0044: Ketut Buda Artana dkk.
TR-21
PENGEMBANGAN PERANGKAT SIMULASI MARINE TRAFFIC MELALUI INTEGRASI AUTOMATIC IDENTIFICATION SYSTEM (AIS) DAN GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) Ketut Buda Artana∗ , Dinariyana Dwi Putranta, dan Trika Pitana Institut Teknologi Sepuluh Nopemnber (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo ∗
e-Mail:
[email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Automatic Identification System (AIS) merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk memonitor kapal dari stasiun darat (Vessel Traffic Service), yang beroperasi pada band frekwensi VHF.[2] Dengan menggunakan alat ini, maka data-data pelayaran kapal dapat tercatat secara seksama. Berdasarkan IMO Resolution MSC.74(69), Annex 3 tentang Recommendation On Performance Standards For An Universal Shipborne Automatic Identification Systems (AIS), maka AIS wajib dipasang pada kapal dengan kapasitas diatas 300GT dengan maksud untuk menghindari tubrukan /kecelakaan antar kapal, mengetahui informasi tentang kapal dan muatannya serta merupakan alat bantu VTS untuk traffic management. Data-data yang diperoleh dari AIS adalah: MMSI number, IMO number, Radio call sign, Name of vessel, Type of ship/cargo, Dimensions of ship, Location of ship, Type of position fixing device, Draught of ship, Destination, serta Estimated time of arrival at destination.Pada penelitian di tahun I telah dicapai hasil-hasil sebagaimana yang telah dicanangkan sebagai deliverables, antara lain adalah: (1) penentuan variable-variabel yang menentukan tingkat kebahayaan operasional kapal (danger score) (2) pengembangan algoritma danger score (3) membuat interface untuk mengolah data AIS dan menggabungkannya dengan Quantum GIS (4) mengembangkan hazard navigation map. Pada penelitian tahun II telah dikembangkan upaya untuk mengintegrasikan danger score yang telah dihasilkan pada tahun I dengan fasilitas pengolahan data AIS untuk menentukan sebaran emisi gas buang kapal serta fasilitas bantu penentuan prioritas inspeksi kapal. Penelitian ini juga telah berhasil mengembangkan peralatan pemancar dan AIS receiver yang dapat menjadi alternatif atas teknologi AIS konvensional. Kata Kunci: AIS, inspeksi kapal, emisi kapal, danger score, hazard navigation map
I.
PENDAHULUAN
Jumlah kecelakaan kapal di Indonesia selama periode 2005-2009 sangat memprihatinkan. Tidak kurang tercatat 293 kasus kecelakaan besar yang dilaporkan oleh Mahkamah Pelayaran pada tahun 2009.[1] Kecelakaan kapal tersebut dapat dikelompokkan menjadi: kapal tenggelam (31%), kapal kandas (25%), kapal tabrakan (18,27%), kapal terbakar (9,67%) dan lainnya 16,06%. Penyebab dari kecelakaan-kecelakaan kapal tersebut adalah 78,45% human error, 9,67% kesalahan teknis, 1,07% karena kondisi cuaca, dan 10,75% karena kombinasi cuaca dan kesalahan teknis. Dengan gambaran tersebut, berbagai upaya harus dilakukan untuk dapat menekan tingkat kecelakaan kapal saat beroperasi. Automatic Identification System (AIS) merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk memonitor kapal dari stasiun darat (Vessel Traffic Service), yang beroperasi pada band frekwensi VHF.[2] Dengan meng-
gunakan alat ini, maka data-data pelayaran kapal dapat tercatat secara seksama. Berdasarkan IMO Resolution MSC.74(69),[3] Annex 3 tentang Recommendation On Performance Standards For An Universal Shipborne Automatic Identification Systems (AIS), maka AIS wajib dipasang pada kapal dengan kapasitas diatas 300GT dengan maksud untuk menghindari tubrukan /kecelakaan antar kapal, mengetahui informasi tentang kapal dan muatannya serta merupakan alat bantu VTS untuk traffic management. Data-data yang diperoleh dari AIS adalah: MMSI number, IMO number, Radio call sign, Name of vessel, Type of ship/cargo, Dimensions of ship, Location of ship, Type of position fixing device, Draught of ship, Destination, serta Estimated time of arrival at destination. Utilisasi data tersebut saat ini masih sangat rendah. Karena itu, penelitian yang telah dilaksanakan pada tahun I telah menghasilkan rumusan sebuah metoda pengukuran nilai atau bobot kebahayaan kapal (danger
Prosiding InSINas 2012
0044: Ketut Buda Artana dkk.
TR-22
G AMBAR 1: Road Map Penelitian
score) dengan memanfaatkan data-data dari AIS seperti tersebut di atas dan menggabungkannya dengan pendekatan risiko. Beberapa indikator dalam penentuan danger score yang telah digunakan antara lain: posisi kapal terhadap kapal lainnya, jenis kapal sekitar, kecepatan kapal sekitar, kecepatan angin, kecepatan arus, tinggi gelombang, kedalaman perairan, dan indikator lainnya. Metode yang telah digunakan dalam mengukur bobot kebahayaan masing-masing indikator kebahayaan adalah dengan menggunakan metode Eigenvalue.[4] Pada penelitian ini, bobot kebahayaan masingmasing indikator akan dihitung dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP) dan logika fuzzy (fuzzy logic). Plotting data AIS pada GIS platform akan memungkinkan diperolehnya vessel track yang merupakan informasi penting dalam melakukan evaluasi tingkat risiko operasional kapal. Kajian tentang danger score ini diharapkan dapat menjadi in-
isiasi terhadap perbaikan regulasi ijin kapal beroperasi, khususnya pada kondisi yang memberikan tingkat kebahayaan tinggi akibat cuaca, traffic, dan lainnya. Dari penelitrian Tahun I juga telah dikembangkan pemanfaat danger score dalam pengembangan peta kebahayaan kapal (hazard navigation map). Mengingat isu-isu lingkungan dan keselamatan penmgoperasian kapal telah mendominasi isu-isu dalam dunia pelayaran saat ini, pada penelitian tahun II ini akan diusulkan pengembangan apa yang telah diperoleh pada Tahun I dengan tambahan fasilitas berupa: 1. Interface untuk menggunakan data AIS sebagai dasar dalam penentuan sebaran emisi gas buang yang dihasilkan oleh kapal. 2. Interface untuk menentukan tingkat prioritas inspeksi terhadap kapal ytang akan memasuki pelabuhan (inspection score). Prosiding InSINas 2012
0044: Ketut Buda Artana dkk. Dua kelengkapan interface ini diharapkan mampu berkontribusi tidak hanya pada upaya menjaga keselamatan transpoirtasi laut di Indonesia, namun lebih dari itu, dapat digunakan sebagai upaya menjaga lingkungan perairan dan darat dari sebaran emisi gas buang yang dihasilkan oleh kapal-kapal yang beroperasi di pelabuhan. Dalam konteks keselamatan transportasi laut, paling tidak ada beberapa aspek dan isu yang perlu diperbaiki, yaitu (1) isu yang berkenaan dengan quality of ships, technology and hardware (2) isu yang berhubungan dengan system, human factor and port state control, (3) isu yang terkait dengan environmental and operational dan (4) isu tentang penanggulangan bencana di laut (Marine Hazard). Isu no (4) ini telah menjadi obyek penelitian dalam Hibah Penelitian Pascasarjana yang dilakukan oleh peneliti utama di tahun 2007-2009.[5–7] Sementara itu isu 1, 2 dan ke 3 sangat berkaitan satu sama lain, mengingat pada kenyataannya, pada isu-isu tersebutlah banyak sekali terjadi kelemahan pada sistem transportasi laut di Indonesia yang mengakibatkan kerapnya terjadi kecelakaan laut. Penelitian ini mencoba menjadikan ketiga isu tersebut sebagai latar belakang pentingnya penelitian ini untuk dilakukan. Dalam kerangka tersebut, beberapa topik penelitian menjadi fokus yang akan dilakukan di Laboratorium Keandalan dan Keselamatan antara lain (1) Marine Pollution Contingency Plan (2) Evaluation of Marine Traffic Density (3) Marine Traffic Management due to Marine Disaster (4) Marine Accident Analysis. Penelitian yang diusulkan di penelitian ini lebih terkait dengan topik ke dua (2) dari 4 topik yang difokuskan (G AMBAR 1).
II.
METODOLOGI
A. Penelitian Tahun I A-1. Danger score kapal Perangkat lunak GIS yang digunakan untuk menampilkan danger score yang diperoleh sebelumnya adalah Quantum GIS. Perangkat lunak GIS ini di gunakan sebagai ploting data AIS yang memungkinkan diperolehnya vessel track yang merupakan informasi penting dalam penentuan nilai danger score suatu kapal yang sedang berlayar. Langkah pertama yang dilakukan adalah memilah data-data AIS yang telah diperoleh berdasarkan data yang akan dimasukkan sebagai input kedalam GIS, dan data yang dimasukkan adalah MMSI number, latitude and longitude atau posisi kapal-kapal yang ada di jalur pelayaran, kecepatan kapal, dan waktu pelayaran dari kapal-kapal tersebut. G AMBAR 2 menunjukkan terjadinya pergerakan kapal, baik itu dalam kondisi diam, bergerak dan berpapasan. Berdasarkan data-data AIS yang telah diplotkan ke dalam Quantum GIS, berupa kecepatan kapal, ukuran kapal, tipe kapal, dan posisi kapal. Berdasarkan kondisi tersebut dapat diketahui beberapa variabel lainnya
TR-23
G AMBAR 2: Ploting data AIS pada Quantum GIS
meliputi jarak antar kapal dengan kapal lain dan arah kedatangan kapal yang dijadikan penilaian danger score kapal tersebut. A-2. Hazard Navigation Map Berdasarkan hasil perhitungan nilai danger score, dapat disimpulkan mengenai kondisi lintasan kapal dalam jalur pelayaran. Dalam contoh jalur pelayaran di Selat Madura, kondisi danger score sangat dipengaruhi oleh lingkungan selain oleh kapal itu sendiri. Ini menjadi dasar dibuatnya sebuah peta kebahayaan navigasi (hazard navigation map) yang diharapkan nantinya berguna untuk menampilkan daerah-daerah yang memberikan nilai danger score yang tidak dapat diterima. Dengan hazard navigation map, ABK maupun pihak-pihak lain yang terkait dapat memberikan langkah mitigasi sebagai dasar perbaikan aspek keselamatan navigasi dan operasi kapal. Dari empat kapal pada contoh diatas dapat disimpulkan mengenai pergerakan kapal dalam berbagai kondisi yaitu extremely safe, fairly safe, somewhat safe, neither safe or dangerous, somewhat dangerous, fairly dangerous, extremely dangerous saat kapal berlayar. G AMBAR 4 memperlihatkan gambaran daerah bahaya kapal saat kapal melintas di Selat Madura berdasarkan perhitungan nilai danger score tiap kapal. Dengan mengambil contoh pergerakan ke empat kapal tersebut diatas, selanjutnya dapat dibuat hazard navigation map lintasan kapal yang bergerak pada satu waktu di Selat Madura. Secara keseluruhan visualisasi hazard navigation map untuk kapal-kapal yang sedang berlayar tersebut yaitu pada tanggal 3 Nopember 2010 pukul 20.00 WIB dapat dilihat pada G AMBAR 5 . B. Penelitian Tahun II B-1. AIS untuk estimasi sebaran emisi Dalam melakukan estimasi sebaran emisi gas buang motor induk dan motor bantu kapal, maka data AIS dan database kapal akan digabungkan dengan menggunakan metode Gaussian Plume dan Gaussian Puff. Perhitungan distribusi emisi dilakukan dengan menggunakan Gaussian Plume Model. Dimana hal-hal yang Prosiding InSINas 2012
0044: Ketut Buda Artana dkk.
TR-24
(a)
(b)
(c)
(d)
G AMBAR 3: Hazard navigation map (a) general cargo 117 m (b) kapal kontainer 165m; (c) lighting vessel 60m; (d)general cargo 95m G AMBAR 4: Hazard navigation map Selat Madura
berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan dapat dilihat berdasarkan persamaan yang dipakai.
C(x, y, z, He )
di mana, C : x, y, z : He : Q : σx , σy , σz :
=
−y 2 2 2σy
Q ×e 2πσy σz us −(z−H )2 −(z+He )2 e × e 2σz2 + e 2σx2 (7)
konsentrasi emisi (g/m3 ) jarak dari asal dalam koordinat x, y, z (m) tinggi exhaust pada kapal tingkat emisi gas buang (g/s) horisontal dan vertikal standar deviasi plume (m) us : kecepatan angin (m/s) Berbeda dengan Gaussian Plume Model, Gaussian Puff Model menganggap bahwa releases emissions bersifat independent di mana terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah wind direction dan waktu release dari emisi gas buang. Hali ini bisa dilihat berdasarkan algoritma di bawah ini:
Cr
2
y2
(xr −Ut ) + 2σr2 − Q∆t 2 2σx y = e 1.5 (2π) σx σy σz (z −H )2 (z +H )2 − r2σ2e − r 2σ2e z x × e +e
(8)
di mana, Cr : xr , yr , zr : He : Q : σx , σy , σz :
konsentrasi emisi (g/m3 ) jarak dari asal dalam koordinat x, y, z (m) tinggi exhaust pada kapal tingkat emisi gas buang (g/s) horisontal dan vertikal standar deviasi plume (m) U : kecepatan angin (m/s) ∆t : selisih waktu penyebaran emisi (menit) t : waktu penyebaran emisi Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan konsentrasi emisi dengan dua macam variasi yaitu pada menit ke 15 dan 30 yang berarti bahwa perhitungan dilakukan pada saat ∆t = 45 menit dan ∆t = 30 menit. G AMBAR 6 dan G AMBAR 7 menunjukkan contoh sebaran emisi NOx dengan menggunakan plume dan puff model. Prosiding InSINas 2012
0044: Ketut Buda Artana dkk.
TR-25
G AMBAR 5: Hasil Sebaran Emisi NOx (Plume Model)
G AMBAR 6: Hasil Sebaran Emisi NOx saat ∆t = 45 menit (Puff Model)
B-2.
AIS untuk prioritas inspeksi kapal
Pada bagian ini akan dilakukan analisa terhadap variabel-variabel inspeksi yang digolongkan berdasarkan kasus regulasi nota kesepahaman pada Tokyo MOU Port State Control (PSC) yang diterapkan
G AMBAR 7: Madura
Distribusi emisi NOx beberapa daerah di Selat
pada kapal berbendera asing. Juga telah menetapkan serta mengkriteriakan inspeksi yang dilakukan oleh Syah Bandar (PSCO) berdasarkan peralatan keselamatan, juga menganalisa daftar-daftar kapal yang masuk dalam kategori hitam (blacklist) oleh Tokyo MOU. Kemudian di implementasikan juga pada kapalkapal berbendera dalam negeri dengan mengkategorikan tingkat keselamatan dan resiko yang dialami oleh kapal tersebut. Oleh karena itulah penelitian ini amat sangat penting untuk dilakukan demi mengurangi tingkat kecelakaan kapal yang terjadi terutama dari inspeksi yang dilakukan oleh Syahbandar (PSCO). Hasil yang dikeluarkan dari kegiatan ini adalah rekomendasi metode inspeksi berdasarkan metode Analytical Hierarcy Process (AHP) dengan pembobotan yang berbeda dengan kuesioner yang ditujukan pada syahbandar (PSCO) yang lebih tepatnya untuk daerah pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Gresik. Kemudian memasukkan data dari AHP tersebut yang berupa data kualitatif dari hasil kuesioner dan diuji konsistensinya dengan software Expert Choice yang kemudian diintegrasikan dengan data Automatic Iden-
Prosiding InSINas 2012
0044: Ketut Buda Artana dkk.
TR-26
G AMBAR 9: Data Kapal Dari File Excel Kedalam PHP Myadmin.
G AMBAR 8: Bagan Hierarki Kriteria Inspection Score
tification System (AIS) yang sudah dilengkapi dengan shipping database. Lalu, memplotting posisi kapalkapal tersebut dengan map GIS berupa Google Map agar dapat mengetahui Inspection Score pada suatu kapal yang diinterface pada sebuah web software design sebagai sebuah luaran yang ditujukan kepada Syahbandar (PSCO) agar dapat mengetahui mana yang terlebih dahulu dijadikan target sebuah inspeksi. G AMBAR 9 menunjukkan pertimbangan yang digunakan dalam menentukan inspection score. G AMBAR 11 menunjukkan posisi dari beberapa kapal pada tanggal 22 Oktober 2010 pukul 18.00 WIB yang akan hendak berlabuh ke pelabuhan Tanjung Perak maupun Gresik, terlihat kepadatan terbanyak berada diposisi pelabuhan Tanjung Perak. Sedangkan datadata pendukung terutama data rangking, status, maupun riwayat kapal akan muncul apabila kita memilih (mengklik) titik dimana kapal itu berada. Warnawarna dari titik kapal tersebut menunjukkan tingkat status tar-
G AMBAR 10: DataData Kapal Muncul Apabila Mengklik Titik Posisi Kapal
get inspeksi dari kapal tersebut yang harus dilakukan oleh Port State Control Officer (PSCO) pelabuhan yang bersangkutan. G AMBAR 11 juga menunjukkan datadata riwayat kapal akan muncul apabila kita mengklik titik letak posisi kapal tersebut. Setelah memplotting datadata sample kapal tersebut kedalam google map, maka berikutnya akan mendesain interface yang digunakan untuk menampilkan peta yang telah berisi letak kapalkapal tersebut kedalam bentuk website offline based.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
G AMBAR 3 memperlihatkan pola pergerakan kapal
tersebut, kapal bergerak dari arah Selatan (pelabuhan) menuju Utara (perairan lepas). Pada saat koordinat posisi awal kapal 1120 70’ 6685” Bujur timur dan 70 18’ 7225” Lintang Selatan, penilaian danger score menunjukkan bahwa kondisinya sudah memiliki tingkat danProsiding InSINas 2012
0044: Ketut Buda Artana dkk.
TR-27
IV.
KESIMPULAN
Pada penelitian tahun II telah dikembangkan upaya untuk mengintegrasikan danger score yang telah dihasilkan pada tahun I dengan fasilitas pengolahan data AIS untuk menentukan sebaran emisi gas buang kapal serta fasilitas bantu penentuan prioritas inspeksi kapal. Penelitian ini juga telah berhasil mengembangkan peralatan pemancar dan AIS receiver yang dapat menjadi alternatif atas teknologi AIS konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
G AMBAR 11: Perubahan danger score untuk kapal general cargo, panjang 117m
ger score yang tinggi yaitu 466, dapat dilihat bahwa variabel yang memiliki pengaruh besar terhadap kebahayaan kapal, yaitu tingkat kepadatan kapal, kecepatan kapal, sampai tingkat kelelahan ABK kapal setelah mengalami kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Saat kapal bergerak menjauhi pelabuhan, nilai danger score mengalami penurunan. Nilai penurunan ini dipengaruhi oleh penurunan kecepatan kapal saat maneuvering menjauhi pelabuhan seperti terlihat dari grafik pada pukul 20.12 WIB. Beberapa saat kemudian nilai danger score mulai meningkat. Dari hasil yang telah di analisa bahwa pada posisi 1120 68’5317” BT- 7017’6967” LS pukul 20.21 WIB, peningkatan danger score dipengaruhi karena kapal menaikkan kecepatan saat berada pada lalu lintas kapal yang padat. Kemudian pada posisi kapal 1120 67’ 1612” BT 70 15’ 3933” pada pukul 20.24 WIB seterusnya kapal mengalami penurunan kecepatan yang diimbangi dengan penurunan danger score kapal tersebut yang dilanjutkan dengan kondisi danger score yang lebih stabil.
[1] Mahkamah Pelayaran Indonesia, ”Rekapitulasi data kecelakaan kapal”, 2009 [2] International Maritime Organization (IMO), ”Guidelines of implementation of AIS onboard”, 2007 [3] International Maritime Organization (IMO), Annex 3, Recommendation On Performance Standards For An Universal Shipborne Automatic Identification Systems (AIS), IMO Resolution MSC.74(69). [4] Sen, P., 1994. ”A General Multi-Level Evaluation Process for Hybrid MADM.” IEEE Transaction, Vol. 24, No. 10, p. 688-695 [5] Artana, K.B., ”Pengembangan Perangkat Lunak Simulasi Marine Hazard Dan Database Keandalan Kapal Sebagai Salah Satu Upaya Memperbaiki Tingkat Keselamatan Pengoperasian Kapal Dan Proteksi Lingkungan Laut Di Indonesia”, Laporan Penelitian Hibah Pascasarjana, 2007. [6] Artana, K.B., ”Pengembangan Perangkat Lunak Simulasi Marine Hazard Dan Database Keandalan Kapal Sebagai Salah Satu Upaya Memperbaiki Tingkat Keselamatan Pengoperasian Kapal Dan Proteksi Lingkungan Laut Di Indonesia”, Laporan Penelitian Hibah Pascasarjana, 2008. [7] Artana, K.B., ”Pengembangan Perangkat Lunak Simulasi Marine Hazard Dan Database Keandalan Kapal Sebagai Salah Satu Upaya Memperbaiki Tingkat Keselamatan Pengoperasian Kapal Dan Proteksi Lingkungan Laut Di Indonesia”, Laporan Penelitian Hibah Pascasarjana, 2009. [8] www.Kobe-u.ac.jp/IMERC [9] National Marine Safety Committee (2005), Contributing Factor in Incidents, (www.nmsc.gov.au), dikutip pada tanggal 11 maret 2009 jam 01:17 WIB [10] International Safety and Management Code (ISM CODE) 1997 Edition, International Maritime Organization. [11] International Maritime Organization (IMO), International Convention for the Prevention of Pollution from Ships, 1973, as modified by the Protocol of 1978 relating thereto (MARPOL 73/78), Annex I: Prevention of pollution by oil [12] International Maritime Organization (IMO), Prosiding InSINas 2012
TR-28
0044: Ketut Buda Artana dkk.
Guidelines for approval of ballast water management systems (G8) [13] Inoue, K., Evaluation Method of Ship handling Difficulty for Navigation in Restricted and Congested Waterways, Journal of Navigation, Vol.53, pp. 167180, 2000.
Prosiding InSINas 2012