PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN MAGELANG
RINGKASAN SKRIPSI
Oleh: Yosep Dian Sulistyo NIM : 10401244028
PRODI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014
1
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN MAGELANG
RINGKASAN SKRIPSI Disusun oleh: Yosep Dian Sulistyo dan Dr. Marzuki, M.Ag ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dalam pembentukan karakter siswa di SMA Pangudi Luhur van Lith. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor yang menghambat pengembangan pembelajaran PKn dalam pembentukan karakter siswa di SMA Pangudi Luhur van Lith, beserta upaya mengatasi hambatan tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Pangudi Luhur van Lith pada bulan Maret sampai Mei 2014. Penentuan subjek penelitian ini menggunakan teknik purposive. Subjek penelitian terdiri dari 7 orang yaitu 1 guru PKn, 2 siswa kelas X, 1 siswa kelas XI, 1 Koordinator Kegiatan Wawasan Kebangsaan, dan 1 Koordinator Kegiatan Sidang Akademi SMA Pangudi Luhur van Lith. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif yang bersifat induktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) pengembangan pembelajaran PKn menunjukkan adanya stimulus yang mampu mendorong pembentukan karakter religius, kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, sikap kritis, kerjasama, dan sikap saling menghormati dan menghargai pada siswa walaupun belum optimal. Kegiatan pengembangan di luar kelas yang terdiri dari kegiatan-kegiatan Kristianitas, Remaja Pecinta Kristus, Legio Maria, Rekoleksi, Retret, Pendampingan PIA, Wawasan Kebangsaan, OSVALI, Homestay, Bakti Sosial dan Sidang Akademi telah membentuk karakter nasionalisme, solidaritas, kebersamaan, sikap saling menghargai dan menghormati, kepedulian, kesederhanaan, sikap mandiri, rasa percaya diri, keberanian, kesopanan, peduli, saling pengertian dan toleran; (2) hambatan dalam pengembangan pembelajaran PKn yaitu: a) minimnya waktu pembelajaran, b) kurangnya minat peserta didik terhadap mapel PKn khususnya kelas XI, c) kurangnya kesiapan/fokus peserta didik dalam mengikuti pembelajaran setelah kegiatan olahraga dan jam-jam terakhir pembelajaran, dan d) padatnya jadwal kegiatan yang ada di sekolah dan asrama (boarding); (3) upaya yang dilakukan guru PKn yaitu: a) memberikan penugasan dengan memberikan aturan main pada pembelajaran, b) penggunaan metode yang variatif, c) melakukan dialog dan memberikan sanksi bagi siswa yang tidak disiplin, dan d) memberikan batasan dalam memilih kegiatan, e) penyediaan sarpras yang memadai. Kata Kunci: Pendidikan Kewarganegaraan, Pembentukan Karakter
2
A. PENDAHULUAN Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, oleh sebab itu hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. Karakter juga memiliki fungsi sebagai penggerak dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing. Di sisi lain, karakter tidak datang dengan sendirinya, namun harus dibangun dan dibentuk untuk menjadikan suatu bangsa bermartabat (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 3). Uraian tersebut meninggalkan pesan bahwa karakter harus diwujudkan secara nyata melalui tahapan-tahapan tertentu. Salah satu tahapan yang dapat dilakukan yaitu membangun karakter melalui pendidikan guna membuat bangsa ini memiliki karakter yang kuat, bermartabat, dan memiliki great civilitation. Pendidikan memiliki dua tujuan besar yaitu membantu anak-anak menjadi pintar dan membantu mereka menjadi baik (Lickona, 2013: 6). Hal tersebut menunjukan bahwa pendidikan merupakan sarana strategis dalam pembentukan karakter karena mempunyai tujuan melahirkan insan yang cerdas dan berkarakter. Hal tersebut pernah dikatakan oleh Martin Luther King, yaitu; intelligence plus character ... that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter... adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya) (Muslich, 2011: 75). Paparan tersebut mengingatkan bangsa Indonesia dalam mewujudkan pendidikan yang sesungguhnya. Bukan hanya terpaku pada kepintaran, namun membantu anak-anak menjadi baik harus menjadi prioritas. Upaya mendidik anak-anak menjadi pribadi yang baik, perlu diwujudkan bersama sebagai prioritas dalam hubungan kerjasama antara keluarga, masyarakat maupun pemerintah khususnya melalui bidang pendidikan. Sejalan dengan apa yang diamanatkan oleh negara Indonesia dalam Pasal 3, Undang‐Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa: pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
3
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sebagaimana dijelaskan dan diamanatkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tersebut,
sangat jelas bahwa pendidikan di
Indonesia diharapkan tidak hanya menitikberatkan pada kecerdasan intelektual saja namun penting memperhatikan penanaman nilai-nilai karakter pada siswa dan pengembangan kultur (budaya) sekolah sebagai aspek pembentukan karakter. Namun, dalam kenyataan di lapangan fungsi pembentukan karakter yang diharapkan dalam pendidikan nasional belum terwujud secara optimal. Pendidikan karakter bukan hal yang baru dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Setidaknya, terdapat dua mata pelajaran yang diberikan untuk membina akhlak dan budi pekerti peserta didik, yaitu Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Namun demikian, pembinaan watak melalui kedua mata pelajaran tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan karena beberapa hal diantaranya: pertama, kedua mata pelajaran tersebut cenderung baru membekali pengetahuan mengenai nilai-nilai melalui materi/substansi mata pelajaran. Kedua, kegiatan pembelajaran pada kedua mata pelajaran tersebut pada umumnya belum secara memadai mendorong terinternalisasinya nilai-nilai oleh masingmasing siswa. Ketiga, pembentukan watak siswa melalui kedua mata pelajaran itu saja tidak cukup karena sesungguhnya seluruh mata pelajaran mampu berperan secara bersama-sama mewujudkan tujuan tersebut (Kemdiknas, 2010: 3). PKn mengemban misi menjadikan siswa sebagai warga negara Indonesia yang cerdas, demokratis dan religius. Hal tersebut perlu dilakukan secara konsisten agar mampu melestarikan dan mengembangkan cita-cita demokrasi serta bertanggung jawab berupaya membangun kehidupan bangsa (Zuriah, 2007: 150). Dengan demikian, PKn memiliki posisi strategis dalam mengembangkan karakter siswa serta memiliki dimensi-dimensi yang tidak
4
bisa dilepaskan dari aspek pembentukan karakter dan moralitas warga negara (Samsuri, 2011: 20). PKn
merupakan
mata
pelajaran
yang
mempunyai
fokus
pengembangan utama dalam pembentukan karakter siswa selain pendidikan agama yang juga memiliki prioritas. Hal tersebut dapat dilihat dalam lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa pengertian PKn memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, trampil, dan berkarakter sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Selain itu, dinyatakan bahwa tujuan PKn ialah agar peserta didik memiliki kemampuan: 1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Implikasi PKn yang identik dengan pendidikan budi pekerti ialah cakupan kajian dan kompetensi kewarganegaraan yang diharapkan mampu mewujudkan upaya pembentukan warga negara yang baik (good citizen) (Samsuri, 2011: 56). Good citizen dapat diwujudkan dengan memperhatikan 3 aspek penting yakni pengetahuan, skill dan karakter kewarganegaraan. Dalam PKn paradigma baru terdapat pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) yang berbasis pada keilmuan yang jelas dan relevan bagi masyarakat demokratis, ketrampilan kewarganegaraan (civic skills), serta karakter kewarganegaraan (civic dispositions) yang mampu mengembangkan pembangunan karakter bangsa, pemberdayaan warga negara dan masyarakat kewargaan (Cholisin, 2005: 2-3). Dari paradigma tersebut, pengembangan komponen pengetahuan (civic knowledge) dan ketrampilan kewarganegaraan
5
(civic skill) sesungguhnya menjadi basis bagi terbentuknya karakter (Cholisin, 2005: 4). Pengembangan pembelajaran PKn di sekolah seharusnya tidak memperhatikan kualitas intelektual semata namun perlu memperhatikan kualitas moral yang mengarah pada pembentukan watak dan kepribadian. Hal itu sesuai dengan pengembangan PKn yang sesungguhnya mempunyai substansi pokok yakni civic knowledge, civic skill dan civic disposition. Berdasarkan hasil kegiatan pra-observasi (17 Desember 2013) dengan wawancara terhadap Guru Mata Pelajaran PKn SMA Pangudi Luhur Van Lith terdapat beberapa masalah yang diungkapkan. Pengembangan pembelajaran PKn yang seharusnya memiliki substansi civic disposition belum seluruhnya berfokus pada pengembangan nilai-nilai karakter. Beliau mengungkapkan, tidak dipungkiri terkadang aspek pengetahuan (civic knowledge) lebih banyak ditekankan. Dari keterangan tersebut, dapat dikatakan bahwa pengembangan pembelajaran PKn dalam mendorong pembentukan karakter siswa belum diwujudkan secara optimal. Di sisi lain, dapat dilihat terdapat beberapa hambatan sehingga pencapaian pendidikan karakter melalui pembelajaran PKn belum seluruhnya mampu terwujud. Hambatan tersebut diantaranya mengenai batasan waktu dalam mengajar yang minim karena pencapaian penguasaan materi yang dituntut lebih banyak, sehingga integrasi nilai-nilai karakter dalam rencana dan pelaksanaan pembelajaran belum seluruhnya berhasil diwujudkan. Adanya beberapa hambatan di atas bukan berarti tidak adanya suatu upaya yang dilakukan oleh guru PKn. Dalam melakukan kegiatan evaluasi pembelajaran guru sudah menggunakan perpaduan antara penilaian sikap perilaku dengan kurikulum baku/kurikulum pemerintah. Selain itu pembelajaran yang digunakan mulai bervariasi dengan sosio drama, penilaian diri, diskusi, simulasi, demonstrasi, presentasi yang lebih menekankan partisipasi aktif siswa. Dengan demikian, sudah ada upaya pengembangan pembelajaran PKn melalui variasi metode pembelajaran yang berorientasi dalam rangka perwujudan pembentukan karakter siswa
6
walaupun belum berjalan optimal (Pra-observasi tanggal 17 Desember 2013). Dari berbagai pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran PKn secara nyata belum dipraktikan sebagaimana mestinya. PKn cenderung baru diimplementasikan di sekolah dengan mengutamakan aspek kognitif semata. Sedangkan aspek-aspek lain yang ada dalam diri siswa yakni aspek afektif dan kebajikan moral kurang mendapat perhatian serius. Ketercapaian yang belum maksimal dapat dilihat pula bahwa citizenship education yang memiliki visi luas untuk mewujudkan instructional effect dan nurturant effect dari keseluruhan proses pembelajaran pendidikan guna membentuk karakter individu sebagai warga negara yang cerdas dan baik belum berjalan sebagaimana mestinya (Arwiyah, et.al., 2013: 23). Oleh karena itu perlu digali lebih dalam lagi, mengapa fungsi pokok Pendidikan Kewarganegaraan tersebut masih menjadi suatu masalah? Koesoema menegaskan persoalan komitmen dalam mengintegrasikan pendidikan dan pembentukan karakter menjadi salah satu titik lemah dalam mewujudkan visi di atas (Zubaedi, 2011: 3). SMA Pangudi Luhur Van Lith merupakan salah satu sekolah berasrama dengan corak yang berbeda dengan sekolah pada umumnya. SMA Pangudi Luhur Van Lith sebagaimana terlihat dalam visi misinya, menjalankan proses pendidikan yang memadukan unsur-unsur pendidikan formal, informal dan nonformal yang mencakup segi-segi religiositas, humanitas, sosialitas dan intelektualitas. Pencapaiannya dilakukan dengan cara yang luwes dalam suasana persaudaraan sejati yang saling asah, asih dan asuh (SMA Pangudi Luhur Van Lith, 2014). Dari penjelasan di atas, dapat ditangkap bahwa pengembangan pendidikan karakter secara nyata telah diaplikasikan dalam program-program sekolah. Pengembangan pendidikan karakter yang ada di SMA Pangudi Luhur Van Lith cukup unik dan berbeda dengan sekolah pada umumnya. Hal tersebut dapat dilihat bahwa pengembangan nilai-nilai karakter tidak hanya diselipkan melalui mata pelajaran yang ada saja, terkhusus PKn dan Pendidikan Agama namun terdapat juga program-program seperti muatan
7
lokal yang terdapat pada kelas X misalnya Sidang Akademi (yang di dalam kegiatannya terdapat pembelajaran bagaimana orang berbicara), RPK (Remaja Pecinta Kristus) yang menanamkan sikap religiusitas/kristianitas, Wawasan Kebangsaan, retreat dan kegiatan-kegiatan lainnya yang juga berpengaruh dalam pembentukan karakter siswa (Pra-observasi tanggal 17 Desember 2013). Di sisi lain kultur sekolah berasrama yang dikembangkan oleh SMA Pangudi Luhur van Lith memberikan dampak positif tersendiri. Oleh karena itu, menarik untuk dikaji lebih lanjut mengingat proses pendidikan yang ada di boarding school khususnya SMA Pangudi Luhur Van Lith berbeda dengan sekolah pada umumnya. Sekolah berasrama tersebut terlihat memiliki basis pembentukan karakter yang terlihat lebih kental dengan intensitas pendidikan nilai yang kuat serta berbagai macam kegiatan penunjang yang dilakukan di asrama. Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa masih terdapat permasalahan dalam pengembangan pembelajaran PKn yang dilaksanakan di SMA Pangudi Luhur Van Lith. Secara nyata, belum diketahui dengan jelas apakah PKn mempunyai peranan penting dalam pembentukan karakter pada siswa. Pengembangan pembelajaran PKn yang diterapkan guru dengan berbagai pendekatan seharusnya memberikan dampak pembelajaran dan dampak pengiring dalam pembentukan karakter siswa baik di kelas maupun dalam berkegiatan di luar kelas. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk lebih mendalami
bagaimana
“Pengembangan
Pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Pembentukan Karakter Siswa di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan.
B. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, trampil, dan berkarakter sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Lampiran Permendiknas No. 22 tahun
8
2006). Dalam pengamatannya terhadap pengertian PKn, pakar social studies dan PKn Indonesia yakni Numan Somantri memberikan batasan pengertian PKn yang dirumuskan sebagai suatu seleksi dan adaptasi dari lintas disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan Pendidikan IPS (Somantri, 2001: 59). Berdasarkan pendapat para ahli dalam pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang mempunyai fokus utama dalam pembentukan warga negara yang baik (good citizenship) dan berkarakter cerdas, trampil, dan berkarakter sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Di sisi lain, tujuan PKn sebagaimana tertuang dalam lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi adalah agar peserta didik memiliki kemampuan: 1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan beberapa tujuan di atas dapat dikatakan bahwa PKn sesungguhnya mengemban tugas yang sangat penting dalam pembentukan karakter warga negara melalui pendidikan di sekolah yang diwujudkan sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia. Dengan tujuan tersebut, secara nyata PKn dapat dikatakan memegang peran strategis dalam pendidikan karakter khususnya menjadikan warga negara Indonesia menuju good citizenship. Menyimak tujuan PKn di atas, dapat diketahui bahwa PKn memiliki tiga fungsi pokok yakni sebagai wahana pengembangan warga negara yang demokratis yaitu berfungsi mengembangkan kecerdasan warga negara (civic
9
intellegence), berfungsi dalam membina warga negara yang memliki sikap tanggung jawab (civic responsibility) serta berfungsi dalam mendorong warga negara untuk berpaeran serta dengan terlibat aktif dalam berbagai kegiatan (civic participation). Tiga kompetensi warga negara tersebut dianggap sejalan dengan tiga komponen pendidikan kewarganegaran yaitu pengetahuan
kewarganegaraan
(civic
knowledge),
ketrampilan
kewarganegaraan (civic skill), dan karakter kewarganegaraan (civic disposition) (Winarno, 2013: 19). 2. Pengertian, Nilai-nilai dan Langkah-langkah Pembentukan Karakter Pengertian pendidikan karakter diungkapkan secara berbeda oleh Doni Koesoema (2007: 194) dikatakan bahwa pendidikan karakter sesungguhnya masih bersifat liberatif yaitu sebuah usaha dari individu, baik secara pribadi (melalui pengolahan pengalamannya sendiri), maupun secara sosial (melalui pengolahan pengalaman atas struktur hidup bersama, khususnya, perjuangan pembebasan dari struktur yang menindas) untuk membantu menciptakan sebuah lingkungan yang membantu pertumbuhan kebebasannya sebagai individu sehingga individualitas dan keunikannya dapat semakin dihargai. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab (Kemdiknas, 2011: 8 ). Pada bagian latar belakang Standar Isi PKn sebagaimana terdapat dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006, dapat diidentifikasi sejumlah nilai atau karakter warga negara yang berdimensi civic disposition yaitu: 1) memiliki semangat kebangsaan, 2) memiliki karakter demokratis, 3) memiliki kesadaran bela negara, 4) menghargai hak asasi manusia, 5) sikap menghargai kemajemukan bangsa,
10
6) kesadaran akan kelestarian lingkungan hidup, 7) memiliki tanggungjawab sosial, 8) ketaatan pada hukum, 9) ketaatan pada hukum, 10) ketaatan membayar pajak dan, 11) sikap anti korupsi, kolusi dan nepotisme (Winarno, 2013: 191).
Berbagai karakter yang dikembangkan di atas dapat dijadikan sebagai patokan dalam pengembangan nilai-nilai karakter dalam perencanaan, proses pelaksanaan, maupun evaluasi pembelajaran PKn. Selain itu, nilainilai yang ada diharapkan tidak hanya dikembangkan sebagai suatu pemahaman belaka bagi siswa namun perlu dikembangkan melalui suatu proses yang baik dengan pembiasaan maupun suatu keteladanan oleh warga sekolah serta memerlukan perwujudan kultur sekolah yang baik. Berikut tahapan pembentukan karakter yang digambarkan melalui piramida berbentuk segitiga:
Gambar 1. Tahapan Pembentukan Karakter (Kemdiknas, 2011: 8) Pembentukan karakter sebagaimana digambarkan oleh Kemdiknas di atas, dapat diwujudkan melalui 6 tahapan yaitu melalui proses mengetahui, memahami, membiasakan, meyakini, melakukan sesuai dengan 1, 2, 3, 4 dan mempertahankannya. Oleh karena itu, pembentukan karakter bukanlah sesuatu yang mudah namun memang dapat diwujudkan melalui suatu proses 11
di atas. Dikatakan bahwa pendidikan karakter merupakan suatu upaya yang terencana dalam menjadikan peserta didik untuk mengenal, peduli dan adanya suatu proses internalisasi nilai sehingga peserta didik menjadi berperilaku sebagai insan kamil (Kemdiknas, 2011: 8). Sejalan dengan hal di atas, pembentukan karakter harus dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik (Kemdiknas, 2011: 6). Keberhasilan pembentukan karakter tidaklah semudah membalikan telapak
tangan,
namun
perlu
suatu
proses
dan
tahapan
dalam
mewujudkannya. Melalui sekolah, selain pula keluarga dan masyarakat sebagai agen utama dalam pembentukan karakter maka dapat dilakukan suatu proses tersebut. Relevan dengan apa yang diungkapkan oleh David Brooks bahwa sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan karakter, karena seluruh anak-anak dari semua lapisan mengenyam pendidikan di sebuah sekolah. Anak-anak tersebut akan menghabiskan banyak waktunya di sekolah dengan waktu yang teratur sehingga apa yang didapatkan di sekolah
akan mempengaruhi
pembentukan karakter
(Dwiyanto & Saksono, 2012: 50-51). Uraian di atas, dapat dengan jelas dimengerti bahwa lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan karakter siswa karena di dalamnya terdapat suatu pendidikan yang merupakan usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia
baik
mendewasakan
secara
individu
manusia
melalui
maupun
kelompok
upaya
pengajaran
dalam dan
rangka pelatihan
(Sugihartono, et.al., 2007: 4). Namun perlu juga mengingat bahwa siswa dibentuk pula dari lingkungan lainnya seperti lingkungan keluarga, teman sebaya dan media massa. 3. Tinjauan
tentang
Pengembangan
Pembelajaran
Pembentukan Karakter Siswa a. Pendekatan dalam Pembelajaran PKn
12
PKn
dalam
Pendekatan belajar kontekstual adalah salah satu pendekatan yang berbasis pada siswa. Pembelajaran kontekstual menggunakan berbagai metode
yang
menjadikan
karakteristik
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki ciri demokratis. Hal tersebut memperlihatkan karakteristik pembelajaran PKn paradigma baru yang berciri demokratis dengan model democratic learning. Beberapa pendekatan dalam Winarno (2013: 96-100) yang sering digunakan dalam mendukung pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yaitu: 1) Pendekatan berbasis nilai. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program pendidikan politik mempunyai tujuan untuk membentuk good citizen. Ukuran warga negara yang baik tentu saja diyakini sesuai pandangan hidup dan nilai hidup bangsa yang bersangkutan. Dengan demikian PKn selalu terikat dengan nilai. Nilai itulah yang dijadikan landasan dalam pengembangan warga negara yang dimaksudkan. Oleh karenanya, value based on education menjadi esensi dari PKn. 2) Pendekatan berpikir kritis. Berpikir kritis dalam pembelajaran PKn merupakan upaya pengembangan unsur pemikiran rasional empiris berdasarkan kegiatan ilmiah dalam rangka mewujudkan warga negara yang partisipatif dan bertanggungjawab. Kegiatan ini dapat dihadirkan
melalui
peran
aktif
siswa
dalam
ketrampilan
mengidentifikasi, menganalisis, berargumen maupun mengambil posisi dalam studi kasus dan persoalan sosial yang ada di tengah masyarakat. Kegiatan berpikir kritis termasuk dalam civic skill yakni ketrampilan berpikir kritis siswa atau sering disebut intelektual civic skill. 3) Pendekatan inquiry. Langkah dalam metode inquiri ini diantaranya ialah
membuat
fokus
untuk
inquiry,
menyajikan
masalah,
merumuskan kemungkinan penyelesaian, mengumpulkan data, menilai penyelesaian yang diajukan, dan merumuskan kesimpulan. Metode pembelajaran yang menerapkan pendekatan ilmiah dalam rangka mencari, menemukan dan mengatasi masalah sangat penting
13
dalam menunjang pembentukan sikap siwa untuk peka terhadap berbagai permasalahan di masyarakat. 4) Pendekatan
kooperatif.
Pembelajaran
kooperatif
merupakan
pembelajaran yang dilakukan siswa dalam belajar dan bekerja sama dalam kelompok kecil hingga mendapatkan pengalaman belajar optimal yakni pengalaman individu dan pengalaman kelompok. Esensi pembelajaran ini ialah pembentukan sikap tanggung jawab individu dan kelompok, sehingga dalam diri siswa terdapat ketergantungan positif dalam pembelajaran kelompok secara optimal. Ragam teknik dan model pembelajaran PKn yang menuntut perlunya cara pembelajaran yang berpijak pada prinsip-prinsip demokrasi serta pengembangan nilai-nilai keutamaan PKn cukup banyak untuk diaplikasikan dalam pembelajaran di kelas. Pembelajaran berbasis portofolio layak untuk dikembangkan dalam mencapai dampak pembentukan sikap pada siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan (Winarno, 2013: 100). Paparan di atas memperlihatkan bahwa pengembangan pendekatan atau model pembelajaran sangat menentukan pengaruh pengembangan pembelajaran tersebut pada sikap dan tindakan siswa. Oleh karena itu, perlu model pendekatan yang variatif guna mendukung pembentukan karakter pada diri siswa. b. Pembelajaran PKn dalam Mengembangkan Civic Knowledge, Civic Skill dan Civic Disposition Dalam pembelajaran PKn, guru perlu memahami bagaimana menentukan
model
pembelajaran
yang mampu
mengembangkan
pengetahuan dan wawasan kewarganegaraan (civic knowledge). Oleh karena itu penting bagaimana merancang pendekatan, strategi, metode maupun teknik yang dapat mengembangkan ranah kognitif siswa. Pengembangan civic knowledge dalam pembelajaran PKn menunjukan bahwa terdapat kaitan yang erat dan tidak terpisahkan dari dimensi civic skill khususnya dalam sub domain intelektual civic skill. Ketrampilan intelektual tersebut misalnya dalam melakukan kemampuan menganalisis
14
dan mendeskripsikan yang dalam kategori Bloom dikatakan dalam ranah kognitif namun dalam dimensi kompetensi PKn termasuk dalam ranah intelektual civic skill (Winarno, 2013: 125). Intelectual civic skill, civic knowledge dan civic skill adalah substansi yang tidak dapat dipisahkan (inseperable). Civic skill dapat dibedakan dalam 2 pengertian yakni secara sempit dan luas. Secara luas civic skill meliputi intelectual civic skill dan participatory civic skill. Sedangkan civic skill dalam arti sempit hanya mencakup participatory civic skill atau ketrampilan kewarganegaraan (Winarno, 2013: 163). Ketrampilan kewarganegaraan yang dimaksud merupakan ketrampilan yang menuntut siswa untuk mampu berpartisipasi aktif dalam kehidupan publik sebagai bentuk dari tanggung jawab kewarganegaraannya. Hal tersebut mencakup ketrampilan berinteraksi, ketrampilan memengaruhi jalannya pemerintahan, pengambilan keputusan publik, berkoalisi, mengelola konflik dan sebagainya (Winarno, 2013: 167). Komponen ketiga, civic disposition sebagai komponen dasar ketiga civic education menunjuk pada karakter privat dan publik yang berguna dalam pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Karakter privat meliputi tanggung jawab moral, disiplin diri, dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu. Sedangkan karakter publik meliputi kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, serta kemauan
mendengar,
bernegoisasi
dan
berkompromi.
Watak
kewarganegaraan sangat pendting dikembangkan sebagai dampak pembelajaran dan pengalaman seseorang saat berada di rumah, sekolah, komunitas dan organisasi-organisasi civil society. Oleh karena itu, penting sekali pengembangan karakter privat dan publik dalam membangkitkan pemahaman berdemokrasi yang mensyaratkan adanya sikap tanggung jawab dari individu. (Winarno, 2013: 177-178). Dari paparan di atas, sangat jelas bahwa pembelajara Pendidikan Kewarganegaraan yang berdimensi civic knowlwdge, civic skill dan civic
15
disposition sangat berguna bagi pembentukan karakter bagi siswa khususnya karakter privat dan publik. c. Pengembangan Pembelajaran PKn dalam Pembentukan Karakter Pengembangan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya harus memenuhi tiga aspek yaitu pengetahuan, ketrampilan (skill), dan pembentukan karakter. Menurut Center for Civic Education pada tahun1944 dalam Nation Standar Civic and Government, ketiga komponen pokok tersebut ialah civic knowledge, civic skill dan civic disposition (Sunarso et.al, 2006: 14). Dalam Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru dikatakan bahwa dalam pengembangan kecerdasan intelektual warga negara (civic intellegence) dimensi yang tercakup di dalamnya seperti dimensi spiritual, rasional, emosional, sosiokultural dan tanggungjawab warga negara (Zuriah, 2007: 151). Nilai-nilai karakter tentu sangat penting dalam pengembangan PKn kedepannya. Nilai-nilai karakter tersebut akan dapat diwujudkan apabila pengembangan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diorganisasikan dengan baik. Bahkan dikatakan tidak hanya
mampu
mewujudkan
satu
karakter
saja,
tetapi
dengan
pengorganisasian konten kurikulum dan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang baik sangat dimungkinkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan akan menjadikan siswa sebagai manusia Indonesia yang berkualitas dan punya watak atau kepribadian terpuji, seperti agamis atau religius, transparan, jujur, disiplin, percaya diri, demokratis, kritis, cepat tanggap, modern dan tetap menjaga kemajemukan masyarakat dan bangsa Indonesia (Zuriah, 2007: 150). Ditegaskan
bahwa
pembentukan
karakter
bukanlah
suatu
pembelajaran bidang studi namun menjadi bagian yang terintegrasi dalam
keutuhan
proses
pembelajaran
khususnya
Pendidikan
Kewarganegaraan. Oleh karena itu, agar penginternalisasian nilai-nilai karakter dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat terwujud secara efektif, maka perlu ditetapkan secara eksplisit essensial value, skills dan knowledge pada Standar Kompetensi dan Kompetensi
16
Dasar (Abidinsyah, 2011: 5). Oleh karenanya, pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan yang terintegrasi dengan penginternalisasian nilai-nilai karakter memang seyogyanya diwujudkan secara nyata dalam kurikulum yang ada. Namun hal tersebut juga perlu didukung dengan penanaman nilai-nilai karakter secara implisit dalam suatu proses pembelajaran. Beberapa hal di atas sangatlah relevan dengan apa yang dikatakan dalam The Character Education Partnership (CEP) (Lickona, 2007) bahwa pembentukan karakter dikatakan sebagai bagian dari pendidikan nilai yang dilakukan melalui sekolah, dengan adanya suatu transformasi nilai-nilai yang akan diinternalisasikan dalam kegiatan sekolah maupun kegiatan di luar sekolah yang berguna dalam pengembangan karakter dalam siswa dalam berbagai hal. Pendapat di atas jelas memperkuat posisi Pendidikan Kewarganegaraan bahwa pendidikan nilai sebagai bagian integral dari Pendidikan Kewarganegaraan jelas memiliki dampak positif dalam pembentukan karakter siswa. Dari paparan-paparan di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
mempunyai
peran
penting
dalam
pengembangan pembentukan karakter yang mana nilai-nilai karakter yang diwujudkan tidak hanya melalui civic knowledge namun juga civic skill dan civic disposition sebagai basis dalam mendorong sikap dan tindakan siswa menuju karakter yang baik. Oleh karena itu, perlu adanya faktor pendukung dalam pengembangan rancangan pembelajaran seperti silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang diintegrasikan dengan pengembangan nilai-nilai keutamaan PKn. Sebagai contoh, pengembangan perumusan tujuan pembelajaran yang mengarah pada civic skiil dan pencapaian watak kewarganegaraan (civic disposition) perlu diperhatikan. Di sisi lain penentuan materi ajar yang meliputi materi jenis prinsip/proposisi dan materi jenis prosedur dan motorik guna pencapaian intelectual civic skill sangat menentukan keberhasilan terhadap dampak pembelajaran. Selain tujuan dan materi maka pemilihan model/pendekatan dan metode mengajar perlu dirancang dengan baik. Strategi atau metode tersebut ialah alternatif kegiatan yang dipilih oleh
17
guru dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi yang diharapkan (Gafur, 2012: 172). Internalisasi nilai-nilai karakter dengan pengembangan secara eksplisit maupun implisit dalam kurikulum yang dilaksanakan oleh guru akan berhasil memberikan instructional effect dan nurturant effect apabila proses pelakasanaan pembelajaran dapat diwujudkan secara optimal. Evaluasi pembelajaran menjadi bagian penting sebagai ruang dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan koreksi terhadap efektivitas pembelajaran. Hal tersebut nantinya dapat membantu memberikan alternatif pembelajaran kepada siswa dalam rangka mendapatkan kenyamanan dalam pelaksanaan pembelajaran. Bukan tidak mungkin, dengan kenyamanan tersebut akan mampu mendorong terwujudnya karakter yang baik bagi siswa. Evaluasi dalam hal ini bukan hanya penilaian formal terhadap kualitas RPP namun meliputi aspek pembelajaran yang dilakukan. Evaluasi ialah proses sistematis pengumpulan data atau informasi dengan tujuan untuk memberikan penilaian (judgement) yang dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif. Dari definisi tersebut, sistem evaluasi atau
sistem
penilaian
dimaksudkan
sebagai
proses
sistematis
pengumpulan data atau informasi baik yang berkenaan dengan proses maupun hasil pembelajaran untuk digunakan dalam memberikan penilaian. Berdasarkan uraian tersebut, kegiatan evaluasi merupakan salah satu komponen pembelajaran yang memegang peranan penting dalam pengembangan pembelajaran tidak terkecuali pembelajaran PKn. Tanpa melakukan kegiatan evaluasi maka tidak akan tahu ketercapaian pembelajaran siswa. Sehubungan dengan itu, para guru harus menguasai konsep dan sistem evaluasi pembelajaran termasuk evaluasi proses dan hasil dalam pembelajaran (Gafur: 2012: 126-127). Evaluasi pembelajaran selain ditujukan pada hasil belajar, juga ditujukan pada proses belajar. Hal tersebut dilakukan agar terjadi kesinambungan guna memperoleh informasi yang lebih utuh (Muchson AR, 2012: 3).
18
C. METODE PENELITIAN 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis tau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2007: 4). Oleh karena itu, jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. 2. Penentuan Subjek Penelitian Penentuan subjek penelitian ini menggunakan teknik purposive yaitu teknik penentuan subjek menggunakan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012: 85). Berdasarkan kriteria di atas, subjek penelitian yang dipilih oleh peneliti ialah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pangudi Luhur Van Lith yaitu Drs. H. Cahya Anggara. Sedangkan Siswa kelas X yaitu Aloysius Franciano S. P. (X2) dan Satria Manalu (X 3) dan siswa kelas XI yaitu Brigita Tyas Ratih Kusuma Dewi. Ada pula beberapa subjek penelitian lainnya yang memberikan banyak informasi dalam pengembangan kegiatan di SMA Pangudi Luhur van Lith diantaranya Koordinator Kegiatan Wawasan Kebangsaan yaitu Bapak Yohanes Suwarinto, dan Koordinator Sidang Akademi yaitu Bapak Baluk Nugroho. 3. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2014 – bulan Mei 2014 dan dilaksanakan di SMA Pangudi Luhur Van Lith. 4. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Penelitian kualitatif sebagaimana dimaksud Poerwandari ialah penelitian yang menghasilkan dan mengolaah data yang sifatnya deskriptif seperti menggunakan transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman, video dst (Afifuddin & Saebani, 2009: 134). Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur dan tidak terstruktur, dokumentasi, dan observasi terus terang. Teknik pengumpulan data tersebut menggunakan instrumen yang berupa pedoman wawancara, lembar observasi dan lembar dokumentasi.
19
5. Tenik Pemeriksaan Keabsahan Data Teknik pemeriksaan keabsahan data adalah triangulasi karena dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan tiga (3) teknik, yaitu wawancara, dokumentasi dan observasi (Sugiyono, 2012: 241). Teknik triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini akan memanfaatkan penggunaan sumber dengan mengkomparasikan hasil wawancara dengan observasi, mengomparasikan data yang diperoleh dari informan satu dan yang lain maupun membandingkan hasil wawancara dengan dokumentasi. 6. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data kualitatif yang bersifat induktif yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan yaitu menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2012: 245-253).
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pendidikan karakter yang terdapat di SMA Pangudi Luhur van Lith mencakup banyak hal yang telah dirancang dengan kurikulum khas yang mencakup kurikulum pendidikan formal, informal dan nonformal. Nilai-nilai yang telah ditanamkan kepada siswa melalui kurikulum modern tersebut akan melekat dan menjadikan siswa pribadi yang baik karena diajarkan secara religius oleh para pendamping. Kurikulum pengembangan tersebut, pada dasarnya menunjuk pada pendidikan karakter dan spiritualitas. Arah dasar pendidikan karakter dan spiritualitas SMA Pangudi Luhur Van Lith adalah “Hidup dalam Kristus”. Pendidikan ini mencakup dimensi kognitif, afektif dan volutif yang mengembangkan daya intelektualitas, humanitas, sosialitas, religiositas, ketrampilan dan kepribadian di atas landasan iman katolik. Dalam pendidikan karakter dan spiritualitas secara bertahap ditanamkan, ditumbuhkan dan dikembangkan keutamaan-keutamaan dasar manusiawi, panggilan manusiawi kristiani, dan pilihan-pilihan khusus sebagai Rasul Awam dalam spritualitas Romo Van Lith (SMA Pangudi Luhur Van Lith: 2013, 35).
20
Dalam perencanaan dan pelaksanaannya, guna mewujudkan kurikulum sekolah berasrama yang mencakup aspek akademis maupun non akademis, para siswa didukung oleh banyak pihak seperti Bruder, Suster, pendamping, pamong asrama, dosen, para instruktur, karyawan, maupun tenaga pengajar lainnya yang membantu pengembangan kegiatan pendidikan secara utuh. Pendidikan yang diberikan secara utuh baik di sekolah maupun asrama (boarding) diharapkan mampu me- ngajarkan keteladanan serta mengembangkan kepribadian yang utuh baik secara intelektualitas, humanitas, religiusitas maupun ketrampilannya dalam jangka waktu yang cukup. Pengelolaan SMA Pangudi Luhur van Lith dalam rangka membangun peserta didik yang berkualitas, oleh karenanya jelas berbeda dengan sekolah pada umumnya. Hal utama yang membedakan ialah siswa juga memliki tempat belajar atau tinggal di suatu asrama yang telah disediakan selain pula siswa memiliki tempat belajar di sekolah. Berikut ini, akan dilakukan pembahasan berdasarkan gambaran data tentang pengembangan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter siswa di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan yang meliputi pengembangan pembelajaran PKn, hambatan dan upaya dalam mendorong pembentukan karakter siswa berdasarkan deskripsi hasil penelitian di atas. 1. Pengembangan Pembelajaran PKn Pengembangan pembelajaran PKn dalam mendorong pembentukan karakter pada siswa dapat dilihat melalui tiga proses yaitu pengembangan perencanaan
pembelajaran,
pelaksanaan
pembelajaran
dan
evaluasi
pembelajaran yang mencakup evaluasi hasil dan proses. Namun di sisi lain, dapat dilihat pula pengembangan kegiatan yang ada di sekolah yang mempengaruhi pula pembentukan karakter siswa. Berikut ini akan diuraikan mengenai pengembangan pembelajaran PKn: a. Perencanaan Pembelajaran PKn Dalam rangka pengembangan pembelajaran, salah satu tugas pendidik adalah menyusun perencanaan pembelajaran sebagai pedoman atau landasan tertulis dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang
21
dibedakan menjadi dua yaitu silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Hasil analisis data yang ada menunjukan bahwa terdapat pengembangan nilai-nilai karakter dalam pengembangan perencanaan pembelajaran baik di kelas X maupun di kelas XI di SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan sesuai dengan konteks materi yang diajarkan. Nilai-nilai pembelajaran
yang
melalui
dikembangkan Silabus
dan
guru
dalam
perencanaan
dikembangkan
melalui
RPP
membuktikan bahwa adanya keseriusan dalam mendorong pembentukan sikap dan kepribadian siswa. Pengembangan yang diinginkan tidak hanya diwujudkan melalui indikator pencapaian kompetensi saja namun juga mencakup
strategi
pembelajaran
yang
ada
dalam
perencanaan
pembelajaran PKn dengan menyisipkan aspek life skill. b. Pelaksanaan Pembelajaran PKn Pelaksanaan pembelajaran
pembelajaran
yang
merupakan
sesungguhnya.
inti
Pengembangan
dari
kegiatan
pelaksanaan
pembelajaran PKn yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan metode/pendekatan yang variatif mampu memberikan dampak positif pada perilaku siswa pada saat pembelajaran. Dengan begitu, guru tidak sekedar melakukan kegiatan transfer pengetahuan saja namun juga melakukan transform perilaku. Penanaman dan pengintegrasian nilainilai karakter yang dikembangkan oleh guru seperti sikap kedisiplinan, sikap kritis, tanggung jawab dan karakter lainnya perlahan mulai terlihat efektif pada saat pembelajaran c. Evaluasi Pembelajaran PKn Kegiatan evaluasi pembelajaran semata-mata tidak hanya dilakukan dengan tes tertulis namun juga dilakukan secara lisan dengan metode tanya jawab. Di sisi lain, aspek penilaian atau kegiatan evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang dimuat dalam suatu tabel penilaian telah memasukan unsur-unsur kedisiplinan, kemampuan bekerjasama, kemampuan menghargai orang lain serta kemampuan
22
menyampaikan pendapat. Penilaian pembelajaran dilakukan juga melalui penugasan. Penugasan menjadi stimulus bagi para siswa dalam penanaman nilai-nilai kedisiplinan, ketertiban dan tanggung jawab secara individual yakni dengan pemberian deadline pengumpulan tugas. Bagi yang mengumpulkan terlebih dulu guru memberikan kredit poin atau tambahan nilai sebagai reword terhadap mereka yang disiplin. Oleh karena itu, kegiatan evaluasi yang dilakukan guru PKn di SMA Pangudi Luhur Van Lith telah menggunakan penilaian hasil dan proses yang memberikan dampak positif bagi peserta didik. Indikator- indikator yang ada dalam hasil penelitian berdasarkan kegiatan
perencanaan,
pelaksanaan
maupun
kegiatan
evaluasi
pembelajaran menunjukkan adanya stimulus yang mampu mendorong pembentukan karakter pada siswa. Karakter yang tercermin oleh siswa di SMA Pangudi Luhur Van Lith berdasarkan kegiatan pengembangan pembelajaran PKn yaitu adanya sikap religius yang ditunjukan dengan setiap mengawali dan mengakhiri kegiatan pembelajaran peserta didik melakukan kegiatan doa, siswa-siswi dengan memberikan senyum, sapa, salam dan menunjukan sopan dan santun saat bertemu di dalam kelas maupun di luar kelas. Terdapat juga sikap disiplin dan tanggung jawab ditunjukan siswa kala mendapatkan tugas dari guru mereka mengumpulkan sesuai deadline yang ditentukan, tidak ada siswa yang terlambat saat mengikuti kegiatan pembelajaran; sikap jujur ditunjukan oleh siswa pada saat mengerjakan ulangan susulan maupun ulangan harian yaitu mereka tidak mencontek. Sikap kritis juga ditunjukan oleh siswa saat guru menjelaskan mengenai berita-berita aktual sehingga memunculkan beberapa pertanyaan oleh siswa. Di sisi lain, siswa juga menghargai keberagaman yang ditunjukan dengan sikap saling menghargai baik di dalam kelas maupun di luar kelas, latar belakang siswa yang sangat beragam tidak lantas bagi mereka untuk saling mengejek satu sama lain sebagai contoh ketika temannya
23
yang berasal dari Sulawesi menjawab pertanyaan dari guru mereka tetap memberikan apresiasi, dan sebagainya.
2. Hambatan Pengembangan Pem-belajaran PKn Berdasarkan kegiatan penelitian yang dilakukan, ditemui beberapa hambatan dalam pengembangan pembelajaran PKn dalam pembentukan karakter siswa di antaranya: a) minimnya waktu pembelajaran, b) kurangnya minat peserta didik terhadap mapel PKn khususnya kelas XI, c) kurangnya kesiapan/fokus peserta didik dalam mengikuti pembelajaran setelah kegiatan olahraga dan jam-jam terakhir pembelajaran, d) padatnya jadwal kegiatan yang ada di sekolah dan asrama.
3. Upaya yang Dilakukan Guna Mengatasi Hambatan Pengembangan Pembelajar-an PKn Hambatan-hambatan dalam pe- ngembangan pembelajaran PKn guna mendorong pembentukan karakter pada siswa menimbulkan upaya guna mengatasinya di antaranya: a) memberikan penugasan dengan memberikan aturan main pada saat waktu pembelajaran tidak bisa dimanfaatkan secara penuh, b) penggunaan metode yang variatif guna menarik minat/perhatian, c) melakukan dialog dan memberikan sanksi bagi mereka yang tidak disiplin, d) memberikan batasan dalam memilih kegiatan dan penyediaan sarpras yang memadai. Penelitian ini, menunjukan implikasi bahwa pengembangan kegiatan yang ada di sekolah memberikan dampak yang besar dalam pembentukan kepribadian siswa seperti watak dan sikap religius yang didorong oleh kegiatan-kegiatan Kristianitas, Remaja Pecinta Kristus, Legio Maria, Rekoleksi yang terdiri dari rekoleksi kesehatan mental, rekoleksi narkoba, rekoleksi hidup bersama, rekoleksi seksualitas, rekoleksi sopan santun, rekoleksi kelembagaan dan liturgi, Retret, Pendampingan PIA selain pula adanya penanaman sikap religius dalam pembelajaran di kelas dan asrama. Di sisi lain, sikap nasionalisme, solidaritas, kebersamaan, sikap saling menghargai dan menghormati, kepedulian serta menggugah siswa untuk
24
hidup sederhana yang didorong oleh kegiatan Wawasan Kebangsaan, rekoleksi hidup bersama, OSVALI, Homestay, dan Bakti Sosial. Ada pula pembentukan sikap mandiri, rasa percaya diri, keberanian, kesopanan, mampu bekerja sama, kritis, peduli, saling pengertian dan toleran yang diwujudkan dalam kegiatan Sidang Akademi. Pembentukan karakter dan mental siswa tersebut tidak lepas pula dari kerja keras bruder, suster, pendamping, keluarga dan masyarakat yang ada di sekitar SMA van Lith tersebut.
E. PENUTUP 1. Kesimpulan Pengembangan pembelajaran PKn dalam mendorong pembentukan karakter siswa dapat dilihat melalui tiga proses penting yaitu pengembangan perencanaan
pembelajaran
melalui
Silabus
dan
RPP,
pelaksanaan
pembelajaran dengan berbagai pendekatan, dan evaluasi pembelajaran yang mencakup evaluasi proses dan hasil. Karakter peserta didik yang dapat terlihat dalam kegiatan pengembangan pembelajaran PKn di kelas yaitu sikap religius, kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, sikap kritis, kerjasama, dan sikap saling menghormati dan menghargai. Kegiatan pengembangan di luar kelas yang terdiri dari kegiatankegiatan Kristianitas, Remaja Pecinta Kristus, Legio Maria, Rekoleksi, Retret, Pendampingan PIA, Wawasan Kebangsaan, OSVALI, Homestay, Bakti Sosial dan Sidang Akademi telah membentuk karakter nasionalisme, solidaritas, kebersamaan, sikap saling menghargai dan menghormati, kepedulian, kesederhanaan, sikap mandiri, rasa percaya diri, keberanian, kesopanan, peduli, saling pengertian dan toleran dalam memberikan teladan dan pembudayaan nilai-nilai yang baik kepada siswa. Hambatan dalam pengembangan pembelajaran PKn dalam mendorong pembentukan karakter siswa yaitu: a) minimnya waktu pembelajaran, b) kurangnya minat peserta didik terhadap mapel PKn khususnya kelas XI, c) kurangnya kesiapan/fokus peserta didik dalam mengikuti pembelajaran
25
setelah kegiatan olahraga dan jam-jam terakhir pembelajaran, d) padatnya jadwal kegiatan yang ada di sekolah dan asrama. Upaya yang dilakukan guna mengatasi hambatan pengembangan pembelajaran PKn dalam mendorong pembentukan karakter pada siswa ialah: a) memberikan penugasan dengan memberikan aturan main pada saat waktu pembelajaran tidak bisa dimanfaatkan secara penuh, b) penggunaan metode yang variatif guna menarik minat/perhatian, c) melakukan dialog dan memberikan sanksi bagi mereka yang tidak disiplin, d) memberikan batasan dalam memilih kegiatan dan penyediaan sarpras yang memadai.
2. Saran Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian tentang “Pengembangan Pembelajaran PKn dalam Pembentukan Karakter Siswa di SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan Magelang” maka peneliti memberikan beberapa saran yang sekiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak tertentu. a. Kepada Pihak Sekolah 1) Sekolah hendaknya menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi siswa khususnya sumber kepustakaan yang berkaitan dengan bidang PKn khususnya buku induk yang dikelola dengan baik agar guru maupun siswa mampu memahami pembelajaran dengan baik. 2) Sekolah perlu menciptkan kultur lingkungan yang kondusif agar mampu membangun karakter peserta didik yang kuat karena karakter sesungguhnya lebih penting dari pada kecerdasan semata yang tidak diimbangi dengan nilai-nilai karakter peserta didik. b. Kepada Guru Mapel PKn 1) Guru sebagai pendamping, teladan, pengampu maupun fasilitator dalam kegiatan pembelajaran PKn hendaknya melakukan pengembangan diri khususnya terkait bidang akademik yang ditekuninya sehingga mampu memberikan wawasan yang kontekstual dan faktual. 2) Pengembangan pembelajaran PKn yang dilakukan oleh guru hendaknya perlu didukung oleh perencanaan pembelajaran yang baik
26
serta variasi pembelajaran yang dinamis guna mendorong minat dan partisipasi peserta didik. 3) Pembuatan materi pembelajaran guru hendaknya memasukan bukubuku induk dalam sumber kepustakaan guna menghindari terjadinya kekeliruan penafsiran materi pembelajaran.
Daftar Pustaka Abidinsyah. (2011). “Urgensi Pendidikan Karakter Dalam Membangun Peradaban Bangsa Yang Bermartabat”. Jurnal Socioscientia Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Februari 2011 (Vol. 3 Nomor 1). Hlm. 1-8. Afifuddin & Saebani, Beni Ahmad. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. Arwiyah, M. Yahya, et. al. (2013). Regulasi Kewarganegaraan Indonesia. Bandung: Alfabeta. Cholisin. (2005). “Pengembangan Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegara an (Civic Education) dalam Praktek Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi”. Diakses dari: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/para digma%20baru%20pkn_0.pdf pada tanggal 10 Februari 2014 pukul 10.00 WIB. Dwiyanto, Djoko & Saksono, Ign. Gatot. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila (Negara Pancasila: Agama atau Sekuler; Sosialis atau Kapitalis). Yogyakarta: Ampera Utama. Gafur, Abdul. (2012). Desain Pembelajaran: Konsep, Model, dan Aplikasinya dalam Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran. Desain Pembelajaran: Konsep, Model, dan Aplikasinya dalam Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Kemdiknas. (2010). “Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama”. Draf Panduan Guru Mapel PKn. ________. (2011). “Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter”. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Koesoema A. Doni (2007). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Lickona, Thomas. (2013). Educating for Character. New York: Bantam Book. Diterjemahkan oleh Lita S. Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusa Media. 27
__________. et al. (2007). “Eleven Principles of Effective Character Education”. Diakses dari: http://www.character.org/uploads/PDFs/Eleven _Principles.pdf pada tanggal 3 November 2013 pukul 19.00 WIB. Moleong, J. Lexy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif; Edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Muchson AR. (2012). Penilaian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Diktat Kuliah). Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum FIS UNY. Muslich, Masnur. (2011). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara. Pemerintah Republik Indonesia (2010). Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010 – 2025. Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. SMA Pangudi Luhur Van Lith. (2014). “Visi Misi-Tujuan SMA Van Lith”. Diunduh dari: http://vanlith-mtl.sch.id/profil/visi-misi-tujuan-smavan lith.3.html tanggal 10 November 2013 pukul 10.25 WIB. ___________ . (2013). Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan SMA Pangudi Luhur Van Lith. Magelang: SMA Pangudi Luhur Van Lith. Somantri, Muhammad Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sugihartono,et.al. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sunarso et.al. (2006). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: UNY Press. Undang‐Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78). Winarno. (2013). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan: Isi Strategi dan Penilaian. Jakarta: Bumi Aksara. Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada.
28
Zuriah, Nurul. (2007). Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti secara Kontekstual dan Futuristik. Jakarta: Bumi Aksara.
29