindung dan kerusakan cadangan sumber daya alam karena pengelolaan yang tidak sesuai dengan fungsinya, 3. Belum berkembangnya pelaksanaan diversifikasi/penerapan integrasi perkebunan ternak dikawasan lahan kritis, DAS, dan tangkapan waduk, 4. Rendahnya luasan ruang terbuka hijau yang dapat digunakan untuk mempertahankan prosesproses alamiah dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup, 5. Masih tingginya lahan kritis di luar kawasan hutan (654.796,67 ha) dan tanah kosong di dalam kawasan hutan (81.767,8 h) serta kerusakan mangrove di wilayah Pantai Utara (10.423 ha). 6. Masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat di sekitar hutan,
36
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 7.
Belum optimalnya fungsi hutan sebagai pengendali tata air atau sebagai perlindungan penyangga kehidupan. 8. Belum optimalnya pengelolaan hutan dalam aspek fungsi lingkungan, ekonomi dan sosial. 9. Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengembangan konservasi lahan dan sumberdaya air . 10. Sulitnya merubah prilaku masyarakat/petani peserta kegiatan, hal ini karena masyarakat sudah terbiasa dengan bantuan keproyekan, tetapi tidak mementingkan hasilnya. 11. Kegiatan tanaman menanam seperti kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan sangat tergantung pada cuaca/musim, sehingga kadangkala pelaksanaan di lapangan mundur dari jadwal yang telah ditentukan. 12. Kegiatan tanaman menanam seperti kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan sangat tergantung pada cuaca/musim, sehingga kadangkala pelaksanaan di lapangan mundur dari jadwal yang telah ditentukan. 13. Masih terdapat kegiatan yang outputnya tidak sesuai dengan yang diharapkan dan biaya yang telah dikeluarkan, misalnya dalam kegiatan operasi pengamanan hutan. 14. Data dan informasi mengenai lahan kritis masih berbeda-beda antar instansi sehingga perlu dilakukan pemutakhiran data baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. 15. Pengembangan aneka usaha kehutanan masih belum optimal sementara potensi aneka usaha kehutanan cukup besar. 16. Belum terpadu, efektif dan efisien dalam dalam konservasi lahan dan sumberdaya air . 17. Tingginya erosi dan sedimentasi di DAS. 2. Data Peraturan Perundangan terkait Konservasi Lahan dan SDA Peraturan perundangan yang dijadikan landasan dalam pelaksanaan pengembangan konservasi lahan dan sumberdaya air mengacu pada peraturan perundangan yang di keluarkan oleh Pemerintah. Peraturan tersebut adalah UU no. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU no.7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, PP no. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air. Sedang untuk perencanaan program landasannya adalah UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP no. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Di ketiga provinsi belum ditemukan adanya peraturan daerah yang mengatur pelaksanaan pengembangan konservasi lahan dan sumberdaya air. Untuk penyusunan kebijakan tentang konservasi lahan dan SDA, umumnya di daerah (provinsi dan kabupaten) sudah tercantum mulai dari RPJM, Renstra, RKP dan RKAKL Daerah. Perhatian lebih lanjut harus ditekankan pada program dan anggaran yang disediakan oleh Daerah. Selain itu, juga implementasi program serta hasilnya, karena umumnya program-progam konervasi lahan dan SDA seperti reboisasi dan penghijuan belum berhasil. 3. Kelembagaan Konservasi Lahan dan Sumberdaya Air Kelembagaan pengembangan konservasi lahan dan sumberdaya air di Daerah pada umumnya leading sektornya adalah Dinas Kehutanan. Dinas-dinas lainnya yang terkait adalah Dinas PU/PSDA, Dinas Pertanian, BPLHD, Bappeda sebagai koordinator program. Berdasarkan hasil pengamatan di Daerah beberapa instansi/organisasi yang terlibat dalam konservasi lahan dan SDA di hulu dan di hilir (sumberdaya air) sebagai berikut; Tabel 1. Beberapa Instansi/Organisasi Terkait Kegiatan konservasi lahan dan SDA
37
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 No
Nama Instansi/ Organisasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Balai Besar Wilayah Sungai Badan Pengendali Lingkungan Hidup Daerah Propinsi Dinas Kehutanan Provinsi Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Balai PSDA WS Provinsi Biro Sarana Perekonomian Provinsi Perum Perhutani Perum Jasa Tirta (Jabar /Jatim)
11 12
Kelompok Instansi/ Organisasi Instansi Pemerintah Pusat
Instansi Pemerintah Propinsi
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Instansi Pemerintah Tingkat Kabupaten
Dinas Pekerjaan Umum (Pengairan) Kabupaten Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten 13 Bappeda provinsi dan kabupaten Instansi Pemerintah Daerah 14 Panitia Tata Pengaturan air Sungai Lembaga Koordinasi Sungai Sumber : Data primer (diolah), 2009 Profil Masyarakat Miskin Pedesaan di Sekitar Lahan kritis a. Permasalahan kemiskinan (1). Seseorang termasuk miskin kalau tingkat pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang antara lain meliputi pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Hal ini dapat disebabkan oleh terlalu besarnya jumlah anggota keluarga atau karena rendahnya produktivitas atau kombinasi keduanya (2). Upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin lebih lanjut akan semakin sulit karena penduduk miskin yang tersisa adalah yang paling rendah kemampuannya untuk dapat menolong diri, semakin terpusat di kantong- kantong kemiskinan dan semakin sulit jangkauannya. Kebijaksanaan yang berlaku umum karena semakin tidak efektif dan peran utamanya harus digantikan dengan kebijaksanaan khusus yang langsung ditujukan kepada dan untuk orang miskin. (3). Keberhasilan dan efektivitas program penanggulangan kemiskinan dalam menjangkau orang miskin ditentukan oleh keterpaduan dalam perencanaan dan pelaksanaan berbagai program anti kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan harus berisi pedoman-pedoman umum peningkatan perhatian kepada masalah- masalah kemiskinan. (4). Pada hakekatnya masalah kemiskinan tidak terlepas dari masalah yang lebih besar, yaitu masalah ketimpangan antar wilayah dan antar golongan penduduk. Masalah ketimpangan ini sangat rumit dan hanya dapat diatasi secara bertahap berkesinambungan. Ketimpangan sosial, yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat merupakan masalah yang mendesak. b. Faktor Penyebab Kemiskinan Beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebab kemiskinan di pedesaan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu 1) Masalah-masalah sistem nilai (etos) dan kelembagaan infrastruktur, 2) Masalah- masalah struktural, khususnya keterbatasan penguasaan sumberdaya dan faktor produksi pertanian, serta kelimpahan tenagakerja; dan 3) Masalah-masalah kebijakan dan pendekatan model pembangunan. Fenomena kemiskinan buatan (atau pengaruh) lingkungan alam berpangkal dari sumberdaya alam yang gersang, misalnya tak mencukupi dalam mendukung hidup sejumlah penduduk yang bertambah
38
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 dan hidup dari alam itu. Sedangkan fenomena kemiskinan buatan manusia (masyarakat sendiri), disebabkan oleh lingkungan sosial ekonomi dan budaya. Ada struktur kemiskinan yang menjadikan sebagian orang miskin (lapisan bawah) sedang sebagian lain (lapisan atas) serba cukup, bahkan kaya, serba kuasa, mampu mengembangkan kekayaan yang sebagian berasal dari upaya nafkah golongan miskin. Ada juga fihak yang mengalihkan perhatian pada "budaya miskin" (miskin karena malas atau berciri negatif lain: fatalistik, cepat menyerah kalah). Sebaliknya golongan kaya mempunyai motivasi kuat dan sifat-sifat terpuji (positif) lainnya dan mencapai kesejahteraan tinggi. c. Profil Wilayah Masyarakat Miskin Lima faktor yang dianggap berkaitan langsung dengan fenomena kemiskinan wilayah pedesaan, yaitu (a) kapabilitas sumberdaya lahan yang rendah, (b) lokasi yang terisolir dan/atau terbatasnya sarana dan prasarana fisik, (c) keterbatasan penguasaan modal dan teknologi, (d) lemahnya kemampuan kelembagaan (formal dan non-formal) penunjang pembangunan di tingkat pedesaan, dan (e) masih rendahnya akses sosial masyarakat terhadap peluang-peluang "bisnis" yang ada. d. Upaya Pengentasan Kemiskinan di Daerah Lahan Kritis Pertambahan jumlah penduduk yang cepat menyebabkan pemerintah menghadapi situasi sulit yang menimpa masyarakat, khususnya pedesaan sekitar kawasan hutan. Hal ini telihat dari kenyataan banyaknya potensi sumberdaya alam menjadi semakin terbatas; berkurangnya pemilikan lahan pertanian; dan nilai tukar yang semakin buruk antara hasil pertanian dengan hasil industri. Akibat dari keadaan ini terjadi proses pemiskinan sumberdaya manusia, jumlah kelompok miskin menjadi semakin banyak dan bahkan cenderung terjadi pada sebagian besar masyarakat pedesaan. Proses semacam ini disebut oleh Geertz "involusi pertanian", yang merupakan proses pembagian kemiskinan. Masyarakat yang terjangkit penyakit involusi inilah yang mewarisi potensi sumberdaya yang kapabilitasnya rendah. Pada umumnya dalam jangka panjang akan menyebabkan para warganya tidak memiliki kemampuan untuk melihat jauh ke depan, tidak memiliki keberanian menanggung resiko, kurang memiliki inisiatif, kurang memiliki kemampuan melihat potensi/peluang yang ada, buta informasi dan akhirnya dapat menjurus menjadi fatalis. Proses pengentasan masyarakat dari fenomena involusi pertanian akan berhasil apabila terjadi pendinamisan masyarakat secara keseluruhan. Disamping itu, pola adaptasi baru akan dapat dilalui masyarkat apabila tidak ada perintang yang dapat menghambat terjadinya perkembangan tersebut. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila ada intervensi pemerintah secara langsung dan cukup intense, yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dengan jalan pembangunan yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan dasar. Dalam rangka program pengentasan kemiskinan telah dirancang berbagai program pembinaan sumberdaya manusia dan sekaligus memperbaiki tingkat kesejahteraannya. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memeratakan akses seluruh masyarakat terhadap proses pembangunan dan hasil-hasilnya. Selain itu, perlu adanya perhatian khusus terhadap kelompok masyarakat miskin yang relatif tertinggal dan belum beruntung dibandingkan dengan kelompok lainnya. Penanganan kemiskinan pada prinsipnya merupakan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi sumberdaya alam yang tidak menguntungkan dan rendahnya akses kelompok masyarakat miskin terhadap peluang- peluang yang tersedia. Oleh karena itu, sasaran pengentasan yang perlu diutamakan adalah : (a). Peningkatan kualitas dan kemampuan sumberdaya manusia, melalui jalur pelayanan pendidikan (transfer IPTEK), pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi. (b). Mengembangkan tingkat partisipasi kelompok masyarakat miskin dengan jalan membuka peluangpeluang usaha produktif yang dapat diakses oleh kelompok masyarakat miskin. Dengan mengacu kepada dua sasaran tersebut maka bantuan program pembangunan harus diberikan dalam bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan penghasilan, kemampuan berusaha, upaya meringankan beban hidup masyarakat, pemenuhan prasarana dasar sosial, pemberian modal kerja melalui kelompok swadaya masyarakat (KSM) untuk dapat digulirkan lebih lanjut dan pembangunan /rehabilitasi sarana dan prasarana fisik yang menunjang kegiatan produktif, pemasaran hasil produksi pedesaan, dan perbaikan mutu lingkungan pemukiman hidup.
39
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Usaha lain yang sedang dirancang Pemerintah pada awal PJPT II, yakni melalui konsep Program bantuan khusus untuk wilayah dengan kelompok masyarakat miskin yang cukup besar. Usaha Pemerintah pada kenyataannya masih menghadapi permasalahan, yakni (a) Kurangnya data aktual untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi kelompok miskin ; (b) belum diketahuinya proyekproyek yang dibutuhkan untuk kelompok masyarakat miskin; (c) belum diketahuinya katagori kelompok sasaran yang relevan dengan jenis proyek yang akan diintroduksikan. Dalam pengembangan model Konservasi lahan dan sumberdaya air dalam rangka pengentasan kemiskinan, maka program implementasinya tetap harus dilaksanakan dengan peningkatan sumberdaya manusia petani dan peningkatan partisipasi petani dalam kegiatan konservasi lahan dan SDA. Dengan demikian sasaran yang ingin dicapai bisa terjangkau karena dengan peningkatan sumberdaya manusia petani, maka kesadaran masyarakat meningkat, dan dengan peningkatan partisipasi petani dalam pembangunan, kesejahteraanpun akan meningkat. Untuk menghadapi permasalahan dalam pengentasan kemiskinan di pedesaan khususnya pada masyarakat di sekitar wilayah lahan-lahan kritis, maka penyediaan informasi yang lengkap tentang profil sosial, ekonomi, teknis, dan kelembagaan wilayah yang akan dijadikan pilot project mutlak diperlukan. Sehingga kesalahan – kesalahan masa lalu dalam program pengentasan kemiskinan tidak terulang lagi.
Pengembangan Model Konservasi Lahan dan SDA Dalam Rangka Pengentasan Kemiskinan di Daerah Dalam penerapan kegiatan konservasi tanah dan sumberdaya air skema umum atau standar yang digunakan adalah menerapkan kegiatan budidaya tanaman sesuai dengan peruntukan lahannya, sebagaimana diatur dalam aturan penataan ruang suatu wilayah. Pada daerah daerah tinggi dengan kelerengan yang tajam maka dijadikan sebagai kawasan lindung, kemudian daerah penyangga, dan terakhir adalah kawasan budidaya pertanian. Hal ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Gambar 1. Penerapan model konservasi lahan sesuai dengan peruntukan lahan Implementasi di lapangan daerah – daerah penyangga bahkan hutan lindung sebagian digarap sebagai kawasan budidaya pertanian, sehingga terjadilah lahan – lahan kritis dan erosi yang berdampak pada kegagalan siklus hidro orologis dan mempengaruhi keseimbangan lingkungan. Untuk memperbaiki hal tersebut maka dilakukan kegiatan konservasi tanah dan air, yang salah satu kegiatannya misalnya rehabilitasi hutan, penerapan budidaya berbasis konservasi dan lain – lain. Untuk kawasan penyangga supaya berdampak social ekonomi lebih cepat maka diterapkan pola Perhutanan Sosial yang berbentuk
40
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Agroforestry, atau bentuk lainnya. Pengembangan model konservasi lahan dan sumberdaya air yang akan diterapkan di daerah pada prinsipnya merupakan kombinasi dari jenis – jenis kegiatan konservasi yang biasa dilakukan, yaitu penerapan metode vegetatif yang dikombinasikan dengan metode teknis, dan pemberdayaan masyarakat, serta pengembangan usaha tani di lahan kritis non budidaya tanaman. Pada umumnya skema model konservasi yang digunakan di daerah – daerah pilot project adalah adalah pola Perhutanan Sosial yang bentuknya Agroforestry yang dikombinasikan dengan kegaiatan sipil teknis, serta pemberdayaan masyarakat dan pengembangan usaha. Pola perhutanan sosial merupakan sistem pengelolaan hutan/lahan dengan tujuan memperoleh manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat dengan mengusahakan tanaman non kayu di perhutanan tesebut sehingga akan terjadi interaksi sating menguntungkan. Sekali lagi pola ini bentuknya Agroforestry yang bisa berbentuk Farm forestry, Agrosilviculture, serta Silvopasture. Bentuk – bentuk model tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 1. Agroforestry (Wanatani) merupakan pengelolaan/ Pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari dengan cara mengkombinasi kegiatan kehutanan dan pertanian 2. Sivopasture adalah salah satu bentuk agroforestiy yang rnerupakan sistem pengelolaan lahan untuk pengelolaan tanaman tahunan yang menghasilkan kayu dan atau buah-buahan dengan pemeliharaan ternak secara bersama Beberapa contoh model yang akan dikembangkan dalam pengembangan konservasi lahan dan SDA yang sekaligus juga bisa mengetaskan kemiskinan masyarakat di daerah lahan – lahan kritis khususnya di Daerah salah satunya adalah sebagai berikut : a. Contoh Model Konservasi Lahan dan SDA yang bisa dikembangkan Untuk mengentasakan masyarakat dari kemiskinan di sekitar lokasi lahan kritis bisa dikembangkan pola baru dalam konservasi lahan, yakni model konservasi dengan Skema dasar Agroforestry. Model konservasi ini akan menanam tanaman konservasi yang sesuai dengan kondisi tanah dan keinginan masyarakat, dan sebelum tanaman ini menghasilkan akan ditanam tanaman sela (misalnya strawberry, tembakau, kubis, ketela) serta ternak seperti domba atau sapi sebagai ketahanan ekonomi jangka pendek). Tanaman – tanaman konservasi yang bisa ditanam tersebut adalah Kelengkeng, Kopi Arabica, Albasia, Suren, dan Jeruk Keprok . Model konservasi yang digunakan dapat digambarkan pada skema di bawah ini.
Gambar 2. Skema pengembangan model konservasi dalam rangka pengentasan kemiskinan
41
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Sedangkan model kelembagaan serta kerjasamanya dapat dilihat pada skema di bawah ini :
b. Kelembagaan Model Model kelembagaan yang akan dikembangkan adalah dengan membentuk sebuah organisasi di tingkat kabupaten (asosiasi petani pelaksanan konservasi), kader penggerak di tiap kecamatan, dan kelompok-kelompok tani di tiap desa dimana masing-masing kelompok terdiri dari 10 – 15 petani. Secara umum gambaran pengelolaan konservasi dalam pengentasan kemiskinan dapat digambarkan sebagai struktur berikut : Struktur Organisasi / kelembagaan Program Konservasi Lahan di daerah (Kabupaten) adalah sebagai berikut :
42
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011
c. Implementasi Model Konservasi yang digunakan Implementasi dari model konservasi lahan dan SDA dalam rangka pengentasan kemiskinan dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Konservasi Di Lahan Milik Pemerintah Daerah 1) Pembagian Lahan Pembagian lahan di setiap lokasi akan disesuaikan dengan jumlah penduduk miskin. Untuk meninngkatkan pendapatan petani dalam rangka pengentasan kemiskinan diharapkan setiap 1 ha lahan kritis akan dikembangkan oleh 3-4 orang petani. 2) Peserta Peserta kegiatan konservasi lahan dalam rangka pengentasan kemiskinan ini terdiri dari penduduk di sekitar lokasi, yaitu penduduk miskin, dan penduduk yang tergolong mampu dengan toleransi 10 %. Hal ini diusulkan agar petani yang tergolong mampu ini menjadi motor penggerak dan atau ketua kelompok bagi kelompok tani konservasi ini . 3) Jenis Bantuan hibah pedesaan : Bibit, Pupuk, Embung sebagai sumber air.
43
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Ternak Peralatan, 4) Jenis Tanaman Jenis tanaman yang diusulkan untuk program konservasi lahan antara lain Kelengkeng, Jeruk Keprok, Suren, Albasia, Kopi dan Jati. 5) Jenis Kegiatan Penunjang Pelatihan ketrampilan dan bimbingan teknis lapangan. 6) Jenis Kegiatan Ekonomi Pemberian modal kerja untuk mengembangkan home industri dan peternakan domba. 7) Pembagian Hasil Budidaya Setelah tanaman konservasi menghasilkan maka dibelakukan pembagian hasil budidaya tanaman konservasi sebagai berikut : petani 60 %, kelompok 20 %, Pemda 20 % atau petani 50 %, kelompok 30 %, Pemda 20 % 2. Konservasi di Lahan Masyarakat 1) Jenis Bantuan Bantuan yang diberikan berupa bibit dan pupuk. 2) Jenis kegiatan kelompok masyarakat Konservasi di lahan di daerah tangkapan air. 3. Jenis Kegiatan yang Diusulkan Adanya dana stimulant bagi kelompok masyarakat yang mempunyai inisiatif untuk melestarikan lingkungan. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan yang bisa diambil dari makalah di atas adalah sebagai berikut : 1. Kerusakan lingkungan telah terjadi dimana-mana akibat perusakan hutan, dengan tingkat perusakan hutan yang bervariasi. 2. Dampak kerusakan lingkungan ini di samping menimbulkan kerusakan ekosistem (banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau serta bencana lainnya) juga meningkatkan masyarakat miskin di sekitar lahan kritis. 3. Upaya penanggulangan kerusakan lingkungan akibat kerusakan hutan (konservasi lahan dan sumberdaya air) selama ini lebih diarahkan ke arah upaya teknis, yang kurang melibatkan masyarakat miskin, sehingga keberhasilannya kurang optimum. 4. Perlu dikembangkan model upaya konservasi lahan dan sumberdaya air dalam rangka pengentasan kemiskinan dengan mengaplikasikan antara kegiatan konservasi di lahan kritis, pembangunan fasilitas konservasi, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan ekonomi masyarakat di pedesaan.
Saran – Saran 1. Perlu sosialisasi pengembangan model konservasi dalam rangka pengentasan kemiskinan terhadap dinas instansi terkait yang mengelola program-program konservasi lahan (Pelestarian hutan, tanah, dan air).
44
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 2. Perlu peningkatan kesadran masyarakat dengan sosialisasi dan penyadaran public oleh dinas instansi terkait, Perguruan Tinggi, dan LSM untuk memelihara hutan, tanah, dan air dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan sebagai penjaga daya dukung lingkungan terhadap kehidupan mahluk hidup, khususnya manusia.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pengelolaan DAS Ciliwung. 1997. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia, Kumpulan Informasi, BP DAS, Bogor. Bapeda Jawa Barat. 2000. Evaluasi Sistem Pengendalian Banjir, Kertas Kerja, Bappeda Jabar, Bandung. C. Yudilastiantoro dan Tony Widianto. Konsep Lembaga Pengelolaan DAS Tingkat Lokal dan Regional di DAS Saddang-Bilawalanae, Sulawesi Selatan. Dede Rohmat. 2007. Blue Print KTPE DAS Citanduy Kabupaten Ciamis, Bappeda, Ciamis. Download internet, 29 Oktober 2009: http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/03112/sitti_marwah.htm. Download internet, 29 Oktober 2009: http://www.rudyct.com/PPS702ipb/04212/andi_rahmadi.htm. Dinas PKT Kabupaten Cianjur. 2009. Data Lahan Kritis Setiap Kecamatan Kabupaten Cianjur, Hidayat Pawitan dan Daniel Murdiyarso. 1995. Monitoring dan Evaluasi Komponen Biofisik DAS, Lokakarya Pembahasan Hasil Penelitian dan Analisis Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Garut, 20-24 November 1995. I. Nyoman Yuliarsana. 2000. Agroforestry Dalam Pengelolaan DAS, Agenda dan Strategi Studi dan Penelitian, Bahan Kuliah Pascasarjana IPB, Program Studi Pengelolaan DAS, PPS IPB, Bogor. Hakim, N. Yusuf N, Lubis, Nugroho S.G., Saul R, Amin Diha, Go Ban Hong, Bailey. 1986. Dasar – dasar Ilmu Tanah. Unila, Lampung. Perhutani Unit III Jabar. 2005. Implementasi PHBM di Jawa Barat, Perhutani Unit III Jawa Barat, Bandung. Robert J. Kodoatie, 2002. Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Otonomi Daerah, Andi Yogyakarta. Robert J. Kodoatie, dan Roestam Sjarief., Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu, Andi Yogyakarta, 2005. Tarigan S.D. 2000. Bahan Kuliah Teknologi Pengelolaan DAS, Pascasarjana, IPB, Bogor.
1. 2. 3.
Peraturan-peraturan Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
45
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2006 tentang Irigasi Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2006 tentang Pembagian Urusan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No, 2 tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.7 tahun 2006 tentang Gerakan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
46
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 ANALISIS POSITIONING PRODUK LAPTOP ACER PADA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG (Studi Kasus pada Mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang) Oleh :
Kosasih, Nelly Martini, Eva Lisnawati, ABSTRAK Positioning (penetapan posisi) merupakan tindakan merancang tawaran dan citra perusahaan sehingga menempati posisi yang khas (di antara para pesaing) di dalam benak pelanggan sasarannya. Dalam hal ini terdapat tujuh pendekatan positioning yang dapat digunakan untuk melakukan positioning seperti atribut,manfaat, kelas produk,pemakai, dan pesaing. Peningkatan permintaan terhadap laptop selain karena kebutuhan dalam menunjang kelancaran tugas, juga didorong oleh perubahan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat. Produk laptop Acer merupakan sebuah merek lima besar komputer pribadi dunia yang pertama kali didirikan dengan nama Multitech.Mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang salah satunya. Mereka lebih cendrung menggunakan Laptop Acer untuk membantu perkuliahan, baik itu tugas-tugas kuliah, mencari literatur kuliah dan juga berkomunikasi dengan pengajarnya untuk berdiskusi tentang perkuliahan yang mereka jalani melalui jaringan internet yang telah disediakan secara gratis oleh pihak Fakultas. Positioning produk laptop Acer pada mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang tentunya beragam. Banyak hal yang bisa dikaji dan diteliti untuk mengetahui hal itu. Metode penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan cara membagikan kuesioner kepada responden yang berisi pertanyaan tentang positioning produk laptop Acer yang dianalisis dengan menggunakan program SPSS. Hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa secara umum, responden menyatakan setuju bahwa sub variabel atribut ( rata-rata total skor 343), manfaat (rata-rata total skor 340), kelas produk (rata-rata total skor 344), dan pesaing (rata-rata total skor 327) serta menyatakan ragu-ragu pada sub variabel pemakai (rata-rata total skor 314) positioning produk laptop Acer sudah baik dibandingkan dengan produk laptop pesaing. Kata kunci : Positioning PENDAHULUAN Sekarang ini dunia persaingan yang semakin kian berkembang pada era globalisasi dan penuh tantangan sehingga menuntut beberapa perusahaan untuk lebih inovatif dalam menghasilkan suatu produk untuk mempertahankan kelangsungan produk dan perusahaan. Setiap perusahaan mempunyai standar prosedur dalam pembuatan produk merupakan suatu sistem yang diterapkan atau dijadikan sistem baku dalam melaksanakan suatu pekerjaan di dalam analisis kemampuan uji coba produk. Positioning (penetapan posisi) merupakan tindakan merancang tawaran dan citra perusahaan sehingga menempati posisi yang khas (di antara para pesaing) di dalam benak pelanggan sasarannya. Dan salah satu untuk menghadapi persaingan pemasaran diatas yaitu dengan menciptakan strategi pemasaran dengan melakukan positioning yang baik dan ditunjang dengan produk yang berkualitas dan mampu bersaing di pasaran. Hasil akhir dari “positioning” adalah keberhasilan penciptaan proporsi nilai yang berfokus pada pelanggan, yaitu alasan yang meyakinkan mengapa pasar sasaran harus membeli produk itu.
47
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Seiring dengan perkembangan jaman dan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia yang semakin meningkat maka semakin tinggi dan beragam pula keinginan dan kebutuhan akan suatu produk. Salah satu dari kebutuhan dan keinginan manusia yang meningkat serta beragam itu adalah kebutuhan dan keinginan akan teknologi. Mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang salah satunya. Mereka banyak menggunakan laptop yang secara kasat mata lebih banyak menggunakan produk laptop Acer untuk membantu perkuliahan, baik itu tugas-tugas kuliah, mencari literatur kuliah dan juga berkomunikasi dengan pengajarnya untuk berdiskusi tentang perkuliahan yang mereka jalani melalui jaringan internet yang telah disediakan secara gratis oleh pihak Fakultas. Penilaian mengenai posisi produk laptop tentunya beragam. Disana akan terdapat banyak hal yang bisa dikaji dan diteliti untuk mengetahui hal tersebut. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan mana perumusan masalah penelitian adalah Bagaimana positioning produk Laptop Acer (Studi Kasus pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang)? TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui, menjelaskan dan menganalisis Positioning Produk Laptop Acer pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang yang beralamat di Jl. HS Ronggowaluyo Teluk Jambe Karawang. TINJAUAN PUSTAKA Pemasaran Menurut American Marketing Association (Fandy Tjiptono : 2008:3) bahwa: Pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian proses menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyampaikan nilai bagi para pelanggan, serta mengelola relasi pelanggan sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat bagi organisasi dan para stakeholdernya. Positioning Menurut Philip Kotler dan Amstrong (2005 : 311) menyatakan: Positioning adalah cara produk di definisikan oleh konsumen berdasarkan beberapa atribut penting – tempat yang diduduki dalam benak konsumen dibanding hubungan dengan produk-produk para pesaing. DESAIN PENELITIAN Penelitian berdasarkan tujuan Penelitian berdasarkan metode penelitian Berdasarkan tingkat ekplanasinya Berdasarkan rancangan jenis data dan analisisnya
48
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 VARIABEL PENELITIAN Variabel
Sub Variabel
Atribut
Positioning
Manfaat Kelas Produk
Indikator
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kualitas Fitur Desain Jaminan Keunikan Harga Merek Dapat dikomunikasikan Preemptive
1. Kenyamanan 2. Kemampuan 1. Kemudahan dalam menikmati produk
2. Status social konsumen pengguna Pemakai
Pesaing
produk 1. Kepribadian 2. Status konsumen pengguna produk Posisi Pesaing
METODE PENGUMPULAN DATA Populasi dan Sampel Mahasiswa yang aktif dan pengguna produk Laptop Acer di Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang dari tahun 2007-2010 sebanyak 138 dengan sampel 95. Jenis Data Data Primer & Data Sekunder Metode pemilihan data Studi Pustaka, Observasi, Kuesioner Teknik skala Skala Likert HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Profil Perusahaan Sejarah dan Gambaran Umum Perusahaan Acer Didirikan di Taiwan, Acer adalah produsen multinasional elektronik yaitu sebuah perusahaan yang menjual atau memproduksi perangkat keras komputer seperti, desktop, notebook, server, penyimpanan data, layar, peripheral. Acer didirikan oleh Stan Shih et al,. Pertama kali didirikan dengan nama Multitech yang didirikan pada 1976, yang kemudian dinamakan Acer pada 1987. Grup pan Acer mempekerjakan 39.000 orang di lebih dari 100 negara. Pendapatannya pada 2002 adalah US$12,9 miliar. Kantor pusatnya terletak di Kota Sijhih, Taipei County, Taiwan.
49
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011
2. Sturktur organisasi perusahaan Acer
Rekapitulasi Sub variabel atribut No Atribut 1 Kualitas 2 Fitur 3 Desain produk 4 Warna desain produk 5 Keamanan garansi 6 Lamanya garansi 7 Keunikan produk 8 Harga kompetitif 9 Harga terjangkau 10 Harga sesuai kualitas 11 Keunggulan merek 12 Kemudahan mendapatkan informasi 13 Ciri khas(preemptive) Total Rata-rata Sumber : Analisis data, 2011 Rekapitulasi Sub variabel manfaat No Manfaat 1 Kenyamanan 2 Kemampuan processor 3 Kemampuan menyimpan data Total Rata-rata
Skor 357 346 334 347 345 325 333 354 350 357 328 347 337 4460 343
Skor 355 331 335 1021 340
50
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Sumber : Analisis data, 2011 Rekapitulasi Sub variabel kelas produk No Kelas produk 1 Kemudahan dalam penggunaan 2 Status sosial Total Rata-rata Sumber : Analisis data, 2011
Skor 366 321 687 344
Rekapitulasi Sub variabel Pemakai No Pemakai 1 Kepribadian 2 Komunitas pemakai merata setiap segmen Total Rata-rata Sumber : Analisis data 2011
Skor 299 328 627 314
Rekapitulasi Sub variabel Pesaing No Pesaing 1 Pemimpin produk 2 Keunggulan operasi 3 Digemari Total Rata-rata Sumber : Analisis data,2011
Skor 295 324 362 981 327
Rekapitulasi Indikator Positioning No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Indikator variabel positioning Kualitas Fitur Desain Warna Desain Keamanan Garansi Lamanya Garansi Keunikan produk Harga Kompetitif Harga Terjangkau Harga Sesuai Kualitas Keunggulan Merek Kemudahan Informasi Ciri Khas Kenyamanan
51
Total Skor
Keterangan
357 346 334 347 345 325 333 354 350 257 328 347 337 355
Setuju Setuju Setuju Setuju Setuju Setuju Setuju Setuju Setuju Ragu-ragu Setuju Setuju Setuju Setuju
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 15 Kemampuan Processor 16 Kemampuan menyimpan Data 17 Kemudahan Penggunaan 18 Status Sosial 19 Kepribadian 20 Komunitas Pemakai Merata 21 Pemimpin Produk 22 Keunggulan Produk 23 Digemari Rata rata Sumber: Analisis data, 2010
331 335 366 321 299 328 295 324 362 334
Setuju Setuju Setuju Setuju Ragu-ragu Setuju Setuju Setuju Setuju Setuju
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil analisa mengenai positioning produk laptop Acer (studi kasus pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang), bahwa sub variabel atribut dengan hasil rata-rata total skor 343, artinya responden menjawab setuju kualitas, fitur, desain produk, warna desain produk, keamanan garansi, lamanya garansi, keunikan produk, harga kompetitif, harga terjangkau, harga sesuai kualitas, keunggulan merek, kemudahan mendapatkan informasi dan ciri khas (preemptive) produk laptop Acer sudah baik dibandingkan dengan pesaingnya. Sub variabel Manfaat dengan hasil rata-rata total skor 340, artinya responden menjawab setuju jika kenyamanan dalam penggunaan, kemampuan processor, dan kemampuan menyimpan data pada produk laptop Acer sudah baik dibandingkan dengan pesaingnya. Sub variabel Kelas produk dengan hasil ratarata dari total skor sebanyak 344, artinya mahasiswa menjawab setuju produk laptop Acer memiliki kemudahan dalam penggunaan dan mencerminkan status sosial penggunanya dibandingkan dengan pesaingnya.Sub variabel Pemakai produk dengan hasil rata-rata dari total skor sebanyak 314, artinya responden menjawab ragu-ragu produk laptop acer mencerminkan kepribadian penggunanya dan komunitas pemakainya sudah merata dibandingkan dengan pesaingnya. Sub variabel pesaing dengan hasil rata-rata dari total skor sebanyak 327, artinya responden menjawab setuju produk Acer menjadi pemimpin produk, memiliki keunggulan operasi, dan lebih digemari dibandingkan produk laptop pesaing. Berdasarkan hasil rekapitulasi Indikator variabel Positioning produk laptop Acer, diperoleh hasil ratarata 334, artinya responden menyatakan setuju bahwa positioning produk laptop Acer sudah baik dibandingkan dengan produk pesaingnya. Hal lain yang dapat diinformasikan yaitu produk Acer mempunyai keunggulan pada kemudahan dalam penggunan, sedangkan yang menjadi kelemahannya adalah mengenai kesesuaian harga Laptop dengan kualitas produknya. SARAN Berhubungan dengan hasil penelitian ini, maka penulis menyarankan sebagai berikut : Dalam pemakaian ataupun pembelian sebuah produk laptop Acer, mahasiswa harus lebih memperhatikan positioning produk laptop Acer dari sub variabel pemakai yaitu mengenai kesesuaian dengan pribadi pengguna dan komunitas pemakai pada sebuah produk laptop, kerena didalam penelitian hal tersebut memiliki nilai yang rendah pada positioning produk laptop Acer. Hal ini ditunjukkan berdasarkan hasil analisis yang didapat dari penghitungan kuesioner yang menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab ragu-ragu terhadap sub variabel pemakai (dengan nilai ratarata 314) pada positioning produk laptop Acer. Semoga Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang yang akan meneliti positioning produk laptop Acer secara lebih luas lagi.
52
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 DAFTAR PUSTAKA Basu, Swasta dan Hani Handoko. 2008. Analisis Perilaku Konsumen, Edisi Pertama, Cetakan Keempat. Yogyakarta: Bpfe. Fandy, Tjiptono. 2008. Strategi Pemasaran Edisi 3. Yogyakarta : Andi. ———————,et.all. 2008. Pemasaran Strategik.. Edisi satu. Yogyakarta: Andi. Hasan, ali, 2008. Marketing, cetakan pertama. Jakarta : PT Buku kita. Philip Kotler.2005.Manajemen pemasaran, Edisi Sebelas Bahasa Indonesia, Jakarta, PT. Indeks. ——————— dan Kevin Lane. 2009. Manajemen Pemasaran, Edisi Tiga belas,Jakarta: Erlangga. ——————— dan Amstrong Gary.2004.Dasar-Dasar Permasaran, Edisi Sembilan Bahasa Indonesia, Jakarta, PT. Indeks. Sofjan, Assauri. 2009. Manajemen Pemasaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo. Supranto, J, dan Nandan limakrisna. 2007. Perilaku konsumen dan pemasaran. Jakarta : Mitra Wacana Media. Sugiyono, 2010. Metodologi Penelitian Administrasi Cetakan Delapan Belas. Bandung: Alfabeta. Sugiyono, 2010. Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Ujang, Sumarwan, et all. 2010. Pemasaran Strategik Perspektif Value Base Marketing dan Pengukuran Kinerja. Bogor: IPB Press. http://frenky-cahya-purnama.blogspot.com/2007/10/sejarah-laptop.html. http://gruprempong.blogspot.com/2009/12/pengertian-laptop_15.html. http://indexbisnis.blogdetik.com/2010/12/07/notebook-vs-laptop-review/ http://id.berita.yahoo.com/10-merek-laptop-terpopuler-20110317-215701-583.html http://www.shopacer.co.uk/sitepage/about_acer.html http://hermawayne.blogspot.com/2011/03/10-pendiri-perusahaan laptop-di-dunia.html http://www.webhostingreport.com/learn/acer.html
53
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011
Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Mata Kuliah Statistika Dasar Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Singaperbangsa Karawang.
Oleh : Ramlah M. Zein, Iyan Rosita Dewi Nur; Hanifah Nurus Sopiany,; Dani Firmansyah,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UNESCO, pendidikan pada abad ini harus di orientasikan terhadap pencapaian empat pilar pmbelajaran yaitu : (1) learning to know (belajar untuk tahu), (2) learning to do (belajar untuk melakukan), (3) learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri), (4) learning to live together (belajar bersama dengan orang lain). Bila seorang guru dapat membekali siswanya dan member pondasi agar emapat pilar tadi dapat berdiri kokoh, betapa bahagianya siswa yang mempunyai guru atau pendidik yang berkualitas seperti itu. Untuk mendapatkan hasil dari proses pendidikan yang maksimal, tentunya diperlukan pemikiran yang kreatif dan inovatif serta didukung dengan factor pendanaan yang mencukupi. Inovasi pendidikan tidak hanya pada inovasi sarana dan prasarana pendidikan serta kurikulum saja melainkan juga proses pendidikan itu sendiri. Inovasi dalam proses pembelajaran sangat diperlukan guna meningkatkan prestasi kearah yang maksimal. Inovasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, dan metode pembelajaran. Salah inovasi pembelajaran yang harus dilakukan adalah pembelajaran matematika. Matematika memiliki peranan dan kedudukan yang sangat penting, baik sebagai disiplin ilmu maupun sabagai factor penunjang ilmu pengetahuan lainnya. Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia yang merupakan prioritas dan sarana utama pembangunan nasional. Pengajaran matematika memainkan peranan yang penting, terutama dalam meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan dapat dilihat dari keberhasilan pada pendidiakn formal, yang berupa hasil belajar. Pengajaran matematika di universitas, terutama yang sedang berjalan tidak akan lepas pengaruhnya dari pemilihan strategi belajar mengajar. Menurut Ruseffendi (1991:1) faktor-faktor luar yang mempengaruhi berhasil tidaknya belajar salah satunya adalah model pengajian materi pelajaran (strategi pembelajaran), suasana pembelajaran. Didalam proses pembelajaran, dosen harus memiliki strategi agar mahasiswa dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan tanpa mengabaikan mahasiswa yang diajar baik sebagaimahkluk individu maupun makhluk sosial. Pembelajaran yang dilakukan dosen Matematika Universitas Singaperbangsa Karawang adalah sebagian besar menggunakan pembelajaran dengan diskusi antar kelompok. Dimana dengan teknik diskusi membuat mahasiswa aktif dalam pembelajaran. Tetapi kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini Nampak dari mahasiswa yang berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, hanya kurang lebih 30% saja mahasiswa berpartisipasi aktif. Dari hasil observasi dan wawancara dengan mahasiswa matematika jurusan pendidikan matematika semester dua Universitas Singaperbangsa karawang, minat diskusi yang masih rendah. Ini dapat dilihat dari kurangnya respon mahasiswa ketika dalam perkuliahan disampaikan dengan cara disdusi. Mahasiswa lebih cenderung pasif, yang akatif dalam berdiskusi hanya mahasiswa yang itu-itu saja. Hal ini disebabkan karena metode diskusi yang digunakan masih bersifat konfensional. Tentu saja hal ini menyebabkan sebagian besar mahasiswa mengalami kejenuhan. Tidak dipungkiri, dalam kenyataannya pada saat diskusi berlangsung sebagian mahasiswa ada yang memperhatikan, ada yang mengobrol, melamun , main hand pone (HP) bahkan ada yang sampai tertidur.
54
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Dari gambaran peristiwa kegiatan diskusi dalam kelas, tentu saja hal ini merupakan suatu masalah dalam proses pembelajaran. Yang mana imbas atau dampak negatif yang dialami mahasiswa adalah hasil belajar menurun, motivasi belajar juga menurun. Berdasarkan uraian permasalahan diatas perlu adanya perbaikan yang harus dilakukan oleh dosen. Belajar dengan kelompok dengan berdiskusi yang lebih memancing keatifan mahasiswa, daya tarik mahasiswa dalam berdiskusi, dan menciptakan suasana diskusi yang menyenangkan. Model pembelajaran yang demikian itu adalah model pembelajaran kooperatif. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan mampu mengantisipasi permasalahan dalam proses pembelajaran salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memungkinkan setiap mahasiswa dapat berpartisifasi aktif dalam kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Setiap anggota kelompok ahli bertugas menjelaskan materi hasil diskusi kepada kelompok asal. Hal inilah yang memacu mahasiswa untuk berpartisifasi aktif. Keunggulan kooperatif tipe jigsaw adalah meningkatkan rasa tanggungjawab mahasiswa terhadap pembelajaran sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Masrifai tahun 2008, menunjukan bahwa ketuntasan belajar siswa dalam kelompok kooperatif tipe jigsaw 82,61 %, lebih tinggi daripada kelompok konvensional 43,48 %. B.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan minat diskusi mahasiswa ? 2. Apakah dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah statistika dasar ? 3. Bagaimana aktivitas mahasiswa selama proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ? Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada : 1. Minat diskusi mahasiswa jurusan pendidikan matematika semester dua Universitas Singaperbangsa karawang 2. Hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah statistika dasar 3. Aktivitas mahasiswa selama proses pembelajaran C.
Pemecahan Masalah Model pemecahan masalah yang akan digunakan dalam PTK ini, yaitu model pembelajaran kooperatif dengan tipe Jigsaw. Dengan model pembelajaran ini, diharapkan minat diskusi, hasil belajar dan aktivitas pembelajaran mahasiswa matematika meningkat. D.
Hipotesis Tindakan Penelitian ini direncanakan terbagi ke dalam dua siklus, setiap siklus dilaksanakan mengikuti prosedur perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Melalui kedua siklus tersebut dapat diamati peningkatan minat diskusi, hasil belajardan aktivitas mahasiswa. Dengan demikian, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : 1. Dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan minat diskusi mahasiswa dalam mata kuliah statistika dasar. 2. Dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa dalam mata kuliah statistika dasar. 3. Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas mahasiswa dalam mata kuliah statistika dasar.
55
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011
E.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan minat diskusi dan hasil belajar mahasiswa semester dua jurusan pendidikan matematika Universitas Singaperbangsa Karawang melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendesain model rencana pembelajaran untuk meningkatkan minat diskusi dan hasil belajar mahasiswa semester dua jurusan pendidikan matematika Universitas Singaperbangsa Karawang melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. 2. Untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa semester dua pada mata kuliah statistika dasar. 3. Untuk mengetahui aktivitas dan sikap mahasiswa selama proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti: 1. Bagi Peneliti Dengan penelitian ini penulis mengharapkan adanya pengetahuan perbaikan proses pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. 2. Bagi Mahasiswa Dengan adanya pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, maka diharapkan : - Mahasiswa senang belajar matematika - Menumbuhkan sikap kritis dan demokratis pada mahasiswa - Melatih mahasiswa untuk dapat bekerjasama - Melatih mahasiswa menjadi seorang ahli 3. Bagi Dosen - Memperluas wawasan dosen mengenai penelitian tindakan kelas dan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. - Sebagai salahsatu alternative strategi pembelajaran yang bervariasi dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. 4. Bagi Lembaga Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang baik kepada lembaga itu sendiri dalam rangka perbaikan pembelajaran pada khususnya dan lembaga lain pada umumnya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif 1. Pembelajaran Kooperatif Pada dasarnya, setiap manusia memiliki dorongan ingin tahu yang kemudian menyebabkan berusaha untuk belajar. Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan dari seseorang. Muhibin Syah (2004:115) “ Belajar adalah tahan perubahan perilaku siswa yang relative positif dan mantap sebagai hasil interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa yang melibatkan proses”. Belajar merupakan proses tingkah laku yang disadari, bersikap aktif, dan berkesinambungan yang didalamnya melibatkan peserta didik dan guru sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada prose belajar yang dialami, baik ketika ia berada disekolah maupun diluar lingkungan sekolah. Muhibin Syah (2004:89)” Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada disekolah maupun diluar lingkungan sekolah”. Adapun menurut Depdikbud (dalam Lestari, 2007 : 25). Seorang telah dikatakan tuntas belajar jika sekurang-kurangnya dapat mengerjakan soal dengan benar sebanyak 65% dalam ulangan harian atau formatif. Secara proporsional, hasil belajar suatu rombongan
56
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 belajar dikatakan baik apabila sekurang-kurangnya 85% anggotanya telah tuntas belajar. Apabila anggotanya yang tuntas belajar mencapai 75% maka hasil belajar dikatakan cukup. Hasil belajar dikatakan kurang apabila persentase anggota yang tuntas kurang dari 65%. Jadi salah satu penentu keberhasilan belajar siswa adalah proses belajar mengajar, dan pengajaran itu sendiri. Keduanya mempunyai saling ketergantungan satu sama lain. Untuk itu pihak ahli pendidikan melakukan berbagai uji coba penerapan model pembelajaran. Beberapa percobaan menunjukan hasil yang memuaskan dalam peningkatan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif. Menurut Joyce (dalam lince, 2001 : 13) bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran. Model pembelajaran dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar, dimana siswa belajar dalam kelompok kecil saling memiliki tingkat kemampuan berbeda. Menurut Thomson (dalam lince, 2001 : 14), pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran matematika. Nur (2005 : 2) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif menciptakan sebuah revolusi pembelajaran di dalam kelas. Tidak ada lagi sebuah kelas yang sunyi selama pembelajaran. Siswa dapat saling membantu satusama lain guna menuntaskan bahan ajaran akademikanya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik didalam kelompoknya. 2. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif Unsur-unsur pembelajaran kooperatif paling sedikitnada empat macam, yakni saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan menjalin hubungan antar pribaadi a. Saling ketergantungan positif Dalam pembelajaran kooperatif dosen menciptakan suasana yang mendorong agar mahasiswa saling membutuhkan antar sesame, maka mereka saling ketergantungan satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui : (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan dalam menyelesaikan pekerjaan, (3) ketergantungan bahan atau sumber untuk menyelesaikan pekerjaan, (4) saling ketergabtungan peran. b. Interaksi tatap muka Interaksi tatap muka menuntut para mahasiswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan dosen, tetapi juga dengan sesame mahasiswa.Dengan interaksi tatap muka , memungkinkan mahasiswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber belajar menjadi variasi. c. Akuntabilitas individual Meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok, teapi penilaian dalam rangka mengetahui tingkat penguasaan mahasiswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnta disampaikan oleh dosen kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. d. Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi Melalui pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan keterampilan menjalin hubungan antarpribadi. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran kooperatif menekankan aspek-aspek tenggang rasa, sikapnsopan terhadap teman, mengkritik ide, bukan orangnya, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat positif lainnya. B. Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw Salah satu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
57
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan materi tersebut kepada kelompoknya. Sehingga baik kemampuan secara kognitif maupun sosial siswa sangat diperlukan. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa yang tergabung beberapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik bagi setiap anggota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda bertemu dengan topik yang sama pada kelompok yang ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah mempasilitasi dan memotivasi pada kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah membahas selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan pada kelompok ahli. Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakukan diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal. Jika di ilustrasikan akan terlihat seperti gambar berikut. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Seting Penelitian Seting dalam penelitian ini meliputi : tempat penelitian, waktu penelitian, dan siklus PTK sebagi berikut : 1. Tempat Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di jurusan pendidikan matematika semester dua tahun ajaran 2010-2011 Universitas Singaperbangsa karawang pada mata kuliah statistika dasar. Seibagai subkjek dalam penelitian ini adalah kelas B dengan jumlah mahasiswa sebanyak 30 orang. 1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April, Mei, dan Juni tahun 2011 semeter dua tahun ajaran 2010-2011. Penentuan waktu penelitian mengacu pada kalender akademik universitas, karena PTK memerlukan beberapa siklus yang membutuhkan proses belajar mengajar yang efektif di kelas. 2. Siklus PTK PTK ini dilaksanakan melalui dua siklusuntuk melihat hasil belajar dan minat mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan statistika dasar melalaui pembelajaran kooperatif model jigsaw. B. Persiapan PTK Sebelum PTK dilaksanakan di buat berbagai input instrumental yang akan di gunakan untuk memberikan perlakuan PTK, Yaitu satuan acuan perkuliahan ( SAP ). Selain itu juga akan di buat perangkat pembelajaran berupa ( 1 ) lembar kerja mahasiswa, ( 2 ) lembar pengamatan diskusi, ( 3 ) lembar evaluasi. C. Subjek Penelitian Dalam PTK ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa kelas B semester 2 yang terdiri dari 30 mahasiswa. D. Sumber Data Sumber data dalam penelitian PTK ini terdiri dari beberapa sumber yaitu mahasiswa ( untuk mendapatkan data tentang hasil belajar dan minat mahasiswa ), dosen ( untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw), Kolabolator ( sumber data untuk melihat implementasi PTK secara komprehensip, baik dari sisi mahasiswa maupun dosen).
58
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Teknik dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi, kuesioner dan diskusi ( menggunakan lembar hasil pengamatan ). a. Tes : dipergunakan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar mahasiswa b. Observasi : dipergunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas dan sikap mahasiswa dalam proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. c. Diskusi antar dosen untuk refleksi hasil siklus PTK. F. Indikator Pencapaian Dalam PTK ini yang akan dilihat indikator kinerjanya selain mahasiswa adalah dosen, karena dosen merupakan fasilitator yang sangat berpengaruh terhadap kinerja mahasiswa. Menurut Djamarah dan Zain (2002 : 121) tingkat keberhasilan belajar sebagai berikut: a. Istimewa atau maksimal : apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai mahasiswa. b. Babik sekali atau optimal : apabila sebagian besar 76% s.d 99% bahkan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh mahasiswa. c. Baik atau minimal : apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d 75% saja yang dikuasai mahasiswa. Kurang: apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh mahasiswa. G. Analisis Data Data peningkatan hasil belajar mahasiswa diperoleh dari tes formatif dan postes Ketercapaian Individu (Jumlah jawaban benar : jumlah skor maksimum) x 100%. ℎ ℎ 100% Ketercapaian Klasikal ∑ siswa yang memperoleh skor >65% ∑ Mahasiswa dikatakan tuntas jika sekurang-kurangnya dapat mengerjakan soal dengan benar sebanyak 65% dalam tes forrmatif, dan hasil belajar suatu rombongan belajar dikatakan baik apabila sekurang-kurangnya 85% anggotanya telah lulus belajar. d. Observasi : dipergunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas dan sikap mahasiswa dalam proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Untuk mengukur sikap mahasiswa digunakan skala sikap Likert. Dalam skala likert pernyataan yang di sajikan di pilih menjadi satu yaitu pernyataan positif penilaian mahasiswa terhadap pernyataan terbagi ke dalam lima kategori yakni sangat tidak setuju ( STS = 1 ), Tidak setuju ( TS = 2 ), Netral ( N = 3 ), Setuju ( S = 4 ), Dan sangat setuju ( SS = 5 ). Adapun kriteria interpretasi skor adalah sebagai berikut : Angka 0 % - 20 % = sangat lemah Angka 21 % - 40 % = lemah Angka 41 – 60 % = cukup Angka 61 % - 80 % = kuat Angka 81 % - 100 % = sangat kuat
VI SIMPULAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pembelajaran dengan kooperatif tipe jigsaw dapat menigkatkan minat diskusi mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan dalam diskusi mengalami kemajuan yang sangat berarti. Dapat dilihat dari mulai terbiasa belajar dengan kelompok, dan dapat dilihat dari angket mengenai sikap mahasiswa. 2. Pembelajaran dengan kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Hal ini dapat ditunjukan dengan rata-rata hasil quis (penguasaan materi) 60 atau 60 %(pada siklus satu)
59
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 menjadi 96,7 atau 96,7 % (siklus 2) setelah menggunakan pembelajaran koperatif tipe jigsaw.Nilai UTS dari 64,13 % menjadi 70,30 %. 3. Dari hasil observasi memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas mahasiswa yang pada siklus satu rata-rata hanya 61 % menjadi 77,9 % pada siklus kedua.
DAFTAR PUSTAKA Kunandar, 2008, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengalaman Propesi Guru. Jakarta: Rajagrapindo Persada. Riduwan , 2011, Dasar - Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta. Wiriaatmaja, Rochiati, 2007, Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya. PMPTK ( Penjaminan Mutu Pendidikan ) Jawa Barat, 2009, Modul Pendidikan Dan Latihan Karya Tulis Ilmiah Dan Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Rayon 34 Universitas Pasundan. Sugiono, 2011, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D Bandung: Alfabeta. Soediarto, Nugroho, 2008, Matematika Untuk SMA Dan MA Kelas XI Program IPA. Jawa Barat: Pusat Perbukuan Pendidikan Nasional. Murniati, Suarsini, dkk, 2009, Matematika SMA Kalas XI, Jakarta: Yudistira
60
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Perbandingan Tujuan Pendidikan Islam Dengan Pendidikan Barat Oleh : H.Tajuddin Nur, NIP : 195301131987031001 A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Di tengah ramainya orang berbicara prihal diperlukaannya pendidikan karakter bangsa , banyak kita jumpai di tengah masyarakat, tentang orang tua yang mengeluhkan prihal anaknya yang susah bekerja di perkantoran setelah menyelesaikan pendidikannya di sebuah Perguruan Tinggi. Sebaliknya, mereka merasa iri melihat orang tua yang memiliki putra-putranya yang menurut dia telah sukses bekerja di sebuah perkantoran atau perusahaan. Penomena seperti itu sering terjadi, akibat tidak lurusnya niyat atau tujuan seseorang dalam mencari ilmu. Disamping ilmu yang dipelajarinya tidak sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Juga karena proses memperoleh ilmu itu tidak sama. Karena lembaga pendidikannya berbeda. Kesamaan tujuan antara pengelolal pendidikan dengan pengguna juga diperlukan. Agar seiring pencapaiannya. Pendidikan merupakan suatu proses panjang untuk mengaktualkan seluruh potensi diri manusia sehingga potensi kemanusiaannya menjadi aktual. Dalam proses mengaktualisasi diri tersebut diperlukan pengetahuan tentang keberadaan potensi, situasi dan kondisi lingkungan yang tepat yauntuk mengaktualisasikannya. Seperti yang kita fahami selama ini,bahwa pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut Marimba seperti yang dikutif oleh Ahmad Tafsir, “pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama“….Usaha secara sengaja dari orang dewasa dengan pengaruhnya untuk meningkatkan si anak ke kedewasaan, yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moral dari segala perbuatannya…” 13 Oleh karena itulah Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang bermoral. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang bermoral, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan 13
). Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,2005 hal. 24
61
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. “Gelar” dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang bermoral. Jadi jelas sasaran akhir dari pendidikan adalah moral, adab ataupun akhlak, yang ujung-ujungnya adalah takwa. FirmanAllah Swt : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. Atas dasar ayat-ayat al-Quran dan beberapa pendapat para fakar pendidikan, serta pemahaman terbatas penulis inilah yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini. Pendidikan jiwa adalah dua kata yang tidak munkin terpisahkan. 2. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah bertujuan untuk mengetahui perbandingan tujuan pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan Islam dan Pendidikan menurut Barat. B. Pengertian dan Pembahasan 1. Pendidikan 1.1. Pendidikan Islam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan berasal dari kata “ didik “, lalu kata awalan “ me “ sehingga menjadi “ mendidik artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlaq dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya pengertian pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan 14.( 1991 ; 23 ). Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representati, pendidikan ialah seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan prilaku-prilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan. Pada hakikatnya, proses pendidikan merupakan proses aktualisasi potensi diri manusia. Sistem proses menumbuhkembangkan potensi diri itu telah ditawarkan secara sempurna dalam sistem ajaran Islam, ini yang pada akhirnya menyebabkan manusia dapat menjalankan tugas yang telah dibebankan Allah. “Pendidikan” dalam Islam lebih banyak dikenal dengan menggunakan istilah altarbiyah, al-ta`lim, al-ta`dib dan al-riyadah.” Setiap terminologi tersebut mempunyai makna yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan teks dan kontek kalimatnya .
14
) Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cet ke3, h.679.
62
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Tarbiyah berasal dari kata : 1- ر,artinya bertambah,tumbuh 2- رartinya ◌َ ربﱠartinya memperbaiki,menguasai urusan,menuntun,men menjadi besar, 3- يُ◌َ ربﱠ ◌َ ﱠرartinya mendidik,mengasuh dan memelihara15). Jadi lebih jaga,memelihara 4- يُ◌َ ر ﱢcenderung artinya kepada perubahan sikap,mendidik dan mengasuh. Ta’lim berasal dari kata َ َ ﱠartinya melatih, َ ْ ِ ْ َ ﱠ َ ُ اmaksudnya mengajarkan ilmu16 . Lebih jelasnyalagi bisa kita fahami dari firman Allah Swt.17). Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. Selanjutnya,Ahmad Tafsir mengutip pendapat Abdul Fattah Jalal dalam buku Azas-Azas Pendidikan Islam bahwa ” proses ta’lim justru lebih universal dibanding dengan proses Altarbiyah. Untuk menjelaskan pendapatnya ini ,Jalal memulai uraiannya dengan menjelaskan tingginya kedudukan ilmu (pengetahuan) dalam Islam. Ia mengutip ayat al-Quran surat alBaqarah ayat 30-34 yang artinya sebagai berikut18 : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama bendabenda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. Inilah awal pendidikan yang dilakukan manusia sesuai dengan fitrahnya. Kronologis pendidikan yang terurai dari ayat diatas lebih dekat dengan pengertian ta’lim. Aspek inilah yang membuat posisi manusia lebih mulia dibanding dengan makhluk lainnya, yaitu karen ilmu. Mengomentari ayat diatas,Muhammad Nasib Ar-Rifa’i mengatakan :” Ini merupakan kemuliaan yang besar bagi Adam AS dari Allah dan menganugerahkannya kepada keturunannya..
15
). Luwes Ma’luf, Almubjid hal. 247 }. Mahmuid Yunus, Kamus Arab - Indonesia. Hal. 277 17 ). QS. 2:151 18 ). Ibid.hal.30 16
63
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Kemudian Dia memberitahukan bahwa Dia menyuruh para malaikat supaya bersujud kepada Adam”19 Ta’dib berasal dari adab yang berarti beradab,bersopa santun, tata karma,adab,budi pekerti, akhlak,moral dan etika 20 Kata ‘addaba’ yang juga berarti mendidik dan kata ‘ta’dib’ yang berarti pendidikan adalah diambil dari hadits Nabi " ِ َ َ"ْ َ! َ َ ْ ِد# “اَ َد َ ِ َر ﱢTuhanku telah mendidikku dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang terbaik” . Naquib al-Atas pun menggunakan ketiga istilah tersebut diatas dan secara rinci mengemukakannya seperti berikut : tarbiyah secara semantik tidak khusus ditujukan untuk mendidik manusia, tetapi dapat dipakai kepada spesies lain, seperti mineral, tanaman dan hewan. Selain itu tarbiyah berkonotasi material: ia mengandung arti mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membuat, menjadikan bertambah pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang sudah matang dan menjinakkan. Adapun ta’dib mengacu pada pengertian (‘ilm), pengajaran (ta’lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Dari itu kata ta’dib merupakan istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan pendidikan dalam Islam. Nampaknya Naquib melihat ta’dib sebagai sebuah sistem pendidikan Islam yang didalamnya ada tiga sub sistem, yaitu pengetahuan, pengajaran dan pengasuhan (tarbiyah). Jadi tarbiyah dalam konsep Naquib ini, hanya satu sub sistem dari ta’dib. Itulah beberapa pengertian tentang pendidikan. Dan bila diberi kata Islam, menjadi Pendidikan Islam, maka akan lebih spisipik lagi, yaitu”memasyarakatkan ajaran Islam agar difahami, dihayati dan diamalkan oleh ummat manusia, sehingga tecapai kebahagiaan hidup secara seimbang dunia dan akhirat”21. Mengingat betapa luas dan kompleksitasnya risalah Islamiyah maka sebenarnya yang dimaksud dengan pengertian pendidikan Islam ialah: “Segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.” Dalam term yang lebih luas, pengertian pendidikan agama Islam ialah “usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman (religiousitas) subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. 22” Selain itu, Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Ahmad Tafsir memaknai pendidikan Islam sebagai bimbingan yang dibrikan secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam23 Menurut Omar Muhammad At-Taumy Asy-Syaibany,” pendidikan Islam sebagai perubahan yang diinginkan dan diusahakan oleh proses pendidikan, baik pada taaran tingkah laku individu maupun pada ataran kehidupan sosial serta pada ataran relasi dengan alam sekitar”24 Sedangkan Abudin Nata memberi terminology Pendidikan Islam adalah” pendidikan yang seluruh komponen atau aspeknya didasarkan pada ajaran Islam. Visi,misi,tujuan, proses belajar mengajar, pendidik, peserta didik, hubungaan pendidik dan peserta didik, kurikulum, bahan ajar, sarana prasarana, pengelolaan, lingkungan dan aspek atau komponen pendidikan
19
).Muhammad Nasib Arrifai, Ke,mudahandari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,Jilid I hal.109 ). Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam ,Cet ke-I hal.12 21 ).Ibid. hal. 48 22 ).Athiyah M,AliIbrasy, At-Tarbiyah Al-Islamiyah wa falsafatuhu, hal. 23 ).Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam,1993 hal. 22 24 ). Asy-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, hal 23 20
64
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 lainnya didasarkan pada ajaran Islam. Itulah yang disebut dengan pendidikan Islam, atau pendidikan yang Islami”25 1.2. Pendidikan Barat Dalam pendidikan Barat, ilmu tidak lahir dari pandangan hidup agama tertentu dan diklaim sebagai sesuatu yang bebas nilai. Namun sebenarnya tidak benar-benar bebas nilai tapi hanya bebas dari nilai-nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Menurut Naquib al-Attas,” ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah . Sehingga dari cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekular”26. Masih menurut al-Attas, ada lima faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat, pertama, menggunakan akal untuk membimbing kehidupan manusia; kedua, bersikap dualitas terhadap realitas dan kebenaran; ketiga, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekular; empat, menggunakan doktrin humanisme; dan kelima, menjadikan drama dan tragedi sebagai unsurunsur yang dominan dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan . Kelima faktor ini amat berpengaruh dalam pola pikir para ilmuwan Barat sehingga membentuk pola pendidikan yang ada di Barat”27. Ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran falsafah mereka yang dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan materialisme, idealisme, sekularisme, dan rasionalisme. Pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri. René Descartes misalnya, tokoh filsafat Barat asal Perancis ini menjadikan rasio sebagai kriteria satu-satunya dalam mengukur kebenaran. Selain itu para filosof lainnya seperti John Locke, Immanuel Kant, Martin Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg Gadammer, dan lainnya juga menekankan rasio dan panca indera sebagai sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham dan pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan lainnya . Alhasil Pendidikan Barat bersipat pragmatis, Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individuindividu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan material dan profesion sosial yang akan memakmurkan diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab. 2. Tujuan Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan kata tujuan, anara lan: al-niyat, al-irodah, al-ghardu, al-qashdu,al-hadp dan al-ghayah. Secara luas kata tujuan ini dikupas oleh Abudin Nata dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam sebagai berikut28 : a. Al-Niyat ( Interest) asal kata nawaa,yang berarti niat atu maksud. Sedangkan menurur syara’,niyat adalah ‚azma al-qalb ‚ala fi’li al-ibadh taqarruban ila Allah Ta’ala, bi an yuqshadu bi’amalihillah ta’ala duuna sya’in akhar min tastna limakhlukin, au ikhtasaba mahmmabatan ‚ind al-nas, au mabbata madhin aw nahwihi. Wa hadza huwal ikhlash . Artinya : memantapkan hati untuk melakukan ibadah guna mendekatkn diri kepada Allah Ta’ala, dengan maksud hanya 25
).Abudin Nata, Ibid hal 32 ). Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, 1993 hal. 27 ).Ibid hal. 26
28
). Abudin Nata Ibid hal.53
65
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011
b. c.
d.
e.
f.
Allah saja yang mengetahuinya, tanpa ada yang lain dari perbuatn manusia, atau tanpa mengharap pujian manusia, kecintaan, sanjungan,dan sebagainya. Dan inilah yang dinakaman ikhlas. Al-Iradah ( Wilingness ) Al-Ghardlu (Motivation), artinya sasaran atau tujuan. Selain itu kata ghardlu, juga berarti target (sasaran), aim (tujuan), goal (hasil), object (tujuan), intention (perhatian), design ( rancangan ) , purpose (tujuan),object of desire (sesuatu yang dinginkan). Al-Qashdu ( Aim), mengandung arti jalan lurus mencapai tujuan. Selain itu al-Qashdu juga berarti istiqamatu al-thariq,yuqolu qashaftu qashdahu, nahautu nahwahu wa minhu aliqthishad. Wa al-iqtishad ala dlarbatin : ahduha mahmud al al-ithlaq wa zalika fima lahu tharfaan, farath wa tafrith ka l-juud, finnahu bain al-israf wa al-bukhl wa kas syaja’ah fainnaha bain al-tahawur wa al-jubn. Artinya : al-qashdu adalah mematuhi jalur yang benar, misalnya ucapn saya mematuhi jalurnya, yakni saya melakukan hal persis sama. Dari kata alqashdu timbul kata al-iqtishad yang terbagi kepada dua bgian, salah satunya yang terpuji, dalam hal ini aada dua jalur yaitu boros dan kikir, seperti dermawan atau belas kasih yang berada antara menghambur-hambur dan kikir, dan sikap ksatria yang berada antara posisi pemberani dan pengecut. Al-Hadf ( Goal ) berarti to approach ( mendekati ), draw or be near (menarik atau membuat lebih dekat), to aim (tujuan), to be exposed (agar menjadi lebih jelas), be open (terbuka), to be susceptible or snsitive (menjadi tertarik dan erpengaruh), one’s goalor object (satu tuuan atau sasaran), have before one’s eyes (memiliki satu pandangan), have in mind (memiliki pemikiran) Al-Ghayah ( Ultimate Goal ) berarti extreme limit (batas akhir), utmoset degree (tingkat tinggi), the outmost (tujuan besar), extremity (batas akhir), aim (tujuan), goal ( tujuan ), end (akhir), objective (tujuan), intention (perhatian), intent (tujuan), design (rancangan), purpose (tujuan),destination (tujuan perjalanan). Dari keeanam kata tersebut tentu disesuaikan dengan maksud pengunaannya. Untuk tujuan awal, pertengahan atau tujan akhir.
2.1. Tujuan Pendidikan Islam Untuk memformulasikan tujuan pendidikan Islam tidak mudah. Dari segi apa melihat tujuan itu atau seberapa besar ruang lingkup yang menjadi sasarannya Secara sederhana, Zaglul An-Nazar mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk pembinaan manusia yang sholeh. „Apabila Undang-undang Positip tentang Pendidikan bertujuan untuk pembentukan Negeri yang baik, maka pendidikan Islam bertujuan untuk membina manusia yang sholeh agar tercipta masyaraakat yang baik, guna membangun masyarakat yang sholeh, yang mampu membantu manusia mengimplementasikan misinya pada kehidupan ini“.29 Menurut Al Syaibani, terdapat tiga macam tujuan tahapan pendidikan, barangkali tidak akan kunjung tercapai namun harus dijadikan pedoman bagi ada dalam setiap lembaga pendidikan. Adapun tujuan umum pendidikan penyusun tujuan tersebut.30 Sedangkan menurut Abudin Nata, tujuan pendidikan Islam dibagi ke dalam enam tahapan sebagai berikut31 : 1. Tujuan Pendidikan Islam secara Universal Rumusan tujuan pendidikan yang bersifat universal dapat dirujuk pada hasil kongres sedunia tentang pendidikan Islam sebagai berikut : Education should aim at the ballanced growth of total personalitya of man through the training of man’s spirit, intelect the rasional self, feeling and bodily sense. Education should therefor cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intelectial, imaginative, physical, sientific, linguistic, both individual and collectivelly, and 29
). Zaglul an-Nazar, Nazarat fi Azimat at-Ta’lim al-Muashir wa hulilah al-Islamiyah,hal.129 ).Baca Falasafah Pendidikan Islam,Karya As-Syaibany halaman 405-423 31 ).Baca juga Ilmu Pendidikan Islam karangan Prof.Dr.Abudin Nata,MA hal. 54 - 62 30
66
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011
2.
3.
4.
5.
6.
7.
motivate all these asfects toward goodness and attainment of perfection. The ulttimate aim of education lies in the realization of complete submission to Allah on the level individual, the community and humanity at larg. Artinya :, bahwa pendidikan harus ditujukan untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal fikiran, perasan dan pisik manusia. Dengan demikian pendidikan harus mengupayakan tumbuhnya seluruh potensi manusia, baik yang bersifat spiritual, intlektual, daya khayal, pisik,ilmu pengetahuan, maupun bahsa, baik secara perseorangan maupun kelompok, dan mendorong tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar menacapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak pada terlaksananya pengabdian yang penuh kepada Allah, baik pada tingkat perorangan, kelompok maupun kemanusiaan dalm arti yang seluas-luasnya. Tujuan Pendidikan Islam secara Nasional Yang dimaksud dengan ujuan pendidikan Islam nasional ini adalah tujuan pendidikan Islam yang dirumuskan oleh setiap negara ( Islam ). Dalam kaitan ini, maka setiap negara merumuskan tujuan pendidikannya dengan mengacu kepada tujuan universal sebimana tersebut diatas. Tujuan pendidikan Islam secara nasional nampaknya secara eksplisit belum dirumusujuan pendidikkan, karena Indonesia bukanlah negara Islam. Dalam rumusan tujuan pendidikan , secara substantif sudah memuat ajaran Islam Tujuan Pendidikan Islam secara Institusional Yang dimaksud dengan tujuan pendidikan Islam secara institusional adalah tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh masing-masing lembaga pendidikan Islam, mulai dari tingkat Taman Kana-kanak atau Raudlatul Atfal, sampai dengan Perguruan Tinggi. Tujuan Pendidikan Islam pada Tingkat Program Studi (Kurikulum) Tujuan pendidikan Islam pada tingkat program studi adalah tujuan pendidikan yang disesuaikan dengan program studi. Tujuan Pendidikan Islam pada Tingkat Mata Pelajaran Tujuan pendidikan Islam pada tingkat mata pelajaran adalah tujuan pendidikan yang didasarkan tercapainya pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam yang terdapat pada bidang studi atau mata pelajaran tertentu Tujuan Pendidikan Islam Tingkat Pokok Bahasan Tujuan pendidikan Islam pada tingkat pokok bahasan adalah tujuan pendidikan yang didasarkan pada tercapainya kecakapan (kompetensi) utama, dan kompetensi dasar yang terdapat pokok bahasan tersebut. Tujuan Pendidikan Islam Tingkat Subpokok Bahasan Tujuan pendidikan Islam pada tingkat subpokok bahasan adalah tujuan pendidikan yang didasarkan pada tercapainya kecakapan (kompetensi) yang terlihat pada indikator-indikatornya secara terukur. Misalnya menerjamahkan kosakata yang berkaitan dengan alat-alat tulis, kosakata yang berkaitan dengan tempat tinggal dan sebagainya. Dari beberapa uraian tentang tujuan pendidikan Islam di atas , dapat dikemukakan bahwa pendidikan Islam harus memiliki lembaga pendidikan yang berkualitas dengan dilengkapi oleh sumber daya pendidik yang kompeten. Apalagi bila dikaitkan dengan Firman Allah dalam surat al-Mujadilah 11 : Artinya Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
67
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 2.2. Tujuan Pendidikan Barat Untuk mengetahui tujuan pendidikan Barat, kita harus mengetahui pemikir-pemikir pilosof Barat yang dipelopori Saint Thomas Aquinas ( 1225-1237), Descartes ( 1596 – 1650 ), August Comte ( 1798 – 1857 M ),John Lock, John Dewey, Hegel, Spenser dan lain-lain ,terutama yang ide-idenya berkaitan dengan pemikiran tentang pendidikan. Berikut ini beberapa pemikiran mereka tentang tujuan pendidikan. 1. Tujuan keduniawian sebagaiman menurut paham pragmatism yang pelopori oleh John Dewey dan William Kilpatrick adalah diarahkan pada pekerjaan yang berguna dan untuk mempersiapkan anak menghadapi kehidupan masa mendatang. 2. Saint Thomas Aquinas (1225-1237 M) berpendapat bahwa tujuan pendidikan dan tujuan hidup adalah merealisasikan kebahagiaan dengan cara menanamkan keutamaan akal dan akhlak (moralitas). Juga John Lock memperkuat pentingnya pendidikan akhlak. Sedangkan Jean Jaque Rousseau mengajak kepada kehidupan yang amaliah dan menganjurkan agar pendidikan berbuat untuk menyenagkan dan menghormati kegemaran anak-anak juga kebebasan anak untuk tumbuh sesuai dengan tabiatnya. 3. Hegel (1770-1831 M) berpendapat bahwa sebaiknya pendidikan itu berusaha untuk mendorong perkembangan jiwa kelompok dan menghindari perbuatan yang membawa kepada dorongan kebendaan (matreialisme). 4. Spencer (1820-1902 M) berpendapat bahwa sesunggunhnya pendidikan bertujuan mempersiapkan anak-anak untuk mencapai kehidupan yang sempurna. 5. Thorndike memberikan pengertian terhadap tujuan pendidikan yaitu adalah membentuk manusia agar mencintai segala sesuatu yang benar dan mampu mengendalikan hokum alam dan lingkungan. Tujuan-tujuan diatas adalah berbeda-beda karena didasarkan atas kehidupan bangsa-bangsa dahulu sesuai dengan zamannya , yang lebih menitik beratkan kepada kemampuan diri untuk memenuhi kebutuhan diri . Yang jelas, tujuan pendidikan Barat lebih pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Tidak melihat untuk apa selanjutnya. Teori pendidikan Barat membagi tujuan pendidikan menjadi dua pandangan besar.: Pertama adalah Society-centered yang melihat pendidikan sebagai kendaraan untuk menciptakan warga Negara yang baik . Argumentasi dari pendekatan ini karena manusia adalah makhluk sosial, dan pengetahuan itu dikonstruksikan oleh lingkungan, maka pendidikan harus mampu mempersiapkan manusia agar memiliki peran dan beradaptasi dengan baik dalam lingkungannya. Kedua adalah child atau person-centered position, yaitu yang lebih menekankan kebutuhan, kemampuan dan ketertarikan dari si murid itu sendiri. C. Kesimpulan Dari uraian di atas bisa diambil kesimpulan bahwa Tujuan pendidikan Islam dan Barat tidak sama. Islam tidak hanya berbicara pada dimensi keduniaan semata, akan tetapi lebih memperhatikan dimensi akhirat. Namun kenyataan sekarang , banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis. Mirip seperti pendidikan di Barat. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang sekular. Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan.
68
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Permasalah tersebut merupakan persoalan paling mendasar yang dihadapi dunia pendidikan Islam saat ini dan harus segera disadari serta dicarikan solusinya. Tujuan yang salah akan menghatarkan pendidikan Islam mencapai output yang tidak sesuai dengan tujuan penciptaan manusia yaitu menjadi khalifah di bumi sebagaimana tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an. Sebaliknya, dengan tujuan pendidikan yang tepat, maka materi, metoda atau kurikulum yang digunakan, tentunya akan memiliki corak dan isi serta potensialitas yang sesuai dengan cita-cita yang terkandung dalam tujuan tersebut. Sehingga langkah awal untuk pendidikan Islam dengan pendidikanmemperbaiki pendidikan di dunia Islam adalah rumuskan kembali tujuan pendidikan Islam sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan sunnah Rosulullah. Jika perubahan pada hal paling mendasar ini tidak segera dilakukan, maka sebaik apapun fasilitas, teknologi, kurikulum, dan dana yang tersedia, tidak akan mampu mencetak manusia-manusia beriman yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Seperti pada uraian terdahulu dapat kita fahami bahwa dalam Islam, tujuan utama dari pendidikan dalam Islam harus diarahkan untuk membentuk pribadi-pribadi muslim sempurna. Sebagaimana diutusnya Rosulullah sebagai sebaik-baiknya manusia, maka tujuan pendidikan Islam harus mampu membentuk individu-individu muslim yang paham hakikat eksistensinya di dunia ini serta tidak melupakan hari akhir dimana dirinya akan kembali. Pendidikan Islam tradisional selalu menjadikan keberhasilan indvidu dan kebahagiaan hidup di dunia serta akhirat sebagai tujuan pendidikan yang terpenting. Itulah yang membedakan tujuan pendidikn Islam dengan pendidikan Barat. Seperti yang tersirat pada firman Allah : 77. dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata,MA, Prof.Dr, Ilmu Pendidikan Islam ,Jakarta 2000 Ahmad, Sayyid al-Hasyimi Bek, Mukhtar al-Hadîts Nabawiyyah, Kairo: Maktabah al- Hijazi,1948. Ahmad Tafsir, Prof, Dr, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,2005 Arrifai Muhammad Nasibi, Kemudahandari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Al-Sayuthi, Imam Jamaluddin Abdurahman bin Abi Bakr, al-Jamî' al-Shaghr fî al-Hadîts al-Basyir alNâzhir, Kairo: Dâr al-Katib al-‘Arabi, 1967. Al-Syaibany, Prof. Dr. Omar Mohammad Al-Toumy Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1979. Athiyah M,AliIbrasy, At-Tarbiyah Al-Islamiyah wa falsafatuhu, Ttht . Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cet ke3, Luwes Ma’luf, Almubjid hal. 247 Mahmuid Yunus, Kamus Arab - Indonesia. Hal. 277 Langggulung, Prof. Dr. Hasan, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma'arif, 1980.
69
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 MEMAHAMI MUTU DALAM KAITAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN (sebuah tinjauan pustaka) Oleh : HE.TAJUDDIN NOOR Dosen pada Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang Abstract: Mutu adalah sebuah konsep upaya konsisten dan berkelanjutan dalam mewujudkan tercapainya kebutuhan dan kepuasan pelanggan ( Sallis: 2005). Bermula konsep ini dari dunia industri yang kemudian merambah dan diterapkan dalam dunia pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar secara terus menerus yang bertujuan berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab ( UU Sisidiknas no 20 psl 6/2003.) mutu pendidikan adalah keberhasilan totalitas layanan manajemen pendidikan dalam menghantarkan peserta didik untuk memiliki nilai nilai yang bermakna bagi kehidupannya. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk : (1). Alternatif pilihan bagi para pendidik dalam upaya akselerasi mutu pendidikan, (2). Alternatif pilihan para pemimpin pendidikan dalam mengembangkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS),(3). Alternatif pilihan bagi para penyelenggara pendidikan termasuk UNSIKA, dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan yang menjadi dambaan Masyarakat. Kata kunci : Mutu, mutu pendidikan, manajmen berbasis sekolah (MBS). A. PENDAHULUAN Mutu pendidikan masih merupakan impian dan harapan besar bagi masyarakat indonesia. Hary Suderajat mengutip data dari HDI (Human Development IndeX) bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada pada rangking 112 dari 127 negara di tahun 2003 dan berada pada ranking 111 dari 127 negara yang diukur di tahun 2004. Data tersebut pernah dilaporkan Mendiknas di tahun 2001 yang mengindikasikan pendidikan Indonesia masih rendah dalam komparasi internasional. Study leteratur ini bertujuan untuk menggambarkan : (1) konsep mutu yang ideal dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, (2) bahan renungan bagi guru dan dosen, (3) upaya pencitraan bagi civitas Unsika yang sedang berkembang kearah layanan pendidikan yang lebih berkualitas. B. KONSEP MUTU Istilah mutu berasal dari dunia bisnis Industri atau perusahaan. Dipopulerkan oleh tiga orang Guru Mutu yaitu W. Edward Deming, Yosep Juran, dan Philip Crosby sekitar tahun 1930 an. Mereka memandang bahwa masalah mutu terkait erat dengan manajemen (Edward Sallis: 97) sehingga muncullah istilah Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu terpadu (MMT). Namun demikian tidak satupun diantara tiga orang guru mutu di atas merekomendasikan isu-isu mutu diterapkan dalam dunia pendidikan. Gelombang baru penerapan mutu dalam dunia pendidikan terjadi pada awal tahun 1990 an. Bermula dari perguruan tinggi di Amerika dan kemudian diikuti oleh perguruan tinggi di Inggris. Walapun pada mulanya penerapan mutu dalam dunia pendidikan mendapat penolakan dari kalangan fakar pendidikan di Inggris yang menghawatirkan bahasa
70
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 manajemen Industri diterapkan dalam pendidikan, namun pada perkembangan selanjutnya terjadi kerjasama pendidikan dan bisnis yang membuat konsep-konsep Industri dapat diterima dalam dunia pendidikan, seperti istilah mutu pendidikan. Dapat dimengerti kenapa ketiga orang guru mutu tidak merekomendasikan penerapan isu-isu mutu dalam pendidikan, karena banyak implikasi istilah yang mungkin akan mendistorsi makna pendidikan, seperti istilah pelanggan, kepuasan, kebutuhan yang biasa merujuk kepada nilai material semata. Sementara pendidikan mengandung makna pesan pesan nilai yang jauh lebih agung dan bermakna. Secara filosofis mutu merujuk kepada upaya yang terus menerus dan berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan (Sallis : 2004). Namun seperti yang dikatakan guru mutu di atas bahwa mutu terkait erat dengan manajemen. Maka mutu pendidikan adalah keberhasilan totalitas layanan pendidikan dalam menghantarkan peserta didik untuk memiliki nilai-nilai yang bermakna bagi kehidupannya.
C. BEBERAPA PANDANGAN KONSEP MUTU PENDIDIKAN Dalam bukunya Manajemen Peningkatan Mutu berbasis Sekolah (MPMBS), Hari Suderadjat: 2005, melihat mutu pendidikan melalui empat pendekatan: Pertama, pendekatan program Depdiknas 2001-2004 dengan program Broad Based Education (BBE). Melalui pendekatan ini, mutu pendidikan diukur dengan kemampuan peserta didik yang mengarah pada penguasaan kecakapan hidup (Life Skill) yang dapat meningkatkan harkat dan martabat peserta didik di tengah kehidupan masyarakat. Mutu pendidikan versi pendekatan BBE ini, lebih dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan hidup yang bersifat jangka pendek, belum mencerminkan nilai nilai yang terkandung dalam misi pendidikan yang ideal, sekalipun dalam program BBE ini terkandung pesan kecakapan personal dan kecakapan sosial, namun penekannya pada kecakapan kejuruan. Jadi masih perlu peningkatan kearah yang lebih mengantarkan peserta didik pada pengembangan potensi yang holistik dan konprehensif. Kedua, pendekatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Melalui pendekatan ini, mutu pendidikan diukur dengan pendidikan yang menghasilkan lulusan yang dapat meningkatkan daya beli dan meningkatkan derajat kesehatan. Tidak jauh berbeda dengan konsep mutu pendidikan melalui pendekatan program BBE, mutu pendidikan melalui pendekatan IPM ini juga lebih banyak menekankan pada penyiapan lulusan yang siap untuk memenuhi hajat hidup yang lebih bersifat material, baik terpenuhinya sisi ekonomi maupun sisi kesehatan fisik. Jadi masih belum mencerminkan pendidikan yang mewujudkan manusia utuh, ada sisi kemanusiaan ruhaniyah yang belum tersentuh.
71
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 Ketiga, melaui pendekatan fungsi pendidikan nasional. Pendekatan fungsi pendidikan melihat mutu pendidikan sebagai lembaga yang berfungsi “ mengembangkan watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. (UU Sisdiknas No 20/2003 ps 3). Pendekatan fungsi pendidikan, melihat mutu pendidikan dengan mengposisikan peserta didik sebagai bagian kehidupan berbangsa. Disini kita melihat bahwa peserta didik sebagai aset bangsa yang harus dihantarkan ketingkat kecerdasan yang memungkinkan bisa mengembangkan watak kepribadiannya dan dapat berkiprah membangun peradaban bangsa yang bermartabat. “ Disini selalu terdapat dialektika antara kepentingan individu untuk mengolah dan mendalami nilai-nilai yang menurut dia baik, dan kepentingan negara yang menginginkan agar warga negaranya memiliki semangat publik demi berlangsungnya kehidupan bermasyarakat.” (Doni Koesoema: 2007). Pendekatan fungsi pendidikan nasional, melihat mutu pendidikan diukur dengan hasil lulusan yang berguna bagi pembangunan bangsa disamping tentu dapat meningkatkan kesejahteraan pribadinya. Disini kepentingan negara sangat kental dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Keempat, pendekatan tujuan pendidikan nasional. Mutu pendidikan dalam tinjauan tujuan pendidikan nasional, secara konseptual sudah mencerminkan tujuan ideal hasil lulusan. Dalam pasal 3 Undang-undang Sistem pendidikan nasional no. 20 tahun 2003 termuat : “ Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, serta menjadi warga negara yang bertanggung jawab.” Secara konseptual tujuan pendidikan itu, telah mencerminkan adanya tiga domain pendidikan yaitu afektif terdiri dari beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Cognitif yaitu, berilmu, cakap, kreatif, dan psykomotor yaitu, sehat, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab. Namun sayang konsep yang begitu ideal, holistik,dan konprehensif, dalam tataran implementasi proses KBM di Sekolah, mengalami distorsi dengan menekankan sisi cognitif dalam penyelenggaraan pendidikan. Indikatornya dengan mudah dapat dilihat dan sudah menjadi pemahaman klasik di masyarakat bahwa mutu pendidikan diukur dengan simbol-simbol yang mengarah pada penekanan cognitif belaka seperti IPK, NEM, lulus UN, Ijazah, Diploma. Padahal bila dicermati pesan yang termaktub dalam tujuan pendidikan dengan jelas mendahulukan penyebutan iman dan taqwa serta akhlak mulia. Ini artinya tujuan pendidikan mengutamakan penanaman nilai-nilai luhur dan mulia yang mesti menjadi acuan prioritas utama bagi para pengambil keputusan dalam kepemimpinan pendidikan, para perancang kurikulum, para pengambil kebijakan publik dan para pendidik. Pesan yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional, harus menjadi acuan utama bagi para pendidik untuk mendahulukan penanaman nilai iman taqwa dan akhlak mulia. Tidak terkecuali bagi guru guru mata pelajaran umum atau dosen yang mengajar mata kuliah umum. Terlebih bila
72
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 kita mencermati adanya kecenderungan global dimana dunia sekarang tengah mengalami titik balik peradaban seperti yang dikatakan Dedi Supriadi dalam pengantar buku pendidikan nilai (2004) “ sekarang mereka hampir sepakat untuk menyatakan : “ There is such thing the so-colled value-free science “ ( tidak ada yang disebut sains bebas nilai). Ini berarti bahwa setiap guru atau dosen wajib, menurut undang-undang sisdiknas 2003 untuk mengutamakan penanaman nilai nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia terlebih dahulu, sebelum mengembangkan daya cognitif dan psikomotor peserta didik. Hal ini semestinya harus terlebih dahulu di awali oleh para pengambil kebijakan pendidikan baik di tingkat makro maupun para pemimpin pendidikan di tingkat mikro. Bila kemudian dilapangan ternyata lebih mengutamakan pengembangan potensi cognitif dan psikomotor peserta didik, sementara aspek yang berkaitan penanaman nilai nilai afektif seperti keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia tidak diutamakan malah cenderung asal asalan, maka sebenarnya kita semua, mulai para pemimpin pendidikan, tenaga kependidikan dan para pendidik telah dengan sengaja “ berkhianat “ terhadap Undang-undang yang berarti juga “berbuat dosa” publik. Terlebih kalau hal demikian itu dilakukan oleh para Guru/ Dosen PAI yang seharusnya menjadi para pendidik terdepan yang merespon dan mengimplementasikannya dalam proses KBM di kelas. Wajah buram bangsa ini harus segera di akhiri dengan mengawali mengutamakan fokus penanaman nilai nilai ilahiyah oleh para pendidik, para pengambil kebijakan pendidikan dan para tenaga kependidikan. Kita berkeyakinan bahwa para pendidik, telah melaksanakan penanaman nilainilai luhur ilahiyah kepada para peserta didik di sekolah sekolah, namun “ dosisnya” mesti ditambah sesuai dengan tingkat merosotnya perilaku siswa yang cenderung mengkhawatirkan.
D. MUTU PENDIDIKAN MELALUI MBS Para Guru mutu menegaskan : “ Mutu terkait dengan manajemen”. (Sallis:2007). Penegasan ini bila dikaitkan dengan pendidikan berarti kunci terwujudnya mutu pendidikan terletak dalam manajemen. “Sejalan dengan dimulainya otonomi daerah di Kota dan Kabupaten maka pemerintah memberikan otonomi pendidikan ke Sekolah dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. “ ( Hari Suderdjat: 2005). Manajemen berbasis sekolah (MBS) merujuk kepada UU Sistem Pendidikan Nasional psl 51 butir 1 yaitu “ pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksnakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah.” Dalam implementasinya manajemen berbasis sekolah berarti melaksanakan fungsi fungsi manajemen terhadap semua komponen pendidikan di sekolah. Komponen –komponen pendidikan di
73
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 sekolah terdiri
dari : Kurikulum, personalia, kesiswaan, sarana dan prasarana, keuangan, dan
lingkungan sekolah. Ruang lingkup dan cakupan MBS secara matriks dapat kita lihat sbb : Fungsi manajemen Perencanaan Komponen Pendidikan
Pengorganisasian
Penggerakan
(B)
(C)
(D)
(E)
(A)
Pengawasan
Evaluasi
Hasil
1. Kurikulum
A.1
B.1
C.1
D.1
E.1
M
2. Personalia
A.2
B.2
C.2
D.2
E.2
M
3. Kesiswaan
A.3
B.3
C.3
D.3
E.3
M
4. sarana prasarana 5. keuanagan
A.4
B.4
C.4
D.4
E.4
M
A.5
B.5
C.5
D.5
E.5
M
6. lingkungan
A.6
B.6
C.6
D.6
E.6
M
7. Sekolah
M
M
M
M
M MMT
BAGAN : sumber buku MPMBS Hari Suderdjat: 2005.
Matrik di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
A.1, B.1, C.1,D.1 dan E.1 merupakan gambaran kegiatan pengelolaan (manajemen)
Kurikulum. Kurikulum yang dimenej oleh pimpinan sekolah dengan perencanaan yang baik, pengorganisasian yang rapih, penggerakan yang kompak, pengawasan yang ketat, dan evaluasi rutin dan menyeluruh akan menghasilkan Kurikulum yang ber-mutu (M). 2.
A.2, B.2, C.2, D.2, dan E.2 adalah kegiatan pengelolaan (manajemen) personalia. Personalia
yang dimenej oleh pimpinan sekolah dengan perencanaan yang baik, pengorganisasian yang rapih, penggerakan yang kompak, pengawasan yang ketat, dan evaluasi rutin dan menyeluruh akan menghasilkan personalia yang ber- mutu (M). 3.
A.3, B.3, C.3, D.3, dan E.3 adalah kegiatan pengelolaan (manajemen) kesiswaan. Kesiswaan
yang dimenej oleh pimpinan sekolah dengan perencanaan yang baik, pengorganisasian yang rapih, penggerakan yang kompak, pengawasan yang ketat, dan evaluasi rutin dan menyeluruh akan menghasilkan kesiswaan yang ber-mutu (M) 4.
A.4, B.4, C.4, D.4, dan E.4 , adalah kegiatan pengelolaan (manajemen) sarana prasarana.
Sarana dan prasarana yang dimenej oleh pimpinan sekolah dengan perencanaan yang baik,
74
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 pengorganisasian yang rapih, penggerakan yang kompak, pengawasan yang ketat, dan evaluasi yang rutin dan menyeluruh akan menghasilkan Sarana dan prasarana yang ber-mutu(M). 5.
A.5, B.5, C.5, D.5, dan E.5 adalah kegiatan pengelolaan (manajemen) keuangan. Keuangan
yang dimenej oleh pimpinan sekolah dengan perencanaan yang baik, pengorganisasian yang rapih, penggerakan yang kompak, pengawasan yang ketat, dan evaluasi rutin dan menyeluruh akan menghasilkan Keuangan yang ber-mutu (M). 6.
A.6,B.6, C.6, D.6, dan E.6 adalah kegiatan pengelolaan (manajemen ) Lingkungan.
Lingkungan yang dimenej oleh pimpinan sekolah dengan perencanaan yang baik, pengorganisasian yang rapih, penggerakan yang kompak, pengawasan yang ketat, dan evaluasi yang rutin dan menyeluruh akan menghasilkan Lingkungan yang ber-mutu (M). 7. Sekolah yang dimenej oleh pimpinan sekolah dengan pendekatan manajemen mutu yang terpadu (MMT), akan menghasilkan Sekolah yang bermutu dan lebih bisa diharapkan akan menghasilkan lulusan yang bermutu pula. Sekolah yang demikian itulah yang kemudian kita kenal dengan (MPMBS), Manajemen Peningkatan Mutu berbasis Sekolah.
E. PENANGGUNGJAWAB MUTU PENDIDIKAN Sebelum lahir Undang-undang Sistem pendidikan Nasional no 20 tahun 2003, manajemen pendidikan sangat sentralistik. Semua kegiatan pengelolaan pendidikan serba terpusat, sementara kepala Sekolah dan guru hanya sebagai pelaksana saja dari semua kebijakan pusat. Sehingga kepala sekolah kurang berfungsi
secara maksimal, karena tidak memiliki keleluasaan untuk menjadi pemimpin
pendidikan dan tidak dominan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dan guru hanya berfungsi sebagai pengajar dan penyampai kurikulum apa adanya dari pusat. Sejalan dengan digulirkannya Undang-undang Sistem pendidikan Nasional no 20 tahun 2003, dan bersamaan dengan lahirnya undang-undang no 32 dan 33 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, maka wewenang manajemen pendidikan menjadi bersifat desentralistik, dan perwujudannya menjadi Manajmen berbasis Sekolah (MBS). Dengan demikian maka mutu pendidikan di sekolah menjadi tanggungjawab kepala sekolah. Kepala sekolah sekarang memiliki wewenang yang luas untuk mengurus rumah tangga sekolah dengan berbasis kompetensi. Jadi kunci keberhasilan pendidikan di sekolah sangat bertumpu pada kompetensi kepemimpinan kepala sekolah.
F. PELAKSANA MUTU PENDIDIKAN Kitab suci al qur’an mengamanatkan bahwa:” seseorang tidak akan memperoleh sesuatu (termasuk Ilmu) kecuali apa yang diupayakannya. (QS: 53: 39) dalam konteks mutu pendidikan,
75
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 seorang siswa tidak akan dapat memperoleh ilmu, tanpa ia sendiri yang harus aktif mencarinya dengan belajar dan berlatih. Namun demikian, gurulah sebagai pelaksana langsung yang melaksanakan mutu pendidikan di sekolah melalui fungsi guru sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran. “ Fungsi guru adalah mempromosikan fasilitas belajar siswa hingga siswa menyadari bahwa ia telah memiliki kecakapan, baik kecakapan proses, kecakapan akademik ataupun kecakapan kejuruan. Istilah mempromosikan adalah mengubah minat siswa dari tidak atau kurang mau belajar menjadi mau belajar. Istilah lainnya adalah guru harus mampu memotivasi siswa. Dengan demikian guru disebut sebagai motivator dan fasilitator.” (Hari Suderadjat : 15 : 2005). Jadi pada akhirnya mutu pendidikan bertumpu pada profesionalisme guru dalam koordonasi kepala sekolah yang kompeten.
G.KESIMPULAN 1. Mutu adalah upaya perbaikan terus menerus dan konsisten dalam mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan. 2. Mutu pendidikan adalah layanan manajemen pendidikan secara totalitas secara terus menerus dan konsisten dalam menghantarkan peserta didik untuk memiliki nilai nilai yang bermakna dalam kehidupanya. 3. Kepala sekolah bertanggung jawab mewujudkan mutu pendidikan dengan melaksanakan MBS (Manajmen berbasis sekolah) yang kemudian dikembangkan menjadi MPMBS (Manajmen peningkatan mutu berbasis sekolah). 4. Guru sebagai pelaksana mutu pendidikan dengan menjalankan fungsinya sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran di kelas. H. SARAN 1. Merujuk kepada kesimpulan di atas, untuk mempercepat terwujudnya pendidikan yang bermutu berawal para pengambil kebijakan pendidikan baik ditingkat makro maupun dilevel mikro agar konsisten dengan prinsif yang termaktub dalam tujuan pendidikan Nasional UU Sisdiknas psl 6 no 20 tahun 2003. 2. Kepala sekolah sebaiknya yang benar benar memiliki kompetensi dalam kepemimpinan sekolah yaitu kepala sekolah yang memiliki tanggungjwab penuh dan mampu mengkoordinasikan fungsi fungsi MBS. 3. Guru senatiasa meningkatkan citra dirinya dengan terus menerus memperbaharui informasi yang terus berkembang berkaitan dengan peningkatan prodesionalisme guru.
76
Solusi, Vol. 10 No. 20, September – November 2011 I.
DAFTAR PUSTAKA 1. Himpunan perundang undangan tentang OTDA 2004-2005, penerbit
“ Citra umbara”
Bandung. 2. Hari Suderadjat, (2005),” Manajemen Peningkatan Mutu berbasis Sekolah “ (MPMBS) , CV, Cipta Cekas Grafika , Bandung. 3. Undang-undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Undang-undang Republik Indonesi no 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, Departemen Agama, Direktorat Jendral Pendidikan Islam tahun 2006. 4. Sallis, Edward (1993): Total Qualiti Management in Education, Kogan page Ltd, London. 5. Depdiknas (2002): pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup dengan pendekatan BBE. 6. Creech, Bill ( 1996) : Lima Pilar Manajemen Mutu Terpadu (TQM). Binarupa Aksara, Jakarta. 7. Sanusi, Achmad, (1990); Beberapa Demensi mutu pendidikan, Fakultas pasca Sarjana, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Bandung. 8. Mulyana, Rohmat (2004): Mengartikulasikan pendidikan Nilai Alfabeta, CV. Bandung. 9. Mulyana, R. (1996); Upaya Guru dan Kepala Sekolah dalam membina Imtaq, Thesis , Bandung, Program Pasca Sarjana IKIP , Bandung.
77