ISSN: 2355-5106
Vol. 2 | No. 1
PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN MORAL POLITIK BAGI MAHASISWA PMKRI BERBASISKAN REFLEKSI Yohanes Vianey Sayangan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar STKIP Citra Bakti Ngada-NTT
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model kebutuhan pelatihan moral politik. Pelatihan moral politik dirancang sebagai pendekatan penelitian dan pengembangan bagi mahasiswa dalam Ormas PMKRI yang merupakan calon pemimpin bangsa. Kegiatan pelatihan moral politik menggunakan model Borg dan Gall yang dikombinasikan dengan model refleksi Gibs. Ciri khas dari kombinasi kedua model tersebut terletak pada penggunaan model refleksi dalam penelitian ini. Adapun tahapan pengembangan dalam penelitian ini menggunakan steps of system approach models of educational Research and development. Kegiatan evaluasi formatif difokuskan pada pendekatan refleksi sebagaimana yang di disain dalam strategi pelatihan dan dikembangkan dalam bahan pelatihan. Bahan pelatihan merupakan produk akhir dari model ini. Hasil penelitian menunjukkan adanya kemerosostan dan hancurnya praktek politik di negeri ini yang dilakoni oleh para politisi, birokrat pemerintah. Publik tidak percaya dengan para politikus yang berada di legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kepercayaan publik menurun seiring dengan banyaknya perilaku elit politik yang menyimpang. Kata kunci: moral politik, penelitian dan pengembangan, refleksi, pelatihan
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I
1
ISSN: 2355-5106
Vol. 2 | No. 1
THE DEVELOPMENT MODELS OF MORAL POLITICS FOR PMKRI ORGANISATION BASED REFLECTION Abstract This Research and Development (R and D) study is designed to develop the suitable model for the needs of the moral political training. This moral political training is indeed created for the university students who join the PMKRI mass organization. As a matter of fact, they are the leader candidates of our nation. For that reason, this research is very important for them. In addition, this moral political training activities use the combination of Borg and Gall Model and Gibs’ Reflection Model. The prominent characteristic of this combined model lies on the usage of reflection model of the study. On the other hand, the development stages of this research requires what so called steps of system approach models of educational Research and Development. Also, the formative evaluation activities put emphasis on the reflective approach designed in the training strategy and developed in the training material. In the end, this sort of material plays as the final result of the model. The outcomes of this study leads to the political practice degradation in Indonesia by politicians and bureaucracy government. People felt distrust with performance of official in legislative, executive and yudicative organization. Public have a low trust to the politician where they too do deviation in political attitude. Keywords: moral political, research and development, reflection, training PENDAHULUAN Idealnya (das sollen), konsep moral politik sudah merupakan bagian integral dalam program pelatihan dan pendidikan moral politik bagi mahasiswa dalam Ormas PMKRI sebagai satu bentuk impertaif kategoris. Pendidikan politik yang telah dilaksanakan dalam Ormas PMKRI sifatnya lebih pada aspek pengetahuan umum yang berkaitan dengan sistem dan tatanan politik kenegaraan yang sudah baku dan umum (taken for granted). Sedangkan, pendidikan politik yang bersifat spesifik untuk menjawab persoalan dekadensi moral di bidang politik, belum mendapat perhatian khusus dalam Ormas PMKRI. Konsep moral politik itu penting untuk diketahui melalui program pendidikan dan pelatihan, sebagai pisau analisis untuk mendalami persoalan degradasi moral politik bangsa ini. Praktek politik awalnya diartikan sebagai estetis sekaligus etika, dalam artian politik itu seni mengelola kekuasaan dan mengarahkan kekuasaan untuk kepentingan dan kebaikan bersama (bonum commune). Moral dan politik tidak dapat dipisahkan dalam praktek politik dan pemerintahan. Politik berkaitan dengan urusan publik. Dalam konteks itulah, baik politik maupun moralitas memiliki hubungan dengan urusan manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Dalam
kebersamaan,
manusia
sebagai
individu
menemukan
jati
diri
kesosialitasan, dan peran moral dituntut sebagai panduan, dan dalam kesosialitasan politik itu tumbuh dan berkembang dan saling mempengaruhi manusia. (Finbrarr, 20102:1)
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I
2
ISSN: 2355-5106
Vol. 2 | No. 1
Moral dan politik memiliki hubungan keterkaitan yang utuh dan tak terpisahkan. Terdapat kaitan erat antara keduanya. Hubungan antara politik dan moral dapat ditemukan dalam pernyataan berikut ini: The individual acts according to his morals, and through his actions, he affects others and is thus political. Politics belongs to the public. The public’s collective opinions determine policies, and through these policies, the individual is affected. (Lipson, 2012 :3). Dari pernyataan di atas, nampak jelas, bahwa individu bertindak berdasarkan moral. Politik memiliki katannya dengan urusan publik. Moral dan politik berkaitan erat dalam mempengaruhi tindakan manusia. Politik mengandaikan moral dalam menentukan kebijakan yang mempengaruhi individu manusia. Moralitas politik dapat dibangun dan disosialisasikan sebagai bagian integral dalam diri mahasiswa Ormas PMKRI melalui program pendidikan dan pelatihan. Pelatihan merupakan bentuk program pendidikan androgogi. Androgogi menekankan partisipasi para peserta dalam menetapkan tujuan pembelajaran dan menentukan kebutuhan belajar (instructional objectives and defining their own learning needs). Pelatihan moral politik diarahkan untuk membentuk dan mengembangkan pola sikap yang berkarakter melalui pendekatan refleksi. Refleksi merupakan aspek fundamental dalam kegiatan pelatihan moral politik. John Dewey menawarkan fundasi filosofis bagi peran refleksi dalam proses pembelajaran sebagai jembatan antara pengalaman dan teori. (Bringle dan Hatcher, 2006:114). Dijelaskan bahwa pengalaman personal, sebagaimana yang diperoleh melalui pelayanan komunitas, memberikan ruang bagi teori untuk melakukan pengartian (meaning) jika refleksi mendukungnya dengan satu analisis terhadap satu pengalaman. Bagi Dewey, pengalaman merupakan hal yang penting sebagai teori. Peran refleksi dalam proses belajar dilihat sebagai jembatan antara pengalaman dan teori. Pengalaman personal, yang diperoleh melalui pelayanan komunitas,memungkinkan teori untuk mengambil pengertian ketika refleksi mendukung suatu analisis dan uji kritis atas pengalaman. Dewey berpendapat bahwa pengalaman itu penting seagai teori. Keseluruhan uraian konsep, data, informasi dan permasalahan pada latar belakng tersebut itulah yang menjadi dasar pemikiran penulis, untuk melakukan penelitian dalam rangka mengembangkan model pelatihan moral politik bagi Generasi Muda Ormas PMKRI. Model pelatihan moral politik yang dirancang merupakan model kombinasi antara model Borg dan Gall dengan model refleksi Gibs. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai model yang dihasilkan untuk pendidikan dan pelatihan moral politik yang berbasiskan refleksi. dalam rangka membangun karakter generasi muda pada Ormas PMKRI.
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I
3
ISSN: 2355-5106
Vol. 2 | No. 1
Sedangkan tujuan khusus dari peneltian ini adalah untuk: (1) Mendeskripsikan fenomena moral politik yang sedang berlangsung dalam kalangan generasi muda Ormas PMKRI dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. (2) Menemukan model pengembangan pelatihan moral politik yang tepat dan relevan dengan konsep moral politik yang dapat diterapkan bagi generasi muda Ormas PMKRI. METODOLOGI Penelitian ini merupakan bentuk penelitian dan pengembangan
pendidikan
(Educational Research and Development (R&D) atau Research-Based Development) khususnya berupa produk program pelatihan. Penelitian dan pengembangan dalam penelitian ini di adaptasi dari Borg, Walter R. dan Gall. (1983:772) Research and development is an industry – based development model in which the findings of research are used to design new products and procedures, which the are systematically field- tested, evaluated and refined until they meet specified criteria of effectiveness, quality, or similar standars. Borg dan Gall (1983:772) juga mendefinisikan Research and development is the process of researching consumer needs and then developing products to
fulfill those needs. The
products : Training materials, learning materials, media aterials, management systems. Langkah-langkah proses penelitian dan pengembangan menunjukkan suatu siklus, yang diawali dengan adanya analisis kebutuhan yang membutuhkan pemecahan dengan mengunakan produk tertentu. Dalam pengembangan model, terdapat 10 langkah, berdasarkan steps of system approach model of educational research and development oleh Borg dan Gall dalam membuat langkah-langkah pengembangan model sebagimana dalam Gambar 1. CONDUCT INSTRUCTIONAL ANALYSI
ASSESS NEEDS TO INDETIFY GOAL (S)
\
WRITE PERFORMANCE OBJECTIVES
CONDUCT INSTRUCTIONAL ANALYSIS
REVISE INSTRUCTION
DEVELOP ASSESSMENT INSTRUMENT
DEVELOP INSTRUCTIONAL STRATEGY
DEVELOP AND SELECT INSTRUCTIONAL MATERIALS
DESIGN AND CONDUCT FORMATIF EVALUATION OF INSTRUCTION DESIGN AND CONDUCT SUMMATIVE EVALUATION
Gambar 1. Langkah-langkah Pengembangan Model Dalam prosedur pengumpulan data, Creswell (2012:212) berpendapat bawa penelitian kualitatif terbagi dalam 4 tipe dasar yaitu observations, interviews, documents dan visual images. Prosedur pengumpulan data menggunakan teknik wawancara bebas tak berstruktur, pengamatan berperanserta dan telaahan dokumen berdasarkan data yang JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I
4
ISSN: 2355-5106
Vol. 2 | No. 1
bersumber dari kata-kata dan tindakan nara sumber, sumber tertulis, field notes, peta dan data dari sumber lain. Analisis data adalah teknik membuat data itu dapat dimengerti sehingga apa yang dihasilkan bisa dikomuikasikan kepada orang lain. Creswell (2012:212) mengemukakan 6 (enam) tahapan proses penanalisis data yang menjadi acuan dalam proposal penelitian ini yaitu: (1) mengorganisasi dan mempersiapkan data untuk di analisa. (2) pillih satu dokumen (misal: satu hasil wawancara), yang menarik dan singkat. (3) membuat daftar untuk semua topik-topik, kumpulan topik-topik serupa. (4) buat daftar dan kembali kedata. (5) cari kata yang lebih deskriptif untuk topik tersebut dan gunakan dengan katagori. 6) tahap akhir dalam analisis data termasuk membuat analisis dan penafsiran data yang dilakukan secara terpadu HASIL DAN PEMBAHASAN Ada tiga tahapan penelitian dalam menerapkan langkah-langkah model Borg dan Gall, yakni pertama, tahapan identifikasi. Tahap ini mencakup identifikasi kebutuhan dan tujuan pelatihan, analisis pelatihan, serta mengidentifikasi perilaku dan karakterisitik awal pelatihan. Kesimpulan yang diperoleh dari analisis kebutuhan adalah bahwa pendidikan politik yang dilaksanakan dalam Ormas PMKRI sifatnya lebih pada aspek pengetahuan umum yang berkaitan dengan sistem dan tatanan politik kenegaraan yang sudah baku dan umum (taken for granted).
Sementara, fenomena yang terjadi akhir-akhir ini dalam
pergerakan dan praktek serta praksis perpolitikan dan berpemerintah yang penuh dengan intrik negatif seperti pencurian dan perampokan uang rakyat atau praktek korupsi, penyalahgunaan kewenangan kekuasaan, suap menyuap yang telah menjadi sebuah habitus dalam diri politisi, birokrat pemerintah dilukiskan sebagai dekadensi moral, moralitas politik bangsa belum mendapat perhatian Ormas PMKRI. Jadi, aspek pendidikan moral politik sebagai upaya untuk pembangunan karakter generasi muda untuk Ormas PMKRI belum dijalankan secara spesifik. Dari langkah mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta pelatihan moral politik ditemukan fakta bahwa generasi muda yang berorganisasi dalam Ormas PMKRI memiliki minat di bidang politik. Mahasiswa dalam Ormas PMKRI selalu concern dengan berbagai persoalan politik di tanah air. Salah satu persoalan yang sedang menjadi perhatian dan prihatin adalah masalah kemerosoton moral di bidang politik yang ditandai dengan kasus kejahatan dan penyelewengan perilaku tidak bermoral seperti korupsi, suap dan lain-lain. Kedua, tahap pengembangan. Tahap ini terdiri dari langkah merancang strategi pelatihan dan mengembangkan bahan pelatihan. Strategi pelatihan merupakan fokus dari pelatihan moral politik yang berbasiskan refleksi. Pelatihan moral politik adalah bentuk pelatihan androgogi (androgogy). Pelatihan yang diarahkan untuk perubahan sikap orang dewasa. Oleh karena itu, peserta pelatihan moral politik adalah mahasiswa PMKRI yang memenuhi kriteria sebagai orang dewasa. JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I
5
ISSN: 2355-5106
Vol. 2 | No. 1
Metode yang digunakan dalam mata diklat moral politik, berangkat dari hal-hal umum, yakni bertitik tolak dari pemikiran dan teori. Teori akan diperkuat dan diterang secara konkret dengan bergerak menuju fakta atau figure dan prototype ketokohan. Maka metode deduktif yang menjadi titik bergeraknya. Tidak menutup kemungkinan bahwa metode induktif dengan teknik naratif eksperiensial, contoh, fakta yang dapat digunakan dalam program pelatihan moral politik untuk dapat menjelaskan prinsip-prinsip moral dalam politik yang abstarak sifatnya. Faktor media juga memegang peran penting dalam upaya mempermudah pelaksanaan program pelatihan moral politik. Media dan alat digunakan untuk meluncurkan pesan atau informasi berupa pengetahuan, pengalaman dari pengirim kepada penerima pesan. Pengirim dan penerima pesan itu bisa berupa manusia yaitu fasilitator dan peserta pelatihan moral politik. Sedangkan media yang digunakan dapat berupa alat elektronik, gambar, buku, dan lainnya. Dalam pelatihan moral politik, aspek penting yang menjadi fokus dalam kegiatan pelatihan moral politik adalah refleksi dalam tahap latihan. Refleksi menjadi kunci kegiatan refleksi. Refleksi dijalankan dalam bentuk diskusi kelompok dan dalam bentuk individu. Selain metode deduktif, karena titik tolaknya mulai dengan pemikiran kritis, teoritis dan diperkuat dengan pengalaman, contoh keteladanan hidup, metode dalam pelatihan ini juga menggunakan sharing
pengalaman, fakta dan kenyataan mengenai peristiwa konkret
kehidupan perpolitikan tanah air sebagai basisnya. Tujuannya, adalah menggali pengalaman nyata dan mengungkapkan pengalaman tersebut sebagai fenomenologi yang akan direfleksikan. Metode diskusi juga mendapat tempat strategis dalam pelatihan moral politik. Tujuannnya, agar ada interaksi dari para peserta pelatihan untuk menggali, menganalisis atau memperdebatkan topik yang akan disajikan dalam pelatihan melalui pendekatan refleksi. Adapun tahapan refleksi dalam kegiatan pelatihan moral politik dapat dikonstruksi, sebagai mana pada gambar 2. Strategi pelatihan yang dirancang atas dasar pendekatan refleksi, menjadi dasar untuk menyusun bahan pelatihan. Bahan pelatihan yang disusun untuk kebutuhan pelatihan bagi para peserta pelatihan, merupakan tahapan terakhir untuk melakukan evaluasi formatif. Ketiga, tahap Evaluasi : Berbasiskan Refleksi. Tahap evaluasi formatif dimulai dengan mereview bahan pelatihan dalam tahap one – to – one oleh para pakar di bidang konten, di bidang desain pembelajaran dan media. Hasil penilaian para pakar yang telah direvisi kemudian dinilai oleh one – to – one leaners, yaitu 3 mahasiswa dari PMKRI. Hasil penilian oleh one – to – one leaners yang telah direvisi akan dilakukan uji coba kepada kelompok kecil (small group).
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I
6
ISSN: 2355-5106
Vol. 2 | No. 1
Membaca petunjuk diskusi kelompok
Menyimak daftar pertanyaan
Menyusun Laporan Hasil Refleksi Diri: penghayat an sikap, pembentuk an diri
Melakukan refleksi diri
Melaksanakan diskusi kelompok
Menyusun laporan hasil diskusi kelompok
Gambar 2. Tahapan Refleksi
Kegiatan refleksi dalam evaluasi formatif terdapat dalam tahapan evaluasi small group dan tahapan uji lapangan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam dua kegiatan, yaitu kegiatan diskusi kelompok dan kegiatan refleksi secara pribadi. Membaca petunjuk diskusi kelompok
Menyimak daftar pertanyaan
Menyusun Laporan Hasil Refleksi Diri: penghayatan sikap, pembentukan diri
Melakukan refleksi diri
Melaksanakan diskusi kelompok
Menyusun laporan hasil diskusi kelompok
Gambar 3. Tahapan Diskusi Kelompok Diskusi kelompok menunjukkan dinamika dan proses dialektika yang mengemukakan adanya argumentasi solutif. Dalam artian, setiap anggota kelompok begitu aktif menanggapi pertanyaan pendalaman akan masalah yang disodorkan. Diskusi dan pembahasan kelompok mengenai pertanyaan yang diajukan oleh instruktur menimbulkan keragaman jawaban dari setiap kelompok. Dalam diskusi kelompok, muncul dinamika dialektika yang sifatnya argumentif - solutif. Jawaban anggota kelompok dapat ditanggapi berbeda, ada yang mendukung, tetapi kebanyakan disanggah dan ada
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I
7
ISSN: 2355-5106
Vol. 2 | No. 1
yang mampu menyimpulkan (terjadi proses tesis, antitesis, dan sintesis). Itulah proses diskusi yang diidentikan sebagai dialektika yang sifatnya argumentif - solutif. Dari hasil pengamatan terhadap proses diskusi kelompok, hampir nampak kemiripan dinamika diskusi untuk setiap kelompok. Jawaban atas pertanyaan ditanggapi beragam dan berbeda bahkan ada yang saling menyanggah dengan dasar argumentasi yang logis dan rasional, sehingga jawaban anggota kelompok saling memperkaya melalui koreksi oleh teman diskusi dalam kelompok. Bahkan yang terjadi adalah apa yang disebut dengan corectio fraternal. Dari hasil pengamatan terhadap diskusi kelompok, diperoleh ha-hal baru yang digali dari refleksi diri, berdasarkan aspek keaktifan, kerja sama, kontribusi pendapat dan kedalaman pembahasan. Soal kedalaman pembahasan, menjadi hal khusus. Pertanyaan yang diajukan sifatnya beraliran filsafat dan moral. Para peserta tidak semua memahami filsafat politik dan filsafat moral atau berlatar belakangan ilmu politik. Namun demikian, persoalan politik dan persoalan moral dapat dipahami oleh semua peserta. Hal inilah yang terjadi dalam diskusi kelompok, sharing pengalaman bersama sebagai hasil refleksi pribadi dan refleksi bersama. Dari segi waktu, perkiraan alokasi waktu yang dirancang dalam strategi pelatihan mengalami perubahan. Diskusi yang semualnya dialokasikan 90 menit untuk kegiatan diskusi kelompok, mengalami perubahan menjadi 180 menit. Itu berarti, waktu untuk diskusi dan pendalaman persoalan moral politik dalam upaya pembangunan karakter politik untuk generasi muda bagi mahasiswa/mahasiswi PMKRI membutuhkan alokasi waktu yang banyak. Membaca petunjuk diskusi kelompok
Menyimak daftar pertanyaan
Menyusun Laporan Hasil Refleksi Diri: penghayatan sikap, pembentukan diri
Melakukan refleksi diri
Melaksanakan diskusi kelompok
Menyusun laporan hasil diskusi kelompok
Gambar 4. Tahapan Refleksi Diri Refleksi pribadi merupakan langkah lanjut dari diskusi kelompok. Setiap peserta melakukan permenungan pribadi mengenai permasalahan, pengalaman dan kasus yang berkaitan dengan penyimpangan dan pelanggaran moral politik oleh para politisi
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I
8
ISSN: 2355-5106
Vol. 2 | No. 1
berdasarkan panduan pertanyaan reflektif yang telah disiapkan, kemudian menjawab pertanyaan secara tertulis. Refleksi pribadi dilakukan di luar dari kegiatan diklat moral politik. Pada tahap ini peserta tetap di bawa ke dalam proses kegiatan diklat moral politik, dengan konteks dan situasi yang berbeda. Hal yang penting dari kegiatan diklat moral politik adalah menciptakan ruang dan kesempatan bagi para peserta untuk membawa pulang persoalan moral politik ke tempat yang lain dalam situasi berbeda, peserta tidak membatasi diri pada penerimaan materi saat dalam ruangan atau forum. Hal yang lain yang dapat mengahntar peserta melanjutkan membahas persoalan dan mendalaminya serta berupaya memikirkan dan menindaklanjuti permenungan melalui niat atau tindakan nyata adalah melalui refleksi pribadi. Refleksi pribadi berupaya untuk menjawabi persoalan secara akal, tetapi jawban itu diperoleh berdasarkan hasil olah cipta, karsa dan rasa yang mendalam. Sehingga jawaban atas persoalan moral politik dilakukan dengan segenap hati, segenap pikiran dan segenap perasaan. Persoalan moral politik dijawab atas dasar pertimbangan rasio dan pengalaman nyata, yang diolah atas dasar pengalaman dan pengetahuan diri setiap peserta pendidikan dan pelataihan moral politik. Oleh karena itu, hasil permenungan itu dituangkan dalam bentuk tulisan. Jawaban hasil permenungan mendalam dituangkan dalam bentuk tulisan yang akan menjadi porto folio, sebagai bentuk tanggapan dan buah pemikiran yang memuat makna pengungkapan sikap serta niat untuk perubahan sikap bagi setiap peserta diklat. Jawaban hasil refleksi pribadi jelas menggambarkan peristiwa atau keajdian pelanggaran moral politik seperti: masalah korupsi, suap dan lain-lain. Selain pengalaman, refleksi juga melibatkan perasaan (feelling) apa yang dipikirkan dan dirasakan berkaitan dengan kasu-kasus pelanggaran moral oleh pejabat publik dan politisi. Peristiwa atau kejadian yang ada di evaluasi (evaluation) hal apa saja yang masih dinilai baik dari perilaku atau hal buruk apa saja yang dilakukan. Peristiwa yang sudah dinilai lalu dianalisis (analyisis) mengapa hal itu bisa terjadi dan dilakukan terus menerus oleh para politisi. Langkah berikut adalah, membuat kesimpulan, terhadap berbagai persoalan yang ada. Atas dasar itu, dilakukan tindak lanjut, apa yang akan dilakukan (action Plan). Dari hasil kajian sebelumnya mengenai moral politik dan hasil temuan peneliti sendiri mengenai moral politik sebagai upaya pembangunan karakter generasi muda Ormas PMKRI, disimpulkan beberapa aspek penting yang berkaitan dengan masalah moral politik yang sedang terjadi dalam pratek dan praksis politik oleh para politisi dan birokrat pemerintahan di Indonesia. Secara lebih rinci hasil pembahasan ini dapat dikembangkan sebagai berikut:
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I
9
ISSN: 2355-5106
Vol. 2 | No. 1
Pertama, Ada masalah serius yang berkaitan dengan kemerosostan dan hancurnya praktek politik di negeri ini yang dilakoni oleh para politisi, birokrat pemerintah. Praktek politik sudah jauh melencng dari alamnya sebagaimana poltitik itu dirumuskan Plato bahwa politik tujuannya adalah untuk mewujdukan kebaikan bersama (bonum commune). Praktek politik akhir-akhir ini telah terjerumus jaruh dalam dalam pemerosotan moralitas politik yang sangat serius. Masyarakat ragu akan moral elit politik di Indonesia. Fakta ini didasarkan atas hasil penelitian dari Rully Akbar dari Peneliti Lingkaran Survey Indonesia, yang menyatakan bahwa sebanyak 51% publik tidak percaya dengan dengan para politikus yang berada di legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kepercayaan publik menurun seiring dengan banyaknya perilaku elit politik yang menyimpang. Kenyataan di atas, dilukiskan dengan ketat dan padat oleh Thompson (2000:1) dalam kalimat “tangan-tangan kotor demokratik”. Para pejabat pemerintah melakukan perbuatanperbuatan immoral karena rakus, haus akan kekuasaan, dan loyal pada penguasa. Yang paling mengejutkan yaitu tindakan immoral para pejabat pemerintahan dengan dalil dilakukan untuk pelayanan kebaikan publik. Kedua, masalah pendidikan politik terutama pendidikan yang diarahkan untuk menanamkan nilai, prinsip dasar moral tidak mendapat perhatian utama oleh lembaga dan intitusi politik seperti partai politik atau ormas-ormas yang menghasilkan para politisi. Pengalaman menunjukkan bahwa para politisi sekarang yang tersandung kasus pelanggaran moral politik, seperti tindakan korupsi dan habitus pemupukan kekayaan melalui jalur politik adalah kader-kader yang tidak dididik dan ditempah dari ormas atau institusi politik tertentu secara kuat. Orientasi politik yang menjadi tujuan adalah politik ekonomi: mencari kekayaan dan kekuasaan daari politik. Ketiga, moralitas tak berperan dalam politik. Politik bukannya menjadi ajang pengabdian, tetapi menjadi lahan mencari kerja. Politik sudah menjadi mesin dan industri pencarian harta dan kekuasaan. Tidak ada batas antara hal yang baik dan buruk, antara benar dan salah dalam konteks pemilihan skala nilai moral. Dekandensi moral sudah jadi fenomena politik kita, semuanya karena uang sudah menjadi raja dalam politik. Tak ada lagi nilai-nilai moral dalam diri politisi pusat-daerah. Buktinya, politisi di senayan ramai-ramai mencari fee dari anggaran untuk daerah. Insitutusi DPR juga sudah menjadi sarang penyamun dan lembaga terkorup di republik ini. Keempat, dalam konteks Indonesia, keberlakuan moral dan etika masih merupakan dikotomi antara urusan keagamaan dan urusan publik. Persoalan moral masih merupakan urusan keagamaan. Akan tetapi, dalam kenyataannya, ambiguitas persoalan moral dalam penerapannya yang menjadi faktor longgarnya pegawasan publik terhadap pola, perilaku dan sikap serta tindakan moral yang salah bagi pejabat publik, para politisi dan pengambil
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I
10
ISSN: 2355-5106
Vol. 2 | No. 1
kebijakan yang berdampak pada pelanggaran moral politik dalam praktek tatanan kehidupan politik berbangsa dan bernegara. Fakta dan data pelanggaran moral pejabat publik, para politisi dan pengambil kebijakan dapat dlilihat dari berbagai fakta dekadensi moral para politisi dan pejabat publikdalam ruang publik. KESIMPULAN DAN SARAN Pertama, Fenomena moral politik dalam kalangan generasi muda Ormas PMKRI pada 5 tahun terakhir menunjukkan (1) fenomena moral politik belum sepenuhnya menjadi fokus perhatian dalam pendidikan politik bagi mahasiswa PMKRI sebagai generasi muda calon politisi dan pemimpin bangsa; (2) mahasiswa dalam ormas PMKRI belum merespons dan menunjukkan sikap kritis serta tindakan aksi sebagai sebuah gerakan profetis untuk menentang praktek kemerosotan moral politik bangsa yang diperbuat politisi dan pejabat publik dalam penyelenggaraan kekuasaan baik dari aspek pengkajian, aspek penyadaran melalui pendidikan dan pelatihan maupun dari aspek gerakan moral; (3) bahkan mahasiswa cenderung melihat persoalan pemerosotan moral politik sebagai gejala umum yang sudah ada dan biasa (taken for the granted). Sehingga, fenomena moral politik itu merupakan sebuah fakta eksistensial yang menggejala dalam kehidupan sosio-politik. Kedua, model moral politik menghasilkan bahan pelatihan (training materials) yang terdiri dari dua macam bahan, yaitu, (1) bahan yang berisikan pokok-pokok mata diklat yang terintegrasi dengan panduan belajar bagi peserta pelatihan moral politik. Buku moral politik memuat 8 mata diklat yang dirancang sesui urut-urutan dalam strategi palatihan dan; (2) bahan yang berisikan pedoman bagi instrukutr. Bahan pelatihan moral politik digunakan pada saat kegiatan pelatihan moral politik bagi para peserta. Model yang didesain dan dikembangkan untuk program pelatihan moral politik adalah model Borg and Gall yang dikombinasikan dengan model refleksi Gibs; (3) Model pelatihan moral politik berorientasi pada pembentukan perilaku peserta. Oleh karena itu model pelatihan moral politik didesain sebagai upaya konsientisasi yang mengarahkan peserta pada perubahan sikap yang mewuduj dalam sauatu rencana aksi untuk menyata pada suatu praksis nyata; (4) salah satu aspek dari model moral politik adalah refleksi sebagai upaya untuk mendalami masalah baik secara kelompok dan secara pribadi; (5) model penelitian yang berbasiskan refleksi memberi ruang lebih banyak kepada para peserta pelatihan di luar ruangan kegiatan pelatihan untuk mengeksplorasi pengalaman, masalah lalu mengkronfrontasinya dengan teori untuk kemudian menemukan sendiri jawaban atas persoalan yang terjadi. Model pelatihan ini mengubah paradigma instructor centred menjadi trainee centred.
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I
11
ISSN: 2355-5106
Vol. 2 | No. 1
DAFTAR PUSTAKA Borg, Walter R., dan Gall. Meredith Darmein Educational Research : An Introduction. 4th ed. New York: Longman, 1983. Carey W. Dick, and Carey, L & Carey, J. O.. The System Design of Instruction, New Jersey: Pearson Education, 2009 Creswell l, John W.. Educational research . Upper sadle River, NJ: Pearson, 2012. --------------------------., Research design, Qualitative and Quantitative Aproaches, Sage Publications, Thousand Oaks, London, 1994, Devin Finbar, The Fondations of Poilitical Morality, http://intellectual-detox.com/thefoundations-of-political-morality/ (diakses10 September, 2012) Leslie Lipson Essay Contest 2005 Yanpei Chen, MoralityAndPoliticalDiscourse.pdf http://www.eecs.berkeley.edu/~ychen2/professional/ , (diakses 12 September 2012) Nedler, Leonard, Designing Training Programs, California: Addison-Wesley, 1982, ------------------ The Handbook of Human Resource Development. New York: John Wiley & Sons, (1984). dalam http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/isd/definitions.html, 14 september 2012, Robert, G. Bringle., Julie A. Hatcher, , Reflection in Service – Learning: Making meaning of Experience, Journal of Educational Horizon, 1999 Suparman, Atwi, Desain Instruksional Jakarta: Universitas Terbuka, 2011 ----------------------, Desain Instruksional Modern, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012. Thompson, Dennis F Etika Politik Pejabat Negara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000,
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I
12